SlideShare a Scribd company logo
1 of 1
Download to read offline
Good Ethics, Good Business
Andre Ata Ujan, Ph.D.
Pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Unika Atma Jaya – Jakarta
K
enneth Lay, atau yang bisa dipanggil Ken Lay,
pendiri Enron Corp, terbilang CEO yang luar-
biasa smart. Di tangan Lay dan rekannya
Jeffrey Skilling, Enron yang semula hanya sebuah
usaha kecil sebagai operator pipa gas itu, dalam
waktusingkat,sekitar10tahun,berkembangmenjadi
perusahaan raksasa bertaraf internasional. Tetapi di
tangan kedua orang itu pula Enron terpaksa gulung
tikar pada 30 November 2001. Apa yang salah?
Lay kemudian oleh majalah bergengsi Times di-
nobatkan sebagai The Top 10 Croocked CEOs (10
CEO paling bajingan). Mengapa? CEO yang terkenal
begelimang kekayaan karena tak kurang dari 40 juta
US Dollar setiap tahun mengalir ke kantong pribadi-
nya ini ternyata menggunakan kecerdasannya untuk
memanipulasi laporan kekuangan perusahaan demi
keuntungan pribadi. Penipuan akuntansi dilakukan
secara sistematis untuk menunjukkan performa po-
sitif perusahaan, di satu pihak, serta memperkaya
diri, di lain pihak. Enron pun lumpuh dan bersama-
nya ikut terpuruk kurang lebih 2000 karyawan yang
telah ikut bekerja keras membesarkan Enron.
Meskipun tak setali tiga uang, aroma moral
tak sedap yang sama juga fenomenal di negri ini.
Belakangan ini, misalnya, kita terus disuguhi berita
tangkap tangan KPK. Presiden direktur sebuah per-
usahaan besar terpaksa harus mengenakan rompi
oranye KPK karena tertangkap tangan melakukan
penyuapan terhadap pejabat publik demi memulus-
kan bisnisnya. Bahkan tidak tertutup kemungkinan
korporasi juga terkena imbas negatif dari perilaku
koruptif pengelolanya. Dan tentu saja masih banyak
perlaku koruptif lainnya. Mengapa terus berulang?
The Tyrany of “OR”
Seakan menjadi credo bagi banyak pebisnis bahwa
bisnis tidak pernah bisa bersanding harmonis dengan
etika. Pebisnis harus memilih: “Atau bisnis, atau
etika”; keduanya memiliki nature tersendiri yang-
tak-terdamaikan. Kekuatan dahsyat bernama the ty-
rani of OR ini telah membuat pribadi seperti Ken Lay
dan kawan-kawan harus berurusan dengan hukum.
Bahkan jebakan the tryany of OR telah membuat
perusahaan sebesar Enron gulung tikar dan sekaligus
menghancurkan masa depan ribuan, bahkan jutaan,
anak manusia yang bergantung padanya.
Titik pusat konsern etika dan bisnis memang
tidak dengan sendirinya sama. Etika menekankan
pentingnya intangible value (seperti: kepercayaan
dan pengakuan publik terhadap bisnis, reputasi
atau nama baik perusahaan, pentingya tanggung
jawab sosial, kejujuran dan keadilan, serta trans-
paransi dalam pengelolaan bisnis, dan lain-lain).
Sedangkan bisnis memusatkan perhatian pada pen-
tingnya tangible value, yakni maksimisasi profit.
Apakah keduanya kemudian harus berseberangan
secara diametral? Tidak!
Kepercayaan dan pengakuan publik terhadap se-
buah produk serta nama baik pengelola perusahaan
dan reputasi perusahaan itu sendiri merupakan in-
tangible values yang mampu menciptakan loyalitas
konsumen. Dengan demikian, intangible values
ikut berperan menciptakan pasar. Efek positif bagi
perusahaan juga terjadi, misalnya, ketika karyawan
mengalami dihargai sebagai pribadi-pribadi yang
bermartabat dan bukan sekedar alat demi memper-
lebar margin korporasi. Pengalaman di-manusia-
kan akan membuat mereka terdorong menjadi lebih
produktif. Dengan begitu, iklim moral yang dikem-
bangkan dalam bisnis bukan sekedar berkontribusi
meciptakan pasar, melainkan mampu secara efektif
menjaga sustainability bisnis.
Tekananthe tyrany of ORsejatinyamerupakanaki-
bat langsung dari dorongan menjadikan keuntungan,
dalam arti tangible, sebagai satu-satunya motif bis-
nis. Apa yang disebut Window Dressing dalam ben-
tuk manipulasi sistematis akuntantsi keungan yang
dilakukan Lay dan kawan-kawan memperlihatkan
dengan jelas kuatnya nafsu ekonomis itu. Mengapa
harus tercengkram oleh the tryani of OR? Apakah
suskses bisnis meniscayakan relasi kontradiktoris
antara bisnis dan etika?
Tatusro Toyoda, boss Toyota, memiliki sikap
yang patut dicatat. Katanya: “Toyota menghindari
elitisme dan kepemimpinan yang otoriter; kami
menawarkan pengajaran langsung dalam ling-
kungan yang demokratis”. Budaya bisnis Toyoda
ini pasti berseberangan diametral dengan yang
dikembangkan Ken Lay dalam mengelola Enron.
Ken Lay seakan menjadi penguasa tunggal. Ia bisa
dengan leluasa menerapkan kebijakan apa pun,
termasuk memanipulasi akuntansi keuangan demi
keuntungan jangka pendek. Akan tetapi, “Have you
ever met anyone who lived a life of shortcuts, de-
ception, and cheating who finished well?”, sindir
John C. Maxwell.
Tidak demikian halnya dengan Toyoda. Kampiun
bisnis yang membawa bendera Toyota mengglobal
ini justru mengembangkan budaya demokratis-ega-
litarian dalam mengelola bisnisnya. Karyawan bukan
alat untuk dieksploitasi demi uang; mereka adalah
“pribadi-pribadi” yang harus dihargai dan diberi
ruang untuk berkreasi dengan orientasi: melayani
konsumen. Dengan demikian sukses ditempatkan
tidak sebagai tujuan (langsung), melainkan sebagai
konskuensi wajar dari sebuah porses dan budaya
bisnis bermoral.
Perlu Profesionalisme
Kebangkrutan Enron dan sukses Toyota menegas-
kan pentingnya profesionalisme dalam mengelola
bisnis. Seperti halnya petenis porfesional yang ber-
konsentrasi pada arah bola yang dilepaskan lawan
ketimbang menatap lekat pada scoring board, pe-
bisnis profesional seharusnya lebih memperhatikan
proses daripada hasil. Di sini selain tuntutan teknis
manajerial-operasional, seorang pebisnis profesio-
nal harus mampu memberi tempat istimewa pada
berkembangnya nilai yang menjadi identitas kultural
sebuah bisnis. Toyota membuktikan bahwa suskes
adalah konsekuensi wajar dari pengelolaan bisnis
yang tidak abai terhadap etika.
Syaratnya sederhana meskipun tidak mudah:
pebisnis profesional harus mampu melepaskan diri
dari konflik kepentingan dengan menempatkan
kepentingan perusahaan dan kepentingan selu-
ruh stakeholder melampaui kepentingan dirinya.
Tantangannya terletak pada apakah ia mampu me-
nempatkan intangible value (seperti reputasi atau
nama baik, kehormatan diri, serta brand image
positif perusahaan) melampuai tangible value (gaji
dan berbagai insentif material lainnya) yang bisa
didapatkannya dari perusahaan.
Catatan terakhir itu penting karena seorang pro-
fesional sejati pada galibnya berorientasi altruistik
alias fokus pada kepentingan pihak yang dilayani .
Dengan demikian, pemenuhan kepentingan dirinya,
dalam arti apapun, hanyalah konsekuensi wajar dari
sikap altruistik dalam menjalankan profesi. Good
ethics, good business!***
Atmasphere
In the short term, behaving ethically may look like a loss…
However, in the long term, people always lose when
they live without ethics
– (John. C. Maxwell)

More Related Content

Similar to Atmasphere 25 April 2016

Etika bisnis islam
Etika bisnis islamEtika bisnis islam
Etika bisnis islamfantasip
 
Berbisnis dengan hati
Berbisnis dengan   hatiBerbisnis dengan   hati
Berbisnis dengan hatiHelmon Chan
 
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus Korupsi
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus KorupsiKeterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus Korupsi
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus KorupsiBasyarAlAddar1
 
Etika dalam bisnis internasional ppt
Etika dalam bisnis internasional pptEtika dalam bisnis internasional ppt
Etika dalam bisnis internasional pptYesica Adicondro
 
Uts, be gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...
Uts, be  gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...Uts, be  gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...
Uts, be gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...Charviano Hardika
 
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)Audria
 
Dasar-dasar Bisnis Islam
Dasar-dasar Bisnis IslamDasar-dasar Bisnis Islam
Dasar-dasar Bisnis IslamFkip Sda7
 
Makalah Makalah Manajemen Oprasional Kewirausahaan
Makalah Makalah Manajemen Oprasional KewirausahaanMakalah Makalah Manajemen Oprasional Kewirausahaan
Makalah Makalah Manajemen Oprasional KewirausahaanFahmy Metala
 
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoni
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoniCorporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoni
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoniRiki Ardoni
 
5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdfmiftahululum88
 
sejarah dan pengertian Kewirausahaan
sejarah dan pengertian Kewirausahaansejarah dan pengertian Kewirausahaan
sejarah dan pengertian Kewirausahaanmashurii
 
Totong taopiq an a
Totong taopiq an aTotong taopiq an a
Totong taopiq an aTotongTaopiq
 
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia Teknologi
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia TeknologiEtika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia Teknologi
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia TeknologiKent Ardy Sutjiadi
 
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...adecaswito
 
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...Edi Putra, S.Inf., M.M., ASCA
 

Similar to Atmasphere 25 April 2016 (20)

Etika bisnis islam
Etika bisnis islamEtika bisnis islam
Etika bisnis islam
 
ETIKA BISNIS DAN E-COMMERCE
ETIKA BISNIS DAN E-COMMERCEETIKA BISNIS DAN E-COMMERCE
ETIKA BISNIS DAN E-COMMERCE
 
BISNIS BAB II
BISNIS BAB IIBISNIS BAB II
BISNIS BAB II
 
Berbisnis dengan hati
Berbisnis dengan   hatiBerbisnis dengan   hati
Berbisnis dengan hati
 
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus Korupsi
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus KorupsiKeterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus Korupsi
Keterlibatan Etika Bisnis Pada Kasus Korupsi
 
Etika dalam bisnis internasional ppt
Etika dalam bisnis internasional pptEtika dalam bisnis internasional ppt
Etika dalam bisnis internasional ppt
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Uts, be gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...
Uts, be  gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...Uts, be  gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...
Uts, be gg, charviano hardika, hapzi ali, etika bisnis, universitas mercu bu...
 
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
 
Dasar-dasar Bisnis Islam
Dasar-dasar Bisnis IslamDasar-dasar Bisnis Islam
Dasar-dasar Bisnis Islam
 
Etika bisnis
Etika bisnisEtika bisnis
Etika bisnis
 
Jurnal refleksi 4
Jurnal refleksi 4Jurnal refleksi 4
Jurnal refleksi 4
 
Makalah Makalah Manajemen Oprasional Kewirausahaan
Makalah Makalah Manajemen Oprasional KewirausahaanMakalah Makalah Manajemen Oprasional Kewirausahaan
Makalah Makalah Manajemen Oprasional Kewirausahaan
 
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoni
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoniCorporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoni
Corporate culture and good corporate governance (gcg) by riki ardoni
 
5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf
 
sejarah dan pengertian Kewirausahaan
sejarah dan pengertian Kewirausahaansejarah dan pengertian Kewirausahaan
sejarah dan pengertian Kewirausahaan
 
Totong taopiq an a
Totong taopiq an aTotong taopiq an a
Totong taopiq an a
 
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia Teknologi
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia TeknologiEtika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia Teknologi
Etika Bisnis & E-Commerce Dalam Dunia Teknologi
 
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...
Be & gg, ade, hapzi ali, ethics and business, good corporate governance, ...
 
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...
BE & GG, Edi Putra, Hapzi Ali,Ethics and Business : Philosophical Ethics and ...
 

Atmasphere 25 April 2016

  • 1. Good Ethics, Good Business Andre Ata Ujan, Ph.D. Pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya – Jakarta K enneth Lay, atau yang bisa dipanggil Ken Lay, pendiri Enron Corp, terbilang CEO yang luar- biasa smart. Di tangan Lay dan rekannya Jeffrey Skilling, Enron yang semula hanya sebuah usaha kecil sebagai operator pipa gas itu, dalam waktusingkat,sekitar10tahun,berkembangmenjadi perusahaan raksasa bertaraf internasional. Tetapi di tangan kedua orang itu pula Enron terpaksa gulung tikar pada 30 November 2001. Apa yang salah? Lay kemudian oleh majalah bergengsi Times di- nobatkan sebagai The Top 10 Croocked CEOs (10 CEO paling bajingan). Mengapa? CEO yang terkenal begelimang kekayaan karena tak kurang dari 40 juta US Dollar setiap tahun mengalir ke kantong pribadi- nya ini ternyata menggunakan kecerdasannya untuk memanipulasi laporan kekuangan perusahaan demi keuntungan pribadi. Penipuan akuntansi dilakukan secara sistematis untuk menunjukkan performa po- sitif perusahaan, di satu pihak, serta memperkaya diri, di lain pihak. Enron pun lumpuh dan bersama- nya ikut terpuruk kurang lebih 2000 karyawan yang telah ikut bekerja keras membesarkan Enron. Meskipun tak setali tiga uang, aroma moral tak sedap yang sama juga fenomenal di negri ini. Belakangan ini, misalnya, kita terus disuguhi berita tangkap tangan KPK. Presiden direktur sebuah per- usahaan besar terpaksa harus mengenakan rompi oranye KPK karena tertangkap tangan melakukan penyuapan terhadap pejabat publik demi memulus- kan bisnisnya. Bahkan tidak tertutup kemungkinan korporasi juga terkena imbas negatif dari perilaku koruptif pengelolanya. Dan tentu saja masih banyak perlaku koruptif lainnya. Mengapa terus berulang? The Tyrany of “OR” Seakan menjadi credo bagi banyak pebisnis bahwa bisnis tidak pernah bisa bersanding harmonis dengan etika. Pebisnis harus memilih: “Atau bisnis, atau etika”; keduanya memiliki nature tersendiri yang- tak-terdamaikan. Kekuatan dahsyat bernama the ty- rani of OR ini telah membuat pribadi seperti Ken Lay dan kawan-kawan harus berurusan dengan hukum. Bahkan jebakan the tryany of OR telah membuat perusahaan sebesar Enron gulung tikar dan sekaligus menghancurkan masa depan ribuan, bahkan jutaan, anak manusia yang bergantung padanya. Titik pusat konsern etika dan bisnis memang tidak dengan sendirinya sama. Etika menekankan pentingnya intangible value (seperti: kepercayaan dan pengakuan publik terhadap bisnis, reputasi atau nama baik perusahaan, pentingya tanggung jawab sosial, kejujuran dan keadilan, serta trans- paransi dalam pengelolaan bisnis, dan lain-lain). Sedangkan bisnis memusatkan perhatian pada pen- tingnya tangible value, yakni maksimisasi profit. Apakah keduanya kemudian harus berseberangan secara diametral? Tidak! Kepercayaan dan pengakuan publik terhadap se- buah produk serta nama baik pengelola perusahaan dan reputasi perusahaan itu sendiri merupakan in- tangible values yang mampu menciptakan loyalitas konsumen. Dengan demikian, intangible values ikut berperan menciptakan pasar. Efek positif bagi perusahaan juga terjadi, misalnya, ketika karyawan mengalami dihargai sebagai pribadi-pribadi yang bermartabat dan bukan sekedar alat demi memper- lebar margin korporasi. Pengalaman di-manusia- kan akan membuat mereka terdorong menjadi lebih produktif. Dengan begitu, iklim moral yang dikem- bangkan dalam bisnis bukan sekedar berkontribusi meciptakan pasar, melainkan mampu secara efektif menjaga sustainability bisnis. Tekananthe tyrany of ORsejatinyamerupakanaki- bat langsung dari dorongan menjadikan keuntungan, dalam arti tangible, sebagai satu-satunya motif bis- nis. Apa yang disebut Window Dressing dalam ben- tuk manipulasi sistematis akuntantsi keungan yang dilakukan Lay dan kawan-kawan memperlihatkan dengan jelas kuatnya nafsu ekonomis itu. Mengapa harus tercengkram oleh the tryani of OR? Apakah suskses bisnis meniscayakan relasi kontradiktoris antara bisnis dan etika? Tatusro Toyoda, boss Toyota, memiliki sikap yang patut dicatat. Katanya: “Toyota menghindari elitisme dan kepemimpinan yang otoriter; kami menawarkan pengajaran langsung dalam ling- kungan yang demokratis”. Budaya bisnis Toyoda ini pasti berseberangan diametral dengan yang dikembangkan Ken Lay dalam mengelola Enron. Ken Lay seakan menjadi penguasa tunggal. Ia bisa dengan leluasa menerapkan kebijakan apa pun, termasuk memanipulasi akuntansi keuangan demi keuntungan jangka pendek. Akan tetapi, “Have you ever met anyone who lived a life of shortcuts, de- ception, and cheating who finished well?”, sindir John C. Maxwell. Tidak demikian halnya dengan Toyoda. Kampiun bisnis yang membawa bendera Toyota mengglobal ini justru mengembangkan budaya demokratis-ega- litarian dalam mengelola bisnisnya. Karyawan bukan alat untuk dieksploitasi demi uang; mereka adalah “pribadi-pribadi” yang harus dihargai dan diberi ruang untuk berkreasi dengan orientasi: melayani konsumen. Dengan demikian sukses ditempatkan tidak sebagai tujuan (langsung), melainkan sebagai konskuensi wajar dari sebuah porses dan budaya bisnis bermoral. Perlu Profesionalisme Kebangkrutan Enron dan sukses Toyota menegas- kan pentingnya profesionalisme dalam mengelola bisnis. Seperti halnya petenis porfesional yang ber- konsentrasi pada arah bola yang dilepaskan lawan ketimbang menatap lekat pada scoring board, pe- bisnis profesional seharusnya lebih memperhatikan proses daripada hasil. Di sini selain tuntutan teknis manajerial-operasional, seorang pebisnis profesio- nal harus mampu memberi tempat istimewa pada berkembangnya nilai yang menjadi identitas kultural sebuah bisnis. Toyota membuktikan bahwa suskes adalah konsekuensi wajar dari pengelolaan bisnis yang tidak abai terhadap etika. Syaratnya sederhana meskipun tidak mudah: pebisnis profesional harus mampu melepaskan diri dari konflik kepentingan dengan menempatkan kepentingan perusahaan dan kepentingan selu- ruh stakeholder melampaui kepentingan dirinya. Tantangannya terletak pada apakah ia mampu me- nempatkan intangible value (seperti reputasi atau nama baik, kehormatan diri, serta brand image positif perusahaan) melampuai tangible value (gaji dan berbagai insentif material lainnya) yang bisa didapatkannya dari perusahaan. Catatan terakhir itu penting karena seorang pro- fesional sejati pada galibnya berorientasi altruistik alias fokus pada kepentingan pihak yang dilayani . Dengan demikian, pemenuhan kepentingan dirinya, dalam arti apapun, hanyalah konsekuensi wajar dari sikap altruistik dalam menjalankan profesi. Good ethics, good business!*** Atmasphere In the short term, behaving ethically may look like a loss… However, in the long term, people always lose when they live without ethics – (John. C. Maxwell)