Dokumen tersebut merupakan rancangan pabrik untuk produksi cookies choco chip yang mencakup uraian proses pembuatan, seleksi bahan baku, dan proses yang dipilih. Proses pembuatan cookies choco chip meliputi persiapan bahan, pencampuran, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, sortasi dan pengemasan. Jenis tepung terigu protein rendah dipilih sebagai bahan baku dan proses pemanggangan menggunakan oven kontinu karena lebih efisien.
Pembuatan Serbuk Sari Buah Apel yang dilakukan oleh kelompok 6 THP 2014 Universitas Jember menggunakan metode kristalisasi dengan penambahan maltodextrin dan putih telur,data yg akan dianalisa adalah pemberian konsentrasi gula yg berbeda terhadap kecepatan daya pelarutan dan kesukaan panelis (uji organoleptik)
Pembuatan Serbuk Sari Buah Apel yang dilakukan oleh kelompok 6 THP 2014 Universitas Jember menggunakan metode kristalisasi dengan penambahan maltodextrin dan putih telur,data yg akan dianalisa adalah pemberian konsentrasi gula yg berbeda terhadap kecepatan daya pelarutan dan kesukaan panelis (uji organoleptik)
jerami padi yang sering ditemukan dikehidupan sehari-hari dapat dimanfaatkan menjadi bioethanol yang penggunaannya sangat bermanfaat untuk mencegah krisis energy pada beberapa tahun kedepan
PRINSIP TEKNOLOGI PENGOLAHAN
Proses termal dapat dilakukan dengan berbagai teknik :
1. Penggunaan air panas atau uap air pada proses blansing, pemasakan, pasteurisasi, sterilisasi, evaporasi dan ekstrusi.
2. Penggumaan udara panas seperti pemanggangan, penyangraian, pengeringan.
3. Penggunaan minyak seperti pada penggorengan.
4. Penggunaan energi iradiasi seperti gelombang mikro (microwave, radiasi infra merah, dan radiasi ionisasi).
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
1. PERANCANGAN PABRIK
(COOKIES CHOCO CHIP)
Di Susun Oleh :
1. Alfriyan Damar (H1915002)
2. Muhammad Harun A (H1915012)
3. Puji Nur Haji (H1915017)
4. Yulianto Pamungkas (H1915023)
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI
PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
2. BAB 2
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
2. 1. Uraian Proses Secara Umum
Dalam pembuatan cookies choco chips melalui tahapan persiapan
bahan, pencampuran bahan baku dan bahan-bahan tambahan, pencetakan
adonan, pemanggangan, pendinginan cookies, sortasi, dan pengemasan.
Adapun uraian proses tersebut secara umum adalah sebagai berikut:
2.1.1 Persiapan Bahan
Persiapan bahan meliputi penimbangan dan pengecekkan
bahan baku dan bahan-bahan tambahan yang akan digunakan. Bahan
baku yang digunakan yaitu tepung terigu dan bahan-bahah tambahan
yang digunakan meliputi: susu bubuk, tepung kuning telur, baking
powder, garam halus dan maizena.
2.1.2 Pencampuran Bahan Baku dan Bahan-bahan Tambahan
Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-
stage dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan
dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage,
mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur
adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya
bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena
keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input
karena proses yang berlanjut. Pencampuran adonan cookies biasanya
diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming
method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan
pengembang dimasukkan (Bennion, 1980).
3. 2.1.3 Pencetakan Adonan
Proses pencetakan bertujuan untuk mencetak adonan yang
telah tercampur merata sehingga didapatkan bentuk cookies bulat
pipih.
2.1.4 Pemanggangan
Pemanggangan berfungsi untuk mengubah karakteristik
sensorik produk sehingga dapat lebih diterima oleh konsumen.
Pemanggangan juga menyebabkan bahan pangan lebih awet
karena proses tersebut menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim,
serta menurunkan aktivitas air (Muchtadi, 2013). Selama
pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang
melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan
terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna. Suhu oven
untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran
dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan
penyusunnya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain
218-2320
C dalam waktu 15-20 menit (Fellows,1992). Semakin sedikit
kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi.
Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika bahan dimasukkan sebab
bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat
pengembangan dan permukaan cookies menjadi retak-retak.
2.1.5 Pendinginan Cookies
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu
cookies yang keluar dari oven dan mencegah terjadinya penyerapan
uap air dari lingkungan sekitar mesin sehingga nantinya tidak
terjadi pengembunan di dalam kemasan. Pengembunan yang
dicegah melalui proses pendinginan diharapkan akan dapat
memperpanjang umur simpan cookies. Selain itu, pendinginan
bertujuan mengeraskan kembali tekstur gula dan lemak yang
memuai pada saat proses pengovenan (Yulianingsih, 2007).
4. 2.1.6 Sortasi
Proses sortasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
cookies sesuai standar yang layak untuk dipasarkan.
2.1.7 Pengemasan
Menurut Coles et al. (2003), fungsi pengemas yaitu untuk
melindungi produk dari segala kerusakan dan pembusukan oleh
aktivitas mikroba, melindungi nilai nutrisi, dan melindungi kesehatan
konsumen. Dari proses yang ada secara umum, proses pembuatan
cookies choco chip ditunjukkan pada Gambar 2.1
Susu bubuk, baking
powder, garam halus dan
maizena.
Cookies Choco Chip
SORTASI
Pengemasan
Pendinginan
Pemanggangan
Cookies chocco chip
PencampuranChoco Chip
Tepung
terigu
Adonan 1
Pencampuran
Pencetakan
Cookies choco chips setengah jadi
Adonan 2
5. Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Cookies choco chip
2.2. Seleksi Bahan Baku
Seleksi bahan baku merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
karena untuk mengetahui standar yang akan digunakan dalam produksi
cookies choco chips. Bahan baku yang digunakan dalam produksi cookies
choco chip yaitu tepung terigu. Adapun spesifikasi tepung terigu yang akan
digunakan untuk produksi cookies choco chips dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tepung terigu merupakan bahan baku dalam proses pembuatan cookies
choco chips. Berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu tepung terigu protein rendah, tepung terigu protein
sedang, dan tepung terigu protein tinggi. Perbandingan ketiga jenis tepung
terigu tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan Bahan Baku Tepung Terigu
Tepung
Terigu
Tepung Terigu
Protein Rendah
Tepung Terigu
Protein Sedang
Tepung
Terigu
Protein
Tinggi
Komposisi Berasal dari
penggilingan
soft wheat atau
gandum lunak
Berasal dari
penggilingan campuran
soft wheat atau gandum
lunak dan hard wheat
atau gandum keras
Berasal dari
penggilingan
hard wheat
atau gandum
keras
Protein Maks. 11% 11-12,5% Min 13%
Gluten Maks. 25,5% Min. 26% Min 30%
Sifat Sifat elastisitas
rendah
Sifat elastisitas
sedang
Sifat
elastisitas
tinggi dan
tida
Contoh
produk
Kunci biru Segitiga biru Cakra
kembar
Pemanfaatan Kue kering,
cake dan biscuit
Terigu untuk
aneka makanan
Aneka roti
dan mie
Harga Rp 9.000,00 Rp 9.600,00 Rp
6. (per Kg) 10.000,00
Sumber : bogasari.com
Berdasarkan Tabel 2.2 di atas maka pada pembuatan cookies choco
chip dipilih jenis tepung terigu yang memiliki protein rendah (soft wheat).
Tepung terigu protein rendah dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut:
2.2.1 Dari segi komposisi, tepung terigu protein rendah memiliki daya serap air
yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak
elastis, lengket serta daya pengembangannya rendah sehingga cocok untuk
pembuatan kue kering seperti cookies. Kebanyakan biskuit memiliki
kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan
protein yang relatif rendah. Cookies merupakan jenis kue kering yang
dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.
2.2.2 Dari segi ekonomi, tepung terigu protein rendah memiliki harga paling
murah bila dibandingkan dengan tepung terigu jenis lainnya. Pemilihan
tepung terigu protein rendah dalam proses pembuatan cookies choco chip
adalah karena protein dalam tepung terigu mampu membentuk gluten saat
diberi air yang akan berpengaruh besar terhadap elastisitas produk yang
dihasilkan. Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan kue tidak mudah
rusak ketika dicetak (Fatkurahman, 2012). Kadar protein yang rendah akan
memberikan hasil akhir produk cookies dengan kerenyahan yang baik.
Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies choco chip
dipasok dari PT Bogasari Flour dengan merek Kunci Biru.
2.3. Macam-macam Proses
Proses pembuatan cookies choco chip meliputi persiapan bahan,
pencampuran bahan-bahan penunjang (pencampuran 1), pencampuran
bahan baku dengan bahan-bahan penunjang dan air (pencampuran 2),
pencetakan adonan, pemanggangan, pendinginan, sortasi, dan pengemasan.
Dari keseluruhan proses pembuatan cookies, terdapat perbedaan dalam
proses pemanggangan (baking). Menurut Fellows (2000), proses
7. pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 tipe oven, yaitu
direct heating ovens dan indirect heating ovens.
Pada tipe direct heating ovens, udara disirkulasikan secara konveksi
alam atau kipas. Suhu pada oven dikontrol secara otomatis, berdasarkan
penyesuaian laju aliran udara dan bahan bakar untuk kompor. Gas dibakar
di pita pembakar yang terletak di atas dan di bawah konveyor dalam
continuous ovens, dan di dasar cabinet dalam batch ovens. Fitur
keselamatan digabungkan untuk memadamkan pembakar secara otomatis
jika kondisi kue yang abnormal muncul, dan panel pelepas tekanan dipasang
kebagian atas oven untuk melindungi personil jika ledakan gas terjadi.
Keuntungan dari oven pemanasan secara langsung meliputi: (a) waktu
pemanggangan singkat, (b) efisiensi termal tinggi, (c) kontrol yang baik atas
kondisi kue (menggunakan kecepatan kipas dan tingkat konsumsi bahan
bakar), (d) startup cepat, karena hanya diperlukan untuk memanaskan udara
dalam oven. Namun, perawatan diperlukan untuk mencegah kontaminasi
oleh produk yang tidak diinginkan dari proses pembakaran, dan pembakar
gas memerlukan servis yang rutin untuk mempertahankan efisiensi
pembakaran. Microwave dan oven dielektrik adalah contoh lain dari direct
heating ovens (Fellows, 2000).
Pada tipe indirect heating ovens, tabung uap langsung dipanaskan
oleh pembakaran bahan bakar atau dipasok dengan uap dari boiler jarak
jauh. Tabung uap kemudian memanaskan udara di dalam ruang
pembakaran. Udara panas biasanya diresirkulasi melalui ruang pembakaran
dan melalui penukar panas yang terpisah. Sebagai alternatif, gas
pembakaran melewati tepi tabung radiator di ruang pembakaran atau bahan
bakar yang dibakar antara dinding ganda dan pembakaran produk dari atas
oven. Oven listrik yang dipanaskan oleh induksi pelat pemanas radiator atau
bar. Pada batch ovens dinding dan dasar yang dipanaskan, sedangkan pada
continuous ovens, pemanas yang terletak di atas, disamping dan dibawah
ban berjalan. Kebanyakan oven memiliki tebal ubin keramik 25 mm yang
dipasang kepusat untuk mendistribusikan panas. Sistem udara panas
8. konveksi paksa memiliki start up pendek dan respon cepat untuk
mengontrol suhu dari pada oven berseri-seri, karena hanya udara yang
dipanaskan. Pemanas konvensional, pemanasan konveksi paksa, pemanasan
inframerah dan metode pemanasan telah dikombinasikan oleh Malkkiet al.
(1984) dalam Fellows (2000)
2.4 Seleksi Proses
Berdasarkan kedua tipe oven yang telah dijelaskan di atas, maka
pada pembuatan cookies choco chip ini menggunakan tipe direct heating
ovens. Ada beberapa jenis tipe oven yang termasuk dalam tipe direct
heating ovens, diantaranya yaitu oven jenis batch dan continuous. Adapun
uraian singkat berdasarkan aspek teknis dan ekonomi dari kedua jenis
oven tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Perbandingan Kondisi Operasi pada Proses Pemanggangan
Uraian
Jenis Oven
Batch Continuous
Aspek teknis
1. Operasi
Suhu 160-170°C 170°C
Power 45 kW 0,75-5 kW
2. Proses
Keseragaman bentuk produk Rendah Tinggi
3. Aspek Ekonomi
Biaya peralatan Rendah Tinggi
Energi Besar 30% lebih hemat
Kapasitas Kecil Besar
Efisiensi Rendah Tinggi
Biaya tenaga kerja Tinggi Rendah
Sumber: Fellows (2000)
Berdasarkan uraian jenis oven di atas, maka dipilih jenis oven
proses continuous, karena pada jenis proses tersebut mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan proses batch, yaitu keseragaman bentuk produk
yang didapatkan lebih tinggi, energi yang digunakan 30% lebih hemat,
kapasitas lebih besar, efisiensi tinggi, dan biaya tenaga kerja lebih rendah
karena menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit.
2.5. Uraian Proses Terpilih
9. 2.5.1. Pencampuran
` Pada proses pembuatan cookies choco chip, dilakukan tiga kali
proses pencampuran. Pencampuran pertama dilakukan untuk
mencampur bahan-bahan penunjang antara lain margarin, gula tepung/
gula halus, telur, garam, susu bubuk skim, dan lesitin hingga menjadi
adonan I. kemudian dilanjutkan dengan proses pencampuran ke dua
yang bertujuan untuk mencampur adonan I dengan tepung terigu
hingga menghasilkan adonan 2, kemudian dilanjutkan dengan proses
pencampuran ke tiga yang bertujuan untuk mencampur adonan 2
dengan choco chip.
Kapasitas alat pencampur 1 sebesar 882,576 kg/jam. Total
bahan-bahan yang dicampur sebanyak 15.886 kg, sehingga dalam 1
jam proses alat mampu mencampur bahan sebanyak 882,576 kg.
Sedangkan kapasitas alat pencampur 2 adalah 1.619,567 kg/jam.
Total bahan yang dicampur sebanyak 29.066,935 kg sehingga dalam
1 jam proses, alat mampu mencampur sebanyak 1.619,567 kg.
Sedangkan kapasitas alat pencampur 3 adalah 1.869,567 kg/jam.
Total bahan yang dicampur sebanyak 33.454,89 kg
2.5.1 Pencetakan
Proses pencetakan cookies dilakukan dengan cara
memasukkan adonan kedalam inlet yang kemudian akan dicetak
oleh alat pencetak dalam bentuk bulat pipih dan diberi taburan
choco chips coklat. Diameter alat pencetak cookies yang digunakan
adalah 4,5 cm.
2.5.2 .Pemanggangan
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara
dilewatkan dalam oven yang dilengkapi dengan belt conveyor pada
suhu 170 0
C. Selama pemanggangan panas disirkulasikan secara
konveksi dari pita pembakar yang terletak di bagian bawah dan
atas oven, sehingga cookies dapat matang secara merata (Fellows,
2000). Dalam hal ini, proses pemanggangan dilakukan sampai
10. didapatkan cookies dengan kadar air sebesar 4,5% dengan persen
pelebaran diameter cookies setelah dipanggang sebesar 25%
(Dogan, 2006). Kapasitas alat pemanggang cookies yang
digunakan sebesar 1.250 kg/jam
2.5.3. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan dengan menggunakan belt
conveyor. Suhu yang digunakan sebesar 50
C (Fellows, 2000).
Kapasitas alat pendingin cookies yang digunakan sebesar 1.200
kg/jam dengan lama proses dalam sehari adalah 12 jam. Dalam
sehari, cookies yang didinginkan sebanyak 13.601,52 kg per-hari,
sehingga dalam 1 jam proses, alat mampu mendinginkan cookies
sebanyak 1133,41 kg.
2.5.4. Sortasi
Standar cookies lolos sortasi yang ditetapkan oleh PT. Amanah
Food Indonesia adalah cookies yang mempunyai diameter 4,5 cm
dengan berat 4 g per kepingnya.
2.5.5 Pengemasan
Pengemasan dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu pengemas
primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer berupa plastik jenis
polypropilene (PP) bersifat kuat, ringan, mengkilap, bertekstur keras
namun fleksibel, dan licin. Pengemas berukuran panjang 16 cm,
lebar 6 cm dan tinggi 5,5 cm. Dengan isi berdiameter 4,5 cm berisi 3
buah. Kemasan primer yang digunakan sudah dilengkapi dengan
label keterangan nama produk, berat produk, logo halal Majelis
Ulama Indonesia (MUI), sertifikasi Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), komposisi, tanggal kadaluarsa dan nama
perusahaan.
` Sedangkan untuk kemasan sekunder berbahan karton
kemudian disegel dengan panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 3
cm serta isi 12 kemasan primer. Cookies yang dipasarkan berjumlah
12 keping per kemasan dan 24 kemasan per karton. Untuk kemasan
11. primer pertama-tama digunakan tray plastik jenis polyvinyl chloride
(PVC) dengan ketebalan 0,15-0,25 mm yang berbentuk persegi
panjang dengan cekungan sebagai tempat untuk cookies yang
berfungsi untuk melindungi cookies dari kerusakan fisik (pecah atau
remuk) akibat guncangan. Kemudian cookies di dalam tray plastik
dikemas dalam kemasan plastik jenis polypropylene (PP) dengan
ketebalan 0,08 mm. Menurut Nurminah (2002), adanya pengemasan
dapat membantu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
kerusakan-kerusakan.
17.2 E. coli APM/g Maks. 10
17.3 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1 x 104
17.4 Kapang Koloni/g Maks. 1 x 104
Sumber : SNI 3751: 2009