Otonomi daerah di Indonesia lahir dari gejolak sosial dan politik pada tahun 1998-1999. Pelaksanaannya selama satu dekade lebih menghadapi berbagai permasalahan seperti kewenangan yang tumpang tindih, anggaran yang kurang memadai, dan orientasi kekuasaan elit lokal. Meskipun memberikan ruang yang lebih besar bagi daerah, otonomi belum sepenuhnya maksimal karena kurangnya persiapan dan koordinasi antar
2. LATAR BELAKANG OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Otonomi daerah di indonesia lahir ditengah gejolak sosial yang sangat
masif di tahun 1999. gejolak sosial tersebut didahului oleh krisis
ekonomi yang melanda indonesia di tahun 1997 yang kemudian
melahirkan gejolak politik dan puncaknya ditandai dengan berakhirnya
pemerintahan orde baru yang telah berkuasa selama kurang lebih 32
tahun di indonesia. Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru pada
tahun 1998, mencuat sejumlah permasalahan terkait dengan sistem
ketatanegaraan dan tuntutan daerah-daerah yang selama ini telah
memberikan kontribusi yang besar dengan kekayaan alam yang
dimilikinya. Wacana otonomi daerah kemudian bergulir sebagai
konsepsi alternatif untuk menjawab permasalahan sosial dan
ketatanegaraan indonesia yang dianggap telah usang dan perlu diganti.
3. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Menurut undang-undang no 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, Otonomi daerah adalah kewenangan
yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4. MAKSUD DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut :
Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
Pengembangan kehidupan demokrasi.
Keadilan dan Pemerataan.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta
antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Jadi, pada dasarnya adalah untuk mencapai efektifitas pemerintahan.
5. SENTRALISASI VS DESENTRALISASI
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk
penyelenggaraan negara. Sebelum adanya otonomi daerah
Indonesia menganut sistem sentralisasi dimana semua
urusan pemerintahan diatur oleh pusat, hal ini
mengakibatkan ketiadaan ruang prakarsa dan kreatifitas
daerah dalam memberikan kontribusi pembangunan
Indonesia.
6. Setelah terjadi penuntutan reformasi pada tahun 1998,
sistem Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi
dan mulai diberlakukan pada tahun 1999 berdasarkan
undang-undang no 22 tahun 1999 dan di revisi menjadi UU
no 32 tahun 2004 sebagai jawaban atas kehendak rakyat.
Sentralisasi vs desentralisasi
7. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF SENTRALISASI
Segi Ekonomi
Perekonomian lebih terarah dan teratur karena hanya pusat saja yang
mengatur. Namun daeerah seolah – olah dijadikan “sapi perah” dan
tidak dibiarkan mengatur kebijakan ekonomi daerahnya.
Segi Sosial Budaya
Dengan sistem ini perbedaan budaya dapat disatukan sehingga tidak
saling menonjolkan budayanya masing – masing dan hanya berpegang
pada Bhineka Tunggal Ika. Dengan sistem ini pemerintah pusat begitu
dominan dalam menggerakkan seluruh aktifitas negara sehingga
mengakibatkan ketergantungan yang pada akhirnya mematikan inisiatif
lokal dalam membangun lokalitasnya.
8. Segi Keamanan dan Politik
Keamanan lebih terjamin dan jarang terjadi konflik antar
daerah. Kemudian dalam hal politik pemerintah tidak harus
pusing dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi terjadi
kemandulan dalam diri daerah sebab hanya terus
bergantung pada pusat.
9. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF
DESENTRALISASI
Segi Ekonomi
Pemerintah daerah mudah dalam mengelola SDA yang dimiliki,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerahnya. Tetapi
sistem ini membuka peluang yang besar bagi pejabat untuk
melakukan KKN.
Segi Sosial Budaya
Memperkuat ikatan sosial budaya pada setiap daerah karena
mereka dapat menampilkan potensi setiap daerahnya.
Sedangkan dampak negatifnya adalah setiap daerah berlomba –
lomba untuk menonjolkan kebudayaannya sehingga secara tidak
langsung dapat melunturkan kesatuan bangsa Indonesia.
10. Segi Keamanan dan Politik
Dalam mempertahankan NKRI, daerah – daerah bisa
meredam keinginannya untuk memisahkan diri. Sedangkan
di dalam bidang politik pemerintah daaerah lebih aktif dalam
membuat kebijakan dalam mengelola daerahnya, namun
wewenang tersebut banyak disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi atau golongan.
11. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Setelah otonomi daerah atau Desentralisasi bejalan sekitar
lebih dari satu dekade, berbagai permasalahan muncul
yang dapat kita rumuskan secara umum, yaitu:
1. Kewenangan yang tumpang tindih
2. Anggaran
3. Pelayanan Publik
4. Orientasi kekuasaan
12. 1. Kewenangan Yang Tumpang Tindih
adanya saling melempar tanggung jawab dalam mengatasi
persoalan yang terjadi pada suatu daerah.
2. Anggaran
banyak terjadi masalah dimana keuangan daerah tidak
mencukupi yang pada akhirnya pembangunan menjadi
terhambat. Kemudian kurangnya transparansi dalam
penyusunan APBD serta banyaknya keinginan yang
bertabrakan antara masyarakat dan kepentingan elit.
13. 3. Pelayanan Publik
Banyak daerah otonom kelebihan PNS dengan kompetensi
yang tidak memadai dan kekurangan PNS dengan kualitas
yang baik serta prosedur pelayanan yang berbelit – belit dan
rumit.
4. Orientasi Kekuasaan
kepentingan elit lokal menjadi lebih jelas dalam memanfaatkan
otoda sebagai momentum untuk mensukseskan kepentingan
politiknya dan mengembangkan sentimen (putra daaerah)
dalam pilkada.
14. SUDAH MAKSIMALKAH OTONOMI DAERAH ?
Musibah atau Berkah ?
Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia telah mengakibatkan
terjadinya perubahan yang sangat besar. Hal ini menimbulkan celah
negatif karena tidak diimbangi kesiapan dari seluruh pihak, serta tidak di
dahului dengan persiapan infrastruktur yang memadai, baik itu berupa
sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan yang lebih
komprehensif. Seperti yang telah dipaparkan diatas otonomi daerah
sedikit banyak telah menimbulkan ketidak harmonisan antar lembaga
(ego sektoral) yang berpotensi menghambat penyelenggaraan good
governance.