SlideShare a Scribd company logo
Nama : Petris Pratama Paratte
NIM : 1905511071
Mata Kuliah : Dinamika Struktur dan Teknik Gempa
LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=XYM9K56DBuY
Perkembangan dan Penerapan Peraturan Desain
Bangunan Tahan Gempa
Oleh : Ir. Lutfi Faizal
I. Perkembangan dan Penerapan SNI Infrastruktur Tahan Gempa
Berdasarkan data informasi bencana Indonesia (DIBI)-BNPB 2009 - 2019, sebesar 75%
(14.761) bencana yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi dan sebesar 25% (4.790)
bencana geologi. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana dari 2004-2016 mencapai
±Rp 234,13 Triliun. Tingginya angka ini dipengaruhi salah satunya oleh tingkat kerusakan
infrastruktur dan berpotensi mengganggu perekonomian secara lebih luas (regional dan
nasional).
Pada dasarnya alasan ketidakmampuan konstruksi bangunan menahan beban gempa
yang sudah didesain adalah karena kesalahan penerapan teknologi dan/atau industri oleh pelaku
konstruksi terkait aspek pengoperasian, desain, kelalaian, dan kesengajaan sehingga kaidah
teknis tidak diikuti. Kemajuan teknologi konstruksi yang harus diperhitungkan juga dalam
melakukan sebuah proyek konstruksi adalah ketentuan teknis terkait bahaya ikutan pembangun
pada zona rawan lukuifaksi, batas jalur patahan aktif, tsunami, dan kerusakan permukaan tanah.
Tuntutan perlunya penerapan SNI 1726:2019 :
 Terjadi peningkatan sumber gempa
 Frekuensi kejadian bahaya guncangan aktifitas gempa cukup tinggi disertai
bahaya ikutan : Tsunami, Likuifaksi, kerusakan permukaan tanah, dan
longsoran.
 Sering terjadi resiko kegagalan bangunan yang rusak/runtuh dan korban jiwa
saat gempa terjadi
SNI 1726:2019 telah diadopsi menjadi regulasi SNI yang berlaku wajib oleh
Kementetrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Peraturan Menteri PU
No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
I.a Perkembangan Standar Tahan Gempa Indonesia
1. Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1966
 Dikutip dari geophysical Notes No.2 Tahun 1962
 Wilayah Indonesia diperhitungkan terhadap gempa (dibuat tahun 1962 dan Irian
Jaya belum masuk wilayah Repubik Indonesia)
 Rawan gempa : Kalimantan bagian timur, Sulawesi bagian utara, Kepulauan
Maluku, Sumatera bagian Barat, Jawa bagian selatan, Kepulauan Nusa Tenggara
2. Peraturan Muatan Indonesia (PMI) tahun 1970
 Sama Seperti PBI 1966
 Seluruh wilayah Indonesia termasuk Irian Jaya
3. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung 1981
 Gempa Bali 1976 korban jiwa 559 orang, luka berat 850 orang & luka ringan
3200 orang serta 75% rumah rusak berat di Tabanan dan Jembrana.
 Revisi setelah terjadinya gempa Bali 1976
 Revisi PMI 1970
 Kerjasama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Selandia
 Periode ulang 200 tahun (kemungkinan terjadi 10% dalam jangka waktu 20 tahun)
4. SNI 03-1726-1989
 Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung 1983
 Tata Cara Perencanaan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
 Buku Pedoman Perencanaan Untuk Struktur Beton Bertulang Biasa Dan Struktur
Tembok Bertulang Untuk Gedung 1983
 Pedoman perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan Gedung SKBI
1.3.53.1987
 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan Gedung, SNI-03-1726-
1989, Meneg PU, 3 Nop. 97
5. SNI 1726:2012
 Revisi setelah terjadinya gempa Aceh, Nias dan Padang
 Mengaku ASCE/SEI 7-2010 dan FEMAP 750 (Building Seismic safety Council,
2009)
 Penentuan peta gempa berdasarkan analisis bahaya seismic probabilistic dan
analisis bahaya gempa deterministik
 Bahaya seismik probabilistik didasarkan : 2% kemungkinan terlampaui dalam
kurun waktu 50 tahun atau perioda ulang sekitar 2500 tahun
 Dua parameter yang penting ; parameter respons spectral percepatan gempa
tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda pendek (Ss) dan parameter respons
spectral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda 1detik
(S1)
6. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017
 Peta telah berumur lebih dari 5 tahun
 Adanya identifikasi sumber kegempaan yang baru
 Peningkatan keakuratan estimasi parameter penting dalam mengkonstruksi peta
gempa dan pedetailan sumber gempa background
 Persamaan atenuasi gelombang gempa terkini
 Peningkatan sesar aktif 8 : 1 sesar aktif (2010) menjadi 295 sesar aktif (2017)
7. SNI 03-1726-2019
 Sumber gempa yang meningkat
 Mengacu pada ASCE 7-16
 Penataan Kembali kombinasi beban dengan perubahan kombinasi beban gempa
horizontal dan vertical
 Penambahan peta perioda Panjang (long transition period/TL)
 Analisis ragam respons spektrum
 Analisis respons spektrum pada lokasi dekat sesar aktif
 Memperhitungkan pengaruh likuifaksi
II. Beberapa Catatan Sosialisasi Pemutakhiran SNI 1726-2012 menjadi SNI 1726-
2019
Pemutakhiran SNI 1726-2012 menjadi SNI 1726-2019 dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas perencanaan bangunan tahan gempa di Indonesia, yang
didasarkan kepada hasil-hasil penelitian dan kajian terbaru, hasil investigasi pasca gempa, dan
pengalaman-pengalaman praktis yang telah terakumulasi selama ini.
Kinerja struktur bangunan pada tingkat-tingkat beban gempa tertentu dapat
digambarkan seperti di bawah ini :
1. Operational : Merupakan saat dimana beban geser masih rendah
sehingga operasional dalam Gedung masih bisa berjalan
seperti biasanya
2. Immediate Occupancy : Merupakan saat dimana beban geser akibat gempa
mulai meningkat dan mulai muncul retak sedikit namun
apabila gempa telah selesai maka bangunan masih bisa
ditempati seperti sedia kala
3. Life Safety : Merupakan saat dimana bangunan mulai menunjukan
retakan namun masih memiliki waktu yang cukup untuk
menyelamatkan diri dari Gedung
4. Collapse Prevention : Merupakan beban maksimum yang dapat ditahan
bangunan sebelum terjadi keruntuhan
5. Collapse : Merupakan saat dimana bangunan sudah tidak mampu
menahan beban geser/gempa yang diterima
(keruntuhan)
 Standard Occupancies (Categories I and II)
Merupakan bangunan biasa (hunian rumah,apartemen,mall,dll) yang didesain untuk
menahan beban layan dengan fase immediate occupancy dan apabila terjadi gempa, beban
geser maksimum yang dapat ditahan bangunan adalah pada fase collapse prevention
 High Occupancy (Category III)
Merupakan bangunan infrastruktur yang didesain untuk menahan beban layan
dengan fase operational dan apabila terjadi gempa, beban geser maksimum yang dapat
ditahan bangunan adalah pada fase life safety hingga collapse prevention
 Essential and Hazardous Facilities (Category IV)
Merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat perlindungan dari bencana
dan bangunan yang digunakan untuk tempat operasional bahan-bahan berbahaya yang
didesain untuk menahan beban layan dengan fase operational dan apabila terjadi gempa,
beban geser maksimum yang dapat ditahan bangunan adalah pada fase life safety.
LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=XYM9K56DBuY
Sumber Gempa, Perkembangan Peta Gempa Dan Penerapannya Dalam Perencanaan
Gedung Tahan Gempa Indonesia
Oleh : Prof. Dr. Danny Hilman Natawidjaja
Sumber gempa adalah sesar yang aktif. Sesar disebut aktif apabila masih bergerak
dalam kurun 125.000 tahun terakhir/memotong Lapisan Holosen-Pleistosen Akhir
(McClymont, 2001). Sesar Aktif dapat diidentifikasi dari lanskap tektoniknya atau dari
pergerakan sesar ketika gempa (fault rupture).
Prediksi Gempa :
1. Deformasi Elastik Simple  Siklus Gempa Ideal
Siklus gempa besar biasanya puluhan-ratusan-ribuan tahun tergantung dari laju
geraknya.
2. Deformasi Tidak Simple  Siklus Gempa Masih Terprediksi
3. Deformasi Komplek Siklus Gempa Chaos  Susah Diprediksi
Siklus gempa ini yang umumya terjadi di alam
Catatan : Terjadinya gempa sangat sulit untuk diprediksi
Monitoring Gempa :
 Catatan Sejarah
 Seismologi (seismometer)
 Geodesi (GPS. Interferometri)
 Paleoseismology (Trenching)
 Paleogeodesi (e.g. microatolls)
 Sinyal Listrik, medan magnet, dll
Prediksi Gempa :
JANGKA PANJANG  SIKLUS GEMPA
( sekarang sudah diterapkan dalam mitigasi)
JANGKA PENDEK (Bulan, hari)  PRECURSOR
( masih eksperimental, umumnya belum bisa diterapkan dalam mitigasi praktis)
Jenis dan Mitigasi Bahaya Gempa
 Bahaya Pergerakan Sesar  Mitigasi Sesar Aktif buat BUFFER ZONE
 Bahaya Goncangan Gempa Mitigasi goncangan : SEISMIC HAZARD ANALYSIS
yaitu Deterministic dan Probabilistic
 BAHAYA IKUTAN : likuifaksi gerakan tanah, dan tsunami.
Input sumber gempa untuk peta Seismic Hazard Indonesia :
 Zona Gempa Antar Lempeng (Zona Subduksi, Zona Kolisi)
 Data Sesar Aktif (Shallow Crustal Faults), Segementasi Sesar dan parameter seismik
untuk setiap segmen sesar (Mmax, slip rate, reccurent interval, paleoseismologi)
 Katalog Gempa (Katalog Gempa PuSGen 2016) a & b values, area-source
earthquake (e.g. Benioff zone), (background) Gridded Seismicity (potensi gempa dari
sumber – sumber gempa yang tidak teridentifikasi)
 Data Lainnya :
o Data GEODESI – GPS  laju pergerakan sesar dan Analisa stress-strain
o Data Seismologi dan Geofisika  Lokasi dan Geometri Sesar, Seismisitas
PETA SESAR AKTIF DI INDONESIA – PSHA 2017 – SNI 1726-2019
 Perlu dipahami bahwa peta sesar aktif di Indonesia umumnya masih preliminary. Hanya
sedikit yang sudah di petakan dan diteliti detil.
 Peta Sesar Aktif akan terus diperbahrui sejalan dengan perkembangan riset
 Peta Sesar Aktif yang menjadi Input PSHA 2017 bukan Peta Asli (yang lebih detil) tapi
peta Model Sesar Aktif atau Seismotektonik yang disederhanakan dari Peta Asli setelah
dilakukan analisis segmentasi seismic-nya.
 Peta Sesar Aktif dari PSHA ini dapat dijadikan patokan awal untuk mengetahui
kedekatan lokasi bangunan terhadap sesar tapi tidak bisa untuk mitigasi bahaya
pergerakan sesar atau analisis seismic hazard yang lebih detil.
 Peta sesar aktif tidak sama dengan peta sesar dalam peta geologi umum. Sesar aktif
dipetakan dengan metode berbeda
 Akurasi pemetaan sesar aktif tergantung dari resolusi topografi/bathimetri. Minimal
berskala 1:50.000. Sekarang sangat terbantukan dengan tersedianya DEMNAS 8.5 grid
dari BIG
Catatan : Data sesar aktif detil mungkin tidak terlalu dibutuhkan untuk infrastruktur yang
lokasinya jauh, tapi akan sangat penting untuk yang dibangun di dekat atau berada pada
zona sesar.
Perkembangan Peta Gempa Dan Penerapannya Dalam Perencanaan Gedung Tahan
Gempa Indonesia
Oleh : Prof. Dr. Masyhur Irsyam
Implementation of the Indonesian Hazard Maps 2010 in earthquake resistance building and
infrastructure design code :
 Untuk Gedung digunakan periode ulangnya 2.500 tahun dengan risk of collapse 50
tahun
 Untuk jembatan periode ulangnya 1.000 tahun
 Untuk Metro Tunnels periode ulangnya 1.000 tahun
 Untuk bendung, OBE periode ulangnya 145 tahun dan SEE periode ulangnya 2.500
sampai 10.000 tahun atau menggunakan DSHA
 Untuk Offshore Platforms periode ulangnya 2.500 tahun
 Untuk jembatan rel kereta api periode ulangnya 1.000 tahun
 Likuifaksi pada runway bandara peridoe ulangnya 1.000 tahun
Significant changes of building code SNI-1726
1. Untuk SNI 2002
 Mengadopsi UBC (Uniform Building Code) 1997
 Hanya ada 1 Map yaitu PGA (Peak Ground Acceleration)
 Develoment of Design Response Spectra :
2. Untuk SNI 2012
 Mengadopsi ASCE 7-10
 Ada 3 Maps yaitu :
o PGA
o Ss (Spectral Acceleration 0,2 sec)
o S1 (Spectral Acceleration 1,0 sec)
 Development of Design Response Spectra :
3. Untuk SNI 2019
 Mengadopsi ASCE 7-16
 Ada 4 Maps yaitu :
o PGA
o Ss
o S1
o TL (Long Period Transition Periods)
 Development of Design Response Spectra :
LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=13ynEGlAYXY
Konsep Perancangan Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung Tahan Gempa
Oleh: Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc., Ph.D.
Lingkup SNI mencakup perancangan bangunan Gedung dan non Gedung. Elemen
struktur bangunan dapat direncanakan hanya untuk menahan beban vertikal saja atau beban
lateral saja atau keduanya. Pada pendekatan desain, bangunan gedung dan non-gedung
umumnya didesain secara linear elastic terhadap beban gravitasi (beban DL, SDL, dan LL) dan
angin. Pada kondisi ini, struktur tidak boleh mengalami kerusakan, akan tetapi beton boleh
mengalami keretakan. Sebaliknya, bangunan gedung dan non-gedung umumnya didesain
secara inelastic terhadap beban gempa rencana (DBE). Pada hal tersebut, struktur boleh
mengalami kerusakan yang terkontrol dan tidak mengalami keruntuhan. Level gempa sendiri
terbagi menjadi dua bagian, yaitu Design Basis Earthquake (DBE) dan Risk Targeted
Maximum Considered Earthquake (MCER).
Dalam perancangan parameter desain utama menurut SNI 1726 terdapat dua parameter
utama, meliputi spektrum respons atau gempa desain atau demand dari eksternal yang
diperoleh dari peta gempa dan kategori desain seismic atau demand dari struktur untuk
menentukan daktilitas, kinerja, dan lain sebagainya. Artinya SNI 1726 tidak dapat berdiri
sendiri, melainkan ada standardisasi lainnya yang diperlukan untuk melengkapi sebuah
pembangunan seperti SNI 2847 mengenai persyaratan beton structural untuk bangunan
gedung. Untuk persyaratan mengenai sambungan terprakualifikasi untuk rangka momen
khusus dan menengah baja pada aplikasi seismik, terdapat SNI 7872, serta mengenai ketentuan
seismik untuk bangunan gedung baja strukural, terdapat SNI 7860. Hal seperti ini tentu menjadi
pertimbangan untuk proses desain.
Demand beban lateral pada bangunan akibat respons spektra rencana di Indonesia pada
umumnya tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan pengaruh beban lateral lainnya. Bila dalam
hal merespons demand tersebut struktur didesain elastic, hal ini akan berakibat pada massif dan
besarnya elemen-elemen struktur bangunan pemikul beban gempa. Hal ini akan mempengaruhi
bagian budgeting karena tentu harga yang dibutuhkan cukup mahal, bahkan mungkin menjadi
tidak layak. Maka, pendekatan yang umumnya diambil untuk desain terhadap beban gempa
ialah mereduksi deman beban lateral tersebut dengan diakomodasi dalam SNI 1726,
diantaranya:
 Mengizinkan perilaku inelastic struktur pada saat terkena gempa kuat, artinya
struktur diperbolehkan untuk mengalami kerusakan, namun tidak mengalami
keruntuhan. Salah satu upaya untuk mendapatkan perilaku inelastic tersebut
ialah dengan membagi gempa elastic dengan faktor R = 1,5 hingga 8. Artinya,
saat gempa terjadi, sudah pasti terjadi suatu kerusakam pada struktur namun
terbentuk perilaku inelastic.
 Isolasi struktur dari goncangan gempa menggunakan base isolation sehingga
perilaku struktur berubah. Deformasi menjadi terpusat pada base isolation dan
diharapkan struktur atas bergerak secara kaku.
 Meningkatkan damping dengan menambahkan “seismik dampers” sebagai
peredam energi gempa. Damping normal sekitar 5% dapat ditingkatkan hingga
mencapai 40% tergantung pada sistem yang diadopsi.
Pada kesempatan ini, penjelasan difokuskan pada poin yang pertama, yaitu perilaku
inelastic saat gempa. Pada perilaku ini, bangunan sengaja dibuat “lemah” terhadap gempa
sehingga titik-titik struktur yang megalami kerusakan dapat ditentukan sebelum gempa terjadi.
Kerusakan dapat direncanakan dari tempatnya, extend, dan mekanismenya sehingga lintasan
bebas terjaga. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan faktor modifikasi respons struktur
(Faktor R). Fungsi dari faktor R yaitu untuk mengubah respons struktur dari elastic menjadi
inelastic yang diakomodasi dengan parameter Cd. Perilaku inelastic dapat tercermin dari
kerusakan terkontrol yang dialami struktur akibat gempa. Ada dua hal yang dapat diperoleh
dari kerusakan tersebut, yaitu damping mengalami peningkatan dan perioda struktur juga
meningkat karena struktur menjadi lebih fleksibel. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan
reduksi demand yang masuk akibat gempa.
Tingkatan yang direncakan jika terjadi gempa secara berurutan, yaitu level penampang
(rebar melawan beton), level elemen (lentur melawan geser), level joint (balok melawan
kolom), level struktur (struktur atas melawan struktur bawah). Untuk mencapai hal tersebut
diperlukan suatu parameter, yaitu faktor kuat lebih sehingga jika terjadi gempa, mekanisme
kerusakan terjadi secara global bukan lokal. Jika mekanisme kerusakan terjadi secara lokal,
maka kerusakan tersebut akan terjadi secara luar biasa sehingga sulit untuk menjaga struktur
tetap bertahan.
Overstrength pada elemen struktur akibat analisis linear dan enveloping dari berbagai
kombo beban. Maka saat suatu skenario terjadi, pelelehan juga akan terjadi secara bertahap.
Overstrength material (actual versus specified) misalnya baja tulangan yang telah
dispesifikasikan 420 saat dites di laboratorium ternyata mutuny dapat lebih tinggi dari
spesifikasi tersebut. Selain itu, baja juga memiliki strain hardening yang dapat memberikan
tambahan kekuatan lebih pada struktur. Pada proses desain, faktor reduksi kapasitas dan faktor
beban yang merupakan hasil dari tabungan menimbang pada saat pelaksanaan terjadi hal-hal
yang tidak sesuai. Namun pada saat pelaksanaan tersebut tabungan tidak terpakai, maka
tabungan tersebut dapat menjadi overstrength. Proses pembulatan pada desain juga menjadi
tabungan tersebut. Pembulatan pada elemen yang diinginkan menjadi sekring atau pembatas
beban di tempat yang diizinkinkan untuk rusak perlu diperhatikan supaya pembulatan jangan
dilakukan secara berlebihan karena dapat menyebabkan overstrength yang berlebihan. Hal
tersebut dapat berujung pada perpindahan tempat kerusakan yang sudah direncanakan. Selain
itu sumber overstrength lainnya, yaitu desain yang ditentukan oleh syarat drift.
Strategi untuk mencapai target kinerja, meliputi melindungi jiwa manusia (LS) dan
melindungi investasi (mengurangi kerugian). Untuk melindungi jiwa manusia membutuhkan
proporsi base shear strength versus massa, daktilitas atau toughness sistem struktur, dan hirarki
plastifikasi. Untuk melindungi investasi, dibutuhkan pembatasan drift dan proporsi massa
versus kekakuan atau pembatasan perioda struktur.
Cara meningkatkan kinerja bangunan tinggi terhadap gempa, meliputi perancangan
struktur bangunan dengan memperhatikan target kinerja yang baik, penerapan aturan detailing
seismic atau non-seismic yang konsisten, dan meminimalkan benturan. Selain itu, dapat
dilakukan dengan meningkatkan kinerja bangunan dengan menambahkan sistem isolasi dasar
(base isolation) dan sistem peredam eksternal.
Kombinasi non-seismic (gravity) resisting system versus seismic resisting system
terkait dengan elemen non struktural. Persyaratan yang harus dipenuhi utamanya adalah
kompatibilitas deformasi antara kedua sistem saat gempa. Deformasi yang dapat diaplikasikan
pada gravity system ialah deformasi yang diperbesar dengan faktor Cd, menimbang perilaku
inelastic pada seismic resisting system. Hal ini tentu tetap mengacu pada SNI 1726, 2019 pada
bagian 7.3 tentang pemodelan struktur dan 12.5 tentang kompatibilitas deformasi untuk
kategori desain seismik D sampai F juga diatur dalam SNI 2847, 2019 pada bagian 18.4 tentang
komponen struktur yang tidak ditetapkan sebagai bagian sistem pemikul gaya seismik.
Perubahan Penting Terhadap Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung Dalam SNI 1726
Oleh: Ir. Davy Sukamta
Pada pembahasan kali ini, difokuskan pada SNI 1726 yang ditetapkan pada tahun 2012-
2019. Butir yang mengalami perubahan seiring perkembangan dari SNI tahun 2002, 2012,
hingga 2019, diantaranya tentang situs sesar dekat, koefisien situs, seleksi sistem struktur,
pengaruh dan kombinasi beban gempa, prosedur gaya lateral ekivalen, torsi tak terduga,
analisis dinamik linier, diafragma, kord, kolektor, desain fundasi, analisis respons riwayat
waktu non linier, pengaruh beban gempa vertikal, gerak tanah, prosedur berbasis kinerja,
struktur dengan isolasi dasar, dan struktur dengan sistem peredam. Selain butir tersebut, SNI
tahun 2019 dikaitkan erat dengan oeta gempa 2017.
Situs dekat sesar memiliki sifat yang berbeda dengan gempa sesar jauh. Selain memiliki
akselerasi yang tinggi, gerak tanah juga menunjukan karakteristik impulsive. Dikarenakan
adanya fenomena forward directivity, komponen sesar memiliki pulsa dengan periode yang
lebih panjang dan jangkauan yang lebih luas daripada komponen paralel.
Pada seleksi sistem strukur, penggunaan sistem struktur yang tidak tercantum dalam
tabel preskriptif diizinkan, dengan syarat perencanaan struktur individu (prosedur alternatif
berbasis kinerja) dan pengembangan sistem struktur alternatif (conditional probability of
collapse MCER untuk struktur archetype dengan target max 10% untuk kategori risiko II). Pada
persyaratan perencaan struktur individu mengizinkan penggunaan prosedur alternatif untuk
desain struktur individual yang menunjukkan kinerja yang dapat diterima.
Pengaruh beban seismic vertikal (ps 7.4.2.2) ditetapkan sama seperti SNI 1726 2012.
Pada SNI 2019 tetap diizinkan untuk menggunakan persamaan yang sama, namun ada
penambahan rumus alternatif sebagai opsi lain. Hal ini dikarenakan pada suatu studi yang
menyatakan bahwa perbandingan akselerasi respons spektra vertikal terhadap horizontal peka
terhadap periode getar, side class, magnitude gempa, dan jaraknya ke sumber gempa.
Sementara, untuk pengaruh beban seismic horizontal, pada SNI 2019 diperkenalkan suatu
konsep baru yang menyatakan bahwa ambang atas kapasitas suatu komponen Ecl. Bila
menerapkan gempa horizontal berikut faktor kuat lebih tidak perlu lebih besar dari Ecl.
Syarat baru untuk menentukan prosedur gaya lateral ekivalen ditentukan pada pasal
7.8.1.3 di mana peraturan tersebut mengizinkan SDS = 1 tetapi harus lebih dari 70% SDS sesuai
ps 6.3 dengan syarat:
 Tidak ada irregularitas ps 7.3.2
 Tidak melampau 5 tingkat
 T < 0,5 s
 Bukan situs E dan F
 Kategori risiko I dan II
Lokasi pusat massa dan kekakuan suatu lantai sulit ditentukan dengan akurasi tinggi
secara actual karena massa dan kekakuan memiliki ketidakpastian sehubungan dengan deviasi
saat perancangan maupun saat konstruksi. Untuk itu, SNI mengharuskan heksentrisitas 5% dari
lebar gedung. Torsi tak terduga hanya digunakan saat menentukan ketidakberaturan horizontal.
Tidak perlu dimasukkan saat perancangan dan perhitungan simpangan antar tingkat desain.
Kecuali, dua kasus yang berhubungan dengan torsi, yaitu tipe IA dan IB.
Pada desain sebuah gedung, umumnya sudah menggunakan analisis dinamik linier.
Dalam SNI baru, analisis dinamik linier ini dicantumkan pada pasal 7.9. Selain analisis
spektrum respons ragam, diperkenalkan juga analisis riwayat waktu linier. Untuk setiap arah
pembebanan, perpindahan setiap ragam ditentukan oleh spectral acceleration yang terkait oleh
partisipasi massa dan mode shape yang kemudian dilakukan kombinasi statistik. Hasil yang
didapatkan cukup akurat untuk desain, namun saat diinterpretasikan akan menyulitkan karena
equilibrium tidak tercapai. Hal ini akan berujung pada tanda aljabar dan waktu kejadian dari
akselerasi minimum akan terhapus permanen karena tidak dapat diurai balik. Oleh alasan
itulah, diperkenalkan konsep analisis linier riwayat waktu yang dapat mengatasi hal tersebut.
Gaya geser dasar jika didesain secara dinamik bisa saja lebih rendah dari gaya geser
metode static ekivalen (E) karena berbagai alasan. Maka, dalam SNI 2019 diwajibkan untuk
skala 100% gaya geser metode static ekivalen. Juga menggunakan ambang atas periode getar
CUTA. Dengan scaling tersebut, dimasukkan geser dasar minimum dalam perencanaan. Untuk
analisis riwayat waktu linier, terdapat beberapa syarat seperti modelnya harus tiga dimensi.
efek Vdelta harus dimasukkan, batasan mengenai koefisien stabilitas teta haruss dipenuhi, dan
diperlukan tiga pasang gerak panah yang dicocokan secara spectral dalam periode tertentu.
Diafragma bertujuan untuk menjaga kompibiltas deformasi antara dua komponen
sistem penahan lateral yang berbeda misalnya saat menyatukan dua sistem dalam momen frame
yang memiliki perilaku shear wall terhadap lateral sehingga mempunyai perilaku bending wall.
Sementara itu, untuk desain fundasi terdapat pasal-pasal baru yaitu peraturan yang mengatur
tentang kapasitas geoteknik fondasi, daya dukung tanah, parameter kekuatan tanah, kriteria
penerimaan, dan situs mudah likuifaksi.
Secara konsep, prosedur berbasis kinerja digunakan untuk menghitung collapse
probability, namun mengingat kompleksitas dan penggunaan praktikal perancangan, secara
implisit memasukkan pendekatan sederhana dalam menunjukkan kinerja lewat sederetan
aturan analisis dan kriteria penerimaan. Maka, dapat diacukan dalam Peer/TBI v 2.03 dengan
pembeda komputasi probabilitas keruntuhan yang tidak diperlukan oleh Peer/TBI v 2.03 karena
banyak ketidakpastian dalam memodelkan perilaku struktur. Sebagai penggantinya, terdapat
persyaratan dalam hal respons yang terhitung dan kriteria penerimaan. Dengan begitu, secara
implisit probabilitas keruntuhan sudah dipenuhi.
Penerapan gerak tanah pada model struktur difokuskan pada beberapa situs. Untuk situs
patahan-dekat, wajib diterapkan pasangan gerak tanah sesuai arah patahan-tegak lurus dan arah
patahan-paralel dari patahan-sumber. Sementara, untuk situs lain wajib diterapkan pasangan
gerak tanah secara acak sehingga rata-rata spektrum komponen “X” dan “Y” masih berada
dalam kurang lebih 10% dari median spektrum respons komponen.

More Related Content

What's hot

Sistem rangka pemikul momen
Sistem rangka pemikul momenSistem rangka pemikul momen
Sistem rangka pemikul momen
Debora Elluisa Manurung
 
Fisika bangunan-1
Fisika bangunan-1Fisika bangunan-1
Fisika bangunan-1
Muliani Manalu
 
Fisika bangunan-2
Fisika bangunan-2Fisika bangunan-2
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempa
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempaGempa kriteria dasar struktur tahan gempa
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempa
FristaChristiaYama
 
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggulBab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
Eko Susilo
 
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebingPp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
riky irawan
 
Dinamika dan rekayasa gempa
Dinamika dan rekayasa gempa Dinamika dan rekayasa gempa
Dinamika dan rekayasa gempa
RitaHardiantiAris
 
Kemantapan Lereng Batuan
Kemantapan Lereng BatuanKemantapan Lereng Batuan
Kemantapan Lereng Batuan
purnomo89
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lereng
andini rambe
 
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
Faizin Mahfudz
 
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
Dugie Gentri Nugroho
 
Seismic
SeismicSeismic
Seismic
robert220191
 
Presentasi Husni
Presentasi HusniPresentasi Husni
Presentasi Husni
Muhammad Husni
 
Tugas Teknik Gempa 2
Tugas Teknik Gempa 2Tugas Teknik Gempa 2
Tugas Teknik Gempa 2
Debora Elluisa Manurung
 
Materi kuliah rekayasa_gempa
Materi kuliah rekayasa_gempaMateri kuliah rekayasa_gempa
Materi kuliah rekayasa_gempa
yuni helmi
 
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
PT Antam Tbk
 
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls bTugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
ArbiArdli
 

What's hot (18)

Sistem rangka pemikul momen
Sistem rangka pemikul momenSistem rangka pemikul momen
Sistem rangka pemikul momen
 
Fisika bangunan-1
Fisika bangunan-1Fisika bangunan-1
Fisika bangunan-1
 
Fisika bangunan-2
Fisika bangunan-2Fisika bangunan-2
Fisika bangunan-2
 
Makala bangunan
Makala bangunanMakala bangunan
Makala bangunan
 
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempa
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempaGempa kriteria dasar struktur tahan gempa
Gempa kriteria dasar struktur tahan gempa
 
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggulBab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
 
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebingPp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
Pp evaluasi analisa retaining wall (dinding penahan tebing
 
Dinamika dan rekayasa gempa
Dinamika dan rekayasa gempa Dinamika dan rekayasa gempa
Dinamika dan rekayasa gempa
 
Kemantapan Lereng Batuan
Kemantapan Lereng BatuanKemantapan Lereng Batuan
Kemantapan Lereng Batuan
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lereng
 
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
 
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
32682570 s-geoteknik-tutorial-rocscience-slide
 
Seismic
SeismicSeismic
Seismic
 
Presentasi Husni
Presentasi HusniPresentasi Husni
Presentasi Husni
 
Tugas Teknik Gempa 2
Tugas Teknik Gempa 2Tugas Teknik Gempa 2
Tugas Teknik Gempa 2
 
Materi kuliah rekayasa_gempa
Materi kuliah rekayasa_gempaMateri kuliah rekayasa_gempa
Materi kuliah rekayasa_gempa
 
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
Mekanisme gerakan massa batuan akibat gempabumi
 
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls bTugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
Tugas 2 arbi ardli 17.1003.222.01.0669-kls b
 

Similar to 1905511071 petris pratama paratte rangkuman video

Inspiring talk unpar by prof paulus pramono
Inspiring talk unpar by prof paulus pramonoInspiring talk unpar by prof paulus pramono
Inspiring talk unpar by prof paulus pramono
johannispiliang
 
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
Andi Juandi Manaf
 
PPT Respon Spektrum.pptx
PPT Respon Spektrum.pptxPPT Respon Spektrum.pptx
PPT Respon Spektrum.pptx
AgusKW
 
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptxPPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
SandraOgie
 
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataanPengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
Rani Hendrikus
 
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
RizqullahRafi1
 
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumiSistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
oilandgas24
 
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptxMITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
ikhwana1
 
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodo
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodoPresentasi konteks7 189-s-restu&widodo
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodoRestu Faizah
 
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptxKerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
DariusArkwrightHamis
 
Time history analysis
Time history analysisTime history analysis
Time history analysis
Edi Supriyanto
 
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdftinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
putrafermana1
 
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
Irfan Yusuf
 
Rekayasa gempa
Rekayasa gempaRekayasa gempa
Rekayasa gempa
Saedi Saputra Siagian
 
Sni 03-1726-2003-gempa
Sni 03-1726-2003-gempaSni 03-1726-2003-gempa
Sni 03-1726-2003-gempa
muhammad iqbal
 
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docxBAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
YulitaWahyuni2
 
Analisa pada bangunan gedung bertingakat
Analisa pada bangunan gedung bertingakatAnalisa pada bangunan gedung bertingakat
Analisa pada bangunan gedung bertingakat
eidhy setiawan eidhy Edy
 
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptxP3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
nadyaanggara
 

Similar to 1905511071 petris pratama paratte rangkuman video (20)

Revisi peta gempa
Revisi peta gempaRevisi peta gempa
Revisi peta gempa
 
Inspiring talk unpar by prof paulus pramono
Inspiring talk unpar by prof paulus pramonoInspiring talk unpar by prof paulus pramono
Inspiring talk unpar by prof paulus pramono
 
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
Asrurifak workshop prb_gempa_its_19102017
 
PPT Respon Spektrum.pptx
PPT Respon Spektrum.pptxPPT Respon Spektrum.pptx
PPT Respon Spektrum.pptx
 
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptxPPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
PPT Mitigasi Bencana Gempa (2).pptx
 
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataanPengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
Pengurangan resiko bencana gempa bumi di ntt, antara harapan dan kenyataan
 
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
Structure Evaluation of Multi-Story Building With Pushover Analysis due to Fu...
 
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumiSistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
Sistem informasi geografis potensi bahaya gempa bumi
 
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptxMITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
MITIGASI DAN BENCANA GEOLOGI.pptx
 
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodo
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodoPresentasi konteks7 189-s-restu&widodo
Presentasi konteks7 189-s-restu&widodo
 
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptxKerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
 
Time history analysis
Time history analysisTime history analysis
Time history analysis
 
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdftinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
tinjauan pustaka sni 2847 2019.pdf
 
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
2003 07 sni 03-1726-2003 (perencanan kethanan gempa untuk bangunan gedung)
 
Rekayasa gempa
Rekayasa gempaRekayasa gempa
Rekayasa gempa
 
Sni 03-1726-2003-gempa
Sni 03-1726-2003-gempaSni 03-1726-2003-gempa
Sni 03-1726-2003-gempa
 
Gempa kolom
Gempa kolomGempa kolom
Gempa kolom
 
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docxBAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
BAB I_Proposal Tesis_Yulita - New edit.docx
 
Analisa pada bangunan gedung bertingakat
Analisa pada bangunan gedung bertingakatAnalisa pada bangunan gedung bertingakat
Analisa pada bangunan gedung bertingakat
 
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptxP3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
P3. Ancaman dan Risiko Bencana Tsunami.pptx
 

Recently uploaded

1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
AdityaWahyuDewangga1
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
jayakartalumajang1
 
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptxNADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
nadiafebianti2
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
AnandhaAdkhaM1
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
HADIANNAS
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
rhamset
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Tsabitpattipeilohy
 
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
muhammadiswahyudi12
 
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptxMetode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
ssuser2537c0
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
delphijean1
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
indahrosantiTeknikSi
 

Recently uploaded (11)

1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
 
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptxNADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
 
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
 
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptxMetode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
 

1905511071 petris pratama paratte rangkuman video

  • 1. Nama : Petris Pratama Paratte NIM : 1905511071 Mata Kuliah : Dinamika Struktur dan Teknik Gempa LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=XYM9K56DBuY Perkembangan dan Penerapan Peraturan Desain Bangunan Tahan Gempa Oleh : Ir. Lutfi Faizal I. Perkembangan dan Penerapan SNI Infrastruktur Tahan Gempa Berdasarkan data informasi bencana Indonesia (DIBI)-BNPB 2009 - 2019, sebesar 75% (14.761) bencana yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi dan sebesar 25% (4.790) bencana geologi. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana dari 2004-2016 mencapai ±Rp 234,13 Triliun. Tingginya angka ini dipengaruhi salah satunya oleh tingkat kerusakan infrastruktur dan berpotensi mengganggu perekonomian secara lebih luas (regional dan nasional). Pada dasarnya alasan ketidakmampuan konstruksi bangunan menahan beban gempa yang sudah didesain adalah karena kesalahan penerapan teknologi dan/atau industri oleh pelaku konstruksi terkait aspek pengoperasian, desain, kelalaian, dan kesengajaan sehingga kaidah teknis tidak diikuti. Kemajuan teknologi konstruksi yang harus diperhitungkan juga dalam melakukan sebuah proyek konstruksi adalah ketentuan teknis terkait bahaya ikutan pembangun pada zona rawan lukuifaksi, batas jalur patahan aktif, tsunami, dan kerusakan permukaan tanah. Tuntutan perlunya penerapan SNI 1726:2019 :  Terjadi peningkatan sumber gempa  Frekuensi kejadian bahaya guncangan aktifitas gempa cukup tinggi disertai bahaya ikutan : Tsunami, Likuifaksi, kerusakan permukaan tanah, dan longsoran.  Sering terjadi resiko kegagalan bangunan yang rusak/runtuh dan korban jiwa saat gempa terjadi SNI 1726:2019 telah diadopsi menjadi regulasi SNI yang berlaku wajib oleh Kementetrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Peraturan Menteri PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
  • 2. I.a Perkembangan Standar Tahan Gempa Indonesia 1. Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1966  Dikutip dari geophysical Notes No.2 Tahun 1962  Wilayah Indonesia diperhitungkan terhadap gempa (dibuat tahun 1962 dan Irian Jaya belum masuk wilayah Repubik Indonesia)  Rawan gempa : Kalimantan bagian timur, Sulawesi bagian utara, Kepulauan Maluku, Sumatera bagian Barat, Jawa bagian selatan, Kepulauan Nusa Tenggara 2. Peraturan Muatan Indonesia (PMI) tahun 1970  Sama Seperti PBI 1966  Seluruh wilayah Indonesia termasuk Irian Jaya 3. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung 1981  Gempa Bali 1976 korban jiwa 559 orang, luka berat 850 orang & luka ringan 3200 orang serta 75% rumah rusak berat di Tabanan dan Jembrana.  Revisi setelah terjadinya gempa Bali 1976  Revisi PMI 1970  Kerjasama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Selandia  Periode ulang 200 tahun (kemungkinan terjadi 10% dalam jangka waktu 20 tahun)
  • 3. 4. SNI 03-1726-1989  Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung 1983  Tata Cara Perencanaan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983  Buku Pedoman Perencanaan Untuk Struktur Beton Bertulang Biasa Dan Struktur Tembok Bertulang Untuk Gedung 1983  Pedoman perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan Gedung SKBI 1.3.53.1987  Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan Gedung, SNI-03-1726- 1989, Meneg PU, 3 Nop. 97 5. SNI 1726:2012  Revisi setelah terjadinya gempa Aceh, Nias dan Padang  Mengaku ASCE/SEI 7-2010 dan FEMAP 750 (Building Seismic safety Council, 2009)  Penentuan peta gempa berdasarkan analisis bahaya seismic probabilistic dan analisis bahaya gempa deterministik
  • 4.  Bahaya seismik probabilistik didasarkan : 2% kemungkinan terlampaui dalam kurun waktu 50 tahun atau perioda ulang sekitar 2500 tahun  Dua parameter yang penting ; parameter respons spectral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda pendek (Ss) dan parameter respons spectral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda 1detik (S1) 6. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017  Peta telah berumur lebih dari 5 tahun  Adanya identifikasi sumber kegempaan yang baru  Peningkatan keakuratan estimasi parameter penting dalam mengkonstruksi peta gempa dan pedetailan sumber gempa background  Persamaan atenuasi gelombang gempa terkini  Peningkatan sesar aktif 8 : 1 sesar aktif (2010) menjadi 295 sesar aktif (2017) 7. SNI 03-1726-2019  Sumber gempa yang meningkat  Mengacu pada ASCE 7-16  Penataan Kembali kombinasi beban dengan perubahan kombinasi beban gempa horizontal dan vertical  Penambahan peta perioda Panjang (long transition period/TL)  Analisis ragam respons spektrum
  • 5.  Analisis respons spektrum pada lokasi dekat sesar aktif  Memperhitungkan pengaruh likuifaksi II. Beberapa Catatan Sosialisasi Pemutakhiran SNI 1726-2012 menjadi SNI 1726- 2019 Pemutakhiran SNI 1726-2012 menjadi SNI 1726-2019 dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas perencanaan bangunan tahan gempa di Indonesia, yang didasarkan kepada hasil-hasil penelitian dan kajian terbaru, hasil investigasi pasca gempa, dan pengalaman-pengalaman praktis yang telah terakumulasi selama ini. Kinerja struktur bangunan pada tingkat-tingkat beban gempa tertentu dapat digambarkan seperti di bawah ini : 1. Operational : Merupakan saat dimana beban geser masih rendah sehingga operasional dalam Gedung masih bisa berjalan seperti biasanya 2. Immediate Occupancy : Merupakan saat dimana beban geser akibat gempa mulai meningkat dan mulai muncul retak sedikit namun apabila gempa telah selesai maka bangunan masih bisa ditempati seperti sedia kala 3. Life Safety : Merupakan saat dimana bangunan mulai menunjukan retakan namun masih memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dari Gedung 4. Collapse Prevention : Merupakan beban maksimum yang dapat ditahan bangunan sebelum terjadi keruntuhan 5. Collapse : Merupakan saat dimana bangunan sudah tidak mampu menahan beban geser/gempa yang diterima (keruntuhan)
  • 6.  Standard Occupancies (Categories I and II) Merupakan bangunan biasa (hunian rumah,apartemen,mall,dll) yang didesain untuk menahan beban layan dengan fase immediate occupancy dan apabila terjadi gempa, beban geser maksimum yang dapat ditahan bangunan adalah pada fase collapse prevention  High Occupancy (Category III) Merupakan bangunan infrastruktur yang didesain untuk menahan beban layan dengan fase operational dan apabila terjadi gempa, beban geser maksimum yang dapat ditahan bangunan adalah pada fase life safety hingga collapse prevention  Essential and Hazardous Facilities (Category IV) Merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat perlindungan dari bencana dan bangunan yang digunakan untuk tempat operasional bahan-bahan berbahaya yang didesain untuk menahan beban layan dengan fase operational dan apabila terjadi gempa, beban geser maksimum yang dapat ditahan bangunan adalah pada fase life safety.
  • 7. LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=XYM9K56DBuY Sumber Gempa, Perkembangan Peta Gempa Dan Penerapannya Dalam Perencanaan Gedung Tahan Gempa Indonesia Oleh : Prof. Dr. Danny Hilman Natawidjaja Sumber gempa adalah sesar yang aktif. Sesar disebut aktif apabila masih bergerak dalam kurun 125.000 tahun terakhir/memotong Lapisan Holosen-Pleistosen Akhir (McClymont, 2001). Sesar Aktif dapat diidentifikasi dari lanskap tektoniknya atau dari pergerakan sesar ketika gempa (fault rupture). Prediksi Gempa : 1. Deformasi Elastik Simple  Siklus Gempa Ideal Siklus gempa besar biasanya puluhan-ratusan-ribuan tahun tergantung dari laju geraknya. 2. Deformasi Tidak Simple  Siklus Gempa Masih Terprediksi 3. Deformasi Komplek Siklus Gempa Chaos  Susah Diprediksi Siklus gempa ini yang umumya terjadi di alam Catatan : Terjadinya gempa sangat sulit untuk diprediksi
  • 8. Monitoring Gempa :  Catatan Sejarah  Seismologi (seismometer)  Geodesi (GPS. Interferometri)  Paleoseismology (Trenching)  Paleogeodesi (e.g. microatolls)  Sinyal Listrik, medan magnet, dll Prediksi Gempa : JANGKA PANJANG  SIKLUS GEMPA ( sekarang sudah diterapkan dalam mitigasi) JANGKA PENDEK (Bulan, hari)  PRECURSOR ( masih eksperimental, umumnya belum bisa diterapkan dalam mitigasi praktis) Jenis dan Mitigasi Bahaya Gempa  Bahaya Pergerakan Sesar  Mitigasi Sesar Aktif buat BUFFER ZONE  Bahaya Goncangan Gempa Mitigasi goncangan : SEISMIC HAZARD ANALYSIS yaitu Deterministic dan Probabilistic  BAHAYA IKUTAN : likuifaksi gerakan tanah, dan tsunami. Input sumber gempa untuk peta Seismic Hazard Indonesia :  Zona Gempa Antar Lempeng (Zona Subduksi, Zona Kolisi)  Data Sesar Aktif (Shallow Crustal Faults), Segementasi Sesar dan parameter seismik untuk setiap segmen sesar (Mmax, slip rate, reccurent interval, paleoseismologi)  Katalog Gempa (Katalog Gempa PuSGen 2016) a & b values, area-source earthquake (e.g. Benioff zone), (background) Gridded Seismicity (potensi gempa dari sumber – sumber gempa yang tidak teridentifikasi)  Data Lainnya : o Data GEODESI – GPS  laju pergerakan sesar dan Analisa stress-strain o Data Seismologi dan Geofisika  Lokasi dan Geometri Sesar, Seismisitas
  • 9. PETA SESAR AKTIF DI INDONESIA – PSHA 2017 – SNI 1726-2019  Perlu dipahami bahwa peta sesar aktif di Indonesia umumnya masih preliminary. Hanya sedikit yang sudah di petakan dan diteliti detil.  Peta Sesar Aktif akan terus diperbahrui sejalan dengan perkembangan riset  Peta Sesar Aktif yang menjadi Input PSHA 2017 bukan Peta Asli (yang lebih detil) tapi peta Model Sesar Aktif atau Seismotektonik yang disederhanakan dari Peta Asli setelah dilakukan analisis segmentasi seismic-nya.  Peta Sesar Aktif dari PSHA ini dapat dijadikan patokan awal untuk mengetahui kedekatan lokasi bangunan terhadap sesar tapi tidak bisa untuk mitigasi bahaya pergerakan sesar atau analisis seismic hazard yang lebih detil.  Peta sesar aktif tidak sama dengan peta sesar dalam peta geologi umum. Sesar aktif dipetakan dengan metode berbeda  Akurasi pemetaan sesar aktif tergantung dari resolusi topografi/bathimetri. Minimal berskala 1:50.000. Sekarang sangat terbantukan dengan tersedianya DEMNAS 8.5 grid dari BIG
  • 10. Catatan : Data sesar aktif detil mungkin tidak terlalu dibutuhkan untuk infrastruktur yang lokasinya jauh, tapi akan sangat penting untuk yang dibangun di dekat atau berada pada zona sesar. Perkembangan Peta Gempa Dan Penerapannya Dalam Perencanaan Gedung Tahan Gempa Indonesia Oleh : Prof. Dr. Masyhur Irsyam Implementation of the Indonesian Hazard Maps 2010 in earthquake resistance building and infrastructure design code :  Untuk Gedung digunakan periode ulangnya 2.500 tahun dengan risk of collapse 50 tahun  Untuk jembatan periode ulangnya 1.000 tahun  Untuk Metro Tunnels periode ulangnya 1.000 tahun  Untuk bendung, OBE periode ulangnya 145 tahun dan SEE periode ulangnya 2.500 sampai 10.000 tahun atau menggunakan DSHA  Untuk Offshore Platforms periode ulangnya 2.500 tahun  Untuk jembatan rel kereta api periode ulangnya 1.000 tahun  Likuifaksi pada runway bandara peridoe ulangnya 1.000 tahun Significant changes of building code SNI-1726 1. Untuk SNI 2002  Mengadopsi UBC (Uniform Building Code) 1997  Hanya ada 1 Map yaitu PGA (Peak Ground Acceleration)  Develoment of Design Response Spectra : 2. Untuk SNI 2012  Mengadopsi ASCE 7-10  Ada 3 Maps yaitu : o PGA o Ss (Spectral Acceleration 0,2 sec)
  • 11. o S1 (Spectral Acceleration 1,0 sec)  Development of Design Response Spectra : 3. Untuk SNI 2019  Mengadopsi ASCE 7-16  Ada 4 Maps yaitu : o PGA o Ss o S1 o TL (Long Period Transition Periods)  Development of Design Response Spectra :
  • 12. LINK VIDEO : https://www.youtube.com/watch?v=13ynEGlAYXY Konsep Perancangan Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung Tahan Gempa Oleh: Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc., Ph.D. Lingkup SNI mencakup perancangan bangunan Gedung dan non Gedung. Elemen struktur bangunan dapat direncanakan hanya untuk menahan beban vertikal saja atau beban lateral saja atau keduanya. Pada pendekatan desain, bangunan gedung dan non-gedung umumnya didesain secara linear elastic terhadap beban gravitasi (beban DL, SDL, dan LL) dan angin. Pada kondisi ini, struktur tidak boleh mengalami kerusakan, akan tetapi beton boleh mengalami keretakan. Sebaliknya, bangunan gedung dan non-gedung umumnya didesain secara inelastic terhadap beban gempa rencana (DBE). Pada hal tersebut, struktur boleh mengalami kerusakan yang terkontrol dan tidak mengalami keruntuhan. Level gempa sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu Design Basis Earthquake (DBE) dan Risk Targeted Maximum Considered Earthquake (MCER). Dalam perancangan parameter desain utama menurut SNI 1726 terdapat dua parameter utama, meliputi spektrum respons atau gempa desain atau demand dari eksternal yang diperoleh dari peta gempa dan kategori desain seismic atau demand dari struktur untuk menentukan daktilitas, kinerja, dan lain sebagainya. Artinya SNI 1726 tidak dapat berdiri sendiri, melainkan ada standardisasi lainnya yang diperlukan untuk melengkapi sebuah pembangunan seperti SNI 2847 mengenai persyaratan beton structural untuk bangunan gedung. Untuk persyaratan mengenai sambungan terprakualifikasi untuk rangka momen khusus dan menengah baja pada aplikasi seismik, terdapat SNI 7872, serta mengenai ketentuan seismik untuk bangunan gedung baja strukural, terdapat SNI 7860. Hal seperti ini tentu menjadi pertimbangan untuk proses desain. Demand beban lateral pada bangunan akibat respons spektra rencana di Indonesia pada umumnya tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan pengaruh beban lateral lainnya. Bila dalam hal merespons demand tersebut struktur didesain elastic, hal ini akan berakibat pada massif dan besarnya elemen-elemen struktur bangunan pemikul beban gempa. Hal ini akan mempengaruhi bagian budgeting karena tentu harga yang dibutuhkan cukup mahal, bahkan mungkin menjadi tidak layak. Maka, pendekatan yang umumnya diambil untuk desain terhadap beban gempa ialah mereduksi deman beban lateral tersebut dengan diakomodasi dalam SNI 1726, diantaranya:  Mengizinkan perilaku inelastic struktur pada saat terkena gempa kuat, artinya struktur diperbolehkan untuk mengalami kerusakan, namun tidak mengalami keruntuhan. Salah satu upaya untuk mendapatkan perilaku inelastic tersebut ialah dengan membagi gempa elastic dengan faktor R = 1,5 hingga 8. Artinya, saat gempa terjadi, sudah pasti terjadi suatu kerusakam pada struktur namun terbentuk perilaku inelastic.  Isolasi struktur dari goncangan gempa menggunakan base isolation sehingga perilaku struktur berubah. Deformasi menjadi terpusat pada base isolation dan diharapkan struktur atas bergerak secara kaku.
  • 13.  Meningkatkan damping dengan menambahkan “seismik dampers” sebagai peredam energi gempa. Damping normal sekitar 5% dapat ditingkatkan hingga mencapai 40% tergantung pada sistem yang diadopsi. Pada kesempatan ini, penjelasan difokuskan pada poin yang pertama, yaitu perilaku inelastic saat gempa. Pada perilaku ini, bangunan sengaja dibuat “lemah” terhadap gempa sehingga titik-titik struktur yang megalami kerusakan dapat ditentukan sebelum gempa terjadi. Kerusakan dapat direncanakan dari tempatnya, extend, dan mekanismenya sehingga lintasan bebas terjaga. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan faktor modifikasi respons struktur (Faktor R). Fungsi dari faktor R yaitu untuk mengubah respons struktur dari elastic menjadi inelastic yang diakomodasi dengan parameter Cd. Perilaku inelastic dapat tercermin dari kerusakan terkontrol yang dialami struktur akibat gempa. Ada dua hal yang dapat diperoleh dari kerusakan tersebut, yaitu damping mengalami peningkatan dan perioda struktur juga meningkat karena struktur menjadi lebih fleksibel. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan reduksi demand yang masuk akibat gempa. Tingkatan yang direncakan jika terjadi gempa secara berurutan, yaitu level penampang (rebar melawan beton), level elemen (lentur melawan geser), level joint (balok melawan kolom), level struktur (struktur atas melawan struktur bawah). Untuk mencapai hal tersebut diperlukan suatu parameter, yaitu faktor kuat lebih sehingga jika terjadi gempa, mekanisme kerusakan terjadi secara global bukan lokal. Jika mekanisme kerusakan terjadi secara lokal, maka kerusakan tersebut akan terjadi secara luar biasa sehingga sulit untuk menjaga struktur tetap bertahan. Overstrength pada elemen struktur akibat analisis linear dan enveloping dari berbagai kombo beban. Maka saat suatu skenario terjadi, pelelehan juga akan terjadi secara bertahap. Overstrength material (actual versus specified) misalnya baja tulangan yang telah dispesifikasikan 420 saat dites di laboratorium ternyata mutuny dapat lebih tinggi dari spesifikasi tersebut. Selain itu, baja juga memiliki strain hardening yang dapat memberikan tambahan kekuatan lebih pada struktur. Pada proses desain, faktor reduksi kapasitas dan faktor beban yang merupakan hasil dari tabungan menimbang pada saat pelaksanaan terjadi hal-hal yang tidak sesuai. Namun pada saat pelaksanaan tersebut tabungan tidak terpakai, maka tabungan tersebut dapat menjadi overstrength. Proses pembulatan pada desain juga menjadi tabungan tersebut. Pembulatan pada elemen yang diinginkan menjadi sekring atau pembatas beban di tempat yang diizinkinkan untuk rusak perlu diperhatikan supaya pembulatan jangan dilakukan secara berlebihan karena dapat menyebabkan overstrength yang berlebihan. Hal tersebut dapat berujung pada perpindahan tempat kerusakan yang sudah direncanakan. Selain itu sumber overstrength lainnya, yaitu desain yang ditentukan oleh syarat drift. Strategi untuk mencapai target kinerja, meliputi melindungi jiwa manusia (LS) dan melindungi investasi (mengurangi kerugian). Untuk melindungi jiwa manusia membutuhkan proporsi base shear strength versus massa, daktilitas atau toughness sistem struktur, dan hirarki plastifikasi. Untuk melindungi investasi, dibutuhkan pembatasan drift dan proporsi massa versus kekakuan atau pembatasan perioda struktur.
  • 14. Cara meningkatkan kinerja bangunan tinggi terhadap gempa, meliputi perancangan struktur bangunan dengan memperhatikan target kinerja yang baik, penerapan aturan detailing seismic atau non-seismic yang konsisten, dan meminimalkan benturan. Selain itu, dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja bangunan dengan menambahkan sistem isolasi dasar (base isolation) dan sistem peredam eksternal. Kombinasi non-seismic (gravity) resisting system versus seismic resisting system terkait dengan elemen non struktural. Persyaratan yang harus dipenuhi utamanya adalah kompatibilitas deformasi antara kedua sistem saat gempa. Deformasi yang dapat diaplikasikan pada gravity system ialah deformasi yang diperbesar dengan faktor Cd, menimbang perilaku inelastic pada seismic resisting system. Hal ini tentu tetap mengacu pada SNI 1726, 2019 pada bagian 7.3 tentang pemodelan struktur dan 12.5 tentang kompatibilitas deformasi untuk kategori desain seismik D sampai F juga diatur dalam SNI 2847, 2019 pada bagian 18.4 tentang komponen struktur yang tidak ditetapkan sebagai bagian sistem pemikul gaya seismik. Perubahan Penting Terhadap Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung Dalam SNI 1726 Oleh: Ir. Davy Sukamta Pada pembahasan kali ini, difokuskan pada SNI 1726 yang ditetapkan pada tahun 2012- 2019. Butir yang mengalami perubahan seiring perkembangan dari SNI tahun 2002, 2012, hingga 2019, diantaranya tentang situs sesar dekat, koefisien situs, seleksi sistem struktur, pengaruh dan kombinasi beban gempa, prosedur gaya lateral ekivalen, torsi tak terduga, analisis dinamik linier, diafragma, kord, kolektor, desain fundasi, analisis respons riwayat waktu non linier, pengaruh beban gempa vertikal, gerak tanah, prosedur berbasis kinerja, struktur dengan isolasi dasar, dan struktur dengan sistem peredam. Selain butir tersebut, SNI tahun 2019 dikaitkan erat dengan oeta gempa 2017. Situs dekat sesar memiliki sifat yang berbeda dengan gempa sesar jauh. Selain memiliki akselerasi yang tinggi, gerak tanah juga menunjukan karakteristik impulsive. Dikarenakan adanya fenomena forward directivity, komponen sesar memiliki pulsa dengan periode yang lebih panjang dan jangkauan yang lebih luas daripada komponen paralel. Pada seleksi sistem strukur, penggunaan sistem struktur yang tidak tercantum dalam tabel preskriptif diizinkan, dengan syarat perencanaan struktur individu (prosedur alternatif berbasis kinerja) dan pengembangan sistem struktur alternatif (conditional probability of collapse MCER untuk struktur archetype dengan target max 10% untuk kategori risiko II). Pada persyaratan perencaan struktur individu mengizinkan penggunaan prosedur alternatif untuk desain struktur individual yang menunjukkan kinerja yang dapat diterima. Pengaruh beban seismic vertikal (ps 7.4.2.2) ditetapkan sama seperti SNI 1726 2012. Pada SNI 2019 tetap diizinkan untuk menggunakan persamaan yang sama, namun ada penambahan rumus alternatif sebagai opsi lain. Hal ini dikarenakan pada suatu studi yang menyatakan bahwa perbandingan akselerasi respons spektra vertikal terhadap horizontal peka terhadap periode getar, side class, magnitude gempa, dan jaraknya ke sumber gempa.
  • 15. Sementara, untuk pengaruh beban seismic horizontal, pada SNI 2019 diperkenalkan suatu konsep baru yang menyatakan bahwa ambang atas kapasitas suatu komponen Ecl. Bila menerapkan gempa horizontal berikut faktor kuat lebih tidak perlu lebih besar dari Ecl. Syarat baru untuk menentukan prosedur gaya lateral ekivalen ditentukan pada pasal 7.8.1.3 di mana peraturan tersebut mengizinkan SDS = 1 tetapi harus lebih dari 70% SDS sesuai ps 6.3 dengan syarat:  Tidak ada irregularitas ps 7.3.2  Tidak melampau 5 tingkat  T < 0,5 s  Bukan situs E dan F  Kategori risiko I dan II Lokasi pusat massa dan kekakuan suatu lantai sulit ditentukan dengan akurasi tinggi secara actual karena massa dan kekakuan memiliki ketidakpastian sehubungan dengan deviasi saat perancangan maupun saat konstruksi. Untuk itu, SNI mengharuskan heksentrisitas 5% dari lebar gedung. Torsi tak terduga hanya digunakan saat menentukan ketidakberaturan horizontal. Tidak perlu dimasukkan saat perancangan dan perhitungan simpangan antar tingkat desain. Kecuali, dua kasus yang berhubungan dengan torsi, yaitu tipe IA dan IB. Pada desain sebuah gedung, umumnya sudah menggunakan analisis dinamik linier. Dalam SNI baru, analisis dinamik linier ini dicantumkan pada pasal 7.9. Selain analisis spektrum respons ragam, diperkenalkan juga analisis riwayat waktu linier. Untuk setiap arah pembebanan, perpindahan setiap ragam ditentukan oleh spectral acceleration yang terkait oleh partisipasi massa dan mode shape yang kemudian dilakukan kombinasi statistik. Hasil yang didapatkan cukup akurat untuk desain, namun saat diinterpretasikan akan menyulitkan karena equilibrium tidak tercapai. Hal ini akan berujung pada tanda aljabar dan waktu kejadian dari akselerasi minimum akan terhapus permanen karena tidak dapat diurai balik. Oleh alasan itulah, diperkenalkan konsep analisis linier riwayat waktu yang dapat mengatasi hal tersebut. Gaya geser dasar jika didesain secara dinamik bisa saja lebih rendah dari gaya geser metode static ekivalen (E) karena berbagai alasan. Maka, dalam SNI 2019 diwajibkan untuk skala 100% gaya geser metode static ekivalen. Juga menggunakan ambang atas periode getar CUTA. Dengan scaling tersebut, dimasukkan geser dasar minimum dalam perencanaan. Untuk analisis riwayat waktu linier, terdapat beberapa syarat seperti modelnya harus tiga dimensi. efek Vdelta harus dimasukkan, batasan mengenai koefisien stabilitas teta haruss dipenuhi, dan diperlukan tiga pasang gerak panah yang dicocokan secara spectral dalam periode tertentu. Diafragma bertujuan untuk menjaga kompibiltas deformasi antara dua komponen sistem penahan lateral yang berbeda misalnya saat menyatukan dua sistem dalam momen frame yang memiliki perilaku shear wall terhadap lateral sehingga mempunyai perilaku bending wall. Sementara itu, untuk desain fundasi terdapat pasal-pasal baru yaitu peraturan yang mengatur
  • 16. tentang kapasitas geoteknik fondasi, daya dukung tanah, parameter kekuatan tanah, kriteria penerimaan, dan situs mudah likuifaksi. Secara konsep, prosedur berbasis kinerja digunakan untuk menghitung collapse probability, namun mengingat kompleksitas dan penggunaan praktikal perancangan, secara implisit memasukkan pendekatan sederhana dalam menunjukkan kinerja lewat sederetan aturan analisis dan kriteria penerimaan. Maka, dapat diacukan dalam Peer/TBI v 2.03 dengan pembeda komputasi probabilitas keruntuhan yang tidak diperlukan oleh Peer/TBI v 2.03 karena banyak ketidakpastian dalam memodelkan perilaku struktur. Sebagai penggantinya, terdapat persyaratan dalam hal respons yang terhitung dan kriteria penerimaan. Dengan begitu, secara implisit probabilitas keruntuhan sudah dipenuhi. Penerapan gerak tanah pada model struktur difokuskan pada beberapa situs. Untuk situs patahan-dekat, wajib diterapkan pasangan gerak tanah sesuai arah patahan-tegak lurus dan arah patahan-paralel dari patahan-sumber. Sementara, untuk situs lain wajib diterapkan pasangan gerak tanah secara acak sehingga rata-rata spektrum komponen “X” dan “Y” masih berada dalam kurang lebih 10% dari median spektrum respons komponen.