Ekonomi makro (smpn 1 blitar presentasi || 8c || Akbar Sena)
Atmasphere 20 Juni 2016
1. Integrasi Pasar Keuangan dan
Fenomena Contagion Effect
Lebih dari satu dekade yang lalu, ASEAN telah setahap
demi setahap menjadi kawasan ekonomi yang semakin
terintegrasi.Puncaknya,seluruhnegaraanggotaASEAN
sepakat untuk mulai tahun 2015 mewujudkan integrasi
ekonomi ASEAN Economic Community (AEC) yang imple-
mentasinya mengacu pada AEC Blueprint. Dalam kerangka
ini, ASEAN akan menjadi pasar tunggal yang tidak hanya
berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa,
investasi, dan tenaga terampil yang bebas, namun juga arus
modal yang lebih bebas diantara negara ASEAN. Dalam
upaya menciptakan arus modal yang lebih bebas, cetak
biru AEC memuat 2 (dua) inisiatif bagi negara-negara ASEAN
yaitu (i) memperkuat pengembangan dan integrasi pasar
modal ASEAN, dan (ii) meningkatkan arus modal di kawasan
melalui proses liberalisasi. Liberalisasi arus modal di ASEAN
didasariolehkeyakinanbahwadenganlebihbebasnyaaliran
modal, akan mendorong arus investasi dan perdagangan
internasional, penempatan modal yang lebih efisien, dan
perkembangan pasar keuangan.
Disamping manfaat yang diharapkan dari proses liberali-
sasi ini, terdapat potensi risiko yang mengancam kestabilan
kondisi perekonomian suatu negara. Dalam era pasar yang
terintegrasi dan keterbukaan arus modal, interdependensi
antarpasarkeuanganmenjadisemakinmeningkat,dampak-
nya, pasar keuangan di suatu negara akan memiliki keren-
tanan yang lebih tinggi terhadap goncangan yang terjadi di
pasar keuangan negara lain. Dalam situasi demikian, upaya-
upayauntukmendapatkanpemahamanyanglebihbaikatas
transmisi internasional dalam shock dan volatilitas antar
pasar menjadi penting adanya terutama menyertai proses
integrasiekonomidankeuanganyangintensitasnyasemakin
meningkat. Ini tentu saja dalam kerangka menjaga stabilitas
sistem keuangan dalam perekonomian suatu negara.
Krisisekonomiglobal2008yangbermuladarimarketcrash
AS yang diakibatkan oleh subprime mortgage, dalam waktu
cepat menjalar ke sebagian besar belahan dunia terutama
negara-negara maju yang secara ekonomi dan keuangan
sangat terintegrasi dengan AS. Di Asia, banyak negara yang
terkena dampak negatif krisis tersebut walaupun derajat
dampaknya bervariasi antar negara. Saat itu, pada Oktober
2008 bursa saham Indonesia di-suspend untuk beberapa
hari dikarenakan IHSG turun lebih dari 10%. Otoritas pasar
modal pada saat itu menyatakan bahwainvestormengalami
kepanikan dan tidak lagi bertindak rasional. Pada tahun
2008 IHSG tercatat mengalami penurunan sebesar 50,64%.
Tidak mengherankan jika statistik variance return yang me-
rupakan ukuran volatilitas meningkat tajam menjadi sekitar
0,07% dari sekitar 0,02% pada tahun sebelumnya.
Banyakkajianempirikyangmenunjukkanbahwaintegrasi
pasar keuangan yang semakin berkembang menyebabkan
pergerakan indikator kunci stock market di suatu negara
dengan mudah dan segera dapat tertransmisikan ke stock
market di negara lain. Penjelasan untuk ini adalah contagion
yang dalam prakteknya sering digunakan merujuk pada
adanya transmisi dari keadaaan ekonomi suatu negara ke
negara lain, dan contagion menjadi sangat penting ketika
suatu negara mengalami krisis keuangan. Secara konseptu-
al, penyebab contagion dapat dibedakan dalam dua faktor.
Faktor pertama terkait dengan konsep rational channel,
adanya ketergantungan normal antar perekonomian yang
berdampak munculnya spillover effect. Ketergantungan ini
menyebabkangoncanganperubahanhargaassetpadasuatu
negara dapat ditrasmisikan ke negara lain melalui hubungan
di sektor riil dan keuangan antar negara tersebut. Kejadian
ini disebut sebagai fundamentals-based contagion. Faktor
kedua, financial panic, terkait dengan penjelasan dari sisi
perilaku pelaku pasar. Contagion ini terjadi karena faktor
yang sifatnya tidak rasional dan tidak terkait dengan kondisi
fundamental suatu negara. Krisis di suatu negara membuat
pelaku pasar panik dan menarik investasi mereka termasuk
dari negara-negara tetangganya tanpa memperhatikan kon-
disi fundamentalnya. Mereka memandang region sebagai
suatu entitas tunggal dan menganggap bahwa goncangan
yang dihadapi suatu negara dalam sebuah kawasan berarti
juga goncangan semua negara yang ada di kawasan itu.
Kejatuhan New York Stock Exchange pada Oktober 2007
yang dikenal dengan istilah Black Monday, yang dengan se-
gera diikuti oleh berjatuhannya harga-harga saham di nega-
ra-negara lain, merupakan contoh dari market contagion.
Telah begitu banyaknya studi yang dilakukan untuk meng-
kaji bagaimana pergerakan stock market di suatu pasar akan
tertransmisikan ke pasar saham negara lainnya. Pada tahun
1982, Robert F. Engle (pemenang Nobel Ekonomi tahun
2003) mengembangkan metode analisis data time series
ekonomiyangmempunyaiciritime-varyingvolatility.Model
yang dikembangkannya telah begitu luas diaplikasikan oleh
banyak peneliti untuk menginvestigasi volatility spillover
pasar keuangan antar negara.
Mekanisme transmisi volatilitas antar pasar sendiri bisa
terjadi secara asimetrik. Volatilitas meningkat lebih besar
setelah shock negatif dibanding setelah shock positif.
Volatilitas dari satu pasar ke pasar lain juga tertransmisikan
lebih cepat dan kuat selama fase downward market mo-
vement. Overreaction terhadap bad news dan underreac-
tion terhadap good news seringkali diperkirakan sebagai
penyebab asimetrik ini. Datangnya berita baik atau berita
buruk ke pasar membawa implikasi yang asimetris terhadap
volatilitas. Ketika berita negatif memasuki pasar, harga asset
akan cenderung memasuki fase turbulen dan volatilitas me-
ningkat, namun jika berita positif masuk ke pasar, volatilitas
cenderung menurun dan pasar masuk pada fase tranquil.
Proses transmisi yang besifat asimetrik merupakan temuan
yang menarik dalam banyak studi. Investigasi atas respon
yang bersifat asimetrik penting karena spillover/transmisi
yang bersifat asimetrik merupakan sumber dari financial
contagion.
Dengan mengaplikasikan metode analisis yang dikem-
bangkan oleh Engle (1982), investigasi terkait fenomena
volatility spillover bursa saham Indonesia dengan Singapura
yang dilakukan oleh Saadah (2013), menunjukkan temuan
empirik penting yaitu, bahwa shock/volatilitas return yang
terjadi di bursa saham Singapura dengan segera tertransmi-
sikankebursasahamIndonesia,danpolatransmisinyaterja-
di secara asimetrik. Transmisi shock tersebut terjadi dengan
intensitas yang lebih kuat ketika bursa saham Singapura ber-
ada dalam fase dan trend yang sedang menurun (bear).
Spillover yang bersifat asimetrik yang merupakan sumber
dari financial contagion memiliki implikasi kebijakan pen-
ting terutama bagi emerging markets. Dalam fase trend
pasar naik, pasar di emerging market tampaknya terlepas
dari pasar di negara yang lebih maju, namun selama fase
pasar turun, emerging market dapat sangat terimbas oleh
gelombangyangberasaldaridevelopedmarket.Olehkarena
itu emerging market harus berhati-hati dalam menghadapi
risiko financial contagion yang berasal dari pasar negara
yang lebih maju. Dalam konteks integrasi pasar ASEAN,
tentu kehatian-hatian perlu ditingkatkan ketika negara me-
nangkap sinyal penurunan kondisi keuangan global. Data
historis menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara
yang pada awalnya paling terdampak oleh krisis keuangan
global 2008. Diperlukan kebijakan makro yang cepat dan
responsif ketika pasar eksternal memasuki fase yang menu-
run (bear)terkaitdenganlebihkuatnyatransmisigoncangan
eksternal dalam fase badtime ini.
Berkembangnya era ekonomi kawasan menyebabkan pasar keuangan di suatu negara akan memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap
goncangan-goncangan eksternal. Dalam situasi ini, upaya-upaya untuk menginvestigasi transmisi goncangan beserta pola transmisinya menjadi
penting adanya dalam kerangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dr. Siti Saadah
Pengajar pada Prodi Ekonomi Keuangan dan
Perbankan Unika Atma Jaya
Atmasphere