Undang-undang dan peraturan terkait mengatur tentang sistem akuntansi pemerintahan yang meliputi tugas menteri keuangan dan kepala instansi dalam menyusun laporan keuangan, serta kerangka umum sistem akuntansi pemerintah pusat yang terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahDeddi Nordiawan
Modul tentang Pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan SAP berbasis akrual. Modul ini disusun berdasarkan Permendagri 64 tahun 2013 tentang Penerapan SAP Akrual di Pemerintah Daerah
Dalam instansi yang bergerak dalam bidang Pemerintahan, software akuntansi sangat dibutuhkan untuk membantu dalam pengolahan data yang dilakukan oleh pemerintahan itu sendiri. Dengan adanya software akuntansi pemerintahan maka pembuatan laporan akan lebih mudah.
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahDeddi Nordiawan
Modul tentang Pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan SAP berbasis akrual. Modul ini disusun berdasarkan Permendagri 64 tahun 2013 tentang Penerapan SAP Akrual di Pemerintah Daerah
Dalam instansi yang bergerak dalam bidang Pemerintahan, software akuntansi sangat dibutuhkan untuk membantu dalam pengolahan data yang dilakukan oleh pemerintahan itu sendiri. Dengan adanya software akuntansi pemerintahan maka pembuatan laporan akan lebih mudah.
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. Akuntansi Pemerintahan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8 menyatakan bahwa
”dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai
tugas antara lain menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN.”
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 9 menyatakan bahwa
”Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang Kementerian
Negara/Lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.”
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 ayat (2) menyatakan
bahwa ”Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan
laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat (20)
menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang
menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara.”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 51 ayat (1)
menyatakan bahwa “Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 51 ayat (2)
menyatakan bahwa “Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku
Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung
jawabnya.”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 ayat (1)
menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 ayat (2)
menyatakan bahwa “dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan
Layanan Umum pada kementerian negara/Lembaga masing-masing.”
2. Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa “agar informasi yang disampaikan dalam laporan
keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu
diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi
Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.”
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun
Anggaran 2005 Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa “setelah Tahun Anggaran 2005 berakhir,
Pemerintah menyusun Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2005 berupa Laporan Keuangan.”
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara pada Pasal 60 ayat (1) menyatakan bahwa “Menteri/Pimpinan Lembaga
wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban penggunaan dana bagian anggaran yang
dikuasainya berupa laporan realisasi anggaran dan neraca Kementerian Negara/Lembaga
bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Keputusan Presiden tersebut telah
diubah dengan Keputusan Presiden No. 72 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.”
Ruang Lingkup Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) adalah “serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.” (Modul Sistem Akuntansi
Instansi : Hal. 1)
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah
Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi
dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 4) Tidak termasuk dalam ruang lingkup SAPP adalah :
a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)
b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :
c. Perusahaan Perseroan, dan
d. Perusahaan Umum.
e. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah
Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 2) Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP)
bertujuan untuk :
a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan
pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan
diterima secara umum;
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan
Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian
3. kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan
Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
Ciri-ciri Pokok Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 3) Ciri-ciri pokok sistem akuntansi pemerintah pusat
antara lain :
a. Basis Akuntansi
Cash toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah
adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi
Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis
Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat
kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi, tanpa
memperhatikan saat kas ata setara kas diterima atau dibayar.
b. Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu : Aset =
Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan
mengkredit perkiraan yang terkait.
c. Dana Tunggal
Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana
tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah
dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-
unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
e. Bagan Perkiraan Standar
SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku
untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.
f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan,
penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka
penyusunan laporan keuangan.
Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan keuangan pemerintah pusat
tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK.
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 3) Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah
direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer,
4. surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggaran dalam satu periode.
b. Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN (Sistem
Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah
pusat berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari seluruh
Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama
periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan,
pembiayaan dan non anggaran
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji di dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka
pengungkapan yang memadai.
Klasifikasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal 5) Sistem akuntansi pemerintah pusat terdiri dari :
a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP);
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan ( Ditjen
PBN) dan terdiri dari:
.i. SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan Laporan Arus Kas dan
Neraca Kas Umum Negara (KUN);
.ii. SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca
SAU.
Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan SAKUN, dilaksanakan
oleh unit-unit Ditjen PBN yang terdiri dari:
i. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
ii. Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN);
iii. Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.
b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Kementerian
negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Dalam pelaksanaan SAI, kementerian negara/lembaga membentuk unit akuntansi keuangan
(SAK) dan unit akuntansi barang (SABMN).
Unit akuntansi keuangan terdiri dari:
i. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA);
ii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon1 (UAPPA-E1);
iii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
iv. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) ;
Unit akuntansi barang terdiri dari:
i. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);
ii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon1 (UAPPB-E1);
iii. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB-W);
5. iv. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).
c. Jenis-jenis Laporan Keuangan
Laporan-laporan keuangan yang dapat dihasilkan dari proses komputerisasi SAPP adalah:
(Modul Sistem Akuntansi Instansi )
sumber :
http://abusyadza.wordpress.com/2008/05/07/gambaran-umum-sistem-akuntansi-pemerintah-
pusat/
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. (PP No. 60 Tahun 2008).
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel,
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.60 Tahun 2008. SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan
negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Dengan penerapan SPIP yang efektif antara lain akan dapat
menekan tindakan fraud atau korupsi yang masih banyak terjadi.
Sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu :
1. Lingkungan pengendalian;
2. Penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. Informasi dan komunikasi; dan
6. 5. Pemantauan pengendalian intern.
Penerapan unsur SPIP dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi
Pemerintah.
1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian
yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern
dalam lingkungan kerjanya, melalui penyelenggaraan delapan sub unsur lingkungan
pengendalian, sebagai berikut :
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
Penegakan integritas dan nilai etika sebagai salah satu sub unsur dari unsur Lingkungan
Pengendalian, dijelaskan dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-1326/K/LB/2009 tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP, sebagai berikut :
Integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan. Orang yang berintegritas akan bertindak
konsisten sejalan dengan nilai-nilai, kode etik, serta kebijakan organisasi dan/atau profesi,
walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya. Integritas didefinisikan sebagai suatu
kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk
membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Bila
dikaitkan dengan kode etik, integritas didefinisikan sebagai tindakan yang konsisten, sesuai
dengan dengan kebijakan dan kode etik organisasi.
Adapun istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos”, yang berarti ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan “etika”
adalah “moral” yang berasal dari bahasa Latin “mos” yang berarti juga kebiasaan, adat. Jadi
etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”. Dengan demikian, etika merupakan
salah satu hal penting yang menjaga keseimbangan (cheks and balances) terhadap penggunaan
kewenangan dan kebebasan yang diberikan publik.
Etika merupakan faktor penting dalam menciptakan dan memelihara kepercayaan publik
pemerintah dan institusinya. Etika juga memberikan dasar untuk menguji praktik, aturan, dan
pelaksanaannya secara umum bagi publik.
Secara konseptual, integritas dan nilai etika sangat jelas memberikan pengaruh positif pada
organisasi dan individu. Hal yang lebih penting adalah bagaimana integritas dan etika dapat
diwujudkan dan ditegakkan. Penegakan integritas dan nilai etika adalah menerjemahkan
integritas dan nilai etika ke dalam suatu kode etik atau aturan perilaku, serta menerapkannya
secara konsisten dalam kegiatan sehari-hari.
Kode etik merupakan terjemahan bahasa inggris, code of ethic. Code berasal dari bahasa Latin
Codex. Codex adalah sekumpulan dokumen yang berisi peraturan atau undang-undang. Kode
etik atau aturan perilaku merupakan serangkaian pernyataan nilai dan perilaku yang diharapkan
7. dari individu anggota organisasi pada saat mereka bekerja yang akan menjadi sarana dalam
penegakan integritas dan nilai etika. Kode etik atau aturan perilaku merupakan muara dari nilai
etika, suatu proses dan upaya memilih antara pilihan yang benar dan salah, yang adil dan tidak
adil, patut dan tidak patut, pilihan antara tujuan dengan cara mencapainya, pilihan antara
kepentingan pribadi dengan perusahaan, atau pilihan antara beberapa kepentingan.
Ruang lingkup dan area yang perlu diatur dalam upaya penegakan integritas dan nilai etika
adalah :
pengaturan hubungan antara pihak terkait dalam penyusunan/pembahasan kebijakan dan
prosedur, khususnya dengan pihak swasta/sponsor;
pengaturan hubungan pejabat berwenang dalam anggaran (pemda) dengan pihak ketiga
(swasta);
pemberian reward and punishment;
pengaturan hubungan antara pejabat yang berwenang dalam penerimaan pegawai dengan
calon pegawai, penyelenggara ujian, dan pimpinan unit pengguna;
pengaturan hubungan antara pihak terkait (bagian kepegawaian, Baperjakat, pegawai
bersangkutan, dan lain-lain) dalam penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
pengaturan transparansi kebijakan dalam penerimaan pegawai dan proses penempatan,
mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
pengaturan hubungan antara pejabat berwenang dalam pengadaan barang/jasa dengan
pihak ketiga;
pengaturan tanggung jawab evaluator/auditor terhadap fasilitas yang diberikan oleh pihak
yang dievaluasi.
Tujuan akhir dari penegakan integritas dan nilai etika adalah terimplementasikannya integritas
dan nilai etika dalam perilaku seluruh pejabat dan pegawai instansi pemerintah yang
dilaksanakan dengan keteladanan pimpinan, penegakan displin yang konsisten, transparansi,
serta terciptanya suasana kerja yang sehat, yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu etos
kerja dengan perilaku positif dan kondusif.
Manfaat penegakan integritas dan nilai etika adalah :
Menekan tingkat korupsi karena sebagian besar faktor penyebab korupsi terkait dengan
masalah moral dan etika. Dengan terwujudnya moral dan etika yang baik dan benar akan
menekan tingkat korupsi di pemerintahan.
Meningkatkan kebersamaan yang dapat menyuburkan semangat kerja sama dan saling
menolong dalam kebaikan di antara para anggota organisasi pada saat menjalankan tugas-
tugasnya.
Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam upaya membangkitkan komitmen kepada
kejujuran dan kewajaran; pengakuan dan kepatuhan pada hukum dan kebijakan-
kebijakan; rasa hormat kepada organisasi; kepemimpinan dengan memberi contoh;
komitmen untuk berbuat yang terbaik; menghargai kewenangan; menghargai hak-hak
pegawai; dan kesesuaian dengan standar-standar profesi.
Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan bagaimana merespon
tuntutan berbagai stakeholders organisasi yang berbeda.
8. Membantu dan menuntun pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan apa yang
harus dilakukan pada berbagai situasi yang berbeda, serta membantu anggota organisasi
dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi atau arah tindakan yang
diperdebatkan.
Menjadi landasan yang baik bagi para anggota organisasi dalam membuat dan
menetapkan kebijakan-kebijakan publik.
Aturan etika menjadi alat untuk memelihara integritas para anggota organisasi dan politisi.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah dijalankan oleh orang-orang
yang berperilaku baik dan pantas untuk melayani publik sebagaimana yang dibutuhkan,
diinginkan, dan diharapkan masyarakat.
Memelihara stabilitas, integritas, dan menciptakan suatu identitas bersama (karakter) bagi
para anggota instansi pemerintah, yang pada gilirannya akan ikut membangun komitmen
bersama pada instansi pemerintah untuk penerapan SPIP.
Menjadi pembentuk perilaku organisasi yang membantu para anggota untuk mengenali
mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada gilirannya dapat mengkoordinasikan
berbagai kegiatan menjadi suatu keseluruhan tindakan yang lebih efektif dan efisien.
Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan
guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat, serta
kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang bermutu tinggi dan sadar akan
tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat
Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan PNS sehingga
dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Komitmen terhadap kompetensi
Komitmen terhadap Kompetensi sebagai salah satu sub unsur dari unsur Lingkungan
Pengendalian, dijelaskan dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-1326/K/LB/2009 tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP, adalah sebagai berikut :
– Komitmen terhadap kompetensi mendorong pencapaian tujuan organisasi secara lebih
baik, karena fungsi-fungsi yang ada diisi oleh sumber daya manusia yang mempunyai keahlian,
pengetahuan, dan sikap yang diperlukan untuk penyelesaian suatu kegiatan secara optimal.
Komitmen terhadap kompetensi dapat terwujud apabila pimpinan instansi pemerintah memiliki
kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan instansi pemerintah.
– Dengan mengacu pada model gunung es, kompetensi mempunyai lima ciri/karakteristik
pada seseorang, yaitu motivasi, responsif, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Lima
ciri/karakteristik kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Motivasi (motives) adalah hal yang secara konsisten dipikirkan/diinginkan seseorang
sehingga dapat mendorong dan mengarahkan untuk bertindak meraih tujuannya, sebagai contoh :
keinginan untuk berprestasi, mempunyai kekuasaan, atau mempengaruhi orang lain.
9. 2) Responsif/tanggap (traits), adalah reaksi seketika atas situasi/informasi yang diterima,
umumnya untuk sesuatu yang tiba-tiba, misalnya seseorang mampu untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan kepadanya yang sebenarnya tidak dia persiapkan.
3) Konsep diri (self concept), adalah sikap (attitude) dan nilai (value) yang dimiliki seseorang
untuk mewujudkan cita-citanya seperti: percaya diri, pantang menyerah, rajin, displin, jujur.
4) Pengetahuan (knowledge), adalah ilmu/pengetahuan yang dimiliki seseorang sesuai dengan
bidangnya, yang diperoleh dari hasil belajar dan pengalaman.
5) Keterampilan (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan sesuatu, baik secara fisik
maupun secara psikis.
– Motivasi, responsif, dan citra adalah ciri/karakteristik yang tumbuh dari dalam seseorang,
bersifat natural sehingga sulit dilakukan pengukurannya, sementara pengetahuan dan
keterampilan adalah ciri/karakteristik yang dapat dipelajari, sehingga lebih mudah dilakukan
pengukurannya. Berdasarkan ciri/karakteristik ini, akan mengarahkan seseorang untuk
melakukan kegiatan/aktivitas yang akan menghasilkan kinerja, dan mengarah kepada
peningkatan kualitas/produktivitas perseorangan dan organisasi.
– Umumnya, tanda kelulusan/ijazah seseorang hanya sebatas membentuk pengetahuan dan
keterampilan, dan tidak selalu sampai membentuk perilaku, karena pengetahuan dan
keterampilan lebih merupakan persyaratan minimal atas suatu profesi di bidang tertentu.
Sementara itu, perilaku memegang peranan penting sebagai penentu kinerja superior dalam
bekerja. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, serta perilaku, adalah komponen yang
tidak bisa dipisahkan dalam membentuk kompetensi.
Uraian diatas, menunjukkan bahwa kompetensi akan sangat mempengaruhi kinerja seseorang.
Oleh karena itu, pada instansi pemerintah yang akan menerapkan kompetensi terhadap
pegawainya, diperlukan suatu komitmen dari pimpinan untuk menempatkan atau menugaskan
pegawainya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai.
Komitmen terhadap kompetensi berarti adanya kemauan/kesadaran (janji) bagi pimpinan dan
pegawai suatu instansi pemerintah untuk bersama-sama dan bertanggung jawab akan bertindak
(perilaku) guna mewujudkan visi, misi, dan tujuan instansinya, dengan melakukan tugas/jabatan
sesuai dengan peran dan fungsinya yang sebanding dengan pengetahuan, serta keahliannya.
Penerapan komitmen terhadap kompetensi dalam suatu instansi akan membentuk kepedulian
setiap orang untuk menghargai peran dan fungsinya, serta dapat tetap berinteraksi secara
berkelanjutan dalam upaya peningkatan kinerja.
Tujuan akhir dari penerapan sub unsur komitmen terhadap kompetensi sebagai salah satu sub
unsur dari unsur lingkungan pengendalian dalam SPIP adalah terimplementasikannya prinsip
penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat, yaitu the right man on the right place,
melalui identifikasi kegiatan, penetapan standar kompetensi setiap jabatan, prosedur pelaksanaan
pekerjaan, peningkatan kompetensi pegawai, serta pengangkatan pemimpin organisasi yang
kompeten.
10. Manfaat yang dapat diperoleh instansi pemerintah dalam penerapan sub unsur komitmen
terhadap kompetensi dalam unsur lingkungan pengendalian antara lain :
1. Adanya efisiensi dalam pemanfaatan pegawai;
2. Meningkatnya profesionalisme pegawai;
3. Terwujudnya lingkungan kerja yang sehat; dan
4. Mendukung upaya penjagaan mutu produk dan layanan instansi pemerintah.
c. Kepemimpinan yang kondusif;
Kepemimpinan yang Kondusif seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor :
PER-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur
Kepemimpinan Yang Kondusif, adalah sebagai berikut :
– Kepemimpinan meliputi semua perilaku yang mempengaruhi orang untuk ntuk mencapai
tujuan tertentu. Ada empat aspek dalam kepemimpinan, terdiri dari pemimpin, pengikut,
penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi, dan nilai yang dibangun.
– Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang mampu menggerakkan
anggota organisasi untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Efektivitas kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membuat perubahan.
– Kemampuan yang harus dimiliki oleh pemimpin yang efektif, adalah sebagai berikut :
1) Technical Skills
Terdiri dari profesi atau pengetahuan mengenai fungsi khusus dan keahlian untuk menggunakan
alat dan teknik suatu fungsi atau profesi.
2) Human skills
Mempunyai pemahaman terhadap perasaan, perilaku, dan sikap diri sendiri atau orang lain, dan
menggunakannya untuk berkomunikasi, serta bertindak secara cerdas.
3) Conceptual Skills
Kemampuan untuk melihat organisasi secara menyeluruh dan bagaimana berbagai pihak
bergantung satu sama lain dalam bertindak. Kemampuan ini digunakan untuk membuat
keputusan yang bijaksana.
Tujuan akhir (ultimate goal) dari penerapan sub unsur kepemimpinan yang kondusif sebagai
salah satu sub unsur dari unsur lingkungan pengendalian dalam SPIP adalah
terimplementasikannya pola kepemimpinan yang kondusif, melalui sikap pimpinan yang
mempertimbangkan risiko, menerapkan manajemen berbasis kinerja, mendukung seluruh fungsi,
melindungi sumber daya, berinteraksi intensif, serta bersikap positip dan responsif.
11. Penerapan sub unsur kepemimpinan yang kondusif dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1) Kepemimpinan dapat memberikan keteladanan (tone at the top) dalam berbagai hal,
termasuk penerapan aturan etika, ketaatan terhadap perundang-undangan, dan kegiatan
operasional sehari-hari.
2) Gaya kepemimpinan dapat membentuk pola, corak, jiwa, ataupun style organisasi secara
keseluruhan.
3) Kepemimpinan dapat menumbuhkan motivasi dan penegakan disiplin bagi seluruh jajaran
manajemen dan anggota organisasi.
4) Gaya kepemimpinan yang efektif dapat menjadi penggerak (generator) kinerja organisasi
secara keseluruhan, yang dibangun dari kinerja individu secara akumulatif.
5) Menjalin dan menumbuhkan suasana harmonis dan komunikatif dalam kehidupan
berorganisasi.
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
Pembentukan Struktur Organisasi yang sesuai dengan kebutuhan seperti dijelaskan dalam
Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan SPIP adalah sebagai berikut :
– Struktur organisasi dapat diartikan sebagai cara bagi organisasi untuk mengatur orang-
orang yang berada (bekerja) di dalamnya, termasuk jenis pekerjaannya, sehingga pekerjaan-
pekerjaan yang ada dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan organisasi dapat dicapai secara
efektif.
– Struktur organisasi dibentuk (baik itu sentralisasi maupun desentralisasi) selalu
didasarkan pada ukuran dan sifat dari kegiatan organisasi. Struktur hendaknya direncang cukup
fleksibel untuk mengadaptasi perubahan rencana operasi, kebijakan atau sasaran organisasi
– Penyusunan organisasi harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku
– Perancangan struktur organisasi hendaknya didasarkan pada ukuran dan sifat kegiatan,
kejelasan wewenang dan tanggung jawab, serta pertimbangan efisiensi sumber daya yang
tersedia.
– Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam struktur organisasi adalah :
1) Kesesuaian struktur organisasi dengan sifat operasionalnya
2) Kewenangan dan tanggung jawab yang penting telah didefinisikan dan dikomunikasikan ke
seluruh unit kerja instansi pemerintah
12. 3) Pola hubungan pelaporan internal telah disusun secara memadai dan jelas
4) Pimpinan secara periodik mengevaluasi struktur organisasi dan melakukan perubahan, jika
dibutuhkan dalam merespon perubahan kondisi
5) Instansi memiliki jumlah pegawai yang memadai, khususnya dalam posisi jajaran
pimpinan.
Tujuan akhir (ultimate goal) dari penyelenggaran sub unsur pembentukan organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan adalah terciptanya suatu struktur dan sistem pengorganisasian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, efektif dan efisien, terdapat kejelasan kewenangan, tanggung
jawab, hubungan dan jenjang pelaporan, fleksibel dan dinamis, serta personil organisasi yang
sesuai.
Manfaat penyelenggaraan sub unsur pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan adalah :
1) Lancarnya arus informasi sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan oleh
manajemen, serta meningkatkan efisiensi operasi organisasi.
2) Efektivitas dan efisiensi operasi sebagai hasil dari ketepatan tingkat
sentralisasi/desentralisasi yang ditetapkan.
3) Dapat menghindarkan terjadinya konflik antara anggota organisasi, sebagai hasil dari
kejelasan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab diantara anggota organisasi.
4) Tumbuhnya mekanisme saling uji (chek and recheck) yang efektif antar bagian dan antar
anggota organisasi
5) Tumbuhnya mekanisme learning and growth dalam kehidupan organisasi sehari-hari.
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat
Terkait dengan sub unsur ini, terdapat tiga istilah utama yang perlu dipahami, yaitu delegasi,
wewenang, dan tanggung jawab seperti dijelaskan dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-
1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP. Wewenang merupakan salah
satu bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan sah, sedangkan tanggung jawab adalah keharusan untuk
memproses sesuatu yang diemban sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Tanggung jawab tidak
hanya berkaitan dengan wewenang yang diterima, tetapi juga segala tugas yang diemban yang
diberikan tanpa wewenang sekalipun. Delegasi artinya menugaskan/menyerahkan/memberikan
dan terkadang diartikan mengalokasikan atau mendistribusikan.
Pendelegasian wewenang didefinisikan sebagai proses pengalokasian wewenang kepada orang
lain secara sah untuk melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan
organisasi.
13. Tujuan akhir dari penerapan sub unsur pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat
daam SPIP adalah diterapkannya sistem pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada
tiap tingkatan manajemen dan pegawai.
Manfaat yang dapat diperoleh organisasi dengan menerapkan sub unsur pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab yang tepat adalah :
1) Agar pekerjaan keorganisasian dapat berjalan dengan baik;
2) Memastikan tanggung jawab tugas setiap individu dalam suatu organisasi berfungsi secara
normal;
3) Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan lebih cepat, jika pelimpahan wewenang
berjalan efektif;
4) Mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam berbagai hal;
5) Menghindarkan terjadinya konflik dalam organisasi;
6) Terjadinya keseimbangan wewenang antar manajemen yang setingkat dan distribusi
wewenang antar manajemen vertikal.
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia
Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian konsep beserta pelaksanaannya secara nyata tentang
bagaimana mengatur potensi yang dimiliki oleh individu dalam organisasi, untuk dapat
digunakan secara maksimal mencapai tujuan organisasi.
Penyelenggaraan sub unsur Penyusunan dan penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan
Sumber Daya Manusia ditujukan bagi terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik
pembinaan SDM yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pembentukan pegawai, serta
terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan
memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi, serta memiliki integritas dan etika
yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai
tujuan organisasi, pada saat kini maupun pada masa yang akan datang.
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif
Perwujudan peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang efektif, merupakan
bagian dari penyelenggaraan SPIP yang dibangun oleh manajemen instansi pemerintah sebagai
unsur lingkungan pengendalian. Dari sudut pandang sistem pengendalian, APIP membantu
manajemen untuk melaksanakan pemantauan atas sistem pengendalian intern melalui penilaian
independen.
14. Tujuan peran APIP yang efektif adalah membantu manajemen di lingkungan instansi pemerintah
mencapai tujuan organisasi secara taat, hemat, efektif, dan efisien, dengan memberikan nilai
tambah dan meningkatkan operasi organisasi.
Manfaat yang dapat diperoleh organisasi dengan menerapkan sub unsur perwujudan peran aparat
pengawasan intern pemerintah yang efektif adalah :
1) Dapat memberikan jaminan kualitas (quality assurance) atas akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara kepada pimpinan pemerintahan pusat dan daerah.
2) Berfungsi sebagai pendorong (trigger) bagi instansi pemerintah dalam membangun dan
mengimplementasikan SPIP secara efektif dan efisien.
3) Memberikan klarifikasi penyeimbang (check and balance) terhadap hasil pemeriksaan
BPK, selaku pemeriksa ekstern pemerintah APIP diharapkan dapat berperan sebagai pendamping
(counterpart) sekaligus koordinator di lingkungan instansi pemerintah terkait, dalam
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK.
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait
Hubungan kerja yang baik dengan pemerintah terkait merupakan hubungan antar instansi dalam
rangka sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dan kegiatan instansi pemerintah.
Hubungan kerja yang baik tersebut diciptakan melalui koordinasi dan kerja sama yang
konstruktif dan berkesinambungan di antara instansi pemerintah. Koordinasi dan kerja sama
sesama instansi pemerintah dimulai sejak perencanaan pembangunan (musrenbang) sampai
dengan tahap pelaporan keuangan, yaitu dengan adanya rekonsiliasi realisasi anggaran antara
instansi pemerintah dengan KPPN Departemen Keuangan.
Tujuan akhir (ultimate goal) dari hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait,
yang merupakan salah satu sub unsur dari unsur lingkungan pengendalian dalam SPIP adalah:
terciptanya hubungan kerja yang baik dengan lingkungan di luar organisasi, termasuk instansi
pemerintah lainnya sehingga tercipta kondisi yang saling mendukung, adanya mekanisme saling
uji, dan saling berkoordinasi antar instansi pemerintah.
Manfaat yang dapat diperoleh organisasi dengan menerapkan sub unsur hubungan kerja yang
baik adalah :
1) Terpeliharanya keselarasan aktivitas seluruh organisasi pemerintah.
2) Meningkatkan fungsi koordinasi dan menghindarkan terjadinya konflik antar organisasi
pemerintah.
3) Tersedianya data akuntabilitas setiap instansi pemerintah (pusat dan daerah) yang valid,
akurat, dan tepat waktu sehingga dapat mendukung penyusunan laporan keuangan instansi
pemerintah berbasis President’s Accountability Systems (PASs).
15. 4) Dengan adanya mekanisme saling uji, maka akan diperoleh data yang lebih akurat yang
terkait dengan data pada dua atau lebih instansi yang berbeda.
2. Penilaian Risiko
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko terdiri atas:
1) Identifikasi risiko; dan
2) analisis risiko.
Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:
1) Tujuan Instansi Pemerintah; dan
2) Tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai,
realistis, dan terikat waktu. Tujuan Instansi Pemerintah wajib dikomunikasikan kepada seluruh
pegawai. Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah
menetapkan:
1) Strategi operasional yang konsisten; dan
2) Strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.
Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan sebagai berikut:
1) Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;
2) Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;
3) Relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;
4) Mengandung unsur kriteria pengukuran;
5) Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan
6) Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.
Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan:
1) Menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada
tingkatan kegiatan secara komprehensif;
16. 2) Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan
faktor internal; dan
3) Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi
terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan
ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1) Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;
2) Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
3) Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah;
4) Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
5) Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis;
dan
6) Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut
masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Kegiatan pengendalian terdiri atas:
1) Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
2) Pembinaan sumber daya manusia;
3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4) Pengendalian fisik atas aset;
5) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6) Pemisahan fungsi;
7) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
17. 8) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9) Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10) Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
11) Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian
penting.
Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan
tolok ukur kinerja yang ditetapkan.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia.
Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia, pimpinan Instansi Pemerintah harus
sekurang-kurangnya:
1) Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada pegawai;
2) Membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung
pencapaian visi dan misi; dan
3) Membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan pelatihan pegawai,
sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai,
sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir.
Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi
dan kelengkapan informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi meliputi:
1) Pengendalian umum; dan
2) Pengendalian aplikasi.
Pengendalian umum terdiri atas:
1) Pengamanan sistem informasi;
2) Pengendalian atas akses;
3) Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi;
4) Pengendalian atas perangkat lunak sistem;
5) Pemisahan tugas; dan
6) Kontinuitas pelayanan.
18. Pengamanan sistem informasi sekurang-kurangnya mencakup :
1) Pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif;
2) Pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta
kebijakan dan prosedur yang mendukungnya;
3) Penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan;
4) Penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas;
5) Implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program
pengamanan; dan
6) Pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program
pengamanan jika diperlukan.
Pengendalian atas akses sekurang-kurangnya mencakup:
1) Klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya;
2) Identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal;
3) Pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang
tidak diotorisasi; dan
4) Pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan
perbaikan dan penegakan disiplin.
Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi sekurang-kurangnya
mencakup:
1) Otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program;
2) Pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang
dimutakhirkan; dan
3) Penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan
perangkat lunak.
Pengendalian atas perangkat lunak sistem sekurang-kurangnya mencakup:
1) Pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan
dokumentasi atas otorisasi akses;
2) Pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem; dan
19. 3) Pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem.
Pemisahan tugas sekurang-kurangnya mencakup:
1) Identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk
memisahkan tugas tersebut;
2) Penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas; dan
3) Pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu.
Kontinuitas pelayanan sekurang-kurangnya mencakup:
1) Penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas
kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif;
2) Langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi
komputer;
3) Pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian
tidak terduga; dan
4) Pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan
melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Pengendalian aplikasi terdiri atas:
1) Pengendalian otorisasi;
2) Pengendalian kelengkapan;
3) Pengendalian akurasi; dan
4) Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.
Pengendalian otorisasi sekurang-kurangnya mencakup:
1) Pengendalian terhadap dokumen sumber;
2) Pengesahan atas dokumen sumber;
3) Pembatasan akses ke terminal entri data; dan
4) Penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa seluruh data yang
diproses telah diotorisasi.
20. Pengendalian kelengkapan sekurang-kurangnya mencakup:
1) Pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke dalam komputer;
dan
2) Pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data.
Pengendalian akurasi sekurang-kurangnya mencakup:
1) Penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;
2) Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;
3) Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan segera; dan
4) Reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan validitas data.
Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sekurang-kurangnya mencakup :
1) Penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini
digunakan selama pemrosesan;
2) Penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file
komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan;
3) Penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels
sebelum pemrosesan; dan
4) Penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melaksanakan pengendalian fisik atas aset.
Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset, pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai :
1) Rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik; dan
2) Rencana pemulihan setelah bencana.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan mereviu indikator dan ukuran kinerja.
Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran kinerja, pimpinan Instansi
Pemerintah harus:
1) Menetapkan ukuran dan indikator kinerja;
21. 2) Mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan
indikator kinerja;
3) Mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja; dan
4) Membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan
dan selisihnya dianalisis lebih lanjut.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemisahan fungsi. Dalam melaksanakan
pemisahan fungsi, pimpinan Instansi Pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama
transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang
penting. Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian, pimpinan Instansi Pemerintah
wajib menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh
pegawai. Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu
atas transaksi dan kejadian. Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu, pimpinan
Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan:
1) Transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera; dan
2) Klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh siklus transaksi atau
kejadian.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib membatasi akses atas sumber daya dan pencatatannya dan
menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya. Dalam melaksanakan
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, pimpinan Instansi Pemerintah wajib
memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan
tersebut secara berkala.
Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya, pimpinan Instansi
Pemerintah wajib menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber
daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem
Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.
Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik pimpinan Instansi Pemerintah
wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang
mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan
informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan
secara efektif.
22. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan Instansi Pemerintah harus
sekurang-kurangnya:
1) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan
2) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
5. Pemantauan Pengendalian Intern
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern.
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan,
evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,
pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas
Sistem Pengendalian Intern. Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah atau pihak eksternal pemerintah. Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan
menggunakan daftar uji pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008.
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan
dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya
yang ditetapkan.