1. Dokumen ini membahas studi ekologi dua jenis kadal, Emoia jalwti dan Emoia baudini, yang hidup bersama di Irian Jaya.
2. Kedua kadal ini memangsa serangga sebagai sumber makanan utama, namun E. baudini cenderung memilih serangga bersayap.
3. Terjadi persaingan makanan yang kuat antara kedua kadal ini.
The Research was conducted to identification species of Odonata, morphological characters difference, predatory test, and copulation test. Experiment was conducted with survey method on lowland plantation in Donggala and Tolitoli. Identification, predatory test, and copulation test has been conduct in laboratory.
The result showed that the Odonata species as predatory on lowland plantation are Orthemis ferruginea (Fabricius), Liriothermis sp., Libellula sp., (Libellulidae); Aeshna sp., Anax sp., Rhionaechna multicolor (Aeshnidae); Gomphus limnae (Gomphidae); Ephitheca spinigera (Corduliidae); and Argia translata (Coenagrionidae). It’s that different with morphological characters and didn’t copulation between species. Result of predatory test showed that the O. ferruginea, Liriothermis sp., Libellula sp., Aeshna sp., Anax sp., R. multicolor, G. limnae, E. spinigera, are predatory on lowland plantation. Only one species is didn’t predatory is A. translate (betina) Male O. ferruginea versus female Liriothermis sp. didn’t copulated. Female Liriothermis sp. didn’t oviposition behavior. The same case didn’t copulate between species O. ferruginea, Libellula sp., Aeshna sp., Anax sp., R. multicolor, G. limnae, E. spinigera, and A. translata.
Berdasarkan hasil praktikum tentang keanekaragaman pada hewan dan tumbuhan, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis keanekaragaman yaitu gen dan spesies. Keanekaragaman gen mempengaruhi struktur morfologi sedangkan keanekaragaman jenis tidak mempengaruhi struktur. Hewan yang diamati umumnya masuk kategori jenis sedangkan tumbuhan masuk kategori gen kecuali padi.
The Research was conducted to identification species of Odonata, morphological characters difference, predatory test, and copulation test. Experiment was conducted with survey method on lowland plantation in Donggala and Tolitoli. Identification, predatory test, and copulation test has been conduct in laboratory.
The result showed that the Odonata species as predatory on lowland plantation are Orthemis ferruginea (Fabricius), Liriothermis sp., Libellula sp., (Libellulidae); Aeshna sp., Anax sp., Rhionaechna multicolor (Aeshnidae); Gomphus limnae (Gomphidae); Ephitheca spinigera (Corduliidae); and Argia translata (Coenagrionidae). It’s that different with morphological characters and didn’t copulation between species. Result of predatory test showed that the O. ferruginea, Liriothermis sp., Libellula sp., Aeshna sp., Anax sp., R. multicolor, G. limnae, E. spinigera, are predatory on lowland plantation. Only one species is didn’t predatory is A. translate (betina) Male O. ferruginea versus female Liriothermis sp. didn’t copulated. Female Liriothermis sp. didn’t oviposition behavior. The same case didn’t copulate between species O. ferruginea, Libellula sp., Aeshna sp., Anax sp., R. multicolor, G. limnae, E. spinigera, and A. translata.
Berdasarkan hasil praktikum tentang keanekaragaman pada hewan dan tumbuhan, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis keanekaragaman yaitu gen dan spesies. Keanekaragaman gen mempengaruhi struktur morfologi sedangkan keanekaragaman jenis tidak mempengaruhi struktur. Hewan yang diamati umumnya masuk kategori jenis sedangkan tumbuhan masuk kategori gen kecuali padi.
Laporan praktikum mengenai studi jalur penemuan dominan pada hewan. Metode transek digunakan untuk mengamati perilaku kompetisi dan makan pada dua spesies, yaitu semut Formica sp dan kumbang Delichoderus sp. Hasilnya menunjukkan Formica sp hadir dalam jumlah terbanyak dan berusaha mempertahankan wilayahnya, sementara Delichoderus sp mulai memakan dan bersaing untuk sumber daya makanan.
Modul ini membahas tentang keanekaragaman hayati pada berbagai tingkatan, sistem klasifikasi dan tata nama mahluk hidup, pengelompokkan mahluk hidup ke dalam lima kerajaan, dan virus sebagai mahluk hidup terkecil.
Serangga merugikan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebagai hama tanaman dan sebagai vektor penyakit. Contoh serangga hama tanaman adalah Nilaparvata lugens dan Tribolium sp, sedangkan contoh serangga vektor penyakit adalah nyamuk Anopheles spp sebagai vektor malaria, Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah, dan Culex quinquefasciatus sebagai vektor kaki gajah.
Biology Education
Buku Ini Merupakan Tugas Matakuliah Media dan Teknologi Pembelajaran Teknologi-Biologi. Didalamnya berisi tentang Materi tentang Keanekaragaman Hayati
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu genetik, spesies, dan ekosistem. Juga dibahas mengenai manfaat, pelestarian, klasifikasi, dan penamaan ilmiah makhluk hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika kolonisasi semut rangrang terhadap nilai ekonomi pertanian dan kaitannya dalam Al-Quran. Didapatkan 8 koloni dengan ukuran bervariasi, terbesar 69x14,2 cm dan terkecil 13x11 cm. Populasi antara 578-7508 ekor/sarang dan semakin besar populasi maka semakin besar nilai ekonomisnya. Proses kolonisasi dan pembentukan sarang semut rangrang dapat dijadikan
Studi ini menganalisis dimorfisme seksual, reproduksi, dan mangsa kadal ekor panjang Takydromus sexlineatus. Jantan lebih besar dari betina. Ada perbedaan ukuran kepala dan panjang ekor (ekor lebih panjang pada jantan) antara dewasa secara seksual, mungkin akibat seleksi seksual. Mangsa T. sexlineatus terdiri dari berbagai jenis serangga dan larvanya, laba-laba, kepiting, dan siput. Sebagian
Ekosistem terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Komponen-komponennya mencakup individu, populasi, komunitas, habitat, dan nis.
Tiga kalimat:
1. Dokumen ini mendeskripsikan anatomi saluran pencernaan larva serangga Belgica antarctica yang endemik di Antartika.
2. Saluran pencernaan terdiri dari foregut pendek, usus tengah yang lebih panjang, dan hindgut dengan empat tubulus Malpighi.
3. Studi ini menunjukkan adaptasi struktural sel epitel usus yang mungkin memfasilitasi pertukaran air cepat dengan lingkungan untuk menoleransi stres lingkungan
1) Dokumen ini membahas tentang keanekaragaman hayati dan upaya pelestariannya. 2) Terdapat lima kingdom makhluk hidup yaitu Monera, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. 3) Upaya pelestarian meliputi pelestarian in situ, ex situ, cagar alam, kebun plasma nutfah, dan suaka marga satwa.
Artikel ini melaporkan penemuan dan deskripsi spesies baru cacing pipih air tawar dari genus Dendrocoelum yang hidup di ekosistem air tanah chemoautotrofik Gua Movile dan sumur sulfida di Rumania. Spesies baru ini, Dendrocoelum obstinatum, merupakan trilad pertama yang dapat hidup baik di perairan yang mengandung maupun tidak mengandung hidrogen sulfida. Penjelasan distribusi aneh spesies ini diduga karena batas akuifer sulf
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati pada tingkat gen, jenis, dan ekosistem. Terdapat tiga tingkatan keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetik, spesies, dan ekosistem. Keanekaragaman genetik terjadi karena perbedaan gen dalam suatu spesies, keanekaragaman spesies terjadi pada individu atau jenis yang berbeda, sedangkan keanekaragaman ekosistem terjadi pada ekosistem
Dokumen tersebut membahas identifikasi 3 spesies cacing Eurytrema pada ternak sapi berdasarkan ciri-ciri morfologisnya. Penelitian ini mengidentifikasi Eurytrema pancreaticum, E. dajii dan spesies baru Eurytrema dari sampel di Aceh, Yogyakarta dan Makassar berdasarkan ukuran tubuh, batil isap, testis, ovarium dan telur. Perbandingan ukuran batil isap mulut dan perut merupakan ciri penting untuk memb
Laporan praktikum mengenai studi jalur penemuan dominan pada hewan. Metode transek digunakan untuk mengamati perilaku kompetisi dan makan pada dua spesies, yaitu semut Formica sp dan kumbang Delichoderus sp. Hasilnya menunjukkan Formica sp hadir dalam jumlah terbanyak dan berusaha mempertahankan wilayahnya, sementara Delichoderus sp mulai memakan dan bersaing untuk sumber daya makanan.
Modul ini membahas tentang keanekaragaman hayati pada berbagai tingkatan, sistem klasifikasi dan tata nama mahluk hidup, pengelompokkan mahluk hidup ke dalam lima kerajaan, dan virus sebagai mahluk hidup terkecil.
Serangga merugikan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebagai hama tanaman dan sebagai vektor penyakit. Contoh serangga hama tanaman adalah Nilaparvata lugens dan Tribolium sp, sedangkan contoh serangga vektor penyakit adalah nyamuk Anopheles spp sebagai vektor malaria, Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah, dan Culex quinquefasciatus sebagai vektor kaki gajah.
Biology Education
Buku Ini Merupakan Tugas Matakuliah Media dan Teknologi Pembelajaran Teknologi-Biologi. Didalamnya berisi tentang Materi tentang Keanekaragaman Hayati
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu genetik, spesies, dan ekosistem. Juga dibahas mengenai manfaat, pelestarian, klasifikasi, dan penamaan ilmiah makhluk hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika kolonisasi semut rangrang terhadap nilai ekonomi pertanian dan kaitannya dalam Al-Quran. Didapatkan 8 koloni dengan ukuran bervariasi, terbesar 69x14,2 cm dan terkecil 13x11 cm. Populasi antara 578-7508 ekor/sarang dan semakin besar populasi maka semakin besar nilai ekonomisnya. Proses kolonisasi dan pembentukan sarang semut rangrang dapat dijadikan
Studi ini menganalisis dimorfisme seksual, reproduksi, dan mangsa kadal ekor panjang Takydromus sexlineatus. Jantan lebih besar dari betina. Ada perbedaan ukuran kepala dan panjang ekor (ekor lebih panjang pada jantan) antara dewasa secara seksual, mungkin akibat seleksi seksual. Mangsa T. sexlineatus terdiri dari berbagai jenis serangga dan larvanya, laba-laba, kepiting, dan siput. Sebagian
Ekosistem terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Komponen-komponennya mencakup individu, populasi, komunitas, habitat, dan nis.
Tiga kalimat:
1. Dokumen ini mendeskripsikan anatomi saluran pencernaan larva serangga Belgica antarctica yang endemik di Antartika.
2. Saluran pencernaan terdiri dari foregut pendek, usus tengah yang lebih panjang, dan hindgut dengan empat tubulus Malpighi.
3. Studi ini menunjukkan adaptasi struktural sel epitel usus yang mungkin memfasilitasi pertukaran air cepat dengan lingkungan untuk menoleransi stres lingkungan
1) Dokumen ini membahas tentang keanekaragaman hayati dan upaya pelestariannya. 2) Terdapat lima kingdom makhluk hidup yaitu Monera, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. 3) Upaya pelestarian meliputi pelestarian in situ, ex situ, cagar alam, kebun plasma nutfah, dan suaka marga satwa.
Artikel ini melaporkan penemuan dan deskripsi spesies baru cacing pipih air tawar dari genus Dendrocoelum yang hidup di ekosistem air tanah chemoautotrofik Gua Movile dan sumur sulfida di Rumania. Spesies baru ini, Dendrocoelum obstinatum, merupakan trilad pertama yang dapat hidup baik di perairan yang mengandung maupun tidak mengandung hidrogen sulfida. Penjelasan distribusi aneh spesies ini diduga karena batas akuifer sulf
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati pada tingkat gen, jenis, dan ekosistem. Terdapat tiga tingkatan keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetik, spesies, dan ekosistem. Keanekaragaman genetik terjadi karena perbedaan gen dalam suatu spesies, keanekaragaman spesies terjadi pada individu atau jenis yang berbeda, sedangkan keanekaragaman ekosistem terjadi pada ekosistem
Dokumen tersebut membahas identifikasi 3 spesies cacing Eurytrema pada ternak sapi berdasarkan ciri-ciri morfologisnya. Penelitian ini mengidentifikasi Eurytrema pancreaticum, E. dajii dan spesies baru Eurytrema dari sampel di Aceh, Yogyakarta dan Makassar berdasarkan ukuran tubuh, batil isap, testis, ovarium dan telur. Perbandingan ukuran batil isap mulut dan perut merupakan ciri penting untuk memb
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian ini mengkaji penempelan musiman parasit bopyrid pada udang lumpur Nihonotrypaea japonica dan efeknya terhadap reproduksi betina
2. Hasilnya menunjukkan parasit lebih banyak menempel pada jantan daripada betina meskipun populasi lebih banyak betina
3. Efek parasit pada reproduksi betina ternyata tidak signifikan pada tingkat populasi meskipun
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Laporan Praktikum Keanekaragaman hewan seranggaGoogle
Praktikum ini menganalisis keanekaragaman serangga di lingkungan Kampus IAIN Raden Intan Lampung menggunakan beberapa metode penangkapan. Didapatkan beberapa jenis serangga termasuk lalat, kumbang, rayap, kupu-kupu, semut, belalang, dan laba-laba dengan jumlah keseluruhan 56 ekor. Kesimpulannya, penangkapan menggunakan jaring ayun memberikan hasil tertinggi dibandingkan metode lain
Tinjauan pustaka menjelaskan tentang sponga, termasuk klasifikasi, habitat, hubungan dengan bakteri, dan kandungan senyawa kimia yang memiliki aktivitas bioaktif seperti antitumor dan antimikroba. Sponga dapat menghasilkan berbagai senyawa seperti manzamina, motuporamines, dan araguspongin.
Powerpoint keanekaragaman hayati bab2 kelas x semester 1 meliputi pengertian, jenis-jenis keanekaragaman hayati, persebaran keanekaragaman hayati di Indonesia, dan klasifikasi keanekaragaman hayati.
Analisis Perbedaan Jantan dan Betina Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ber...Muhammad Ardianto
Berdasarkan analisis perbedaan jantan dan betina Kepiting Bakau (Scylla serrata) berdasarkan karapas dan kaki renang (pleopod), ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata lebar karapas jantan dan betina. Namun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata rasio panjang dan lebar swimming pad jantan dan betina."
Keanekaragaman hayati didasari pada prinsip bahwa tidak ada makhluk hidup yang sama persis. Keanekaragaman hayati berdasarkan tingkat keragamannya dibagi menjadi gen, jenis, dan ekosistem. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang terlihat dari berbagai ekosistem dan jumlah flora dan fauna yang ada.
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman makhluk hidup dan klasifikasinya. Terdapat ciri-ciri makhluk hidup, keanekaragaman hewan, tumbuhan, dan antar spesies, serta penjelasan mengenai sistem klasifikasi lima kingdom dan cara pemberian nama ilmiah.
Studi ini menganalisis keragaman genetik dan distribusi haplogrup pada 210 ekor ayam kampung Indonesia dengan menggunakan hipervariabel-I daerah kontrol DNA mitokondria. Hasilnya menunjukkan 51 haplotipe dari 62 situs polimorfik, empat haplogrup, dan dominasi klade II. Analisis ini mendukung posisi Indonesia sebagai salah satu pusat domestikasi ayam.
Makalah ini membahas tentang konservasi penyu di Indonesia. Terdapat 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau, sisik, lekang, belimbing, pipih, dan tempayan. Penyu memiliki siklus hidup yang panjang dan bertelur di pantai. Ancaman terhadap penyu antara lain perburuan, kerusakan habitat, dan polusi. Upaya konservasi penyu meliputi pengawasan perlindungan, tidak mengkonsumsi dan memburu penyu secara illegal, serta melak
Laporan praktikum ini membahas pengamatan morfologi dan telur 6 spesies cacing parasit yaitu Ascaridia galli, Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Taenia saginata, Raillietina tetragona, dan Fasciola hepatica. Hasilnya menunjukkan perbedaan warna, ukuran, bentuk bibir, ekor, tubuh, dan kelamin antara nematoda, cestoda, dan trematoda.
Komposisi pakan musang rase di hutan wanagama dan hutan wanasadi.pptxGentaSenaSantosa
Dokumen tersebut membahas tentang pakan Musang Rase di Hutan Wanagama dan Hutan Wonosadi. Penelitian mengidentifikasi 24 famili pakan yang terdiri dari mamalia, reptil, ikan, gastropoda, tumbuhan, dan serangga. Hasil uji statistik menunjukkan 3 famili memiliki perbedaan frekuensi pakan yang signifikan di dua hutan tersebut. Secara keseluruhan, komposisi pakan kedua hutan berbeda sedikit.
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mengenal morfologi empat jenis ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan perbedaan ciri morfologi antara ikan ekor kuning, julung-julung, kakatua, dan layang seperti bentuk tubuh, warna, dan jumlah jari-jari sirip."
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati di Indonesia dan dunia, termasuk tingkat keanekaragaman hayati, manfaatnya, dan faktor yang mempengaruhinya."
Similar to 1996. studi pendahuluan ekologi dua kadal simpatrik. (20)
1996. studi pendahuluan ekologi dua kadal simpatrik.
1. ISSN: 0215-191X
Zoo Indonesia
Nomor27
Diterbitkan oleh MASYARAKATZOOLOGIINDONESIA
d/a 8alitbang Zoologi-L1PI, Jalan Ir.H.Juanda 9, 8ogor, Indonesia
Redaksi: D.M.Prawiradilaga, G.S.Haryani, dan G.Semiadi
1996
STUDI PENDAHVLVAN EKOLOGI OVA KAOAL SIMPATRIK EMOJA
DITINJAV OARI PAKANNY A (LACERTILIA: SCINCIDAE)
HELLEN KURNIATI & IBNU MARYANTO *)
ABSTRACT
The ecology of two sympatric skinks Emoia (E. jalwti & E baudim) which are found in Central
Highland of Irian Jaya were observed. The commonest prey of these species were insects in which
E.jalwti consumed 84% of the total diet and E. baudini consumed 86,7%. The feed consumption
on flying insects by E. jalwti was 38,5% and E. baudini was 63%. There was a strong diet
competition between E jalwti and E baudini. Pianka's Index between adult female and adult male,
adult female and subadult and adult male and suhadult on £; jalwti were 0.64,0.76 and 0.92,
respectively. In E. baudini the indexes were 0.93,0.88 and 0.97, respectively. The number of E.
jakati's prey relied on sex, and on the interaction between mouth wide and snout to vent length
(SVL). However in E. baudini is only dependent on sex. The prey length of E. jalwti was
dependent on the interaction between sex and SVL. Sexual dimorphism of E. jalwti was significant
for SVL and in E. baudi,U for SVL and mouth wide.
Key words: Emoia, Scincidae, Food habit, Irian Jaya.
*) Puslitbang Biologi-L1IPI, JI.lr.H.Juanda NO.18, Bagor, Indonesia.
2. 2 Zoo Indone •• No.27 tho 1996
PENDAHULUAN
Pada daerah terbuka yang didominasi oleh rumput di daerah Kecarnatan Kelila,
Kabupaten Jayawijaya. Irian Jaya dijumpai dua jenis kadal yang hidup simpatrik. yaitu
E. jakati dan E.baudini. Keduajenis kadal ini termasuk dalam anggota suku Scincidae.
Menurut Rooij (1915). penyebaran E.baudini adalah daerah Kepulauan Maluku dan
Irian; mereka terdapat mulai dari dataran rendah sarnpai pada ketinggian 1300 meter
dari permukaan laut. Sedangkan E. jakati penyebarannya hanya di Irian.
Dilihat dari perilaku berburu, sifat mencari makan reptilia dibagi 3, yaitu a)
Duduk dan menunggu ("sit and Iomitpredators"); b) Betjalan simpang siur ("cruising
forager"); dan. c) Pemburu intensif ("intensive foragers"). Contoh reptilia yang
mempunyai sifat berburu cara duduk dan menunggu yang umum dilihat adalah kelompok
bunglon; untuk sifat berburu dengan cara betjalan simpang siur adalah kelompok cicak;
dan untuk cara berburu intensif adalah kelompok biawak serta kadal. Dari kelompok
ka$l ini yang jelas sekali merupakan pemburu intensif adalah dari suku Scincidae
(Regal. 1978). Vitt (1991). setelah membandingkan daerah jelajah dari berbagai
kelompok reptilia. menggolongkan sifat mencari makan suku Scincidae sebagai pencari
makan pada daerah luas ("widely forager"). Komposisi dari mangsa pada beberapajenis
kadal dan bagaimana mereka memilih mangsa telah diungkapkan oleh Avery (1966);
Castilla et al. (1991); Vitt & Cooper (1986); Vitt & Cooper (1988).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola relung duajenis kadal E.jakati
dan E.baudini ya,p.g hidup di Irian, karena selarna ini belum pemah diungkapkan
bagaimana komposisi mangsa dari reptilia yang hi~p di Irian. Bila melihat hasil
penelitian mengenai komposisi makanan dari ular-ular yang hidup di Australia. dapat
disimpulkan bahwa radiasi evolusi dati ular-ular yang hidup di Australia tergantung dari
derajat radiasi evolusi kadal yang menjadi mangsanya (Shine. 1988).
BAHAN DAN CARA KERJA
Semua sampel diperoleh dari hasil eksplorasi di Kecarnatan Kelila. Kabupaten
Jayawijaya. Irian Jaya pada bulan Oktober 1994. Jumlah sarnpel yang diperoleh
sebanyak 70 ekor untuk jenis E.jakati dan 46 ekor untuk jenis E.baudini. Semua
spesimen yang diperoleh di lapangan dibius dengan eter. kemudian direndam dalam
formalin 10 % untuk fiksa:;i. Setelah sampai di laboratorium direndam dalarn alkohol
70 %. termasuk larnbung yang telah diisolasi. Parameter yang diukur adalah panjang
badan (moncong sampai anus atau SVL). lebar mulut. jenis kelarnin. jumlah mangsa
dalam lambung. dan panjang mangsa. ldentifikasi mangsa menggunakan mikroskop
binokuler yang dilengkapi mikrometer pada lensanya.
Cara penghitungan jumlah mangsa mengikuti eara Berry (1965). yaitu lcategori
3. Zoo Indone.e No.27 th.1996 3
bentuk mangsa dalam lambung terbagi dua: (1) mangsa berada dalam bentuk utuh atau'
hampir utuh, dan (2) potongan kaki, sc1erit, sayap, kepala, elytra, ovipositor, dan
bentuk lainnya. Penghitungan untuk kategori 2 dengan melihat jumlah kepala, jumlah
pasangan sayap, atau jumlah pasangan elytra untuk kelompok kumbang.
Untuk penghitungan nilai tumpang tindih relung digunakan Index Pianka (Krebs.
1989), yaitu:
.. 2 2
o Pij Pik
Ojk = Index Pianka untuk tumpang tindih relung jenis j dan k.
Pij = Perbandingan mangsa i yang digunakan jenis j
Pik = Perbandingan mangsa i yang digunakan jenis k.
n = jumlah keseluruhan mangsa yang digunakan oleh jenis j dan k.
Index Pianka (0) berkisar dari O,eX) (tidal<ada tumpang tindih) sampai 1,00 (tumpang
tindih penuh).
Penghitungan pengaruh parameter yang diukur (panjang badan, lebar mulut. jenis
kelamin, jumlah mllngsa dalam lambung, dan panjang mangsa) menggunakan multipel
regresi dari program paket SPSS-PC.
HASIL ANALISIS ISI LAMBUNG
Komposisi jenis mangsa kedua jenis kadal dapat dilihat pada Tabel I. Pada tabel
terlihat serangga merupakan sumber pakan utama (84% pada E.jakati; dan 86,7% pada
E.baudini). Avertebrata lain yang menjadi mangsa mereka adalah Isopoda, Phalangida.
Araneida, Acarina, dan Nematoda yang mencapai 16% pada E.jakati dan 13,3% pada
E.baudini. Bila diperhatikan persentase mangsa dari serangga bersayap memperlihatkan
perbedaan yang mencolok. yang mana E. jakati mengkonsumsi 38.5%, sedangkan
E.baudini mencapai 63%.
Bila dilihat secara intraspesifik (anggota kelompok dalam satu jenis), komposisi
jenis mangsa pada kelompok E.jakati (Tabel 2). betina dewasa mengkonsumsi serangga
80,3 %; jantan dewasa 87,9%; dan pradewasa 89,4%. Sedangkan pada E.baudini
(TabeI2), betina dewasa mengkonsumsi 90.9%; jantan dewasa 89.2%. dan pradewasa
70,4 %. Kondisi lambung kosong hanya dijumpai pada satu sampel E. baudini. Materi
lain yang dijumpai selain dari kategori mangsa yang tertera pada tabel adalah bagian
tubuh kadallain. Keadaan ini terjadi pada kelompok E.baudini dan hanya terdapat pada
I (satu) lambung.
Index Pianka dari mangsa yang dimakan diperolehhasil 0,72 antara E.jakati dan
4. Zoo Indone.e No.27 th.1996 3
bentuk mangsa dalam lambung terbagi dua: (1) mangsa berada dalam bentuk utuh atau'
hampir utuh, dan (2) potongan kaki, sc1erit, sayap, kepala, elytra, ovipositor, dan
bentuk lainnya. Penghitungan untuk kategori 2 dengan melihat jumlah kepala, jumlah
pasangan sayap, atau jumlah pasangan elytra untuk kelompok kumbang.
Untuk penghitungan nilai tumpang tindih relung digunakan Index Pianka (Krebs.
1989), yaitu:
.. 2 2
o Pij Pik
Ojk = Index Pianka untuk tumpang tindih relung jenis j dan k.
Pij = Perbandingan mangsa i yang digunakan jenis j
Pik = Perbandingan mangsa i yang digunakan jenis k.
n = jumlah keseluruhan mangsa yang digunakan oleh jenis j dan k.
Index Pianka (0) berkisar dari a,eX) (tidak ada tumpang tindih) sampai 1,00 (tumpang
tindih penuh).
Penghitungan pengaruh parameter yang diukur (panjang badan, lebar mulut, jenis
kelamin, jumlah m<lngsadalam lambung, dan panjang mangsa) menggunakan multipel
regresi dari program paket SPSS-PC.
HASIL ANALISIS ISI LAMBUNG
Komposisi jenis mangsa kedua jenis kadal dapat dilihat pada Tabel I. Pada tabel
terlihat serangga merupakan sumber pakan utama (84% pada E.jakati; dan 86,7% pada
E.baudini). Avertebrata lain yang menjadi mangsa mereka adalah Isopoda. Phalangida,
Araneida, Acarina, dan Nematoda yang mencapai 16% pada E.jakati dan 13,3% pada
E.baudini. BHadiperhatikan persentase mangsa dari serangga bersayap memperlihatkan
perbedaan yang mencolok, yang mana E. jakati mengkonsumsi 38,5%, sedangkan
E. baudini mencapai 63%.
BHa dilihat secara intraspesitik (anggota kelompok dalam satu jenis), komposisi
jenis mangsa pada kelompok Ejakati (Tabel 2), betina dewasa mengkonsumsi serangga
80,3 %; jantan dewasa 87,9%; dan pradewasa 89,4%. Sedangkan pada E.baudini
(TabeI2), betina dewasa mengkonsumsi 90,9%; jantan dewasa 89,2%, dan pradewasa
70,4%. Kondisi lambung kosong hanya dijumpai pada satu sampel E.baudini. Materi
lain yang dijumpai selain dari kategori mangsa yang tertera pada tabel adalah bagian
tubuh kadallain. Keadaan ini terjadi pada kelompok E.baudini dan hanya terdapat pada
1 (satu) lambung.
Index Pianka dari mangsa yang dimakan diperolehhasH 0,72 antara E.jakati dan
5. 4 Zoo Indonellia No.27 tho 1996
E.baudini. Terlihat kompetisi cukup kuat di antara kedua kelompok kadal ini. Index
Pianka dilihat secara imraspesifik adalah sebagai berikut : Untuk kelompok kadal
E.jaknti, Index Pianka antara betina dewasa dan jantan dewasa adalah 0,64; antara
betina dewasa dan pradewasa 0.76; dan antarajantan dewasa dan pradewasa 0,92. Pada
kelompok E.baudini. Index Pianka antara betina dewasa dan jantan dewasa adalah 0,93;
antara betina dewasa dan pradewasa 0.88; dan antara jantan dewasa dan pradewasa 0.97.
Kompetisi intraspesifik pada E.baudini terlihat lebih kuat dibandingkan E.jalwti.
Hasil analisis varian dari jumlah mangsa dalam lambung pada kadal E.jaluJti
temyata dipengaruhi oleh jenis kelamin (F=19,49; db=l; p < 0.05). dan interaksi
antara panjang tubuh dengan lebar mulut (F= 12.4; db=3; p < 0.01). Dalam
perhitungan ini kelompok pradewasa tidak diperhitungkan karena jumlahnya tidak
memadai untuk dianalisa. Pada kelompok E.baudini. jumlah mangsa dalam lambung
hanya dipengaruhi olehjenis kelamin (F=56.7; db= I; P < 0.05). Ukuran mangsa pada
E.jaluJti temyata dipengaruhi oleh interaksi dari jenis kelamin dengan panjang tubuh
(F=66.2; db= 11; P < 0,01). sedangkan pada E.baudini tidak.
Ukuran morfologi panjang tubuh (SVL) E. jaknti jantan dewasa adalah 40.23 mm;
sedangkan betina dewasa 41.44 mm. Untuk kelompok E.baudini adalah sebagai berikut:
jantan dewasa 34,44 nun; sedangkan betina dewasa 40,34 mm. Untuk ukuran morfologi
lebar mulut (MW) pada kadal E. jaluJti dewasa; adalah sebagai berikut: jantan dewasa
5.60 nun; sedangkan betina dewasa 5.60 nun. Pada kelompok kadal E.baudini adalah
sebagai berikut: jantan dewasa 5.20 nun; sedangkan betina dewasa 5.80 mm. Hasil
analisis dari panjang tubuh (SVL) dewasa kedua jenis kadal tersebut (jantan dan betina)
memperlihatkan hasil yang berbeda sangat nyata (p < 0.001).
Dimorfisme seksual pada E. jaluJti hanya pada panjang tubuh (F = 82.7; db= I; P
< 0.05), sedangkan pada E. baudini terdapat pada panj?U1gtubuh (F=414.2; db= 1; p
< 0.001) dan lebar mulut (F=4.2; db= I; p < 0.001).
PEMBAHASAN
Dilihat dari macam mangsa yang dimakan. E.baudini cenderung untuk memilih
mangsa yang aktif bergerak (serangga bersayap). sedangkan E.jaluJti cenderung
pemakan segala. Dari perbedaan macam mangsa yang dimakan E.jaluJti dapat
dikategorikan sebagai pemangsa oportunis (tidak memilih mangsa yang akan dimakan).
sedangkan E.baudini sebagai pemangsa selektif (memilih mangsa yang akan dimakan).
Menurut Shine (1988) dari hasil penelitiannya pada ular-ular yang hidup di Australia.
menyatakan bahwa semakin besar ukuran tubuh maka jenis tersebut makin bersifat
oportunis. Bila dilihat pada E.jaluJti. panjang tubuh rata-rata dewa'lanya relatif lebih
besar dibandingkan panjang tubuh rata-rata dewasa E.baudini. Sifat yang terdapat pada
6. Zoo Indonesia No.27 tho 1996 5
jenis-jenis ular yang hidup di Australia temyata berlaku juga pada E.jakoti.
Secara intraspesifik, komposisi mangsa pada betina dewasa, jantan dewasa, dan
pradewasa dari kelompok E.jakoti dan E. baudini relatif tidak ada perbedaan yang
berarti. Perbedaan terletak pada Index Pianka. Pada kelompok E.jakoti kompetisi
makanan lebih longgar (Index Pianka: 0,64; 0,76; dan 0.92). sedangkan pada E.baudini
kompetisi kuat (Index Pianka: 0,93; 0.88; dan 0,97). Kuatnya kompetisi intraspesifik
pada E.baudini menunjukkan areal berburu mereka lebih sempjt. keadaan ini terbukti
dijumpainya mangsa berupa potongan tubuh kadal lain pada lambung kelompok kadal
E.baudini. Menurut Yitt & Cooper (1986), nilai Index Pianka yang kecil antarajantan
dan betina menunjukkan adanya perbcdaan dalam strategi mencari mangsa, misalnya
perbedaan mikrohabitat tempat mencari mangsa atau perbedaan waktu mencari mangsa,
kecuali pada saat musim kawin. Sifat ini ada pada kelompok E.jakati, sebaliknya tidak
terlihat pada kelompok E. baudini.
Jumlah mangsa dalam lambung dan ukuran mangsa yang ditelan pada kelompok
E.jakati dipengaruhi oleh jenis kelamin, panjang tubuh, dan lebar mulut, sedangkan pada
kelompok E.baudi"i hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Di sini terlihat bahwa
strategi pemilihan mangsa pada kelompok E.jakati lebih banyak dipengaruhi oleh
morfologi tubuh atau mendukung pendapat Brown (1991); sedangkan pada kelompok
E.baudini strategi pemilihan mangsa lebih dipengaruhi oleh sifat ma~gsa (serangga
bersayap atau tidak bersayap). Pemangsaan serangga yang tidak bersayap oleh
kelompok E. baudi"i dapat dikatakan hanya untuk memenuhi target lambung berisi
ketimbang mangsa kesukaan.
Dari semua hasil analisis di atas, secara interspesifik (anggota kelompok individu
dalam jenis berbeda) memperlihatkan relung yang berbeda pada sifat mangsa yang
dimakan (E.jakoti cenderung pemangsa berbagai macam serangga; E.baudini cenderung
bersifat pemangsa serangga bersayap) walaupun kompetisi di antara mereka kuat (Index
Pianka 0.72). Menurut Pianka (1975) berbedanya relung dari beberapa jenis kadal yang
hidup berdampingan disebabkan karena perbedaan jenis makanan, mikrohabitat. dan
waktu beraktivitas. Padahal bila dilihat dari pengamatan di lapangan. aktivitas kadal
E.jakoti dan E.baudini dari pagi hingga sore hari berlangsung pada areal yang sama,
yaitu habitat yang didominasi oleh rumput. Sitat kedua jenis kadal ini sesuai dengan
"the competitive exclusion principle" yang menyatakan bahwa bila 2 (dua) jenis binatang
hidup berdampingan pasti ada beberapa perbedaan sifat ekologi di antara mereka, dengan
kata lain jenis masing-masing memiliki relung sendiri yang unik (Giller. 1984). Sifat
unik dari kedua kadal ini terdapat pada sifat pemilihan mangsa.
Bila dilihat strategi memilih mangsa pada E.jakati tanpa membedakan jenis
kelamin atau ukuran morfologi. kadal inibersifat pemangsa oportunis; tetapi bila jenis
7. 6 Zoo Indon ••• No.27 tho 1996
kelamin dan ukuran morfologi diperhitungkan, maka kadal ini bersifat pemangSa selektif
secara intraspesifik. Untuk jenis E.baudini bila dilihat secara komunitas, kadal ini
bersifat pemangsa selektif, tetapi secara intraspesifik mereka terlihat bersifat pemangsa
oportunis, karena ukuran morfologi tidak berpengaruh kepada pemilihan mangsa, tetapi
sifat dati mangsa yang mempengaruhinya. Pada E.ooudini jenis kelamin berpengaruh
pada jumlah mangsa yang ditelan. Sifat ini disebabkan terdapatnya 2 perbedaan
morfologi pada dimortisme seksual, yaitu panjang tubuh dan lebar mulut. Semakin
besar ukuran tubuh tentu saja akan semakin banyak mangsa yang ditelan.
KESIMPULAN
Dati studi pendahuluan ekologi dua kadal simpattik E.jaknti dan E.baudini ditinjau
dati pakannya dapat disimpulkan bahwa : (I) Daerah sebaran mencati mangsa E.ja/wti
lebih luas dibandingkan E.baudini.(2) Dilihat dati macam mangsa, komunitas E.jaknti
cenderung bersifat oportunis, sedangkan secara intraspesifik cenderung bersifat
pemangsa selektif. (3) Komunitas E.baudini cendrung bersifat selektif, sedangkan
secara intraspesifik cenderung bersifat oportunis. (4) Pola relung kadal E.jaknti dan
E.haudini berbeda, sehingga memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan.
PERSANTUNAN
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak A. Suyanto M.Sc dan Bapak
M.H. Sinaga yang telah membantu dalam pengumpulan spesimen. Ucapan tetima kasih
juga kami sampaikan kepada Bapak Drs. Sih Kahono dan Ibu Dra. Woro A. Noerdjito
yang banyak membantu dalam identifikasi isi lambung. Terakhir sekali kami
mengucapkan terima kasih kepada Proyek Penelitian dan Pengembangan Biota
Pegunungan dan Konservasi Ex-situ Kebun Biologi Wamena pada tahun anggaran
1994-1995 yang telah membiayai ekplorasi ini.
DAFfAR PUSTAKA
Avery, R.A., 1966, Food and feeding habits of the common lizard (Lacerta vivipara)
on the west of England, J. Z001. Lond., 149: 115-12.
Berry,P.Y., 1965, The diet of some Singapore Anura (amphibia), Proc. Zool.
Soc.Lond., 144 (1): 163-167.
Brown, G.W., 1991. Ecological feeding analysis of South-eastern Australian Scincids
(Reptilia: Lacertilia). Aus. J. Zool., 39,9-29.
Castilla, A.M., D. Bauwens & A. Lorente., 1991. Diet composition of the lizard
Lacerta lepido in Central Spain, J. Herp., 25 (I): 30-36.
8. Zoo Indonesia No.27 th: 1996 7
Giller, P.S. 1984, Community Structure and the Niche.Chapman and Hall. London. 176
pp.
Krebs, c.J. 1989. Ecological MetllOdology.Harper & Row Pubishers. New York.. 654
pp.
Pianka. E.R. 1975. Niche relation of desert lizard••. in M.L. Cody & J.M. Diamond
(eds.), Ecology and Evolution of Communities, The Belknap Press of Harvard
University Press. Cambridge, 545 pp.
Regal. P.J.1978, Behavior differences between reptiles and mammals: an analysis of
activity and mental capabilities in N. Greenberg & P. D. Maclean (ed••.), Behavior
and Neurology of Lizards, pp 183-202. National Institute of Mental Health.
Maryland. 352 pp.
Rooij. N. de. 1915. The Reptiles of T71e Indo-Australian Archipelago I, Lacertilia.
Chelonia, Emydosauria, E.J. Brill. Leiden. 382 pp.
Shine. R. 1988. Food habits and reproductive biology of small australian snakes of the
genera Unechis and Sura (Elapidae). J. Herp., 22 (3) : 307-315.
Yitt. L.J. 1991. An introduction to the ecology of Cerrado lizard••. J. Herp., 25 (1):
79-90.
Yilt, L.J. & W. E. Cooper. 1986, Foraging and diet of a diurnal predator (Eumeces
laticeps) feeding on hidden prey. J. Herp., 20 (3): 408-415.
Yitt. L.J. & W.E. Cooper. 1988. Feeding responses of skinks (Eumeces laticeps) to
velvet ants (Dasymutilla occidenralis), J. Herp., 22 (4): 485-488.