Konvensi ILO No. 108 tahun 1958 dan Konvensi ILO No. 108 tahun 2003 mengatur tentang Dokumen Identitas Pelaut (SID) yang bertujuan untuk melindungi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing maupun dalam negeri. Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan pelaut melalui penyempurnaan amandemen Konvensi ILO No. 185 tahun 2003 serta mengintegrasikan SID dengan sistem informasi keimigrasian, kepend
UPAYA MENINGKATKAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PELAUT (AWAK KAPAL) INDONESIA MELALUI SEAFARERS IDENTITY DOCUMENTS
1. MAKALAH
UPAYA MENINGKATKAN PELINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN
PELAUT INDONESIA MELALUI THE SEFARERS IDENTITY
DOCUMENT (SID) AS AMENDED YANG TERINTEGRASI
SISTEM INFORMASI KEIMIGRASIAN, KEPENDUDUKAN
CATATAN SIPIL DAN PORTAL PEDULI WNI SERTA
JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
2021
2. i
KATA PENGANTAR
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia serta
memiliki wilayah laut yang luas, sehingga tidak di ragukan lagi bahwa hampir
sebagian besar warga negara Indonesia banyak yang berprofesi sebagai pelaut. Oleh
sebab itu Kementerian Perhubungan Republik Indonesia melalui jasa transportasi
Darat, Laut dan Udara yang mewujudkan penyelenggaraan pelayanan transportasi
yang handal, memiliki daya saing serta memberikan nilai tambah pada setiap
pelayanannya memerlukan SDM Transportasi yang prima, profesional dan
beretika.
Dalam perkembangannya kasus penyelesaian penelantaran maupun
permasalahan hubungan kerja awak kapal berbendera asing masih banyak hal
penyesuaian kesesuaian ketentuan sesuai perundang-undangan nasional dan
internasional khususnya upaya kerja cepat dan nyata dalam melindungi semua
warga negara Indonesia yang bekerja dikapal asing melalui integrasi kewenangan
yang dapat menjawab segala tantangan baik saat ini maupun dimasa mendatang
melalui pangkalan data nasional sebagai amanat amandemen konvensi ILO 185
tentang Seafarers Identity Document yang telah diratifikasi melalui Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2008.
Jakarta, Agustus 2021
Akmad Yani Ridzani, S.SiT, M.M.Tr, M.Mar.E
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................................. 3
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................... 4
2.1.Pelayaran dan Kepelautan ................................................................................. 4
2.1.1 Undang – Undang No. 17 tahun 2008 Tentang pelayaran........................... 4
2.1.2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.......... 5
2.1.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Bidang Pelayaran ....................................................................... 6
2.2 Kondisi Saat Ini ................................................................................................. 6
2.2.1 ILO Convention 108.................................................................................... 7
2.2.2 ILO CONVENTION 185............................................................................. 7
2.3 USAHA YANG DILAKUKAN....................................................................... 12
2.3.1 Memaksimalkan Penerapan UU No. 1 Tahun 2008 Melalui
Penyempurnaan Amandemen ILO C 185 Sebagai Pelindungan dan Kesejahteraan
Pelaut Indonesia ................................................................................................... 12
2.3.2 Menggabungkan Kartu Identitas Pelaut Dengan Buku Pelaut yang
Terintegrasi Dengan Portal Peduli WNI, Imigrasi, dan Dukcapil ................ 13
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 17
3.2 Saran.................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 19
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
serta memiliki wilayah laut yang luas, sehingga tidak di ragukan lagi bahwa
hampir sebagian besar warga negara Indonesia banyak yang berprofesi
sebagai pelaut. Oleh sebab itu Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia melalui Direktorat jenderal Hubungan Laut ingin mewujudkan
penyelenggaraan pelayanan transportasi laut yang handal, memiliki daya
saing serta memberikan nilai tambah pada setiap pelayanannya memerlukan
SDM yang prima, profesional dan beretika.
Pada perkembangan saat ini Indonesia juga sebagai penyedia
(supplier) tenaga pelaut sebanyak lebih dari 1.000.000 orang terdiri dari
292.337 perwira kapal niaga dan 9.335 perwira kapal penangkap ikan serta
rating lainnya dimana pekerjaan diatas kapal memiliki tingkat resiko kerja
atas kondisi dan sifat pekerjaannya, maka sebagai upaya meningkatkan
pelindungan dan kesejahteraan Pelaut Indonesia melalui Kementerian
Perhubungan Republik Indonesia melakukan berbagai usaha guna
mempertahankan "IMO White List" yaitu salah satu negara yang mendapat
pengakuan dari dewan IMO dengan menerapkan standar Internasional
(Konvensi/ Regulasi) yang telah di ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia,
salah satunya STCW 1978 amandemen 2010, Maritime Labour Convention
dan ILO Convention Sefarers Identity Document (SID) yang merupakan
diantara konvensi dan ketentuan Internasional yang mengatur standar
kompetensi kerja, pelindungan, kesejahteraan, dan dokumen perjalanan
Pelaut yang wajib dijadikan acuan standar minimal dalam penerapan pada
peraturan perundang-undangan nasional. Dimana dalam kegiatan penerapan
pengawasan dan pembinaan dibutuhkan sinergitas antar Kementerian
Lembaga terkait dengan para pelaku usaha dibidang pelayaran dan tentunya
juga oleh Pelaut Indonesia.
5. 2
Mengacu dari hal-hal tersebut, dalam perspektif Kementerian
Perhubungan sebagai vocal point administrator dibidang pelayaran terhadap
organisasi maritim dunia membuat penulis merasa tertarik dan perlu untuk
menyampaikan dalam keterbatasan waktu tentang ”Upaya Meningkatkan
Pelindungan dan Kesejahteraan Pelaut Indonesia melalui the Sefarers
Identity Document (SID) as amended yang Terintegrasi Sistem Informasi
Keimigrasian, Kependudukan Catatan Sipil dan Portal Peduli WNI”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Kurang optimal dan efektifnya penerapan SID (Seafarers Identity
Document) dalam pelindungan dan kesejahteraan pelaut Indonesia.
2. Adanya pelaut mandiri yang berangkat tanpa agen.
3. Keagenan pelaut yang tidak resmi.
4. Penelataran pelaut.
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
makalah ini adalah:
1. Tujuan Objektif
Untuk mengetahui peran Pemerintah Indonesia dalam memberikan
perlindungan dan memberikan kesejahteraan terhadap pelaut
Indonesia.
2. Tujuan Subjektif
Untuk memenuhi persyaratan mengikuti Assesment Test dari
Kementerian Perhubungan.
6. 3
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam makalah adalah:
• Manfaat Teoritis : Tujuan dari penulisan makalah agar dapat
menambah dan mengembangkan wawasan di bidang hukum yang
berkaitan dengan peran Pemerintah Indonesia dalam memberikan
perlindungan hukum dan mensejahterakan pelaut Indonesia.
• Manfaat Praktis :
Pemerintah : Manfaat bagi Pemerintah adalah, agar Pemerintah
Indonesia dapat segera membuat peraturan yang mempunyai
kepastian hukum tetap, tentang perlindungan pelaut Indonesia yang
bekerja di atas kapal berbendera asing maupun berbendera
Indonesia, sehingga dapat mengurangi terjadinya pelanggaran
hukum di kemudian hari. Makalah ini juga diharapkan dapat
bermanfaat bagi Kementerian dan Lembaga terkait dan dapat
menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan nasional
sebagai implementasi dari konvensi internasional ‘Seafarers Identity
Document’ untuk meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan
pelaut Indonesia sekaligus dapat menciptakan SDM yang
berkualitas.
Masyarakat : Agar masyarakat dapat mengetahui bahwa pentingnya
perlindungan hukum baik secara nasional maupun internasional
terhadap pelaut Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing
maupun berbendera Indonesia.
Bagi para pelaku usaha di bidang pelayaran baik sebagai operator,
pemilik kapal, dan perusahaan keagenan awak kapal dapat
memperhatikan kepatuhan dan kepastian hukum dalam upaya
meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan pelaut Indonesia.
7. 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pelayaran dan Kepelautan
2.1.1 Menurut Undang – Undang No. 17 tahun 2008 Tentang
Pelayaran
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta
perlindungan lingkungan maritim.
Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat
oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan
dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan
pelayaran.
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari
kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal
dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas
kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas
kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil
Setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apapun harus
memiliki kompetensi, dokumen pelaut, dan disijil oleh Syahbandar.
Sijil Awak Kapal dilakukan dengan tahapan:
a. Penandatanganan perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pelaut
dan perusahaan angkutan laut diketahui oleh Syahbandar; dan
b. Berdasarkan penandatanganan perjanjian kerja laut, Nakhoda
memasukkan nama dan jabatan Awak Kapal sesuai dengan
kompetensinya ke dalam buku sijil yang disahkan oleh Syahbandar.
8. 5
2.1.2 Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Kepelautan
Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengawakan, pendidikan, pensertifikatan, kewenangan serta hak dan
kewajiban pelaut;Awak kapal adalah orang yang bekerja atau
diperkerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk
melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum
dalam buku sijil;
Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian
atau keterampilan sebagai awak kapal;
Sertifikat kepelautan adalah dokumen kepelautan yang sah dengan
nama apapun yang diterbitkan oleh Menteri atau yang diberi kewenagan
oleh Menteri;
Pelaut harus memiliki sertifikat kepelautan diantaranya :
a. Sertifikat Keahlian Pelaut; dan
b. Sertifikat Keterampilan pelaut.
Dokumen Identitas Pelaut merupakan dokumen wajib bagi Pelaut,
yang terdiri atas :
a. Buku Pelaut; dan
b. Kartu Identitas Pelaut (KIP).
Kartu ldentitas Pelaut (KIP) adalah dokumen resmi negara yang
dikeluarkan oleh Pemerintah berbentuk kartu dengan bahan dan
spesifikasi umum sesuai dengan ketentuan Annex I dari Konvensi
International Labour Organization Nomor 185 Tahun 2003 tentang revisi
"Seafarers Identification Document (SID)" yang telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan
International Labour Organization Convention Number 185 Concerning
Revising The Seafarers' Identity Documents Convention, 1958
9. 6
(Konvensi International Labour Organization Nomor 185 Mengenai
Konvensi Perubahan Dokumen ldentitas Pelaut, 1958).
Sedangkan Buku Pelaut belum didefinisikan dalam peraturan
perundangan nasional.
2.1.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran
Pemilik perusahaan keagenan Awak Kapal bertanggung
jawab terhadap pelaut yang telah ditempatkan atau dipekerjakan pada
perusahaan Pelayaran sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja laut dan
pemulangan ke tempat awal direkrut.
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, sebagai
ketentuan pelaksananya tercantum :
1. Kode KBLI 78101. Aktivitas Penyeleksian dan Penempatan Tenaga
Kerja Dalam Negeri.
2. Kode KBLI 78102. Aktivitas Penyeleksian dan Penempatan Tenaga
Kerja Luar Negeri.
2.2 Kondisi Saat Ini
Saat ini Pelaut Indonesia menerapkan kedua ILO Convention mengenai
The Seafarers Identity Documents (SID) yaitu Konvensi ILO No. 108 tahun
1958 dan Konvensi ILO No. 108 tahun 2003 perbedaannya hanya Konvensi
ILO No. 108 tahun 1958 belum diratifikasi dan Konvensi ILO No. 108 tahun
2003 sudah diraftifikasi dimana keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu
pelaut diwajibkan sebagai persyaratan masuk ke Pelabuhan manakala berada
di territorial negara sehingga pejabat yang berwenang tidak memiliki alasan
untuk menolak permintaan izin turun ke darat untuk keperluan Kesehatan,
keselamatan atau keamanan sebagaimana diatur pada the Facilitation of
International Maritime Traffic, 1965 as amended dan paragraph 11 preambul
10. 7
International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code serta SOLAS
amandement 2002.
2.2.1 ILO Convention 108
Kontribusi International Labour Organization (ILO) adalah membuat,
mengembangkan dan mengadopsi standar-standar ketenaga-kerjaan
Internasional seperti salah satunya Konvensi ILO No. 108 mengenai The
Seafarers Identity Documents (SID) yang diadopsi oleh ILO pada tanggal 13
Mei 1958 dan mulai berlaku secara internasional pada tanggal 19 Februari
1961. SID ini berbentuk buku sehingga kemudian disebut Seaman Book yang
kelemahan utamanya adalah tidak dilengkapi dengan standar biometrik.
Dokumen identitas pelaut di atas sulit diverifikasi karena teknologi
biometrik belum berkembang saat itu, sehingga Pemerintah mengadopsi
standar SID ini tanpa meratifikasi namun menerapkan bagi Pelaut sampai
dengan saat ini yang dikenal sebagai Buku Pelaut.
2.2.2 ILO CONVENTION 185
Indonesia sebagai negara anggota ILO, telah meratifikasi beberapa
konvensi ILO dalam rangka penerapan standar-standar internasional dan
perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia.
ILO Convention No. 185 concerning Revising Seafarers’ Identity
Document Convention, 1958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi
Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958) merupakan salah satu instrumen
yang memberikan perlindungan dan kemudahan bagi tenaga kerja pelaut dalam
menjalankan profesinya yang diadopsi oleh ILO pada tanggal 19 Juni 2003 dan
mulai berlaku secara internasional sejak tanggal 9 Februari 2005 dengan
menerapkan standar peralatan sistem teknologi informasi yang dapat dibaca
oleh mesin secara elektronik (eMRTDs) sebagaimana standar pada Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Doc 9303 beserta amandemennya.
Selain itu, sesuai dengan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, yang menyatakan bahwa “Setiap Calon Tenaga Kerja
Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” dan mengingat
11. 8
tenaga kerja pelaut merupakan bagian dari Tenaga Kerja Indonesia, maka para
tenaga kerja pelaut ini wajib dilindungi yang dalam hal ini dokumen identitas
pelaut merupakan bentuk lain dari Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN)
khusus untuk pelaut yang dikeluarkan oleh Pemerintah sesuai dengan Pasal 62
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.
Implementasi ILO C 185 saat ini di Indonesia telah berjalan dengan
adanya pelayanan pembuatan Sefarers Identity Document di Kementerian
Perhubungan yang saat ini ada 2 (dua) tempat pelayanan yaitu di Kantor Pusat
Kementerian Perhubungan dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Benoa Bali, Dokumen identitas pelaut saat ini masih menerapkan
standar peralatan system teknologi informasi yang berbasis pada ILO SID 0002
biometric fingerprint standard dengan template PDF 417 barcode melainkan
belum sepenuhnya sesuai terhadap perubahan ILO Convention 185
amandemen 2016 yaitu harus menerapkan standar peralatan sistem teknologi
informasi yang dapat dibaca oleh mesin secara elektronik (eMRTDs)
sebagaimana standar pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO)
Doc 9303 beserta amandemennya sehingga Indonesia perlu melakukan migrasi
dan penyesuaian terhadap ketentuan Dokumen Identitas Pelaut yang terbaru.
Penerapan pada sistem SID ini agar meyakinkan dunia bahwa pelaut
Indonesia dapat bersaing dengan negara lain dan menghindari adanya dugaan
pelaut Indonesia dikaitkan dengan terorisme dan radikalisme, dalam
perkembangannya SID secara tidak langsung dalam Maritime Labour
Convention 2006 harus ditingkatkan menjadi ICAO PKD seperti halnya kartu
akses yang digunakan oleh pilot pada pesawat terbang sehingga dapat
digunakan sebagai dokumen perjalanan pengganti visa.
Menyikapi perubahan sebagaimana tertuang dalam MLC 2006 tersebut
Kementerian Perhubungan telah melakukan upaya untuk melakukan upgrading
terhadap system database dan kartu yang dilengkapi dengan chip yang dapat
diakses oleh kantor Imigrasi yang ada di luar negeri, disamping itu perlu
adanya integrasi data terkait SID ini dengan data kependudukan yang ada di
Kementerian Dalam Negeri dan data Keimigrasian yang ada di Kementerian
Hukum dan HAM serta data Peduli Warga Negara Indonesia yang bekerja di
12. 9
luar negeri yang ada di Kementerian Luar Negeri, hal ini menjadi program
pemri yang direncanakan akan dapat dilaksanakan di tahun 2022 mendatang
sebagaimana milestone yang telah ditetapkan tahun anggaran 2018 namun
terkendala kondisi keuangan negara dan pandemic Covid-19.
SID yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan terhitung
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 berjumlah 8.342 kartu dan ini terus
bertambah sesuai dengan permintaan perusahaan pemberi kerja dikarenakan
penerapan konvensi internasional yang semakin focus dalam keselamatan,
keamanan dan kesejahteraan pelaut. Mayoritas pelaut yang telah memiliki SID
merupakan pelaut yang bekerja diatas kapal cruise penumpang dengan daerah
pelayaran Eropa dan Amerika tentu hal ini akan terus berkembang sampai ke
seluruh negara-negara yang meratifikasi MLC 2006.
2.2.2.1 POKOK-POKOK ISI KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI
KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT,
1958
1. Lingkup pemberlakuan Konvensi ILO No. 185 mengenai
Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958 adalah
kepada “pelaut” yakni setiap orang yang dipekerjakan atau
terlibat atau bekerja pada jabatan apapun di atas kapal selain kapal
perang. Namun pemerintah dari suatu negara dapat menerapkan
konvensi ini kepada pelaut-pelaut kapal ikan komersial setelah
berkonsultasi dengan perwakilan organisasi pemilik kapal ikan
dan orang-orang yang bekerja pada kapal ikan.
2. Penerbitan Dokumen Identitas Pelaut dilakukan oleh negara yang
memberlakukan konvensi kepada pelaut warga negaranya dan
kepada pelaut yang memiliki alamat tempat tinggal permanen di
teritorialnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara itu, namun konvensi ini tidak berkaitan dengan
kewajiban negara anggota sesuai perjanjian internasional yang
mengatur pengungsi dan orang-orang yang tidak memiliki
13. 10
kewarga-negaraan. Penerbitan dokumen tidak boleh ditunda-
tunda, dan pelaut secara administratif memiliki hak untuk
menggugat bila permohonan memperoleh dokumen identitas
pelaut ditolak.
3. Isi dan format dari dokumen identitas pelaut, material yang
digunakan, spesifikasi umum yang memperhitungkan
perkembangan teknologi harus sesuai dengan Lampiran I dari
konvensi. Dokumen Identitas Pelaut terbuat dari material yang
sesuai dengan kondisi kerja di laut dan dapat dibaca oleh mesin
(machine-readable), bebas dari pemalsuan, mudah dideteksi dan
ukurannya tidak lebih besar dari ukuran paspor, namun
merupakan dokumen yang berdiri sendiri (stand-alone document)
dan bukan pengganti paspor.
4. Basis-data Elektronik Nasional merupakan rekaman data
elektronik tentang tiap dokumen identitas pelaut yang diterbitkan,
dibekukan atau dicabut yang harus aman dari interfensi atau akses
oleh pihak yang tak berwenang. Informasi yang ditampilkan
harus dibatasi pada hal-hal yang esensial untuk keperluan
verifikasi dokumen identitas pelaut atau status pelaut yang
konsisten dengan perlindungan hak pelaut atas privasi dan
persyaratan proteksi data. Pemerintah harus menerbitkan
prosedur yang memperbolehkan pelaut untuk memeriksa
validitas dokumen identitasnya atau mengoreksi data tanpa
dikenai biaya. Pemerintah juga harus menunjuk permanent focal
point untuk merespon permintaan dari pihak Imigrasi atau negara
anggota ILO lainnya mengenai keaslian dan keabsahan dari
dokumen identitas pelaut yang diterbitkan.
5. Pengendalian mutu dan evaluasi harus ditetapkan oleh
pemerintah dalam bentuk prosedur tertulis guna menjamin
keamanan proses yang diawali dari produksi dan pengiriman
material, proses aplikasi, pencetakan sampai dengan penyerahan
dokumen kepada pelaut. Prosedur lain yang juga harus disediakan
14. 11
adalah pengoperasian dan pemeliharaan database serta prosedur
pengendalian mutu dan evaluasi berkala. Pemerintah dari suatu
negara juga diharuskan untuk melakukan evaluasi independen
terhadap sistem administrasi penerbitan dokumen identitas pelaut
sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun, kemudian
melaporkan kepada Direktur Jenderal ILO.
6. Fasilitasi izin ke darat, transit dan pemindahan pelaut bagi
pemilik dokumen identitas pelaut dilakukan setelah melalui
proses verifikasi singkat kecuali latar belakang pelaut diragukan.
Pejabat yang berwenang tidak memiliki alasan untuk menolak
izin turun ke darat seperti ke rumah sakit, kantor pos, atau
kepolisian setempat. Sedangkan untuk memasuki wilayah suatu
negara dalam rangka penempatan di kapal, atau pindah kapal di
negara itu atau di negara lain, atau untuk kepulangan ke tanah air,
pemerintah setempat harus memberi izin berdasarkan dokumen
identitas pelaut dan paspor yang valid.
7. Kepemilikan dan pencabutan dokumen didokumentasikan dalam
prosedur yang dibuat secara tripartit. Dokumen identitas pelaut
harus disimpan oleh yang bersangkutan kecuali pelaut secara
tertulis mengizinkan kapten kapal untuk menyimpannya.
Dokumen identitas pelaut harus dicabut manakala pelaut tidak
lagi memenuhi kondisi yang ditetapkan dalam konvensi.
8. Amandemen dari lampiran di kemudian hari mungkin akan dibuat
oleh ILO selaku badan tripartit maritim apabila disetujui oleh dua
per tiga suara dari anggota delegasi yang hadir dalam konferensi,
termasuk sekurang-kurangnya setengah dari jumlah negara yang
telah meratifikasi konvensi.
9. Ketentuan transisional diberlakukan kepada negara-negara
anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi ILO No. 108
mengenai Dokumen Identitas Pelaut, 1958. Indonesia tidak
15. 12
meratifikasi Konvensi tersebut namun mengadopsi dalam bentuk
penerbitan “Buku Pelaut (Seaman Book)”.
10. Ketentuan pemberlakuan konvensi ILO No. 185 mengenai
Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut yang merupakan
revisi dari Konvensi ILO No. 108 mengenai Dokumen Identitas
Pelaut 1958 harus diawali dengan ratifikasi konvensi dan
dilaporkan kepada Direktur Jenderal ILO untuk diregistrasi.
Konvensi ini bersifat mengikat hanya kepada negara-negara
yang ratifikasinya sudah diregistrasi oleh Direktur Jenderal ILO,
dan harus sudah berlaku mulai enam bulan setelah tanggal
registrasi.
2.3 USAHA YANG DILAKUKAN
2.3.1 Memaksimalkan Penerapan UU No. 1 Tahun 2008 Melalui
Penyempurnaan ILO C 185 amandemen 2016 Sebagai Pelindungan dan
Kesejahteraan Pelaut Indonesia.
Pelindungan dan kesejahteraan pelaut menjadi perhatian khusus
bagi Pemerintah dan dunia saat ini karena banyaknya kasus-kasus
penelantaran, pelarungan, kekerasan dan perbudakan serta masalah
keterlibatan perbuatan kriminal diantaranya penyeludupan narkoba,
pencurian maupun perkelahian/pembunuhan, Internasional telah
mengeluarkan konvensi terkait dengan kesejahteraan pelaut yakni MLC
2006 dimana didalamnya manggabungkan 59 konvensi yang
digabungkan dan diamandemen dan salah satunya yaitu Konvensi ILO
C 185 terkait SID, dan bentuk keseriusan pemri dalam menyikapi
permasalahan tersebut pemri telah meratifikasi MLC 2006 dengan
diteribitkannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang
pengesahaan MLC 2006, dan dalam penerapannya kementerian
perhubungan telah melaksanakan proses sertifkasi terhadap kapal-
kapal berbendera Indonesia dan penegakan hukum terhadap kapal kapal
asing yang masuk keperairan Indonesia, kelaiklautan kapal menjadi
16. 13
konsentrasi bagi Inspector dan salah satu aspek yang diperhatikan
adalah penerapan MLC 2006.
Dari kasus kasus pelaut yang didapati kendala yang ditemukan
bahwa pelaut yang berangkat keluar negeri tidak memiliki dokumen
lengkap seperti Perjanjian Kerja Laut yang tidak diketahui syahbandar,
buku pelaut yang tidak disijil, sertifikat kompetensi yang tidak sesuai
dengan jabatan, dan visa perjalanan keluar negeri menggunakan visa
kunjungan travel, pelaut bekerja dikapal asing cenderung menjadi
korban perdagangan orang karena tidak melalui perusahaan keagenan
kapal yang berizin sehingga merugikan pelaut Indonesia ketika terjadi
masalah atau perselisihan kerja maka akan sulit untuk dicarikan solusi
karena proses penempatan yang illegal.
Pengembangan SID yang sesuai dengan ICAO PKD dan integrasi
dengan data dukcapil, imigrasi dan portal peduli WNI dan Jaminan
Social Ketenagakerjaan akan sangat memudahkan pemri dalam
mendata dan memastikan pelaut direkrut dan ditempatkan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai contoh
perjanjian kerja laut harus diketahui oleh syahbandar sebelum pelaut
tersebut disijil secara online, dan system sijil online ini terintegrasi
dengan SID sehingga saat pelaut akan melewati pintu imigrasi di
Pelabuhan udara atau laut dapat dipastikan pelaut tersebut telah
memiliki PKL dari perusahaan yang diketahui oleh pemerintah yang
tidak menguntungkan sepihak dan apabila timbul permasalahan pemri
dapat dengan mudah mengambil tindakan dalam rangka pelindungan
terhadap pelaut tersebut.
2.3.2 Menggabungkan Kartu Identitas Pelaut Dengan Buku Pelaut yang
Terintegrasi Dengan Portal Peduli WNI, Imigrasi dan Dukcapil
DUKCAPIL Memudahkan pendataan pelaut
secara nasional dan jenis profesi
Memberikan kepastian profesi
pelaut dalam pengurusan dokumen
17. 14
kependudukan dan jaminan
kesehatan dan ketenagakerjaan.
IMMIGRASI Pengawasan terhadap pelaut yang
akan keluar negeri disertai dengan
kelengkapan dokumen kerja yang
sah.
Pendataan terhadap jumlah pelaut
yang bekerja keluar negeri dan
posisi terakhir pelaut tersebut
melaporkan diri.
Peduli WNI Memudahkan perwakilan pemri di
luar negeri dalam pelindungan
pelaut seperti kemudahan dalam
memperoleh data pemberi kerja,
perjanjian kerja laut dan
perusahaan perekrutan di
Indonesia.
Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan
Memudahkan bagi pemri dan
perusahaan pemberi kerja dalam
memastikan jaminan sosial
ketenagakerjaan yang didapat
apabila terjadi kecelakaan kerja.
Tabel. 1 - Manfaat Integrasi SID dengan beberapa Kementerian Lembaga
melihat manfaat dari SID tersebut perlu kiranya pemerintah
mewajibkan semua pelaut memiliki SID dimana saat ini kurang efisien
dan membebani masyarakat karena harus memiliki kedua dokumen
identitas pelaut berupa Buku Pelaut dan Kartu Identitas Pelaut
sebagaimana keduanya merupakan dokumen pelaut yang tidak
terpisahkan, tidak hanya sebagai dokumen perjalanan pelaut juga
sebagai bentuk pelindungan dari negara kepada masyarakatnya.
18. 15
Sehingga dengan adanya database nasional kepelautan yang
valid, terukur dan terintegrasi sebagai upaya pelindungan dan
kesejahteraan Pelaut Indonesia khususnya yang bekerja dikapal
berbendera asing dapat terwujud.
Perbandingan ILO Convention 108, 1958 ILO Convention 158, 2003
ILO Convention 158
Amandemen 2016
Status Belum ratifikasi Sudah ratifikasi
Sudah ratifikasi, belum entry
into force
Wujud Buku Kartu Seperti paspor
Standar
Pencatatan manual dan tidak
dilengkapi dengan standar
biometrik
ILO SID 0002 biometric
fingerprint standard dengan
template PDF 417 barcode
standar pada Organisasi
Penerbangan Sipil
Internasional (ICAO) Doc.
9303
Fungsi
1. Pencatatan riwayat masa
layar pelaut
2. Penyijilan
Identitas biometric pelaut
1. Pencatatan riwayat masa
layar pelaut
2. Penyijilan
3. Identitas biometric pelaut
4. ICAO-PKD terintegrasi
imigrasi, portal peduli
WNI dan Jaminan Sosial
Manfaat Identitas pelaut Indonesia
Diakui pengganti visa oleh
negara yang meratifikasi
1. Identitas pelaut Indonesia
2. Diakui pengganti visa
oleh negara yang
meratifikasi
3. Pelindungan dan
kesejahteraan pelaut
Indonesia
Tabel. 2 – Perbandingan versi SID yang diketahui
19. 16
Kartu Identitas Pelaut (KIP)
ILO Convention 158, 2003
Buku Pelaut
ILO Convention 108, 1958
Seperti paspor
ILO Convention 158 amandemen 2016
Gambar 1 – Wujud penampilan SID
20. 17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut, Tujuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pengesahan ILO Convention No. 185 tentang Sefarers Identity
Document beserta amandemennya belum full comply implementation
dikarenakan belum tersosialisasikan secara jelas dan rinci kepada para
pelaut akan manfaat yang akan diperoleh disamping itu belum adanya
aturan yang mengatur tentang penyelarasan buku pelaut dengan SID sebagai
dokumen pelaut yang wajib dimiliki diantaranya :
1. Dengan penerapan Kartu Identitas Pelaut terpisah dengan Buku Pelaut
tidak efektif dan belum maksimal terhadap tujuan ratifikasi ILO
Convention No. 185 dalam memastikan pelindungan terhadap pelaut.
2. Belum adanya database nasional kepelautan yang valid, terukur dan
terintegrasi sebagai upaya pelindungan dan kesejahteraan Pelaut
Indonesia khususnya yang bekerja dikapal berbendera asing.
3. Belum adanya database nasional kepelautan yang valid, terukur dan
terintegrasi sebagai upaya pelindungan dan kesejahteraan Pelaut
Indonesia khususnya yang bekerja dikapal berbendera asing.
21. 18
3.2 Saran
Memperhatikan pembahasan masalah dan kesimpulan diatas, maka
penulis memberikan pandangan yang dapat menjadi pertimbangan dalam
merekomendasikan pemecahan masalah yang terjadi melalui beberapa
saran yang mungkin diperlukan sebagai berikut :
1. Perlunya sosialisasi terhadap para pelaut tentang pentingnya SID
sebagai salah satu dokumen pelaut yang berbasis teknologi informasi
yang dapat dimanfaatkan secara Intenasional, sosialisasi ini perlu
dituangkan dalam rencana kerja rutin oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut berupa sosialisasi, monitoring dan evalusi terhadap
masyarakat pelaut dan unit pelaksana teknis yang melayani penerbitan
SID dan buku pelaut, disamping peran serta Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut diperlukan juga peran serta dari Badan
Pengembangan SDM Perhubungan khususnya lembaga pendidikan dan
pelatihan pelaut untuk menyampaikan pentingya SID serta manfaat
yang dapat diperoleh oleh pelaut.
2. Perlunya komitmen pemri yang tertuang dalam peraturan Menteri
Perhubungan tentang penyelarasan SID dengan buku pelaut sehingga
kedua dokumen ini tidak berjalan secara terpisah, dan perlunya
perbaikan tata kelola pada sistim yang telah ada agar tetap sesuai dengan
amanden terbaru dari konvensi-konvensi Internasional.
Perlunya komitmen bersama antar kementerian dan lembaga dalam
mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan pelaut yang selama ini
terjadi dalam satu database nasional kepelautan yang valid, terukur dan
terintegrasi sebagai upaya pelindungan dan kesejahteraan Pelaut Indonesia
khususnya yang bekerja dikapal berbendera asing dan berlayar pada daerah
pelayaran Internasional, dan perlu adanya tim aksi cepat tanggap antar
Kementerian dan lembaga terhadap permasalahan pelaut yang nantinya
dapat difasilitasi dalam portal satu atap database nasional kepelautan.