Rapat Konsolidasi Perumusan Hasil Pendampingan Terpadu 12 Provinsi Prioritas membahas berbagai tantangan dalam penerapan konvergensi antara lain keterbatasan komitmen dan regulasi, perencanaan yang belum fokus, penganggaran dan koordinasi yang belum optimal, serta kapasitas SDM yang perlu ditingkatkan guna meningkatkan penanganan stunting di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota."
Program ini bertujuan untuk memperkuat Sistem Informasi Desa (SID) dan Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR) di Kabupaten Kebumen untuk mendukung replikasi di kabupaten lain di Jawa Tengah melalui empat aktivitas utama yaitu (1) meningkatkan kualitas SID, (2) meningkatkan kapasitas SADAR, (3) mengintegrasikan SID ke sistem informasi Kabupaten, dan (4) mengimplementasikan program.
Dokumen tersebut membahas upaya peningkatan kompetensi penyuluh keluarga berencana (PKB) di Jawa Timur pada tahun 2018 melalui ujian sertifikasi untuk menilai kemampuan PKB sesuai standar. Hasilnya menunjukkan sebagian besar PKB memiliki kompetensi di atas atau sesuai standar.
Program ini bertujuan untuk memperkuat Sistem Informasi Desa (SID) dan Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR) di Kabupaten Kebumen untuk mendukung replikasi di kabupaten lain di Jawa Tengah melalui empat aktivitas utama yaitu (1) meningkatkan kualitas SID, (2) meningkatkan kapasitas SADAR, (3) mengintegrasikan SID ke sistem informasi Kabupaten, dan (4) mengimplementasikan program.
Dokumen tersebut membahas upaya peningkatan kompetensi penyuluh keluarga berencana (PKB) di Jawa Timur pada tahun 2018 melalui ujian sertifikasi untuk menilai kemampuan PKB sesuai standar. Hasilnya menunjukkan sebagian besar PKB memiliki kompetensi di atas atau sesuai standar.
Materi Seminar Potret Politik dan Pembangunan Desa di Jawa Timur 22 Juni 2023...NovySetiaYunas
Dokumen tersebut membahas tentang potret politik dan pembangunan desa di Jawa Timur. Ada beberapa poin penting yang diangkat yaitu:
1. Jumlah desa dan penduduk di Jawa Timur.
2. Tantangan pembangunan desa saat ini seperti pengelolaan potensi desa, tata kelola di desa, dan dinamika politik di level pedesaan.
3. Beberapa contoh best practice di Jawa Timur dalam mengelola potensi desa, tata
Dokumen tersebut membahas tantangan dan strategi dalam program pengendalian penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain kurangnya pemahaman mengenai indikator program, rotasi SDM yang sering, dan belum optimalnya sistem pencatatan dan pelaporan. Untuk mengatasinya, strategi yang disebutkan meliputi sosialisasi pedoman baru, advokasi ke pemerintah daerah, dan pengembangan sistem informasi pelaporan PTM.
Laporan executive Monev Di Desa Bangun MandarMuh Saleh
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Program NSDEP dan PMT Balita dilaksanakan di Desa Bunga-Bunga dan Kelurahan Lontara Kabupaten Polewali Mandar untuk meningkatkan gizi anak-anak. Ada beberapa tantangan seperti keterlambatan anggaran dan kurangnya dukungan pemerintah setempat. Rekomendasi untuk meningkatkan anggaran dan kerja sama lintas sektor.
MATERI PM DATA PEMANTAUAN & EVALUASI 03 MARET 2023 (SATGAS).pptxEkaFitriyawati1
Dokumen tersebut membahas upaya percepatan penurunan stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara melalui beberapa inisiatif seperti: (1) optimalisasi kerja tim koordinasi penanggulangan kemiskinan, (2) penyusunan rencana aksi daerah percepatan penurunan stunting, dan (3) koordinasi lintas sektor untuk penanganan intervensi spesifik dan sensitif terkait stunting. Dokumen ini juga menyoroti permasalahan yang dihadapi dan
Dokumen tersebut membahas upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, yang mencakup pelatihan, pendampingan, modal, sarana prasarana, dan teknologi. Dokumen ini juga meninjau perkembangan indikator tingkat hidup dan pola pikir masyarakat di beberapa desa dalam program Desa Mandiri Pangan.
laporan lokakarya mini bagian gizi puskesmas purnama pontianak. laporan ini menjelaskan tentang kegiatan dan standar minimum gizi yang telah dicapai pada bulan agustus di puskesmas purnama
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...Muhammad Pratama
Model penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD diusulkan untuk meningkatkan pelayanan KB di tingkat desa di Bengkulu. Model ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian PPKBD dan Sub PPKBD dalam memberikan pelayanan KB seperti konseling, pencatatan, dan menyediakan alat kontrasepsi. Model ini diharapkan dapat memperbaiki pelayanan KB dan menjaga keberlangsungan partisipasi masyarakat dalam program
Materi Seminar Potret Politik dan Pembangunan Desa di Jawa Timur 22 Juni 2023...NovySetiaYunas
Dokumen tersebut membahas tentang potret politik dan pembangunan desa di Jawa Timur. Ada beberapa poin penting yang diangkat yaitu:
1. Jumlah desa dan penduduk di Jawa Timur.
2. Tantangan pembangunan desa saat ini seperti pengelolaan potensi desa, tata kelola di desa, dan dinamika politik di level pedesaan.
3. Beberapa contoh best practice di Jawa Timur dalam mengelola potensi desa, tata
Dokumen tersebut membahas tantangan dan strategi dalam program pengendalian penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain kurangnya pemahaman mengenai indikator program, rotasi SDM yang sering, dan belum optimalnya sistem pencatatan dan pelaporan. Untuk mengatasinya, strategi yang disebutkan meliputi sosialisasi pedoman baru, advokasi ke pemerintah daerah, dan pengembangan sistem informasi pelaporan PTM.
Laporan executive Monev Di Desa Bangun MandarMuh Saleh
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Program NSDEP dan PMT Balita dilaksanakan di Desa Bunga-Bunga dan Kelurahan Lontara Kabupaten Polewali Mandar untuk meningkatkan gizi anak-anak. Ada beberapa tantangan seperti keterlambatan anggaran dan kurangnya dukungan pemerintah setempat. Rekomendasi untuk meningkatkan anggaran dan kerja sama lintas sektor.
MATERI PM DATA PEMANTAUAN & EVALUASI 03 MARET 2023 (SATGAS).pptxEkaFitriyawati1
Dokumen tersebut membahas upaya percepatan penurunan stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara melalui beberapa inisiatif seperti: (1) optimalisasi kerja tim koordinasi penanggulangan kemiskinan, (2) penyusunan rencana aksi daerah percepatan penurunan stunting, dan (3) koordinasi lintas sektor untuk penanganan intervensi spesifik dan sensitif terkait stunting. Dokumen ini juga menyoroti permasalahan yang dihadapi dan
Dokumen tersebut membahas upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, yang mencakup pelatihan, pendampingan, modal, sarana prasarana, dan teknologi. Dokumen ini juga meninjau perkembangan indikator tingkat hidup dan pola pikir masyarakat di beberapa desa dalam program Desa Mandiri Pangan.
laporan lokakarya mini bagian gizi puskesmas purnama pontianak. laporan ini menjelaskan tentang kegiatan dan standar minimum gizi yang telah dicapai pada bulan agustus di puskesmas purnama
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...Muhammad Pratama
Model penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD diusulkan untuk meningkatkan pelayanan KB di tingkat desa di Bengkulu. Model ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian PPKBD dan Sub PPKBD dalam memberikan pelayanan KB seperti konseling, pencatatan, dan menyediakan alat kontrasepsi. Model ini diharapkan dapat memperbaiki pelayanan KB dan menjaga keberlangsungan partisipasi masyarakat dalam program
Similar to 2. Rapat Konsolidasi Hasil PT, 2122022.ppt (20)
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...Muhammad Nur Hadi
Jurnal "Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ayat 26 dan 32 dan Surah Al-Hujurat Ayat 13), Ditulis oleh Muhammmad Nur Hadi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadist di UIN SUSKA RIAU.
2. Tujuan dan Output Rapat Konsolidasi
Tujuan:
• Memetakan isu/kendala/permasalahan strategis nasional, provinsi dan kabupaten/kota
di 12 provinsi prioritas (umum dan spesifik)
• Menyusun rekomendasi strategis untuk nasional, provinsi dan kabupaten/kota di 12
provinsi prioritas
Output:
• Peta isu dan rekomendasi strategis disepakati Bersama untuk disampaikan kepada
Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota
Rekomendasi dalam bentuk:
• Policy paper
• Policy brief
4. Tata Kelola: Komitmen dan Regulasi
Komitmen:
• Pemahaman Konvergensi di berbagai tingkatan kurang dan Aksi belum meluas
• Kurangnya komitmen lintas sektor (OPD, keterlibatan non pemerintah masih kurang)
• Komitmen anggaran belum tercermin dalam dokumen renda (APBD, Dana Desa dan peran mitra)
• Komitmen kepala desa belum terlihat
Regulasi:
• Regulasi yang belum ada: regulasi yang mengikat pelaksanaan konvergensi
• Regulasi terkait Perkotaan dan Kelurahan belum ada
• Beberapa regulasi daerah perlu diupdate sesuai Perpres 72/2021 dan RAN PASTI, memasukkan lampiran
A dan B dalam regulasi dengan mempertimbangkan tanggung jawab daerah
• RPJMD dan Renstra belum semua memprioritaskan stunting
• Aturan/regulasi yang ada baik dari pusat, provinsi, kabupaten sampai desa perlu disosialisasikan
• Regulasi yang dibuat seperti Perbup belum dijalankan secara optimal
• Ada daerah yang belum memiliki aturan pembagian kewenangan antara kabupaten/kota dengan desa
• Belum ada peraturan Bupati untuk menjelaskan Permendes prioritas: penggunaan dana desa
5. Tata Kelola: Perencanaan
• Perencanaan belum fokus di daerah lokus dan rembuk stunting belum terlaksanakan di
desa/kelurahan dan kecamatan
• Ketidaksinkronan waktu antara pelaksanaan 8 aksi konvergensi dengan siklus perencanaan
regular karena beberapa alasan
• Pelaksanaan belum optimal untuk pemetaan program, kegiatan, sub kegiatan, belum menjadi
prioritas
• Kurangnya pemetaan program dan kegiatan terkait stunting di lintas sektor
• Belum sesuai harapan: APBN BOK tidak sesuai prioritas di daerah, kegiatan tidak disupport BOK,
masih kurang program terkait stunting
• Perencanaan berbasis data masih lemah
• Ketidakdisplinan daerah melaksanakan perencanaan
• Daerah sangat tergantung terhadap DAK komitmen Pemda utk penganggaran dan
perencanaan utk keberlanjutan meningkatkan kesejahteraan anak di daerah tersebut
• Kualitas rembuk stunting hanya formalitas, masih kurang pemahaman tentang apa yang
dilakukan
6. Tata Kelola: Penganggaran
• Dana untuk stunting di kelurahan belum jelas
• sehingga perlu payung hukum turunan Permendagri 130 dan Peraturan
Walikota tentang penganggaran kelurahan, bantuan stunting kelurahan
• Belum ada ketentuan/peraturan yang menetapkan besaran prosentasi dana
desa untuk stunting dan belum jelas anggaran stunting untuk kelurahan
• Dana desa belum dianggarkan untuk operasional TPPS Desa
• Belum dianggarkan pelaksanaan rembuk stunting tingkat desa
• Belum ada kejelasan penggunaan dana untuk operasional TPPS
kabupaten/kota, kecamatan dan Desa
• Belum optimalnya pemanfaatan pola sumber dana non APBD dan APBN
• Belum ada penetapan besaran penganggaran stunting di tingkat desa
• Belum semua Kepala Desa memahami peruntukan dana desa untuk
penanganan stunting
• Keterbatasan anggaran dan prioritas daerah (ada dalam KPPS tapi tidak ada
dalam APBD)
7. Tata Kelola: Koordinasi dan Data
Koordinasi
• Koordinasi belum rutin dan diperlukan koordinasi tematik dan perencanaan serta penunjukkan coordinator/PJ
• Keterlibatan OPD kurang dalam koordinasi
• Kurangnya koordinasi antar satgas, OPD
• Koordinasi lintas sektor secara horizontal (antar OPD, perguruan tinggi, mitra) dan vertical (pusat, daerah) belum
optimal
• Desa/kelurahan: kurangnya koordinasi perencanaan antara TPK dgn KPM dan sinkronisasi antara TPK dengan Kader PKH
• Kecamatan: ada Camat yang belum mengordinir desa dan sektor yang diperlukan seperti tokoh masyarakat/agama
• Kurangnya koordinasi antar OPD terkait perencanaan dan data
• Belum melibatkan PT dan mitra (dunia usaha, ormas/organisasi keagamaan, masyarakat madani, CSO, media
massa) di daerah
Data
• Data masih tersebar di berbagai sektor dan belum ada mekanisme akses dan pemanfaatan data bersama
• Ketersediaan data untuk beberapa indicator belum ada misalnya edukasi gizi dan indicator baru, DO indicator
lama berubah (terima vs konsumsi)
• Kurangnya pemahaman meta data (DO, dll)
• Kebingungan terkait penggunaan data (SSGI vs epgbm)
• Kualitas indikator dan data stunting belum akurat
• Kesulitan jaringan sulit di daerah kepulauan, pedesaan, pegunungan
• Ada beberapa indicator yang pengampunya beberapa OPD, perlu ditetapkan PJ Data
8. Tata Kelola: SDM (TPPS, TPK dan KPM)
• TPPS belum paham peran, tanggung jawab dan tugas
• Belum optimalnya kemampuan petugas Tim Pendamping Keluarga
(TPK) terkait pendampingan keluarga berisiko dan masih banyak
yang belum mendampingi keluarga
• Turn over (pergantian) TPK, KPM seiring dengan pergantian kepala
desa
• Belum semua desa ada bidan desa dan kurangnya kemampuan
sebagian bidan desa
• Kurangnya kapasitas KPM untuk pemantauan pertumbuhan balita
dan penggunaan e-HDW
• Overload Satgas (ada yang mendampingi 2-3 kabupaten)
• Perlu peningkatan kapasitas secara berkelanjutan
(bintek/pendampingan) TPK, KPM, Satgas
• Kurangnya tenaga gizi di Puskesmas, bagaimana PPPK untuk
mencukupi kebutuhan tenaga?
9. Tata Kelola: Monev
• Monev belum dilakukan secara terpadu oleh tiap tingkatan pemerintahan
• Belum adanya pedoman penyusunan monev pelaksanaan konvergensi
• Pembagian peran dan tugas dalam pelaksanaan monev TPPS tingkat
kabupaten belum optimal.
• Kurangnya sosialisasi dan monitoring yang dilaksanakan langsung di
lapangan sehingga dalam evaluasi menjadi tidak optimal
• Evaluasi Penanganan belum dilakukan kepada keluarga beresiko sasaran
remaja dan calon pengantin
• Kurangnya kapasitas SDM melakukan monev
• Kurangnya sistem pemantauan untuk indikator baru: konsumsi TTD,
kehamilan YTD
• Ada bidang knowledge management yang dimonev apakah semua?
Belum ada panduan dan template, pembagian monev diantara KL
10. Intervensi Spesifik: TTD Rematri dan TTD Bumil
Konsumsi TTD Rematri
• Kurangnya dukungan satuan Pendidikan dalam upaya konsumsi TTD rematri
• Supply (logistic/TTD) belum terdistribusi merata (Koordinasi Puskesmas dengan
sekolah perlu diperkuat)
• Pembagian tugas untuk pemberian TTD rematri antara sekolah dan Puskesmas perlu
diperjelas: yang bagi, jika ada efek samping, hari minum belum ditentukan
• Pemantauan konsumsi TTD dan pelaporannya belum berjalan dengan baik
• Kepatuhan konsumsi yang masih kurang karena kurang edukasi tentang cara minum
untuk meminimalisir efek sampingnya dan mitos
• Penjangkauan remaja putri tidak sekolah belum ditentukan programnya
Konsumsi TTD Bumil
• Stok TTD terbatas/kelemahan di perencanaan stok TTD di Puskesmas
• Distribusi TTD masih terbatas di Posyandu
• Edukasi dan upaya mengubah perilaku masih kurang (mitos membuat bayi besar,
11. Intervensi Spesifik: ASI Eksklusif
• Belum semua daerah mempunyai kebijakan yang mendukung ASI
Ekslusif serta edukasi secara berkesinambungan kepada
masyarakat
• Masih kurangnya dukungan keluarga, nakes, tempat kerja terhadap
pemberian ASI Eksklusif
• Pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI (susu formula)
• Keterbatasan jumlah dan kualitas konselor menyusui
• Faktor budaya: keyakinan, mitos, dan kebiasaan di masyarakat:
1. Kebiasaan/budaya memberikan MP-ASI dini kurang dari 6 bulan
2. Mitos bayi menangis karena ingin makan
3. Mitos ASI yang pertama kali harus dibuang
4. Budaya ibu muda yang malas mengonsumsi sayur sehingga
produksi ASI kurang (salah pemahaman: ASI banyak jika sering
disusukan, sayur untuk Kesehatan ibu)
12. Intervensi Spesifik: MP ASI
• Kurang dan belum optimalnya edukasi orang tua dan keluarga baduta
• Kapasitas kader dan nakes tentang MP-ASI masih kurang
• Akses ke makan bergizi kurang (pemanfaatan pekarangan dan pendapatan
kurang)
• Mekanisme pemantauan rutin tidak ada
• Partisipasi masyarakat kurang untuk MP ASI yang difasilitasi
• Kecukupan gizi dalam pembuatan MP ASI perlu direview
• Konselor PMBA masih terbatas
• Praktik MP ASI: kurang protein hewani, tidak tepat & terlambat, makanan
instan karena malas buat
• Faktor budaya: mitos dan kebiasaan di masyarakat:
1. Mitos: konsumsi ikan dapat menyebabkan kecacingan
2. Budaya di kampung -> sebelum 1 tahun tidak boleh diberikan protein
hewani
3. Perlu pendekatan budaya dengan menggunakan bahasa lokal
13. Intervensi Spesifik: IDL dan Pemantauan Pertumbuhan
Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)
• Penolakan karena isu kehalalan vaksin, ketakutan KIPI, kurang pemahaman tentang IDL
• Kurangnya logistik vaksin
• Dukungan lintas sektor kurang untuk edukasi dan penggerakan
• Kekurangan tenaga Kesehatan karena focus Covid sehingga imunisasi rutin
• Underreporting dengan pelaksanaan di klinik swasta/dokter praktik mandiri
Pemantauan Pertumbuhan
• Pelayanan di Posyandu membosankan, perlu inovasi dalam pelayanan di Posyandu
sehingga variatif tidak membosankan
• Kesadaran datang ke Posyandu rendah karena ada ketakutan sesuatu terjadi terhadap anak
• Cakupan data entri Posyandu ke eppgbm belum optimal: keterbatasan jaringan dan SDM
• Kurangnya penggerakan ke Posyandu dari lintas sektor
• Ketersediaan logistik kesehatan kurang:
o Kuantitas dan kualitas alat ukur (antropometri) yang belum sesuai standar dan tidak ditera
o Tenaga kader banyak yg belum terlatih dalam hal melakukan Pengukuran dan konseling
Pemantauan Pertumbuhan
14. Intervensi Spesifik: PMT Balita Kurus dan Ibu Hamil KEK
PMT Balita Kurus (Gizi Kurang)
• Banyak yang tidak tepat sasaran (dimakan oleh anggota keluarga)
• Jumlahnya kurang untuk target sasaran
• Kontrol konsumsi lemah dan keberlanjutan dengan pangan lokal kurang
• Keluarga kurang telaten
• Gudang untuk penyimpanan tidak memadai (tidak ada, tidak memadai)
PMT Ibu Hamil KEK
• Tidak tepat sasaran (dikonsumsi keluarga atau tamu)
• Jumlah kurang untuk semua sasaran
• Kontrol konsumsi lemah dan keberlanjutan dengan pangan lokal kurang
• Bumil KEK bosan
• Mitos menyebabkan bayi besar, susah melahirkan
• Sebagian nakes tidak paham denominator PMT ibu hamil KEK
15. Intervensi Sensitif: Sanitasi Layak dan Stop BABS
Sanitasi Layak
• Ketidaksinkronan kebijakan pusat dan kondisi daerah untuk peningkatan akses ke sanitasi layak
• Sistem pengolahan air limbah dan persampahan termasuk sarana dan prasarana belum
memadai
• Kurangnya pemicuan perubahan perilaku
• Kurangnya peran masyarakat dalam pemeliharaan fasilitas
Stop BABS
• Ketidaksinkronan kebijakan pusat dan kondisi daerah untuk peningkatan akses ke sanitasi layak
seperti jamban komunal
• Kurangnya akses karena kondisi ekonomi (RT tidak punya jamban dan septik tank)
• Kurangnya pemicuan perubahan perilaku terutama terkait dibantaran sungai, pemukiman padat
dan pinggir laut
• Perlunya Kebijakan yang mendukung perubahan perilaku stop BABS (lingkungan mendukung:
melarang BABS) dan kampanye perubahan perilaku
• Perlunya melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk perubahan perilaku
• Perlunya menggalakkan wirausaha sanitasi/jamban sehat
• Kurangnya sosialisasi program STBM
• Pemetaan keluarga berisiko stunting yang belum memiliki jamban sehat dan Perlunya penguatan
kapasitas daerah untuk pengusulan anggaran ke DAK fisik, Dinas Perkim, Dana Desa atau dana
lain
• Perlunya penguatan sanitarian di Puskesmas terkait STBM dan Pemicuan ODF
16. Intervensi Sensitif: Air minum layak dan rumah tidak
layak huni (RTLH)
Air Minum Layak/Aman
• Pembangunan akses air minum belum fokus di lokus stunting
• Ketersediaan air baku yang tidak ada atau kualitas air tidak layak (pinggiran sungai dan pantai)
sehingga memerlukan teknologi tepat guna
• Perlunya penguatan kapasitas daerah untuk pengusulan anggaran ke DAK fisik, Dinas Perkim,
Dana Desa atau dana lain
• Kurangnya keberlanjutan pengelolaan Fasilitas
• Kapasitas dan kualitas SPAM tidak mencukupi
Rumah Tidak Layak Huni
• Keterbatasan anggaran untuk RTLH
• Masih minimnya swadaya masyarakat untuk program RTLH
• Masih minimnya data-data RTLH di desa lokus stunting
• Penerima bantuan tidak tepat sasaran
17. Intervensi Sensitif: Cakupan KB, PKH, BPNT dan PBI/JKN
Cakupan KB:
• Hambatan faktor agama, budaya dan pemahaman masyarakat
• Kurang optimalnya Kerjasama lintas sektor
• Akses kurang (alkon kurang dan jauh dari tempat tinggal)
• Jumlah (PLKB) dan kapasitas bidan kurang untuk melayani KB
• Kurangnya pendanaan untuk KB untuk alat peraga dan KIE material
• Underreporting
PKH, BPNT/Program Sembako, dan PBI/JKN
• Konvergensi pada keluarga risiko stunting masih kurang karena Data tidak padan antara Dukcapil dengan PKH/BPNT dan
DTKS
• Kurang koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan kegiatan
• Kurangnya kapasitas SDM pendamping
• Ketidakcukupan bantuan untuk penerima bantuan sehingga perlu berdampingan dengan program pelengkap seperti KRPL
• Penyalahgunaan kartu PKH/BPNT untuk pesta adat dan kebutuhan keluarga
• Exclusion and inclusion error tinggi
• KPM ada yang tidak mengerti prosedur pencairan
• Kesulitan mengambil bantuan karena e-warung jauh
• Masih ada e-warung yang tidak melaksanakan penyaluran bantuan sesuai juknis
PBI/JKN
• Konvergensi pada keluarga risiko stunting masih kurang
• Permasalahan data: padan, penghapusan susah mengaktifkan Kembali
• Ada desa/keluhan yang tidak melakukan verval
• Kurangnya koordinasi desa dengan Pemda/OPD Sosial dalam penetapan penduduk berpendapatan rendah
• Kuota kurang
18. Intervensi Sensitif: Edukasi Gizi, Bimwin, dan PAUD
Edukasi Gizi:
•Kurang kapasitas tenaga kesehatan dan kader untuk melakukan edukasi gizi
•Edukasi gizi belum optimal di platform yang ada seperti Posyandu kelas ibu hamil, dll
•Memerlukan kemitraan dengan PAUD, Kelas ibu, kelompok pengajian, toma dan toga
•Kurangnya keterlibatan ayah dan keluarga untuk meningkatkan pemahaman gizi keluarga
Bimwin (Paket Layanan Pengantin)
•Aturan yang mewajibkan ikut program catin
•Diperlukan juklak dan juknis untuk integrasi layanan: Kesehatan, KUA dan Elsimil
•Kurangnya sosialisasi materi bimwin pada petugas di lapangan
•Masih berfokus pada yang beragama Islam
•Tidak semua tahu bahwa harus pakai Elsimil, tidak ada outreach
•Kurangnya pengetahuan PUS tentang pemakaian Elsimil
•Sinkronisasi data antara Kesehatan dan KUA (sistem registrasi dengan layanan Kesehatan)
•Ketidaksinkronan persyaratan waktu untuk registrasi nikah dengan mengikuti bimwin/Elsimil
PAUD
•PAUD belum ada di semua desa
•Hampir semua belum ada regulasi PAUD-HI
•Kurangnya guru PAUD terlatih stunting
•Syarat guru PAUD minimal S1 sulit (PCP), yang banyak lulusan SMA
•Minimnya anggaran untuk melakukan diklat berjenjang terkait stunting
•Penyediaan tenaga pelatih masih bergantung ke anggaran/pembiayaan pusat
19. Intervensi Sensitif: BKB, KRPL dan GEMARI
BKB, SDI/DTK, PAUD:
• Belum ada di semua desa
• Kurang kapasitas fasilitator dan pengelola BKB
• Rendahnya partisipasi masyarakat mengikuti BKB karena waktunya pagi/orang tua bekerja
KRPL/P2L
• Kebingungan Menghitung capaian indicator, Kemendesa unitnya Desa/kelompok Wanita tani dan belum
tentu keluarga 1000 HPK/keluarga berisiko stunting
• Ketidakpahaman daerah bahwa dana pusat hanya pancingan
• Belum direplikasi menggunakan anggaran daerah termasuk dana desa
• Kurangnya keberagaman program (masih terbatas sayur dan buah) untuk ketahanan pangan local
(budidaya lele, pelihara ayam/unggas/sumber protein hewani)
• Kurangnya pemahaman terkait pemanfaatan lahan pekarangan
• Ketidakjelasan bagaimana KRPL menyasar dengan keluarga sasaran/keluarga berisiko stunting (perlu
edukasi daerah untuk replikasi)
• Diperlukan juknis untuk pengembangan dan replikasi
GEMARI
• Belum optimalnya pelaksanaan Gemari khususnya untuk ibu hamil
• Perlu dikaitkan food taboo dan mitos/konsep salah untuk edukasinya
• Kecenderungan memasak ikan overcook/terlalu matang sehingga mengurangi nilai gizinya