Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Univers...Thanushah Soniyasee
Slide presentation ini dihasilkan untuk membentangkan hasil kerja kursus kumpulan yang bertajuk "Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Universiti Malaya".
Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Univers...Thanushah Soniyasee
Slide presentation ini dihasilkan untuk membentangkan hasil kerja kursus kumpulan yang bertajuk "Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Universiti Malaya".
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
Konjungsi koordinatif dan subordinatif lintas bahasaRusdi Noor Rosa
The book, entitled "Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Lintas Bahasa" is a combination of research results and readings on conjunctions contained in several languages. The languages studied in this book are English, bahasa Indonesia, and bahasa Minangkabau. This book pressents a number of syntactic and semantic facts relating to coordinate and subordinate conjunctions used in the three languages. This book, therefore, is very useful for language reviewers, language teachers, language learners, and language observers to see the similarities and differences of cross-language conjunctions. This book may also serve as a reference for conducting studies on conjunctions.
Tipe eufimisme dalam cerita rakyat MinangkabauRusdi Noor Rosa
In every culture, there are certain things that are not supposed to be speakable or mentioned directly. A number of words are labeled as frivolous, vulgar, or at least inconsiderate. But in communication, for better maintaining social relationship and exchanging ideas, people have to resort to a kind of language which is known as euphemism. This study is aimed at finding out types of euphemism used in the stories of Minangkabau folklore. This folklore is written in Indonesian language, but the idea of the stories reflects the social life of Minangkabau society. The data were taken from 19 stories of Minangkabau folklore written by Navis, A. A. The result of this study shows that conscious, positive euphemism is the type of euphemism mostly used in the stories. The result of this study also shows that euphemism is strongly influenced by culture. A particular expression needs to be euphemized in one culture may be a common expression in other cultures which, therefore, does not need to be euphemized.
Refusal strategies used by male and female sellers at Pasar Raya PadangRusdi Noor Rosa
This article is aimed at finding different strategies used by male and female sellers while refusing the buyers’ offer. This study was done by using descriptive research design in which the data related to the object of the study were collected to answer the research question. The data of this study are refusals in the bargaining process between sellers and buyers that took place in Pasar Raya Padang. The finding of the research shows that male sellers used non performative statement strategy most frequently which implicitly indicated that they tended to refuse the buyers’ offer in a direct way. Female sellers, on the other hand, used excuse, reason, and explanation strategy most frequently which indicated that they preferred to refuse their buyers’ offer in an indirect way.
Using translog to investigate self correctionsin translationRusdi Noor Rosa
This article is a pilot study using an exploratory case study (Berg, 2001) as a method to study the English into Indonesian translation process done by the student-translators. Translog software (Jakobsen, 1999; Jakobsen & Schou, 1999) was used as an instrument to investigate self-corrections during the translation process. This study takes two students of Master Degree Program of Linguistics Department majoring translation studies at University of Sumatera Utara without any professional experience on translation business. The participant selection criteria also consider linguistic competence including Test of Bahasa Indonesia proficiency (UKBI), Test of English proficiency (TOEFL), and Test of typing speed by using TQ (TypingQueen) typing test. The participants (the student translators) translated the English text of 310 words into Bahasa Indonesia (their native language). The translations processses are recorded by using Translog and the use of online dictionaries and resources is allowed. This study found seven types of self-corrections among which word deletion (WD) is the most frequently used. The finding of this pilot study is expected to give clues to the contribution of self-corrections to the quality of the translation product.
Metafunctional shifts in the Translation of Student and Professional TranslatorsRusdi Noor Rosa
The involvement of linguistics theories in translation studies in the recent years that becomes more and more obvious since they can replace the intuition of the translator to solve their translation problem provides an opportunity to explore the best translation practice. One of linguistics theories concerning with the translation practice is systemic functional linguistics (SFL) which views grammar as a resource for making meaning. This research focused on analyzing the translation product using an SFL metafunction theory involving student and professional translators. In particular, this research aimed at finding out how the student translators and professional translators shift transitivity, mood, and theme elements in the translation process. This research was a qualitative research using a content analysis method. The participants of this research were 5 student translators and 5 professional translators who were asked to translate two history texts composing of around 240-word long from English into Bahasa Indonesia. The readability of the source texts was measured with the help of SMOG readability formula. The data were collected using Translog and retrospective questionnaire. Based on the data analysis, it was found that (i) the professional translators did metafunctional shifts more frequently than did the student translators; and (ii) the shifts done by the professional translators paid attention to how the meaning is kept (inter-strata shifts), while the student translators concerned with the form of the shifts (intra-strata shifts).
Pauses by student and professional translatorsRusdi Noor Rosa
Translation as a process of meaning making activity requires a cognitive process one of which is realized in a pause, a temporary stop or a break indicating doing other than typing activities in a certain period of translation process. Scholars agree that pauses are an indicator of cognitive process without which there will never be any translation practices. Despite such agreement, pauses are debatable as well, either in terms of their length or in terms of the activities managed by a translator while taking pauses. This study, in particular, aims at finding out how student translators and professional translators managed the pauses in a translation process. This was a descriptive research taking two student translators and two professional translators as the participants who were asked to translate a text from English into bahasa Indonesia. The source text (ST) was a historical recount text entitled ‘Early History of Yellowstone National Park’ downloaded from http://www.nezperce.com/yelpark9.html composed of 230-word long from English into bahasa Indonesia. The data were collected using Translog protocols, think aloud protocols (TAPs) and screen recording. Based on the data analysis, it was found that student translators took the longest pauses in the drafting phase spent to solve the problems related to finding out the right equivalent for the ST words or terms and to solve the difficulties encountered in encoding their ST understanding in the TL; meanwhile, professional translators took the longest pauses in the pos-drafting phase spent to ensure whether their TT had been natural and whether their TT had corresponded to the prevailing grammatical rules of the TL.
Applying metaphor in writing English scientific textsRusdi Noor Rosa
Most of English texts written by Indonesian students do not reflect the characteristics of English written text, even their texts resemble spoken texts conveyed through writing. A written text should be different from a spoken text for their different characteristics. The complexity of grammar in clause constructions of written texts may serve as the core distinguishing factor between the two kinds of texts. However, the question arises about how complex or how complicated the written text grammar is. This article is aimed at applying the concept of systemic functional linguistics-based metaphor (SFL-based metaphor) to distinguish a written text from a spoken text. In particular, this article applies the SFL-based metaphor concept in improving the dissertation proposal texts of the students. The application of the SFL-based metaphor concept is related to the lexical density of a clause through which a characteristic of a written text is generated. The realization of lexical density should give a credit to nominalization as a technique of reducing the number of clauses in a written text. Furthermore, a written text is closely related to a scientific text taking academicians including students, teachers, and lecturers as the readers. The data were 10 dissertation proposals written by the students of Linguistics Doctoral Program at the University of Sumtera Utara some of which are presented in this article to demonstrate the process of applying the SFL-based metaphor in improving the texts. Applying this concept is particularly helpful for those in the writing process of their final projects at universities.
Understanding Experiential Function of LanguageRusdi Noor Rosa
These slides introduce the basic understanding of experiential functions of language. Besides, some examples of simple analysis of clauses based on their transitivity elements were presented.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis iklan sunsilk nutrien sampo ginseng (SNSG) yang berbentuk audiovisual. Analisis dalam makalah ini menggunakan pendekatan semiotik yang difokuskan kepada multimodal sistem yang meliputi aspek linguistik, visual, audio, gestural, dan letak (Anstey dan Bull 2010; Bateman dan Schmidt, 2012; dan Chandler, 2007). Secara lebih khusus, analisis linguistik dan visual dilakukan dengan menggunakan teori Cheong (2004). Hasil analisis mengungkapkan bahwa kelima sistem multimodal ini terintegrasi di dalam iklan ini. Berkaitan dengan metafungsi bahasa, pada fungsi eksperiensial, penggunaan proses material sangat dominan (83,33%). Pada fungsi antarpersona, seluruh klausa menggunakan sistem mood deklaratif (100%). Sedangkan pada fungsi tekstual, tema tak bermarkah (TTM) mendominasi jenis tema yang digunakan (66,67%). Berkaitan dengan struktur generik iklan, unsur Penambah dan Informasi Nomor dan Tempat pemesanan tidak dijumpai di dalam unsur generik iklan ini.
Metaphor as a Means to Write a Good English TextRusdi Noor Rosa
A written text should be different from a spoken text for their different characteristics. The complexity of grammar in clause constructions of written texts may serve as the core distinguishing factor between the two kinds of texts. However, the question arises about how complex or how complicated the written text grammar is. This paper is aimed at applying the concept of systemic functional linguistics based metaphor to distinguish a written text from a spoken text. The application of the metaphor concept is related to the lexical density of a clause through which a characteristic of a written text is generated. The realization of lexical density should give a credit to nominalization as a technique of reducing the number of clauses in a written text. Furthermore, a written text is closely related to a scientific text taking academicians including students, teachers, and lecturers as the readers. This paper also demonstrates the way of reformulating spoken texts into written texts. This concept is particularly helpful for those in the writing process of their final projects at universities.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis iklan sunsilk nutrien sampo ginseng (SNSG) yang berbentuk audiovisual. Analisis dalam makalah ini menggunakan pendekatan semiotik yang difokuskan kepada multimodal sistem yang meliputi aspek linguistik, visual, audio, gestural, dan letak (Anstey dan Bull 2010; Bateman dan Schmidt, 2012; dan Chandler, 2007).
This book provides basic understanding of linguistic knowledge that introduces linguistics as a science discussing the essence of language. This book provides the students with basic and general concept, terms, theories, and fields of linguistics. To help the students understand the basic linguistic knowledge, this book includes theoretical explanation and exercises.
An article on applying theme and rheme analysis in translationRusdi Noor Rosa
This paper focuses on the use of theme and rheme analysis as a criterion for judging good translation as judgement without criterion is just a pain. The purpose of translation is to convey the same message in different language for understanding process assistance. However, a translated text sometimes contains a slightly different message from its source. This will certainly lead to ineffective use of translation for delivering different messages in different languages. Every message has a core realized in a theme informing the focus of the message. Different focus shapes different mental pattern of how the message is understood. Moreover, in translating extremely important documents, e.g. Act of the Republic of Indonesia Number 20 Year 2003 on National Education System, the theme of every clause must be carefully controlled. This Act serves as the legal framework for the major educational goal, policies and plans in Indonesia. Considering its vital role in the Indonesian education system, it should be well translated.
Shift in word formation process of indonesian wordsRusdi Noor Rosa
This article aims at describing word formation rules, word formation shift on acronym, cliping, and blending, and productivity of word formation found in written language of bahasa Indonesia. The data were taken from selected newspapers and magazines published locally and nationally in Indonesia. The findings indicate that there are some shifts on word fomation rules of bahasa Indonesia especially in acronym, clipping, and blending. The most productive word formation includes initial word acronym, end-part word clipping and initial parts blending.
Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Bahasa MinangkabauRusdi Noor Rosa
This article is a part of the book entitled "Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Lintas Bahasa" which focuses on coordinate and subordinate conjunctions of Minangkabaunese Language.
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Analisa pergerakan tema
1. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III
Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks
Rusdi Noor Rosa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Padang
Abstract: The aim of this research is to find out the types of thematic
progression used by the third year students of English Department at State
University of Padang. To achieve that purpose, content analysis is chosen as the
design of the research method. The findings of this research show that the
ability of the students in writing is still low. This is proved by the students’
weaknesses in using thematic progression in their writing. This problem leads to
the students’ insufficient ability to provide logical arguments in their writing.
Keywords: theme and rheme, thematic progression, writing, cohesion
PENDAHULUAN
Tulisan merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi. Meskipun demikian, komunikasi secara tulisan mendapat porsi
yang lebih sedikit dibandingkan dengan komunikasi secara lisan. Fenomena
seperti ini sangatlah wajar karena setiap manusia pasti mampu berbicara terlebih
dahulu sebelum mereka mampu untuk menulis. Hal ini tidaklah bermakna bahwa
tulisan tidak memiliki peran penting dalam komunikasi manusia. Salah satu bukti
betapa pentingnya tulisan itu dapat dilihat dari bagaimana manusia bisa
mengenali peradaban-peradaban masa lalu dengan tulisan-tulisan yang terdapat
dalam benda-benda bersejarah. Dengan tulisan pulalah manusia dapat
berkomunikasi tanpa batas jarak dan waktu.
Dengan melihat betapa pentingnya peran tulisan dalam komunikasi, maka
dalam setiap pembelajaran bahasa, kemampuan menulis mendapatkan porsi yang
cukup besar sebagai bahan diskusi. Di jenjang perguruan tinggi, setiap mahasiswa
harus menghasilkan suatu karya tulis ilmiah sebagai syarat untuk dapat meraih
gelar sarjana. Dengan kata lain, intelektualitas seseorang baru dapat diakui ketika
dia berhasil menghasilkan suatu karya tulis ilmiah.
2. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
170
Akan tetapi, banyak siswa maupun mahasiswa merasa bahwa menulis
merupakan suatu kegiatan yang sulit sekaligus menjemukan. Hal ini dikarenakan
adanya aturan-aturan tertentu yang harus mereka ikuti ketika mereka ingin
menghasilkan suatu tulisan yang baik. Di samping itu, mereka juga harus
mematuhi tata bahasa dan sistematika penulisan. Kesemua hal tersebut tidaklah
menjadi suatu hal yang harus ditaati ketika mereka melakukan komunikasi secara
lisan. Terlebih lagi, ketika mereka harus menulis dengan menggunakan bahasa
asing. Ketika menulis dalam bahasa Inggris, contohnya, mereka bukan hanya
menghadapi masalah seperti yang disebutkan di atas tadi, faktor kurangnya kosa
kata juga sangat berpengaruh ketika menulis. Akan tetapi, bagi mahasiswa jurusan
Bahasa dan Sastra Inggris, masalah kosa kata bukanlah merupakan masalah yang
utama karena mereka sudah memiliki kosa kata yang sudah memadai untuk
proses penulisan yang sederhana. Justru yang menjadi masalah bagi mereka
adalah bagaimana menjaga kepaduan ataupun keutuhan isi teks yang ditulisnya.
Pada hakikatnya, menulis adalah suatu proses merangkai ide-ide yang
mengacu kepada suatu topik tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa hal yang
terpenting dalam suatu tulisan adalah penyusunan ide ataupun pikiran secara
sistematis. Ide-ide tersebut dapat dikategorikan sebagai informasi yang telah
tersedia – secara fungsinya disebut dengan tema – dan informasi yang baru yang
disebut dengan rima. Lebih lanjut lagi, Halliday (1985:38) menyatakan bahwa
tema adalah inti dari sebuah kalimat ataupun titik tolak dari suatu kalimat,
sedangkan rima merupakan pengembangan dari inti kalimat tersebut ataupun ke
arah mana tema itu akan dikembangkan.
Proses penentuan tema di setiap kalimat dapat mengikuti pola gerak tema.
Pergerakan tema itu sendiri dapat menampilkan kepaduan isi dari suatu teks
karena hal yang paling menonjol yang membedakan komunikasi tulisan dari
komunikasi lisan adalah bahwa di dalam tulisan, si penulis harus memiliki satu
topik saja dalam satu tulisan. Haliday menambahkan bahwa pola ataupun struktur
dari tema dan rima bentuk dasar dari pengaturan atau penyusunan kalimat
sebagai suatu kesatuan pesan/teks.
Masalah yang sering dihadapi oleh mahasiswa adalah tidak terdapatnya
kepaduan ide dalam tulisan mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya
kemampuan mahasiswa dalam pemahaman pola gerak tema. Danes (1974) dalam
makalahnya mengemukakan adanya tiga jenis pola gerak tema dalam suatu teks:
simple linear progression (pola gerak linear), constant continuous theme (pola
konstan), dan theme progression with derived themes (pola gerak tema melalui
hipertema). Perbedaan jenis pola gerak tema ini juga memberikan kontribusi kepada
pembeda jenis-jenis teks. Sebagaimana yang disebutkan oleh Wang (2007) dan Rosa
(2007) bahwa pola gerak linear cenderung digunakan dalam teks berjenis eksposisi
3. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
171
dan diskusi. Hal ini dikarenakan tek-teks eksposisi dan diskusi memerlukan kekuatan
argumen yang kaya akan informasi. Pola konstan cenderung dominan digunakan
dalam teks naratif, recount, deskriptif, dan report. Sedangkan pola hipertema
cenderung digunakan dalam teks eksposisi, diskusi, dan deskriptif.
Pola gerak linear disebut juga dengan pola gerak zig-zag, dimana rima pada
kalimat pertama menjadi tema pada kalimat berikutnya. Pola gerak ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Pola gerak linear (Eggins: 1994)
Gambar 2. Pola gerak linear (Danes: 1974)
Dari kedua gambar tersebut, jelas terlihat bahwa rima dalam satu kalimat
menjadi tema pada kalimat berikutnya. Kedua pola gerak tema ini, di dalam
penelitian ini, selanjutnya akan disebut dengan pola gerak tema silang (merujuk
kepada Wang: 2007). Teks di bawah ini merupakan contoh dari pola tema linear,
dimana kata yang bergaris bawah berperan sebagai tema.
Teks 1
Communication is a process of transmitting a message. The message
can be delivered through oral or written expression. Through writing, people
can communicate without limitation of distance and time. (Diambil dari Rosa
2007).
Sementara itu, pola gerak konstan memunculkan tema kalimat pertama
pada tema di kalimat berikutnya. Pola gerak ini dapat dilihat pada gambar 3:
Gambar 3. Pola gerak konstan
Klausa 1 Tema Rima
Klausa 2 Tema Rima
Klausa 3 Tema Rima
Tema 1 + Rima 1;
↓
Tema 2 (= Rima 1) + Rima 2;
↓
Tema 3 (= Rima 2) + Rima 3;
Tema 1 + Rima 1;
↓
Tema 2 (= Tema 1) + Rima 2;
↓
Tema 3 (= Tema 1 = Tema 2) + Rima 3;
4. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
172
Gambar di atas menunjukkan keterkaitan tema pada kalimat-kalimat lanjutan
kepada tema yang terdapat pada kalimat pertama. Teks di bawah ini menampilkan
contoh dari pola gerak tema konstan, dimana kata yang bergaris bawah berperan
sebagai tema.
Teks 2
Sir Edward Elgar, b. near Worcester, June 2, 1857, d. Feb. 23, 1934, is
generally considered England's greatest native-born composer since Henry
Purcell. He received his early musical training from his father, a music seller,
violinist, and organist of St. George's Roman Catholic church in Worcester. In
1879 he had a few violin lessons in London, but as a composer Elgar was self-
taught. He succeeded (1885) his father as church organist in Worcester and
pursued a minor, local career – teaching, conducting, and composing. In
1889 he married his student and admirer, Caroline Alice Roberts, whose love
and encouragement transformed him; their marriage of three decades
coincided with the most creative period of Elgar's life.
Jenis pola tema ini mengacu kepada suatu tema yang umum, dimana tema-
tema pada kalimat-kalimat berikutnya merupakan bagian-bagian yang lebih
khusus dari tema tersebut. Pola tema ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. Pola gerak tema dengan hipertema
Gambar di atas menampilkan suatu tema yang superior (hipertema) atau
dengan kata lain, tema-tema yang terdapat di kalimat-kalimat berikutnya
merupakan bagian-bagian yang lebih kecil dari hipertema itu. Teks di bawah ini
menampilkan contoh dari pola gerak tema dengan hipertema, dimana kata yang
bergaris bawah berperan sebagai tema.
Teks 3
St. Vincent is small; 18 miles long and 11 wide, mountainous and lush. Banana
plantations cling to steep volcanic hills and coconut palms sway in the brisk
trade winds which lash the Atlantic coast stirring up its black sand. The people
are warm, friendly and poor. Unemployment is between 30 and 40 per cent
but few go hungry in such lush surroundings.
Teks 3 ini menampilkan bahwa tema 2 (banana plantations), tema 3
(coconut palms), tema 4 (the people), tema 5 (unemployment), dan tema 6 (few)
merupakan subtema dari hipertema “St. Vincent”. Kesemua tema tersebut adalah
hal-hal yang terdapat di daerah St. Vincent.
Tema 1 + Rima 1;
↓
[Hipertema] → Tema 2 + Rima 2;
↓
Tema 3 + Rima 3; …
5. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
173
Berdasarkan latar belakang penelitian dan teori pendukung yang
disebutkan di atas tadi, penelitian ini bertujuan untuk menemukan pola gerak
tema dalam tulisan yang dihasilkan oleh mahasiswa tahun III Jurusan Bahasa dan
Sastra Inggris Universitas Negeri Padang tahun akademik 2006/2007 dan
kontribusi pola gerak tema tersebut kepada penentuan jenis teks dan
pemeliharaan kepaduan isi teks.
METODE PENELITIAN
Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi
(content analysis). Menurut Bush dkk (http://writing.colostate.edu/guides/
research/content/. diakses pada 10 Juni 2008), analisis ini adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk menganalisis kehadiran kata-kata atau konsep-
konsep tertentu dalam suatu teks. Selanjutnya kesimpulan dapat dirumuskan
berkenaan dengan hubungan kata-kata atau konsep-konsep tersebut dalam suatu
teks. Dalam penelitian ini, teks yang dianalisis adalah hasil karya tulisan
mahasiswa. Kata-kata yang terdapat di dalam teks ini akan dianalisis dan
selanjutnya direvisi jika diperlukan. Analisis terhadap kata-kata tersebut
berkenaan dengan menjaga kepaduan atau keutuhan isi teks.
Data penelitian ini adalah karangan berbahasa Inggris yang ditulis oleh
mahasiswa tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP tahun akademik
2006/2007. Mereka dipilih sebagai sumber data dengan pertimbangan bahwa
mereka telah menyelesaikan mata kuliah Kemampuan Menulis 1, 2, dan 3. Tidak
ada penentuan jenis teks yang harus ditulis oleh mahasiswa, mereka hanya
ditawarkan beberapa topik untuk dikembangkan menjadi sebuah karangan. Topik-
topik karangan yang ditawarkan kepada mereka adalah: “Education”, “Smoking”,
“Social Intercourse”, “Foods”, dan “Activities in Leisure Time”. Pemilihan judul-
judul ini berdasarkan saran dari Jacob dkk dalam Weir (1990:77) yang menyatakan
bahwa dalam melakukan tes kemampuan menulis, seorang penguji harus
mempertimbangkan bahwa siswanya cukup merasa tidak asing terhadap topik
yang ditawarkan.
Teknik analisis data akan dimulai dengan pengidentifikasian tema dan rima
yang terdapat di dalam tulisan mahasiswa. Selanjutnya, penganalisaan pola gerak
tema yang terdapat dalam karangan tersebut. Setelah itu, pengelompokan jenis
karangan mahasiswa berdasarkan kepada jenis pola gerak tema yang terdapat
dalam karangan tersebut. Berikutnya adalah menganalisis kepaduan isi dari
karangan mahasiswa berdasarkan pola gerak tema yang mereka gunakan dan
memberikan perbaikan. Pada akhirnya, mengungkapkan hasil penelitian dan
merumuskan kesimpulan.
6. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
174
HASIL
Data yang diperoleh berupa sembilan tulisan mahasiswa berkenaan dengan
topik yang ditawarkan sebagaimana yang disebutkan di pada bagian sebelumnya.
Dari lima topik yang ditawarkan, 1 orang memilih topik tentang “education”, 1
orang memilih topik “smoking”, 2 orang memilih topik “social intercourse”, 2
orang memilih topik “food”, dan sisanya sebanyak 3 orang memilih topik
“Activities in Leisure Time”. Meskipun terdapat beberapa topik yang sama yang
dipilih oleh mereka, judul yang mereka buat berbeda satu dengan yang lainnya.
Dari hasil tulisan mahasiswa, dijumpai bahwa 8 dari 9 tulisan mereka merupakan
teks eksposisi (exposition text). Hal ini sedikit mengejutkan karena topik-topik
tersebut juga dapat dikembangkan dengan menggunakan jenis-jenis teks yang
lainnya.
Teks pertama yang berjudul “Reasons Why You Should Stop Smoking”
terdiri dari 32 klausa (selanjutnya disingkat dengan C). Teks ini memiliki 6 pola
tema konstan (Cl1 = Cl2, Cl3 = Cl4, Cl7 = Cl8, Cl13 = Cl14, Cl15 = Cl16, Cl25 = Cl26),
10 pola tema silang (Th3 = Rh1, Th4 = Rh6, Th7 = Rh7, Th8 = Rh14, Th10 = Rh17,
Th11 = Rh2, Th13 = Rh2, Th14 = Rh21, Th15 = Rh22, Th19 = Rh30), dan 2 pola
hipertema (Th11 = Rh2, Th13 = Rh2). Data ini menunjukkan bahwa teks ini
menggunakan pola tema silang sebagai pola pergerakan tema yang paling
dominan. Teks ini membicarakan tentang pengaruh negatif dari merokok, yang
artinya teks ini merupakan exposition text. Dilihat dari struktur pembentukannya,
exposition text cenderung menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling
dominan (lihat Wang 2007 dan Rosa 2007).
Meskipun demikian, dengan jumlah 32 klausa, hanya terdapat 10 klausa
yang menggunakan pola tema silang, membuat teks ini tampak tidak padu. Hal ini
juga bermakna bahwa teks ini memiliki banyak informasi yang tidak memberikan
penjelasan lebih lanjut yang pada akhirnya tidak dapat memberikan pengertian
yang jelas tentang ide yang dibahas di dalamnya. Contohnya, rima pada 1
menyediakan banyak informasi (articles, book, campaign, teenagers, smoking)
yang seharusnya dapat dikembangkan pada posisi tema di klausa-klausa
berikutnya. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat memahami setiap informasi
yang disediakan penulis dalam tulisannya. Di antara informasi-informasi tersebut
hanya “smoking” yang dikembangkan menjadi tema pada klausa berikutnya. Akan
tetapi, tema ini baru muncul pada tema klausa 6. Sementara itu, dari keseluruhan
isi teks, dapat disimpulkan bahwa teks ini membahas tentang “smoking”, yang
sebenarnya telah terdapat pada rima klausa 1. Akan tetapi, kata “smoking”
tersebut baru menjadi tema pada klausa 6. Seharusnya pada klausa 2, kata
tersebut harus sudah muncul sebagai tema, sehingga dapat dilihat dengan jelas
7. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
175
bagaimana informasi yang tersedia pada rima tersebut memang merupakan
informasi yang sangat penting dalam teks ini. Klausa 2 yang berbunyi “In fact,
there are still so many smokers that continuously destroy themselves, others and
also the environment.” dapat ditulis seperti ini: “In fact, smoking is still a habit for
some people”.
Teks kedua yang berjudul “Riding a Bicycle” terdiri dari 28 klausa. Teks ini
memiliki 6 pola tema konstan (Cl1 = Cl2, Cl2 = Cl3, Cl3 = Cl4, Cl10 = Cl11, Cl22 =
Cl23, Cl27 = Cl28), 6 pola tema silang (Th4 = Rh6, Th5 = Rh1, Th9 = Rh13, Th10 =
Rh15, Th13 = Rh20, Th14 = Rh21), dan tidak terdapat pola hipertema. Data ini
menunjukkan bahwa teks ini tidak memiliki pola tema yang dominan karena pola
tema konstan sama banyaknya dengan pola tema silang. Teks ini membicarakan
tentang manfaat yang dapat diperoleh dari bersepeda, yang artinya teks ini
merupakan exposition text, yang berarti bahwa teks ini seharusnya cenderung
menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan. Akan tetapi,
teks ini gagal menampilkan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
masih kurang menggunakan pola gerak tema silang. Pola ini berfungsi untuk
menyajikan tulisan dengan ide-ide yang berkembang, yang pada akhirnya nanti
membuat suatu tulisan menjadi suatu teks yang baik. Fakta ini menunjukkan
bahwa ide yang terdapat dalam teks ini tidak tersusun dengan baik. Contohnya,
klausa 1 menyediakan informasi usang (given information) pada posisi rima. Akan
tetapi, informasi tersebut tidak dikembangkan pada klausa berikutnya karena
tema pada klausa 2 masih sama dengan tema pada klausa sebelumnya.
Seharusnya tema pada klausa 2 berisikan informasi yang terdapat pada rima
klausa 1 (bicycle), dengan demikian, akan tampak bagaimana ide-ide yang
dituliskan tersebut berkembang. Sehingganya klausa tersebut “They can go
everywhere in town by using bicycle” seharusnya menjadi “By using bicycle, they
can go everywhere in town”
Teks ketiga yang berjudul “Teenagers Development” memiliki 5 pola tema
konstan (Cl6 = Cl7, Cl9 = Cl10, Cl8 = Cl9, Cl19 = Cl20, Cl22 = Cl23), 11 pola tema
silang (Th2 = Rh1, Th3 = Rh1, Th4 = Rh3, Th5 = Rh1, Th6 = Rh5, Th7 = Rh7, Th8 =
Rh8, Th9 = Rh1, Th10 = Rh11, Th11 = Rh13, Th13 = Rh1), dan 5 pola hipertema
(Th2 = Rh1, Th3 = Rh1, Th5 = Rh1, Th9 = Rh1, Th13 = Rh1). Data ini menunjukkan
bahwa teks ini menggunakan pola tema silang sebagai yang paling dominan dalam
pergerakan ide-ide yang terdapat di dalamnya. Teks ini membicarakan tentang
perkembangan remaja, yang artinya teks ini merupakan discussion text. Karena di
dalam teks ini, penulis tidak berdiri pada satu sisi untuk mempengaruhi pembaca.
Akan tetapi, dalam teks ini, penulis hanya menyampaikan hal positif dan negative
dari perkembangan remaja. Discussion text memang sangat memerlukan
banyaknya pengembangan informasi-informasi yang ada pada posisi rima.
8. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
176
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
memperlihatkan pola gerak tema yang baik. Hal ini terlihat dimana dari 23 klausa
terdapat 11 contoh pergerakan pola tema silang. Fakta ini menunjukkan bahwa
informasi-informasi yang tersedia pada posisi rima secara efektif dapat digunakan
pada tema di klausa-klausa berikutnya. Contohnya, klausa pertama menyediakan
beberapa informasi baru (new information) pada posisi rima, dan semua informasi
tersebut dikembangkan pada posisi tema di klausa-klausa berikutnya seperti
“teenager’s development” di klausa 2 dan 3, “social development” di klausa 5,
“emotional development” di klausa 11, dan “self concept development” di klausa
18.
Teks keempat yang berjudul “Purchasing Already Food” terdiri dari 32
klausa. Teks ini memiliki 15 pola tema konstan (Cl1 = Cl2, Cl6 = Cl7, Cl12 = Cl13,
Cl17 = Cl18, Cl20 = Cl21, Cl22 = Cl23, Cl23 = Cl24, Cl24 = Cl25, Cl25 = Cl26, Cl26 =
Cl27, Cl27 = Cl28, Cl28 = Cl29, Cl29 = Cl30, Cl30 = Cl31, Cl31 = Cl32), 3 pola tema
silang (Th7 = Rh9, Th9 = Rh11, Th10 = Rh15), dan tidak terdapat pola hipertema.
Data ini menunjukkan bahwa teks ini menggunakan pola tema konstan sebagai
pola yang paling dominan dalam menyusun informasi-informasi yang ada di
dalamnya. Teks ini membicarakan tentang manfaat yang dapat diperoleh dari
membeli makanan yang siap saji. Di dalam teks ini, penulis berusaha untuk
meyakinkan sekaligus mengajak pembaca yang tinggal di kost ataupun asrama
agar memakan makanan yang siap saji daripada harus memasak sendiri, yang
artinya teks ini merupakan exposition text, yang berarti teks ini seharusnya
cenderung menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Akan tetapi, teks ini gagal menampilkan pola tema silang sebagai pola yang paling
dominan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
minim sekali menggunakan pola gerak tema silang, yang merupakan tema yang
paling dominan dalam exposition text. Teks ini hanya memiliki tiga contoh
pergerakan pola tema silang. Pola ini berfungsi untuk menyajikan tulisan dengan
ide-ide yang berkembang, yang pada akhirnya nanti membuat suatu tulisan
menjadi suatu teks yang baik.. Fakta ini menunjukkan bahwa ide yang terdapat
dalam teks ini tidak tersusun dengan baik. Contohnya, klausa 1 menyediakan
informasi baru “rent a house” pada posisi rima. Akan tetapi, informasi tersebut
tidak dikembangkan pada klausa berikutnya karena tema pada klausa kedua
masih sama dengan tema pada klausa pertama. Dan hingga akhir dari isi teks,
tidak ada satu klausa pun yang membahasa tentang informasi tersebut. Walaupun
informasi pada rima tersebut tidak harus menjadi tema pada klausa kedua,
seharusnya informasi tersebut dapat menjadi tema pada klausa yang lainnya.
Dengan demikian, barulah tampak bahwa rima memang selalu menyediakan
9. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
177
informasi-informasi yang dapat dikembangkan pada klausa-klausa selanjutnya.
Seharusnya informasi tersebut dapat dikembangkan sebagai tema pada klausa 5,
sehingga klausa ini dapat dituliskan seperti ini “Besides, renting a house may
cause some problems.”
Teks kelima yang berjudul “Unhealthy Foods” memiliki 9 pola tema konstan
(Cl4 = Cl5, Cl9 = Cl10, Cl15 = Cl16, Cl20 = Cl21, Cl25 = Cl26, Cl31 = Cl32, Cl32 =
Cl33, Cl33 = Cl34, Cl36 = Cl37), 9 pola tema silang (Th2 = Rh1, Th5 = Rh4, Th7 =
Rh6, Th9 = Rh11, Th11 = Rh13, Th12 = Rh15, Th14 = Rh18, Th17 = Rh26, Th18 =
Rh27), dan tidak terdapat pola hipertema. Data ini menunjukkan bahwa teks ini
tidak memiliki pola tema yang dominan karena pola tema konstan sama
banyaknya dengan pola tema silang. Teks ini membicarakan tentang jenis
makanan yang harus dikonsumsi. yang artinya teks ini merupakan exposition text,
yang berarti bahwa teks ini seharusnya cenderung menggunakan pola tema silang
sebagai pola yang paling dominan. Akan tetapi, teks ini gagal menampilkan pola
tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
minim sekali menggunakan pola gerak tema. Dari 47 klausa yang ada, teks ini
hanya memiliki 9 contoh pergerakan pola tema silang. Fakta ini menunjukkan
bahwa ide yang terdapat dalam teks ini tidak berkembang. Contohnya, klausa 2
menyediakan informasi baru “problem” pada posisi rima. Akan tetapi, informasi
tersebut tidak dikembangkan pada klausa berikutnya karena tema pada klausa 2
ataupun klausa-klausa selanjutnya. Walaupun informasi pada rima tersebut tidak
harus menjadi tema pada klausa 2, seharusnya informasi tersebut dapat menjadi
tema pada klausa-klausa yang lainnya. Dengan demikian, barulah tampak bahwa
rima memang selalu menyediakan informasi-informasi yang dapat dikembangkan
pada klausa-klausa selanjutnya. Seharusnya informasi tersebut dapat
dikembangkan sebagai tema pada klausa 3, sehingga klausa ini dapat dituliskan
seperti ini “Perhaps, this problem is caused by unhealthy environment.”
Teks keenam yang berjudul “Jogging” terdiri dari 42 klausa. Teks ini
memiliki 17 pola tema konstan (Cl1 = Cl2, Cl3 = Cl4, Cl6 = Cl7, Cl9 = Cl10, Cl11 =
Cl12, Cl12 = Cl13, Cl13 = Cl14, Cl16 = Cl17, Cl17 = Cl18, Cl18 = Cl19, Cl26 = Cl27,
Cl27 = Cl28, Cl31 = Cl32, Cl34 = Cl35, Cl39 = Cl40, Cl40 = Cl41, Cl41 = Cl42), 3 pola
tema silang (Th2 = Rh2, Th6 = Rh19, Th12 = Rh37), dan tidak terdapat pola
hipertema. Data ini menunjukkan bahwa teks ini menggunakan pola tema konstan
sebagai pola yang dominan dalam menyusun informasi yang disampaikan kepada
pembaca. Teks ini mengajak pembaca untuk mau melakukan “jogging”, yang
artinya teks ini merupakan exposition text, yang berarti bahwa teks ini seharusnya
cenderung menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Akan tetapi, teks ini gagal menampilkan pola tema silang sebagai pola yang paling
dominan. Bahkan pola tema konstan jauh melebihi pola tema silang.
10. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
178
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
minim sekali menggunakan pola gerak tema. Fakta ini menunjukkan bahwa ide
yang terdapat dalam teks ini tidak berkembang. Di samping itu, teks ini hanya
memiliki 12 variasi tema. Artinya, banyak terjadi pengulangan informasi yang
sama pada posisi tema. Kata “you” dijumpai sebanyak 23 kali dan ini sungguh
merupakan jumlah pengulangan tema yang luar biasa banyaknya. Hal seperti ini
sering dijumpai pada teks recount, dimana pola gerak tema konstan mendominasi
pergerakan tema. Akan tetapi, pada teks analytical exposition, jumlah pola gerak
tema constant yang dominan menunjukkan ketidakmampuan penulis untuk
beragumentasi.
Teks ketujuh yang berjudul “The Advantages of Having a Part Time Job”
terdiri dari 38 klausa. Teks ini memiliki 11 pola tema konstan (Cl4 = Cl5, Cl6 = Cl7,
Cl17 = Cl18, Cl18 = Cl19, Cl19 = Cl20, Cl29 = Cl30, Cl33 = Cl34, Cl34 = Cl35, Cl35 =
Cl36, Cl36 = Cl37, Cl37 = Cl38), 5 pola tema silang (Th2 = Rh1, Th3 = Rh5, Th4 =
Rh6, Th6 = Rh7, Th8 = Rh19), dan tidak terdapat pola hipertema. Data ini
menunjukkan bahwa teks ini menggunakan pola tema konstan sebagai pola yang
dominan dalam menyusun informasi yang disampaikan kepada pembaca. Teks ini
mengajak pembaca khususnya mahasiswa untuk mau mencari pekerjaan paruh
waktu (part time job) di waktu senggan mereka, topic ini jelas mengindikasikan
bahwa teks ini merupakan exposition text, yang berarti bahwa teks ini seharusnya
cenderung menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Akan tetapi, teks ini gagal menampilkan pola tema silang sebagai pola yang paling
dominan. Bahkan pola tema konstan jauh melebihi pola tema silang.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teks ini
minim sekali menggunakan pola gerak tema. Sebagaimana disebutkan di paragraf
sebelumnya, teks ini hanya memiliki 5 contoh pergerakan pola tema silang. Fakta
ini menunjukkan bahwa ide yang terdapat dalam teks ini tidak berkembang.
Minimnya pergerakan pola tema silang ini juga disebabkan oleh minimnya variasi
tema yang ada. Tercatat dari 38 klausa, hanya terdapat 12 variasi tema. Dengan
kata lain, pola pergerakan tema konstan yang banyak terdapat di dalam teks ini.
Sebenarnya, jumlah variasi tema klausa dalam teks ini dapat diperbanyak jika
informasi yang terdapat pada rima dapat dimaksimalkan pengembangannya.
Implikasinya adalah kurangnya argumentasi yang terdapat pada teks ini. Pada
hakikatnya, jenis teks ini sangat membutuhkan banyak argumentasi karena tujuan
teks ini adalah untuk meyakinkan pembaca atau lebih khususnya lagi untuk
mempengaruhi pembaca.
Teks kedelapan yang berjudul “The Importance of Education for a Country”
terdiri dari 36 klausa. Teks ini memiliki 3 pola tema konstan (Cl3 = Cl4, Cl10 = Cl11,
Cl28 = Cl29), 14 pola tema silang (Th2 = Rh1, Th3 = Rh4, Th4 = Rh3, Th5 = Rh6, Th8
11. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
179
= Rh9, Th9 = Rh11, Th11 = Rh14, Th12 = Rh16, Th14 = Rh18, Th16 = Rh21, Th17 =
Rh22, Th18 = Rh25, Th19 = Rh25, Th21 = Rh35), dan 2 pola hipertema (Th18 =
Rh25, Th19 = Rh25). Data ini menunjukkan bahwa teks ini menggunakan pola
tema silang sebagai pola yang dominan dalam menyusun informasi yang
disampaikan kepada pembaca. Teks ini meyakinkan pembaca bahwa pendidikan
(education) adalah unsur utama yang dapat mengangkat wibawa bangsa. topik ini
jelas mengindikasikan bahwa teks ini termasuk kategori exposition text, yang
berarti bahwa teks ini seharusnya cenderung menggunakan pola tema silang
sebagai pola yang paling dominan; dan teks ini telah menunjukkan bahwa pola
tema silang yang mendominasi pola gerak tema di dalamnya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penggunaan pola gerak tema pada
teks ini masih perlu ditingkatkan. Teks ini memang memiliki 14 contoh pergerakan
pola tema silang dari 36 klausa. Jumlah gerak pola tema silang dalam teks ini
masih dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan informasi yang tersedia pada
posisi rima. Contohnya rima klausa 30 berisikan “the quality of the teacher”.
Informasi ini seharusnya dapat dikembangkan pada tema klausa-klausa berikutnya
dengan memberikan bagaimana bentuk kualitas tersebut, seberapa tinggi atau
rendah kualitas tersebut, ataupun upaya-upaya yang dilakukan berkenaan dengan
kualitas tersebut.
Teks kesembilan yang berjudul “The Disadvantages of Having a Boyfriend”
memiliki 15 pola tema konstan (Cl9 = Cl10, Cl10 = Cl11, Cl11 = Cl12, Cl13 = Cl14,
Cl17 = Cl18, Cl18 = Cl19, Cl19 = Cl20, Cl20 = Cl21, Cl21 = Cl22, Cl25 = Cl26, Cl27 =
Cl28, Cl28 = Cl29, Cl31 = Cl32, Cl32 = Cl33, Cl38 = Cl39), 5 pola tema silang (Th2 =
Rh1, Th9 = Rh12, Th12 = Rh16, Th13 = Rh21, Th16 = Rh34), dan tidak terdapat pola
hipertema. Data ini menunjukkan bahwa teks ini menggunakan pola tema konstan
sebagai pola yang dominan dalam menyusun informasi yang disampaikan kepada
pembaca. Teks ini mengajak pembaca khususnya perempuan untuk tidak mau
berpacaran dengan memberikan pengaruh negative pacaran bagi perempuan,
topik ini jelas mengindikasikan bahwa teks ini merupakan exposition text. Sesuai
dengan teori yang terdapat pada bab sebelumnya, exposition text cenderung
menggunakan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan. Akan tetapi,
teks ini gagal menampilkan pola tema silang sebagai pola yang paling dominan.
Bahkan pola tema konstan jauh melebihi pola tema silang.
Dengan jumlah 39 klausa, hanya terdapat 5 klausa yang menggunakan pola
tema silang, membuat teks ini tampak tidak padu sebagai exposition text. Hal ini
juga bermakna bahwa teks ini memiliki banyak informasi yang tidak memberikan
penjelasan lebih lanjut yang pada akhirnya tidak dapat memberikan pengertian
yang jelas tentang ide yang dibahas di dalamnya. Contohnya, rima pada klausa
pertama menyediakan informasi “teenager” yang seharusnya dapat
dikembangkan pada posisi tema di klausa-klausa berikutnya. Akan tetapi hingga
12. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
180
akhir dari keseluruhan isi teks, kata tersebut tidak dijumpai lagi. Di satu sisi, kata
tersebut memiliki peran penting dalam teks ini karena topic yang dibahas
berkenaan dengan masa remaja.
Dari deskripsi dan analisis data yang dipaparkan di atas tadi, terlihat bahwa
mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Negeri Padang
tahun akademik 2006/2007 cenderung memilih karangan yang berjenis eksposisi
(exposition text). Dari sembilan data yang ada, 8 diantaranya merupakan karangan
berjenis eksposisi, dan hanya satu yang berjenis diskusi.
PEMBAHASAN
Teks yang ditulis mahasiswa ini masih memiliki kekurangan terutamanya
masalah pola gerak tema. Kecenderungan menggunakan pola gerak tema konstan
dijumpai pada sebagian besar teks yang mereka tulis. Sebagaimana yang dibahas
dalam bagian pendahuluan, jenis teks tertentu cenderung memilih pola gerak
tema tertentu pula. Meskipun demikian, dapat dinyatakan di sini bahwa dalam
suatu teks tidak akan pernah dijumpai menggunakan satu pola gerak tema saja.
Ketiga jenis pola gerak tema yang diusulkan oleh Danes (1974) dan Eggins (1994)
harus terdapat pada suatu teks – apapun jenis teks tersebut. Tetapi perlu dicatat
bahwa harus ada pola gerak tgema yang dominan digunakan. Sehingga pola gerak
tema dominan inilah yang nantinya akan mempengaruhi jenis teks yang ditulis.
Teks eksposisi memerlukan banyak argumentasi karena teks ini berfungsi
untuk meyakinkan ataupun mempengaruhi pembaca tentang informasi yang
disampaikan penulis (lihat Gerot dan Wignel, 1994). Argumentasi yang
disampaikan jelas harus kaya akan informasi untuk dapat meyakinkan orang lain.
Kekayaan informasi inilah yang dapat diperoleh dengan banyaknya
pengembangan informasi yang tersedia di posisi rima klausa. Proses
pengembangan seperti inilah yang disebut dengan pola gerak tema silang atau
yang disebut dengan pola gerak linear (Danes:1974) dan pola gerak zig-zag
(Eggins:1994). Selain pola tema gerak silang, pola gerak hipertema juga
disarankan digunakan dalam karangan berjenis eksposisi. Dengan cara pola
hipertema ini, posisi rima memiliki banyak informasi yang dapat dikembangkan
sebagai tema pada klausa-klausa berikutnya. Akan tetapi, dari sembilan teks yang
ada, hanya tiga di antaranya yang memiliki pola tema seperti ini. Itu pun dengan
jumlah yang sangat minim (tidak lebih dari lima klausa).
Selain pola gerak tema yang masih kurang, pemahaman tentang tema dan
rima juga diyakini masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kesalahan
dalam peletakan informasi pada posisi tema ataupun rima klausa. Halliday (1985),
Gerot dan Wignel (1994), dan didukung oleh Eggins (1994) menegaskan bahwa
13. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
181
posisi rima berisikan oleh informasi baru (given information) dan posisi tema
berisikan informasi using (given information). Pengetahuan inilah yang
menyebabkan setiap teks yang menjadi data tadi selalu menghadirks informasi
baru pada posisi tema di beberapa klausa. Di samping itu, pemahaman rima yang
harus berisikan informasi masih juga belum teraplikasi secara baik. Terbukti
beberapa rima dari teks-teks tersebut masih memberikan informasi yang kosong
atatupun nihil informasi.
Di samping hal yang disebutkan di atas tadi, kekurangan ide juga dapat
mempengaruhi kepaduan atau keutuhan isi teks. Hal ini dapat menyebabkan
penulis menggunakan kata-kata sepert “there”, “it”, ataupun “something” untuk
menutupi kekurangan tersebut. Pemilihan kata-kata ini berujung kepada tidak
utuhnya informasi-informasi yang disajikan di dalam teks.
Kepaduan isi teks juga dapat dilihat dari kata penghubung yang terdapat
dalam suatu teks. Kata penghubung ini berperan sangat penting untuk
menunjukkan hubungan antar klausa dan hubungan antara rima dan tema.
Penggunaan kata penghubng yang tepat akan menghasilkan suatu karangan yang
padu, di mana tampak di dalamnya hubungan setiap informasi yang disajikan.
Maka dari itu, kata penghubung selalu masuk sebagai bagian dari tema klausa.
Hal yang terakhir yang sangat perlu dibahas di sini adalah bagaimana
kemampuan mahasiswa yang masih sangat rendah di bidang tata bahasa Inggris.
Terdapat banyak kesalahan yang dijumpai dalam teks yang mereka tulis.
Sebenarnya, tata bahasa inilah yang membedakan bahasa lisan dengan bahasa
tulisan, di mana pada bahasa tulisan, tata bahasa yang digunakan lebih
sederhana. Pada bahasa tulisan, tata bahasa yang digunakan harus memenuhi
kriteria formal tata bahasa. Akan tetapi, pada kenyataannya, bahasa lisan masih
mempengaruhi mahasiswa ketika mereka menulis.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari analisis data dan pembahasan analisis data dapat disimpulkan bahwa
kemampuan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP tingkat III tahun
akademik 2006/2007 dalam menjaga kepaduan ataupun keutuhan isi teks masih
kurang. Seluruh teks yang menjadi data pada penelitian ini mengandung masalah
dalam kepaduan isinya. Masalah yang utama yang dihadapi adalah penggunaan
pola gerak tema untuk jenis-jenis teks tertentu. Kecenderungan menggunakan
pola gerak tema konstan mewarnai seluruh jenis teks yang mereka tulis. Seolah-
olah mereka memilih pola gerak tema konstan ini sebagai pola gerak informasi
yang paling baik dan dapat digunakan dalam setiap jenis teks.
Kesalahan-kesalahan lain yang bermuara kepada kurangnya pengetahuan
dan penguasaan mereka terhadap tema dan rima mempengaruhi kemampuan
14. Pola Gerak Tema pada Tulisan Mahasiswa Tingkat III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNP:
Analisis tentang Kepaduan Teks (Rusdi Noor Rosa)
182
mereka untuk menjaga keutuhan isi teks. Banyak terdapat informasi-informasi
yang tidak menunjukkan hubungan antara satu sama lain. Di samping itu
kemampuan tata bahasa Inggris mereka terlihat masih lemah sehingga terkadang
sulit untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat yang benar.
Dari fakta yang ada, dapat juga diambil kesimpulan bahwa kemampuan
untuk menjaga kepaduan atau keutuhan isi teks merupakan kemampuan dengan
tingkat yang tinggi. Hal ini disebabkan kemampuan ini baru dapat dikuasai setelah
pada tingkatan dasar menulis – seperti perumusan topik dan ide utama,
pengembangan ide, dan penggunaan tata bahasa yang baik dan benar – siswa
sudah memilikinya. Jika tidak, hal yang terjadi adalah banyaknya ditemukan
kesalahan-kesalahan dasar menulis sebelum analisis pola gerak tema
dilaksanakan.
Dari hasil analisis data, di dalam laporan hasil penelitian, ada beberapa hal
yang disarankan seperti berikut.
1. Disarankan kepada peneliti-peneliti yang lain untuk melakukan penelitian
dengan menjadikan karya-karya tulis yang sudah dipublikasikan sebagai data.
Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa tulisan yang sudah dipublikasikan
tersebut ditulis oleh orang-orang yang sudah mempunyai kecakapan dalam
menulis. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan tentang
kecenderungan penggunaan pola gerak tema tertentu pada jenis teks
tertentu.
2. Disarankan kepada pengajar kemampuan menulis agar memperkenalkan
analisis pola gerak tema sebagai bahan bagi peserta didik dalam menjaga
kepaduan isi teks yang ditulisnya. Diharapkan bagi pengajar kemampuan
menulis untuk dapat memodelkan analisis dengan cara ini di depan kelas,
sehingga peserta didik mengerti secara penuh langkah yang dilakukan dalam
analisis ini.
DAFTAR RUJUKAN
Danes, F. 1974. Functional sentence perspective and the organization of the text. In
F. Danes, ed. Papers on Functional Sentence Persepctive (106-128). Prague:
Academia /The Hague: Mouton.
Eggins, S. (1994). An introduction to systemic functional linguistic. London: Printer
Publishers.
Gerot, L. & P. Wignell. 1994. Making sense of functional grammar. Sydney:
Macquirie University.
Halliday, M.A.K. 1985. An introduction to functional grammar. London: Edward
Arnold Ltd.
15. JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 2 Tahun 2011 (169 - 183)
183
Rosa, Rusdi Noor. 2007. “Thematic Progression as a Means to Keep Cohesion in
Exposition Text”. Jurnal Bahasa dan Seni. Volume 8(2). September 2007.
Hal. 94 – 100.
Wang, L. 2007. Theme and rheme in the thematic organization of text:
implications for teaching academic writing. PDF Full Journal. Vol 9(1). March
2007. Article 9
Weir, Cyril J. 1990. Communicating language testing. New York: Prentice-Hall
Inc.