1. BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis Paru (PTB) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang,
disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Ekstra paru
tuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak
munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk
yang paling umum dari suatu Ekstra paru
tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb)
terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan
peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di
peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam
hal jumlah kasus TBEP. 1
Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India
dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan
setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden
kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya
pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus
(AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan
resiko kejadian TB secara signifikan.2
Limfadenitis TB dikenal juga sebagai skrofula merupakan manifestasi klinis yang
paling umum dari TB. Limfadenitis memberi tantangan tersendiri baik dalam segi untuk
didiagnosa maupun dalam pemberian terapi karena mempunyai bentuk klinis yang
menyerupai penyakit lain dan selain itu memberi hasil yang tidak konsisten pada pemeriksaan
fisik dan laboratrium. Limfadenitis yang sulit untuk didiagnosa seringkali membutuhkan
pemeriksaan biopsi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan BTA, FNAB (Fine needle
Aspiration Biopsy) dan PCR membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis
tersebut. Penting untuk membedakan antara limfadenitis servikal yang disebabkan oleh TB
dengan non TB karena perbedaan terhadap tatalaksana yang diberikan.3
2. Satu dari lima pasien TB yang terdaftarmempunyai TB luar paru. Bentuk palingumum
termasuk TB kelenjar getah bening(terutama pada leher dan ketiak), pleural (biasanyaefusi
pleural satu sisi) dan diseminata (penyakityang tidak terbatas pada satu tempat di tubuh).
TBperikardial dan meningeal adalah bentuk TB luarparu yang kurang lazim. Kurang lebih
sepertiga kematian padaorang Afrika yang HIV-positif disebabkan oleh TBdiseminata tetapi
hanya separuh pasienHIV-positif yang meninggal karena TB diseminatadidiagnosis sebelum
meninggal.Kecuali TB kelenjar, yang biasanya dapatdipastikan melalui aspirasi kelenjar
yangdipengaruhi, kebanyakan pasien dengan TB luarparu ditangani tanpa konfirmasi secara
bateriologisatau histologis. Oleh karena itu, adalahpenting untuk petugas layanan kesehatan
untukdiberikan pedoman yang disederhanakan dandibakukan untuk diagnosis dini
danpenatalaksanaan TB luar paru.4
3. BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Definisi5
Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah
salah satu TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.
2.2. Etiologi6,7
Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovisyang merupakan kasus yang
umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya
disebabkan dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat
dengan pasien yang memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif
mudah mengalami limfadenitis TB.
2.3. Epidemiologi3
limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan
kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis
TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai
insiden yang tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB
dibandingkan dengan pasien dengan HIV-negatif.
Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan
dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada
endemisitas dari Mycobacterium TBC.
Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk kasus yang paling
sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati mikobakteri (NTM)
yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan limfadenitis
yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering mengenai
pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk
4. terjadinya limfadenitis Tb pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb
didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-
Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk
terjadinya perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi
mikobakteri limfadenitis pada populasi Asia.
2.4. Patogenesis3,6
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) umumnya dikaitkan dengan
frekuensi peningkatan terjadinya TB baik di kedua paru maupun diluar paru terutama
limfadenitis tuberkulosis paru.
limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Ini mungkin terjadi
selama terjadinya infeksi dari TB primer atau sebagai akibat dari reaktivasi fokus aktif
atau penyabaran langsung dari fokus yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada
paparan awal dari basil tuberkel. Inhalasi droplet nuklei yang cukup kecil untuk lolos
dari pertahanan mukosiliaris yang merupakan pertahanan saluran pernapasan dan
bersarang di bagian terminal dari alveoli paru-paru akan menyebabkan basil tersebut
berkembang biak di paru-paru dan disebut fokus Ghon. limfatik mengalirkan basil ke
kelenjar hilus getah bening. fokus Ghon dan hilus limfadenopati yang terkait keudian
akan membentuk kompleks primer. infeksi nantinya dapat menyebar dari fokus primer
ke kelenjar getah bening regional.
Dari kelenjar regional, organisme dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke
kelenjar lain atau mungkin lewat melalui kelenjar getah bening terssbut untuk akhirnya
mencapai aliran darah, yang dimana ia dapat menyebar ke hampir semua organ tubuh.
Hilus, mediastinum dan kelenjar getah bening paratrakeal adalah situs pertama dari
penyebaran infeksi dari parenkim paru-paru. Keterlibatan dari kelenjar getah bening
supraklavikula mungkin mencerminkan rute dari drainase limfatik ke daerah prenkim
paru dan menunjukkan keterlibatan dari parenkim paru pada infeksi TB.
Limfadenitis TB servikal menunjukkan kemungkinan penyebaran dari infeksi fokus
primer yang berasal dari amandel, kelenjar adenoid sinonasal atau osteomielitis pada
tulang ethmoid. Pada tuberkulosis primer yang timbul pada anak-anak yang tidak
diobati, pembesaran kelenjar getah bening hilus dan paratrakeal (atau keduanya)
tampak jelas pada roentgen dada.
5. Pada tahap awal dari keterlibatan kelenjar getah bening yang superfisisal,
perkembangan progresif dari M. tuberculosis terjadi, timbulnya hipersensitivitas yang
tertunda atau disebit juga delayed hipersensitivity disertai dengan tanda-tanda
diantaranya hiperemia, bengkak, nekrosis dan kaseasi dari bagian tengah kelenjar getah
bening. Hal ini dapat diikuti oleh peradangan, pembengkakan yang progresif dan
penyebaran dengan getahbening lain dalam suatu kelompok. Adhesi pada kulit yang
berdekatan dapat menyebabkan indurasi dan perubahan warna menjadi keunguan.
Bagian tengah kelenjar menjadi membesar dan teraba lunak dan bahan caseous dapat
pecah ke jaringan sekitarnya atau melalui kulit dengan terbentuknya sinus. Limfadenitis
TB mediastinum mungkin dapat membesar dan menyebabkan kompresi dari pembuluh
darah besar, nervus frenikus laring atau nervus laringeal rekuren atau menyebabkan
erosi dari bronkus. TBC usus atau hati yang bersifat Asimtomatik dapat menyebar
melalui drainase sistem limfatik ke kelenjar getah bening daerah hati, mesenterika atau
peripankreatik.
Menurut studi didapatkan adanya hubungan antara infeksi TB dengan aktivasi dari
limfosit CD4+ dan CD8+ yang mempengaruhi pengeluaran faktor-faktor seperti
sitokin-sitokin, TNF-α, IFN-γ, IL2,IL12, dan sebagainya sehingga menurunnya sistem
imun tubuh seperti pada pasien HIV/AIDS mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan penyakit Tb tersebut.
Pada pasien dengan defisiensi imun yang disebabkan oleh HIV, penyakit paru atipik
umumnya menyerupai penyakit TB paru primer, maupun TB diluar paru dan
diseminata.
2.5. Gejala Klinis3,7,8
Pada pasien dengan infeksi TB, dapat timbul gejala klinis baik intrapulmonar maupun
ekstra pulmonar. Berikut adalah bentuk infeksi TB yang umumnya terjadi yaitu:
Table 3. classification of tuberculosis cases.
Extrapulmonary TB 22(62.9%)
lymphadenitis 10(28.6%)
osseous 6(17.1%)
urogenital 2(5.7%)
cns 2(5.7%)
6. Mediastinal 1(2.9%)
Pleural (2.9%)
Pulmonary TB (37.1%)
Disseminated 10/13(76.9%)
lymphadenitis+pulmonary 7.69%
lymphadenitis+abdominal+pulmonary 7.69%
lymphadenitis+mediastinal+pulmonary 7.69%
osseous+lymphadenitis+pleural-pulmonary 7.69%
cns+pulmonary 7.69%
cns+lymphadenitis+pulmonary 7.69%
cns+osseous+pulmonary 7.69%
abdominal+pleural+thymus+pulmonary 7.69%
abdominal+pulmonary 7.69%
scrotal+pulmonary 7.69%
Restricted to the lungs 3/13 (23.1%)
Gejala Limfadenitis TB adalah presentasi klinis yang paling umum dari infeksi TB luar
paru. Limfadenitis TB dapat menjadi manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
Berkaitan dengan penyakit limfadenitis TB, yang paling sering dilibatkan adalah
kelenjar getah bening leher diikuti dengan mediastinum, aksilaris, mesenterika, portal
hepatik, perihepatik dan getah bening inguinal. Infeksi mikobakterium harus
dipertimbangkan pada pasien apapun dalam membangun diagnosis banding dari
benjolan daerah leher, terutama di daerah endemis. durasi dari timbulnya gejala
sebelum penegakkan diagnosis dapat berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Penyakit ini paling umum mempengaruhi kelenjardi leher dan sulit dibedakan
secara klinis daripenyebab kelenjar bengkak yang lain, misalnyalimfadenopati reaktif
dan/atau terkait HIV, tumordan infeksi kelenjar lain, yang juga lazim. Olehkarena itu,
aspirasi jarum dengan memakai teknik yang disarankan harusdilakukan pada kunjungan
rawat jalan pertamauntuk semua pasien.
Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan lambat
dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat unilateral baik
tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris, lingkar lebih dari
7. 2cm, atau bisadidapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti gelombang saat ditekan) dan
dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa bulan, tidak nyeri, yang umumnya
terdapat didaerah servikal, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak
dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan suatu
limfadenitis non TB.
Umumnya terdapat gejala sistemik pada limfadenitis TB, seperti halnya demam ringan,
berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan. Batuk merupakan suatu petunjiuk
yang pasti dari infeksi mikobakteri. Sekitar 57% pasien dengan TB umumnya tidak
mempunyai gejala sistemik.
Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening kedalam 5
stadium, yaitu:
1. Stadium 1
bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia reaktif
non spesifik
2. Stadium 2
Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya
3. Stadium 3
Perlunakan sentral akibat pembentukan abses
4. Stadium 4
Formasi abses collar stud
5. Stadium 5
Formasi traktus sinus.
Berikut merupakan ciri klinis yang diusulkan untuk membantu diagnosa TB pada luar
paru, yaitu diantaranya sebagai berikut:
Curigai TB luar paru pada pasien Pemeriksaan
dengan Kelenjar getah bening
Batuk selama dua minggu atau yangbengkak di leher atau
ketiak(bila ada dengan jenis TB
lebih atau
luarparu lain, tanda ini
Kehilangan berat badan tanpa
mungkinadalah satu-satunya cara
sengaja
untukmemastikan diagnosis)
Keringat malam dan
TB limfadenitis mungkin
Suhu badan > 37,5°C atau merasa
Tanda ada cairan di dada
demam
8. Sesak napas (efusi/perikarditis) Tidak ada suara napas
atau Kekurangan gerak tembokdada
Kelenjar bengkak pada Perkusinya dull (mati)
TB efusi pleural mungkin
leher/ketiak atau
Tanda cairan dikelilingi jantung
Rontgen dada yang abnormal
Suara jantung jauh
- Bayangan miliar atau difus
Kaki dan/atau lambungbengkak
- Jantung besar (terutama bila
Pembuluh darah di leher
simetris dan dibulatkan)
dantangan tertahan sehinggga
- Efusi pleural gembung di lengan di atas bahu
- Kelenjar getah bening bengkak
dalam dada Jika curiga adanya TB luar paru
Sakit kepala kronis atau perubahan perlu ditentukan status HIV pada
pada suasana jiwa pasien tersebut
Curigai TB diseminata
padasemua orang yang hidup
denganHIV dan mengalami
kehilanganberat badan yang
cepat ataubermakna, demam dan
keringatmalam
2.6. Pemeriksaan Penunjang3,6
Kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk menentukan diagnosa limfadenitis TB
servikal. Anamnesis secara dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, uji tuberkulin,
pewarnaan untuk basil tahan asam, pemeriksaan radiologis, dan Fine Needle Aspiration
Cytology (FNAC) akan membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis
mikobakterium yang akan memungkinkan dalam memberikan pengobatan awal
sebelum diagnosis akhirnya dapat ditegakkan melalui biopsi dan kultur.
Limfadenitis TB servikalmemiliki diagnosis bandingyang luas dan mencakup infeksi
(virus, bakteri atau jamur), neoplasma (limfoma atau sarkoma, metastatik karsinoma),
hiperplasia reaktif non-spesifik, sarkoidosis, toksoplasmosis, dan penyakit sistem
retikuloendotelial. Karena itu terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang dapat
9. membantu menegakkan diagnos pada pasien selain dari anamnesis maupun
pemeriksaan fisik yaitu:
1. Pewarnaan
pewarnaan dapat diperoleh baik dari drainase sinus ataupun melalui FNA.
Pewarnaan Ziehl Neelsen dapat mengungkapkan mikobakteri pada spesimen segar.
Peluang untuk menemukan basil tahan asam lebih tinggi pada pasien dengan abses
dingin. Sensitivitas dan spesifisitas sitologi FNA dalam menegakkan diagnosa
limfadenitis TB cukup tinggi masing-masing yaitu 88% dan 96%. Kombinasi dari
FNA dengan kultur ataupun tes Mantoux lebih lanjut dapat meningkatkan hasil
diagnostik dari limfadenitis TB servikal. FNAC adalah suatu pemeriksaan yang
sensitif, spesifik, dan dengan biaya yang relatif untuk mendiagnosa mikobakteri
serviks limfadenitis, terutama pada anak yang mengalami pembengkakan yang
mencurigakan di leher. Jika temuan sitologi ini berulang kali tidak meyakinkan,
pemeriksaan melalui jaringan biopsi dengan operasi disarankan.
2. Kultur
Kultur mycobacterium merupakan suatu cara untuk mendiagnostik limfadenitis TB
servikal. Meskipun pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi namun
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah karenanya hasil negatif dari
kultur bukan berarti dapat menyingkirkan adanya diagnosis limfadenitis TB pada
pasien tersebut. adanya basil 10-100 per kubik milimeter spesimen cukup untuk
menyatakan hasil kultur positif. Media yang berbeda dapat digunakan untuk kultur
mikobakteri (LJ, Middlebrook, BACTEC tB). Namun, diperlukan waktu beberapa
minggu untuk memperoleh hasil kultur, sehingga dapat memperpanjang memulai
pengobatan. Hasil kutur positif didapatkan dalam 10-69% dari kasus.
3. Tes Tuberkulin
Tes intradermal (tes Mantoux) digunakan untuk menunjukkan reaksi
hipersensitivitas yang tertunda terhadap antigen dari mikobakterium, di mana
reagen ini kebanyakan merupakan suatu protein derivatif yang dimurnikan atau
disebut protein purified derivative(PPD). tes menjadi positif setelah 2-10 minggu
terjadinya infeksi mikobakteri. Reaksi positif (indurasi> 10 mm) dapat terjadi
infeksi M. tuberculosis. Reaksi menengah (indurasi 5sampai 9 mm) dapat terjadi
setelah vaksinasi BCG, infeksi M. Tuberculosis atau infeksi mikobakteri
nontuberculous. Reaksi negatif (<4-mm indurasi) merupakan kurangnya tuberkulin
sensitisasi. Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada sekitar 20% dari semua orang
10. dengan TB aktif. tes mungkin positif dalam kondisi yang tertentu, seperti infeksi
lain, penyakit metabolik, kekurangan gizi, vaksinasi virus hidup, keganasan, obat-
obatan imunosupresan, bayi baru lahir, orang tua, stres, sarkoidosis dan aplikasi
pengujian tidak memadai. tes tuberkulin dianggap sebagai pemeriksaan diagnostik
dalam infeksi mikobakteri, meskipun nilainya dalam mendiagnosis penyakit masih
diperdebatkan. Dalam mikobakteri kasus limfadenitis TB tes mungkin positif
(49,4%), menengah (35,6%) atau negatif (15%).
4. Uji molekuler
Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu pemeriksaan yang cepat dan
berguna teknik dalam memperlihatkanfragmen DNA mikobakterium pada pasien
dengan tanda klinis yang dicurigai limfadenitis TB. PCR dapat diterapkan pada
bahan yang diperoleh FNA atau biopsi, dan dapat mengurangi kebutuhan untuk
biopsi terbuka. sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 43 dan 84%, dan
dengan spesifitas antara 75 dan 100%. PCR dapat diterapkan ketika pewarnaan dan
kultur memeberi hasil negatif. PCR adalah teknik konfirmatori dan sensitif untuk
diagnosis limfadenitis leher rahim mikobakteri. Hal ini dapat membedakan antara
limfadenitis yang disebabkan oleh Mycobacterium TBC dan yang disebabkan oleh
NTM. PCR digunakan sebagai tambahan dari teknik konvensional yang sudah ada
dalam diagnosis mikobakteri infeksi.
5. Pemeriksaaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan diagnostik limfadenitis TB
servikal. sel raksasa Langerhans, nekrosis dari kaseosa, peradangan granulomatosa
dan kalsifikasi dapat terlihat. kehadiran microabscesses, definisi penyakit
granuloma, granuloma noncaseating dan sejumlah kecil sel raksasa lebih menonjol
dalam adenitis nontuberculous bila dibandingkan dengan adenitis TB.
6. Radiologi
Foto thoraks, USG, CT scan, dan MRI leher dapat dilakukan dalam menegakkan
diagnosa limfadenitis mikobakteri. Terkait lesi di dada seperti yang terlihat pada
foto dinding dada sangat umum pada anak-anak tetapi kurang umum pada orang
dewasa, terbukti hampir 15% kasus.
11. 2.7. Penatalaksanaan3,9
Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu
farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan
regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai dengan
kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.
Ada dua kategori obat anti tuberkulosa (OAT), yaitu:
1. OAT utama (First Line Antitbuerculosis Drugs), dibagi menjadi dua berdasarkan
sifatnya, yaitu:
a. Bakterisidal, diantaranya Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Streptomisin
b. Bakteriostatik yaitu Etambutol
2. OAT sekunder (First Line Antitbuerculosis Drugs), tediri dari Para-Amino Salycilic
Acid (PAS), Ethinamid, Sikloserin, Kanamisin, dan kapreomisin. OAT sekunder ini
selain kurang efektif juga lebih toksik jika dibandingkan dengan OAT utama
sehingga jarang dipakai.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas obat, maka prinsip-
prinsip yang dipakai dalam pengobatan diantaranya adalah:
1. Menghindari penggunaan monoterapi. OAT diberikan dalam bentuk beberapa
kombinasi dari jenis OAT dengan jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hal ini ditujukan untuk mencegah timbulnya kekebalan
terhadap OAT.
2. Untuk menjamin kepatuhan dari pasien, maka pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO)
3. Pengobatan diberikan dalam dua tahapan yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Ditinjau dari Regimen pengobatan yang diberikan, regimen yang umumnya dipakai
yaitu diantaranya:
1. 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif dari HRZE yaitu dengan pemberian selama dua bulan. Kemudian
diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan. Kategori ini diberikan pada pasien dengan:
- Penderita baru TB paru BTA positif
- Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit berat
- Penderita TB ekstra paru berat
12. 2. 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan selama dua bulan kemudian
diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR selam tiga kali seminggu selama
4 bulan. kategori ini diberikan untuk pasien dengan:
- Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit ringan
- Penderita TB ekstra paru ringan
Terapi non farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu melalui prosedur kemoterapi
ataupun pembedahan. Limfadenitis yang diakibatkan infeksi TB umumnya
memberikan respon yang baik terhadap pengobatan kemoterapi tuberkulosa yang
diberikan sedangkan prosedur pemebedahan yang dilakukan antara lain:
1. Biopsi eksisional
Tindakan eksisi bertujuan sebagai penanganan definitif sekaligus untuk
mengkonfirmasi kuman penyebab dari limfadenitis. Tindakan ini umumnya lebih
dianjurkan pada jenis mikobakterium non tuberkulosa.
2. Aspirasi
Aspirasi memberikan hasil sekitar 505 penyembuhan
3. Insisi dan drainage
4. Kuretase
Terapi kuretase memberikan hasil sekitar 70% kesembuhan.
5. Eksisi komplit
Dilakukan dengan mengangakat sluruh kelenjar getah bening yang terinfeksi
disertai jaringan sekitarnya.
13. BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Limfadenitis TB merupakan salah salah satu TB diluar paru atau ekstra paru
tuberkulosis yang disebabkan peradangan pada kelenjar getah bening regional
pada lesi primer. limfadenitis mikobakterium telah meningkat secara sehubungan
dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat
sekitar 35 persen limfadenitis TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-
positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang tinggi dengan jumlah hingga
sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien dengan HIV-
negatif.3
Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan
dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya.3 Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada
endemisitas dari Mycobacterium TBC. Limfadenitis TB disebabkan diantaranya
oleh Mycobacterim tuberculosis yang penularannya melalui manusia dan
Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang umumnya terjadi melalui
penularan melalui sapi pada anak-anak.6
limfadenitis TB paling sering mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh
tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya limfadenitis Tb pada
berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh
perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.Ras dan etnis
minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-Hispanik
atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk
terjadinya perkembangan limfadenitis TB.3
Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan
lambat dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat
unilateral baik tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris,
lingkar lebih dari 2cm, atau bisa didapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti
gelombang saat ditekan) dan dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa
bulan, tidak nyeri, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak
14. dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan
suatu limfadenitis non TB.6
Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening
kedalam 5 stadium, yaitu:3
1. Stadium 1
bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia
reaktif non spesifik
2. Stadium 2
Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya
3. Stadium 3
Perlunakan sentral akibat pembentukan abses
4. Stadium 4
Formasi abses collar stud
5. Stadium 5
Formasi traktus sinus.
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnos pada pasien
selain dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik diantaranya:2
1. Pewarnaan
2. Kultur
3. Tes Tuberkulin
4. Uji molekuler
5. Pemeriksaaan Histopatologi
6. Radiologi
Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu
farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan
regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai
dengan kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.
Sedangkan terapi nonfaramkologis berupa kemoterapi ataupun prosedur
pembedahan.9
3.2. SARAN
Pembesaran kelenjar getah bening yang pada umumnya terjaddi didaerah servikal
umumnya diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis dan memerlukan
15. penanganan yang cepat namun karena adanya kemungkinan-kemungkinan lain
yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan didaerah leher maka perlu dilakukan
anamnesa lengkap, pemeriksaan fisik, dan kadangkala disertai dengan pemeriksaan
penunjang untuk menyingkirkan daignosa banding lain dan memastikan benjolan
didaerah leher tersebut merupakan suatu infeksi dan merupakan pembesaran
kelenjar getah bening.2,3
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan dapat dimulai dengan memeriksa
akan ada atau tidaknya infeksi TB pada pasien yang kemudian dengan melakukan
pemeriksaan langsung terhadap benjolan tersebut dengan melakukan aspirasi untuk
pemeriksaan baik histologis ataupun jenis bakteri yang terdapat pada benjolan
tersebut.3,4
Terapi yang diberikan pada pasien dengan Limfadenitis TB ini dapat berupa terapi
farmakologis ataupun nonfarmakologis. Pada pasien yang telah dipastikan
terinfeksi TB maka terapi farmakologis dapat segera diberikan pada pasien, namun
pada pasien yang belum dapat dipastikan terinfeksi TB atau tidak maka dapat
dilakukan terapi nonfarmakologis seperti prosedur pembedahan.3,9
16. DAFTAR PUSTAKA
1. Legesse M, Ameni G, et al.Knowledge of cervical tuberculosis lymphadenitis and its
treatment in pastoral communities of the Afar region, Ethiopia. Aklilu Lemma Institute
of Pathobiology, Addis Ababa University, Addis Ababa, Ethiopia. BMC Public Health.
2011. 11:157.
2. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed 4. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. h. 988-992
3. Mohapatra P, Janmeja A. Tuberculous Lymphadenitis. Department of Pulmonary
Medicine, Government Medical College and Hospital, Chandigarh, India. Journal
Association of Physician India. 2009. Vol 57
4. Improving the diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and
extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescents. WHO. Diunduh dari:
http://www.spritia.co.id.
5. Clevenbergh K, Ludwig K. Lymph node tuberculosis in Patients From Regions From
Regions. Original Artcle Press Med. 2010. 223-230.
6. Christensen J, Koeppe J. Mycobacterium avium Complex Cervical Lymphadenitis in an
Immunocompetent Adult. Missoula. 2010;17:1488-1490.
7. Singh D, Vogel M. TB or Not TB? Difficulties In the Diagnosis Of Tuberculosis In HIV-
Negative Immigrants To Germany. Eur J Med Res. 2011;16:381-384.
8. Forget N,Challoner K. Scrofula: emergency department presentation and characteristics.
Int J Emerg Med. 2009;2:205–209
9. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir.
Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007.h. 995-999.