SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
1
MAKALAH
FILSAFAT ILMU
NAMA : AHMAD AZIZ SIDDIQ
NIM : 2021.85.32.0099
JURUSAN : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INTERASIONAL DARUL LUGHAH WAD
DA’WAH
2
DAFTAR ISI
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................3
A.LATAR BELAKANG ........................................................................................................................3
B.RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................4
A.PENGERTIAN FILSAFAT................................................................................................................4
B.PENGERTIAN DAN HAKEKAT ILMU...........................................................................................5
C.PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN TUJUAN MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU ...............9
D.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN..................................................11
E. FILSAFAT PENDIDIKAN..............................................................................................................12
F.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN FILSAFAT PENDIDIKAN’ ..13
1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan................................................................................13
2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan....................................................................14
G.KEBERADAAN MANUSIA DI DUNIA DARI PENCIPTAAN AWAL HINGGAN TUJUAN
AKHIR..................................................................................................................................................14
H. HAKEKAT MANUSIA...................................................................................................................16
1. Manusia : Pandangan Antropologi.............................................................................................16
2. Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi)............................................................................17
3. Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan....................................................................................18
BAB III .................................................................................................................................................19
KESIMPULAN.....................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya
ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau
interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah
pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas
alam secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu
ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2.Apa yang dimaksud dengan ilmu dan hakekatnya?
3.Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu dan apa tujuan mempelajarinya?
4.Bagaimana hubungan filsafat ilmu dan ilmu-ilmu lain?
5.Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan?
6.Bagaimana hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan?
7.Bagaiman Hakekat Keberadaan manusia menurut Filsafat?
8.Apa sejatinya Hakekat Manusia dalam Filsafat?
4
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN FILSAFAT
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata
Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar
katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas
sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula
kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat
sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-
soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang
telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam
Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud
sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling
umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek
perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam
bhs Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal
dengan istilah philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas
kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan
(wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan
mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat
dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu”
adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada secara mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk
segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang
muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi
maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu
5
yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang
pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497
S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya
dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya
“philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya
hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546
S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos,
filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal
mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus
menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran
(Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam.
Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks,
maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban
yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan
refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak
semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
B.PENGERTIAN DAN HAKEKAT ILMU
Menurut Burhanudin Salam (2005:10) Ilmu dapat merupakan suatu
metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna
terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense. Sehingga definisi ilmu pengetahuan
adalah kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan
metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau
diverifikasi kebenarannya. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara
kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh
adalah epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge;
Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme” yang
berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme
6
berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada
kedudukannya”.
The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian
ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu
metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia
ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis
tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah
epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie).
Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan
dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan
sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”.
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan
suatu kajian Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara
menyeluruh dan mendasar untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari
pengetahuan manusia. Membahas Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya
diperoleh dan dapat diuji kebenarannya?, manakah ruang lingkup dan batasan-
batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari adanya pengetahuan dan
memberi pertanggung jawaban secara rasional terhadap klaim kebenaran dan
objektivitasnya. Sehingga epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat :
a) Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung
jawabkan secara nalar atau tidak.
b) Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam
bernalar.
c) Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif)
manusia untuk dapat ditarik kesimpulan.
Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara
bagaimana objek kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan
adanya berbagai macam pertanyaan yang diajukan secara umum dan mendasar
dan upaya menjawab pertanyaan yang diberikan dengan mengusik pandangan
dan pendapat umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar manusia bisa lebih
bertanggung jawab terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan
tidak menerima begitu saja pandangan dan pendapat secara umum yang
diberikan.
7
Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi
dibagi menjadi beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara
umum, epistemologi dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang berasal
dari paham tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana cara
mengetahui kenyataan itu. Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya
menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari masalah yang dihadapi tanpa
adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya.
2) Epistemologi skeptis
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu
dari apa yang kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum
menerimanya sebagai pengetahuan. Kelemahan dari pendekatan ini adalah
sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
3) Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun,
hanya saja mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi,
prosedur dan pemikiran, baik pemikiran secara akal maupun pemikiran secara
ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan yang rasional untuk
memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang
bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia
melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan
penjelasan yang ada dengan metode tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai
struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu menggambarkan
bagaimana ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu
lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara
jelas. Struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate
relationship among facts, concepts, and generalization, yang berarti struktur
ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi.
Dengan keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu
tersebut. sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan
kunci dan metode penelitian yang akan membantu untuk memperoleh
jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki
karakteristik yang khas yang akan mengantarkan kita untuk memahami ide-ide
pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak
dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur
ilmu, yaitu:
8
a. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,
generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan
sesuai dengan lingkungan (boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri
dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit (berupa fakta)
sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka semakin
spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak karena
lebih bersifat umum.
b. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan
yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang
dijadikan kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua
kata tersebut dipisahkan, akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak
perbedaannya.
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” di
ambil dari bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science
dan peralihan dari kata arab ilm atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata
jadian ilmu berarti juga pengetahuan. Dari pengertian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara pengetahuan dan ilmu
mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya (kata
pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah
pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul
Freedman dari buku The Principles Of Scientific Research dalam Amsal
Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi ilmu, yaitu suatu bentuk proses
usaha manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik dimasa lampau,
sekarang, dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan
manusia untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta
merubah sifat-sifatnya sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam
dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang
membuat pengetahuan.
Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab
beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin Salam
(2005:23-24)mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu, diantaranya:
1) Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada
ilmu yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi
penemuan ilmu yang baru.
9
2) Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan
terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu
diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah
kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam
menggunakan metode itu.
3) Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman
secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai
dengan fakta keadaan asli benda tersebut.
C.PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN TUJUAN MEMPELAJARI
FILSAFAT ILMU
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai
buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat
dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah
digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman
dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari
Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu
berubah.
Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu
pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian
filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari
ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-
ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau
mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono
10
(1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk
memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat
ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan
ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu
menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh
sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu.
Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis,
materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan
dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya
menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai,
ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento
Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-
kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas
ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu,
dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta
keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah
dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat
terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah:
a) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami
sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
b) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang
sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c) Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d) Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah
1) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri
dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
2) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan
tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan
sebagainya) tetapi juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti:
lingkungan hidup, peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.
3) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan
ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang
11
medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis.
Contoh dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat
dilematis dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan
terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.
D.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN
Filsafat adalah induk dari ilmu penegtahuan. Ilmu – ilmu khusus merupakan bagian
dari filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh kenyataan), sedangkan ilmu
membutuhkan obyek material yang khusus, mengakibatkan berpisahnya ilmu dari filsafat
(namun tidak berarti hubungannya putus). Ciri – ciri yang dimilki oleh setiap ilmu,
menimbulkan batas - batas yang tegas antar masing – masing ilmu. Disinilah filsafat bertugas
:
1) Berusaha menyatupadakan masing – masing ilmu
2) Mengatasi spesialisasi
3) Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia
4) Mengatur hasil – hasil berbagai ilmu khusus ke dalam sesuatu pandangan hidup dan
pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif, dan konsisten.
(Komprehensif : tidak ada satu bidang yang berada di luar jangkuan filsafat, Konsisten :
uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat –pendapat yang saling berkontradiksi
Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat menyediakan
bahan berupa fakta – fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide filsafat, sehingga
sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep – konsep dasar dan memeriksa asumsi
– asumsi dari ilmu – ilmu untuk memperoleh arti validitasnya, sehingga hasil yang dicapai
mempunyai landasan yang kuat. Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah
merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada
upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-
masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan
keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektuan manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan
antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan
pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat
perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-
fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap
12
kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada
pengetahuan yang terorganisisr dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman
indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan
filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif
dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih
bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan
bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema
masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan
klaim agama, moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan
yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa
dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat
dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif
dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu
pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2) Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan
menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan
sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
E. FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan
kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem
kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya
merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Menurut John
Dewey dalam Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21) filsafat pendidikan merupakan suatu
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir
(intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam Muhmidayeli.
(2011: 35), filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah
filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yaang disebut dengan pendidikan.
13
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah
pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang
diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan
pada suatu bangsa;
b) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan
dengan segala aspeknya;
c) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup
mereka ke arah yang lebih baik;
d) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan
pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang
wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan
kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai
kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari berbagai ahli
Ia menyatakan bahwa: “Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan upaya metodis
filsafat untk mempersoalkan konsepsi-konsepsi yang melandasi upaya-upaya manusia di
dalam membangun hidup daan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas.
Sedangkan upaya-upaya filsafat dalam mempersoalkan adalah guna mengarahkan
penyelenggaraan pendidikan pada kondisi-kondisi etika yang diidealkan. Dalam makna lain,
filsafat pendidikan adalah flsifikasi pendidikan, baik dlm makna teoritis konseptual maupun
makna praktis-pragmatis yang menggejala.
F.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN
FILSAFAT PENDIDIKAN’
1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49) Filsafat ilmu
bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
14
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik
menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran
pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan
problematika pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para
ahli.
2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan yang telah
ada dan memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat
bermakna bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu
sendiri dapat membantu realita perkembangan pendidikan.
2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan filsafat pendidikan sama peranannya dengan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan
terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
Filsafat pendidikan mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, antara lain
tentang pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi
landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu, pengalaman
pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan
berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat digunakan oleh flsafat pendidikan sebagai
bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memngembangkan diri.
Filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Bagi
perkembangan filsafat pendidikan, filsafat ilmu merupakan landasan filosofis yang menjiwai
pengembangan ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat ilmu mencoba
memberikan dasar bagi pengembangan filsafat pendididkan dalam kerangka mengembangkan
ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan.
Selain itu, hubungan filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan juga dapat dimaknai
bahwa filsafat ilmu mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam
pengembangan ilmu pendidikan (pedagogic) maupun teori-teori pendidikan baik dari segi
ontologi (tujuan), epistemologi (metode), maupun axiologi (nilai).
G.KEBERADAAN MANUSIA DI DUNIA DARI PENCIPTAAN AWAL
HINGGAN TUJUAN AKHIR
Manusia merupakan mahluk yang diciptakan Allah SWT. Karena kita diciptakan,
maka sudah tentu kita harus menjalani kehidupan ini sesuai dengan misi penciptaan itu
15
sendiri, yaitu apa yang dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran : Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzaariyaat : 56)
Apa itu ibadah ?. Menurut bahasa, Ibadah berarti “Tha’at”. Sedangkan menurut
istilah, Ibadah punya dua makna. Pertama, Ibadah dalam arti khusus, yaitu hubungan antara
manusia dengan Tuhan-Nya, seperti shalat, zakat, shaum, haji, dan jihad. Kedua, Ibadah
dalam arti umum, yaitu menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
dalam berbagai aspek kehidupan. Wal hasil, yang harus diperbuat manusia dalam
kehidupannya di dunia ini adalah Ibadah.
Perlu ditegaskan di sini, bahwa ibadah sesungguhnya bukanlah sekedar aktifitas ritual
seperti sholat, shaum, dll. Ini adalah pandangan yang keliru dan membahayakan. Yang tepat,
bahwa ibadah adalah seluruh amal perbuatan manusia yang dilakukan sesuai dengan perintah
dan larangan Allah. Amal perbuatan manusia bisa memiliki nilai rohani, nilai manusiawi,
nilai akhlaq, atau nilai materi.
Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa melaksanakan apa-apa
yang diajarkan/diperintahkan oleh Rasul, dan meninggalkan apa-apa yang di larangnya,
sebagaimana firman-Nya : Apa yang diberikan/diperintahakan Rasul kepadamu maka
terimalah/laksanakanlah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggal-kanlah. (Al-Hasyr
7)
Selain itu Rasulullah SAW juga bersabda : Siapa saja yang mengerjakan suatu amal
perbuatan, yang tak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak. (HR. Muslim).
Oleh karena itulah, kita perlu mengkaji dan mendalami Islam, agar bisa melakukan semua
gerak langkah dan aktivitas kita, sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT, sehingga
senantiasa memiliki nilai ibadah di sisi-Nya.
Tujuan akhir hidup manusia menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Perlu
disadari bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang hakiki. Allah SWT
berfirman : ...Katakanlah : “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itulah lebih
baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (An Nisaa’
77) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al A’laa 17-18)
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS.
As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu,
sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus
meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa
manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah : pertama, Menyembah Kepada
Allah (Beriman) Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia
adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan
QS. Al-Bayyinah ayat 5). Kedua, Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal) Manusia adalah
puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk
tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau
wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan
16
bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk
memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh
urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh
Allah kepada manusia, Ketiga, Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu) Allah
menciptakan alam semesta ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod
ayat 27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan
mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat
yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta
mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini diciptakan
oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi keperluan perkembangan sejarah dan
peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia
menurut al-Qur’an di muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar
dapat dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia
memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan
peradabannya.
H. HAKEKAT MANUSIA
1. Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam
perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena
meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada bahasan
selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan antropologi.
Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan
mahluk hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan
mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi
mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia
merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu
yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam.
Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos
dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya.
Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal
dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan Prosimii. Berdasarkan
klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku Anthropoid yang dibagi menjadi 3
infrasuku yaitu, Infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid.
Infrasuku Hominoid terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan
Hominidae. Manusia berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae
menggabungkan manusia purba jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan
dengan manusia sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini
terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid
(http://hanykpoespyta.wordpress.com/ 2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-
dan-agama-islam).
17
Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu
sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama
(evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari
satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan
oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.
2. Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi)
Konsep manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu
makhluk yang utuh dan mandiri. Menurut Bapak ahli Sosiologi modern, Agus Comte.
Pandangan beliau banyak dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf Perancis yang
lahir pada tahun 1875.
Comte berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya
Manusia itu ada untuk masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya.
Comte melihat bahwa manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual
Liberty” justru akan menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Demikian
juga dalam masyarakat, tak seorangpun dapat berpendapat lain dari pada apa yang telah
diputuskan oleh golongan tertinggi masyarakat itu, yaitu “The Intellectual Scientific
Religious Group.” Ini berarti bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia
hidup dalam masyarakat tetapi ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan
keinginannya. Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas
masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat membuat
masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak menggangu sistem. Oleh
karena itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang sangat penting.
(http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html)
Bagi Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima,
karena konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat, sedangkan
individu tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan.
Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat manusia
tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat menciptakan
nilai-nilai baru dan menyampaikannya pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh
rakyat dalam proses pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan.
Hakikat manusia dilihat dari sosiologi tidak lepas dari manusia secara individu dan
manusia dalam artian masyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai ciri bebas, unik
dituntut untuk mengikuti masyarakat yang mempunyai sifat memaksa terhadap anggota
masya-rakatnya. Individu memiliki ciri interpretatif, artinya individu tersebut memiliki
persepsi atau cara pikir tersendiri mengenai sesuatu. Ketika ia diajarkan sebuah nilai dan
norma dalam sebuah masyarakat, individu tersebut tidak sekedar menerimanya begitu saja, ia
menggunakan kemampuannya dalam menginterpretasikan nilai tersebut. Sehingga jika
terdapat kekurangan dalam nilai dan norma tersebut individu bisa melengkapinya
18
3. Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan
Pendapat yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin
tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan. Aliran-aliran
tersebut adalah nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab perkembangan manusia
sepenuhnya oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut
penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia
sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran ini memandang
pendidikan berperan penting dan sangat menentukan arah perkembangan manusia
(Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi
merupakan perpaduan antara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia
memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensiitu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan sertabimbingan dari luar (lingkungan).
Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).
Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi bakat
yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/potensi seseorang tak
mungkin berkembang dengan baik.
Pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya
membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Sebab manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya
secara total maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar
dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia.
Pendapat yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin
tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan. Aliran-aliran
tersebut adalah nativisme, empirisme, dan kovergensi.
Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab perkembangan manusia
sepenuhnya oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut
penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia
sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran ini memandang
pendidikan berperan penting dan sangat menentukan arah perkembangan manusia
(Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007:52). Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi
merupakan perpaduan antara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia
memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan).
Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).
Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi bakat
yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/potensi seseorang tak
mungkin berkembang dengan baik.
Salah satu konsep kependidikan yang banyak dianjurkan pada lembaga-lembaga
pendidikan guru umumnya menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk
19
membuat subjek didik menjadi dewasa. Manusia yang belum dewasa, proses perkembangan
kepribadiannya menuju pembudayaan maupun proses pematangan disebut sebagai objek
pendidikan ( individu yang dibina ).
Hakikat manusia sebagai subjek didik mengandung arti sebagai berikut:
1) Manusia bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur
hidup
2) Manusia punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda
3) Manusia adalah insane yang aktif
4) Masalah jasmani dan rohani
Manusia adalah mahluk Ciptaan tuhan yang paling sempurna, manusia mempunyai
keistemewaan dibanding dengan mahluk lain, dan kesempurnaan ini dapat meningkatkan
kehidupannya. Pada awalnya manusia cenderung melakukan pendidikan pada dirinya sendiri
dengan berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian siapa diri mereka sebenarnya.
Dengan berfikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal manusia melalaui
pengetahuan yang diterima melalui panca indra diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu
kebenaran. Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha
memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalan manusia, maka manusia
memerlukan ilmu dalam mewujudkan pemahamn tersebut (Dr. jamaluddin, filsafat
pendidikan, 1997).
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat
ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses
penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami persoalan
ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat
dan kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat mempunyai
objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya
terbatas, khusus lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan pengetahuan,
insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan
ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah
SWT yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia
20
menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir
(memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang
masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya
materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang
sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis,
mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode
berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual
dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan kaidah-
kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan
yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah
penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan memimiliki hubungan
yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan pendidikan dan filsafat
pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan dan membantu
perkembangan Filsafat Ilmu.
1. Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang
mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
2. Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak dapat
hidup tanpa bantu orang lain.
3. Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki kemampuan
dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada
pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan).
4. Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi dan
Metafisika
a) Menurut teori descendensi: 1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab
mekanis; 2) Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam
kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai
kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau
tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
b) Menurut Metafisika. Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang
lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun
dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat
hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh
atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup
ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
21
5. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. (Surajiyo,2010:4)
6. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang
7. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode
tertentu.
8. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia (The Liang Gie,1999)
9. Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam
ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan
pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam
menemukan teori-teori tentang pendidikan (Muhmidayeli., 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Madzab-Madzab Filsafat Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta:
Gama Media.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis. Yogyakarta:
Belukar.
Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
https://nurhibatullah.blogspot.com/2015/12/makalah-filsafat-ilmu.html

More Related Content

Similar to FILSAFAT ILMU

Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1juniotrov
 
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxfebry66
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcAyuRia4
 
Makalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatMakalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatDea_tita
 
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docx
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docxArtikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docx
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docxSitiYuliana11
 
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MS
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MSKumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MS
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MSkhoinurfaisila
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmusayid bukhari
 
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdf
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdfHUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdf
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdfRoida1
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxLisdaPuspaawaliaj1
 
Cabang Filsafat Pendidikan
Cabang Filsafat PendidikanCabang Filsafat Pendidikan
Cabang Filsafat PendidikanAnnisa Fauzia
 
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docx
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docxartikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docx
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docxMetaFitriani1
 

Similar to FILSAFAT ILMU (20)

Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
Filsafat Pancasila.pdf
Filsafat Pancasila.pdfFilsafat Pancasila.pdf
Filsafat Pancasila.pdf
 
Filsafat Pancasila.docx
Filsafat Pancasila.docxFilsafat Pancasila.docx
Filsafat Pancasila.docx
 
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
 
Makalah filsafat 3
Makalah filsafat 3Makalah filsafat 3
Makalah filsafat 3
 
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PPT FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
 
Makalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatMakalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafat
 
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docx
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docxArtikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docx
Artikel FKI_SITI YULIANA_2205056041.docx
 
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MS
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MSKumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MS
Kumpulan materi tugas membuat makalah Dosen Pengajar Dr. Sigit Sardjono, MS
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
 
Tugas makalah (1)
Tugas makalah (1)Tugas makalah (1)
Tugas makalah (1)
 
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdf
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdfHUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdf
HUBUNGAN_FILSAFAT_SAINS_DAN_AGAMA.pdf
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 
Cabang Filsafat Pendidikan
Cabang Filsafat PendidikanCabang Filsafat Pendidikan
Cabang Filsafat Pendidikan
 
Cabang
CabangCabang
Cabang
 
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docx
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docxartikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docx
artikel falsafah kesatuan ilmu,Meta Fitriani..docx
 
Soaljawab filsafat
Soaljawab filsafatSoaljawab filsafat
Soaljawab filsafat
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 

Recently uploaded

442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 

Recently uploaded (20)

442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 

FILSAFAT ILMU

  • 1. 1 MAKALAH FILSAFAT ILMU NAMA : AHMAD AZIZ SIDDIQ NIM : 2021.85.32.0099 JURUSAN : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INTERASIONAL DARUL LUGHAH WAD DA’WAH
  • 2. 2 DAFTAR ISI BAB I......................................................................................................................................................3 PENDAHULUAN ..................................................................................................................................3 A.LATAR BELAKANG ........................................................................................................................3 B.RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................3 BAB II.....................................................................................................................................................4 PEMBAHASAN.....................................................................................................................................4 A.PENGERTIAN FILSAFAT................................................................................................................4 B.PENGERTIAN DAN HAKEKAT ILMU...........................................................................................5 C.PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN TUJUAN MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU ...............9 D.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN..................................................11 E. FILSAFAT PENDIDIKAN..............................................................................................................12 F.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN FILSAFAT PENDIDIKAN’ ..13 1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan................................................................................13 2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan....................................................................14 G.KEBERADAAN MANUSIA DI DUNIA DARI PENCIPTAAN AWAL HINGGAN TUJUAN AKHIR..................................................................................................................................................14 H. HAKEKAT MANUSIA...................................................................................................................16 1. Manusia : Pandangan Antropologi.............................................................................................16 2. Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi)............................................................................17 3. Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan....................................................................................18 BAB III .................................................................................................................................................19 KESIMPULAN.....................................................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal. Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli. B.RUMUSAN MASALAH 1.Apa yang dimaksud dengan filsafat? 2.Apa yang dimaksud dengan ilmu dan hakekatnya? 3.Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu dan apa tujuan mempelajarinya? 4.Bagaimana hubungan filsafat ilmu dan ilmu-ilmu lain? 5.Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan? 6.Bagaimana hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan? 7.Bagaiman Hakekat Keberadaan manusia menurut Filsafat? 8.Apa sejatinya Hakekat Manusia dalam Filsafat?
  • 4. 4 BAB II PEMBAHASAN A.PENGERTIAN FILSAFAT Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal- soal praktis (The Liang Gie, 1999). Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu. Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu
  • 5. 5 yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999). Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984). Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat. B.PENGERTIAN DAN HAKEKAT ILMU Menurut Burhanudin Salam (2005:10) Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense. Sehingga definisi ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme
  • 6. 6 berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”. The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”. Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan suatu kajian Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara menyeluruh dan mendasar untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Membahas Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan dapat diuji kebenarannya?, manakah ruang lingkup dan batasan- batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian- pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari adanya pengetahuan dan memberi pertanggung jawaban secara rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Sehingga epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat : a) Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan secara nalar atau tidak. b) Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam bernalar. c) Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif) manusia untuk dapat ditarik kesimpulan. Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara bagaimana objek kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan adanya berbagai macam pertanyaan yang diajukan secara umum dan mendasar dan upaya menjawab pertanyaan yang diberikan dengan mengusik pandangan dan pendapat umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar manusia bisa lebih bertanggung jawab terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan tidak menerima begitu saja pandangan dan pendapat secara umum yang diberikan.
  • 7. 7 Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi dibagi menjadi beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara umum, epistemologi dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Epistemologi metafisis Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang berasal dari paham tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana cara mengetahui kenyataan itu. Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari masalah yang dihadapi tanpa adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya. 2) Epistemologi skeptis Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu dari apa yang kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum menerimanya sebagai pengetahuan. Kelemahan dari pendekatan ini adalah sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan. 3) Epistemologi kritis Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun, hanya saja mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi, prosedur dan pemikiran, baik pemikiran secara akal maupun pemikiran secara ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan yang rasional untuk memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization, yang berarti struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Dengan keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu tersebut. sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metode penelitian yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantarkan kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu:
  • 8. 8 a. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan lingkungan (boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit (berupa fakta) sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka semakin spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak karena lebih bersifat umum. b. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut. Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang dijadikan kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua kata tersebut dipisahkan, akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak perbedaannya. Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” di ambil dari bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata arab ilm atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga pengetahuan. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara pengetahuan dan ilmu mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya (kata pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan. Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principles Of Scientific Research dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik dimasa lampau, sekarang, dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan manusia untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin Salam (2005:23-24)mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu, diantaranya: 1) Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi penemuan ilmu yang baru.
  • 9. 9 2) Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam menggunakan metode itu. 3) Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai dengan fakta keadaan asli benda tersebut. C.PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN TUJUAN MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah. Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu- ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono
  • 10. 10 (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu. Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan- kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya. Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah: a) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu. b) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis. c) Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah. d) Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah 1) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis. 2) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya. 3) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang
  • 11. 11 medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah. D.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN Filsafat adalah induk dari ilmu penegtahuan. Ilmu – ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh kenyataan), sedangkan ilmu membutuhkan obyek material yang khusus, mengakibatkan berpisahnya ilmu dari filsafat (namun tidak berarti hubungannya putus). Ciri – ciri yang dimilki oleh setiap ilmu, menimbulkan batas - batas yang tegas antar masing – masing ilmu. Disinilah filsafat bertugas : 1) Berusaha menyatupadakan masing – masing ilmu 2) Mengatasi spesialisasi 3) Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia 4) Mengatur hasil – hasil berbagai ilmu khusus ke dalam sesuatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif, dan konsisten. (Komprehensif : tidak ada satu bidang yang berada di luar jangkuan filsafat, Konsisten : uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat –pendapat yang saling berkontradiksi Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat menyediakan bahan berupa fakta – fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide filsafat, sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep – konsep dasar dan memeriksa asumsi – asumsi dari ilmu – ilmu untuk memperoleh arti validitasnya, sehingga hasil yang dicapai mempunyai landasan yang kuat. Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing- masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektuan manusia Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta- fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap
  • 12. 12 kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisisr dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja. 2) Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam. E. FILSAFAT PENDIDIKAN Menurut Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Menurut John Dewey dalam Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21) filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia. Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam Muhmidayeli. (2011: 35), filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yaang disebut dengan pendidikan.
  • 13. 13 Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti: a) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya; b) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan; c) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial; d) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya. Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya: a) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa; b) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya; c) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik; d) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari berbagai ahli Ia menyatakan bahwa: “Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan upaya metodis filsafat untk mempersoalkan konsepsi-konsepsi yang melandasi upaya-upaya manusia di dalam membangun hidup daan kehidupannya untuk menjadi semakin baik dan berkualitas. Sedangkan upaya-upaya filsafat dalam mempersoalkan adalah guna mengarahkan penyelenggaraan pendidikan pada kondisi-kondisi etika yang diidealkan. Dalam makna lain, filsafat pendidikan adalah flsifikasi pendidikan, baik dlm makna teoritis konseptual maupun makna praktis-pragmatis yang menggejala. F.HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN FILSAFAT PENDIDIKAN’ 1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49) Filsafat ilmu bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
  • 14. 14 pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli. 2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan yang telah ada dan memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata. 3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat bermakna bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri dapat membantu realita perkembangan pendidikan. 2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan Pandangan filsafat pendidikan sama peranannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Filsafat pendidikan mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, antara lain tentang pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu, pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat digunakan oleh flsafat pendidikan sebagai bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memngembangkan diri. Filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Bagi perkembangan filsafat pendidikan, filsafat ilmu merupakan landasan filosofis yang menjiwai pengembangan ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat ilmu mencoba memberikan dasar bagi pengembangan filsafat pendididkan dalam kerangka mengembangkan ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan. Selain itu, hubungan filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan juga dapat dimaknai bahwa filsafat ilmu mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan ilmu pendidikan (pedagogic) maupun teori-teori pendidikan baik dari segi ontologi (tujuan), epistemologi (metode), maupun axiologi (nilai). G.KEBERADAAN MANUSIA DI DUNIA DARI PENCIPTAAN AWAL HINGGAN TUJUAN AKHIR Manusia merupakan mahluk yang diciptakan Allah SWT. Karena kita diciptakan, maka sudah tentu kita harus menjalani kehidupan ini sesuai dengan misi penciptaan itu
  • 15. 15 sendiri, yaitu apa yang dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzaariyaat : 56) Apa itu ibadah ?. Menurut bahasa, Ibadah berarti “Tha’at”. Sedangkan menurut istilah, Ibadah punya dua makna. Pertama, Ibadah dalam arti khusus, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti shalat, zakat, shaum, haji, dan jihad. Kedua, Ibadah dalam arti umum, yaitu menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dalam berbagai aspek kehidupan. Wal hasil, yang harus diperbuat manusia dalam kehidupannya di dunia ini adalah Ibadah. Perlu ditegaskan di sini, bahwa ibadah sesungguhnya bukanlah sekedar aktifitas ritual seperti sholat, shaum, dll. Ini adalah pandangan yang keliru dan membahayakan. Yang tepat, bahwa ibadah adalah seluruh amal perbuatan manusia yang dilakukan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Amal perbuatan manusia bisa memiliki nilai rohani, nilai manusiawi, nilai akhlaq, atau nilai materi. Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa melaksanakan apa-apa yang diajarkan/diperintahkan oleh Rasul, dan meninggalkan apa-apa yang di larangnya, sebagaimana firman-Nya : Apa yang diberikan/diperintahakan Rasul kepadamu maka terimalah/laksanakanlah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggal-kanlah. (Al-Hasyr 7) Selain itu Rasulullah SAW juga bersabda : Siapa saja yang mengerjakan suatu amal perbuatan, yang tak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak. (HR. Muslim). Oleh karena itulah, kita perlu mengkaji dan mendalami Islam, agar bisa melakukan semua gerak langkah dan aktivitas kita, sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT, sehingga senantiasa memiliki nilai ibadah di sisi-Nya. Tujuan akhir hidup manusia menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Perlu disadari bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang hakiki. Allah SWT berfirman : ...Katakanlah : “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itulah lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (An Nisaa’ 77) Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al A’laa 17-18) Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah : pertama, Menyembah Kepada Allah (Beriman) Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5). Kedua, Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal) Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan
  • 16. 16 bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia, Ketiga, Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu) Allah menciptakan alam semesta ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat 27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan peradabannya. H. HAKEKAT MANUSIA 1. Manusia : Pandangan Antropologi Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Pada bahasan selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan antropologi. Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia merupakan mahluk hidup yang terbentuk dari jutaan sel. Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya. Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia berasal dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan Prosimii. Berdasarkan klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku Anthropoid yang dibagi menjadi 3 infrasuku yaitu, Infrasuku Ceboid, infrasuku Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku Hominoid terbagi kedalam 3 keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae. Manusia berada pada percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae menggabungkan manusia purba jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini terdiri dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid (http://hanykpoespyta.wordpress.com/ 2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi- dan-agama-islam).
  • 17. 17 Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi. 2. Manusia : Pandangan Ilmu Sosial (sosiologi) Konsep manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu makhluk yang utuh dan mandiri. Menurut Bapak ahli Sosiologi modern, Agus Comte. Pandangan beliau banyak dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf Perancis yang lahir pada tahun 1875. Comte berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya Manusia itu ada untuk masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya. Comte melihat bahwa manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual Liberty” justru akan menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dalam masyarakat, tak seorangpun dapat berpendapat lain dari pada apa yang telah diputuskan oleh golongan tertinggi masyarakat itu, yaitu “The Intellectual Scientific Religious Group.” Ini berarti bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia hidup dalam masyarakat tetapi ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginannya. Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat membuat masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak menggangu sistem. Oleh karena itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang sangat penting. (http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html) Bagi Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima, karena konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat, sedangkan individu tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan. Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat manusia tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat menciptakan nilai-nilai baru dan menyampaikannya pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh rakyat dalam proses pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan. Hakikat manusia dilihat dari sosiologi tidak lepas dari manusia secara individu dan manusia dalam artian masyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai ciri bebas, unik dituntut untuk mengikuti masyarakat yang mempunyai sifat memaksa terhadap anggota masya-rakatnya. Individu memiliki ciri interpretatif, artinya individu tersebut memiliki persepsi atau cara pikir tersendiri mengenai sesuatu. Ketika ia diajarkan sebuah nilai dan norma dalam sebuah masyarakat, individu tersebut tidak sekedar menerimanya begitu saja, ia menggunakan kemampuannya dalam menginterpretasikan nilai tersebut. Sehingga jika terdapat kekurangan dalam nilai dan norma tersebut individu bisa melengkapinya
  • 18. 18 3. Manusia : Pandangan Ilmu Pendidikan Pendapat yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah nativisme, empirisme, dan konvergensi. Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab perkembangan manusia sepenuhnya oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran ini memandang pendidikan berperan penting dan sangat menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi merupakan perpaduan antara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensiitu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan sertabimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan). Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan baik. Pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebab manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara total maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia. Pendapat yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan. Aliran-aliran tersebut adalah nativisme, empirisme, dan kovergensi. Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab perkembangan manusia sepenuhnya oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran ini memandang pendidikan berperan penting dan sangat menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007:52). Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi merupakan perpaduan antara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan). Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan baik. Salah satu konsep kependidikan yang banyak dianjurkan pada lembaga-lembaga pendidikan guru umumnya menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk
  • 19. 19 membuat subjek didik menjadi dewasa. Manusia yang belum dewasa, proses perkembangan kepribadiannya menuju pembudayaan maupun proses pematangan disebut sebagai objek pendidikan ( individu yang dibina ). Hakikat manusia sebagai subjek didik mengandung arti sebagai berikut: 1) Manusia bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur hidup 2) Manusia punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda 3) Manusia adalah insane yang aktif 4) Masalah jasmani dan rohani Manusia adalah mahluk Ciptaan tuhan yang paling sempurna, manusia mempunyai keistemewaan dibanding dengan mahluk lain, dan kesempurnaan ini dapat meningkatkan kehidupannya. Pada awalnya manusia cenderung melakukan pendidikan pada dirinya sendiri dengan berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian siapa diri mereka sebenarnya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal manusia melalaui pengetahuan yang diterima melalui panca indra diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalan manusia, maka manusia memerlukan ilmu dalam mewujudkan pemahamn tersebut (Dr. jamaluddin, filsafat pendidikan, 1997). BAB III KESIMPULAN Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis. Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam. Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia
  • 20. 20 menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir (memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat. Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah- masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense. Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan kaidah- kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan. Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan memimiliki hubungan yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan dan membantu perkembangan Filsafat Ilmu. 1. Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). 2. Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak dapat hidup tanpa bantu orang lain. 3. Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). 4. Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi dan Metafisika a) Menurut teori descendensi: 1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis; 2) Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya. b) Menurut Metafisika. Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
  • 21. 21 5. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. (Surajiyo,2010:4) 6. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang 7. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode tertentu. 8. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie,1999) 9. Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan (Muhmidayeli., 2011) DAFTAR PUSTAKA Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Madzab-Madzab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group. Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama Media. Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama. Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis. Yogyakarta: Belukar. Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. https://nurhibatullah.blogspot.com/2015/12/makalah-filsafat-ilmu.html