SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Download to read offline
I. PENDAHULUAN
  Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia
  yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan
  eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu
  obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan
  reaksi stress sebagai hasilnya.         Stressor sangat bervariasi bentuk dan
  macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti
  frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti
  bising, polusi, temperatur dan gizi.1
           Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress
  tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita
  untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang.
  Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem
  sosiologikal, medis dan ekonomi.1
          Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah
  satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita
  mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa
  reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah
  kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas.
  Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem
  neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi
  wanita. 1,2,3
          Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam
  bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi
  tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap
  stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga
  tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan
  fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of
  exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang
  mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu.1,2
2




II. SIKLUS MENSTRUASI NORMAL
  Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik yang
  teratur, yang disebut sebagai siklus menstruasi. Siklus ini ditandai dengan
  perubahan-perubahan, dimana yang paling nyata terlihat adalah perdarahan
  pervaginam    secara   berkala    sebagai    hasil   dari   pelepasan   lapisan
  endometrium uterus. Menstruasi normal secara fungsional merupakan hasil
  interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, dimana masing-
  masing organ ini memainkan peranan penting dalam fungsi reproduksi
  normal.


  A. Karakteristik dari Siklus
     Penelitian mengenai periodisitas dari siklus menstruasi manusia telah
     memperlihatkan      bahwa     interval   median    antara   periode-periode
     menstruasi adalah 28 hari selama usia reproduksi aktif, dengan batas
     normal antara 25 – 35 hari. Tetapi perlu dipahami bahwa panjang
     siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang, dimana satu peningkatan
     dari interval intermenstruasi timbul pada dua ujung dari kehidupan
     reproduksi manusia. (Gambar 1). Interval menstruasi yang memanjang
     ini berhubungan dengan siklus anovulatoir yang sering timbul selama
     usia remaja dan pada masa transisi menopause. Pada masa ini, sekresi
     aberan dari estradiol dan gonadotropin menghasilkan asikronisasi dari
     berbagai elemen dari sistem dan bermanifestasi sebagai siklus yang
     anovulatoir.3,4
             Siklus menstruasi merupakan satu mekanisme ulangan dari
     kerja sistem hipotalamus–hipofisis-ovarium, yang berhubungan dengan
     perubahan struktur dan fungsi dari jaringan target –uterus, tuba fallopii,
     endometrium dan vagina- dari organ reproduksi. Tiap siklus mencapai
     puncaknya dalam bentuk perdarahan menstruasi, dan hari pertama
     siklus diterima sebagai titik permulaan siklus menstruasi.3,4
             Hormon gonadotropin (follicle stimulating hormone /FSH dan
     luteineizing hormone/LH) membantu sebagai penghubung antara
3




hipotalamus dan ovarium.     Gambaran dari pola perubahan sekresi
gonadotropin pada wanita, sebelum, selama, dan setelah masa
reproduksi diperlihatkan pada gambar 2. Pada keadaan fungsi ovarium
tidak ada (seperti yang ditemukan pada fase prepubertas dan
perimenopause dari siklus kehidupan), kadar FSH dalam darah lebih
besar daripada LH.    Penurunan yang bermakna dari rasio FSH/LH
merupakan ciri khas dari masa-masa reproduksi. Sekresi gonadotropin
yang rendah selama fase prepubertas, secara sebab akibat berhubungan
dengan insufisiensi dari stimulasi hormon (GnRH). Gambaran dari
penambahan sleep induced LH memberikan bayangan dari maturasi
dari sistem CNS-hipotalamus. Keadaan ini akan menghilang setelah
masa pubertas. Tingginya kadar gonadotropin berhubungan dengan
masa postmenopause dan terutama dipengaruhi oleh penurunan
mekanisme negative-feedback dari hormon steroid ovarium dan inhibin.




Gambar 1. Median lama siklus menstruasi sepanjang usia reproduksi
wanita mulai dari menarke sampai menopause. (dari Treloar, dkk. Int J
Fertil 12:77,1967)3
4




   Gambar 2. Pola perubahan dan rasio rasio dari LH terhadap FSH
   sebelum, selama, dan setelah fase reproduksi dari siklus kehidupan
   wanita.3


B. Pola hormonal selama siklus menstruasi 3,4
   Siklus menstruasi manusia dapat dibagi menjadi empat fase fungsional
   atas dasar struktural, morfologi, dan produksi steroid seks oleh
   ovarium.
   1.     Fase folikuler (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)
   2.     Fase ovulasi (transisi fase folikuler-luteal)
   3.     Fase menstruasi (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)
   4.     Fase menstruasi (transisi luteal-folikuler)
   Kadar gonadotropin, estrogen, androgen, progestin dan inhibin dalam
   sirkulasi darah selama siklus ovulasi normal pada wanita menunjukkan
   pola siklus yang teratur. Perjalanan dan perubahan relatif dalam kadar
   hormon ini yang diukur dalam sehari digambarkan pada gambar 3.
   1. Fase Folikuler
   Pertengahan pertama dari siklus disebut sebagai fase folikuler dan
   memiliki ciri khas adanya peningkatan yang progresif dari kadar
   estradiol dan inhibin dalam sirkulasi yang dipengaruhi oleh
5




perkembangan folikel de Graaf.      Meskipun, folikulogenesis dimulai
pada fase luteal akhir dari permulaan siklus dan berlanjut selama
transisi luteal-folikuler. Pada saat ini, menghilangnya korpus luteum
dan hubungannya dengan penurunan yang cepat dari kadar inhibin,
sama baiknya dengan estradiol dan progesteron, menyebabkan
peningkatan sekresi FSH kira-kira 2 hari sebelum onset menstruasi
(gbr. 3B). Peningkatan kadar FSH, bersama-sama dengan kembalinya
frekuensi denyut LH dari lambat menjadi tinggi, mencetuskan
penambahan folikel selama 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler.
Kejadian ini diikuti dengan seleksi terhadap satu folikel (hari ke 5- 7);
maturasi dari folikel dominan (hari 8-12); akhirnya, ovulasi (hari ke 13-
15) . Proses ini membentuk fase folikuler dari siklus, berlangsung
mencapai 13 hari, dan ditunjukkan kepada proses genesis dari satu
folikel preovulasi sementara folikel yang lain mengalami atresia.
       Seleksi terhadap satu folikel yang diperlukan untuk ovulasi
dihubungkan dengan kapasitas yang tinggi dari biosintesis dan sekresi
androgen, estrogen, progestin dan inhibin.      Integritas dari produksi
hormon-hormon ini tergantung kepada interaksi antara sel teka dan sel
granulosa. Aktivitas masing-masing sel ini dimodulasi oleh perubahan-
perubahan dalam ensim steroidogenik sitokrom P-450 dan melalui
berbagai faktor-faktor pertumbuhan yang bekerja langsung melalui
mekanisme parakrin dan otokrin. Sebagai hormon trofik, LH dan FSH
memiliki abilitas inheren untuk mengubah laju dari pertumbuhan dan
maturasi folikel dan berhubungan dengan lingkungan mikro dalam
folikel ovarium. Karena baik estradiol dan inhibin merupakan supresor
yang poten dari sekresi FSH, waktu perjalanan dari penurunan FSH
selama fase folikuler pertengahan ke akhir kemungkinan secara sebab
akibat berkaitan dengan supresi feedback sekuensial oleh estradiol dan
inhibin.    Sedikit berbeda bahwa kadar LH dalam sirkulasi
memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang progresif( gbr. 3A).
6




2. Fase ovulasi
Karena puncak dari midsiklus LH surge tidak dapat secara tepat
ditentukan, onset LH surge dipakai untuk memberikan secara relatif
mengenai titik rujukan yang tepat bagi waktu hormonal dan dinamika




Gambar 3. A. Pola hormonal dalam siklus menstruasi manusia
           B.     Hubungan antara FSH, inhibin, dan steroid ovarium
selama regresi korpus luteum, onset menstruasi, dsan inisiasi
folikulogenesis untuk siklus berikutnya.


intrafolikuler pada midsiklus (Gbr 4).     Selama 2 – 3 hari terakhir
sebelum onset dari surge midsiklus, peningkatan dalam kadar estradiol
dalam sirkulasi sebanding dengan kadar inhibin, progesteron, dan
7




17α-hidroksiprogesteron (17-OHP). Peningkatan ini dalam konsentrasi
progestin memberikan gambaran proses luteinisasi dari sel granulosa
diikuti penggabungan dengan reseptor LH dan hasil dari kemampuan
LH untuk menginisiasi biosintesis 17-OHP dan progesteron.
       LH dan FSH surge mulai secara tiba-tiba dan secara temporer
berhubungan dengan pencapaian kadar estradiol puncak dan inisiasi
dari pertambahan yang cepat dari progesteron 12 jam lebih awal.
Durasi rata-rata dari LH surge adalah 48 jam, secara cepat naik keatas
dan bertahan selama 14 jam, dan disertai oleh penurunan yang cepat
dalam estradiol sirkulasi dan konsentrasi 17-OHP tetapi pertambahan
yang tetap dari kadar serum inhibin (gbr. 3A). Kejadian ini diikuti oleh
satu plateu puncak dari kadar gonadotropin selama 14 jam dan kadar
konsentrasi progesteron yang transien.     Pemanjangan penurunan ke
cabang (waktu paruh 9,6 jam), bertahan selama 20 jam, berhubungan
dengan pertambahan yang cepat sekunder dari progesteron dan
penurunan lebih lanjut dalam kadar 17-OHP, estradiol, dan inhibin
sirkulasi, yang dimulai 36 jam setelah onset surge, atau 12 jam sebelum
pengakhiran surge. Sekresi inhibin selama interval periovulasi tidak
digabungkan dengan baik estrogen atau progesteron. Perubahan kadar
inhibin pada saat ini mewakili sejumlah kontribusi inhibin melalui
folikel preovulasi dan timbulnya korpus luteum. Mekanisme seluler
sebagai respon terhadap pergantian akut dalam steroidogenesis untuk
menyokong produksi progesteron tampaknya merupakan pengaruh dari
peningkatan aktivitas P-450 17 α-hidroksilase pada folikel preovulasi.
Penyebab dari penambahan yang bersamaan dalam kadar inhibin dan
gonadotropin selama surge masih belum jelas.
       Interval waktu yang tepat antara onset LH surge dan ovulasi
pada wanita tetap belum jelas, tetapi data yang ada menyatakan bahwa
ovulasi terjadi dalam 1–2 jam sebelum fase terakhir dari pertambahan
progesteron, atau 35 – 44 jam setelah onset LH surge.
8




3. Fase Luteal
Tanda dari fase luteal dalam siklus menstruasi adalah pergantian dari
dominasi estrogen pada fase folikuler ke dominasi progesteron.
Luteinisasi sel teka-granulosa setelah ovulasi berhubungan dengan
berlimpahnya ensim steroidogenik P-450 dalam sel luteal dan
peningkatan kemampuan untuk mensintesis sejumlah besar progesteron




Gambar 4. Dinamika hormon pada pertengahan siklus


dan jumlah estradiol yang lebih sedikit.     Konsentrasi puncak dari
progesteron dan estradiol dicapai pada fase midluteal dimana
endometrium fase sekresi mendukung terjadinya implantasi. Meskipun
inhibin juga mencapai kadar puncak pada saat ini, inhibin tidak bekerja
9




     dalam proses implantasi.       Jika terjadi implantasi, terjadi luteolisis,
     dengan penurunan yang linier cepat dari kadar progesteron, estradiol
     dan inhibin sirkulasi selama 4 – 5 hari terakhir dari kehidupan
     fungsional korpus luteum.
            Aktivitas sekresi korpus luteum dan bentuk kehidupan
     fungsional tergantung dukungan LH yang tersedia.            Interupsi dari
     pulsatilitas LH dengan arti pemberian antagonis GnRH selama tahapan
     yang berbeda dari fase luteal menyebabkan pengurangan yang cepat
     dari kadar progesteron, estradiol, dan inhibin, diikuti luteolisisis dan
     onset menstruasi.    Kadar FSH ditekan selama fase luteal mencapai
     kadar terendah selama siklus.            FSH tidak diperlukan untuk
     mempertahankan korpus luteum. Kombinasi inhibin dengan estrogen
     dan progesteron secara sinergis menekan sekresi FSH dan mencegah
     inisiasi folikulogenesis.
     4. Fase menstruasi
     Inisiasi pertumbuhan folikuler dari siklus berikut tergantung pada
     regresi dari korpus luteum sebelumnya.         Kejadian kuncinya adalah
     hubungan sebaliknya antara penurunan kadar inhibin dan peningkatan
     kadar FSH yang terjadi 2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu
     terjadi penambahan inisiasi folikuler untuk siklus tersebut (gbr. 3B).
     Jadi, transisi luteal-folikuler mewakili satu deretan perubahan dinamis
     yang melibatkan pengakhiran fungsi luteal dan reaktivasi dari sistem
     gonadotropin-GnRH. Perubahan ini merupakan hasil dari kemunduran
     pengaruh inhibisi oleh hormon steroid korpus luteum dan inhibin.


III. REGULASI NEUROENDOKRIN
   Daerah yang terpenting        dalam sintesis GnRH di hipotalamus adalah
   nukleus arkuata, yang berada di bagian basal organ ini. Akson-akson
   meluas dari nukleus ini ke bagian tengah. Selanjutnya ini disebut traktus
   tuberoinfundibular.     Pada saat ini, kelihatannya pelepasan GnRH
   dipengaruhi oleh senyawa amine biogenik (seperti dopamin, norepinefrin,
10




epinefrin) yang disintesis di daerah yang lebih tinggi di otak, yang
mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti stress atau emosi.
Sebagian besar badan-badan sel saraf mensintesis amine biogenik di
daerah dalam brainstem. Akson-akson dikirim melalui forebrain medial
dan menghilang di berbagai daerah dari otak, termasuk di hipotalamus.
   Bukti-bukti baru-baru ini mendukung ide bahwa norepinefrin
memiliki pengaruh pada pelepasan GnRH dan bahwa peptid opiat (seperti
ß-endorfin) bersifat menghambat.         Dalam keadaan berbeda, ada
pemahaman yang tidak lengkap dari dinamika dalam interaksi dopamin
dan sekresi GnRH. Pada beberapa situasi penelitian, dopamin kelihatan
sebagai stimulator dan pada situasi lain bersifat sebagai inhibitor terhadap
pelepasan GnRH.


A. Sekresi pulsatil dari gonadotropin
   Satu rancangan yang penting dalam kontrol gonadotropik terhadap
    fungsi ovarium adalah pulsatil alamiah dari pelepasan LH dan FSH
    oleh hipofisis.   Frekuensi denyut dan amplitudo dari pelepasan
    gonadotropin secara mendalam diatur oleh hormon steroid ovarium.
    Tidak adanya mekanisme feedback gonadal, seperti pada wanita
    postmenonopause atau ovariektomi, peningkatan kadar gonadotropin
    dipertahankan oleh peningkatan amplitudo dan frekuensi dari
    pelepasan pulsatil.
         Ada variabilitas individual dalam pola yang benar dari
    pelepasan pulsatil dari GnRH. Pada satu fase dari siklus menstruasi
    wanita, ketika estrogen dari ovarium berada pada kadar terendah (fase
    folikuler awal), frekuensi denyut mencapai 90 menit tiap denyutnya.
    Kemudian, sebagaimana peningkatan estrogen, frekuensi denyut
    meningkat menjadi setiap 60 menit. Setelah ovulasi, ada penurunan
    yang bermakna dan pogresif dalam frekuensi denyut menjadi satu
    denyut tiap 360 menit.          Perlambatan dari frekuensi denyut
11




     berhubungan dengan durasi paparan terhadap progesteron, yang
     disekresikan setelah ovulasi.
          Pada kera rhesus maupun pada manusia denyut intermitten
     GnRH tiap 60 – 90 menit merangsang pelepasan LH dan FSH tanpa
     batas. Pada kera rhesus, perubahan dalam frekuensi denyut GnRH
     dapat secara selektif meningkatkan atau menurunkan kadar serum
     baik FSH maupun LH.


B. Interaksi fungsional dari aksis H-P-O
   Kerja dari sistem neuroendokrin yang mengontrol siklus menstruasi
   manusia dapat diformulasikan.     Perubahan dalam ilmu pengetahuan
   baru-baru ini akan menyempurnakan tanpa keraguan atau membentuk
   pemahaman baru terhadap pengaturan siklus menstruasi.
          Pulsatil alamiah dari sekresi gonadotropin oleh hipofisis
   merupakan hasil langsung pelepasan episodik GnRH dari terminal saraf
   pada bagian yang menonjol dari arkuata bagian tengah ke gonadotrof
   melalui pembuluh-pembuluh portal hipotalamus-hipofisis. Pelepasan
   intermiten GnRH tampaknya menjadi konsekuensi dari osilator yang
   memicu sekresi periodik oleh saraf-saraf sintetase GnRH. Pelepasan
   pulsatil GnRH tampaknya secara tonik dihambat oleh saraf-saraf
   opiodergik sebelahnya dan derajatnya adalah ovarium steroid-
   dependent: Disosiasi dari sistem interaktif terjadi ketika kadar steroid
   ovarium rendah. Jadi, sepertinya penghambat opiat dari GnRH dan
   konsekuensi dari frekuensi rendah dari denyut LH tampak selama fase
   luteal menjadi tidak sesuai dengan perdarahan ovarium yang
   mengikutinya selama luteolisis; hasilnya adalah peningkatan frekuensi
   denyut gonadotropin-GnRH.         Inhibisi dan disinhibisi modulasi
   opioidergik dari akivitas neuronal GnRH mungkin jugs terlibat dalam
   penurunan frekuensi denyut LH selama fase folikuler awal dari siklus
   dan inisiasi surge gonadotropin midsiklus.
12




       Penurunan     yang cepat dari kadar inhibin ovarium menjadi
tanda kunci dari peningkatan dari pelepasan FSH hipofisis yang terjadi
2   hari   sebelum   onset    menstruasi,   karena   itu   menginisiasi
folikulogenesis. Frekuensi dan amplitudo dari denyut GnRH adalah
krusial untuk mendeterminasi sintesis dan sekresi hormon gonadotropin
oleh hipofisis. Respon ditentukan oleh positif otoregulasi dari reseptor
GnRH dan melalui pengaturan konsentrasi estradiol, yang menambah
gonadotrof GnRH-receptive dalam hubungan dengan peningkatan yang
bermakna dalam total keduanya dan gonadotrof multihormonal. Dalam
kombinasi, mereka membuat satu peningkatan yang bermakna dalam
kapasitas hipofisis dalam sinkronisasi dengan peningkatan dalam aksi
feedback estradiol. Ketika kadar estradiol melampaui ambang batas
selama masa 2 – 3 hari, satu perubahan dalam kapasitas fungsional
gonadotrof terjadi, sebagaimana dimanifestasikan oleh      peningkatan
yang bermakna dalam sensitivitas terhadap denyut kecil GnRH eksogen
dan oleh pergantian yang cepat dari gonadotropin dari pool-reserve
yang besar ke pool yang dapat dilepaskan, dimana dari sini surge
midsiklus mungkin diinisiasi. Meskipun, estradiol memicu onset surge,
peningkatan sekresi progesteron oleh folikel preovulasi tampaknya
memperlama durasi surge.
       Meskipun tempat dari aksi feedback secara prinsip terjadi pada
tingkat hipofisis, ada bukti meyakinkan di satu tempat hipotalamik
mengenai aksi estradiol pada sistem neuronal yang menghubungkan
dengan neuron GnRH daripada pada neuron GnRH langsung.
Progesteron menampakkan        pengaruh     mekanisme feedback pada
jaringan saraf yang mengurangi fekuensi denyut sekresi GnRH akut
dalam menginduksi surge gonadotropin midsiklus secara jelas tampak
pada tikus dan domba, keperluan ini pada manusia dan hewan primata
masih belum jelas. Onset LH surge dan ovulasi terjadi dalam respon
terhadap pengeluaran intermiten dari sejumlah besar GnRH eksogen
pada monyet dengan lesi pada nukleus arkuata dan pada wanita dengan
13




      defisiensi GnRH endogen; hal ini memberikan bukti yang tidak
      disangka bahwa peningkatan pelepasan GnRH pada manusia dan hewan
      primata tidak diperlukan. Contoh eksperimental ini tidak dapat secara
      lengkap mengeluarkan adanya kemungkinan atau keterlibatan peptid
      hipotalamik lain yang       dapat memicu pelepasan gonadotrof, seperti
      endothelin, yaitu suatu peptid hipotalamik yang memiliki aksi stimulasi
      bermakna pada pelepasan gonadotropin.

IV. Stress
    A. Tanda dan gejala stress1,2,6
        Proses terjadinya stress merupakan hal yang kompleks dan
        melibatkan hubungan antara perasaan dan tubuh manusia. Informasi
        dari lingkungan diproses melalui dua mekanisme dasar, yaitu:
        1. Mekanisme subkonsius (autonomic nervous system)
             Mekanisme ini merupakan refleks fisik dan emosional yang
             bekerja untuk mempersiapkan tubuh terhadap segala aksi
             potensial yang mungkin diperlukan. Persiapan tubuh ini berdiri
             sendiri atau terpisah dari aksi akhir.
        2. Mekanisme konsius
             Mekanisme volunter berupa persepsi, evaluasi, dan pembuatan
             keputusan. Mekanisme ini memiliki peran untuk menentukan
             apakah stressor yang timbul diperlukan dan berguna atau tidak
             dan menimbulkan sesuatu yang buruk atau tidak.        Aksi atau
             respon itu sendiri adalah konsius dan dapat timbul hanya apabila
             kita dapat melihat dan mengevaluasi situasi.
        Respon terhadap stress        berupa tekanan fisik selanjutnya dapat
        ditimbulkan oleh konsius, aksi volunter atau subkonsius, aktivasi
        involunter yang menjaga tubuh dalam keadaan tetap siaga.
              Stress bersifat subyektif dan individual. Keadaan ini bermula
        ketika kita mengamati satu situasi, seseorang, satu kejadian atau
        bahkan satu obyek yang kita sebut sebagai stressor. Hal ini berarti
14




bahwa otak tidak memberikan respon secara buta tetapi respon yang
terjadi merupakan hasil dari satu derajat latihan terhadap interpretasi
subyektif.
      Bagaimana kita melihat suatu kejadian secara luas tergantung
kepada konsep terhadap diri pribadi, kekuatan ego, sistem nilai dan
bahkan hereditas.       Peristiwa-peristiwa menyenangkan seperti
menikah, memenangkan undian atau bertemu dengan seseorang yang
dicintai setelah lama tidak bertemu, juga menimbulkan stress,
meskipun kebanyakan stress berawal dengan peristiwa-peristiwa
negatif, menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita.
      Situasi yang sama dapat dilihat, secara keseluruhan, secara
berbeda oleh dua individu. Yang satu dapat memandang situasi yang
ada sebagai tantangan yang menarik sementara individu yang lain
memandang situasi tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupannya.
Satu lampu merah diinterpretasikan oleh yang satu sebagai obyek
yang berguna untuk mengatur suatu usaha dan oleh yang lain
merupakan sumber yang menyakitkan. Lebih jauh, kita memandang
dan bereaksi terhadap suatu peristiwa yang sama secara berbeda pada
saat yang berbeda, tergantung pada keadaan perasaan dan fisik kita
saat tersebut.
      Stress yang datang dari peristiwa-peristiwa dan kondisi
kehidupan yang tidak menyenangkan dapat mengganggu perasaan
dan tubuh kita.    Stress menyebabkan kesedihan dan menghalangi
untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat.          Sangatlah penting
untuk mengenali seseorang yang menderita stress yang berat.
      Stress dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan
seseorang, menyebabkan stress mental, keluhan-keluhan fisik,
perubahan perilaku, dan masalah-masalah dalam interaksi dengan
orang lain.      Seseorang yang menderita stress seringkali tidak
mengeluh tentang stress secara langsung. Sebagai gantinya, mereka
mengeluhkan banyak keluhan fisik dan mental yang berbeda. Mereka
15




dapat saja menderita sakit yang serius sehingga memerlukan
perawatan medis
     Seseorang yang berada dalam keadaan stress dapat memiliki
berbagai gejala yang bervariasi.      Gejala-gejala tersebut dapat
bermanifestasi pada perasaan, tubuh kita, pada perilaku dan terhadap
pergaulan dengan orang lain.      Pada perasaan kita gejala-gejala
tersebut dapat berupa:
     -   Rasa cemas atau mudah marah
     -   Rasa sedih, menangis atau rasa tidak diperhatikan
     -   Perubahan mood yang cepat
     -   Konsentrasi yang jelek, memerlukan penjelasan beberapa
         kali baru bisa memahami dan mengingatnya
     -   Berpikir tentang satu hal yang sama berulang-ulang
     Orang-orang sulit untuk mengenali dan menggambarkan gejala
     yang mereka derita. Sedangkan pada tubuh gejala-gejala stress
     yang timbul dapat berupa:
     -   Kelelahan
     -   Sakit kepala
     -   Ketegangan otot
     -   Berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur
     -   Perasaan tidak dapat bernapas/sesak
     -   Mual-mual (merasa sakit) atau nyeri di perut
     -   Nafsu makan kurang
     -   Nyeri yang tidak jelas, misalnya pada lengan, tungkai, atau
         dada
     -   Gangguan siklus menstruasi
     Orang dapat memiliki beberapa gejala yang berbeda yang dapat
     hilang dan timbul.    Gejala—gejala ini apabila tidak diatasi
     dengan segera akan menjadi kronis dan menimbulkan penyakit
     yang lebih berat, sebagai contoh stress yang kronik dapat
16




           menyebabkan ulkus pada lambung.             Dalam perilaku stress
           menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
           -   Berkurangnya aktivitas, tidak bertenaga
           -   Aktivitas      berlebihan   atau      ketidakmampuan       untuk
               beristirahat
           -   Memakai alkohol atau obat-obatan seperti kanabis atau
               opium untuk mengurangi ketegangan
           -   Kesulitan untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan
           -   Gangguan tidur
           Sementara itu stress dapat pula menyebabkan gangguan
           terhadap kemampuan dalam pergaulan dengan orang lain.
           Gejala-gejala yang timbul sebagai berikut:
           -   Tidak memiliki emosi
           -   Terlalu tergantung pada orang lain dalam mengambil
               keputusan dan dukungan
           -   Suka berdebat dan melakukan penolakan
           Sangatlah penting untuk berbicara dengan anggota keluarga
     yang lain atau orang lain yang mengetahui dengan baik mengenai
     seseorang yang mengalami stress.             Pertama-tama yang harus
     diketahui adalah apakah perilaku saat ini dari orang yang mengalami
     stress adalah normal.         Kemudian perlu diketahui bagaimana
     terjadinya perubahan menjadi tidak normal.


B.   Sumber stress1,2,6
     Setiap waktu kita dihadapkan dengan perubahan, apakah kejadian
     tersebut kita inginkan atau tidak, homeostasis akan terganggu dan kita
     akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap kejadian
     tersebut. Proses pemulihan homeostasis tersebut disebut ‘adaptasi’.
           Derajat tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan
     diperlukan.    Perubahan      dapat   menjadi     faktor   positif   untuk
     perkembangan atau dapat menjadi kekuatan negatif yang akan
17




     membawa ke arah deteriorasi pada mental dan atau fisik. Terlalu
     banyaknya kejadian dan situasi baru yang dihadapi pada satu waktu
     menimbulkan keadaan stress yang berlebihan. Ketika derajat dan
     jumlah perubahan tersebut melampaui kemampuan adaptasi kita, kita
     akan akan mendapatkan diri kita dalam fase stress yang negatif, yaitu
     suatu keadaan dimana keseimbangan mental dan fisik terganggu.
     Besarnya stress yang dialami tergantung pada dua faktor yaitu:
     1. Intesitas dan frekuensi perubahan
     2. Kemampuan kita untuk beradaptasi.


C. Biokimia stress1,2,6
   Stress fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan
   bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen
   emosional dari otak. Respon emosional yang timbul ditahan oleh input
   dari pusat yang lebih tinggi di forebrain.       Respon neurologis dari
   amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari
   hipotalamus.     Hipotalamus     akan     melepaskan        hormon   CRF
   (corticotropin- releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk
   melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic hormone)
   ke dalam darah.        ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar
   adrenal, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal.
           Kelenjar adrenal berisi dua daerah yang berbeda, bagian dalam
   atau medulla yang mensekresi adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin
   (norepinefrin) dan lapisan luar atau korteks yang mensekresi
   kortikosteroid mineral (aldosteron) dan glukokortikoid (kortisol).
   Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem
   otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem
   otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem
   otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem
   simpatis bertanggung jawab terhadap adanya
18




      STRESS
                            AKTIVASI AMYGDALA



                           RESPON NEUROLOGIS


                              HIPOTALAMUS



                           RESPON HORMONAL


     SISTEM
    OTONOM                       CRF




                                HIPOFISIS


STIMULASI SARAF            RESPON HORMONAL
  SENSORIK


                                 ACTH


                              STIMULASI KEL
                                 ADRENAL




                                 RESPON
                                 STRESS



Gambar 5. Kaskade stress
19




         stimulasi atau stress. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut
         jantung, napas yang cepat, penurunan aktivitas gastrointestinal.
         Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan
         istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan,
         meningkatkan     aktivitas     gastrointestinal.       Perangsangan   yang
         berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang
         berulang-ulang     dan       menempatkan           sistem   otonom    pada
         ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat
         penting bagi kesehatan tubuh.
                Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau
         reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf,
         jangka pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama.


V. PENGARUH STRESS PADA SIKLUS MENSTRUASI1,2,3,4,7
  Berbagai macam perubahan emosi akibat suatu stressor telah dihubungkan
  dengan adanya fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi.              Beberapa
  penelitian menunjukkan stressor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah,
  bergabung dengan militer, atau memulai kerja baru mungkin berhubungan
  dengan tidak datangnya menstruasi. Stressor yang membuat satu tuntutan baru
  bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi menunda
  periode setiap bulannya. Sebagai tambahan mengenai meninggalkan keluarga
  atau memulai satu pekerjaan baru,        beberapa penelitian menunjukkan satu
  hubungan baru meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus yang
  lebih panjang (Insel & Roth, 1998)1
         Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi
  intergratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh
  termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi
  melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan
  mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stress terjadi aktivasi pada
  amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon
20




                              STRESS




                                 CRH                            Somato
                                                                statin


            Endorfin                            ACTH             TRH



                                GnRH            Cortisol         TSH



                                                                 T4



                                                                 T3




Gambar 6. Pengaruh stress terhadap sistem neuroendokrinologi4
21




  dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini
  secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat
  produksinya di nukleus arkuata.      Proses ini kemungkinan terjadi melalui
  penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi
  pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah.
  Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti
  dapat mengurangi rasa nyeri. Sedangkan ACTH dirangsang oleh CRH secara
  bergelombang dengan ritme diurnal.           Peningkatan kadar ACTH akan
  menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan
  gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang
  disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut
  secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH,
  dimana melalui jalan ini maka stress menyebabkan gangguan menstruasi.
  Gejala klinis yang tampak terutama adalah amenore, selain itu dapat juga
  berupa anovulasi, atau fase luteal yang inadekuat. Gejala klinis yang timbul ini
  tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya
  bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stress yang ada
  bisa diatasi.


VI. MENGHADAPI STRESS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI1,2
  Studi epidemiologi baru-baru ini yang mengamati gangguan yang berhubungan
  dengan stress menemukan bahwa masalah ini menjadi dilema bagi para dokter.
  Lebih dari semua profesi lain, tenaga medis memiliki konsekuensi untuk
  mengalami peningkatan ketegangan dan tekanan dalam populasi umumnya.
  Lebih kurang 50 – 75% semua kunjungan ke dokter secara langsung atau tak
  langsung berhubungan dengan stress.         Meskipun pengobatan konvensional
  memainkan       peranan   penting   dalam    penatalaksanaan   kelainan    yang
  berhubungan dengan stress, tidak selalu sesuai dengan situasi saat itu, sebagai
  tambahan memerlukan pendekatan edukasional dan preventif.
          Dengan kewajiban terhadap koreksi patologi dan kurangnya penekanan
  pada tehnik pencegahan, pengobatan konvensional memainkan peranan
22




paliatif. Lebih jauh lagi, memerlukan waktu untuk mendiagnosis masalah-
masalah gangguan yang berhubungan dengan stress dan tambahan waktu untuk
mengatasi masalah ini dengan konseling.       Para dokter tampaknya telah
kelebihan pekerjaan dan kekurangan waktu untuk masalah ini. Apabila terapi
obat dan nasehat-nasehat medis digabungkan dengan sistem suportif lainnya,
kita bukan hanya akan menyingkirkan gejala dengan segera tetapi akan
melangkah lebih jauh untuk mengatasi stress yang mendasarinya.        Dalam
masalah ini, dukungan terhadap individu itu sendiri juga merupakan hal yang
penting. Sesungguhnya, ada beberapa kondisi medis dimana tanggungjawab
pencegahan dan pengobatan adalah sangat tergantung pada individu tersebut.
       Pengetahuan    merupakan    hal   mendasar    untuk   mengefektifkan
penanganan stress pada individu. Dengan bantuan dan dukungan pada sisi
pencegahan dan edukasional, usaha dan kerja yang dilakukan dokter untuk
menahan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan stress akan lebih efektif
dan dihargai.
       Orang yang berada dalam keadaan stress menemukan kesulitan untuk
relax dan seharusnya dipikirkan untuk dilakukan latihan relaksasi khusus.
Latihan relaksasi merupakan aspek paling penting dalam menangani seseorang
dengan stress.   Ada banyak cara relaksasi seperti membaca, menyanyi,
mendengarkan musik, atau hanya beristirahat saja. Bagi orang yang merasa
tidak diperhatikan sebaiknya diberi semangat untuk melakukan beberapa
pekerjaan yang berguna, meskipun terbatas. Mereka juga sebaiknya berbicara
dengan orang yang lebih percaya diri dan optimis dalam lingkungannya. Cara-
cara ini merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress. Secara
umum orang yang mengalami stress memerlukan dukungan untuk mengubah
perilaku mereka dengan tujuan untuk:
   - mengembalikan pola tidur yang normal di malam hari, dan
     mengusahakan aktivitas yang berguna dan menyenangkan setiap hari
   - menemukan cara yang positif untuk mengatasi stress
   - menghentikan hal yang tidak menyenangkan
23




   Secara garis besar solusi dalam menghadapi stress dapat dilakukan dengan
   beberapa pilihan sebagai berikut:
      1. Diagnosis personal dari stress
      2. Pengetahuan tentang stress
      3. Berpikir positif dan sikap yang positif
      4. Manajemen perencanaan, organisasi dan waktu
      5. Aktivitas fisik dan nutrisi
      6. Program relaksasi
      7. Aktivitas otak kiri dan kanan yang seimbang
      8. Toleransi/fleksibilitas/adaptaabilitas
      9.   Enthusiasm
      10. Rasa humor
      11. Kebijaksanaan
      12. Siraman rohani.


VII. RINGKASAN
   Stress merupakan keadaan yang tidak dihindarkan, setiap orang akan dan
   pernah mengalaminya. Respon yang timbul akibat stress sangat tergantung
   pada kemampuan adaptasi seseorang dan besarnya stressor.           Stress akan
   berpengaruh negatif apabila kemampuan adaptasinya kurang atau stressor yang
   ada terlalu besar atau melampaui batas kemampuan adaptasinya.
           Pengaruh     stress   pada   siklus    menstruasi   melibatkan   sistem
   neuroendokrinologi terutama melalui aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
   Akibat pengaruh stress, pada akhirnya akan menyebabkan penurunan pada
   kadar GnRH dalam darah. Melalui jalan inilah terjadi gangguan pada pola
   menstruasi. Gangguan yang sering ditemukan adalah amenore, dimana pada
   wanita dengan amenore ditemukan adanya hiperkortisol dalam darah.
           Penanganan stress sampai saat ini masih bersifat konvensional dimana
   peranan obat-obatan masih sangat besar.         Dimasa mendatang, penanganan
   stress hendaknya juga dilakukan melalui pendekatan bio-psiko-sosial.
24




VIII. RUJUKAN
      1.   Michal M. Stress. Editiones Roche 1991.
      2.   Suyono B. Stress sebagai Salah satu Sebab Gangguan Menstruasi. Dalam: Seminar
           kelainan menstruasi.   Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNDIP/RSUP Dr.
           Kariadi; 11 Mei 2002; Semarang 2002.
      3.   Yen SSC. The human menstrual cycle: Neuroendocrine regulation. In: Yen SSC,
           Jaffe RB, Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1991. p.
           273-301
      4.   Speroff L, Glass RH, Kase NG. Cinical gynecologic endocrinology and infertility.
           6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.
      5.   Greenspan FS, Baxter JD. Basic & clinical endocrinology. 4th ed. Philadelphia: WB
           Saunders; 1992.
      6.   Lubis DB. Pengantar Psikiatri Klinik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
           Universitas Sriwijaya; 1989.
      7.   Beck LE, Gervitz R, Mortola J.       Psychosicial stress and symptom severity in
           premenstrual synd. Psychosom Med 1990; 52: 536.

More Related Content

What's hot

Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifas
Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifasSistem endokrin pada saat hamil dan masa nifas
Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifaspowerpoint2910
 
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)AdetyaWulandari
 
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormon
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormonPengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormon
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormonSavira izati Putri
 
siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb
 siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb
siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kbRiski Syahna
 
Farmakologi sistem reproduksi
Farmakologi sistem reproduksiFarmakologi sistem reproduksi
Farmakologi sistem reproduksiFadhol Romdhoni
 
Sistem reproduksi manusia
Sistem reproduksi manusiaSistem reproduksi manusia
Sistem reproduksi manusiaJihan Ahmad
 
Sistem endokrin 01
Sistem endokrin 01 Sistem endokrin 01
Sistem endokrin 01 Dedi Kun
 
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouse
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouseKehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouse
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouseRifka Marwani
 
Endokrin oleh ismail
Endokrin  oleh ismailEndokrin  oleh ismail
Endokrin oleh ismailIsmail Fizh
 
Kelompok 4 sistem hormon
Kelompok 4 sistem hormonKelompok 4 sistem hormon
Kelompok 4 sistem hormonAndi Asri Ainun
 

What's hot (17)

Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifas
Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifasSistem endokrin pada saat hamil dan masa nifas
Sistem endokrin pada saat hamil dan masa nifas
 
Menopause
MenopauseMenopause
Menopause
 
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)
Kelompok 15 (nilai kesejahteraan janin)
 
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormon
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormonPengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormon
Pengaturan fungsi hormon seksual pada pria oleh hormon
 
siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb
 siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb
siklus-menstruasi-dan-kebutuhan-kb
 
media interaktif sistem endokrin
media interaktif sistem endokrinmedia interaktif sistem endokrin
media interaktif sistem endokrin
 
Asuhan intra natal AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan  intra natal AKPER PEMKAB MUNA Asuhan  intra natal AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan intra natal AKPER PEMKAB MUNA
 
Farmakologi sistem reproduksi
Farmakologi sistem reproduksiFarmakologi sistem reproduksi
Farmakologi sistem reproduksi
 
Faaaaal (2)
Faaaaal (2)Faaaaal (2)
Faaaaal (2)
 
Sistem reproduksi manusia
Sistem reproduksi manusiaSistem reproduksi manusia
Sistem reproduksi manusia
 
Sistem endokrin 01
Sistem endokrin 01 Sistem endokrin 01
Sistem endokrin 01
 
Chapter ii 10
Chapter ii 10Chapter ii 10
Chapter ii 10
 
Pubertas prekoks
Pubertas prekoksPubertas prekoks
Pubertas prekoks
 
Hormon
HormonHormon
Hormon
 
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouse
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouseKehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouse
Kehidupan reproduksi wanita mulai dari masa menstruasi sampai menupouse
 
Endokrin oleh ismail
Endokrin  oleh ismailEndokrin  oleh ismail
Endokrin oleh ismail
 
Kelompok 4 sistem hormon
Kelompok 4 sistem hormonKelompok 4 sistem hormon
Kelompok 4 sistem hormon
 

Similar to Stress & menstrual cyle

Siklus menstruasi
Siklus menstruasiSiklus menstruasi
Siklus menstruasiSulton Gaza
 
Hormon dan mekanisme menstruasi
Hormon dan mekanisme menstruasiHormon dan mekanisme menstruasi
Hormon dan mekanisme menstruasiFitri Meliani
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilandesiaulia7
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilandesiaulia7
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilandesiaulia7
 
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxMaret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxmarketingIndogen
 
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamil
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamilPerubahan anatomi fisiologi pada ibu hamil
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamildiana permatasari
 
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 Science
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 ScienceSiklus menstruasi dan hormon kelas 11 Science
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 ScienceYuan Yuanita
 
Endrokrinologi kelompok 6.pptx
Endrokrinologi kelompok 6.pptxEndrokrinologi kelompok 6.pptx
Endrokrinologi kelompok 6.pptxvina736285
 
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hariUmumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hariAndi Permana
 
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...Aftina Eka R
 
Isimakalah 121129060940-phpapp02
Isimakalah 121129060940-phpapp02Isimakalah 121129060940-phpapp02
Isimakalah 121129060940-phpapp02Kurnia Wati
 

Similar to Stress & menstrual cyle (20)

2. gangguan haid
2. gangguan haid2. gangguan haid
2. gangguan haid
 
Siklus menstruasi
Siklus menstruasiSiklus menstruasi
Siklus menstruasi
 
Gangguan haid
Gangguan haidGangguan haid
Gangguan haid
 
Hormon dan mekanisme menstruasi
Hormon dan mekanisme menstruasiHormon dan mekanisme menstruasi
Hormon dan mekanisme menstruasi
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
 
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilanBahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
Bahan ajar 2 biokimia hormon dalam kehamilan
 
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxMaret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
 
siklus mestruasi.pptx
siklus mestruasi.pptxsiklus mestruasi.pptx
siklus mestruasi.pptx
 
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamil
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamilPerubahan anatomi fisiologi pada ibu hamil
Perubahan anatomi fisiologi pada ibu hamil
 
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 Science
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 ScienceSiklus menstruasi dan hormon kelas 11 Science
Siklus menstruasi dan hormon kelas 11 Science
 
Endrokrinologi kelompok 6.pptx
Endrokrinologi kelompok 6.pptxEndrokrinologi kelompok 6.pptx
Endrokrinologi kelompok 6.pptx
 
Coba coba nulis proposal
Coba coba nulis proposalCoba coba nulis proposal
Coba coba nulis proposal
 
Menopause
MenopauseMenopause
Menopause
 
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hariUmumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari
 
Makalah kebidanan dasar i sistem endokrinologi
Makalah kebidanan dasar i sistem endokrinologiMakalah kebidanan dasar i sistem endokrinologi
Makalah kebidanan dasar i sistem endokrinologi
 
Fisiologi reproduksi
Fisiologi reproduksiFisiologi reproduksi
Fisiologi reproduksi
 
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA
Askep klimakterium dan menopaus1 AKPER PEMKAB MUNA
 
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...
Kesehatan Reproduksi ( pemantauan tumbuh kembang wanita sepanjang daur kehidu...
 
Isimakalah 121129060940-phpapp02
Isimakalah 121129060940-phpapp02Isimakalah 121129060940-phpapp02
Isimakalah 121129060940-phpapp02
 

Stress & menstrual cyle

  • 1. I. PENDAHULUAN Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti bising, polusi, temperatur dan gizi.1 Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang. Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem sosiologikal, medis dan ekonomi.1 Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. 1,2,3 Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu.1,2
  • 2. 2 II. SIKLUS MENSTRUASI NORMAL Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik yang teratur, yang disebut sebagai siklus menstruasi. Siklus ini ditandai dengan perubahan-perubahan, dimana yang paling nyata terlihat adalah perdarahan pervaginam secara berkala sebagai hasil dari pelepasan lapisan endometrium uterus. Menstruasi normal secara fungsional merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, dimana masing- masing organ ini memainkan peranan penting dalam fungsi reproduksi normal. A. Karakteristik dari Siklus Penelitian mengenai periodisitas dari siklus menstruasi manusia telah memperlihatkan bahwa interval median antara periode-periode menstruasi adalah 28 hari selama usia reproduksi aktif, dengan batas normal antara 25 – 35 hari. Tetapi perlu dipahami bahwa panjang siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang, dimana satu peningkatan dari interval intermenstruasi timbul pada dua ujung dari kehidupan reproduksi manusia. (Gambar 1). Interval menstruasi yang memanjang ini berhubungan dengan siklus anovulatoir yang sering timbul selama usia remaja dan pada masa transisi menopause. Pada masa ini, sekresi aberan dari estradiol dan gonadotropin menghasilkan asikronisasi dari berbagai elemen dari sistem dan bermanifestasi sebagai siklus yang anovulatoir.3,4 Siklus menstruasi merupakan satu mekanisme ulangan dari kerja sistem hipotalamus–hipofisis-ovarium, yang berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi dari jaringan target –uterus, tuba fallopii, endometrium dan vagina- dari organ reproduksi. Tiap siklus mencapai puncaknya dalam bentuk perdarahan menstruasi, dan hari pertama siklus diterima sebagai titik permulaan siklus menstruasi.3,4 Hormon gonadotropin (follicle stimulating hormone /FSH dan luteineizing hormone/LH) membantu sebagai penghubung antara
  • 3. 3 hipotalamus dan ovarium. Gambaran dari pola perubahan sekresi gonadotropin pada wanita, sebelum, selama, dan setelah masa reproduksi diperlihatkan pada gambar 2. Pada keadaan fungsi ovarium tidak ada (seperti yang ditemukan pada fase prepubertas dan perimenopause dari siklus kehidupan), kadar FSH dalam darah lebih besar daripada LH. Penurunan yang bermakna dari rasio FSH/LH merupakan ciri khas dari masa-masa reproduksi. Sekresi gonadotropin yang rendah selama fase prepubertas, secara sebab akibat berhubungan dengan insufisiensi dari stimulasi hormon (GnRH). Gambaran dari penambahan sleep induced LH memberikan bayangan dari maturasi dari sistem CNS-hipotalamus. Keadaan ini akan menghilang setelah masa pubertas. Tingginya kadar gonadotropin berhubungan dengan masa postmenopause dan terutama dipengaruhi oleh penurunan mekanisme negative-feedback dari hormon steroid ovarium dan inhibin. Gambar 1. Median lama siklus menstruasi sepanjang usia reproduksi wanita mulai dari menarke sampai menopause. (dari Treloar, dkk. Int J Fertil 12:77,1967)3
  • 4. 4 Gambar 2. Pola perubahan dan rasio rasio dari LH terhadap FSH sebelum, selama, dan setelah fase reproduksi dari siklus kehidupan wanita.3 B. Pola hormonal selama siklus menstruasi 3,4 Siklus menstruasi manusia dapat dibagi menjadi empat fase fungsional atas dasar struktural, morfologi, dan produksi steroid seks oleh ovarium. 1. Fase folikuler (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir) 2. Fase ovulasi (transisi fase folikuler-luteal) 3. Fase menstruasi (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir) 4. Fase menstruasi (transisi luteal-folikuler) Kadar gonadotropin, estrogen, androgen, progestin dan inhibin dalam sirkulasi darah selama siklus ovulasi normal pada wanita menunjukkan pola siklus yang teratur. Perjalanan dan perubahan relatif dalam kadar hormon ini yang diukur dalam sehari digambarkan pada gambar 3. 1. Fase Folikuler Pertengahan pertama dari siklus disebut sebagai fase folikuler dan memiliki ciri khas adanya peningkatan yang progresif dari kadar estradiol dan inhibin dalam sirkulasi yang dipengaruhi oleh
  • 5. 5 perkembangan folikel de Graaf. Meskipun, folikulogenesis dimulai pada fase luteal akhir dari permulaan siklus dan berlanjut selama transisi luteal-folikuler. Pada saat ini, menghilangnya korpus luteum dan hubungannya dengan penurunan yang cepat dari kadar inhibin, sama baiknya dengan estradiol dan progesteron, menyebabkan peningkatan sekresi FSH kira-kira 2 hari sebelum onset menstruasi (gbr. 3B). Peningkatan kadar FSH, bersama-sama dengan kembalinya frekuensi denyut LH dari lambat menjadi tinggi, mencetuskan penambahan folikel selama 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler. Kejadian ini diikuti dengan seleksi terhadap satu folikel (hari ke 5- 7); maturasi dari folikel dominan (hari 8-12); akhirnya, ovulasi (hari ke 13- 15) . Proses ini membentuk fase folikuler dari siklus, berlangsung mencapai 13 hari, dan ditunjukkan kepada proses genesis dari satu folikel preovulasi sementara folikel yang lain mengalami atresia. Seleksi terhadap satu folikel yang diperlukan untuk ovulasi dihubungkan dengan kapasitas yang tinggi dari biosintesis dan sekresi androgen, estrogen, progestin dan inhibin. Integritas dari produksi hormon-hormon ini tergantung kepada interaksi antara sel teka dan sel granulosa. Aktivitas masing-masing sel ini dimodulasi oleh perubahan- perubahan dalam ensim steroidogenik sitokrom P-450 dan melalui berbagai faktor-faktor pertumbuhan yang bekerja langsung melalui mekanisme parakrin dan otokrin. Sebagai hormon trofik, LH dan FSH memiliki abilitas inheren untuk mengubah laju dari pertumbuhan dan maturasi folikel dan berhubungan dengan lingkungan mikro dalam folikel ovarium. Karena baik estradiol dan inhibin merupakan supresor yang poten dari sekresi FSH, waktu perjalanan dari penurunan FSH selama fase folikuler pertengahan ke akhir kemungkinan secara sebab akibat berkaitan dengan supresi feedback sekuensial oleh estradiol dan inhibin. Sedikit berbeda bahwa kadar LH dalam sirkulasi memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang progresif( gbr. 3A).
  • 6. 6 2. Fase ovulasi Karena puncak dari midsiklus LH surge tidak dapat secara tepat ditentukan, onset LH surge dipakai untuk memberikan secara relatif mengenai titik rujukan yang tepat bagi waktu hormonal dan dinamika Gambar 3. A. Pola hormonal dalam siklus menstruasi manusia B. Hubungan antara FSH, inhibin, dan steroid ovarium selama regresi korpus luteum, onset menstruasi, dsan inisiasi folikulogenesis untuk siklus berikutnya. intrafolikuler pada midsiklus (Gbr 4). Selama 2 – 3 hari terakhir sebelum onset dari surge midsiklus, peningkatan dalam kadar estradiol dalam sirkulasi sebanding dengan kadar inhibin, progesteron, dan
  • 7. 7 17α-hidroksiprogesteron (17-OHP). Peningkatan ini dalam konsentrasi progestin memberikan gambaran proses luteinisasi dari sel granulosa diikuti penggabungan dengan reseptor LH dan hasil dari kemampuan LH untuk menginisiasi biosintesis 17-OHP dan progesteron. LH dan FSH surge mulai secara tiba-tiba dan secara temporer berhubungan dengan pencapaian kadar estradiol puncak dan inisiasi dari pertambahan yang cepat dari progesteron 12 jam lebih awal. Durasi rata-rata dari LH surge adalah 48 jam, secara cepat naik keatas dan bertahan selama 14 jam, dan disertai oleh penurunan yang cepat dalam estradiol sirkulasi dan konsentrasi 17-OHP tetapi pertambahan yang tetap dari kadar serum inhibin (gbr. 3A). Kejadian ini diikuti oleh satu plateu puncak dari kadar gonadotropin selama 14 jam dan kadar konsentrasi progesteron yang transien. Pemanjangan penurunan ke cabang (waktu paruh 9,6 jam), bertahan selama 20 jam, berhubungan dengan pertambahan yang cepat sekunder dari progesteron dan penurunan lebih lanjut dalam kadar 17-OHP, estradiol, dan inhibin sirkulasi, yang dimulai 36 jam setelah onset surge, atau 12 jam sebelum pengakhiran surge. Sekresi inhibin selama interval periovulasi tidak digabungkan dengan baik estrogen atau progesteron. Perubahan kadar inhibin pada saat ini mewakili sejumlah kontribusi inhibin melalui folikel preovulasi dan timbulnya korpus luteum. Mekanisme seluler sebagai respon terhadap pergantian akut dalam steroidogenesis untuk menyokong produksi progesteron tampaknya merupakan pengaruh dari peningkatan aktivitas P-450 17 α-hidroksilase pada folikel preovulasi. Penyebab dari penambahan yang bersamaan dalam kadar inhibin dan gonadotropin selama surge masih belum jelas. Interval waktu yang tepat antara onset LH surge dan ovulasi pada wanita tetap belum jelas, tetapi data yang ada menyatakan bahwa ovulasi terjadi dalam 1–2 jam sebelum fase terakhir dari pertambahan progesteron, atau 35 – 44 jam setelah onset LH surge.
  • 8. 8 3. Fase Luteal Tanda dari fase luteal dalam siklus menstruasi adalah pergantian dari dominasi estrogen pada fase folikuler ke dominasi progesteron. Luteinisasi sel teka-granulosa setelah ovulasi berhubungan dengan berlimpahnya ensim steroidogenik P-450 dalam sel luteal dan peningkatan kemampuan untuk mensintesis sejumlah besar progesteron Gambar 4. Dinamika hormon pada pertengahan siklus dan jumlah estradiol yang lebih sedikit. Konsentrasi puncak dari progesteron dan estradiol dicapai pada fase midluteal dimana endometrium fase sekresi mendukung terjadinya implantasi. Meskipun inhibin juga mencapai kadar puncak pada saat ini, inhibin tidak bekerja
  • 9. 9 dalam proses implantasi. Jika terjadi implantasi, terjadi luteolisis, dengan penurunan yang linier cepat dari kadar progesteron, estradiol dan inhibin sirkulasi selama 4 – 5 hari terakhir dari kehidupan fungsional korpus luteum. Aktivitas sekresi korpus luteum dan bentuk kehidupan fungsional tergantung dukungan LH yang tersedia. Interupsi dari pulsatilitas LH dengan arti pemberian antagonis GnRH selama tahapan yang berbeda dari fase luteal menyebabkan pengurangan yang cepat dari kadar progesteron, estradiol, dan inhibin, diikuti luteolisisis dan onset menstruasi. Kadar FSH ditekan selama fase luteal mencapai kadar terendah selama siklus. FSH tidak diperlukan untuk mempertahankan korpus luteum. Kombinasi inhibin dengan estrogen dan progesteron secara sinergis menekan sekresi FSH dan mencegah inisiasi folikulogenesis. 4. Fase menstruasi Inisiasi pertumbuhan folikuler dari siklus berikut tergantung pada regresi dari korpus luteum sebelumnya. Kejadian kuncinya adalah hubungan sebaliknya antara penurunan kadar inhibin dan peningkatan kadar FSH yang terjadi 2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu terjadi penambahan inisiasi folikuler untuk siklus tersebut (gbr. 3B). Jadi, transisi luteal-folikuler mewakili satu deretan perubahan dinamis yang melibatkan pengakhiran fungsi luteal dan reaktivasi dari sistem gonadotropin-GnRH. Perubahan ini merupakan hasil dari kemunduran pengaruh inhibisi oleh hormon steroid korpus luteum dan inhibin. III. REGULASI NEUROENDOKRIN Daerah yang terpenting dalam sintesis GnRH di hipotalamus adalah nukleus arkuata, yang berada di bagian basal organ ini. Akson-akson meluas dari nukleus ini ke bagian tengah. Selanjutnya ini disebut traktus tuberoinfundibular. Pada saat ini, kelihatannya pelepasan GnRH dipengaruhi oleh senyawa amine biogenik (seperti dopamin, norepinefrin,
  • 10. 10 epinefrin) yang disintesis di daerah yang lebih tinggi di otak, yang mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti stress atau emosi. Sebagian besar badan-badan sel saraf mensintesis amine biogenik di daerah dalam brainstem. Akson-akson dikirim melalui forebrain medial dan menghilang di berbagai daerah dari otak, termasuk di hipotalamus. Bukti-bukti baru-baru ini mendukung ide bahwa norepinefrin memiliki pengaruh pada pelepasan GnRH dan bahwa peptid opiat (seperti ß-endorfin) bersifat menghambat. Dalam keadaan berbeda, ada pemahaman yang tidak lengkap dari dinamika dalam interaksi dopamin dan sekresi GnRH. Pada beberapa situasi penelitian, dopamin kelihatan sebagai stimulator dan pada situasi lain bersifat sebagai inhibitor terhadap pelepasan GnRH. A. Sekresi pulsatil dari gonadotropin Satu rancangan yang penting dalam kontrol gonadotropik terhadap fungsi ovarium adalah pulsatil alamiah dari pelepasan LH dan FSH oleh hipofisis. Frekuensi denyut dan amplitudo dari pelepasan gonadotropin secara mendalam diatur oleh hormon steroid ovarium. Tidak adanya mekanisme feedback gonadal, seperti pada wanita postmenonopause atau ovariektomi, peningkatan kadar gonadotropin dipertahankan oleh peningkatan amplitudo dan frekuensi dari pelepasan pulsatil. Ada variabilitas individual dalam pola yang benar dari pelepasan pulsatil dari GnRH. Pada satu fase dari siklus menstruasi wanita, ketika estrogen dari ovarium berada pada kadar terendah (fase folikuler awal), frekuensi denyut mencapai 90 menit tiap denyutnya. Kemudian, sebagaimana peningkatan estrogen, frekuensi denyut meningkat menjadi setiap 60 menit. Setelah ovulasi, ada penurunan yang bermakna dan pogresif dalam frekuensi denyut menjadi satu denyut tiap 360 menit. Perlambatan dari frekuensi denyut
  • 11. 11 berhubungan dengan durasi paparan terhadap progesteron, yang disekresikan setelah ovulasi. Pada kera rhesus maupun pada manusia denyut intermitten GnRH tiap 60 – 90 menit merangsang pelepasan LH dan FSH tanpa batas. Pada kera rhesus, perubahan dalam frekuensi denyut GnRH dapat secara selektif meningkatkan atau menurunkan kadar serum baik FSH maupun LH. B. Interaksi fungsional dari aksis H-P-O Kerja dari sistem neuroendokrin yang mengontrol siklus menstruasi manusia dapat diformulasikan. Perubahan dalam ilmu pengetahuan baru-baru ini akan menyempurnakan tanpa keraguan atau membentuk pemahaman baru terhadap pengaturan siklus menstruasi. Pulsatil alamiah dari sekresi gonadotropin oleh hipofisis merupakan hasil langsung pelepasan episodik GnRH dari terminal saraf pada bagian yang menonjol dari arkuata bagian tengah ke gonadotrof melalui pembuluh-pembuluh portal hipotalamus-hipofisis. Pelepasan intermiten GnRH tampaknya menjadi konsekuensi dari osilator yang memicu sekresi periodik oleh saraf-saraf sintetase GnRH. Pelepasan pulsatil GnRH tampaknya secara tonik dihambat oleh saraf-saraf opiodergik sebelahnya dan derajatnya adalah ovarium steroid- dependent: Disosiasi dari sistem interaktif terjadi ketika kadar steroid ovarium rendah. Jadi, sepertinya penghambat opiat dari GnRH dan konsekuensi dari frekuensi rendah dari denyut LH tampak selama fase luteal menjadi tidak sesuai dengan perdarahan ovarium yang mengikutinya selama luteolisis; hasilnya adalah peningkatan frekuensi denyut gonadotropin-GnRH. Inhibisi dan disinhibisi modulasi opioidergik dari akivitas neuronal GnRH mungkin jugs terlibat dalam penurunan frekuensi denyut LH selama fase folikuler awal dari siklus dan inisiasi surge gonadotropin midsiklus.
  • 12. 12 Penurunan yang cepat dari kadar inhibin ovarium menjadi tanda kunci dari peningkatan dari pelepasan FSH hipofisis yang terjadi 2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu menginisiasi folikulogenesis. Frekuensi dan amplitudo dari denyut GnRH adalah krusial untuk mendeterminasi sintesis dan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis. Respon ditentukan oleh positif otoregulasi dari reseptor GnRH dan melalui pengaturan konsentrasi estradiol, yang menambah gonadotrof GnRH-receptive dalam hubungan dengan peningkatan yang bermakna dalam total keduanya dan gonadotrof multihormonal. Dalam kombinasi, mereka membuat satu peningkatan yang bermakna dalam kapasitas hipofisis dalam sinkronisasi dengan peningkatan dalam aksi feedback estradiol. Ketika kadar estradiol melampaui ambang batas selama masa 2 – 3 hari, satu perubahan dalam kapasitas fungsional gonadotrof terjadi, sebagaimana dimanifestasikan oleh peningkatan yang bermakna dalam sensitivitas terhadap denyut kecil GnRH eksogen dan oleh pergantian yang cepat dari gonadotropin dari pool-reserve yang besar ke pool yang dapat dilepaskan, dimana dari sini surge midsiklus mungkin diinisiasi. Meskipun, estradiol memicu onset surge, peningkatan sekresi progesteron oleh folikel preovulasi tampaknya memperlama durasi surge. Meskipun tempat dari aksi feedback secara prinsip terjadi pada tingkat hipofisis, ada bukti meyakinkan di satu tempat hipotalamik mengenai aksi estradiol pada sistem neuronal yang menghubungkan dengan neuron GnRH daripada pada neuron GnRH langsung. Progesteron menampakkan pengaruh mekanisme feedback pada jaringan saraf yang mengurangi fekuensi denyut sekresi GnRH akut dalam menginduksi surge gonadotropin midsiklus secara jelas tampak pada tikus dan domba, keperluan ini pada manusia dan hewan primata masih belum jelas. Onset LH surge dan ovulasi terjadi dalam respon terhadap pengeluaran intermiten dari sejumlah besar GnRH eksogen pada monyet dengan lesi pada nukleus arkuata dan pada wanita dengan
  • 13. 13 defisiensi GnRH endogen; hal ini memberikan bukti yang tidak disangka bahwa peningkatan pelepasan GnRH pada manusia dan hewan primata tidak diperlukan. Contoh eksperimental ini tidak dapat secara lengkap mengeluarkan adanya kemungkinan atau keterlibatan peptid hipotalamik lain yang dapat memicu pelepasan gonadotrof, seperti endothelin, yaitu suatu peptid hipotalamik yang memiliki aksi stimulasi bermakna pada pelepasan gonadotropin. IV. Stress A. Tanda dan gejala stress1,2,6 Proses terjadinya stress merupakan hal yang kompleks dan melibatkan hubungan antara perasaan dan tubuh manusia. Informasi dari lingkungan diproses melalui dua mekanisme dasar, yaitu: 1. Mekanisme subkonsius (autonomic nervous system) Mekanisme ini merupakan refleks fisik dan emosional yang bekerja untuk mempersiapkan tubuh terhadap segala aksi potensial yang mungkin diperlukan. Persiapan tubuh ini berdiri sendiri atau terpisah dari aksi akhir. 2. Mekanisme konsius Mekanisme volunter berupa persepsi, evaluasi, dan pembuatan keputusan. Mekanisme ini memiliki peran untuk menentukan apakah stressor yang timbul diperlukan dan berguna atau tidak dan menimbulkan sesuatu yang buruk atau tidak. Aksi atau respon itu sendiri adalah konsius dan dapat timbul hanya apabila kita dapat melihat dan mengevaluasi situasi. Respon terhadap stress berupa tekanan fisik selanjutnya dapat ditimbulkan oleh konsius, aksi volunter atau subkonsius, aktivasi involunter yang menjaga tubuh dalam keadaan tetap siaga. Stress bersifat subyektif dan individual. Keadaan ini bermula ketika kita mengamati satu situasi, seseorang, satu kejadian atau bahkan satu obyek yang kita sebut sebagai stressor. Hal ini berarti
  • 14. 14 bahwa otak tidak memberikan respon secara buta tetapi respon yang terjadi merupakan hasil dari satu derajat latihan terhadap interpretasi subyektif. Bagaimana kita melihat suatu kejadian secara luas tergantung kepada konsep terhadap diri pribadi, kekuatan ego, sistem nilai dan bahkan hereditas. Peristiwa-peristiwa menyenangkan seperti menikah, memenangkan undian atau bertemu dengan seseorang yang dicintai setelah lama tidak bertemu, juga menimbulkan stress, meskipun kebanyakan stress berawal dengan peristiwa-peristiwa negatif, menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita. Situasi yang sama dapat dilihat, secara keseluruhan, secara berbeda oleh dua individu. Yang satu dapat memandang situasi yang ada sebagai tantangan yang menarik sementara individu yang lain memandang situasi tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupannya. Satu lampu merah diinterpretasikan oleh yang satu sebagai obyek yang berguna untuk mengatur suatu usaha dan oleh yang lain merupakan sumber yang menyakitkan. Lebih jauh, kita memandang dan bereaksi terhadap suatu peristiwa yang sama secara berbeda pada saat yang berbeda, tergantung pada keadaan perasaan dan fisik kita saat tersebut. Stress yang datang dari peristiwa-peristiwa dan kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan dapat mengganggu perasaan dan tubuh kita. Stress menyebabkan kesedihan dan menghalangi untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sangatlah penting untuk mengenali seseorang yang menderita stress yang berat. Stress dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan seseorang, menyebabkan stress mental, keluhan-keluhan fisik, perubahan perilaku, dan masalah-masalah dalam interaksi dengan orang lain. Seseorang yang menderita stress seringkali tidak mengeluh tentang stress secara langsung. Sebagai gantinya, mereka mengeluhkan banyak keluhan fisik dan mental yang berbeda. Mereka
  • 15. 15 dapat saja menderita sakit yang serius sehingga memerlukan perawatan medis Seseorang yang berada dalam keadaan stress dapat memiliki berbagai gejala yang bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat bermanifestasi pada perasaan, tubuh kita, pada perilaku dan terhadap pergaulan dengan orang lain. Pada perasaan kita gejala-gejala tersebut dapat berupa: - Rasa cemas atau mudah marah - Rasa sedih, menangis atau rasa tidak diperhatikan - Perubahan mood yang cepat - Konsentrasi yang jelek, memerlukan penjelasan beberapa kali baru bisa memahami dan mengingatnya - Berpikir tentang satu hal yang sama berulang-ulang Orang-orang sulit untuk mengenali dan menggambarkan gejala yang mereka derita. Sedangkan pada tubuh gejala-gejala stress yang timbul dapat berupa: - Kelelahan - Sakit kepala - Ketegangan otot - Berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur - Perasaan tidak dapat bernapas/sesak - Mual-mual (merasa sakit) atau nyeri di perut - Nafsu makan kurang - Nyeri yang tidak jelas, misalnya pada lengan, tungkai, atau dada - Gangguan siklus menstruasi Orang dapat memiliki beberapa gejala yang berbeda yang dapat hilang dan timbul. Gejala—gejala ini apabila tidak diatasi dengan segera akan menjadi kronis dan menimbulkan penyakit yang lebih berat, sebagai contoh stress yang kronik dapat
  • 16. 16 menyebabkan ulkus pada lambung. Dalam perilaku stress menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut: - Berkurangnya aktivitas, tidak bertenaga - Aktivitas berlebihan atau ketidakmampuan untuk beristirahat - Memakai alkohol atau obat-obatan seperti kanabis atau opium untuk mengurangi ketegangan - Kesulitan untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan - Gangguan tidur Sementara itu stress dapat pula menyebabkan gangguan terhadap kemampuan dalam pergaulan dengan orang lain. Gejala-gejala yang timbul sebagai berikut: - Tidak memiliki emosi - Terlalu tergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan dan dukungan - Suka berdebat dan melakukan penolakan Sangatlah penting untuk berbicara dengan anggota keluarga yang lain atau orang lain yang mengetahui dengan baik mengenai seseorang yang mengalami stress. Pertama-tama yang harus diketahui adalah apakah perilaku saat ini dari orang yang mengalami stress adalah normal. Kemudian perlu diketahui bagaimana terjadinya perubahan menjadi tidak normal. B. Sumber stress1,2,6 Setiap waktu kita dihadapkan dengan perubahan, apakah kejadian tersebut kita inginkan atau tidak, homeostasis akan terganggu dan kita akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap kejadian tersebut. Proses pemulihan homeostasis tersebut disebut ‘adaptasi’. Derajat tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan diperlukan. Perubahan dapat menjadi faktor positif untuk perkembangan atau dapat menjadi kekuatan negatif yang akan
  • 17. 17 membawa ke arah deteriorasi pada mental dan atau fisik. Terlalu banyaknya kejadian dan situasi baru yang dihadapi pada satu waktu menimbulkan keadaan stress yang berlebihan. Ketika derajat dan jumlah perubahan tersebut melampaui kemampuan adaptasi kita, kita akan akan mendapatkan diri kita dalam fase stress yang negatif, yaitu suatu keadaan dimana keseimbangan mental dan fisik terganggu. Besarnya stress yang dialami tergantung pada dua faktor yaitu: 1. Intesitas dan frekuensi perubahan 2. Kemampuan kita untuk beradaptasi. C. Biokimia stress1,2,6 Stress fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain. Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin- releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal. Kelenjar adrenal berisi dua daerah yang berbeda, bagian dalam atau medulla yang mensekresi adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dan lapisan luar atau korteks yang mensekresi kortikosteroid mineral (aldosteron) dan glukokortikoid (kortisol). Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya
  • 18. 18 STRESS AKTIVASI AMYGDALA RESPON NEUROLOGIS HIPOTALAMUS RESPON HORMONAL SISTEM OTONOM CRF HIPOFISIS STIMULASI SARAF RESPON HORMONAL SENSORIK ACTH STIMULASI KEL ADRENAL RESPON STRESS Gambar 5. Kaskade stress
  • 19. 19 stimulasi atau stress. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, penurunan aktivitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan, meningkatkan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama. V. PENGARUH STRESS PADA SIKLUS MENSTRUASI1,2,3,4,7 Berbagai macam perubahan emosi akibat suatu stressor telah dihubungkan dengan adanya fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi. Beberapa penelitian menunjukkan stressor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah, bergabung dengan militer, atau memulai kerja baru mungkin berhubungan dengan tidak datangnya menstruasi. Stressor yang membuat satu tuntutan baru bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi menunda periode setiap bulannya. Sebagai tambahan mengenai meninggalkan keluarga atau memulai satu pekerjaan baru, beberapa penelitian menunjukkan satu hubungan baru meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus yang lebih panjang (Insel & Roth, 1998)1 Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stress terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon
  • 20. 20 STRESS CRH Somato statin Endorfin ACTH TRH GnRH Cortisol TSH T4 T3 Gambar 6. Pengaruh stress terhadap sistem neuroendokrinologi4
  • 21. 21 dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah. Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri. Sedangkan ACTH dirangsang oleh CRH secara bergelombang dengan ritme diurnal. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stress menyebabkan gangguan menstruasi. Gejala klinis yang tampak terutama adalah amenore, selain itu dapat juga berupa anovulasi, atau fase luteal yang inadekuat. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stress yang ada bisa diatasi. VI. MENGHADAPI STRESS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI1,2 Studi epidemiologi baru-baru ini yang mengamati gangguan yang berhubungan dengan stress menemukan bahwa masalah ini menjadi dilema bagi para dokter. Lebih dari semua profesi lain, tenaga medis memiliki konsekuensi untuk mengalami peningkatan ketegangan dan tekanan dalam populasi umumnya. Lebih kurang 50 – 75% semua kunjungan ke dokter secara langsung atau tak langsung berhubungan dengan stress. Meskipun pengobatan konvensional memainkan peranan penting dalam penatalaksanaan kelainan yang berhubungan dengan stress, tidak selalu sesuai dengan situasi saat itu, sebagai tambahan memerlukan pendekatan edukasional dan preventif. Dengan kewajiban terhadap koreksi patologi dan kurangnya penekanan pada tehnik pencegahan, pengobatan konvensional memainkan peranan
  • 22. 22 paliatif. Lebih jauh lagi, memerlukan waktu untuk mendiagnosis masalah- masalah gangguan yang berhubungan dengan stress dan tambahan waktu untuk mengatasi masalah ini dengan konseling. Para dokter tampaknya telah kelebihan pekerjaan dan kekurangan waktu untuk masalah ini. Apabila terapi obat dan nasehat-nasehat medis digabungkan dengan sistem suportif lainnya, kita bukan hanya akan menyingkirkan gejala dengan segera tetapi akan melangkah lebih jauh untuk mengatasi stress yang mendasarinya. Dalam masalah ini, dukungan terhadap individu itu sendiri juga merupakan hal yang penting. Sesungguhnya, ada beberapa kondisi medis dimana tanggungjawab pencegahan dan pengobatan adalah sangat tergantung pada individu tersebut. Pengetahuan merupakan hal mendasar untuk mengefektifkan penanganan stress pada individu. Dengan bantuan dan dukungan pada sisi pencegahan dan edukasional, usaha dan kerja yang dilakukan dokter untuk menahan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan stress akan lebih efektif dan dihargai. Orang yang berada dalam keadaan stress menemukan kesulitan untuk relax dan seharusnya dipikirkan untuk dilakukan latihan relaksasi khusus. Latihan relaksasi merupakan aspek paling penting dalam menangani seseorang dengan stress. Ada banyak cara relaksasi seperti membaca, menyanyi, mendengarkan musik, atau hanya beristirahat saja. Bagi orang yang merasa tidak diperhatikan sebaiknya diberi semangat untuk melakukan beberapa pekerjaan yang berguna, meskipun terbatas. Mereka juga sebaiknya berbicara dengan orang yang lebih percaya diri dan optimis dalam lingkungannya. Cara- cara ini merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress. Secara umum orang yang mengalami stress memerlukan dukungan untuk mengubah perilaku mereka dengan tujuan untuk: - mengembalikan pola tidur yang normal di malam hari, dan mengusahakan aktivitas yang berguna dan menyenangkan setiap hari - menemukan cara yang positif untuk mengatasi stress - menghentikan hal yang tidak menyenangkan
  • 23. 23 Secara garis besar solusi dalam menghadapi stress dapat dilakukan dengan beberapa pilihan sebagai berikut: 1. Diagnosis personal dari stress 2. Pengetahuan tentang stress 3. Berpikir positif dan sikap yang positif 4. Manajemen perencanaan, organisasi dan waktu 5. Aktivitas fisik dan nutrisi 6. Program relaksasi 7. Aktivitas otak kiri dan kanan yang seimbang 8. Toleransi/fleksibilitas/adaptaabilitas 9. Enthusiasm 10. Rasa humor 11. Kebijaksanaan 12. Siraman rohani. VII. RINGKASAN Stress merupakan keadaan yang tidak dihindarkan, setiap orang akan dan pernah mengalaminya. Respon yang timbul akibat stress sangat tergantung pada kemampuan adaptasi seseorang dan besarnya stressor. Stress akan berpengaruh negatif apabila kemampuan adaptasinya kurang atau stressor yang ada terlalu besar atau melampaui batas kemampuan adaptasinya. Pengaruh stress pada siklus menstruasi melibatkan sistem neuroendokrinologi terutama melalui aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Akibat pengaruh stress, pada akhirnya akan menyebabkan penurunan pada kadar GnRH dalam darah. Melalui jalan inilah terjadi gangguan pada pola menstruasi. Gangguan yang sering ditemukan adalah amenore, dimana pada wanita dengan amenore ditemukan adanya hiperkortisol dalam darah. Penanganan stress sampai saat ini masih bersifat konvensional dimana peranan obat-obatan masih sangat besar. Dimasa mendatang, penanganan stress hendaknya juga dilakukan melalui pendekatan bio-psiko-sosial.
  • 24. 24 VIII. RUJUKAN 1. Michal M. Stress. Editiones Roche 1991. 2. Suyono B. Stress sebagai Salah satu Sebab Gangguan Menstruasi. Dalam: Seminar kelainan menstruasi. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi; 11 Mei 2002; Semarang 2002. 3. Yen SSC. The human menstrual cycle: Neuroendocrine regulation. In: Yen SSC, Jaffe RB, Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1991. p. 273-301 4. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Cinical gynecologic endocrinology and infertility. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. 5. Greenspan FS, Baxter JD. Basic & clinical endocrinology. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders; 1992. 6. Lubis DB. Pengantar Psikiatri Klinik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 1989. 7. Beck LE, Gervitz R, Mortola J. Psychosicial stress and symptom severity in premenstrual synd. Psychosom Med 1990; 52: 536.