Teks tersebut membahas tentang kebiasaan buruk masyarakat dalam membuang sampah sembarangan dan dampaknya. Kebiasaan tersebut mencerminkan budaya terabas dalam masyarakat Indonesia yang disebabkan ketidakhadiran tokoh panutan yang baik. Membuang sampah secara tidak bertanggung jawab juga berkaitan dengan rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan.
1. BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap masyarakat mempunyai kebiasaaan yang turun-temurun yang diwariskan dari nenek moyang, bukan
hanya kebiasaaan yang baik seperti budaya,seni, serta maha karya tetapi juga kebiasaan buruk seperti
sembarangan membuang sampah serta menjadikan sungai sebagai tempat MCK, di zaman dulu kebiasaan seperti
ini sering dilakukan namun kebiasaan seperti itu cocok dalam keadaaan zaman seperti dulu, namun dizaman
sekarang membuang sampah sembarangan serta menjadikan sungai sebagai tempat MCK sangatlah tidak pantas
karena selain padatnya penduduk yang bertambah juga perubahan globalisasi serta perkembangan zaman yang
membuat kebiasaan tersebut harus ditinggal kan.
Pentingnya pengetahuan serta penyuluhan terhadap masyarakat tetang cara pembuangan sampah dengan
benar serta cara penggunaan sungai yang baik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana cara membuang sampah yang baik ?
2.
Bagaimana cara menggunakan sungai sebagai mestinya ?
C.Tujuan
Agar masyarakat dapat mengubah kebiasaannya untuk tidak membuang sampah sembarangan serta
menggunakan sungai dengan sebagaimana mestinya dan serta masyarakat dapat menjaga lingkungan dengan baik
untuk kepentingan bersama .
1
2. BAB II DASAR TEORI
DASAR TEORI
Kebiasaan masyarakat dalam memperlakukan lingkungan sangatlah buruk,yang menjadi dasar dalam
pembuatan makalah ini adalah kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah yang tidak pada tempatnya, banyak
masyarakat membuang sampah didepan tempat sampah bukan di dalam tempat sampah,sehingga banyak sampah
yang berserakan di luar tempat sampah selain itu masyarakat membuang sampah dengan cara dilempar sehingga
sampah yang ada didalam kantong plastik berserakan keluar dan ini menyebabkan sampah berserkan, selain
kebiasaaan yang seperti itu masyarakat juga biasa membuang sampah di selokan dan hal ini menyebabkan sampah
menyumbat aliran air dalam selokan sehingga pada saat hujan turun selokan tidak dapat mengalirkan air dan hal inti
manyebabkan banjir, begitu juga dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai ,ini dapat
menyebabkan tercemarnya air sungai serta dengan banyaknya sampah yang menumpuk menyebabkan air sungai
meluap karena tidak mampu menampunng air, serta tidak dapat mengalirkannya karena aliran sungai tersumbat.
Kebiasaan masyarakat menggunakan sungai sembarangan sebagai tempat mandi,cuci serta buang kotoran
banyak sekali masyarakat menjadikan sungai sebagai MCK, padahal kebiasaan seperti itu sangat tidak sehat
contohnya : ada masyarakat buang kotoran disungai ,sedangkan dalam jarak beberpa meter ada masyarakat sedang
gosok gigi dan ini adalah suatu kebiasaan yang sangat buruk dan dapat menimbulkan penyakit, misalnya diare dan
lain-lain, namun hal ini tidak mengusik masyarakat mreka tetap saj menjalankan rutinitas tersebut, krena hal
tersebut saya akan membahas kebiasaan buruk masyarakat terhadap sampah serta sungai agar masyarakat menjadi
lebih peduli terhadap lingkungan sehingga terciptalah lingkungan yang sehat.
2
3. BAB III BUDAYA YANG ADA DI MASYARAKAT
KEBIASAAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN
Disini kita akan membahas kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah sembarangan serta
dampak apa yang akan terjadi serta bagaimana cara penanggulangan nya
Serta contoh-contoh kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah
PENYALAHGUNAAN SUNGAI
Bagaimana kebiasaan masyarakat yang buruk dalam mengguakan sungai
Kita juga membahas dampak serta cara penanggulangan nya
3
4. BAB IV PEMBAHASAN
SAMPAH
Kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah
Pengguna Jalan Keluhkan Bau Sampah
Kamis, 22 Oktober 2009 , 18:24:00
SUMBER, (PRLM).- Para pengguna jalan yang melewati kawasan Desa Tuk, Ke. Kedawung, Kab.
Cirebon mengeluhkan bau busuk sampah dan kotoran yang dibuang warga sekitar di sebuah sungai
yang melintas di ruas jalan dekat perempatan daerah Cideng.
"Kebiasaan buruk warga yang biasa membuang sampah seenaknya, termasuk di saluran-saluran air
pada musim kemarau sangat mengganggu kenyamanan dan kesehatan para pengguna jalan maupun
warga yang tinggal di sekitar lokasi," kata Wartana (44), salah seorang pengguna jalan desa tersebut,
Kamis (22/10).
Menurut pengamat Sosial, Ichwan Mulyana, membuang sampah sembarangan tidak hanya pada
musim kemarau, namun pada musim penghujan pun tetap bermasalah, karena berbgai macam
sampah yang menumpuk di sungai atau jenis saluran air lainnya juga bisa menimbulkan bahaya
banjir akibat saluran air tersumbat.
Disebutkan kebiasaan buruk masyarakat yang membuang sampah sembarangan terutama di desadesa yang terletak di daerah hilir sepertinya sulit untuk dihilangkan.Tidak hanya di daerah Tuk yang
lainnya pun seperti itu. Selain diperlukan upaya persuasif dari para petugas yang terkait juga sangat
bergantung dari masyarakatnya sendiri.
"Mayoritas warga di Kab. Cirebon adalah Muslim. Ada ajaran kalau kebersihan itu adalah sebagian
dari iman. Kalau berperilaku jorok artinya ajaran yang dianutnya tidak dipakai. Selain itu sudah jelas
kalau kotor atau jorok itu sangat dekat dengan penyakit," katanya. (A-146/das)
4
5.
By Republika Newsroom
Sabtu, 24 Oktober 2009 pukul 09:07:00
Kebiasaan sebagian masyarakat Kota membuang sampah di sungai relatif sulit diubah namun
pemerintah kota (pemkot) setempat terus menyosialisasikan tentang bahaya timbunan sampah di
sungai.
"Sosialisasi terus dilakukan. Masyarakat tampaknya masih menganggap bahwa sungai merupakan
tempat pembuangan sampah sehingga hampir di seluruh sungai di Kota Semarang ada sampah," kata
Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PSDA dan ESDM)
Pemkot Semarang, Fauzi, di Semarang, Sabtu (23/10).
Ia menjelaskan, masyarakat sebenarnya sudah tahu bahwa timbunan sampah di sungai menjadi
penyebab banjir di kota itu terutama pada musim hujan.
Sampah yang mereka buang di sungai bukan hanya sampah rumah tangga dalam bentuk barang kecil
seperti sampah dapur.
Namun, katanya, petugas juga menemukan barang bekas pakai dalam bentuk relatif besar seperti
kasur, bantal, ban bekas, pakaian, dan perlengkapan rumah tangga lainnya.
Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai, katanya, terus dibangun antara lain
melalui peningkatan intensitas sosialisasi tentang bahaya membuang sampah di tempat itu.
Pemkot juga memprogramkan pengerukan sampah di sungai untuk selanjutnya dibuang ke tempat
pembuangan sampah yang telah tersedia guna mencegah bahaya banjir terutama saat musim hujan.
"Beberapa kali telah dilakukan pengerukan untuk membersihkan sungai dari sampah, hal tersebut
tidak dapat bertahan lama karena masyarakat masih saja membuang sampah di sungai," katanya.
Pada kesempatan itu ia juga mengatakan, berbagai bangunan liar di bantaran sungai juga menjadi
penyebab aliran air sungai tidak lancar. "Hal ini membutuhkan penanganan khusus karena hampir
setiap saluran air dan sungai, di atasnya didirikan bangunan oleh pedagang kaki lima (PKL) untuk
berjualan sehingga badan saluran air tertutup," katanya.
Ia mengatakan, bangunan liar di atas saluran air dan sungai menyulitkan petugas dalam memelihara
secara rutin kelancaraan aliran air sehingga saat hujan terjadi banjir. dia menambahkan, butuh waktu
relatif lama dan pendekatan secara khusus kepada masyarakat untuk penanganan banjir di kota itu.
5
6. "Penanganan banjir harus bersama-sama seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya
mengandalkan petugas di lapangan. Masyarakat harus membantu," katanya. ant/rin
: Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Tata Ruang Pemko Banjarbaru, Ogi Fajar Nuzuli,
meminta warga Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak membuang sampah pada siang
hari.
"Kebiasaan warga membuang sampah ke tempat pembuangan pada siang hari hendaknya
ditinggalkan, dan jangan pernah lagi dilakukan di masa-masa mendatang," ujarnya di Banjarbaru,
Rabu (4/11).
Menurut dia, kebiasaan itu harus ditinggalkan karena jika masih dilakukan maka berdampak terhadap
kebersihan lingkungan, mengingat sampah yang dibuang siang hari ke TPS, besar kemungkinan tidak
diangkut petugas kebersihan.
Petugas sampah, kata dia, setiap hari mendatangi TPS menjalankan tugasnya mulai pukul 05:00 Wita
hingga pukul 09:00 Wita, sehingga apabila sampah dibuang di atas jam operasional itu, maka
sampahnya bisa tidak terangkut.
"Demi terciptanya lingkungan yang bersih khususnya di sekitar kawasan TPS, kami sangat
mengharapkan masyarakat memiliki kesadaran tidak membuang sampah pada siang hari," ujarnya.
Ia mengatakan, selain meminta warga tidak membuang sampah siang hari, pihaknya juga mengimbau
kotoran dibuang di TPS resmi, sehingga petugas mudah mengangkut dan membawanya ke tempat
pembuangan akhir (TPA) guna diproses lebih lanjut.
"Petugas hanya mendatangi TPS resmi sesuai jadwal setiap hari, untuk membersihkan sampah di
tempat itu. Jika sampah dibuang di tempat tidak resmi, petugas tidak mengangkutnya karena tugas
mereka bukan menangani sampah di TPS tidak resmi tersebut," ujarnya.
6
7. Dikatakan, keberadaan TPS tidak resmi menimbulkan dilema tersendiri bagi jajaran Dinas
Kebersihan, karena mereka serba salah dalam menanganinya. Sehubungan dengan itu, ia
mengharapkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di TPS ilegal.
Dikatakan, jika sampah dibiarkan menumpuk pada TPS ilegal, maka dapat menimbulkan penilaian
masyarakat yang menuding petugas malas bekerja. Tetapi jika sampah di tempat itu diangkut, malah
justru masyarakat akan beranggapan bahwa TPS itu adalah resmi.
"Jadi, kami benar-benar serba salah dan dilematis. Karenanya, sangat mengharapkan masyarakat
dapat membuang sampah di TPS resmi yang disediakan, bukan di TPS tidak resmi," katanya.
Ditambahkan, menjelang penilaian Adipura tahap I yang rencananya dilakukan tim penilai Adipura
pusat dalam waktu dekat, pihaknya mengharapkan dukungan masyarakat menjaga kebersihan
lingkungan, sehingga nilai yang diperoleh baik dan membuat Kota Banjarbaru mampu
mempertahankan piala yang sempat diraih pertengahan tahun 2009 itu. (Ant/OL-06)
Perilaku Membuang Sampah Cermin Budaya Terabas Masyarakat Indonesia
Kompas - 12 Januari 2004
Jakarta, Kompas - Kebiasaan membuang sampah sembarangan mencerminkan adanya budaya terabas pada
masyarakat Indonesia. Budaya terabas yang terjadi hampir di setiap lini kehidupan ini disebabkan oleh tidak adanya
tokoh panutan karena tokoh-tokoh yang ada memang tidak memberikan contoh yang baik.
Hal itu dikemukakan antropolog Kartini Sjahrir di Jakarta, Jumat (9/1). Antropolog Meutia Hatta Swasono yang
dihubungi terpisah menyatakan, membuang sampah pada tempatnya terkait dengan pemahaman dan kebiasaan
masyarakat. Dari kebiasaan membuang sampah itu dapat terlihat tingkat kemajuan sebuah masyarakat.
Menyitir antropolog Prof Kuntjaraningrat, Kartini mengatakan bahwa cara membuang sampah memang
mencerminkan budaya terabas dalam masyarakat, budaya serba jalan pintas tanpa memedulikan rambu-rambu etik,
baik etik bekerja maupun etik pertemanan. Yang ada hanya kepentingan diri sendiri. Budaya terabas membuat
orang terpusat hanya pada dirinya dan tidak peduli orang lain dan sekelilingnya. "Ini gambaran masyarakat
Indonesia," katanya.
Kartini menambahkan, persoalan membuang sampah merupakan personifikasi dari buruknya keadaan masyarakat di
7
8. mana banyak korupsi dan tidak terjadi transparansi. Kartini yakin jika hal-hal seperti ini dibenahi dan dikurangi,
masalah sampah akan ikut berkurang dengan sendirinya. Selama pemerintahan masih semrawut, soal sampah juga
tidak akan bisa terselesaikan.
Untuk memotong budaya terabas, diperlukan contoh pemerintahan yang bersih. "Kalau dia bekerja di lembaga
pemerintah, berarti dia milik publik dan tidak boleh mencari kekayaan dari jabatannya," tambahnya.
Terkait pemahaman
Meutia Hatta Swasono menyatakan bahwa persoalan membuang sampah terkait pada pemahaman dan kebiasaan.
Masyarakat, terutama pada usia dini, perlu lebih intensif dibiasakan untuk membuang sampah dengan benar.
"Apa yang sudah terjadi pada yang dewasa, saya kira mereka menganggap membuang sampah sembarangan itu hal
yang wajar, bukan sesuatu yang salah," paparnya.
Maka jika seseorang merusak public property, membuang sampah yang membuat pemandangan menjadi tidak
sedap, ia tidak merasa bersalah karena tidak merasa dirinya bagian dari lingkungan.
Karena itu, keberhasilan memisahkan sampah kering dan sampah basah seperti yang dilakukan di negara maju, bisa
menjadi ukuran kesadaran lingkungan dan kemampuan untuk mematuhi peraturan.
"Jadi, orang yang bisa memisahkan sampah atau mematuhi peraturan, menjadi ukuran sifat modern atau
kemajuan," tambah Meutia.
Menurut dia, inilah yang hilang dari pendidikan nasional dan ini masalah yang dari sisi kebudayaan tidak kelihatan,
namun harus ditanamkan. Justru yang membangun sikap mental dan akhlak itulah yang harus diberi porsi lebih
penting di dalam pendidikan.
"Pendidikan ini bukan saja di sekolah, tetapi juga di luar sekolah, ditanamkan kepada anak-anak oleh orangtuanya,"
kata Meutia.
Disiplin sampah juga menjadi ukuran apakah bangsa Indonesia belum maju dari segi mentalitas atau sudah maju.
"Saya sering lihat mobil yang bagus, tapi dari mobil tersebut keluar tangan orang membuang sampah. Di sini kita
melihat ada kesenjangan kemampuan untuk memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dengan kemampuan untuk
mengasah mentalitas dan budi," paparnya.
8
9. Meutia menyayangkan, justru yang dikembangkan adalah unsur-unsur yang sifatnya naluriah, misalnya mewajarkan
seks bebas, minum minuman keras, perilaku kasar lewat media atau sarana audio visual. "Mengapa justru merawat
hal-hal negatif itu dan tidak merawat yang lebih canggih dari itu, sesuatu yang lebih mengangkat harkat
kemanusiaan?" ujarnya.
Perilaku Membuang Sampah Cermin Budaya Terabas Masyarakat Indonesia
Kompas - 12 Januari 2004
Jakarta, Kompas - Kebiasaan membuang sampah sembarangan mencerminkan adanya budaya terabas pada
masyarakat Indonesia. Budaya terabas yang terjadi hampir di setiap lini kehidupan ini disebabkan oleh tidak adanya
tokoh panutan karena tokoh-tokoh yang ada memang tidak memberikan contoh yang baik.
Hal itu dikemukakan antropolog Kartini Sjahrir di Jakarta, Jumat (9/1). Antropolog Meutia Hatta Swasono yang
dihubungi terpisah menyatakan, membuang sampah pada tempatnya terkait dengan pemahaman dan kebiasaan
masyarakat. Dari kebiasaan membuang sampah itu dapat terlihat tingkat kemajuan sebuah masyarakat.
Menyitir antropolog Prof Kuntjaraningrat, Kartini mengatakan bahwa cara membuang sampah memang
mencerminkan budaya terabas dalam masyarakat, budaya serba jalan pintas tanpa memedulikan rambu-rambu etik,
baik etik bekerja maupun etik pertemanan. Yang ada hanya kepentingan diri sendiri. Budaya terabas membuat
orang terpusat hanya pada dirinya dan tidak peduli orang lain dan sekelilingnya. "Ini gambaran masyarakat
Indonesia," katanya.
Kartini menambahkan, persoalan membuang sampah merupakan personifikasi dari buruknya keadaan masyarakat di
mana banyak korupsi dan tidak terjadi transparansi. Kartini yakin jika hal-hal seperti ini dibenahi dan dikurangi,
masalah sampah akan ikut berkurang dengan sendirinya. Selama pemerintahan masih semrawut, soal sampah juga
tidak akan bisa terselesaikan.
Untuk memotong budaya terabas, diperlukan contoh pemerintahan yang bersih. "Kalau dia bekerja di lembaga
pemerintah, berarti dia milik publik dan tidak boleh mencari kekayaan dari jabatannya," tambahnya.
Terkait pemahaman
Meutia Hatta Swasono menyatakan bahwa persoalan membuang sampah terkait pada pemahaman dan kebiasaan.
9
10. Masyarakat, terutama pada usia dini, perlu lebih intensif dibiasakan untuk membuang sampah dengan benar.
"Apa yang sudah terjadi pada yang dewasa, saya kira mereka menganggap membuang sampah sembarangan itu hal
yang wajar, bukan sesuatu yang salah," paparnya.
Maka jika seseorang merusak public property, membuang sampah yang membuat pemandangan menjadi tidak
sedap, ia tidak merasa bersalah karena tidak merasa dirinya bagian dari lingkungan.
Karena itu, keberhasilan memisahkan sampah kering dan sampah basah seperti yang dilakukan di negara maju, bisa
menjadi ukuran kesadaran lingkungan dan kemampuan untuk mematuhi peraturan.
"Jadi, orang yang bisa memisahkan sampah atau mematuhi peraturan, menjadi ukuran sifat modern atau
kemajuan," tambah Meutia.
Menurut dia, inilah yang hilang dari pendidikan nasional dan ini masalah yang dari sisi kebudayaan tidak kelihatan,
namun harus ditanamkan. Justru yang membangun sikap mental dan akhlak itulah yang harus diberi porsi lebih
penting di dalam pendidikan.
"Pendidikan ini bukan saja di sekolah, tetapi juga di luar sekolah, ditanamkan kepada anak-anak oleh orangtuanya,"
kata Meutia.
Disiplin sampah juga menjadi ukuran apakah bangsa Indonesia belum maju dari segi mentalitas atau sudah maju.
"Saya sering lihat mobil yang bagus, tapi dari mobil tersebut keluar tangan orang membuang sampah. Di sini kita
melihat ada kesenjangan kemampuan untuk memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dengan kemampuan untuk
mengasah mentalitas dan budi," paparnya.
Meutia menyayangkan, justru yang dikembangkan adalah unsur-unsur yang sifatnya naluriah, misalnya mewajarkan
seks bebas, minum minuman keras, perilaku kasar lewat media atau sarana audio visual. "Mengapa justru merawat
hal-hal negatif itu dan tidak merawat yang lebih canggih dari itu, sesuatu yang lebih mengangkat harkat
kemanusiaan?" ujarnya.
10
11. Dampak dari sampah yang sembarangan
Membuat lingkungan menjadi kotor
Dengan lingkungan yang kotor dapat menimbulkan bibit penyakit
Saluran air yang tersumbat dapat menimbulkan banjir
Mencemarkan lingkungan serta polusi udara
Cara penanggulangan kebiasaan buruk masyarakat terhadap sampah
Membedakan sampah organik dan anorganik
Mendaur ulang sampah yang tak berguna menjadi berguna
Membuang sampah pada tempatnya bukan di luar tempat sampah
Tidak membuang sampah diselokan,sampah sekecil apapun itu
Tidak membuang sampah di sungai
Membersihkan selokan karena siapa tahu ada sampah bekas dedaunan kering yang jatuh
Kumpulkan sampah jadi satu dalam crasbag atau plastik dan diikat dengan kuat agar sampah tidak
tercecer
Membuang sampah dimalam hari agar paginya dapat diangkut oleh petugas pengambil sampah
Tempat sampah yang baik
Tempat sampah yang baik adalah tempat sampah yang terjaga keberadaannya serta kebersihannya
Tempat sampah yang sesuai dengan sampahnya contoh : tempat sampah oganik untuk sampah
organik sedangkan tempat sampah anorganik untuk sampah anorganik
Tempat sampah harus berada ditempat yang strategis serta ada penutupnya agar tidak mencemarkan
dan terlihat rapi
11
12. SUNGAI
Penyalahgunaan sungai
Artikel Terkait:
JAMBI, KOMPAS.com - Cakupan pelayanan sanitasi di Indonesia masih sekitar 57 persen. Angka
ini masih rendah dibanding negara lain. Sementara di Thailand 96 persen dan di Malaysia 74,70
persen, kata Sekretaris Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS), Lisa Imrani.
Saat kegiatan diskusi media "city summit" di Jambi, Rabu (21/10), Lisa menjelaskan, saat ini
diperkirakan masih ada 60 juta orang yang buang air besar secara sembarangan, sebab saat ini baru
11 kota di Indonesia yang memiliki fasilitas sanitasi perkotaan terpusat. "Di satu sisi infrastruktur
pengelolaan persampahan masih tidak sebanding dengan timbulan sampah yang meningkat setiap
tahunnya," ujarnya.
Selain itu, operasi tempat pembuangan sampah (TPA) sebagian besar masih memakai proses buka
tutup. Hal itu berkontribusi pada penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan efek pemanasan
global. Selain itu lahan TPA di kota juga terus berkurang dan terbatas ditambah lagi dengan dengan
pola hidup masyarakat yang tidak ramah sanitasi, sehingga pola hidup bersih dan higienis masih
belum jadi kebiasaan.
Kondisi tersebut mengharuskan adanya perbaikan dan peningkatan pelayanan sanitasi yang sesuai
undang-undang pelayanan sanitasi dan menjadi urusan wajib pemerintah daerah, namun baru
beberapa daerah saja yang berupaya memenuhi kewajibannya dengan skala kota, katanya.
Pemerintah dengan target pembangunan sanitasi bertekad mendorong pemerintah daerah untuk
membangun sektor ini melalui program percepatan pembangunan sanitasi perkotaan.
Rencananya, sepanjang tahun 2010-2014 pemerintah dengan dibantu oleh TTPS akan melaksanakan
langkah konkrit untuk mencapai target tersebut di antaranya, bebas stop buang air besar sembarangan
12
13. (BABs) baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Kedua, pengurangan timbulan sampah dari sumbernya dan penanganan sampah yang berwawasan
lingkungan seperti penerapan sistem "sanitary landfill" atau "controlled landfill" untuk TPA. dan
ketiga, pengurangan genangan di 100 kota/kabupaten rawan genangan seluas 22.500 hektare.
Lisa menambahkan, dengan diadakannya pertemuan "city summit" yang melibatkan seluruh daerah
kota di Indonesia ini diharapkan akan menemukan berbagai solusi tentang permasalahan sanitasi di
wilayah perkotaan dan pedesaan.
"Kami berharap banyak memperoleh masukan dengan adanya kegiatan ini, sehingga berbagai
persoalan yang ada dapat ditemukan solusinya," tambahnya.
Aktivitas mandi dan cuci warga di Kali ciliwung di Kawasan Bukit Duri, Jakarta akhir Oktober 2007. Dari segi kesehatan,
pemanfaatan air sungai yang penuh kotoran ini dinilai kurang baik
Masyarakat Masih Malas Cuci Tangan
Rabu, 21 Oktober 2009
JAKARTA (Suara Karya): Hasil survei Environmental Service Program-USAID 2006 di beberapa provinsi
menunjukkan, hanya tiga persen responden yang selalu mencuci tangan memakai sabun setelah ke jamban,
membantu anak buang air besar, sebelum makan dan memberi makan anak serta sebelum menyiapkan makan.
"Sebagian besar masyarakat belum memahami pentingnya mencuci tangan pakai sabun, sehingga merasa tidak
perlu melakukannya sepanjang tidak berbau dan tidak terlihat kotor. Padahal, kebiasaan cuci tangan pakai
sabun mampu menekan angka kematian anak akibat diare hingga 40 persen," kata Direktur Jenderal
13
14. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, di
Jakarta, Senin (19/10).
Kebiasaan baik itu, menurut Tjandra Yoga, juga dapat menekan risiko penularan penyakit influenza, termasuk
influenza A H5N1 (flu burung) dan H1N1 (flu babi). "Oleh karena itu, pemerintah akan terus berusaha
melakukan kampanye tentang pentingnya mencuci tangan pakai sabun agar terhindar dari penyakit yang
ditularkan lewat bakteri dan kuman yang berpindah tangan," ujarnya.
Apalagi, tambah Tjandra Yoga, jika kebiasaan itu digabung dengan kegiatan lain, misalnya tidak buang air
sembarangan, buang sampah di tempatnya, pengelolaan air minum yang besar, maka bisa menekan angka
kesakitan akibat diare hingga 80-90 persen.
Dia menambahkan, kampanye mencuci tangan memakai sabun akan dilakukan pada semua kelompok
masyarakat secara luas, termasuk di antaranya anak sekolah dan kaum alim ulama. Peran alim ulama,
penceramah, dan pemimpin agama Islam sangat besar peranannya dalam menyampaikan pesan-pesan
kesehatan yang terkait dengan hukum agama kepada masyarakat.
"Keterlibatan mereka diharapkan dapat mendorong masyarakat, terutama di pelosok Indonesia, untuk
menerapkan perilaku mencuci tangan dengan memakai sabun," katanya.
Berkenaan dengan hal itu, dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Isnawati Rais, mengatakan,
thaharah atau bersuci atau membersihkan diri sebenarnya merupakan bagian dari ibadah dalam Islam. Namun,
diakuinya, tindakan mencuci tangan pakai sabun belum menjadi kebiasaan sebagaimana membersihkan diri
dengan menggunakan air.
"Anjuran ini mungkin lebih mudah karena Muslim yang hendak melakukan shalat kan harusmelakukan
thaharah, menghilangkan najis dengan air yang suci dari pakaian atau dari badannya, atau dari tempat
shalatnya. Mungkin persoalannya, penggunaan sabun agak ribet karena mereka harus membawa-bawa sabun
untuk membersihkan diri. Tetapi, bukan berarti tidak bisa, kan," tutur Isnawati menegaskan. (Tri Wahyuni)
Penduduk Garut Buang Kotoran Sembarangan
Senin, 26 Oktober 2009 , 11:33:00
GARUT, (PRLM).- Sekitar 1,2 juta lebih dari 2,4 juta lebih penduduk Kabupaten Garut, Jawa Barat
diperkirakan masih membuang kotoran sembarangan dan terbanyak ke sawah dan selokan di
lingkungan sekitar tempat tinggal.
14
15. Kepala Dinas Kesehatan Garut dr H Hendy Budiman MKes, Senin (26/10), mengatakan, sekitar 49
persen penduduk Garut membuang kotoran di luar "septic tank" atau bak penampungan kotoran yang
memenuhi standar kebersihan lingkungan dan kesehatan.
Kotoran manusia setiap harinya menyebar pada aliran sungai, selokan dan areal air persawahan yang
mengalir ke hilir kemudian banyak dimanfaatkan untuk mandi, mencuci sekaligus sebagai kakus
(MCK).
Kondisi tersebut rentan terhadap penyebaran penyakit seperti diare, penyakit kulit, penyakit mata,
dan infeksi saluran pernapasan akut (Ispa). Kotoran manusia yang dibuang sembarangan
menyebabkan pencemaran bakteri "ecoli" hingga mencapai 3000 ppm, padahal batas toleransi hanya
10 ppm.
"Kondisi lingkungan yang memprihatinkan tersebut, terkait dengan cakupan jamban keluarga
lengkap dengan sarana "septic tank" nya hanya mencapai 51 persen, sedangkan 49 persen lainnya tak
memiliki "septic tank" termasuk yang langsung "buang air besar" (BAB) di sawah, sungai dan
selokan," katanya, seperti dikutip "Antara".
Karena itu, 49 persen limbah dari sekurangnya 2.481.471 penduduk kabupaten Garut atau 1.215.921
jiwa, setiap harinya menyebar pada aliran sungai, selokan dan areal air persawahan yang mengalir ke
hilir kemudian banyak dimanfaatkan untuk mandi, mencuci sekaligus sebagai kakus (MCK).
Selanjutnya terus mengalir ke arah hilir dengan pemanfaatan serupa, termasuk di Kampung
Panawuan Kelurahan Sukajaya Kecamatan Tarogong Kidul, yang perlu disikapi proaktif oleh camat
dan unsur aparat kelurahan setempat.
Dampak dari penyalahgunaan sungai
Mencemari lingkungan
Menjadikan lingkungan menjadi kumuh
Menimbulkan bibit-bibit penyakit
Meningkatkan penderita diare serta gizi buruk
Membuat banjir
15
16. Cara penanggulangan kebiasaan buruk masyarakat terhadap sungai
Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak menjadikan sungai sebagai MCK
Masyarakat bergotong-royong dalam membangun serta menyediakan sarana dan prasarana untuk
MCK
Membuat masyarakat sadar akan pentingnya hidup sehat.
Artikel terkait :
Tidak Ada Lagi BAB Sembarangan
Tahun 2014
Rabu, 11 November 2009 | 08:23 WITA
LEWOLEBA, POS-KUPANG.COM --- Tahun 2004 diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Kabupaten Lembata, tidak lagi buang air besar (BAB) sembarangan. Untuk itu, Plan
Internasional Program Unit Lembata menggandeng Bappeda Lembata dalam upaya
menggembangkan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) bagi seluruh rumah penduduk
di Desa Dikesare agar memiliki jamban keluarga.
Demikian benang merah lokakarya hari pertama advokasi kebijakan dan pelatihan penyusunan
rencana strategis pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) dalam program
STBM, Senin (9/11/2009), di Lewoleba.
Sekretaris Kabupaten Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, dalam sambutannya saat membuka
pelatihan itu, menegaskan, kebutuhan air minum dan sanitasi sangat strategis dalam kehidupan
sehari-hari. Karena kedua hal itu merupakan salah satu fondasi inti masyarakat sehat, sejahtera dan
damai.
Dengan air minum dan sanitasi yang baik, kata Atawolo, maka akan ada manfaat ekonomi,
melindungi lingkungan hidup dan vital bagi kesehatan. Tetapi, kenyataannya, saat ini masih banyak
masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan hidup. Akibatnya, angka diare yang tinggi dan
timbulnya penyakit penyakit usus. Untuk itu, Atawolo berharap pelatihan ini bisa menjadi motivasi
bagi peserta untuk memulai pola hidup bersih di lingkungan tempat tinggalnya.
16
17. Sementara itu, Eka Setyawan, Air Spesialits Plan Indonesia-Pusat, mengatakan, isu mendasar AMPL
yakni dampak kebiasaan buruk sanitasi masyarakat. Penelitian Word Bank yang dipublikasikan
Menteri Kesehatan dan Pekerjaan Umum RI, menyebutkan, kebiasaan buruk sanitasi mengakibatkan
kerugian Rp 33 triliun dan 133 ribu bayi di Indonesia meninggal dunia akibat diare.
Lima pilar utama menjadi perhatian sentral yakni tidak buang air besar (BAB) sembarang, cuci
tangan menggunakan sabun, mengolah air minum, mengolah sampah rumah tangga dan mengolah
limbah cair rumah tangga. Pilar utama diharapkan diadopsi pemerintah daerah dalam program
pembangunan daerah.
"Yang utama dari program ini adalah pemicuan membangkitkan kesamaan visi, misi dan
pemahaman. Infrastruktur sanitasi bukan hal yang utama," kata Eka.
Menurut Eka, tidak BAB sembarangan dapat menekan biaya kesehatan. Perkiraan Word Bank, setiap
keluarga bisa menghemat 50 dollar AS dan tidak sering mengeluarkan biaya berobat. "Tidak BAB
sembarangan keuntungannya 32 persen, cuci tangan pakai sabun 42 persen dan mengolah air minum
32 persen. Program ini sudah berlangsung pada 20 propinsi dan 120 kabupaten/kota. Harapannya,
pada 2014 Indonesia bebas sanitasi. Tidak ada lagi yang BAB sembarangan," kata Eka.
Sedangkan, Purnomo, dari Waspola-Fasilitator Pokja Perencanaan AMPL di Indonesia,
mengharapkan, peserta lokakarya yang terdiri dari stakeholder terkait bisa membangun kesamaan
visi dan misi program AMPL berkelanjutan. Dengan kesamaan visi dan misi, program AMPL akan
berhasil.
Apa pun model dan konstruksi sanitasi kepada masyarakat bukan hal utama. Yang utama diletakkan
adalah perubahan perilaku dan kesadaran masyarakat pola hidup sehat. "Selama ini kita buang-buang
biaya sangat besar. Yang harus dibangun pertama mengubah perilaku menyadari pentingnya pola
hidup sehat. Nanti masyarakat sendiri yang menentukan teknologi sanitiasi sesuai kemampuannya,"
kata Purnomo. (ius)
17
18. BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Perlunya kesadaran masyarakat dalam kebiasaan yang telah dilakukan,dengan pentingnya
memperhatikan lingkungan sekitar serta pedulia apa saja kebiasaan yang telah dilakukan,agar dapat
menjaga lingkungan sekitar sehingga lingakungan menjadi bersih dan sehat karena peran masyarakat
terhadap lingkungan sangat besar.
Saran
Kepada pembaca dapat memberikan masukan berupa keritik serta saran yang membangun,agar makalah ini
menjadi lebih baik dan dapat digunakan serta dapat di ambil manfaat didalamnya.
18