Hadis Nabi menjelaskan pentingnya menjauhi perkara syubhat (antara halal dan haram) dan hanya mengonsumsi makanan yang jelas halalnya. Kasus Indomaret menjual biscuit yang mengandung babi merupakan pelanggaran terhadap prinsip konsumsi halal dan keadilan. Indomaret seharusnya lebih teliti dalam mengontrol produk impornya untuk mencegah pelanggaran terhadap hak-hak konsumen Muslim.
1. Sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam yang sangat terkenal, yaitu yang
diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasululla h
shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, ‘Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas.
Sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang samar (syubhat), tidak diketahui oleh banyak
orang; siapa saja yang menjauhi syubhat tersebut, maka ia telah berlepas diri bagi agama dan
kehormatannya, dan siapa saja yang terjerumus ke hal yang syubhat, maka berarti ia telah
terjerumus ke dalam hal yang haram, ibarat seorang penggembala yang menggembala di seputar
pagar larangan di mana hampir saja gembalanya memakan tumbuhan yang ada di dalamnya.
Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki pagar larangan. Ketahuilah bahwa pagar
larangan Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah hal-hal yang diharamkan nya. Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging; bila ia baik, maka baiklah seluruh jasad
dan bila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa ia adalah qalbu.” (Muttafaqun
‘alaih)
Sesungguhnya dalam islam telah diberikan tuntunan yang sangat jelas dalam segala hal,
termasuk tatacara mencari nafkah beserta adab dalam membelanjakan kebutuhan. Ketika sesuatu
yang telah jelas diharamkan, maka tidak ada toleransi bagi muslim yang taat untuk menawar hal
tersebut. Dengan kesadaran penuh, seorang muslim tidak akan mendekati jalan yang penuh
keharaman untuk dipergunakan dalam berbisnis. Karena segala sesuatu yang diharamkan itu akan
mendatangkan kemudhorotan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh.
Sebenarnya, tidaklah sulit dalam menghindari perkara haram. Hal tersebut dapat dilakukan apabila
manusia bersifat seperti yang Rasullah contohkan. Dalam hal ini, Rasulullah mencontohkan sifat
wara’ dalam perilaku keseharian. Yahya Ibnu Ma’adz mengatakan:
الورع على وجهين ورع فى الظاهر وهو أن لا يتحرك إلا الله تعالى وورع فى الباطن وهو أن لا يدخل قلبك سواه تعالى
Al-wara’ adalah sikap seorang manusia yang telah dapat menjauhi masalah-masalah yang terkait
dengan haram, dan syubhat (antara yang hala dan yang haram)=abu Bakar adalah contoh ideal
pelaku wara’ dia tidak akan pernah makan makanan sebelum mengetahui secara jelas asal muasal
makanan tersebut.
Sifat wara’ tidak saja ditujukan kepada para consumer saja, melainkan juga kepada para
produsen. Yang mana, sifat wara’ menjaga diri seorang produsen untuk menunaikan kewajibannya
dengan adil tanpa merugikan pihak lainnya. Resep untuk dapat menjadi Wara’ adalah
membebaskan diri dari hak-hak orang lain (tidak mendzalimi orang lain).
Semua perkara haram yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menimbulkan dampak
negative saja. Ketika dicerna, barang haram tersebut akan menjadi daging yang akan
membakarnya dalam neraka. Selain itu, barang tersebut akan menimbulkan penyakit bagi hati
manusia, maka timbullah perbuatan-perbuatan yang akan mendatangkan dosa selanjutnya.
Dalam peraturan di Indonesia, terdapat sebuah undang-undang yang memberika n
perlindungan kepada para konsumen. Hal tersebut muncul karena banyaknya praktek kecurangan
yang dilakukan oleh para pelaku pasar yang dengan bebas memberikan informasi salah kepada
para calon pembeli. Jika melihat undang-undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, dan dikaitkan dengan studi kasus ini maka masalah tersebut telah
menciderai pasal 4 c tentang “ha katas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan jasa”.
Ketika PT Indomaret telah memasarkan sebuah produk biscuit yang mengadung unsur babi
di dalamnya, maka secara hokum islam maupun hokum Negara telah jelas berada dalam posisi
yang salah. Salah dalam artian di sini adalah salah karena memasarkan produk haram di daerah
2. yang mayoritasnya muslim, salah karena tidak secara jelas memberikan kejelasan halal/haram
produk impor dan salah karena tidak berhati-hati dalam mengontrol produk yang diimpornya.
Jika pihak PT Indomaret mengatakan bahwa pihak mereka tidak secara sengaja
memasarkan produk tersebut, maka sudah selayaknya perusahaan tersebut dikenakan sanksi secara
tegas oleh pemerintah agar kasus serupa tidak akan terjadi di masa mendatang. Ketika kasus ini
dilepaskan begitu saja, maka tidak menuntut kemungkinan akan muncul pelaku pasar nakal baru
yang dengan berani akan memasarkan produk haram di Indonesia tanpa sepengetahuan pengawas
konsumsi rakyat Indonesia.
Kasus tersebut muncul bukan karena kinerja pengawas perlindungan konsumen Indonesia
yang melakukan investigasi, melainkan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di
Universitas Tokyo yang menghimbau warga Indonesia dalam mengonsumsi biscuit yang di jula
Indomaret. Himbauan yang diuggah lewat akun social tersebut mendapat respon luar biasa
dikalangan masyarakat. Masyarakat muslim langsung melayangkan complain kepada Indomaret
atas penjualan produk haram tersebut.
Dalam prinsip konsumsi islam, Indomaret telah menciderai tentang prinsip keadilan dan
juga prinsip kebersihan. Keadilan hilang karena dengan tidak jujur perusahaan tersebut telah
menjual prosuk haramnya dan juga kebersihan dalam hal kehalalan yang tidak
dipertimbangkannya. Ketika prinsip konsumsi telah dilanggar, maka dikhawatirkan akan merusak
maqoshid syariah yang menjadi tujuan hidup sejahtera seorang muslim. Sesuai dengan dalil Quran
QS al-Baqarah 2:168:
“Hai sekalian manusia, amaknla yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di dalam bumi,
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu”.
Maka sudah jelas bahwa mengonsumsi makanan meskipun sedikit terdapat unsur haram,
tetap dihukumi haram untuk dikonsumsi. Perhatian islam terhadap kesehatan masyarakat
tercermin pada ajaran-ajaran operasional syariat islam yang mengatur relasi antara sesama
manusia. Yang mana sebuah tindakan manusia satu tidak boleh merugikan terhadap manusia
lainnya. Hal tersebut masuk dalam segala kegiatan kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
muamalah.
Moralitas islam senantiasa melekat pada tingkah laku pribadi muslim. Bahkan, ada
beberapa ajaran yang menekankan keada ummatnya untuk selalu bersifat social mutualisme.
Dengan demikian, islam bukanlah agama yang menutup diri dari budaya luar sepanjang tidak
berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar islam, seperti halnya “La dlarar wa la dlirar” (tidak
boleh membuat kerusakan pada diri sendiri dan juga orang lain), dan “La tazhlimun wa la
tuzhlamun” (tidak menzalimi orang lain dan tidak pula menjadi korban kezaliman).
Itulah etika seorang muslim yang taat akan rambu-rambu agama. Ketika muncul sebuah
kasus Indomaret, maka perusahaan tersebut belum sepenuhnya menerapkan prinsip beretika bisnis
yang benar. Meskipun pemilik utama perusahaan tersebut orang asing, tetaplah mereka
berkewajiban menjaga hak muslim dalam mengonsumsi barang halal. Perusahaan tersebut
terkesan dan terlihat melakukan berbagai upaya untuk mendapat keuntungan secara maksima l
tanpa memerdulikan kemashlahatan para consumer islamnya. Benar jika keuntungan yang mereka
peroleh akan tinggi, namun keuntungan tersebut akan berkurang seiring berkurangnya
kepercayaan masyarakat untuk membeli produk perusahaan itu lagi.
Islam pada prinsipnya tidak melarang perdagangan, kecuali ada unsur-unsur kezalima n,
penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya
3. memperdagangkan arak, babi, narkotik, berhala, patung dan sebagainya yang sudah jelas oleh
Islam diharamkan, baik memakannya, mengerjakannya atau memanfaatkannya.
Semua pekerjaan yang diperoleh dengan jalan haram adalah suatu dosa. Dan setiap daging
yang tumbuh dari dosa (haram), maka nerakalah tempatnya. Orang yang memperdagangka n
barang-barang haram ini tidak dapat diselamatkan karena kebenaran dan kejujurannya. Sebab
pokok perdagangannya itu sendiri sudah mungkar yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh Islam
dengan jalan apapun.
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar ke tempat sembahyang, tiba-tiba dilihatnya banyak
manusia yang sedang berjual-beli. Kemudian Rasulullah memanggil mereka: Hai para pedagang!
... Mereka pun lantas menjawab dan mengangkat kepala dan pandangannya. Maka kata Rasulullah:
"Sesungguhnya pedagang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai pendurhaka, kecuali
orang yang takut kepada Allah, baik dan jujur." (Riwayat Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim. Kata
Tarmizi: hadis ini hasan sahih).
Dari Watsilah bin al-Asqa' ia berkata: "Rasulullah pernah keluar menuju kami --sedang
kami adalah golongan pedagang maka kata beliau: 'Hai para pedagang, hati-hati kamu jangan
sampai berdusta.'" (Riwayat Thabarani).
Untuk itu seorang pedagang harus berhati-hati, jangan sekali-kali dia berdusta, karena
dusta itu merupakan bahaya (lampu merah) bagi pedagang. Dan dusta itu sendiri dapat membawa
kepada perbuatan jahat, sedang kejahatan itu dapat membawa kepada neraka.
Dari hadits diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun Rasulullah menganjurka n
kepada ummatnya untuk berdagang dalam mencari rizki, namun Rasulullah juga mengingatka n
kepada ummatnya untuk lebih berhati-hati dalam proses muamalahnya. Perdagangan dapat
membawa keberkahan kepada manusia apabila si penjual menunaikan kewajibannya kepada si
pembeli dengan baik, namun akan membawa ancaman neraka apabila si penjual menciderai hak si
pembeli.
Jika menengok pernyataan klarifikasi PT Indomaret yang mengatakan bahwa pihak nya
juga tidak tahu akan unsur babi yang terdapat pada biscuit yang mereka jual, merupakan sebuah
cerminan kelemahan control yang dilakukan dalam proses muamalah. Sehingga ada sebuah celah
yang dapat disalah gunakan pelaku bisnis nakal untuk mengeruk keuntungan dari perbuatan
dzolimnya.
Kita selaku muslim yang taat, tidak akan berani melakukan hal berbahaya di atas, karena
meskipun pelaku bisnis nakal dapat terlepas dari hokum Negara, namun kelak akan merasakan
hukum agama yang berlipat-lipat pedihnya. Pada zaman modrn seperti ini, kemajuan teknologi
tidak dapat dibendung. Transformasi teknologi tersebut memperpendek antara jarak dan waktu,
sehingga barang yang ada di Negara ini bias jadi ada di Negara ujung sana. Sudah sepatutnya kita
memegang prinsip untuk mengonsumsi segala kebutuhan yang sudah jelas kehalalannya tanpa ada
rasa gengsi untuk mengonsumsi barang halal tersebut.
Sudah sepatutnya pihak perlindungan konsumen Indonesia lebih memperketat produk
import yang masuk di Negara ini. Sungguh memalukan apabila temuan itu dapat diketahui oleh
seorang mahasiswa, dan tidak diketahui oleh pihak terkait. Dan sudah selayaknya PT Indomaret
memberikan klarifikasi secara resmi didepan public beserta pemberian sanksi hukum apabila pihak
terkait memang lalai dalam pengawasannya.
Selain itu, perlunya disempurnakan lagi produk-produk yang masuk kriteria halal, sehingga
aka nada interkasi yang singkron antara BPOM dan MUI dalam menjaga hak perlindungan
konsumen secara maksimal. Control yang dilakukan oleh pihak terkait pun harus lebih diperketat,
4. tidak hanya pengecekan pada awal pendafaran produk saja, melainkan pada masa penjualan
produk.
Jelas, etika menadapat posisi yang sangat penting dalam islam, terutama yang berkaitan
dengan etika social-kemasyarakatan. Sebagaimana disebut dalam sebuah hadits , misi Nabi Saw
adalah untuk menyempurnakan moralitas dan etika yang baik (liutammima makarimal-akhlaq).
Karena pentingnya etika bisnis ini, seorang muslim tidak cukup hanya mengikrarkan diri ber-islam
dan beriman, tetapi haruslah dicapai dengan sebuah ihsan (kebajikan dan amal saleh dalam
kegiatan muamalahnya). Dengan demikian, produsen, konsumen, dan distributor merupakan
sebuah tugas mulia karena berlandaskan akan keridhoan Allah.