Dokumen tersebut membahas mengenai pengembangan pertanian terpadu berbasis agribisnis. Pertanian terpadu merupakan pilar utama kemandirian pangan Indonesia karena mampu menyediakan pangan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan seluruh komponen pertanian secara terintegrasi dan saling melengkapi.
1. Pengembangan Agribisnis
Berbasis Pertanian Terpadu
Ditinjau dari komoditasnya, pertanian terdiri
pertanian tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan, hortikultura, peternakan dan
perikanan, sedangkan apabila ditinjau dari
ilmu yang membangunnya, pertanian
dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard
sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences)
baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar, terapan
dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.
2. Pengembangan ilmu-ilmu pertanian tidak dapat berdiri
sendiri. Mereka harus dipadukan sehingga dihasilkan suatu
teknologi yang mampu menyediakan pangan bagi bangsa ini
secara berkelanjutan (sustainable). Dengan demikian pada
gilirannya nanti teknologi yang dihasilkan tidak lagi
terkungkung pada satu bidang ilmu saja, tetapi sudah
merupakan teknologi frontier. Oleh karena itu ditinjau dari
ilmu-ilmu yang membangunnya ilmu pertanian yang harus
dikembangkan adalah ilmu pertanian terpadu (Saputra,
2006).
3. Ditinjau dari komoditinya cakupan pertanian sangat luas,
namun sesungguhnya mereka saling mengadakan
interaksi dalam suatu ekosistem. Ekosistem inilah yang
membentuk pertanian secara keseluruhan, yang
selanjutnya disebut dengan istilah agroekosistem.
Menurut Reijntjs (1999), agro ekosistem merupakan
kesatuan komunitas tumbuhan dan hewan serta
lingkungan kimia dan fisiknya yang telah dimodifikasi
oleh manusia untuk menghasilkan makanan, serat,
bahan bakar, dan produk lainnya bagi konsumsi dan
pengolahan umat manusia.
4. Sebagai contoh sederhana adalah apabila dalam
suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika
jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman
merupakan limbah yang harus dibuang oleh
petani. Tidak demikian halnya apabila di
kawasaan tersebut tersedia ternak ruminansia,
limbah tersebut merupakan berkah karena akan
menjadi makanan bagi hewan ruminansia
tersebut. Hubungan timbal balik akan terjadi
ketika ternak mengeluarkan kotoran yang
digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang
ditanam di kawasan tersebut.
5. Istilah sistem pertanian mengacu pada suatu
susunan khusus dari kegiatan uasaha tani
(misalnya budidaya tanaman, peternakan,
pengolahan hasil pertanian) yang dikelola
berdasarkan kemampuan lingkungan fisik,
biologis, dan sosial ekonomis serta sesuai dengan
tujuan, kemampuan, dan sumber daya yang
dimiliki petani (Shaner et al, 1982). Sistem
pertanian tersebut sangat beragam dalam hal
produktivitas dan efisiensi pemanfaatan lahan,
tenaga, dan modal serta pengaruhnya terhadap
lingkungan
6. Apabila sistem pertanian dikembangkan secara sendiri-
sendiri maka sisa tanaman, atau kotoran dari ternak
merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah
dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga
akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Bila
demikian halnya sama seperti pada pengembangan
ilmu pertanian, secara produksi pun pertanian
memerlukan keterpaduan atau pertanian terpadu. Oleh
karena itu pertanian terpadu merupakan pilar utama
kebangkitan bangsa Indonesia karena akan mampu
menyediakan pangan yang aktual bagi bangsa ini secara
berkelanjutan.
7. Produksi dalam bidang pertanian terpadu pada hakekatnya
adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat
dipanen secara seimbang. Agar proses pemanfaatan tersebut
dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya
produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan.
Pada kawasan ini sebaiknya ada sektor produksi tanaman,
peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini
akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem
yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan
menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh
komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil
produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas
dan efisiensi produksi akan tercapai.
8. Sawah merupakan sebidang tanah dengan batas pemilikan
berupa pematang yang lurus membujur. Umumnya jenis tanaman
yang ditanam di sistem sawah lahan basah dan lahan kering
adalah padi dan bersifat homogen, meskipun terkadang dijumpai
pula sawah dengan tanaman selain padi, misalnya kedelai, kacang
hijau, dan lain-lain. Dengan sifat homogen tersebut sawah
mempunyai diversitas yang rendah dan seringkali rentan
terhadap gangguan alam (resiliensi tinggi), seperti hama, gulma,
dan lain-lain. Oleh karena itu, subsistem sawah ini kurang stabil
dan stabilitasnya rendah. Untuk memperbaiki sifat-sifat lahan
sawah, maka lahan tersebut perlu diberi masukan (input) berupa
pupuk, baik pupuk alami maupun pupuk buatan.
9. Tegal merupakan lahan yang berupa lahan kering (dry
land, non irrigated). Batas pemilikan tegal bukan
pematang seperti lahan sawah, akan tetapi bisa berupa
got/saluran pembuangan air, tanaman hidup, serta bisa
juga berupa pagar hidup atau mati. Jenis tanaman yang
dibudidayakan di sistem ini biasanya lebih heterogen
jika dibandingkan dengan sistem sawah, meskipun
masih didominasi dengan salah satu jenis tanaman saja
(homogen). Jenis tanaman dalam sistem ini seringkali
berupa tanaman pangan (jagung, sorghum, ubi jalar,
dan lain-lain) dan tanaman keras (jati, sengon, mahoni,
kapuk randu, dan lain-lain).
10. Talun atau yang biasa juga disebut dengan pekarangan,
atau orang Jawa sering menyebut kebon merupakan
lahan budidaya tanaman yang berada di sekitar tempat
tinggal pemiliknya. Tanaman yang ada di pekarangan
merupakan tanaman heterogen. Sehingga diversitasnya
tinggi dan tahan terhadap gangguan alam baik hama
maupun gangguan lainnya (resiliensi rendah). Akibatnya
subsistem ini relatif stabil (stabilitas tinggi). Persaingan
antar tanaman yang terjadi tidak terlalu ketat, karena
tanaman yang heterogen ini membutuhkan unsur hara,
air dan cahaya matahari yang berbeda tiap
tanaman. Sistem talun dan pekarangan memiliki siklus
hara siklis (tertutup) karena input yang digunakan
berasal dari dalam sistem.
11. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam sistem
perkebunan merupakan tanaman-tanaman yang bersifat
homogen. Dengan sifat homogen tersebut sistem
perkebunan mempunyai diversitas yang rendah dan
seringkali rentan terhadap gangguan alam (resiliensi
tinggi), seperti gangguan hama, penyakit, gulma, dan lain-
lain. Oleh karena itu, subsistem perkebunan ini kurang
stabil dan stabilitasnya rendah. Untuk memperbaiki sifat-
sifat sistem perkebunan, maka sistem tersebut perlu
diberi masukan (input) berupa pupuk, baik pupuk alami
maupun pupuk buatan. Siklus hara pada sistem
perkebunan biasanya bersifat asiklik karena input yang
digunakan berasal dari luar sistem (bahan-bahan kimia).
12. Sistem pertanian yang selama ini menerapkan metode
monokultur dan penggunaan input dari luar, seperti
pupuk kimiawi dan pestisida kimia dalam jangka
panjang justru menurunkan hasil produksi dan daya
dukung lingkungan. Dengan adanya kenyataan seperti
itu maka dibutuhkan pertanian yang lebih hemat energi,
mempertahankan keanekaragaman hayati pertanian
serta mampu mencapai produksi optimum melalui
diversifikasi produk meski dalam lahan yang terbatas.
13. Ciri tersebut dimiliki oleh sistem pertanian terpadu. Dengan sistem
pertanian terpadu terdapat pengikatan bahan organik di dalam
tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian
konvensional yang memakai pupuk nitrogen dan sebagainya.
Penggunaan pupuk kimiawi tersebut terlalu mengikat karbon
sehingga lebih menguras energi. Maka sistem pertanian terpadu
berkontribusi pada pengurangan pemakaian karbon dan lebih baik
karena lebih hemat energi serta menjaga rantai energi agar tidak
terputus mulai dari budidaya, panen dan pasca panen. Syaratnya
adalah tidak ada energi yang terbuang. Tidak ada proses
pembakaran misalnya jerami, padi ataupun limbah tanaman tidak
boleh dibakar, tidak boleh keluar dari usaha tani, dan harus kembali
ke tanah.
14. Peranan bahan organik dalam meningkatkan
kesuburan fisik tanah juga akan mengurangi
plastisitas dan kelekatan serta memperbaiki
aerasi tanah. Humus juga menyebabkan
warna tanah lebih gelap sehingga
penyerapan panas sangat meningkat
(Buckman dan Brady, 1892 ; Sanchez, 1976).
15. Selain hemat energi, keunggulan lain dari
pertanian terpadu adalah petani akan
memiliki beragam sumber penghasilan. Sistem
Pertanian terpadu memperhatikan
diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang
petani bisa menanam padi dan bisa juga
beternak kambing atau ayam serta menanam
sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak
dapat digunakan sebagai pupuk sehingga
petani tidak perlu membeli pupuk lagi
16. Menurut Handaka et al (2009), sistem integrasi
tanaman ternak adalah suatu sistem pertanian
yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara
komponen tanaman dan ternak dalam suatu
kegiatan usahatani atau dalam suatu wilayah.
Keterkaitan tersebut merupakan suatu faktor
pemicu dalam mendorong pertumbuhan
pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi
wilayah secara berkelanjutan. Sistem integrasi
tanaman ternak dalam sistem usaha pertanian di
suatu wilayah merupakan ilmu rancang bangun dan
rekayasa sumberdaya pertanian yang tuntas.
17. Salah satu upaya untuk mewujudkan
pengembangan ekonomi tersebut yakni
dengan cara pembangunan kawasan
produksi berbasis komoditas unggulan.
Tanaman yang dibudidayakan di daerah ini
adalah jenis holtikultura antara lain seperti
jagung, cabai, kacang tanah, dan ketela
pohon. Selain itu juga dibudidayakan
tanaman tahunan berupa pohon jati, karena
dapat menghasilkan nilai ekonomis yang
tinggi. Selain itu, jati ditanam pada lahan
yang miring bersama dengan rumput gajah
sebagai sumber pakan ternak.
18. Pertanian organik terpadu berbasis peternakan
terbukti sangat menguntungkan. Integrasi ternak
dengan lahan pertanian merupakan upaya
percepatan pengembangan peternakan dengan
penerapan keterpaduan antar komoditas ternak
dengan usaha tanaman pangan, perkebunan dan
perikanan yang saling menguntungkan berupa
limbah usaha tanaman pangan, perkebunan dan
perikanan yang digunakan sebagai pakan ternak
untuk ternak dan kotoran ternak dalam bentuk
kompos yang digunakan untuk meningkatkan
kesuburan lahan pertanian (Nurdiansyah, 2008).
19. Kegiatan pertanian terpadu membutuhkan bahan
organik dalam jumlah banyak. Hal ini dikarenakan
keadaan dari tanahnya memang sangat miskin akan
unsur haranya. Dari kegiatan penggemukan sapi potong
dapat dihasilkan bahan organik berupa pupuk
kandang yang didapat dari kotoran sapi. Sebagai
gambaran, kotoran dari 5 ekor sapi dapat dipakai untuk
memupuk 1 Ha lahan. Kotoran (feses) yang dihasilkan di
sana sebanyak 30 kg/hari untuk satu ekor sapi. Dari 30
kg kotoran sapi, pupuk kandang yang
dihasilkan adalah sebanyak 15 kg/hari.
20. Pembuktian pengaruh penambahan pupuk kandang
terhadap tingkat kesuburan tanah dilakukan dengan
perlakuan pemberian pupuk kandang terhadap
empat lahan yang berbeda. Lahan pertama sebagai
kontrol tanpa diberi tambahan pupuk kandang,
lahan kedua sebagai perlakuan dengan
penambahan pupuk kandang selama satu tahun,
lahan ketiga dengan penambahan pupuk kandang
selama dua tahun, dan lahan keempat dengan
penambahan pupuk kandang selama tiga tahun.
21. Keempat perlakuan tersebut diperoleh hasil bahwa
pada lahan yang tidak diberi pupuk kandang tanaman
yang dibudidayakan pada lahan tersebut tidak bisa
tumbuh subur dan tidak terdapat organisme
pembentuk pori tanah (cacing tanah). Sedangkan
untuk lahan yang yang ditambahkan dengan pupuk
kandang ditemukan adanya cacing tanah dan
tanaman yang dibudidayakan pada lahan tersebut
dapat tumbuh dengan subur. Semakin lama lahan
dipupuk dengan pupuk organik, struktur tanahnya
semakin remah (gembur) karena semakin banyak
organisme tanah seperti cacing tanah yang
membentuk pori-pori tanah.
22. Perpaduan sistem integrasi tanaman dengan
ternak, dicirikan dengan adanya saling
ketergantungan antara kegiatan tanaman dan
ternak (resource driven) dengan tujuan daur
ulang optimal dari sumberdaya nutrisi lokal
yang tersedia. Sistem yang kurang terpadu
dicirikan dengan kegiatan tanaman dan
ternak yang saling memanfaatkan, tetapi
tidak tergantung satu sama lain (demand
driven) karena didukung oleh input eksternal
23. Hampir semua petani dengan lahan sempit di
daerah tropis masih terus melakukan
budidaya ganda. Pertanaman ganda (Multiple
cropping), yaitu intensifikasi pertanaman
dalam dimensi waktu dan ruang. Bentuknya
adalah penanaman dua jenis tanaman atau
lebih pada lahan yang sama dalam kurun
waktu satu tahun. Menurut bentuknya,
penanaman ganda yang diterapkan adalah
pertanaman tumpangsari (Intercropping).
24. Jenis tanaman yang digunakan dalam
tumpangsari harus memiliki pertumbuhan
yang berbeda, bahkan bila memungkinkan
dapat saling melengkapi. Pengelola pertanian
terpadu sangat cocok untuk memaksimalkan
produksi dengan input luar yang rendah
sekaligus meminimalkan resiko dan
melestarikan sumberdaya alam. Pertanaman
secara tumpangsari pada lahan kering dapat
memelihara kelembaban dan kadar air tanah
serta mengurangi erosi dan meningkatkan
kesuburan tanah