SlideShare a Scribd company logo
ILUSTRASI KASUS
KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 5 tahun dibawa oleh orang tuanya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 10 Oktober 2022 dengan :
KELUHAN UTAMA : Terjadi kebotakan setempat disertai sisik putih kasar yang terasa gatal pada bagian kepala atas kanan
yang semakin meningkat sejak 1 bulan yang lalu.
RPS :
◦ Awalnya, 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kulit kepala sering terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk kepalanya,
pada saat itu pasien tidak mengobati keluhannya tersebut.
◦ 1,5 bulan yang lalu pasien pangkas rambut dan terlihat adanya area di kepala yang rambutnya tidak ada. Kemudian pasien
dibawa berobat ke klinik dan mendapatkan salap yang digunakan selama kurang lebih 10 hari.
◦ Gatal dirasakan meningkat saat berkeringat dan terkadang timbul bintil merah berisi nanah pada area yang gatal.
◦ Karena tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke RS Bunda dan mendapatkan obat cetirizine dan salap natrium fusidat. Setelah
kontrol satu kali ke RS Bunda dan tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil.
Pada pasien terjadi kebotakan
setempat disertai sisik putih
kasar yang terasa gatal pada
bagian kepala atas kanan yang
semakin meningkat sejak 1
bulan yang lalu, awalnya hanya
sebesar koin, kemudian semakin
bertambah lebar disertai rasa
gatal yang semakin meningkat.
Pasien tidak memelihara kucing
dirumah, tetapi ada kucing
kampung yang bebas keluar
masuk rumah dan sering
memberikan makan kucing
tersebut.
Pasien juga memiliki riwayat
kontak dengan hewan kelinci 2
bulan yang lalu.
Pasien tidak mengetahui apakah
kucing ataupun kelinci tersebut
mengalami kebotakan setempat
pada bulunya
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : tampak sakit sedang dan kesadaran komposmentis kooperatif. Tanda-tanda
vital pasien dalam batas normal.
Pasien memiliki status gizi baik, dengan berat badan 25 kg dan tinggi badan 110 cm.
Pada status generalisata ditemukan pembesaran KGB regio colli posterior.
Pasien sehari-hari
beraktivitas
sebagai pelajar TK
dengan aktivitas
sedang
Pasien suka
bermain hingga
berkeringat dan
tidak langsung
mengeringkan
badan ataupun
mengganti pakaian
jika berkeringat.
Pasien tidak
memilik riwayat
kontak dengan
orang yang
memiliki keluhan
yang sama.
Pasien tidak
mengalami gatal
atau mengeluhkan
bercak merah pada
daerah kulit tubuh
yang lain.
Riwayat bermain
dan kontak dengan
tanah tidak ada.
Pasien
menggunakan alat
mandi, pakaian,
handuk sendiri.
Pasien mandi 1
kali sehari dan
mengganti
pakaian.
Pasien belum
pernah menderita
keluhan yang sama
dengan keluhan
sekarang.
Tidak ada anggota
keluarga yang
mengalami
keluhan serupa.
Status Dermatologikus
a. Lokasi : Parieto-occipito dextra
b. Distribusi : terlokalisir
c. Bentuk : tidak khas
d. Susunan : polisiklik
e. Batas : tidak tegas
f. Ukuran : plakat
g. Efloresensi : plak eritem dengan skuama putih kasar,
papul, pustul
Dermoskopi
Pada pemeriksaan lampu wood ditemukan
fluoresensi berwarna kehijauan. Pada pasien
juga dilakukan pemeriksaan kultur agar
soboroud untuk menemukan spesies jamur
penyebabnya.
◦ Diagnosis : tinea kapitis tipe kerion dan tidak ada diagnosis banding.
◦ Pada Pemeriksaan KOH ditemukan gambaran hifa panjang berseptum.
◦ Tatalaksana : edukasi berupa penjelasan kepada orang tua pasien bahwa penyakit yang dialami
akibat infeksi jamur dan dapat menular, pengobatan akan berlangsung dalam waktu lama dan obat
harus diminum secara teratur. Pasien juga dianjurkan untuk menghindari menggaruk kelainan
kulitnya. Pada pasien dan keluarga juga diedukasi agar menjaga kebersihan di rumah dan
menggunakan handuk, topi, sisir dan alas tidur jangan bersamaan, hindari bermain dengan kucing.
◦ Pengobatan khusus : griseovulfin 125 mg 1x2 tab malam hari, Ketoconazole zalf 2% 2 x sehari
setelah mandi, dan cetirizine syr 1 x 1 sendok takar.
◦ Pada pasien, prognosis quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, quo ad
sanactionan bonam, dan quo ad kosmetikum : dubia ad bonam.
DERMATOFITOSIS
MIKOSIS
◦ Terbagi dalam 3 bentuk:
(a) Superfisial : melibatkan stratum korneum, rambut, dan kuku
(b) Subkutan : melibatkan dermis dan / atau jaringan subkutan
(c) Dalam / sistemik : penyebaran organisme secara hematogen termasuk patogen oportunistik pada
host yang immunokompromised
TAKSONOMI
Klasifikasi Jamur Superfisial Berdasarkan Habitat
Antropofilik
• Terbatas pada inang manusia.
• Ditularkan melalui kontak langsung. Kulit atau rambut yang terinfeksi tetap dalam pakaian, sisir, topi, kaus kaki, dan handuk, misalnya,
juga berfungsi sebagai sumber reservoir.
• Dermatofit ini telah beradaptasi dengan manusia sebagai inang dan memperoleh respons inang ringan sampai noninflamasi.
Zoofilik
• Spesies ditularkan ke manusia dari hewan : kucing, anjing, kelinci, marmut, burung, kuda, sapi.
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan itu sendiri, atau secara tidak langsung melalui rambut hewan yang terinfeksi.
• Daerah yang terpapar, seperti kulit kepala, janggut, wajah, dan lengan, merupakan tempat infeksi yang disukai.
• Microsporum canis sering ditularkan ke manusia dari kucing dan anjing, sedangkan kelinci percobaan dan kelinci merupakan sumber infeksi manusia yang sering
dengan strain zoophilic dari T. interdigitale.
• Dermatofita ini menghasilkan respons peradangan akut dan intens pada manusia.
Geofilik
• Jamur geofilik menyebabkan infeksi sporadic manusia pada kontak langsung dengan tanah.
• Microsporum gypseum adalah dermatofit geofilik yang paling umum dibiakkan dari manusia.
• Ada potensi penyebaran epidemi sebagai konsekuensi dari virulensi yang lebih tinggi dari strain geofilik, serta kemampuan untuk
membentuk spora berumur panjang yang mungkin berada dalam selimut atau alat perawatan.
• Dermatofit geofilik menghasilkan respons peradangan yang intens.
GAMBARAN
KLINIS
◦ Gambaran klinis dermatofitosis bervariasi tergantung pada dermatofit
penyebab dan tempat infeksi (yaitu, kulit, rambut, atau kuku).
◦ Reaksi dermatofitid atau id (autoeczematization) adalah dermatitis
inflamasi akut di tempat yang jauh dari inflamasi infeksi jamur primer.
PATOGENESIS
◦ Dermatofit  keratin sebagai sumber nutrisi, invasi, dan pertumbuhan elemen miselium untuk
bertahan hidup dalam jaringan keratin.
◦ Memicu respon inflamasi  Tingkat peradangan tergantung pada faktor patogen dan host.
◦ "Kurap," klasik atau annular, morfologi tinea korporis hasil dari respon inflamasi host terhadap
dermatofita yang menyebar, diikuti oleh pengurangan atau pembersihan elemen jamur dari dalam plak,
dan (dalam banyak kasus) resolusi infeksi spontan.
INVASI
◦ Trauma dan maserasi memudahkan penetrasi dermatofita melalui kulit.
◦ Invasi unsur-unsur jamur  sekresi protease spesifik, lipase, dan ceramidase, produk
pencernaan yang juga berfungsi sebagai nutrisi jamur.
◦ Komponen dinding sel jamur, termasuk β-glukan, galaktomanan, dan kitin, menunjukkan efek
penghambatan pada proliferasi keratinosit (untuk memungkinkan invasi sebelum
deskuamasi) dan imunitas yang diperantarai sel. Setelah dermatofit menembus epidermis ke
dermis, pengikatan adhesin ke elastin kembali mengubah ekspresi gen.
RESPON HOST
◦ Dalam mekanisme pertahanan, permukaan epitel, peptida antimikroba (defensin,
katelisidin, protein S100, asam lemak fungistatik dalam sebum), dan flora bakteri
yang bersaing merupakan penghalang pertama melawan unsur jamur yang
menyerang.
◦ Keratinosit epidermal memainkan peran yang lebih aktif dengan
mengekspresikan beberapa reseptor pengenalan pola termasuk reseptor lektin
tipe-C dan beberapa reseptor like-Toll (TLR) yang terletak di permukaan sel (TLR1,
TLR2, TLR4, TLR5) , dan TLR6) atau dalam endosom (TLR3 dan TLR9).
◦ Sistem imun bawaan mampu memonitor mikroba melalui reseptor pengenalan
pola ini, yang berfungsi menjembatani imunitas bawaan dan adaptif setelah
pengenalan pola molekuler terkait patogen untuk menghasilkan produksi sitokin
yang ditargetkan, perekrutan, dan polarisasi T, B, dan subset natural killer
lymphicyte. Respons imun spesifik yang dihasilkan tergantung pada jenis sel yang
terlibat.
RESPON HOST
◦ Monosit, makrofag, neutrofil, sel epitel, dan endotel memfagositisasi dan secara
langsung membunuh jamur.
◦ Setelah pengikatan TLR dari pola molekuler terkait patogen jamur, mannan,
keratinosit
(a) meningkatkan proliferasi untuk mempromosikan pelepasan
(b) meningkatkan sekresi peptida antimikroba (seperti β defensin manusia,
ribonuklease 7, dan Psoriasin) untuk menghambat pertumbuhan dermatofita
(c) meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi (interferon-α, faktor nekrosis tumor-α,
interleukin [IL] -1β, IL-8, IL-16, dan IL-17) untuk lebih mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh.
◦ Reseptor lektin tipe-C yang disebut Dectin-1 mengikat β-1,3-glukan pada jamur
untuk mengaktifkan jalur pensinyalan SYK-CARD-9 dalam neutrofil, makrofag, dan sel
dendritik untuk meningkatkan produksi IL-23 dan T-helper berikutnya ( Th) -17
induksi sel.
◦ Setelah dermatofita mampu menembus lapisan epidermis yang lebih dalam,
pertahanan nonspesifik baru muncul, seperti persaingan untuk zat besi oleh
transferin tak jenuh dan aktivasi komplemen untuk menghambat pertumbuhan jamur.
RESPON HOST
◦ Tingkat pertahanan berikutnya adalah imunitas yang diperantarai sel yang menghasilkan respons hipersensitif tipe
lambat spesifik terhadap jamur yang menyerang.
◦ Tingkat reaksi inflamasi tergantung pada status kekebalan host serta spesies dermatofit yang terlibat. Respon
inflamasi yang terkait dengan hipersensitivitas ini berkorelasi dengan resolusi klinis, sementara imunitas yang
dimediasi sel Th1, penting untuk aktivasi fagosit di tempat infeksi, dapat menyebabkan dermatofitosis kronis atau
berulang.
◦ Respons Th2 tampaknya tidak bersifat protektif, karena pasien dengan titer antibodi antigen jamur yang diamati
memiliki infeksi dermatofit yang luas. Peran yang mungkin untuk respons Th17 terhadap infeksi dermatofit
disarankan oleh penemuan elemen hifa yang mengikat Dectin-2, reseptor pengenalan pola lektin tipe C pada sel
dendritik, yang penting untuk menginduksi respons Th17
◦ Sekresi Th17 dari IL-17A, IL-17F, dan IL-22 mengaktifkan sel epitel, granulopoiesis, rekrutmen neutrofil, dan
produksi kemokin dan faktor antimikroba yang penting untuk kekebalan epitel terhadap jamur. Dengan demikian,
respons host yang berhasil terhadap infeksi dermatofit tergantung pada interaksi dan partisipasi yang diatur dengan
baik dari sistem imun seluler bawaan, tidak spesifik, dan adaptif.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
◦ Mikroskopi berdaya rendah akan mengungkapkan
3 kemungkinan pola infeksi (Gambar 160-2):
(a) ectothrix — arthroconidia kecil atau besar
membentuk selubung di sekitar batang rambut
(b) endothrix — arthroconidia di dalam batang
rambut
(c) favus — hifa dan ruang udara di dalam batang
rambut.
LAMPU WOOD
◦ Pemeriksaan pada kulit kepala atau janggut, dengan lampu Wood (365 nm) dapat mengungkapkan
fluoresensi rambut dari rambut yang terinfeksi patogen jamur tertentu.
◦ Rambut yang berfluoresensi harus dipilih untuk pemeriksaan lebih lanjut, termasuk kultur.
◦ Meskipun organisme ectothrix M. canis dan M. audouinii akan berfluoresensi pada pemeriksaan
cahaya Wood, organisme endothrix T. tonsurans tidak akan berfluoresensi.
REAKSI DERMATOFITID
◦ Reaksi dermatofitid (atau id) adalah dermatitis inflamasi yang terjadi di tempat yang jauh dari
dermatofitosis primer (seperti tinea pedis atau kerion) pada 4% - 5% pasien.
◦ Mekanisme pastinya tidak diketahui, reaksi id dikaitkan dengan respons hipersensitif tipe lambat
terhadap tes Trichophyton, dan karenanya mungkin melibatkan respons hipersensitif tipe lokal
lambat terhadap antigen jamur yang diserap secara sistemik.
◦ Reaksi Id muncul polimorfik, mulai dari morfologi papula folikel atau nonfolikuler dan vesikel
pada tangan dan kaki hingga eritema reaktif termasuk eritema nodosum, eritema annulare
centrifugum, atau urtikaria.
◦ Pemeriksaan KOH pada erupsi id adalah negatif.
◦ 3 kriteria untuk menetapkan keberadaan erupsi id adalah
(a) dermatofitosis pada bagian tubuh yang lain,
(b) tidak adanya elemen jamur dari erupsi id
(c) resolusi erupsi id dengan pembersihan infeksi dermatofit primer .
ONIKOMIKOSIS
◦ Onikomikosis adalah infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh dermatofita, jamur
nondermatofit, atau ragi.
◦ Tinea unguium mengacu secara ketat pada infeksi dermatofit pada kuku.
◦ Secara klinis, 3 jenis onikomikosis :
(a) onikomikosis subungual distolateral (DLSO)
(b) onikomikosis subungual proksimal (PSO)
(c) onikomikosis superfisial putih (WSO).
DLSO
• DLSO adalah bentuk onikomikosis yang paling umum. Dimulai dengan invasi stratum korneum dari hyponychium dan dasar
kuku bagian distal, membentuk kekeruhan menjadi kekuning-kekuningan pada tepi distal kuku.
• Infeksi kemudian menyebar secara proksimal ke atas dasar kuku ke lempeng kuku ventral. Hiperproliferasi (atau perubahan
diferensiasi) dari alas kuku sebagai respons terhadap infeksi mengakibatkan hiperkeratosis subungual, sementara invasi
progresif lempeng kuku menghasilkan kuku yang semakin distrofi.
PSO
• PSO : infeksi lipatan kuku proksimal terutama oleh T.rubrum dan Trichophyton megninii dan terlihat
sebagai opacity putih-ke-krem pada lempeng kuku proksimal. Keburaman ini secara bertahap membesar
untuk memengaruhi seluruh kuku dan berakibat pada hiperkeratosis subungual, leukonychia, onikolisis
proksimal, dan / atau kerusakan seluruh kuku.
• Pasien dengan PSO harus diskrining untuk HIV, karena telah diidentifikasi sebagai penanda untuk penyakit
ini
WSO
• WSO merupakan hasil dari invasi langsung lempeng kuku dorsal yang menghasilkan bercak putih menjadi
kusam, berbatasan tajam di mana saja pada permukaan kuku jari kaki. Biasanya disebabkan oleh T.
interdigitale,
• Spesies Candida dapat menyerang epitel hyponychial untuk akhirnya mempengaruhi seluruh ketebalan
lempeng kuku
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS BANDING
TERAPI
• Pemilihan agen antijamur didasarkan pada organisme penyebab, efek samping
potensial, risiko interaksi obat, dan komorbiditas pada setiap pasien.
• Griseofulvin tidak lagi dianggap pengobatan standar untuk onikomikosis karena
perjalanan pengobatannya yang lama, potensi efek samping dan interaksi obat, dan
tingkat penyembuhan yang relatif rendah.
SISTEMIK
•Rejimen terapi kombinasi mungkin memiliki tingkat pembersihan yang lebih tinggi daripada perawatan oral
atau topikal saja. Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan rejimen terapi kombinasi dengan tioconazole
topikal, ciclopirox, dan amorolfine dengan hasil yang beragam.
•Aktivitas fungisida in vitro yang ditunjukkan oleh timol, kapur barus, mentol, dan minyak Eucalyptus citriodora
menawarkan potensi strategi terapi tambahan untuk mengobati onikomikosis.
•Timol 4% disiapkan dalam etanol dapat digunakan sebagai tetes yang diaplikasikan pada lempeng kuku dan
hyponychium.
•Terapi topikal mungkin berguna sebagai sarana untuk mencegah kekambuhan.
TOPIKAL
• Pemangkasan, debridemen, kuretase nail bed, dan abrasi kuku dapat
mempercepat pengiriman obat ke tempat tindakan. Pilihan lain untuk kasus
refraktori termasuk laser, operasi avulsi, atau pengangkatan kuku secara
kimia dengan 40% senyawa urea dalam kombinasi dengan antijamur topikal
atau oral.
MEKANISME
INTERVENSI
TINEA BARBAE
Tipe superfisial
• Disebabkan oleh antropofilik seperti T. violaceum,
bentuk tinea barbae ini kurang inflamasi dan
menyerupai tinea korporis atau folliculitis bakteri.
• Batas yang aktif menunjukkan papula dan pustula
perifollicular disertai dengan eritema ringan.
• Alopecia, jika ada, bersifat reversibel
Tipe inflamasi
• Biasanya disebabkan oleh T. interdigitale (strain
zoophilic) atau T. verrucosum, tinea barbae
inflamasi adalah presentasi klinis yang paling
umum.
• Rambut tidak berkilau, rapuh, dan mudah dicukur
untuk menunjukkan massa yang purulen di
sekitar akar ranbut. Pustula perifollicular dapat
menyatu dan terjadi kumpulan nanah seperti
abses, saluran sinus, dan alopecia jaringan parut.
MANIFESTASI KLINIS : mengenai bagian wajah unilateral
dan area janggut lebih sering dibandingkan area kumis dan
bibir bagian atas
Tinea barbae terjadi terutama di daerah janggut laki-laki.
Insiden tinea barbae telah menurun karena sanitasi yang
baik telah mengurangi penularan oleh tukang cukur yang
terkontaminasi.
TINEA
BARBAE
DIAGNOSIS BANDING
TINEA KAPITIS
Tipe noninflamasi
• Disebut seborrheic bentuk tinea capitis, Tinea capitis noninflamasi terlihat paling umum dengan organisme antropofilik seperti M.
audouinii atau Microsporum ferrugineum. Arthroconidia dapat membentuk selubung di sekitar rambut yang terkena, memutarnya
menjadi abu-abu dan menyebabkan mereka putus tepat di atas kulit kepala.
• Alopecia mungkin tidak terlihat atau, dalam kasus inflamasi yang lebih banyak, mungkin telah dibatasi bercak eritematosa
bersisik dari alopecia nonscarring dengan kerusakan rambut (tipe “gray patch“. Bercak sering terjadi pada oksiput.
• Ketika melibatkan pola ectothrix, rambut yang terinfeksi dapat menunjukkan fluoresensi hijau di bawah cahaya Wood .
Black dot
• Bentuk "titik hitam" dari tinea capitis biasanya disebabkan oleh organisme endothrix antropofilik T. tonsurans dan T.
violaceum. Rambut patah pada kulit kepala meninggalkan titik-titik hitam yang dikelompokkan dalam patch
alopecia berbentuk poligonal dengan margin seperti jari. Rambut normal juga tetap dalam potongan rambut yang rusak.
• Meskipun tinea capitis “black dot" cenderung bersifat inflamasi minimal, beberapa pasien dapat berkembang menjadi
pustula folikuler, nodul mirip furunkel, atau, dalam kasus yang jarang terjadi, kerion — massa yang berawan,
bertabur pada rambut rusak dan lubang folikel mengalir nanah. .
Tipe inflamasi
• Zoophilic atau geophilic patogens, seperti M. canis, M. gypseum, dan T. verrucosum, lebih cenderung menyebabkan jenis
radang tinea capitis melalui reaksi hipersensitif.
• Peradangan yang dihasilkan berkisar dari pustula folikel ke furunculosis atau kerion. Peradangan yang intens
menyebabkan jaringan parut alopesia.
• Kulit kepala biasanya pruritus atau lunak. Limfadenopati servikal posterior sering ada, dan dapat berfungsi sebagai klinis
dalam membedakan tinea kapitis dari gangguan peradangan lainnya yang melibatkan kulit kepala
TINEA
KAPITIS
DIAGNOSIS BANDING
TINEA
KAPITIS
◦ Terapi topikal saja tidak dianjurkan untuk manajemen tinea capitis.
◦ Pengobatan oral empiris yang mencerminkan epidemiologi lokal dan organisme
penyebab yang paling mungkin dapat diberikan sambil menunggu konfirmasi
mikologi.
◦ Selenium sulfida (1% dan 2,5%), seng pyrithione (1% dan 2%), povidone-iodine
(2,5%), dan ketoconazole (2%) adalah preparat shampo yang membantu
membasmi dermatofita dari kulit kepala. Penggunaan direkomendasikan 2 - 4
kali seminggu selama 2 - 4 minggu.
◦ Penggunaan sampo ketoconazole 2% seminggu sekali atau selenium sulfida
2,5% oleh semua anggota rumah tangga juga mengurangi penularan dengan
mengurangi penumpahan spora.
◦ Glukokortikoid oral dapat mengurangi insidensi jaringan parut yang terkait
dengan varietas radang tinea capitis. Meskipun tidak ada bukti yang konsisten
untuk peningkatan angka kesembuhan dengan penggunaan glukokortikoid oral,
tampaknya dapat mengurangi rasa sakit dan pembengkakan yang terkait
dengan infeksi. Regimen yang biasa digunakan adalah prednison 1 - 2 mg / kg
setiap pagi selama minggu pertama terapi.
TERAPI
TINEA
KORPORIS
◦ Presentasi klasik : annular (“ringworm" -seperti; Gambar. 160-9A) atau plak
serpiginous dengan skuama di seluruh perbatasan eritematosa aktif.
◦ Perbatasan, yang mungkin vesikuler, bergerak maju secara sentrifugasi.
Bagian tengah plak biasanya bersisik tetapi dapat menunjukkan
pembersihan penuh.
◦ cincin vesikular konsentris menunjukkan tinea incognito (sering
disebabkan oleh T. rubrum), cincin konsentris eritematosa pada tinea
imbricata menunjukkan sedikit atau tidak ada vesikulasi.
MANIFESTASI
KLINIS
• Majocchi granuloma = deep folliculitis due to a cutaneous dermatophyte infection.
• commonly due to Trichophyton rubrum infection.
• tends to occur in young women who frequently shave their legs, topical steroids on
unsuspected tinea
TINEA
KORPORIS
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
TINEA KRURIS
◦ Tinea cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, genitalia, area
pubis, dan kulit perineum dan perianal.
◦ Tnea kruris adalah jenis dermatofitosis kedua yang paling umum di
seluruh dunia.
◦ Mirip seperti tinea korporis, tinea kruris menyebar melalui kontak
langsung atau fomites, dan diperburuk oleh oklusi dan kelembaban.
◦ Autoinfeksi dari reservoir jauh dari T. rubrum atau T. interdigitale pada
kaki. Tinea cruris 3 kali lebih sering terjadi pada pria, dan orang dewasa
lebih sering terkena daripada anak-anak.
TINEA KRURIS
DIAGNOSIS BANDING
TINEA PEDIS DAN TINEA MANUS
Tipe Interdigitale
• Presentasi paling umum dari tinea pedis, dimulai sebagai skuama, eritema, dan maserasi kulit interdigital dan
subdigital kaki, terutama antara jari-jari kaki ketiga, keempat dan kelima.
• Infeksi akan menyebar ke telapak kaki atau punggung yang berdekatan, tetapi jarang melibatkan dorsum.
• Oklusi dan koinfeksi bakteri (Pseudomonas, Proteus, dan Staphylococcus aureus) segera menghasilkan erosi
interdigital dengan pruritus dan malodor yang merupakan karakteristik kompleks dermatofitosis, atau "kaki atlet."
Tipe Hiperkeratotik Kronik (Moccasin)
• Ditandai dengan skuama yang merata atau difus pada telapak kaki dan aspek lateral dan medial kaki, dalam
distribusi yang mirip dengan moccasin pada kaki.
• Derajat eritema bervariasi, dan mungkin juga ada vesikula beberapa menit yang sembuh dengan koleret sisik
berdiameter kurang dari 2 mm.
• Patogen yang paling umum adalah T. rubrum diikuti oleh E. floccosum dan strain antropofilik dari T. interdigitale.
Tipe Vesikobulosa
• Disebabkan oleh strain zoofilik dari T. interdigitale (sebelumnya bernama T. mentagrophytes var. Mentagrophytes),
menampilkan vesikel tegang yang berdiameter lebih besar dari 3 mm, vesiculopustules, atau bula pada area telapak
kaki dan periplantar.
• Tinea pedis jenis ini jarang terjadi pada masa kanak-kanak tetapi disebabkan oleh T. rubrum.
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx
1. Dermatofitosis (1).pptx

More Related Content

Similar to 1. Dermatofitosis (1).pptx (20)

Tinea
TineaTinea
Tinea
 
Sistem imunitas tubuh akibat penyakit infeksi
Sistem imunitas tubuh akibat penyakit infeksiSistem imunitas tubuh akibat penyakit infeksi
Sistem imunitas tubuh akibat penyakit infeksi
 
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksiSistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
 
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksiSistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
Sistem imunitas-tubuh-akibat-penyakit-infeksi
 
Lp eritroderma
Lp eritrodermaLp eritroderma
Lp eritroderma
 
Warna dasar luka 2
Warna dasar luka 2Warna dasar luka 2
Warna dasar luka 2
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
 
Askep kgd '' gigitan ular'' AKPER PEMKAB MUNA
Askep kgd '' gigitan ular'' AKPER PEMKAB MUNAAskep kgd '' gigitan ular'' AKPER PEMKAB MUNA
Askep kgd '' gigitan ular'' AKPER PEMKAB MUNA
 
radang.ppt
radang.pptradang.ppt
radang.ppt
 
ppt-dev-ptiriasis-rosea (1).ppt
ppt-dev-ptiriasis-rosea (1).pptppt-dev-ptiriasis-rosea (1).ppt
ppt-dev-ptiriasis-rosea (1).ppt
 
Yataba infeksi jamur
Yataba infeksi jamurYataba infeksi jamur
Yataba infeksi jamur
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamur
 
Makalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamurMakalah penyakit jamur
Makalah penyakit jamur
 
Ektima
EktimaEktima
Ektima
 
Lepra
LepraLepra
Lepra
 
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
 
DERMATITIS.pptx
DERMATITIS.pptxDERMATITIS.pptx
DERMATITIS.pptx
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 

Recently uploaded

Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxnawasenamerta
 
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.pptperumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.pptAryLisawaty
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.comModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.comFathan Emran
 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxMasHari12
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024SABDA
 
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxPresentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxDWIHANDOYOPUTRO2
 
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptxSejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptxGallantryW
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfyuniarmadyawati361
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxKurnia Fajar
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdferlita3
 
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)LabibAqilFawaizElB
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogorWILDANREYkun
 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)saritharamadhani03
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawassuprihatin1885
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIgloriosaesy
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxEkoPutuKromo
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...AgusRahmat39
 
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptx
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptxSolusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptx
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptxaristasaputri46
 

Recently uploaded (20)

Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.pptperumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.comModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
 
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxPresentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
 
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptxSejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptx
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptxSolusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptx
Solusi Masalah Pendidikan Kelompok 9 Wawasan Pendidikan.pptx
 

1. Dermatofitosis (1).pptx

  • 2. KASUS Seorang pasien laki-laki berusia 5 tahun dibawa oleh orang tuanya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 10 Oktober 2022 dengan : KELUHAN UTAMA : Terjadi kebotakan setempat disertai sisik putih kasar yang terasa gatal pada bagian kepala atas kanan yang semakin meningkat sejak 1 bulan yang lalu. RPS : ◦ Awalnya, 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kulit kepala sering terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk kepalanya, pada saat itu pasien tidak mengobati keluhannya tersebut. ◦ 1,5 bulan yang lalu pasien pangkas rambut dan terlihat adanya area di kepala yang rambutnya tidak ada. Kemudian pasien dibawa berobat ke klinik dan mendapatkan salap yang digunakan selama kurang lebih 10 hari. ◦ Gatal dirasakan meningkat saat berkeringat dan terkadang timbul bintil merah berisi nanah pada area yang gatal. ◦ Karena tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke RS Bunda dan mendapatkan obat cetirizine dan salap natrium fusidat. Setelah kontrol satu kali ke RS Bunda dan tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M Djamil.
  • 3. Pada pasien terjadi kebotakan setempat disertai sisik putih kasar yang terasa gatal pada bagian kepala atas kanan yang semakin meningkat sejak 1 bulan yang lalu, awalnya hanya sebesar koin, kemudian semakin bertambah lebar disertai rasa gatal yang semakin meningkat. Pasien tidak memelihara kucing dirumah, tetapi ada kucing kampung yang bebas keluar masuk rumah dan sering memberikan makan kucing tersebut. Pasien juga memiliki riwayat kontak dengan hewan kelinci 2 bulan yang lalu. Pasien tidak mengetahui apakah kucing ataupun kelinci tersebut mengalami kebotakan setempat pada bulunya
  • 4. PEMERIKSAAN FISIK : Keadaan umum : tampak sakit sedang dan kesadaran komposmentis kooperatif. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Pasien memiliki status gizi baik, dengan berat badan 25 kg dan tinggi badan 110 cm. Pada status generalisata ditemukan pembesaran KGB regio colli posterior. Pasien sehari-hari beraktivitas sebagai pelajar TK dengan aktivitas sedang Pasien suka bermain hingga berkeringat dan tidak langsung mengeringkan badan ataupun mengganti pakaian jika berkeringat. Pasien tidak memilik riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang sama. Pasien tidak mengalami gatal atau mengeluhkan bercak merah pada daerah kulit tubuh yang lain. Riwayat bermain dan kontak dengan tanah tidak ada. Pasien menggunakan alat mandi, pakaian, handuk sendiri. Pasien mandi 1 kali sehari dan mengganti pakaian. Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama dengan keluhan sekarang. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
  • 5. Status Dermatologikus a. Lokasi : Parieto-occipito dextra b. Distribusi : terlokalisir c. Bentuk : tidak khas d. Susunan : polisiklik e. Batas : tidak tegas f. Ukuran : plakat g. Efloresensi : plak eritem dengan skuama putih kasar, papul, pustul
  • 7. Pada pemeriksaan lampu wood ditemukan fluoresensi berwarna kehijauan. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan kultur agar soboroud untuk menemukan spesies jamur penyebabnya.
  • 8. ◦ Diagnosis : tinea kapitis tipe kerion dan tidak ada diagnosis banding. ◦ Pada Pemeriksaan KOH ditemukan gambaran hifa panjang berseptum. ◦ Tatalaksana : edukasi berupa penjelasan kepada orang tua pasien bahwa penyakit yang dialami akibat infeksi jamur dan dapat menular, pengobatan akan berlangsung dalam waktu lama dan obat harus diminum secara teratur. Pasien juga dianjurkan untuk menghindari menggaruk kelainan kulitnya. Pada pasien dan keluarga juga diedukasi agar menjaga kebersihan di rumah dan menggunakan handuk, topi, sisir dan alas tidur jangan bersamaan, hindari bermain dengan kucing. ◦ Pengobatan khusus : griseovulfin 125 mg 1x2 tab malam hari, Ketoconazole zalf 2% 2 x sehari setelah mandi, dan cetirizine syr 1 x 1 sendok takar. ◦ Pada pasien, prognosis quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, quo ad sanactionan bonam, dan quo ad kosmetikum : dubia ad bonam.
  • 10. MIKOSIS ◦ Terbagi dalam 3 bentuk: (a) Superfisial : melibatkan stratum korneum, rambut, dan kuku (b) Subkutan : melibatkan dermis dan / atau jaringan subkutan (c) Dalam / sistemik : penyebaran organisme secara hematogen termasuk patogen oportunistik pada host yang immunokompromised
  • 11.
  • 12. TAKSONOMI Klasifikasi Jamur Superfisial Berdasarkan Habitat Antropofilik • Terbatas pada inang manusia. • Ditularkan melalui kontak langsung. Kulit atau rambut yang terinfeksi tetap dalam pakaian, sisir, topi, kaus kaki, dan handuk, misalnya, juga berfungsi sebagai sumber reservoir. • Dermatofit ini telah beradaptasi dengan manusia sebagai inang dan memperoleh respons inang ringan sampai noninflamasi. Zoofilik • Spesies ditularkan ke manusia dari hewan : kucing, anjing, kelinci, marmut, burung, kuda, sapi. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan itu sendiri, atau secara tidak langsung melalui rambut hewan yang terinfeksi. • Daerah yang terpapar, seperti kulit kepala, janggut, wajah, dan lengan, merupakan tempat infeksi yang disukai. • Microsporum canis sering ditularkan ke manusia dari kucing dan anjing, sedangkan kelinci percobaan dan kelinci merupakan sumber infeksi manusia yang sering dengan strain zoophilic dari T. interdigitale. • Dermatofita ini menghasilkan respons peradangan akut dan intens pada manusia. Geofilik • Jamur geofilik menyebabkan infeksi sporadic manusia pada kontak langsung dengan tanah. • Microsporum gypseum adalah dermatofit geofilik yang paling umum dibiakkan dari manusia. • Ada potensi penyebaran epidemi sebagai konsekuensi dari virulensi yang lebih tinggi dari strain geofilik, serta kemampuan untuk membentuk spora berumur panjang yang mungkin berada dalam selimut atau alat perawatan. • Dermatofit geofilik menghasilkan respons peradangan yang intens.
  • 13. GAMBARAN KLINIS ◦ Gambaran klinis dermatofitosis bervariasi tergantung pada dermatofit penyebab dan tempat infeksi (yaitu, kulit, rambut, atau kuku). ◦ Reaksi dermatofitid atau id (autoeczematization) adalah dermatitis inflamasi akut di tempat yang jauh dari inflamasi infeksi jamur primer.
  • 14. PATOGENESIS ◦ Dermatofit  keratin sebagai sumber nutrisi, invasi, dan pertumbuhan elemen miselium untuk bertahan hidup dalam jaringan keratin. ◦ Memicu respon inflamasi  Tingkat peradangan tergantung pada faktor patogen dan host. ◦ "Kurap," klasik atau annular, morfologi tinea korporis hasil dari respon inflamasi host terhadap dermatofita yang menyebar, diikuti oleh pengurangan atau pembersihan elemen jamur dari dalam plak, dan (dalam banyak kasus) resolusi infeksi spontan.
  • 15. INVASI ◦ Trauma dan maserasi memudahkan penetrasi dermatofita melalui kulit. ◦ Invasi unsur-unsur jamur  sekresi protease spesifik, lipase, dan ceramidase, produk pencernaan yang juga berfungsi sebagai nutrisi jamur. ◦ Komponen dinding sel jamur, termasuk β-glukan, galaktomanan, dan kitin, menunjukkan efek penghambatan pada proliferasi keratinosit (untuk memungkinkan invasi sebelum deskuamasi) dan imunitas yang diperantarai sel. Setelah dermatofit menembus epidermis ke dermis, pengikatan adhesin ke elastin kembali mengubah ekspresi gen.
  • 16. RESPON HOST ◦ Dalam mekanisme pertahanan, permukaan epitel, peptida antimikroba (defensin, katelisidin, protein S100, asam lemak fungistatik dalam sebum), dan flora bakteri yang bersaing merupakan penghalang pertama melawan unsur jamur yang menyerang. ◦ Keratinosit epidermal memainkan peran yang lebih aktif dengan mengekspresikan beberapa reseptor pengenalan pola termasuk reseptor lektin tipe-C dan beberapa reseptor like-Toll (TLR) yang terletak di permukaan sel (TLR1, TLR2, TLR4, TLR5) , dan TLR6) atau dalam endosom (TLR3 dan TLR9). ◦ Sistem imun bawaan mampu memonitor mikroba melalui reseptor pengenalan pola ini, yang berfungsi menjembatani imunitas bawaan dan adaptif setelah pengenalan pola molekuler terkait patogen untuk menghasilkan produksi sitokin yang ditargetkan, perekrutan, dan polarisasi T, B, dan subset natural killer lymphicyte. Respons imun spesifik yang dihasilkan tergantung pada jenis sel yang terlibat.
  • 17. RESPON HOST ◦ Monosit, makrofag, neutrofil, sel epitel, dan endotel memfagositisasi dan secara langsung membunuh jamur. ◦ Setelah pengikatan TLR dari pola molekuler terkait patogen jamur, mannan, keratinosit (a) meningkatkan proliferasi untuk mempromosikan pelepasan (b) meningkatkan sekresi peptida antimikroba (seperti β defensin manusia, ribonuklease 7, dan Psoriasin) untuk menghambat pertumbuhan dermatofita (c) meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi (interferon-α, faktor nekrosis tumor-α, interleukin [IL] -1β, IL-8, IL-16, dan IL-17) untuk lebih mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. ◦ Reseptor lektin tipe-C yang disebut Dectin-1 mengikat β-1,3-glukan pada jamur untuk mengaktifkan jalur pensinyalan SYK-CARD-9 dalam neutrofil, makrofag, dan sel dendritik untuk meningkatkan produksi IL-23 dan T-helper berikutnya ( Th) -17 induksi sel. ◦ Setelah dermatofita mampu menembus lapisan epidermis yang lebih dalam, pertahanan nonspesifik baru muncul, seperti persaingan untuk zat besi oleh transferin tak jenuh dan aktivasi komplemen untuk menghambat pertumbuhan jamur.
  • 18. RESPON HOST ◦ Tingkat pertahanan berikutnya adalah imunitas yang diperantarai sel yang menghasilkan respons hipersensitif tipe lambat spesifik terhadap jamur yang menyerang. ◦ Tingkat reaksi inflamasi tergantung pada status kekebalan host serta spesies dermatofit yang terlibat. Respon inflamasi yang terkait dengan hipersensitivitas ini berkorelasi dengan resolusi klinis, sementara imunitas yang dimediasi sel Th1, penting untuk aktivasi fagosit di tempat infeksi, dapat menyebabkan dermatofitosis kronis atau berulang. ◦ Respons Th2 tampaknya tidak bersifat protektif, karena pasien dengan titer antibodi antigen jamur yang diamati memiliki infeksi dermatofit yang luas. Peran yang mungkin untuk respons Th17 terhadap infeksi dermatofit disarankan oleh penemuan elemen hifa yang mengikat Dectin-2, reseptor pengenalan pola lektin tipe C pada sel dendritik, yang penting untuk menginduksi respons Th17 ◦ Sekresi Th17 dari IL-17A, IL-17F, dan IL-22 mengaktifkan sel epitel, granulopoiesis, rekrutmen neutrofil, dan produksi kemokin dan faktor antimikroba yang penting untuk kekebalan epitel terhadap jamur. Dengan demikian, respons host yang berhasil terhadap infeksi dermatofit tergantung pada interaksi dan partisipasi yang diatur dengan baik dari sistem imun seluler bawaan, tidak spesifik, dan adaptif.
  • 20. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK ◦ Mikroskopi berdaya rendah akan mengungkapkan 3 kemungkinan pola infeksi (Gambar 160-2): (a) ectothrix — arthroconidia kecil atau besar membentuk selubung di sekitar batang rambut (b) endothrix — arthroconidia di dalam batang rambut (c) favus — hifa dan ruang udara di dalam batang rambut.
  • 21.
  • 22.
  • 23.
  • 24.
  • 25.
  • 26. LAMPU WOOD ◦ Pemeriksaan pada kulit kepala atau janggut, dengan lampu Wood (365 nm) dapat mengungkapkan fluoresensi rambut dari rambut yang terinfeksi patogen jamur tertentu. ◦ Rambut yang berfluoresensi harus dipilih untuk pemeriksaan lebih lanjut, termasuk kultur. ◦ Meskipun organisme ectothrix M. canis dan M. audouinii akan berfluoresensi pada pemeriksaan cahaya Wood, organisme endothrix T. tonsurans tidak akan berfluoresensi.
  • 27.
  • 28.
  • 29. REAKSI DERMATOFITID ◦ Reaksi dermatofitid (atau id) adalah dermatitis inflamasi yang terjadi di tempat yang jauh dari dermatofitosis primer (seperti tinea pedis atau kerion) pada 4% - 5% pasien. ◦ Mekanisme pastinya tidak diketahui, reaksi id dikaitkan dengan respons hipersensitif tipe lambat terhadap tes Trichophyton, dan karenanya mungkin melibatkan respons hipersensitif tipe lokal lambat terhadap antigen jamur yang diserap secara sistemik. ◦ Reaksi Id muncul polimorfik, mulai dari morfologi papula folikel atau nonfolikuler dan vesikel pada tangan dan kaki hingga eritema reaktif termasuk eritema nodosum, eritema annulare centrifugum, atau urtikaria. ◦ Pemeriksaan KOH pada erupsi id adalah negatif. ◦ 3 kriteria untuk menetapkan keberadaan erupsi id adalah (a) dermatofitosis pada bagian tubuh yang lain, (b) tidak adanya elemen jamur dari erupsi id (c) resolusi erupsi id dengan pembersihan infeksi dermatofit primer .
  • 30.
  • 31. ONIKOMIKOSIS ◦ Onikomikosis adalah infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh dermatofita, jamur nondermatofit, atau ragi. ◦ Tinea unguium mengacu secara ketat pada infeksi dermatofit pada kuku. ◦ Secara klinis, 3 jenis onikomikosis : (a) onikomikosis subungual distolateral (DLSO) (b) onikomikosis subungual proksimal (PSO) (c) onikomikosis superfisial putih (WSO).
  • 32. DLSO • DLSO adalah bentuk onikomikosis yang paling umum. Dimulai dengan invasi stratum korneum dari hyponychium dan dasar kuku bagian distal, membentuk kekeruhan menjadi kekuning-kekuningan pada tepi distal kuku. • Infeksi kemudian menyebar secara proksimal ke atas dasar kuku ke lempeng kuku ventral. Hiperproliferasi (atau perubahan diferensiasi) dari alas kuku sebagai respons terhadap infeksi mengakibatkan hiperkeratosis subungual, sementara invasi progresif lempeng kuku menghasilkan kuku yang semakin distrofi. PSO • PSO : infeksi lipatan kuku proksimal terutama oleh T.rubrum dan Trichophyton megninii dan terlihat sebagai opacity putih-ke-krem pada lempeng kuku proksimal. Keburaman ini secara bertahap membesar untuk memengaruhi seluruh kuku dan berakibat pada hiperkeratosis subungual, leukonychia, onikolisis proksimal, dan / atau kerusakan seluruh kuku. • Pasien dengan PSO harus diskrining untuk HIV, karena telah diidentifikasi sebagai penanda untuk penyakit ini WSO • WSO merupakan hasil dari invasi langsung lempeng kuku dorsal yang menghasilkan bercak putih menjadi kusam, berbatasan tajam di mana saja pada permukaan kuku jari kaki. Biasanya disebabkan oleh T. interdigitale, • Spesies Candida dapat menyerang epitel hyponychial untuk akhirnya mempengaruhi seluruh ketebalan lempeng kuku MANIFESTASI KLINIS
  • 33.
  • 34.
  • 35.
  • 36.
  • 38. TERAPI • Pemilihan agen antijamur didasarkan pada organisme penyebab, efek samping potensial, risiko interaksi obat, dan komorbiditas pada setiap pasien. • Griseofulvin tidak lagi dianggap pengobatan standar untuk onikomikosis karena perjalanan pengobatannya yang lama, potensi efek samping dan interaksi obat, dan tingkat penyembuhan yang relatif rendah. SISTEMIK •Rejimen terapi kombinasi mungkin memiliki tingkat pembersihan yang lebih tinggi daripada perawatan oral atau topikal saja. Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan rejimen terapi kombinasi dengan tioconazole topikal, ciclopirox, dan amorolfine dengan hasil yang beragam. •Aktivitas fungisida in vitro yang ditunjukkan oleh timol, kapur barus, mentol, dan minyak Eucalyptus citriodora menawarkan potensi strategi terapi tambahan untuk mengobati onikomikosis. •Timol 4% disiapkan dalam etanol dapat digunakan sebagai tetes yang diaplikasikan pada lempeng kuku dan hyponychium. •Terapi topikal mungkin berguna sebagai sarana untuk mencegah kekambuhan. TOPIKAL • Pemangkasan, debridemen, kuretase nail bed, dan abrasi kuku dapat mempercepat pengiriman obat ke tempat tindakan. Pilihan lain untuk kasus refraktori termasuk laser, operasi avulsi, atau pengangkatan kuku secara kimia dengan 40% senyawa urea dalam kombinasi dengan antijamur topikal atau oral. MEKANISME INTERVENSI
  • 39. TINEA BARBAE Tipe superfisial • Disebabkan oleh antropofilik seperti T. violaceum, bentuk tinea barbae ini kurang inflamasi dan menyerupai tinea korporis atau folliculitis bakteri. • Batas yang aktif menunjukkan papula dan pustula perifollicular disertai dengan eritema ringan. • Alopecia, jika ada, bersifat reversibel Tipe inflamasi • Biasanya disebabkan oleh T. interdigitale (strain zoophilic) atau T. verrucosum, tinea barbae inflamasi adalah presentasi klinis yang paling umum. • Rambut tidak berkilau, rapuh, dan mudah dicukur untuk menunjukkan massa yang purulen di sekitar akar ranbut. Pustula perifollicular dapat menyatu dan terjadi kumpulan nanah seperti abses, saluran sinus, dan alopecia jaringan parut. MANIFESTASI KLINIS : mengenai bagian wajah unilateral dan area janggut lebih sering dibandingkan area kumis dan bibir bagian atas Tinea barbae terjadi terutama di daerah janggut laki-laki. Insiden tinea barbae telah menurun karena sanitasi yang baik telah mengurangi penularan oleh tukang cukur yang terkontaminasi.
  • 41. TINEA KAPITIS Tipe noninflamasi • Disebut seborrheic bentuk tinea capitis, Tinea capitis noninflamasi terlihat paling umum dengan organisme antropofilik seperti M. audouinii atau Microsporum ferrugineum. Arthroconidia dapat membentuk selubung di sekitar rambut yang terkena, memutarnya menjadi abu-abu dan menyebabkan mereka putus tepat di atas kulit kepala. • Alopecia mungkin tidak terlihat atau, dalam kasus inflamasi yang lebih banyak, mungkin telah dibatasi bercak eritematosa bersisik dari alopecia nonscarring dengan kerusakan rambut (tipe “gray patch“. Bercak sering terjadi pada oksiput. • Ketika melibatkan pola ectothrix, rambut yang terinfeksi dapat menunjukkan fluoresensi hijau di bawah cahaya Wood . Black dot • Bentuk "titik hitam" dari tinea capitis biasanya disebabkan oleh organisme endothrix antropofilik T. tonsurans dan T. violaceum. Rambut patah pada kulit kepala meninggalkan titik-titik hitam yang dikelompokkan dalam patch alopecia berbentuk poligonal dengan margin seperti jari. Rambut normal juga tetap dalam potongan rambut yang rusak. • Meskipun tinea capitis “black dot" cenderung bersifat inflamasi minimal, beberapa pasien dapat berkembang menjadi pustula folikuler, nodul mirip furunkel, atau, dalam kasus yang jarang terjadi, kerion — massa yang berawan, bertabur pada rambut rusak dan lubang folikel mengalir nanah. . Tipe inflamasi • Zoophilic atau geophilic patogens, seperti M. canis, M. gypseum, dan T. verrucosum, lebih cenderung menyebabkan jenis radang tinea capitis melalui reaksi hipersensitif. • Peradangan yang dihasilkan berkisar dari pustula folikel ke furunculosis atau kerion. Peradangan yang intens menyebabkan jaringan parut alopesia. • Kulit kepala biasanya pruritus atau lunak. Limfadenopati servikal posterior sering ada, dan dapat berfungsi sebagai klinis dalam membedakan tinea kapitis dari gangguan peradangan lainnya yang melibatkan kulit kepala
  • 42.
  • 44. TINEA KAPITIS ◦ Terapi topikal saja tidak dianjurkan untuk manajemen tinea capitis. ◦ Pengobatan oral empiris yang mencerminkan epidemiologi lokal dan organisme penyebab yang paling mungkin dapat diberikan sambil menunggu konfirmasi mikologi. ◦ Selenium sulfida (1% dan 2,5%), seng pyrithione (1% dan 2%), povidone-iodine (2,5%), dan ketoconazole (2%) adalah preparat shampo yang membantu membasmi dermatofita dari kulit kepala. Penggunaan direkomendasikan 2 - 4 kali seminggu selama 2 - 4 minggu. ◦ Penggunaan sampo ketoconazole 2% seminggu sekali atau selenium sulfida 2,5% oleh semua anggota rumah tangga juga mengurangi penularan dengan mengurangi penumpahan spora. ◦ Glukokortikoid oral dapat mengurangi insidensi jaringan parut yang terkait dengan varietas radang tinea capitis. Meskipun tidak ada bukti yang konsisten untuk peningkatan angka kesembuhan dengan penggunaan glukokortikoid oral, tampaknya dapat mengurangi rasa sakit dan pembengkakan yang terkait dengan infeksi. Regimen yang biasa digunakan adalah prednison 1 - 2 mg / kg setiap pagi selama minggu pertama terapi. TERAPI
  • 45. TINEA KORPORIS ◦ Presentasi klasik : annular (“ringworm" -seperti; Gambar. 160-9A) atau plak serpiginous dengan skuama di seluruh perbatasan eritematosa aktif. ◦ Perbatasan, yang mungkin vesikuler, bergerak maju secara sentrifugasi. Bagian tengah plak biasanya bersisik tetapi dapat menunjukkan pembersihan penuh. ◦ cincin vesikular konsentris menunjukkan tinea incognito (sering disebabkan oleh T. rubrum), cincin konsentris eritematosa pada tinea imbricata menunjukkan sedikit atau tidak ada vesikulasi. MANIFESTASI KLINIS
  • 46.
  • 47. • Majocchi granuloma = deep folliculitis due to a cutaneous dermatophyte infection. • commonly due to Trichophyton rubrum infection. • tends to occur in young women who frequently shave their legs, topical steroids on unsuspected tinea
  • 49. TINEA KRURIS ◦ Tinea cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, genitalia, area pubis, dan kulit perineum dan perianal. ◦ Tnea kruris adalah jenis dermatofitosis kedua yang paling umum di seluruh dunia. ◦ Mirip seperti tinea korporis, tinea kruris menyebar melalui kontak langsung atau fomites, dan diperburuk oleh oklusi dan kelembaban. ◦ Autoinfeksi dari reservoir jauh dari T. rubrum atau T. interdigitale pada kaki. Tinea cruris 3 kali lebih sering terjadi pada pria, dan orang dewasa lebih sering terkena daripada anak-anak.
  • 50.
  • 52. TINEA PEDIS DAN TINEA MANUS Tipe Interdigitale • Presentasi paling umum dari tinea pedis, dimulai sebagai skuama, eritema, dan maserasi kulit interdigital dan subdigital kaki, terutama antara jari-jari kaki ketiga, keempat dan kelima. • Infeksi akan menyebar ke telapak kaki atau punggung yang berdekatan, tetapi jarang melibatkan dorsum. • Oklusi dan koinfeksi bakteri (Pseudomonas, Proteus, dan Staphylococcus aureus) segera menghasilkan erosi interdigital dengan pruritus dan malodor yang merupakan karakteristik kompleks dermatofitosis, atau "kaki atlet." Tipe Hiperkeratotik Kronik (Moccasin) • Ditandai dengan skuama yang merata atau difus pada telapak kaki dan aspek lateral dan medial kaki, dalam distribusi yang mirip dengan moccasin pada kaki. • Derajat eritema bervariasi, dan mungkin juga ada vesikula beberapa menit yang sembuh dengan koleret sisik berdiameter kurang dari 2 mm. • Patogen yang paling umum adalah T. rubrum diikuti oleh E. floccosum dan strain antropofilik dari T. interdigitale. Tipe Vesikobulosa • Disebabkan oleh strain zoofilik dari T. interdigitale (sebelumnya bernama T. mentagrophytes var. Mentagrophytes), menampilkan vesikel tegang yang berdiameter lebih besar dari 3 mm, vesiculopustules, atau bula pada area telapak kaki dan periplantar. • Tinea pedis jenis ini jarang terjadi pada masa kanak-kanak tetapi disebabkan oleh T. rubrum.