SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
BAB I
                                PENDAHULUAN


       Tuberkulosis Paru (PTB) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang,
disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Ekstra paru
tuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak
munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk
yang          paling         umum           dari         suatu         Ekstra         paru
tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb)
terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan
peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di
peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam
hal jumlah kasus TBEP. 1

       Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India
dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan
setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden
kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya
pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus
(AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan
resiko kejadian TB secara signifikan.2


       Limfadenitis TB dikenal juga sebagai skrofula merupakan manifestasi klinis yang
paling umum dari TB. Limfadenitis memberi tantangan tersendiri baik dalam segi untuk
didiagnosa maupun dalam pemberian terapi karena mempunyai bentuk klinis yang
menyerupai penyakit lain dan selain itu memberi hasil yang tidak konsisten pada pemeriksaan
fisik dan laboratrium. Limfadenitis yang sulit untuk didiagnosa seringkali membutuhkan
pemeriksaan biopsi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan BTA, FNAB (Fine needle
Aspiration Biopsy) dan PCR membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis
tersebut. Penting untuk membedakan antara limfadenitis servikal yang disebabkan oleh TB
dengan non TB karena perbedaan terhadap tatalaksana yang diberikan.3
Satu dari lima pasien TB yang terdaftarmempunyai TB luar paru. Bentuk palingumum
termasuk TB kelenjar getah bening(terutama pada leher dan ketiak), pleural (biasanyaefusi
pleural satu sisi) dan diseminata (penyakityang tidak terbatas pada satu tempat di tubuh).
TBperikardial dan meningeal adalah bentuk TB luarparu yang kurang lazim. Kurang lebih
sepertiga kematian padaorang Afrika yang HIV-positif disebabkan oleh TBdiseminata tetapi
hanya separuh pasienHIV-positif yang meninggal karena TB diseminatadidiagnosis sebelum
meninggal.Kecuali TB kelenjar, yang biasanya dapatdipastikan melalui aspirasi kelenjar
yangdipengaruhi, kebanyakan pasien dengan TB luarparu ditangani tanpa konfirmasi secara
bateriologisatau histologis. Oleh karena itu, adalahpenting untuk petugas layanan kesehatan
untukdiberikan pedoman yang disederhanakan dandibakukan untuk diagnosis dini
danpenatalaksanaan TB luar paru.4
BAB II
                            TINJUAN PUSTAKA


2.1. Definisi5
     Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
     akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
     kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah
     salah satu TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.


2.2. Etiologi6,7
     Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
     penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovisyang merupakan kasus yang
     umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya
     disebabkan dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat
     dengan pasien yang memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif
     mudah mengalami limfadenitis TB.


2.3. Epidemiologi3
     limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan       dengan peningkatan
     kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis
     TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai
     insiden yang tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB
     dibandingkan dengan pasien dengan HIV-negatif.
     Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan
     dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
     limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada
     endemisitas dari Mycobacterium TBC.
     Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk kasus yang paling
     sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati mikobakteri (NTM)
     yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan limfadenitis
     yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering mengenai
     pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk
terjadinya limfadenitis Tb pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb
    didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
    Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-
    Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk
    terjadinya perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi
    mikobakteri limfadenitis pada populasi Asia.


2.4. Patogenesis3,6
    Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) umumnya dikaitkan dengan
    frekuensi peningkatan terjadinya TB baik di kedua paru maupun diluar paru terutama
    limfadenitis tuberkulosis paru.
    limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Ini mungkin terjadi
    selama terjadinya infeksi dari TB primer atau sebagai akibat dari reaktivasi fokus aktif
    atau penyabaran langsung dari fokus yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada
    paparan awal dari basil tuberkel. Inhalasi droplet nuklei yang cukup kecil untuk lolos
    dari pertahanan mukosiliaris yang merupakan pertahanan saluran pernapasan dan
    bersarang di bagian terminal dari alveoli paru-paru akan menyebabkan basil tersebut
    berkembang biak di paru-paru dan disebut fokus Ghon. limfatik mengalirkan basil ke
    kelenjar hilus getah bening. fokus Ghon dan hilus limfadenopati yang terkait keudian
    akan membentuk kompleks primer. infeksi nantinya dapat menyebar dari fokus primer
    ke kelenjar getah bening regional.
    Dari kelenjar regional, organisme dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke
    kelenjar lain atau mungkin lewat melalui kelenjar getah bening terssbut untuk akhirnya
    mencapai aliran darah, yang dimana ia dapat menyebar ke hampir semua organ tubuh.
    Hilus, mediastinum dan kelenjar getah bening paratrakeal adalah situs pertama dari
    penyebaran infeksi dari parenkim paru-paru. Keterlibatan dari kelenjar getah bening
    supraklavikula mungkin mencerminkan rute dari drainase limfatik ke daerah prenkim
    paru dan menunjukkan keterlibatan dari parenkim paru pada infeksi TB.
    Limfadenitis TB servikal menunjukkan kemungkinan penyebaran dari infeksi fokus
    primer yang berasal dari amandel, kelenjar adenoid sinonasal atau osteomielitis pada
    tulang ethmoid. Pada tuberkulosis primer yang timbul pada anak-anak yang tidak
    diobati, pembesaran kelenjar getah bening hilus dan paratrakeal (atau keduanya)
    tampak jelas pada roentgen dada.
Pada tahap awal dari keterlibatan kelenjar getah bening yang superfisisal,
     perkembangan progresif dari M. tuberculosis terjadi, timbulnya hipersensitivitas yang
     tertunda atau disebit juga delayed hipersensitivity disertai dengan tanda-tanda
     diantaranya hiperemia, bengkak, nekrosis dan kaseasi dari bagian tengah kelenjar getah
     bening. Hal ini dapat diikuti oleh peradangan, pembengkakan yang progresif dan
     penyebaran dengan getahbening lain dalam suatu kelompok. Adhesi pada kulit yang
     berdekatan dapat menyebabkan indurasi dan perubahan warna menjadi keunguan.
     Bagian tengah kelenjar menjadi membesar dan teraba lunak dan bahan caseous dapat
     pecah ke jaringan sekitarnya atau melalui kulit dengan terbentuknya sinus. Limfadenitis
     TB mediastinum mungkin dapat membesar dan menyebabkan kompresi dari pembuluh
     darah besar, nervus frenikus laring atau nervus laringeal rekuren atau menyebabkan
     erosi dari bronkus. TBC usus atau hati yang bersifat Asimtomatik dapat menyebar
     melalui drainase sistem limfatik ke kelenjar getah bening daerah hati, mesenterika atau
     peripankreatik.
     Menurut studi didapatkan adanya hubungan antara infeksi TB dengan aktivasi dari
     limfosit CD4+ dan CD8+ yang mempengaruhi pengeluaran faktor-faktor seperti
     sitokin-sitokin, TNF-α, IFN-γ, IL2,IL12, dan sebagainya sehingga menurunnya sistem
     imun tubuh seperti pada pasien HIV/AIDS mempunyai pengaruh besar terhadap
     perkembangan penyakit Tb tersebut.
     Pada pasien dengan defisiensi imun yang disebabkan oleh HIV, penyakit paru atipik
     umumnya menyerupai penyakit TB paru primer, maupun TB diluar paru dan
     diseminata.


2.5. Gejala Klinis3,7,8
     Pada pasien dengan infeksi TB, dapat timbul gejala klinis baik intrapulmonar maupun
     ekstra pulmonar. Berikut adalah bentuk infeksi TB yang umumnya terjadi yaitu:


     Table 3. classification of tuberculosis cases.
      Extrapulmonary TB                                               22(62.9%)
      lymphadenitis                                                   10(28.6%)
      osseous                                                          6(17.1%)
      urogenital                                                       2(5.7%)
      cns                                                              2(5.7%)
Mediastinal                                                      1(2.9%)
 Pleural                                                           (2.9%)


 Pulmonary TB                                            (37.1%)
 Disseminated                                                  10/13(76.9%)
 lymphadenitis+pulmonary                                 7.69%
 lymphadenitis+abdominal+pulmonary                       7.69%
 lymphadenitis+mediastinal+pulmonary                     7.69%
 osseous+lymphadenitis+pleural-pulmonary                 7.69%
 cns+pulmonary                                           7.69%
 cns+lymphadenitis+pulmonary                             7.69%
 cns+osseous+pulmonary                                   7.69%
 abdominal+pleural+thymus+pulmonary                      7.69%
 abdominal+pulmonary                                     7.69%
 scrotal+pulmonary                                       7.69%
 Restricted to the lungs                                       3/13 (23.1%)


Gejala Limfadenitis TB adalah presentasi klinis yang paling umum dari infeksi TB luar
paru. Limfadenitis TB dapat menjadi manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
Berkaitan dengan penyakit limfadenitis TB, yang paling sering dilibatkan adalah
kelenjar getah bening leher diikuti dengan mediastinum, aksilaris, mesenterika, portal
hepatik, perihepatik dan getah bening inguinal. Infeksi mikobakterium harus
dipertimbangkan pada pasien apapun dalam membangun diagnosis banding dari
benjolan daerah leher, terutama di daerah endemis. durasi dari timbulnya gejala
sebelum penegakkan diagnosis dapat berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Penyakit ini paling umum mempengaruhi kelenjardi leher dan sulit dibedakan
secara klinis daripenyebab kelenjar bengkak yang lain, misalnyalimfadenopati reaktif
dan/atau terkait HIV, tumordan infeksi kelenjar lain, yang juga lazim. Olehkarena itu,
aspirasi jarum dengan memakai teknik yang disarankan harusdilakukan pada kunjungan
rawat jalan pertamauntuk semua pasien.
Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan lambat
dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat unilateral baik
tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris, lingkar lebih dari
2cm, atau bisadidapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti gelombang saat ditekan) dan
dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa bulan, tidak nyeri, yang umumnya
terdapat didaerah servikal, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak
dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan suatu
limfadenitis non TB.
Umumnya terdapat gejala sistemik pada limfadenitis TB, seperti halnya demam ringan,
berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan. Batuk merupakan suatu petunjiuk
yang pasti dari infeksi mikobakteri. Sekitar 57% pasien dengan TB umumnya tidak
mempunyai gejala sistemik.
Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening kedalam 5
stadium, yaitu:
1. Stadium 1
   bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia reaktif
   non spesifik
2. Stadium 2
   Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya
3. Stadium 3
   Perlunakan sentral akibat pembentukan abses
4. Stadium 4
   Formasi abses collar stud
5. Stadium 5
   Formasi traktus sinus.


Berikut merupakan ciri klinis yang diusulkan untuk membantu diagnosa TB pada luar
paru, yaitu diantaranya sebagai berikut:
 Curigai TB luar paru pada pasien          Pemeriksaan
 dengan                                     Kelenjar      getah           bening

 Batuk selama dua minggu atau               yangbengkak      di    leher     atau
                                            ketiak(bila ada dengan jenis TB
 lebih atau
                                            luarparu     lain,     tanda       ini
  Kehilangan berat badan tanpa
                                            mungkinadalah satu-satunya cara
  sengaja
                                            untukmemastikan diagnosis)
  Keringat malam dan
                                           TB limfadenitis mungkin
  Suhu badan > 37,5°C atau merasa
                                            Tanda ada cairan di dada
  demam
 Sesak napas (efusi/perikarditis)        Tidak ada suara napas
      atau                                     Kekurangan gerak tembokdada

      Kelenjar bengkak pada                   Perkusinya dull (mati)
                                             TB efusi pleural mungkin
      leher/ketiak atau
                                               Tanda cairan dikelilingi jantung
      Rontgen dada yang abnormal
                                               Suara jantung jauh
      -   Bayangan miliar atau difus
                                               Kaki dan/atau lambungbengkak
      -   Jantung besar (terutama bila
                                               Pembuluh darah di leher
          simetris dan dibulatkan)
                                               dantangan tertahan sehinggga
      -   Efusi pleural                        gembung di lengan di atas bahu
      -   Kelenjar getah bening bengkak
          dalam dada                         Jika curiga adanya TB luar paru
      Sakit kepala kronis atau perubahan    perlu ditentukan status HIV pada
      pada suasana jiwa                      pasien tersebut



     Curigai        TB         diseminata
     padasemua orang yang hidup
     denganHIV         dan     mengalami
     kehilanganberat         badan   yang
     cepat ataubermakna, demam dan
     keringatmalam




2.6. Pemeriksaan Penunjang3,6
    Kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk menentukan diagnosa limfadenitis TB
    servikal. Anamnesis secara dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, uji tuberkulin,
    pewarnaan untuk basil tahan asam, pemeriksaan radiologis, dan Fine Needle Aspiration
    Cytology (FNAC) akan membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis
    mikobakterium yang akan memungkinkan dalam memberikan pengobatan awal
    sebelum diagnosis akhirnya dapat ditegakkan melalui biopsi dan kultur.
    Limfadenitis TB servikalmemiliki diagnosis bandingyang luas dan mencakup infeksi
    (virus, bakteri atau jamur), neoplasma (limfoma atau sarkoma, metastatik karsinoma),
    hiperplasia reaktif non-spesifik, sarkoidosis, toksoplasmosis, dan penyakit sistem
    retikuloendotelial. Karena itu terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang dapat
membantu menegakkan diagnos pada pasien selain dari anamnesis maupun
pemeriksaan fisik yaitu:
1. Pewarnaan
    pewarnaan dapat diperoleh baik dari drainase sinus ataupun melalui FNA.
    Pewarnaan Ziehl Neelsen dapat mengungkapkan mikobakteri pada spesimen segar.
    Peluang untuk menemukan basil tahan asam lebih tinggi pada pasien dengan abses
    dingin. Sensitivitas dan spesifisitas sitologi FNA dalam menegakkan diagnosa
    limfadenitis TB cukup tinggi masing-masing yaitu 88% dan 96%. Kombinasi dari
    FNA dengan kultur ataupun tes Mantoux lebih lanjut dapat meningkatkan hasil
    diagnostik dari limfadenitis TB servikal. FNAC adalah suatu pemeriksaan yang
    sensitif, spesifik, dan dengan biaya yang relatif untuk mendiagnosa mikobakteri
    serviks limfadenitis, terutama pada anak yang mengalami pembengkakan yang
    mencurigakan di leher. Jika temuan sitologi ini berulang kali tidak meyakinkan,
    pemeriksaan melalui jaringan biopsi dengan operasi disarankan.
2. Kultur
    Kultur mycobacterium merupakan suatu cara untuk mendiagnostik limfadenitis TB
    servikal. Meskipun pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi namun
    pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah karenanya hasil negatif dari
    kultur bukan berarti dapat menyingkirkan adanya diagnosis limfadenitis TB pada
    pasien tersebut. adanya basil 10-100 per kubik milimeter spesimen cukup untuk
    menyatakan hasil kultur positif. Media yang berbeda dapat digunakan untuk kultur
    mikobakteri (LJ, Middlebrook, BACTEC tB). Namun, diperlukan waktu beberapa
    minggu untuk memperoleh hasil kultur, sehingga dapat memperpanjang memulai
    pengobatan. Hasil kutur positif didapatkan dalam 10-69% dari kasus.
3. Tes Tuberkulin
    Tes   intradermal      (tes   Mantoux)   digunakan   untuk   menunjukkan   reaksi
    hipersensitivitas yang tertunda terhadap antigen dari mikobakterium, di mana
    reagen ini kebanyakan merupakan suatu protein derivatif yang dimurnikan atau
    disebut protein purified derivative(PPD). tes menjadi positif setelah 2-10 minggu
    terjadinya infeksi mikobakteri. Reaksi positif (indurasi> 10 mm) dapat terjadi
    infeksi M. tuberculosis. Reaksi menengah (indurasi 5sampai 9 mm) dapat terjadi
    setelah vaksinasi BCG, infeksi M. Tuberculosis atau infeksi mikobakteri
    nontuberculous. Reaksi negatif (<4-mm indurasi) merupakan kurangnya tuberkulin
    sensitisasi. Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada sekitar 20% dari semua orang
dengan TB aktif. tes mungkin positif dalam kondisi yang tertentu, seperti infeksi
   lain, penyakit metabolik, kekurangan gizi, vaksinasi virus hidup, keganasan, obat-
   obatan imunosupresan, bayi baru lahir, orang tua, stres, sarkoidosis dan aplikasi
   pengujian tidak memadai. tes tuberkulin dianggap sebagai pemeriksaan diagnostik
   dalam infeksi mikobakteri, meskipun nilainya dalam mendiagnosis penyakit masih
   diperdebatkan. Dalam mikobakteri kasus limfadenitis TB tes mungkin positif
   (49,4%), menengah (35,6%) atau negatif (15%).
4. Uji molekuler
   Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu pemeriksaan yang cepat dan
   berguna teknik dalam memperlihatkanfragmen DNA mikobakterium pada pasien
   dengan tanda klinis yang dicurigai limfadenitis TB. PCR dapat diterapkan pada
   bahan yang diperoleh FNA atau biopsi, dan dapat mengurangi kebutuhan untuk
   biopsi terbuka. sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 43 dan 84%, dan
   dengan spesifitas antara 75 dan 100%. PCR dapat diterapkan ketika pewarnaan dan
   kultur memeberi hasil negatif. PCR adalah teknik konfirmatori dan sensitif untuk
   diagnosis limfadenitis leher rahim mikobakteri. Hal ini dapat membedakan antara
   limfadenitis yang disebabkan oleh Mycobacterium TBC dan yang disebabkan oleh
   NTM. PCR digunakan sebagai tambahan dari teknik konvensional yang sudah ada
   dalam diagnosis mikobakteri infeksi.
5. Pemeriksaaan Histopatologi
   Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan diagnostik limfadenitis TB
   servikal. sel raksasa Langerhans, nekrosis dari kaseosa, peradangan granulomatosa
   dan kalsifikasi dapat terlihat. kehadiran microabscesses, definisi penyakit
   granuloma, granuloma noncaseating dan sejumlah kecil sel raksasa lebih menonjol
   dalam adenitis nontuberculous bila dibandingkan dengan adenitis TB.
6. Radiologi
   Foto thoraks, USG, CT scan, dan MRI leher dapat dilakukan dalam menegakkan
   diagnosa limfadenitis mikobakteri. Terkait lesi di dada seperti yang terlihat pada
   foto dinding dada sangat umum pada anak-anak tetapi kurang umum pada orang
   dewasa, terbukti hampir 15% kasus.
2.7. Penatalaksanaan3,9
    Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu
    farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan
    regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai dengan
    kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.
    Ada dua kategori obat anti tuberkulosa (OAT), yaitu:
    1. OAT utama (First Line Antitbuerculosis Drugs), dibagi menjadi dua berdasarkan
       sifatnya, yaitu:
       a. Bakterisidal, diantaranya Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Streptomisin
       b. Bakteriostatik yaitu Etambutol
    2. OAT sekunder (First Line Antitbuerculosis Drugs), tediri dari Para-Amino Salycilic
       Acid (PAS), Ethinamid, Sikloserin, Kanamisin, dan kapreomisin. OAT sekunder ini
       selain kurang efektif juga lebih toksik jika dibandingkan dengan OAT utama
       sehingga jarang dipakai.
    Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas obat, maka prinsip-
    prinsip yang dipakai dalam pengobatan diantaranya adalah:
    1. Menghindari penggunaan monoterapi. OAT diberikan dalam bentuk beberapa
       kombinasi dari jenis OAT dengan jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan
       kategori pengobatan. Hal ini ditujukan untuk mencegah timbulnya kekebalan
       terhadap OAT.
    2. Untuk menjamin kepatuhan dari pasien, maka pengobatan dilakukan dengan
       pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
       Minum Obat (PMO)
    3. Pengobatan diberikan dalam dua tahapan yaitu tahap intensif dan lanjutan.
    Ditinjau dari Regimen pengobatan yang diberikan, regimen yang umumnya dipakai
    yaitu diantaranya:
    1. 2HRZE/4H3R3
       Tahap intensif dari HRZE yaitu dengan pemberian selama dua bulan. Kemudian
       diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR tiga kali dalam seminggu
       selama 4 bulan. Kategori ini diberikan pada pasien dengan:
      -    Penderita baru TB paru BTA positif
      -    Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit berat
      -    Penderita TB ekstra paru berat
2. 2HRZ/4H3R3
  Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan selama dua bulan kemudian
  diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR selam tiga kali seminggu selama
  4 bulan. kategori ini diberikan untuk pasien dengan:
  -   Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit ringan
  -   Penderita TB ekstra paru ringan
  Terapi non farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu melalui prosedur kemoterapi
  ataupun pembedahan. Limfadenitis yang diakibatkan infeksi TB umumnya
  memberikan respon yang baik terhadap pengobatan kemoterapi tuberkulosa yang
  diberikan sedangkan prosedur pemebedahan yang dilakukan antara lain:
  1. Biopsi eksisional
      Tindakan eksisi bertujuan sebagai penanganan definitif sekaligus untuk
      mengkonfirmasi kuman penyebab dari limfadenitis. Tindakan ini umumnya lebih
      dianjurkan pada jenis mikobakterium non tuberkulosa.
  2. Aspirasi
      Aspirasi memberikan hasil sekitar 505 penyembuhan
  3. Insisi dan drainage
  4. Kuretase
      Terapi kuretase memberikan hasil sekitar 70% kesembuhan.
  5. Eksisi komplit
      Dilakukan dengan mengangakat sluruh kelenjar getah bening yang terinfeksi
      disertai jaringan sekitarnya.
BAB III
                   KESIMPULAN DAN SARAN


3.1.   KESIMPULAN
       Limfadenitis TB merupakan salah salah satu TB diluar paru atau ekstra paru
       tuberkulosis yang disebabkan peradangan pada kelenjar getah bening regional
       pada lesi primer. limfadenitis mikobakterium telah meningkat secara sehubungan
       dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat
       sekitar 35 persen limfadenitis TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-
       positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang tinggi dengan jumlah hingga
       sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien dengan HIV-
       negatif.3
       Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan
       dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
       limfoid lainnya.3 Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada
       endemisitas dari Mycobacterium TBC. Limfadenitis TB disebabkan diantaranya
       oleh Mycobacterim tuberculosis yang penularannya melalui manusia dan
       Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang umumnya terjadi melalui
       penularan melalui sapi pada anak-anak.6
       limfadenitis TB paling sering mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh
       tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya limfadenitis Tb pada
       berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh
       perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.Ras dan etnis
       minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-Hispanik
       atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk
       terjadinya perkembangan limfadenitis TB.3
       Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan
       lambat dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat
       unilateral baik tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris,
       lingkar lebih dari 2cm, atau bisa didapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti
       gelombang saat ditekan) dan dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa
       bulan, tidak nyeri, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak
dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan
    suatu limfadenitis non TB.6
    Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening
    kedalam 5 stadium, yaitu:3
    1. Stadium 1
       bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia
       reaktif non spesifik
    2. Stadium 2
       Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya
    3. Stadium 3
       Perlunakan sentral akibat pembentukan abses
    4. Stadium 4
       Formasi abses collar stud
    5. Stadium 5
       Formasi traktus sinus.
    pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnos pada pasien
    selain dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik diantaranya:2
    1. Pewarnaan
    2. Kultur
    3. Tes Tuberkulin
    4. Uji molekuler
    5. Pemeriksaaan Histopatologi
    6. Radiologi
   Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu
   farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan
   regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai
   dengan kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.
   Sedangkan    terapi   nonfaramkologis   berupa    kemoterapi    ataupun   prosedur
   pembedahan.9


3.2. SARAN
   Pembesaran kelenjar getah bening yang pada umumnya terjaddi didaerah servikal
   umumnya diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis dan memerlukan
penanganan yang cepat namun karena adanya kemungkinan-kemungkinan lain
yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan didaerah leher maka perlu dilakukan
anamnesa lengkap, pemeriksaan fisik, dan kadangkala disertai dengan pemeriksaan
penunjang untuk menyingkirkan daignosa banding lain dan memastikan benjolan
didaerah leher tersebut merupakan suatu infeksi dan merupakan pembesaran
kelenjar getah bening.2,3
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan dapat dimulai dengan memeriksa
akan ada atau tidaknya infeksi TB pada pasien yang kemudian dengan melakukan
pemeriksaan langsung terhadap benjolan tersebut dengan melakukan aspirasi untuk
pemeriksaan baik histologis ataupun jenis bakteri yang terdapat pada benjolan
tersebut.3,4
Terapi yang diberikan pada pasien dengan Limfadenitis TB ini dapat berupa terapi
farmakologis ataupun nonfarmakologis. Pada pasien yang telah dipastikan
terinfeksi TB maka terapi farmakologis dapat segera diberikan pada pasien, namun
pada pasien yang belum dapat dipastikan terinfeksi TB atau tidak maka dapat
dilakukan terapi nonfarmakologis seperti prosedur pembedahan.3,9
DAFTAR PUSTAKA


1.   Legesse M, Ameni G, et al.Knowledge of cervical tuberculosis lymphadenitis and its
     treatment in pastoral communities of the Afar region, Ethiopia. Aklilu Lemma Institute
     of Pathobiology, Addis Ababa University, Addis Ababa, Ethiopia. BMC Public Health.
     2011. 11:157.
2.   Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed 4. Jakarta:
     Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. h. 988-992
3.   Mohapatra P, Janmeja A. Tuberculous Lymphadenitis. Department of Pulmonary
     Medicine, Government Medical College and Hospital, Chandigarh, India. Journal
     Association of Physician India. 2009. Vol 57
4.   Improving    the   diagnosis   and   treatment   of   smear-negative   pulmonary   and
     extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescents. WHO. Diunduh dari:
     http://www.spritia.co.id.
5.   Clevenbergh K, Ludwig K. Lymph node tuberculosis in Patients From Regions From
     Regions. Original Artcle Press Med. 2010. 223-230.
6.   Christensen J, Koeppe J. Mycobacterium avium Complex Cervical Lymphadenitis in an
     Immunocompetent Adult. Missoula. 2010;17:1488-1490.
7.   Singh D, Vogel M. TB or Not TB? Difficulties In the Diagnosis Of Tuberculosis In HIV-
     Negative Immigrants To Germany. Eur J Med Res. 2011;16:381-384.
8.   Forget N,Challoner K. Scrofula: emergency department presentation and characteristics.
     Int J Emerg Med. 2009;2:205–209
9.   Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir.
     Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007.h. 995-999.

More Related Content

What's hot (19)

Askep dbd AKPER PEMKAB MUNA
Askep dbd AKPER PEMKAB MUNA Askep dbd AKPER PEMKAB MUNA
Askep dbd AKPER PEMKAB MUNA
 
Pembekakan Tungkai Kiri
Pembekakan Tungkai Kiri Pembekakan Tungkai Kiri
Pembekakan Tungkai Kiri
 
Askep dhf AKPER PEMKAB MUNA
Askep dhf AKPER PEMKAB MUNA Askep dhf AKPER PEMKAB MUNA
Askep dhf AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas seminar
Tugas seminarTugas seminar
Tugas seminar
 
Imunisasi biokimia
Imunisasi biokimiaImunisasi biokimia
Imunisasi biokimia
 
Makalah tbc pada anak
Makalah tbc pada anakMakalah tbc pada anak
Makalah tbc pada anak
 
Askep hiv
Askep hivAskep hiv
Askep hiv
 
Makalah tuberculosis
Makalah tuberculosisMakalah tuberculosis
Makalah tuberculosis
 
Filariasis
Filariasis Filariasis
Filariasis
 
Tata%20 laksana%20dbd
Tata%20 laksana%20dbdTata%20 laksana%20dbd
Tata%20 laksana%20dbd
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
Lp dan askep hiv
Lp dan askep hivLp dan askep hiv
Lp dan askep hiv
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Referat.docx no name
Referat.docx no nameReferat.docx no name
Referat.docx no name
 
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS  Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
 
Makalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakkMakalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakk
 
Data auvar !!!
Data auvar !!!Data auvar !!!
Data auvar !!!
 
Leptospirosis
Leptospirosis Leptospirosis
Leptospirosis
 
Asuhan keperawatan pada difteri
Asuhan keperawatan pada difteriAsuhan keperawatan pada difteri
Asuhan keperawatan pada difteri
 

Similar to TB LIMFADENITIS

Tuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalTuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalPhil Adit R
 
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptx
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptxpenatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptx
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptxwisnukuncoro11
 
bahan materi tb bumil.docx
bahan materi tb bumil.docxbahan materi tb bumil.docx
bahan materi tb bumil.docxOktaviaeka3
 
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptx
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptxJurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptx
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptxhafidzqadri
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisAnbarAfifah
 
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di IndonesiaLima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesiarobimarta19
 
Makalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaMakalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaaliyanoorfauziah
 
Penanganan terkini tuberkulosis atau tb
Penanganan terkini tuberkulosis atau tbPenanganan terkini tuberkulosis atau tb
Penanganan terkini tuberkulosis atau tbsimantak
 
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atassoroylardo2
 
Penatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispaPenatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispaPikaLubis
 

Similar to TB LIMFADENITIS (20)

Makalah tbc pada anak
Makalah tbc pada anakMakalah tbc pada anak
Makalah tbc pada anak
 
Tuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada GinjalTuberculosis Pada Ginjal
Tuberculosis Pada Ginjal
 
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptx
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptxpenatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptx
penatalaksanaan-tb-paru-pada-pasien-hiv.pptx
 
Tbc
TbcTbc
Tbc
 
Tbc pada ibu
Tbc pada ibuTbc pada ibu
Tbc pada ibu
 
bahan materi tb bumil.docx
bahan materi tb bumil.docxbahan materi tb bumil.docx
bahan materi tb bumil.docx
 
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptx
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptxJurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptx
Jurnal reading M.Hafidz Al-Qadri.pptx
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisis
 
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di IndonesiaLima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
Lima provinsi dengan TB-paru terbesar di Indonesia
 
Makalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesiaMakalah tb paru di indonesia
Makalah tb paru di indonesia
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisis
 
Makalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisisMakalah tb paru analisis
Makalah tb paru analisis
 
Penanganan terkini tuberkulosis atau tb
Penanganan terkini tuberkulosis atau tbPenanganan terkini tuberkulosis atau tb
Penanganan terkini tuberkulosis atau tb
 
Makalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakkMakalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakk
 
Makalah tuberculosis
Makalah tuberculosisMakalah tuberculosis
Makalah tuberculosis
 
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
 
ASKEP TB.docx
ASKEP TB.docxASKEP TB.docx
ASKEP TB.docx
 
Lp tb
Lp tbLp tb
Lp tb
 
Penatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispaPenatalaksanaan ispa
Penatalaksanaan ispa
 
Edi
EdiEdi
Edi
 

TB LIMFADENITIS

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis Paru (PTB) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Ekstra paru tuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk yang paling umum dari suatu Ekstra paru tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb) terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam hal jumlah kasus TBEP. 1 Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus (AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan.2 Limfadenitis TB dikenal juga sebagai skrofula merupakan manifestasi klinis yang paling umum dari TB. Limfadenitis memberi tantangan tersendiri baik dalam segi untuk didiagnosa maupun dalam pemberian terapi karena mempunyai bentuk klinis yang menyerupai penyakit lain dan selain itu memberi hasil yang tidak konsisten pada pemeriksaan fisik dan laboratrium. Limfadenitis yang sulit untuk didiagnosa seringkali membutuhkan pemeriksaan biopsi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan BTA, FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) dan PCR membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis tersebut. Penting untuk membedakan antara limfadenitis servikal yang disebabkan oleh TB dengan non TB karena perbedaan terhadap tatalaksana yang diberikan.3
  • 2. Satu dari lima pasien TB yang terdaftarmempunyai TB luar paru. Bentuk palingumum termasuk TB kelenjar getah bening(terutama pada leher dan ketiak), pleural (biasanyaefusi pleural satu sisi) dan diseminata (penyakityang tidak terbatas pada satu tempat di tubuh). TBperikardial dan meningeal adalah bentuk TB luarparu yang kurang lazim. Kurang lebih sepertiga kematian padaorang Afrika yang HIV-positif disebabkan oleh TBdiseminata tetapi hanya separuh pasienHIV-positif yang meninggal karena TB diseminatadidiagnosis sebelum meninggal.Kecuali TB kelenjar, yang biasanya dapatdipastikan melalui aspirasi kelenjar yangdipengaruhi, kebanyakan pasien dengan TB luarparu ditangani tanpa konfirmasi secara bateriologisatau histologis. Oleh karena itu, adalahpenting untuk petugas layanan kesehatan untukdiberikan pedoman yang disederhanakan dandibakukan untuk diagnosis dini danpenatalaksanaan TB luar paru.4
  • 3. BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Definisi5 Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah salah satu TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis. 2.2. Etiologi6,7 Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovisyang merupakan kasus yang umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya disebabkan dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat dengan pasien yang memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif mudah mengalami limfadenitis TB. 2.3. Epidemiologi3 limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien dengan HIV-negatif. Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari Mycobacterium TBC. Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk kasus yang paling sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati mikobakteri (NTM) yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan limfadenitis yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk
  • 4. terjadinya limfadenitis Tb pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi. Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non- Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi mikobakteri limfadenitis pada populasi Asia. 2.4. Patogenesis3,6 Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) umumnya dikaitkan dengan frekuensi peningkatan terjadinya TB baik di kedua paru maupun diluar paru terutama limfadenitis tuberkulosis paru. limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Ini mungkin terjadi selama terjadinya infeksi dari TB primer atau sebagai akibat dari reaktivasi fokus aktif atau penyabaran langsung dari fokus yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada paparan awal dari basil tuberkel. Inhalasi droplet nuklei yang cukup kecil untuk lolos dari pertahanan mukosiliaris yang merupakan pertahanan saluran pernapasan dan bersarang di bagian terminal dari alveoli paru-paru akan menyebabkan basil tersebut berkembang biak di paru-paru dan disebut fokus Ghon. limfatik mengalirkan basil ke kelenjar hilus getah bening. fokus Ghon dan hilus limfadenopati yang terkait keudian akan membentuk kompleks primer. infeksi nantinya dapat menyebar dari fokus primer ke kelenjar getah bening regional. Dari kelenjar regional, organisme dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke kelenjar lain atau mungkin lewat melalui kelenjar getah bening terssbut untuk akhirnya mencapai aliran darah, yang dimana ia dapat menyebar ke hampir semua organ tubuh. Hilus, mediastinum dan kelenjar getah bening paratrakeal adalah situs pertama dari penyebaran infeksi dari parenkim paru-paru. Keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula mungkin mencerminkan rute dari drainase limfatik ke daerah prenkim paru dan menunjukkan keterlibatan dari parenkim paru pada infeksi TB. Limfadenitis TB servikal menunjukkan kemungkinan penyebaran dari infeksi fokus primer yang berasal dari amandel, kelenjar adenoid sinonasal atau osteomielitis pada tulang ethmoid. Pada tuberkulosis primer yang timbul pada anak-anak yang tidak diobati, pembesaran kelenjar getah bening hilus dan paratrakeal (atau keduanya) tampak jelas pada roentgen dada.
  • 5. Pada tahap awal dari keterlibatan kelenjar getah bening yang superfisisal, perkembangan progresif dari M. tuberculosis terjadi, timbulnya hipersensitivitas yang tertunda atau disebit juga delayed hipersensitivity disertai dengan tanda-tanda diantaranya hiperemia, bengkak, nekrosis dan kaseasi dari bagian tengah kelenjar getah bening. Hal ini dapat diikuti oleh peradangan, pembengkakan yang progresif dan penyebaran dengan getahbening lain dalam suatu kelompok. Adhesi pada kulit yang berdekatan dapat menyebabkan indurasi dan perubahan warna menjadi keunguan. Bagian tengah kelenjar menjadi membesar dan teraba lunak dan bahan caseous dapat pecah ke jaringan sekitarnya atau melalui kulit dengan terbentuknya sinus. Limfadenitis TB mediastinum mungkin dapat membesar dan menyebabkan kompresi dari pembuluh darah besar, nervus frenikus laring atau nervus laringeal rekuren atau menyebabkan erosi dari bronkus. TBC usus atau hati yang bersifat Asimtomatik dapat menyebar melalui drainase sistem limfatik ke kelenjar getah bening daerah hati, mesenterika atau peripankreatik. Menurut studi didapatkan adanya hubungan antara infeksi TB dengan aktivasi dari limfosit CD4+ dan CD8+ yang mempengaruhi pengeluaran faktor-faktor seperti sitokin-sitokin, TNF-α, IFN-γ, IL2,IL12, dan sebagainya sehingga menurunnya sistem imun tubuh seperti pada pasien HIV/AIDS mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan penyakit Tb tersebut. Pada pasien dengan defisiensi imun yang disebabkan oleh HIV, penyakit paru atipik umumnya menyerupai penyakit TB paru primer, maupun TB diluar paru dan diseminata. 2.5. Gejala Klinis3,7,8 Pada pasien dengan infeksi TB, dapat timbul gejala klinis baik intrapulmonar maupun ekstra pulmonar. Berikut adalah bentuk infeksi TB yang umumnya terjadi yaitu: Table 3. classification of tuberculosis cases. Extrapulmonary TB 22(62.9%) lymphadenitis 10(28.6%) osseous 6(17.1%) urogenital 2(5.7%) cns 2(5.7%)
  • 6. Mediastinal 1(2.9%) Pleural (2.9%) Pulmonary TB (37.1%) Disseminated 10/13(76.9%) lymphadenitis+pulmonary 7.69% lymphadenitis+abdominal+pulmonary 7.69% lymphadenitis+mediastinal+pulmonary 7.69% osseous+lymphadenitis+pleural-pulmonary 7.69% cns+pulmonary 7.69% cns+lymphadenitis+pulmonary 7.69% cns+osseous+pulmonary 7.69% abdominal+pleural+thymus+pulmonary 7.69% abdominal+pulmonary 7.69% scrotal+pulmonary 7.69% Restricted to the lungs 3/13 (23.1%) Gejala Limfadenitis TB adalah presentasi klinis yang paling umum dari infeksi TB luar paru. Limfadenitis TB dapat menjadi manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Berkaitan dengan penyakit limfadenitis TB, yang paling sering dilibatkan adalah kelenjar getah bening leher diikuti dengan mediastinum, aksilaris, mesenterika, portal hepatik, perihepatik dan getah bening inguinal. Infeksi mikobakterium harus dipertimbangkan pada pasien apapun dalam membangun diagnosis banding dari benjolan daerah leher, terutama di daerah endemis. durasi dari timbulnya gejala sebelum penegakkan diagnosis dapat berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyakit ini paling umum mempengaruhi kelenjardi leher dan sulit dibedakan secara klinis daripenyebab kelenjar bengkak yang lain, misalnyalimfadenopati reaktif dan/atau terkait HIV, tumordan infeksi kelenjar lain, yang juga lazim. Olehkarena itu, aspirasi jarum dengan memakai teknik yang disarankan harusdilakukan pada kunjungan rawat jalan pertamauntuk semua pasien. Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan lambat dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat unilateral baik tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris, lingkar lebih dari
  • 7. 2cm, atau bisadidapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti gelombang saat ditekan) dan dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa bulan, tidak nyeri, yang umumnya terdapat didaerah servikal, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan suatu limfadenitis non TB. Umumnya terdapat gejala sistemik pada limfadenitis TB, seperti halnya demam ringan, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan. Batuk merupakan suatu petunjiuk yang pasti dari infeksi mikobakteri. Sekitar 57% pasien dengan TB umumnya tidak mempunyai gejala sistemik. Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening kedalam 5 stadium, yaitu: 1. Stadium 1 bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia reaktif non spesifik 2. Stadium 2 Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya 3. Stadium 3 Perlunakan sentral akibat pembentukan abses 4. Stadium 4 Formasi abses collar stud 5. Stadium 5 Formasi traktus sinus. Berikut merupakan ciri klinis yang diusulkan untuk membantu diagnosa TB pada luar paru, yaitu diantaranya sebagai berikut: Curigai TB luar paru pada pasien Pemeriksaan dengan  Kelenjar getah bening Batuk selama dua minggu atau yangbengkak di leher atau ketiak(bila ada dengan jenis TB lebih atau luarparu lain, tanda ini  Kehilangan berat badan tanpa mungkinadalah satu-satunya cara sengaja untukmemastikan diagnosis)  Keringat malam dan TB limfadenitis mungkin  Suhu badan > 37,5°C atau merasa  Tanda ada cairan di dada demam
  • 8.  Sesak napas (efusi/perikarditis)  Tidak ada suara napas atau  Kekurangan gerak tembokdada  Kelenjar bengkak pada  Perkusinya dull (mati) TB efusi pleural mungkin leher/ketiak atau  Tanda cairan dikelilingi jantung  Rontgen dada yang abnormal  Suara jantung jauh - Bayangan miliar atau difus  Kaki dan/atau lambungbengkak - Jantung besar (terutama bila  Pembuluh darah di leher simetris dan dibulatkan) dantangan tertahan sehinggga - Efusi pleural gembung di lengan di atas bahu - Kelenjar getah bening bengkak dalam dada Jika curiga adanya TB luar paru  Sakit kepala kronis atau perubahan perlu ditentukan status HIV pada pada suasana jiwa pasien tersebut Curigai TB diseminata padasemua orang yang hidup denganHIV dan mengalami kehilanganberat badan yang cepat ataubermakna, demam dan keringatmalam 2.6. Pemeriksaan Penunjang3,6 Kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk menentukan diagnosa limfadenitis TB servikal. Anamnesis secara dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, uji tuberkulin, pewarnaan untuk basil tahan asam, pemeriksaan radiologis, dan Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) akan membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis mikobakterium yang akan memungkinkan dalam memberikan pengobatan awal sebelum diagnosis akhirnya dapat ditegakkan melalui biopsi dan kultur. Limfadenitis TB servikalmemiliki diagnosis bandingyang luas dan mencakup infeksi (virus, bakteri atau jamur), neoplasma (limfoma atau sarkoma, metastatik karsinoma), hiperplasia reaktif non-spesifik, sarkoidosis, toksoplasmosis, dan penyakit sistem retikuloendotelial. Karena itu terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang dapat
  • 9. membantu menegakkan diagnos pada pasien selain dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik yaitu: 1. Pewarnaan pewarnaan dapat diperoleh baik dari drainase sinus ataupun melalui FNA. Pewarnaan Ziehl Neelsen dapat mengungkapkan mikobakteri pada spesimen segar. Peluang untuk menemukan basil tahan asam lebih tinggi pada pasien dengan abses dingin. Sensitivitas dan spesifisitas sitologi FNA dalam menegakkan diagnosa limfadenitis TB cukup tinggi masing-masing yaitu 88% dan 96%. Kombinasi dari FNA dengan kultur ataupun tes Mantoux lebih lanjut dapat meningkatkan hasil diagnostik dari limfadenitis TB servikal. FNAC adalah suatu pemeriksaan yang sensitif, spesifik, dan dengan biaya yang relatif untuk mendiagnosa mikobakteri serviks limfadenitis, terutama pada anak yang mengalami pembengkakan yang mencurigakan di leher. Jika temuan sitologi ini berulang kali tidak meyakinkan, pemeriksaan melalui jaringan biopsi dengan operasi disarankan. 2. Kultur Kultur mycobacterium merupakan suatu cara untuk mendiagnostik limfadenitis TB servikal. Meskipun pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi namun pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah karenanya hasil negatif dari kultur bukan berarti dapat menyingkirkan adanya diagnosis limfadenitis TB pada pasien tersebut. adanya basil 10-100 per kubik milimeter spesimen cukup untuk menyatakan hasil kultur positif. Media yang berbeda dapat digunakan untuk kultur mikobakteri (LJ, Middlebrook, BACTEC tB). Namun, diperlukan waktu beberapa minggu untuk memperoleh hasil kultur, sehingga dapat memperpanjang memulai pengobatan. Hasil kutur positif didapatkan dalam 10-69% dari kasus. 3. Tes Tuberkulin Tes intradermal (tes Mantoux) digunakan untuk menunjukkan reaksi hipersensitivitas yang tertunda terhadap antigen dari mikobakterium, di mana reagen ini kebanyakan merupakan suatu protein derivatif yang dimurnikan atau disebut protein purified derivative(PPD). tes menjadi positif setelah 2-10 minggu terjadinya infeksi mikobakteri. Reaksi positif (indurasi> 10 mm) dapat terjadi infeksi M. tuberculosis. Reaksi menengah (indurasi 5sampai 9 mm) dapat terjadi setelah vaksinasi BCG, infeksi M. Tuberculosis atau infeksi mikobakteri nontuberculous. Reaksi negatif (<4-mm indurasi) merupakan kurangnya tuberkulin sensitisasi. Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada sekitar 20% dari semua orang
  • 10. dengan TB aktif. tes mungkin positif dalam kondisi yang tertentu, seperti infeksi lain, penyakit metabolik, kekurangan gizi, vaksinasi virus hidup, keganasan, obat- obatan imunosupresan, bayi baru lahir, orang tua, stres, sarkoidosis dan aplikasi pengujian tidak memadai. tes tuberkulin dianggap sebagai pemeriksaan diagnostik dalam infeksi mikobakteri, meskipun nilainya dalam mendiagnosis penyakit masih diperdebatkan. Dalam mikobakteri kasus limfadenitis TB tes mungkin positif (49,4%), menengah (35,6%) atau negatif (15%). 4. Uji molekuler Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu pemeriksaan yang cepat dan berguna teknik dalam memperlihatkanfragmen DNA mikobakterium pada pasien dengan tanda klinis yang dicurigai limfadenitis TB. PCR dapat diterapkan pada bahan yang diperoleh FNA atau biopsi, dan dapat mengurangi kebutuhan untuk biopsi terbuka. sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 43 dan 84%, dan dengan spesifitas antara 75 dan 100%. PCR dapat diterapkan ketika pewarnaan dan kultur memeberi hasil negatif. PCR adalah teknik konfirmatori dan sensitif untuk diagnosis limfadenitis leher rahim mikobakteri. Hal ini dapat membedakan antara limfadenitis yang disebabkan oleh Mycobacterium TBC dan yang disebabkan oleh NTM. PCR digunakan sebagai tambahan dari teknik konvensional yang sudah ada dalam diagnosis mikobakteri infeksi. 5. Pemeriksaaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan diagnostik limfadenitis TB servikal. sel raksasa Langerhans, nekrosis dari kaseosa, peradangan granulomatosa dan kalsifikasi dapat terlihat. kehadiran microabscesses, definisi penyakit granuloma, granuloma noncaseating dan sejumlah kecil sel raksasa lebih menonjol dalam adenitis nontuberculous bila dibandingkan dengan adenitis TB. 6. Radiologi Foto thoraks, USG, CT scan, dan MRI leher dapat dilakukan dalam menegakkan diagnosa limfadenitis mikobakteri. Terkait lesi di dada seperti yang terlihat pada foto dinding dada sangat umum pada anak-anak tetapi kurang umum pada orang dewasa, terbukti hampir 15% kasus.
  • 11. 2.7. Penatalaksanaan3,9 Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai dengan kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif. Ada dua kategori obat anti tuberkulosa (OAT), yaitu: 1. OAT utama (First Line Antitbuerculosis Drugs), dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yaitu: a. Bakterisidal, diantaranya Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Streptomisin b. Bakteriostatik yaitu Etambutol 2. OAT sekunder (First Line Antitbuerculosis Drugs), tediri dari Para-Amino Salycilic Acid (PAS), Ethinamid, Sikloserin, Kanamisin, dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik jika dibandingkan dengan OAT utama sehingga jarang dipakai. Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas obat, maka prinsip- prinsip yang dipakai dalam pengobatan diantaranya adalah: 1. Menghindari penggunaan monoterapi. OAT diberikan dalam bentuk beberapa kombinasi dari jenis OAT dengan jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini ditujukan untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. 2. Untuk menjamin kepatuhan dari pasien, maka pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO) 3. Pengobatan diberikan dalam dua tahapan yaitu tahap intensif dan lanjutan. Ditinjau dari Regimen pengobatan yang diberikan, regimen yang umumnya dipakai yaitu diantaranya: 1. 2HRZE/4H3R3 Tahap intensif dari HRZE yaitu dengan pemberian selama dua bulan. Kemudian diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Kategori ini diberikan pada pasien dengan: - Penderita baru TB paru BTA positif - Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit berat - Penderita TB ekstra paru berat
  • 12. 2. 2HRZ/4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan selama dua bulan kemudian diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR selam tiga kali seminggu selama 4 bulan. kategori ini diberikan untuk pasien dengan: - Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit ringan - Penderita TB ekstra paru ringan Terapi non farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu melalui prosedur kemoterapi ataupun pembedahan. Limfadenitis yang diakibatkan infeksi TB umumnya memberikan respon yang baik terhadap pengobatan kemoterapi tuberkulosa yang diberikan sedangkan prosedur pemebedahan yang dilakukan antara lain: 1. Biopsi eksisional Tindakan eksisi bertujuan sebagai penanganan definitif sekaligus untuk mengkonfirmasi kuman penyebab dari limfadenitis. Tindakan ini umumnya lebih dianjurkan pada jenis mikobakterium non tuberkulosa. 2. Aspirasi Aspirasi memberikan hasil sekitar 505 penyembuhan 3. Insisi dan drainage 4. Kuretase Terapi kuretase memberikan hasil sekitar 70% kesembuhan. 5. Eksisi komplit Dilakukan dengan mengangakat sluruh kelenjar getah bening yang terinfeksi disertai jaringan sekitarnya.
  • 13. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. KESIMPULAN Limfadenitis TB merupakan salah salah satu TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis yang disebabkan peradangan pada kelenjar getah bening regional pada lesi primer. limfadenitis mikobakterium telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV- positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien dengan HIV- negatif.3 Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan limfoid lainnya.3 Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari Mycobacterium TBC. Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak.6 limfadenitis TB paling sering mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya limfadenitis Tb pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya perkembangan limfadenitis TB.3 Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan lambat dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat unilateral baik tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris, lingkar lebih dari 2cm, atau bisa didapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti gelombang saat ditekan) dan dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa bulan, tidak nyeri, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak
  • 14. dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan suatu limfadenitis non TB.6 Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening kedalam 5 stadium, yaitu:3 1. Stadium 1 bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia reaktif non spesifik 2. Stadium 2 Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya 3. Stadium 3 Perlunakan sentral akibat pembentukan abses 4. Stadium 4 Formasi abses collar stud 5. Stadium 5 Formasi traktus sinus. pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnos pada pasien selain dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik diantaranya:2 1. Pewarnaan 2. Kultur 3. Tes Tuberkulin 4. Uji molekuler 5. Pemeriksaaan Histopatologi 6. Radiologi Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai dengan kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif. Sedangkan terapi nonfaramkologis berupa kemoterapi ataupun prosedur pembedahan.9 3.2. SARAN Pembesaran kelenjar getah bening yang pada umumnya terjaddi didaerah servikal umumnya diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis dan memerlukan
  • 15. penanganan yang cepat namun karena adanya kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan didaerah leher maka perlu dilakukan anamnesa lengkap, pemeriksaan fisik, dan kadangkala disertai dengan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan daignosa banding lain dan memastikan benjolan didaerah leher tersebut merupakan suatu infeksi dan merupakan pembesaran kelenjar getah bening.2,3 Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan dapat dimulai dengan memeriksa akan ada atau tidaknya infeksi TB pada pasien yang kemudian dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap benjolan tersebut dengan melakukan aspirasi untuk pemeriksaan baik histologis ataupun jenis bakteri yang terdapat pada benjolan tersebut.3,4 Terapi yang diberikan pada pasien dengan Limfadenitis TB ini dapat berupa terapi farmakologis ataupun nonfarmakologis. Pada pasien yang telah dipastikan terinfeksi TB maka terapi farmakologis dapat segera diberikan pada pasien, namun pada pasien yang belum dapat dipastikan terinfeksi TB atau tidak maka dapat dilakukan terapi nonfarmakologis seperti prosedur pembedahan.3,9
  • 16. DAFTAR PUSTAKA 1. Legesse M, Ameni G, et al.Knowledge of cervical tuberculosis lymphadenitis and its treatment in pastoral communities of the Afar region, Ethiopia. Aklilu Lemma Institute of Pathobiology, Addis Ababa University, Addis Ababa, Ethiopia. BMC Public Health. 2011. 11:157. 2. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. h. 988-992 3. Mohapatra P, Janmeja A. Tuberculous Lymphadenitis. Department of Pulmonary Medicine, Government Medical College and Hospital, Chandigarh, India. Journal Association of Physician India. 2009. Vol 57 4. Improving the diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescents. WHO. Diunduh dari: http://www.spritia.co.id. 5. Clevenbergh K, Ludwig K. Lymph node tuberculosis in Patients From Regions From Regions. Original Artcle Press Med. 2010. 223-230. 6. Christensen J, Koeppe J. Mycobacterium avium Complex Cervical Lymphadenitis in an Immunocompetent Adult. Missoula. 2010;17:1488-1490. 7. Singh D, Vogel M. TB or Not TB? Difficulties In the Diagnosis Of Tuberculosis In HIV- Negative Immigrants To Germany. Eur J Med Res. 2011;16:381-384. 8. Forget N,Challoner K. Scrofula: emergency department presentation and characteristics. Int J Emerg Med. 2009;2:205–209 9. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007.h. 995-999.