1. 1
Jurnal Ilmiah
Pengembangan Ide Produser melalui Perspektif Psikologi
pada Dokumenter Televisi Ironi Kentang Wonosobo
Oleh :
Maulida Arbaningsih
ABSTRAK
Skripsi Penciptaan Karya Produksi membahas tentang pengembangan ide
kreatif penulis sebagai produser. Pengembangan ide kreatif, yaitu
mengembangkan ide yang pernah ada dan mengemasnya menjadi suatu hal yang
baru. Penulis mengangkat cerita tentang pembatasan lahan pertanian kentang di
Kejajar, dan usaha petani dalam menghadapi kebijakan tersebut. Pengembangan
yang penulis lakukan, terdapat pada pengemasan karya, yang menggabungkan
animasi 2D, video sinematik, dan ironi. Hal ini bertujuan agar penonton dapat
mengerti dan memahami pesan yang terkandung dalam karya produksi ini.
Produser harus berpikir kreatif dalam mengembangkan idenya, agar karya
yang diciptakan berbeda, menarik dan bermanfaat bagi orang lain. Oleh sebab itu,
penulis menggunakan teori tentang ide kreatif dan dokumenter, serta dua sumber
informasi, yaitu sumber informasi primer (observasi dan wawancara), dan sumber
informasi sekunder (buku, internet, tesis, dan karya audio visual) guna
mendukung proses penciptaan karya produksi. Penciptaan karya produksi, melalui
tiga tahapan penciptaan, pra produksi, produksi, dan pasca produksi.
Karya produksi tentang kehidupan petani kentang di Kejajar, dalam
menghadapi kerusakan tanah, dan kebijakan pembatasan lahan pertanian kentang,
mampu menginspirasi, mengedukasi, dan menggugah hati penonton, lewat
semangat hidup para petani kentang.
Kata kunci :Pengembangan ide, dokumenter televisi, ironi kentang.
2. 2
ABSTRACT
Thesis creation of work production discuss about the development of
creative ideas the author as producer. Development of creative ideas is
developing an idea which has existed, and pack it into something new. Author told
about restrictions on Kejajar potato farms, and farmer’s efforts in confront the
policy. The development of the author, contained in the packaging that combined
2D animation, cinematic video, and irony. It is intended, that the audience can see
and understand the message of this documentary.
Producer must think creativly in developing the idea, that a documentary
created by a different, interesting and useful for others. Therefore, the author
uses the teory of creative idea and documentary, as well as two resources, namely
the primary source of infomation (observation and interview) and secondary
source of information (book, website, thesis, and audiovisual product), to support
the process production. Creation of documentary production, through the three
stages of creation, pre-production, production, and post-production.
A documentary about the life of potato growers in Kejajar, in confront of
damage to the soil, and policy restrictions on agricultural land of potatoes, able
to inspire, educate, and touches the hearts of audiences through the spirit of the
farmers of potatoes.
Keywords : Developing of Idea, Television Documentary, Irony of Potato
1. Pendahuluan
Sebuah Studi Ekstensif Fragmentasi Habitat Dunia tahun 2015,
yang dipimpin oleh Professor Nick Haddad dari North Carolina
University, menyebutkan bahwa dalam rentang waktu 35 tahun, 13-75%
keanekaragaman hayati berkurang dan rusaknya ekosistem akibat
fragmentasi habitat (news.ncsu.edu/2015/03/bad-effects-shrinking-
habitats/ Maret 2015).
Fragmentasi habitat disebabkan oleh aktivitas pembalakan liar
(Ilegal Logging), pelebaran jalan, pembangunan rumah dan pelebaran
3. 3
lahan pertanian atau perkebunan. Menurut data dari Badan Penelitian
Departemen Kehutanan Republik Indonesia, luas kawasan hutan
berkurang hingga 3,8 juta hektar setiap tahunnya, dan hanya 50% kawasan
hutan di Indonesia yang berfungsi secara optimal.
Pertanian kentang di Kecamatan Kejajar merupakan salah satu
penyebab fragmentasi habitat. Bupati Wonosobo, Kholiq Arif mengatakan,
budidaya tanaman kentang membawa kerugian jauh lebih besar ketimbang
dengan menanam jenis tanaman pertanian lainnya karena merusak lahan
(Shinta Maharani, Tempo.co 25 Desember 2012). Sifat kentang yang
merusak struktur tanah, menyebabkan erosi di wilayah Kecamatan Kejajar.
Sehingga, Bupati Wonosobo akhirnya membatasi perluasan lahan kentang.
Hal tersebut dikarenakan, sifat kentang yang tidak bisa hidup di bawah
tanaman lain, membuat petani menebang hutan demi membuka lahan
kentang. Selain itu, luas kawasan dataran tinggi Dieng yang mencapai
55.000 hektar, kini telah didominasi oleh luasnya lahan kentang sebesar
70% atau 38.500 hektar (Kompas.com 7 Juni 2013). Namun, di sisi lain,
kentang merupakan salah satu komoditi yang terkenal, sehingga membuat
masyarakat menggantungkan hidupnya dengan menjadi petani kentang.
Sungguh malang nasib petani kentang di kawasan dataran tinggi
Dieng. Demi mencari sesuap nasi, mereka tidak sadar bahwa apa yang
mereka tekuni ternyata merusak keseimbangan alam. Bahkan dengan
pembatasan penanaman kentang, membuat mereka terus menerus hidup
dalam kekurangan. Dari uraian di atas, penulis memilih judul, Ironi
Kentang Wonosobo. Hal ini dikarenakan, segala hal yang ditekuni dan
diinginkan oleh para petani kentang bertentangan dengan kenyataan yang
ada.
Produser dalam pembuatan Karya Produksi Dokumenter Televisi
menerapkan pengembangan ide kreatif melalui perspektif psikologi.
Pengembangan ide kreatif melalui perspektif psikologi, yaitu
mengembangkan ide yang baru atau bermanfaat lewat sudut pandang
4. 4
psikologi, yaitu dari segi humanistik, segi psikoanalisis dan dari segi
behaviorisme.
Penerapan perspektif psikologi, dalam karya produksi Dokumenter
Televisi, Ironi Kentang Wonosobo, yaitu dengan memperhatikan tingkah
laku dan perilaku para petani kentang pada setiap kegiatannya, mulai dari
tingkah laku terhadap tetangga, keluarga, dan pada saat bertani di lahan
kentang. Kemudian, melakukan pendekatan dengan mengikuti kegiatan
petani kentang, melakukan perbincangan dan memposisikan diri sebagai
petani kentang, membuat petani kentang merasa nyaman untuk meluapkan
perasaan yang ada di hatinya. Dari beberapa hal yang penulis lakukan
tersebut, penulis juga mengambil poin-poin yang mendukung ironi, seperti
respon petani kentang terhadap pembatasan lahan kentang oleh Bupati
Wonosobo.
Penulis juga melakukan pendekatan dengan Pemerintah setempat,
menggali informasi dari pihak-pihak terkait, seperti Bappeda, Dinas
Pertanian, Balai Penyuluhan Pertanian, dan Bupati Wonosobo. Pendekatan
dilakukan dengan cara melakukan pertemuan rutin, pertemuan tersebut
untuk membicarakan hal-hal terkait dengan topik pembatasan lahan
kentang, serta topik umum lainnya, hal pribadi, berita ataupun keadaan
sekitar. Hal ini agar menciptakan suasana nyaman dan santai, sehingga,
narasumber dapat dengan leluasa memberikan informasi.
Selain pendekatan melalui perspektif psikologi, penulis juga
menggabungkan video sinematik dengan gambar animasi 2D yang
disajikan dalam bentuk grafis. Ikon kentang yang menaiki tangga,
menunjukkan bahwa lahan kentang terus bertambah setiap tahunnya.
Penerapan sudut pandang psikologi dalam karya ini dimaksudkan untuk
memperlihatkan sisi emosional subjek dalam mempertahankan hidup
berdasarkan kejadian yang ada di sekitarnya. Sehingga, perasaan itu dapat
tersampaikan kepada penonton. Tidak hanya menonjolkan perasaan atau
kondisi psikis subjek, namun juga mencoba menarik sisi emosional
penonton saat dan setelah menonton.
5. 5
Penulis menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu
observasi dan wawancara.
1.1. Observasi
“Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data.
Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan
(Semiawan, 2010: 112)”. Dari observasi tersebut, penulis
mendapatkan informasi dan data, guna membantu pembuatan karya
produksi Dokumenter. Hasil dari observasi yang penulis lakukan,
yaitu :
Sebagian besar wilayah di Wonosobo merupakan wilayah
pertanian dan perkebunan. Luas lahan pertanian terbesar adalah
wilayah Kecamatan Kejajar. Pertanian di wilayah Kejajar
didominasi oleh tanaman kentang, carica, purwaceng, terong
belanda dan tembakau.
Sepanjang jalan menuju Dieng, Kejajar, terdapat perbedaan
antara sisi kanan jalan dengan sisi kiri jalan dari arah Wonosobo.
Sisi kanan jalan yang merupakan pecahan gunung prau, masih
terlihat hijau, namun pada kaki gunungnya sudah terlihat warna
coklat tanah, yang merupakan lahan pertanian kentang yang baru.
Pada sisi kiri jalan, hanya terlihat hamparan lahan pertanian
kentang. Tidak hanya pada tanah-tanah datar saja, namun lahan
tersebut juga terletak di lereng pegunungan dengan kemiringan
ekstrim.
Penulis mengunjungi rumah Pak Makmun, salah satu dari
dua penangkar yang ada di Wonosobo. Dia merupakan penangkar
yang sudah mampu menghasilkan bibit kentang jenis G-1 dan G-0.
Dia memiliki lahan pertanian kentang di kaki gunung Prau, lahan
tersebut di tempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan. Tingkat
kemiringan lahan pertanian kentang di wilayah Kejajar mencapai
30-40 derajat. Meskipun lahan tersebut sangat ekstrim, namun,
petani tetap menanam kentang di lahan tersebut.
6. 6
1.2. Wawancara
“Wawancara adalah salah satu cara untuk mencari fakta
dengan meminjam indera (mengingat dan merekonstruksi) sebuah
peristiwa, mengutip pendapat dan opini narasumber
(Kusumaningrat, 2009: 189)”. Penulis melakukan wawancara
dengan beberapa narasumber, di antaranya :
1.2.1. Andreas SN, Kepala Seksi Rehab Hutan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo. Ia menjelaskan
bahwa, hutan memiliki nilai ekonomi dan ekologi yang
harus memberikan timbal balik atau saling menguntungkan.
Hal ini guna membentuk keseimbangan alam, misalnya
penebangan pohon di hutan untuk industry harus diimbangi
dengan reboisasi atau penanaman kembali pohon pada lahan
yang ditebang. Secara ekologi, pohon yang ada di hutan
berfungsi sebagai pengatur air. Air hujan yang jatuh ke
tanah dan kemudian meresap, diikat oleh akar pohon,
sehingga tidak terjadi banjir dan longsor. Namun, tidak
semua pohon dapat ditanam pada semua jenis tanah.
1.2.2. Hari Susetya, SP., Kepala Balai Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Kejajar. Ia menjelaskan bahwa, sebagian besar
masyarakat Kecamatan Kejajar merupakan petani kentang,
bahkan ada yang satu keluarga merupakan petani kentang.
Petani kentang merasa bahwa kentang memberikan
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan
tembakau yang dulu pernah mereka tekuni. Oleh sebab itu,
dari Dinas Pertanian mencanangkan penangkar kentang di
Kabupaten Wonosobo.
Penulis juga menggunakan beberapa teori sebagai acuan, dan
referensi, dalam mengembangkan ide, untuk membuat karya produksi
dokumenter televisi Ironi Kentang Wonosobo. Landasan teori yang
penulis gunakan, yaitu :
7. 7
1. Komunikasi Massa
Menurut McQuail (2010: 19), Komunikasi massa merupakan
suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media
untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terus menerus
menciptakan makna-makna, serta diharapkan dapat mempengaruhi
khalayak yang besar dan beragam melalui berbagai cara. Dalam hal ini,
dapat dijelaskan bahwa penulis sebagai komunikator menyampaikan
pesan berupa dokumenter kepada komunikan atau audiens melalui suatu
media, yaitu Televisi.
2. Ide Kreatif
Menurut Subagyo (2008: 21), ide atau gagasan adalah
kristalisasi jawaban sementara berupa keinginan/ harapan yang muncul
dari pikiran seseorang yang berhubungan dengan pemecahan suatu
masalah. Subagyo juga menjelaskan, bahwa proses sinkronisasi antara
harapan dan kenyataan inilah yang memunculkan ide atau gagasan.
Sedangkan menurut Stein (Green, 2004: 7), karya kreatif harus
memiliki makna sosial, dalam arti bermanfaat bagi dan dapat dinikmati
oleh masyarakat.
3. Produser
Menurut Morissan (2008:44), produser harus memiliki
kemampuan berfikir dan menuangkan ide/ pemikiran dalam satu tulisan
(proposal) untuk suatu program acara secara baik dan sistematis serta
mempunyai kemampuan memimpin dan bekerjasama dengan seluruh
kerabat kerja dan unsur-unsur produksi yang terkait.
Sedangkan menurut Turman (2005:51) dalam bukunya So You
Want To be a Producer, menjelaskan bahwa Produser yang
bertanggung jawab untuk mengawasi semua tahapan gerak-gambar atau
produksi televisi, dari konsepsi cerita hingga produk akhir.
4. Psikologi
Menurut Syah (2001: 25), psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik
8. 8
selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat
psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain
sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
5. Ide Kreatif melalui Perspektif Psikologi
Ada tiga pandangan ide kreatif atau kreativitas dalam perspektif
psikologi, yaitu :
5.1. Pandangan Psikoanalisis
Menurut Freud dalam Petocz (1999: 154) pada teori
psikoanalisis, kepribadian manusia tersusun dari tiga sistem, yaitu,
id, ego, dan superego, yaitu :
5.1.1. Id (das-es), terletak dalam alam bawah sadar dan merupakan
dorongan-dorongan primitive,yakni dorongan-dorongan yang
belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan atau
dorongan bawaan sejak lahir.
5.1.2. Superego (das-ueber ich) merupakan kebalikan atau lawan
dari Id (das-es). Superego sepenuhnya dibentuk oleh
kebudayaan atau hasil pembelajaran dan dipengaruhi oleh
pengalaman.
5.1.3. Ego (das-ich), bisa dikatakan sebagai sintesis dari peperangan
antara Id dan Superego. Ego berfungsi sebagai penjaga,
mediator atau bahkan pendamai dari dua kekuatan yang
berlawanan ini. Ego hanya menjalankan prinsip hidup secara
realistis, yakni kemampuan untuk menyesuaikan dorongan-
dorongan
5.2. Pandangan Behaviorisme
Konsep aliran behaviorisme tentang kreativitas dapat
ditelusuri dari doktrin inti mereka, yaitu hubungan antara stimulus
dan respon (S-R). Menurut Mednick (Langgulung, 1991: 158),
9. 9
proses asosiasi (hubungan antara stimulus dan respon) yang
menghasilkan karya kreatif itu berlaku dalam tiga pola, yaitu :
5.2.1.Keberuntungan (serendipity);
5.2.2.Keserupaan (similarity);
5.2.3.Perantara (mediation).
Behaviorisme atau aliran asosiasi tidak berbicara mengenai
faktor-faktor tak-sadar. Mereka hanya berbicara mengenai apa yang
tampak atau terukur.
5.3. Pandangan Humanistik
Pandangan humanistik sangat menekankan faktor
lingkungan. “Kreativitas lahir dari perjumpaan secara intensif
antara manusia yang sadar dengan dunianya (May, 2004: 82)”.
Pada saat mengalami kegembiraan, emosi berjalan seiring
kesadaran yang memuncak. Pada saat itulah ide-ide kreatif akan
muncul.
6. Dokumenter
Menurut Wibowo (1997:95), dalam Dokumenter terkandung
unsur faktual dan nilai. Oleh karena itu, program Dokumenter
menyajikan rekaman-rekaman peristiwa secara apa adanya atau sesuai
dengan kejadian tersebut. Tidak ada rekayasa atau tidak ada arahan
dalam pembuatannya. Oleh sebab itu, Himawan Pratista (2008:4)
menyebutkan bahwa kunci dari film Dokumenter adalah penyajian
fakta.
7. Televisi
Menurut Badjuri (2010:39), Televisi adalah media pandang
sekaligus media pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak
hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi, tetapi sekaligus
mendengar TV Online atau mencerna narasi dari gambar tersebut.
Media Televisi terdiri dari dua unsur, yaitu audio dan visual.
10. 10
8. Dokumenter Televisi
Dokumenter televisi merupakan salah satu format acara televisi
paling awal era tayangnya di televisi itu sendiri (Diki
Umbara,https://dikiumbara.wordpress.com/category/dokumenter/
tanggal 30 Agustus 2013).
Dari pengertian Dokumenter dan Televisi, dapat disimpulkan
bahwa Dokumenter Televisi adalah program yang menyajikan suatu
kenyataan berdasarkan pada fakta objektif dan ditayangkan pada media
Televisi.
9. Kentang
“Kentang (Solanum Toberosum L) termasuk jenis tanaman
sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak
(Samadi, 2009:9)”. Di Indonesia, tanaman kentang dapat tumbuh
dengan baik di daerah dataran tinggi yang memiliki ketinggian antara
500 m – 3.000 m dpl.
2. Hasil dan Pembahasan
Karya produksi dokumenter televisi Ironi Kentang Wonosobo
menceritakan tentang kehidupan petani kentang, kondisi lahan kentang dan
permasalahan tentang pembatasan lahan pertanian kentang. Karya
produksi dokumenter televisi tersebut lebih menonjolkan pada aspek
visual, aspek psikologi berupa ironi dan narasi yang berisi data mengenai
kondisi lahan pertanian kentang. Hal ini bertujuan agar penonton dapat
dengan mudah menerima dan memahami pesan yang disampaikan, yaitu
mengenai perjuangan dan usaha petani kentang dalam menghadapi
kenyataan yang tidak sejalan dengan harapannya, yaitu kerusakan tanah
dan kebijakan pembatasan lahan pertanian kentang. Oleh sebab itu, penulis
membagi karya produksi dokumenter televisi Ironi Kentang Wonosobo
dalam tiga segmen. Berikut deskripsi karya dari karya produksi
dokumenter televisi Ironi Kentang Wonosobo :
11. 11
Awal pemutaran cerita Ironi Kentang Wonosobo, dimulai dengan
penyajian eye catcher. Eye catcher merupakan potongan-potongan scene
yang mewakili isi dari dokumenter. Hal ini dilakukan untuk menarik
perhatian penonton, agar tertarik untuk melihat isi dari dokumenter.
Berikut beberapa -gambar yang ditampilkan pada eye catcher, di
antaranya:
Gambar 1.1. Cuplikan Eye Catcher
Kemudian eye catcher gambar seorang petani yang menangis.
Gambar tersebut dipilih untuk menjadi background judul.
Gambar 1.2. Petani Kentang, Siti Aminah
Setelah itu, muncul judul dokumenter televisi Ironi Kentang
Wonsobo. Hal ini dilakukan, agar penonton mengetahui apa judul dan isi
keseluruhan dari dokumenter Ironi Kentang Wonosobo.
Gambar 1.3. Judul dokumenter “Ironi Kentang Wonosobo”
Penulis memilih background sketsa petani yang menangis, karena
menggambarkan ironi yang dirasakan oleh petani. Selain itu, warna coklat
pada sketsa tersebut, mewakili warna kentang dan tanah pada lahan
pertanian kentang.
2.1. Segmen Pertama
Segmen pertama menceritakan tentang aktivitas petani kentang,
kehidupan petani kentang dan kondisi lahan kentang di Kejajar. Pada
awal segmen pertama, narasi menceritakan tentang aktivitas petani
yang berangkat bertani pada keadaan cuaca dingin Kejajar.
Gambar 2.1. Lahan pertanian kentang di ketinggian 1.800 mdpl
12. 12
Selain kondisi lahan kentang, disajikan pula aktivitas petani
yang berangkat menuju lahan kentang. Gambar tersebut didukung
dengan narasi tentang kondisi cuaca dan petani yang pergi ke lahan
kentang miliknya.
Penjelasan tentang makna bertani kentang bagi petani dan
keinginan yang paling diharapkan, dijelaskan oleh Makmun. Makmun
menceritakan kisah dan keinginnya selama bertani kentang.
Gambar 2.2.. Kutipan wawancara Makmun, petani kentang di Kejajar
Segmen pertama ditutup wawancara dengan Makmun.
Makmun menjelaskan tentang penyesalan petani kentang yang
membuat tanah perbukitan miring, menjadi lahan pertanian kentang.
Peran produser pada segmen pertama adalah, menentukan narasumber
yang menjelaskan tentang makna dari bertani kentang dan rasa
penyesalan terhadap pengolahan yang salah. Hal ini dikarenakan,
pendalaman sudut pandang psikologi produser, terhadap ironi
permasalahan kentang dapat tersampaikan.
2.2. Segmen kedua
Segmen kedua menjelaskan tentang permasalahan yang
menimpa petani kentang di Kecamatan Kejajar, yaitu, kebijakan
Bupati Wonosobo yang membatasi perluasan lahan kentang. Pada awal
segmen kedua, penulis menyajikan grafik perluasan lahan kentang
setiap tahun. Grafis tersebut merupakan ide kreatif produser dalam
karya produksi dokumenter televisi Ironi Kentang Wonosobo.
Gambar 3.1. Grafik luas tanah pertanian kentang
Kemudian, penulis juga menyajikan cuplikan berita-berita
tentang pembatasan lahan kentang di wilayah Kecamatan Kejajar.
Cuplikan berita-berita dari media cetak tersebut, juga merupakan ide
13. 13
kreatf produser untuk menunjukkan bahwa permasalahan yang
menimpa petani kentang benar-benar ada.
Gambar 3.2. Cuplikan berita-berita dari media cetak tentang
pembatasan lahan pertanian kentang
Penulis menyajikan wawancara dengan Bupati Wonosobo.
Bupati Wonosobo menjelaskan tentang dampak pengolahan lahan
kentang oleh petani kentang yang tidak mengikuti kaidah
sustainability ecology.
Gambar 3.3. Kholiq Arief, Bupati Wonosobo
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Wonosobo, nyatanya
tidak mendapatkan respon yang cukup baik dari petani kentang. Petani
kentang merasa, kebijakan yang diambil oleh Bupati Wonosobo,
merupakan kebijakan yang tidak bijak bagi mereka.
Segmen kedua ditutup dengan narasi tentang perasaan dilema
para petani kentang. Mereka ingin tetap berjuang untuk
mempertahankan profesi yang ditekuninya. Namun, kebijakan tentang
pembatasan lahan pertanian kentang, menghambat jalan mereka untuk
terus berkarya.
2.3. Segmen ketiga
Segmen ketiga merupakan puncak ironi dari petani kentang.
Profesi yang mereka tekuni dan mereka perjuangkan, nyatanya, tahun
demi tahun tidak memberikan keuntungan yang sepadan dengan
keringat yang telah mereka peras. Kentang tersebut hanya dapat
dipasarkan di dalam Kabupaten saja. Solusi dari pemerintah adalah
dengan mengganti tanaman kentang dengan tanaman pertanian
lainnya, seperti carica dan purwaceng.
14. 14
Gambar 4.1. Tanaman pengganti kentang, Carica (kiri) dan Purwaceng
(kanan)
Penjelasan tentang kandungan tanah dan kondisi tanah di
Kejajar dijelaskan oleh Anggri Setiawan, yang merupakan narasumber
dari segi lingkungan. Anggri menjelaskan bahwa unsur hara yang
terkandung pada tanah di wilayah Kejajar semakin berkurang, akibat
dari penggunaan tanah sebagai lahan pertanian.
Gambar 4.2. Anggri Setiawan, Pakar Lingkungan UGM
Pada akhir segmen ketiga, ditutup wawancara dengan Slamet
dan Siti Aminah. Wawancara tentang keinginan untuk beralih ke
profesi lain.
Gambar 4.3. Siti Aminah, petani kentang di Kejajar
Gambar 4.3 merupakan akhir dari dokumenter Ironi Kentang
Wonosobo. Perasaan yang diluapkan oleh Siti Aminah, tentang cerita
kehidupannya yang pahit. Pada segmen ketiga, Ironi Kentang
Wonosobo berhasil dicapai dengan luapan emosi Siti Aminah.
Pertanyaan yang penulis ajukan saat mendalami psikologi dari petani
kentang, berhasil dilakukan. Siti Aminah mampu meluapkan
perasaannya, hingga meneteskan air mata. Kesedihan yang tergambar
jelas lewat suaranya mampu membuat penonton merasakan ironi yang
dirasakan oleh Siti Aminah.
3. Kesimpulan
Skripsi Penciptaan Karya Produksi dengan judul Pengembangan
Ide Kreatif melalui Perspektif Psikologi pada Dokumenter Televisi Tanah
Negeriku edisi Ironi Kentang Wonosobo telah sesuai dengan tujuan
15. 15
penulis, yaitu menyajikan dokumenter yang mendidik, berguna dan
menarik sehingga mampu memperbaiki sudut pandang, pola hidup serta
cara pandang manusia terhadap kekayaan alam, sehingga tercipta
keseimbangan alam, ditambah dengan ironi petani kentang yang mampu
menginspirasi dan menggugah hati para penonton.
Program dokumenter Tanah Negeriku edisi Ironi Kentang
Wonosobo, termasuk dalam kategori program acara yang faktual, penting,
menarik, berdampak, dan informatif. Keteguhan para petani kentang yang
terus berjuang dan berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan. Meski
kenyataannya, profesi yang mereka tekuni merusak tanah dan membuat
Bupati Wonosobo mengeluarkan kebijakan pembatasan lahan pertanian
kentang, akibat dari kerusakan tanah yang disebabkan oleh pertanian
kentang. Namun, tidak membuat para petani kentang surut semangat
hidupnya.
4. Daftar Pustaka
Badjuri, Adi. 2010. Jurnalistik TV. Tangerang: Graha Ilmu
Green, Andy. 2004. Kreativitas Dalam Public Relations. Jakarta: Erlangga
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2009. Jurnalistik
Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Langgulung, Hasan. 1991. Kreativitas dan Pendidikan Islam Analisis
Psikologi dan Falsafah. Jakarta: Pustaka Al Husna
May, Rollo. 2004. The Courage to Create. Jakarta: Teraju
McQuail, Denis. 2010. McQuail’s Mass Communication Theory. London:
Sage Publications Ltd.
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Jakarta: Kencana.
Patocz, Agnes. 1999. Freud, Psychoanalysis, and Symbolism. United
Kingdom: Cambridge University Press
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian
Pustaka.
16. 16
Samadi. 2007. Geografi. Bogor: Quadra
Semiawan, Conny. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Grasindo.
Subagyo, Ahmad. 2008. Studi Kelayakan. Jakarta: Rafindo
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Turman, Lawrence. 2005. So You Want To be a Producer. New York:
Crown Publishing
Wibowo, Fred. 2007. Teknik Produksi Program Televisi. Yogyakarta:
Pinus Publisher
__________________________________________________________________
Umbara, Diki. Dokumenter. Artikel.
http://dikiumbara.wordpress.com/category/dokumenter/. Diakses
pada tanggal 30 Agustus 2013
Kulikowski. 2015. Shrinking Habitats Have Adverse Effects on World
Ecosystems. Berita. http://news.ncsu.edu/2015/03/bad-effects-
shrinking-habitats/. Diakses pada 20 Maret 2015