1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Medula spinalis tersusun dalam kanalis spinalis dan diselubungi oleh sebuah lapisan
jaringan konektif, dura mater. Tumor medula spinalis merupakan suatu kelainan yang tidak
lazim, dan hanya sedikit ditemukan dalam populasi. Namun, jika lesi tumor tumbuh dan
menekan medula spinalis, tumor ini dapat menyebabkan disfungsi anggota gerak,
kelumpuhan dan hilangnya sensasi.
Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19% dari semua
tumor primer susunan saraf pusat. (SSP), dan seperti semua tumor pada aksis saraf,
insidennya meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis kelamin tertentu hampir
semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada umumnya terdapat pada wanita, serta
ependymoma yang lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70% dari tumor intradural merupakan
ekstramedular dan 30% merupakan intramedular.
Dalam hal ini perawat berperan penting dalam upaya penyelenggaraan seperti
peningkatan kesehatan (Promotif) dengan cara memberikan penyuluhan tentang penyakit
thalasemia. Pencegahan penyakit (preventif), Penyembuhan penyakit (kuratif)dan peran
Rehabilitatif.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada tumor medula spinalis sangatlah perlu
diperhatikan mengingat dampaknya akan memperparah keadaan pasien, seperti; Kerusakan
serabut-serabut neuron, hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah), perdarahan metastasis,
kekauan, kelemahan, gangguan koordinasi, menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih atau sembelit. Oleh karena itulah maka kelompok
kami membahas materi tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tumor Medula
Spinalis”.
2. BAB II
TINAJAUN TEORI
A. Definisi
Tumor Medula Spinalis adalah massa pertumbuhan jaringan yang baru di dalam
Medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas (maligna).
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau
isinya dan biasanya menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis atau radix
saraf.(Hakim, A Adril)
Tumor pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor
metastasis.(Shneiderman, Amiran).
B. Klasifikasi Tumor
1. Tumor Intrameduler
a) Ependimoma
Ependimoma merupakan tumor intrameduler yang paling banyak dijumpai.
Pada umumnya dijumpai pada daerah servikal dan serviko-torakal, namun sering kali
ia juga mempunyai tempat predileksi khusus yakni di konus medularis dan filum
terminalis (56%). Ada tumor yang berbentuk fusiform yang biasanya meluas dari
medula oblongata ke konus medularis dan panjang tumor ini dapat mencapai tiga
sampai lima segmen spinal. Gejala awalnya adalah nyeri; gangguan sensorik dan
kelemahan motorik (dapat mulai timbul 2-3 tahun sebelum diagnosa di tegakkan).
Usia kasusnya adalah kelompok 30-40 tahun dan kasus-kasus daerah kauda ekuina
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Histologi tumor adalah : jenis seluler (40%),
epitelial (2%), miksopapiler (21%), dan campuran (37%). Jenis ganas dari
ependimoma ini sangat jarang dijumpai, dan istilah bagi tumor ini adalah
ependimoblastoma.
b) Astrositoma
Astrositoma adalah tumor kedua terbanyak di jumpai sebagai tumor
intrameduler, yang kemudian diikuti oleh astrositoma maligna dan glioblastoma
multiforme. Mirip dengan ependimoma, astrositoma kebanyakan timbul di daerah
servikal dan servikotorakal, sedangkan jarang tumbuh didaerah torakolumbar.
Demikian pula gejala klinisnya, mirip dengan ependimoma, termasuk segala tampilan
karena gangguan traktus kortiko-spinal dan spino-talamikus, paresis, dan nyeri
disestetik.
Tumor ini kerap pula di sertai adanya kista atau sirings besar terutama di ujung
atas dan bawah tumor. Kista ini berisi cariran santokhrom yang kaya akan protein dan
mempunyai dinding gliotik yang memisahkannya dari jaringan medula spinalis
normal.
3. c) Hemangioblastoma
Hemangioblastoma merupakan jenis tumor intrameduler yang jarang, sangat
vaskuler dan angka insidens terbanyak adalah pada kelompok usia dekade empat serta
rasio jenis kelamin yang seimbang antara laki-laki dengan wanita. Lokasi
preferensinya adalah didaerah servikal dan serviko-torakal.
Hemangioblastoma sangat sering dibarengi dengan siringomielia dan kista,
serta (agak jarang) dengan penyakit Lindau atau hemangioblastoma kistik serebelum.
60-70% hemangioblastoma terletak intrameduler dan berlokasi dipermukaan dorsal
medula spinalis, 30-40% merupakan tumor intradural-ekstrameduler yang kerap
berada didekat radiks saraf daerah torakal. Tumor ini dapat didiagnosis dengan mudah
melalui pemeriksaan MRI dan angiografi spinal, dengan tampilan fisik berupa nodul
mural yang mengkilat. Presentasi klinisnya mirip dengan tumor intrameduler lainnya.
d) Oligodendroglioma
Merupakan tumor intrameduler yang sangat jarang. Ia sering kali mengandung
kalsifikasi dan bercampur dengan elemen glia serta kistik. Kadang-kadang suatu
oligodendroglioma intrakranial dikaitkan sebagai asal dari tumor intraspinal ini
melalui proses metastasis lewat rongga subarakhnoid spinal.
e) Lipoma, Dermoid, Epidermoid, dan Teratoma
Kelompok tumor yang jarang ini merupakan lesi kongenital dan dapat timbul
pada bagian tengah medula spinalis anak-anak, dewasa, dan remaja.
Lipomaspinal pada usia dewasa umumnya terjadi di daerah servikal dan toraks,
sedangkan pada anak-anak biasanya didaerah lumbo-sakral. Keberadaannya
mempunyai kaitan yang erat dengan abnormalitas kutaneus seperti nevi, dimpel,
hiperpigmentasi kulit, hipertrikosis, angima kapiler, dan lipoma subkutan. Di
samping itu juga kasus ini mempunyai insidensi yang tinggi akan adanya disgrafia.
Investigasi diagnostik dengan MRI menunjukkan sinyal hiperintens yang tinggi
pada T1 dan hipointens pada T2 sesuai dengan jaringan adiposis. Operasi eksisi
jarang dapat total mengingat biasanya lipoma sangat terbenam didalam jaringan
pial medula spinalis, sehingga menyulitkan untuk pengangkatan seluruhnya.Pada
anak-anak, lipoma lumbo-sakral yang disertai oleh spina bifida okulta biasanya
melekat pada konus medularis yang telah terdorong ke kaudal dan kauda ekuina.
Kasus semacam ini biasanya sulit sekali untuk memisahkan jaringan lipoma dan
medula spinalis, sehingga dengan demikian jarang dapat berhasil diangkat total.
Tumor dermoid kebanyakan disertai dengan adanya suatu traktus fistula sinus dan
disgrafisme spinal okulta, dan juga kelainan hiperpigmentasi kulit atau
hipertrikosis sebagian besar tumor jenis ini berlokasi di daerah lumbo-sakral, dan
dapat menampilkan gejala-gejala meningitis bila kista dermoid tersebut pecah dan
masuk ke dalam rongga subarakhnoid. Tindakan operasi untuk mengangkat total
biasanya sulit dilakukan pada kasus di mana kasus tumornya sangat lengket dengan
medula spinalis.
Tumor epidermoid juga sering menyertai kasus spina bifida okulta, terutama
dijumpai di daerah torako-lumbal. Tumor epidermid mengandung empat lapisan
kulit normal. Tumor ini dapat timbul akibat tindakan punksi lumbal yang
berkurang atau sebagai sisa dari reparasi meningomielokel.
Teratoma merupakan jenis tumor kongenital yang jarang dan ia mempunyai
predileksi daerah konus medularis. Tumor ini mengandung jaringan kulit dan
elemen dermal seperti rambut dan tulang rawan (komponen mesodermal dan
endodermal). Tumor jenis ini mempunyai kecenderungan mengalami degenerasi
keganasan dengan metastasis sistemik.
4. f) Paraganglioma
Paraganglioma merupakan tumor (jarang) pada kauda ekuina yang berasal dari
ganglion simpatikus dan medula adrenal, serta secara filogenetis berkaitan dengan
feokromositoma dan tumor glomus karotikus. Insidensi yang terbanyak adalah pada
kelompok usia dekade lima dengan dominasi jenis kelamin laki-laki.
g) Tumor Metastasis Keganasan Intrameduler
Tumor metastasis intrameduler biasanya dijumpai didaerah servikal dan torakal
dan menampilkan gejala mielopatia yang progresif cepat. Tumor primernya yang
terbanyak adalah tumor paru dan kemudian diikuti oleh tumor payudara dan
melanoma.
2. Tumor Ekstrameduler
a) Meningioma
Meningioma merupakan tumor spinal intradural yang paling sering dijumpai, 60-
70% pada daerah toraks dan 10-20% di daerah servikal. Rasio kelamin kasus dominasi
oleh perempuan dengan nilai perbandingan 5:1, dan usia kasus berada pada kelompok
50-60 tahun. Tumor ini berada intradural-ekstrameduler (khas), dimana separuhnya
berlokasi dilateral dan sisanya didorsal atau diventral. Antara 5-10% meningioma spinal
mempunyai komponen ekstradural dan pada kasus tumor meningioma multipel
umumnya dikaitkan dengan neuro-fibromatosis. Sangat jarang meningioma spinal timbul
bersamaan dengan meningioma intrakranial.
b) Neurinoma, Neurofibroma
Neurinoma (schwannoma) dan neurofibroma merupakan tumor intradural-
ekstrameduler kedua terbanyak. Predileksi lokasi tumor sarung saraf ini yang terutama
adalah didaerah toraks kemudian diikuti oleh servikal dan lumbo-sakral, serta sangat
jarang di daerah serviko-meduler. Kebanyakan tumor sarung saraf terletak intradural-
ekstrameduler (70-80%), dan 10-20% kasus tumor tersebut meluas keluar dura
(dumbbell). Juga kira-kira 10% kasus tumor sarung saraf berlokasi di epidural atau
paraspinal, serta 1% kasus terletak intrameduler (tumor ini diduga berasal dari sarung
saraf perivaskuler).
Asal tumor ini biasanya adalah radiks saraf sensorik, namun radiks ventral atau
motorik dapat juga terlibat akibat kompresi lokal tumor ini. Sebanyak 80% kasus
menampilkan keluhan nyeri radikuler dan disestesia. Gangguan motorik dan disfungsi
kandung kemih tampil pada kurang dari 50% kasus.
Sebanyak 2,5% tumor sarung saraf spinal intradural adalah ganas dan sedikitnya
separuh dari kasus-kasus ini dijumpai pada penderita neurofibromatosis. Tumor sarung
saraf maligna mempunyai prognosa yang buruk dan jarang dapat hidup lebih dari satu
tahun. Tumor semacam ini perlu dibedakan dengan schwannoma seluler yang
menampilkan gambaran histologis yang agresif tetapi mempunyai prognosa yang lebih
baik.
c) Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah salah satu manifestasi dari penyakit sistemik yang dicirikan
sebagai proses infiltrasi granulomatosa nonkaseosa. Kasusnya jarang dijumpai, dimana
klinis keterlibatan medula spinalis dan meningens hanya 1% yaitu berupa: lesi
intrameduler multipel yang disertai arakhnoiditis fokal; tumor intradural-ekstrameduler
dengan efek massa yang hebat serta defisit neurologis fokal atau mielopatia; atau suatu
massa ekstradural yang berasal dari infiltrasi sarkoid medula spinalis dan dura.
5. Presentasi klinis yang khas adalah paraparesis progresif yang tidak menimbulkan
keluhan sakit. Lokasi yang paling sering terlibat adalah daerah toraks. Terapi
pembedahan pada kasus sarkoidosis adalah laminektomi, biopsi dan bila perlu
dekompresi granuloma serta pemberian steroid topikal.
3. Tumor Ekstradural
a) Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural
Kira-kira 5% dari penderita kanker menampilkan gejala klinis kompresi
medula spinalis atau radiks saraf yang disebabkan oleh proses metastasis; dan
sebaliknya hampir 10% kasus kanker yang datang dengan keluhan utama akibat
metastasis spinal tanpa diketahui proses primernya.
Sebagian besar tumor spinal (>80%) merupakan metastasis keganasan
terutama berasal dari paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma,
limfoma atau sarkoma. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Elemen
posterior hanya terlibat pada seperlima sampai sepertujuh total kasus. Sebagian
besar penyebaran metastasis keganasan pada spinal berlangsung melalui pleksus
vena Batson dan kemudian menyerang pedikel. Foto polos vertebrata biasanya dapat
menampilkan erosi pedikel ini disamping juga abnormalitas korpus lainnya (kolaps
atau fraktur kompresi patologis). Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara
dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium
biasanya ke daerah lumbo-sakral. Metastasis ke daerah servikal jarang terjadi.
Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal,
mengingat diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm). Kanalis lumbo-
sakral mempunyai diameter yang lebih besar (1,5-3 cm) sehingga masih dapat
mengkompensasi volume massa tumor sampai ukuran tertentu serta baru kemudian
menimbulkan keluhan radikulopatia atau kompresi kauda ekuina.
Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan
kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan-palpasi. Pada 60%
penderita, lokasi nyeri tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada foto polos
vertebra seperti: erosi pedikel, kolaps korpus vertebra, faktur kompresi dan
subluksasi, kiposkoliosis dan/atau bayangan jaringan lunak paraspinal. Mielopatia
terdapat pada >50% kasus sedangkan disfungsi sfingter ani-urine pada 25% kasus.
Pemeriksaan MRI dengan kontras Gg-DTPA merupakan investigator diagnostik
terpilih (angka sensitivitasnya 95%).
Untuk menentukan indikasi operasi pada kasus-kasus tumor metastasis spinal
memerlukan pertimbangan yang bijaksana termasuk analisa dan evaluasi biologi
kanker, prognosa, harapan hidup, dan ekstensi proses penyakitnya. Keadaan
instabilitas spinal dan fraktur kompresi yang menekan medula spinalis biasanya
memerlukan tindakan operasi dekompresi dan stabilisasi baik dilakukan sekaligus
ataupun bertahap.
b) Lipomatosis
Lipomatosis epidural adalah penyakit yang jarang dengan ciri-ciri adanya
akumulasi lemak yang berlebihan dengan penekanan pada medula spinalis.
Gejalanya terdiri dari nyeri akut dan mielopatia yang progresif. Lipomatosis biasaya
terjadi pada daerah toraks, terutama pada penderita yang menggunakan steroid
6. selama jangka waktu yang lama (sindrom Cushing, obesitas, hipotiroidisme).
Pemeriksaan MRI menampilkan akumulasi lemak berupa lesi yang hiperintens pada
T2 dirongga epidural posterior. Terapinya adalah leminektomi yang luas dan
pengangkatan jaringan adiposis tadi, serta biasanya memberikan hasil yang baik
c) Angiolipoma, Angiomiolipoma
Angiolipoma merupakan tumor yang jarang dan tersusun dari liposit dan
proliferasi angiomatosa dengan atau tanpa disertai elemen mesenkhim lain (seperti
otot, tulang rawan). Biasanya dijumpai didaerah toraks. Umumnya angiolipoma
adalah multipel, kistik dan berkapsul; jarang mengadakan infiltrasi ke korpus
vertebra. Angiolipoma infiltratif tidak dapat mengalami transformasi menjadi ganas,
sehingga tidak memerlukan pemberian terapi radiasi. Eksisi total biasanya dilakukan
dengan teknik vertebrektomi anterior atau laminektomi posterior tergantung dari
lokasi tumornya. Diagnosa banding pada kasus ini adalah hemangioma vertebra.
C. Etiologi
Pathogenesis dari neoplasma medulla spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada temapt tersebut. Riwayat genetic terlihat sangat
berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu atau syndromic group
(neurofibromatosis). Astrositoma dan neoruependymoma merupakan jenis yang tersering
pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 yang merupakan kelainan pada kromosom 22
hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan von hippel-lindou syndrome
sebelumnya yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.
D. Patofisiologi
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat tersebut. Riwayat genetik terlihat sangat
berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu atau syndromic group
(neurofibromatosis). Astrositoma dan neuroependymoma merupakan jenis yang tersering
pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2, yang merupakan kelainan pada kromosom 22.
Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan von hippel-lindou
syndrome sebelumnya,yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.
E. Manifestasi Klinis
1) Foramen Magnum
Gejalanya aneh, tidak lazim,membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga sulit
menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang
disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap
aktivitas yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau
bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan
motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang
kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi
secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus,
kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan
ekstremitas.
7. 2) Servikal
Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang
melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan
tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh
kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada
umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis
yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon
ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang
sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari
tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik
jari telunjuk dan jari tengah.
3) Torakal
Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian
bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan
perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan
dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal
bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol
apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan)
dapat menghilang.
4) Lumbosakral
Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan
daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah,
segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih
tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks
perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan
refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri
umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan
segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot
perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya
sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan
kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian
bawah.
5) Kauda Ekuina
Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas
lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang
menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena
dan terkadang asimetris
F. Komplikasi
1) Kerusakan serabut-serabut neuron
2) Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah)
3) Perdarahan metastasis
4) Kekauan, kelemahan
8. 5) Gangguan koordinasi
6) Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih atau sembelit.
7) Komplikasi pembedahan:
a) Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar
selama tindakan operasi.
b) Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak
dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat
menyebabkan kompresi medula spinalis.
c) Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi
foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
G. Penatalaksanaan Diagnostik
(1) Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis semua tipe tumor
medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras
pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta
pelebaran jarak interpendikular.
Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor intradural-
ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada
pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada
bayangan medula spinalis.
(2) CSF
Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat untuk differensial
diagnosis ataupun untuk memonitor respon terapi. Apabila terjadi obstruksi dari aliran
CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat menderita hidrosefalus. Punksi
lumbal harus dipertimbangkan secara hati- hati pada pasien tumor medula spinalis
dengan sakit kepala (terjadi peninggian tekasan intrakranial).
Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein dan
glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan sitologi yang normal
didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis, walaupun apabila telah menyebar ke
selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi yang menunjukkan
malignansi. Adanya xanthocromic CSS dengan tidak terdapatnya eritrosit merupakan
karakteristik dari tumor medula spinalis yang menyumbat ruang subarachnoid dan
menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal tekal sac.4,5
H. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
9. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor
yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan tidak
secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi.
2) Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla spinalis.
Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat mencapai 90% pada
ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada hemangioblastoma. Pembedahan
juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan,
dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan merupakan pilihan yang efektif.
Pada pengamatan kurang lebih 8.5 bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan
dari gejala dan dapat beraktifitas kembali.
3) Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah
untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi
neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang
dilakukan pada daerah yang terkena.
4) Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai sedikit
manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan fungsi
neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangkawaktu
yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak
dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka
waktu lama dapat menyababkan ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan system
imun dengan resiko cushing symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya
meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen
kemotaksis pada CSS.
10. BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, A Adril. Permasalahan Serta Penanggulangangn Tumor Otak Dan Sumsum Tulang
Belakangi. . http://www.USU-digitallibrary.com. 2006.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta:
Medika Salemba.
Plummer. Report Of A Case Of Spinal Cord Tumor. http:// www.jbjs.org. 2008
Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999. Hal
331-340.
Shneiderman, Amiran. Tumors of the Conus and Cauda Equina. http://www.emedicine.com.
2006.
Smeltzer C. Suzzane (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner and Suddarth.
Jilid 1. Ed 8. Jakarta: EGC