2. 1. EKSTERNALITAS
Eksternalitas adalah Adalah kerugian atau keuntungan-keuntungan yang diderita atau
dinikmati pelaku ekonomi karena tindakan pelaku ekonomi lain. Eksternalitas timbul ketika
beberapa kegiatan dari produsen dan konsumen memiliki pengaruh yang tidak diharapkan (tidak
langsung) terhadap produsen dan atau konsumen lain. Eksternalitas bisa positif atau negative.
Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok
memberikan manfaat pada individu atau kelompok lainnya (Sankar, 2008). Perbaikan
pengetahuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi, kesehatan, kimia, fisika memberikan
eksternalitas positif bagi masyarakat. Eksternalitas positif terjadi ketika penemuan para ilmuwan
tersebut tidak hanya memberikan manfaat pada mereka, tapi juga terhadap ilmu pengetahuan dan
lingkungan secara keseluruhan. Adapun eksternalitas negatif terjadi saat kegiatan oleh individu
atau kelompok menghasilkan dampak yang membahayakan bagi orang lain. Polusi adalah contoh
eskternalitas negatif. Terjadinya proses pabrikan di sebuah lokasi akan memberikan eksternalitas
negatif pada saat perusahaan tersebut membuang limbahnya ke sungai yang berada di sekitar
perusahaan. Penduduk sekitar sungai akan menanggung biaya eksternal dari kegiatan ekonomi
tersebut berupa masalah kesehatan dan berkurangnya ketersediaan air bersih. Polusi air tidak saja
ditimbulkan oleh pembuangan limbah pabrik, tapi juga bisa berasal dari penggunaan pestisida,
dan pupuk dalam proses produksi pertanian.
Eksternalitas lingkungan sendiri didefinisikan sebagai manfaat dan biaya yang
ditunjukkan oleh perubahan lingkungan secara fisik hayati (Owen, 2004). Polusi air yang
telah dijelaskan di atas termasuk ke dalam eksternalitas lingkungan, dimana polusi tersebut
telah merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang ada di sekitar perusahaan
tersebut. Selain polusi air perubahan lingkungan lain dapat dilihat dari definisi lingkungan
dalam The Environment (Protection) Act, 1986 sebagai berikut.
3. The Environment (Protection) Act, 1986 defines environment to include ‘water, air
and land and the interrelationship which exists among and between water, air and land, and
human beings, other living creatures, plants, microorganisms and property’. (Sankar, 2008)
Adapun polusi atau pencemaran itu sendiri berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997
Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 12, adalah sebagai berikut.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
Berdasarkan pengertian lingkungan di atas, selain air, udara, dan juga tanah, serta
hubungan timbal balik di antara air, udara, dan tanah dapat berpotensi mengalami
eksternalitas lingkungan. Adanya asap dan konsentrasi bahan-bahan beracun serta global
warming merupakan contoh dari polusi udara. Adapun sampah tidak berbahaya dan limbah
beracun merupakan contoh dari polusi tanah. Polusi limbah beracun jelas berbahaya dan
merupakan masalah serius, sedangkan sampah rumah tangga merupakan masalah polusi juga,
apalagi jika sampah tersebut dibuang ke sungai atau ke tempat yang tidak semestinya. Emisi
gas rumah kaca menyebabkan global warming, yang dihasilkan dari emisi karbon dioksida,
methane, nitrus oxida, dan gas lainnya.
Adanya eksternalitas menyebabkan terjadinya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial
dengan manfaat (biaya) individu. Timbulnya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan
manfaat (biaya) individu sebagai hasil dari alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Pihak yang
menyebabkan eksternalitas tidak memiliki dorongan untuk menanggung dampak dari kegiatannya
terhadap pihak lain. Dalam perekonomian yang berdasarkan pasar persaingan sempurna, output
individu optimal terjadi saat biaya individu marginal sama dengan harganya. Eksternalitas positif
terjadi saat manfaat social marginal lebih besar dari biaya individu marginal (harga), oleh karena
itu output individu optimal lebih kecil dari output sosial optimal. Adapun eksternalitas negatif
4. terjadi, saat biaya sosial marginal lebih besar dari biaya individu marginal, oleh karena itu tingkat
output individu optimal lebih besar dari output sosial optimal. (Sankar, 2008)
2. EKSTERNLITAS PERIKANAN
Sungai memiliki arti penting bagi kehidupan manusia dan beragam spesies ikan dan
tumbuhan. Bagi manusia, sungai berpotensi menjadi sumber mata pencaharian. Sebahagian
penduduk menggunakan sungai untuk mencari ikan dan budi daya ikan keramba. Sungai
yang bersih juga menopang kehidupan beragam spesies ikan dan tumbuhan. Keadaan spesies
ini menjadi penopang sumber mata pencaharian penduduk. Sayangnya, banyak sekali sungai
yang tercemar oleh limbah cair dan padat yang bersumber dari kegiatan produksi pabrik dan
rumahtangga. Karena itu, sungai tidak hanya memiliki jasa ekonomi bagi manusia, lebih dari
itu sungai memiliki nilai jasa lingkungan yang besar. Ilustrasinya tidak begitu rumit. Ketika
sungai sudah tercemar oleh limbah cair dan padat, maka kegiatan ekonomi bisa sirna, karena
spesies ikan dan tumbuhan tidak lagi mampu untuk hidup. Untuk menjaga nilai ekonomi
dan jasa lingkungan sungai diperlukan pengendalian oleh pemerintah. Bagaimanapun, sungai
merupakan barang publik. Tidak ada seorangpun yang memiliki hak pemanfaatan khusus
terhadap sungai. Keberadaan 2 barang publik merupakan salah satu alasan mendasar
terbukanya intervensi pemerintah
terhadap kegiatan ekonomi. Karena itu, eksternalitas
negatif dari pemanfaatan sungai pasti terjadi. Menurut Fauzi (2005), untuk meredam
eksternalitas negatif, tidak terkecuali dalam pemanfaatan sungai, terdapat tiga alternatif
kebijakan yang dapat digunakan :
internalisasi, perpajakan dan memfungsikan pasar
(functioning the market, FtM). Ia membuat model ekonomi dasar untuk memberikan ilustrasi
dampak tiga alternatif kebijakan tersebut. Menurunnya kualitas air sungai yang bersumber
dari kegiatan produksi dan rumahtangga merupakan eksternalitas negatif bagi pembudidaya
ikan di sungai yang sama. Limbah padat dan cair buangan pabrik mengandung bahan kimia
beracun. Spesies ikan dan tumbuhan di sungai bisa menurun kapasitasnya untuk tumbuh.
Ekstrimnya spesies tersebut bisa mati. Keadaan ini tentu saja merugikan bagi pembudidaya
ikan. Dalam hal ini, pembudidaya ikan menerima dampak negatif dari kegiatan produksi
pabrik
dan rumahtangga tersebut. Bila kegiatan produksi dan rumahtangga tersebut
dibiarkan,
maka dikhawatirkan akan menghapus kegiatan budidaya ikan. Karena itu
diperlukan alternatif kebijakan ekonomi yang cukup spesifik. Masalah eksternalitas negatif
ini bisa dijelaskan dari disiplin ilmu ekonomi. Karena itu, penulis coba mengemukakan
5. gagasan tersebut melalui essay ini. Essay ini terdiri dari empat bagian : pendahuluan, model
dasar eksternalitas negatif, contoh aplikasi model dasar tersebut, serta simpulan dan saran.
Model dasar eksternalitas negatif yang disajikan pada bagian dua diadaptasi dari Fauzi
(2005). Kemudian, pada bagian ketiga, penulis coba merelaksasi beberapa asumsi dalam
model dasar tersebut dengan contoh kasus hubungan ekonomi pabrik dan pembudidaya ikan
yang menjadi fokus essay ini. Langkah analitis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
yang cukup spesifik mengenai fenomena eksternalitas negatif yang sedang dikaji. Melalui
pengembangan model dasar tersebut, penulis dapat mengungkapkan spesifikasi kebijakan
ekonomi untuk
3. EKSTERNILITAS PERIKANAN TANGKAP
Secara umum usaha penangkapan ikan sangar berbeda dengan usaha manufaktur dan
budidaya Eksternalitas Tangkap didefinisikan sebagai setiap efek eksternal yang disebabkan
oleh aktifitas perikanan tangkap secara invidu tetapi tidak termasuk dalam sistem akuntansi
mereka. Perikanan eksternalitas umumnya negatif dan terjadi ketika nelayan secara bebas
bisa masuk dan menangkap sumber daya dan di mana perjanjian sukarela kerjasama tidak
ada, dalam kasus ini, pengguna sumberdaya tidak mempertimbangkan efek eksternal
memaksakan pada orang lain. Penangkapan ikan yang menggunakan peralatan dan bahanbahan berbahaya menyebabkan masalah bagi ekosistem perairan terlebih bagi masyarakat
yang menggunakan air perairan tersebut. Hal tersebut merugikan bagi kesehatan masyarakat
dan keseimbangan ekosistem perairan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi eksternalitas negatif yang dilakukan nelayan dalam penangkapan ikan adalah
dengan peraturan-peraturan serta larangan yang dirumuskan pemerintah serta penyuluhan
bagi para nelayan.
Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang unik yaitu open acces sehingga dalam
pemanfaatannya mengalami overfishing. Sumberdaya laut tersebut meliputi berbagai jenis
ikan, udang, kerang-kerangan, moluska, rumput laut dan sebagainya. Untuk memanfaatkan
potensi sumberdaya tersebut dilakukan eksploitasi dengan
daerah tertentu tingkat eksploitasinya telah melebihi dari
(overfishing). Oleh karena itu diperlukan suatu usaha
sumberdaya ikan.
bahwa
penangkapan. Untuk daerahsumberdaya yang tersedia
pengelolaan terhadap eksploitasi
Dalam Undang-undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004, dijelaskan
pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua
upaya yang dilakukan bertujuan
mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus
menerus.
Menurut Gulland (1982), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi :
1. Tujuan yang bersifat fisik-biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam level
maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY).
6. 2. Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu
tercapainya keuntungan maksimum dari
pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari perikanan.
3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal, misalnya
maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik kepentingan diantara
nelayan dan anggota masyarakat lainnya.
Dwiponggo (1983) dalam Pranggono (2003) mengatakan, tujuan pengelolaan sumberdaya
perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain :
1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem penunjang
bagi kehidupan sumberdaya ikan.
2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berkelanjutan
3. Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nutfah) yang mempengaruhi ciri-ciri, sifat dan
bentuk kehidupan
4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industi yang
mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab.
Badrudin (1986) dalam Lembaga Penelitian UNDIP (2000) menyatakan bahwa
prinsip
pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Pengendalian jumlah upaya penangkapan : tujuannya adalah mengatur jumlah alat tangkap
sampai pada jumlah tertenu
2. Pengendalian alat tangkap : tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya
ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu.
Berdasarkan prinsip tersebut maka Purnomo (2002), menyatakan bahwa
pengelolaan
sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut :
1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan proses
perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi
2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan
daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat
terjamin
3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara langsung maupun
tidak langsung.