Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdarakan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-beasrnya kemakmuran rakyat
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdarakan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-beasrnya kemakmuran rakyat
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...BillyReihan
Pajak internasional dapat didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau yang sering disebut dengan P3B. Ketentuan dasar pajak internasional ini mengacu pada Konvensi Wina.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
2. Dasar Hukum:
UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak
Penghasilan berlaku sejak 1 Januari
1984. Perubahan terakhir (keempat)
dengan UU No. 36 Tahun 2008.
UU ini mengatur tentang pajak atas
penghasilan (laba) yang diterima atau
diperoleh orang pribadi maupun badan.
3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak
► Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang berhak.
► Badan
► Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Wajib Pajak
► Orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif.
4. Subjek pajak dapat dibedakan: ........1/2
Subjek pajak dalam negeri
► Subjek pajak orang pribadi (bertempat tinggal di Indo lebih
dari 183 hari tdk harus berturut-turut dlm jk waktu 12 bl
atau dlm satu th pajak berada di Indo dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indo.
► Subjek pajak Badan (didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia.
► Subjek pajak warisan yg belum dibagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
5. Subjek pajak dapat dibedakan: ........2/2
Subjek pajak luar negeri
► Subjek pajak orang pribadi (Orang pribadi yang tdk
bertempat tinggal di Indo lebih dari 183 hari dlm jk waktu
12 bl yang menjalankan usaha atau dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
► Subjek pajak Badan (didirikan atau bertempat kedudukan
tdk di Indonesia yang menjalankan usaha atau dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
6. Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri:
WP dalam negeri WP luar negeri
Dikenakan pajak atas
penghasilan baik yg diterima
atau diperoleh dari Indonesia
dan dari luar Indonesia
Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di
Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif umum (Tarif UU
PPh Ps 17)
Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif sepadan (Tarif UU
PPh Ps 26)
Wajib menyampaikan SPT Tdk wajib menyampaikan SPT
7. Kewajiban Pajak Subjektif:
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak dln negeri orang pribadi:
1. Saat dilahirkan
2. Saat berada di Indonesia atau
berniat bertempat tinggai di Indo
1. Saat meninggal
2. Saat meninggalkan Indonesia
utk selama-lamanya
Subjek pajak dln negeri badan:
Saat didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia
Saat dibubarkan atau tdk lagi
bertempat kedudukan di Indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia
Saat tdk menjalankan usaha/melaku-
kan kegiatan melalui BUT di Indo
Subjek Pajak luar negeri tdk melalui BUT
Saat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia
Saat tdk lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indo.
Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yg belum terbagi Saat warisan telah selesai dibagikan
8. Tidak termasuk subjek pajak:
► Badan atau perwakilan negara asing
► Perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing
► Organisasi Internasional sesuai SK Menkeu No.
574/KMK.04/2000 terakhir diperbaharui SK Menkeu No.
243/KMK.03/2003.
► Pejabat perwakilan organisasi Internasional sesuai
dengan SK Menkeu diatas.
9. Objek PPh adalah Penghasilan.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yg telah dibebankan sebagai
biaya.
6. Bunga, deviden, royalti dan sewa
7. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
8. Keuntungan karena pembebasan utang
9. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
10. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
11. Premi asuransi
12. Iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg
terdiri dari WP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
13. Tambahan kekayaan netto yg berasal dr penghasilan yg blm
dikenakan pajak.
10. Dasar pengenaan pajak:
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) untuk WP dalam negeri
dan BUT.
Besarnya PKP utk WP Badan dihitung sebesar
penghasilan netto.
Besarnya PKP utk WP orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan netto dikurangi PTKP.
2. Penghasilan bruto untuk WP luar negeri.
12. Menghitung PKP dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan netto:
Besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya
prosentase norma perhitungan penghasilan netto dikalikan dengan
jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas
setahun.
WP yang boleh menggunakan norma perhitungan adalah WP orang
pribadi yang memenuhi syarat:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000,-/th
2. Mengajukan permohonan dlm jk waktu 3 bln pertama dr th buku
3. Menyelenggarakan pencatatan.
13. PTKP untuk WP Orang Pribadi:
KETERANGAN Besarnya PTKP utk th Pajak (Rp.)
Mulai 2009 Mulai 2013 Mulai 2015
Untuk diri WP 15.840.000,- 24.300.000,- 36.000.000,-
Tambahan WP kawin 1.320.000,- 2.025.000,- 3.000.000,-
Tambahan Istri bekerja 15.840.000,- 24.300.000,- 36.000.000,-
Tambahan tanggungan 1.320.000,- 2.025.000,- 3.000.000,-
14. Tarif Pajak
Lapisan PKP WP Orang Pribadi dlm Negeri Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp.250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 35%
*) Terhadap WP yg tdk memiliki NPWP lebih tinggi 20% dari pada tarif
diatas bagi yang mempunyai NPWP.
15. Badan Usaha
►Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
(dua puluh delapan persen).
►Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) yang mulai berlaku
sejak tahun pajak 2010.
16. Cara Melunasi Pajak
1. Pelunasan Pajak tahun berjalan dengan pembayaran
sendiri oleh WP untuk setiap masa pajak atau
pembayaran pajak melalui pemotongan/pemungutan
pihak ketiga berupa kredit pajak.
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun pajak.
17. BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar
negeri (baik orang pribadi/badan) untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuknya dpt berupa: ........... 1/2
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam
10. Wilayah kerja pertanbangan minyak dan gas bumi
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan
12. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan
18. BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh
subjek pajak luar negeri (baik orang pribadi/badan) untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuknya dpt berupa: ……. 2/2
13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dlm
jangka waktu 12 bulan
14. Orang atau badan yg bertindak selaku agen yang
kedudukannya tdk bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk
didirikan dan tdk bertempat tinggal di Indonesia yg
menerima premi asuransi atau menanggung resiko di
Indonesia
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
19. Objek Pajak Penghasilan BUT:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan
dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang
sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di
Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
20. Penentuan Laba BUT:
1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan
dibebankan adalah biaya yang berkaitan dgn usaha atau
kegiatan BUT, yg besarnya ditetapkan Dirjen Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak
diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah:
a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, patent atau hal-hak lain.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan
jasa lainnya.
c. Bunga, kecuali bunga yg berkenaan dengan usaha
perbankkan.
21. PKP sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia,
akan dikenakan PPh Ps 26 sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia. Pemotongan pajak tersebut bersifat
final.
Sesuai SK Menkeu No. 113/KMK.03/2002, maka penanaman kembali atas
penghasilan BUT di Indonesia tersebut tidak dikenai Pemotongan PPh
pasal 26, dengan syarat sbb:
1. Penanaman kembali dilakukan dlm bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri.
2. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau
selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut, dan
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
paling sedikit dlm jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan berproduksi komersial.
22. Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi
Menurut UU PPh, penyusutan atau depresiasi merupakan konsep alokasi
harga perolehan harta tetap berwujud, dan amortisasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harga perolehan
harta sumber alam. Jadi, dalam UU PPh pengertian amortisasi mencakup
juga pengertian deplesi seperti yang dikenal dalam dunia akuntansi
keuangan.
Harta tetap berwujud dalam perpajakan dikelompokkan menjadi:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
2. Harta berwujud yang berupa bangunan
Bangunan dikelompokkan menjadi:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 th.
2. Tidak permanen, bersifat sementara, terbuat dari bahan tdk lama, dpt
dipindahkan, masa manfaatnya tidak lebih dari 10 th.
23. Harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menjadi:
► Kelompok I : mempunyai masa manfaat 4 tahun.
► Kelompok 2 : mempunyai masa manfaat 8 tahun.
► Kelompok 3 : mempunyai masa manfaat 16 tahun.
► Kelompok 4 : mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Dimulainya penyusutan:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran
2. Utk harta yg masih dlm pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan
pengerjaan harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin dari Dirjen Pajak, penyusutan dpt dimulai pada bulan
harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta tsb mulai
menghasilkan.
Metode yang dpt dipergunakan adalah metode garis lurus dan
metode saldo menurun.
24. Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Berwujud
Masa Manfaat Tarif Depresiasi
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%
II. Bangunan
Permanan
Tidak Permanen
20 tahun
10 tahun
5%
10%
-
-
25. Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tak
Berwujud
Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%
26. Revaluasi (Penilaian kembali aktiva tetap)
► Karena adanya perbedaan nilai buku dengan nilai riil
aktiva.
► Yg dpt melakukan adalah WP Badan dlm negeri dan telah
menyelesaikan semua kewajiban perpajakan.
► Terhadap aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan dan
bukan bangunan).
► Perhitungan didasarkan pada nilai pasar atau nilai wajar
► Selisih lebih atas penilaian kembali aktiva tetap setelah
dilakukan kompensasi kerugian tahun berjalan (jika ada)
dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.