SlideShare a Scribd company logo
1 of 319
Download to read offline
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/319349615
Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu
Cover Page · August 2013
CITATIONS
2
READS
1,345
1 author:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Indonesia Non Timber Forest Product Hand Book View project
Land usage change and Its scenario of utilization View project
Wahyudi Sayuti Pono
State University of Papua
1 PUBLICATION 2 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Wahyudi Sayuti Pono on 06 September 2017.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
BU K U PE G ANG AN
H ASIL HUT AN BU K AN K A YU
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 2
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang H A K CIPT A
Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
!!
BU K U PE G ANG AN
H ASIL HUT AN BU K AN K A YU
W A H YUDI
Editor
Wasrin Syafii
Perbanyakan dan distribusi buku ini sebagian dibiayai oleh International Tropical Timber Organization (ITTO)
126/12A
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 4
BU K U PE G ANG AN
H ASIL HUT AN BU K AN K A YU
Oleh: Wahyudi
© PENERBIT POHON CAHAYA
Jl. Tirtodipuran 8 Yogyakarta 55142
Telp./ Fax.: (0274) 379109
E-mail: pohoncahaya@pohoncahaya.com
Website: www.pohoncahaya.com
Cetakan ke-1 : Mei 2013
Perancang Sampul : Sigit Supradah
Penata Letak : Hendra Prabawa
Editor : Wasrin Syafii
Penyelaras : Hendra Prabawa
Perpustakaan Nasional RI: ISBN/
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
BU K U PE G ANG AN
H ASIL HUT AN BU K AN K A YU
Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2013.
318 hlm.; 15x23 cm
ISBN: «
Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang mengutip dan mempublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit
Dicetak oleh:
PERC E T A K AN PO H ON C A H A Y A
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 5
Dengan mengucapkan
Alhamdulillah,
buku ini dapat terbit berkat motivasi dari
Bunda Ranti, Ananda Uda, dan Owi
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 6
(halaman kosong)
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 7
PENG ANT AR PE MBA C A
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas pentunjuk dan karunia-Nya,
buku Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini dapat diselesaikan. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk
memberikan bahan bacaan kepada mahasiswa Kehutanan pada umumnya. Secara khusus, buku ini
ditujukkan kepada mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Hutan yang mengambil mata kuliah Hasil
Hutan Bukan Kayu, di mana mereka sering mengeluhkan keterbatasan akan bahan bacaan atau
referensi yang menyeluruh tentang hasil hutan bukan kayu (Non-Timber Forest Products/NTFPs), dan
beberapa pembaca yang tertarik atau berkecimpung dengan hasil hutan bukan kayu
Buku ini juga sangat informatif bagi para pembaca maupun pihak lain yang berkepentingan
dengan keanekaragaman hayati hutan tropis, khusunya keterikatan atau interaksi antara masyarakat
lokal/hutan (forest people) dengan sumber daya hutan yang mereka miliki, yang selanjutnya
diistilahkan dengan kearifan lokal (Indigenous knowledge)
Buku, bahan bacaan, dan referensi tentang hasil hutan bukan kayu, sebenarnya sangat banyak dan
beragam, dari yang bersifat pengetahuan populer, kajian ilmiah, hasil penelitian, baik dalam bentuk
laporan maupun proseding symposium, baik lokal maupun international. Akan tetapi kebanyakan
bahan bacaan tersebut tersedia dalam bahasa Inggris. Beberapa buku referensi tentang HHBK dalam
bahasa Indonesia masih kurang, bahkan belum ada. Jikalaupun ada, kebanyakan disajikan dalam
ruang lingkup yang terbatas, yaitu hanya membahas satu komoditas HHBK saja.
Karena keberagaman sumber referensi tersebut, sehingga banyak informasi tentang hasil hutan
bukan kayu yang terkesan kurang dipadukan menjadi buku yang akan memberikan wawasan yang
menyeluruh dan lengkap. Sehingga sangat diharapkan dengan membaca buku ini, pemahaman dan
penguasaan tentang komoditas hasil hutan bukan kayu dapat diperoleh oleh mahasiswa, dan pembaca
secara lengkap, objektif dan menyeluruh.
Keunikan atau kekhasan hasil hutan bukan kayu adalah ruang lingkupnya yang sangat luas, dan
kontribusinya langsung kepada masyarakat hutan serta berkaitan langsung dengan aspek kearifan
masyarakat lokal terhadap kelestarian sumber daya hutan/alam mereka. Ini yang menjadikan
komoditas HHBK menjadi bahan kajian dan perhatian utama dari beberapa negara maju dan lembaga-
lembaga keuangan dan konservasi internasional untuk berperan dalam mengoptimalkan pengelolaan
nya untuk masyarakat lokal.
Pada awalnya, buku ini merupakan hasil kumpulan materi-materi mata kuliah hasil hutan bukan
kayu yang penulis siapkan dari tahun 2001, kemudian dikemas dalam buku ajar. Dengan penambahan
beberapa referensi, pengetahuan popular, dan hasil-hasil penelitian, maka buku ini kemudian
disempurnakan untuk menjadi buku tek atau referensi untuk mahasiswa kehutanan, dan berbagai
disiplin ilmu lainnya, serta pembaca tentang universalitas komoditas HHBK.
Buku ini dirancang dengan menggunakan pendekatan yang menyeluruh tentang HHBK, sehingga
pokok pokok bahasan disusun ke dalam bentuk bab-bab yang saling berurutan. Susunan bab tersebut
sengaja dimunculkan agar setiap pembaca, dan khusunya mahasiswa memiliki pengetahuan tentang
tujuan dan harapan pembelajaran dari masing-masing pokok bahasan. Dengan demikian, mahasiswa
dapat menemukan proses pembelajaran yang optimum sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, sesuai
dengan kurikullum yang berbasis kompetensi.
Kiranya buku ini dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa dan pembaca pada umumnya,
segala masukan dan kritikan serta saran demi kelengkapan dan keakuratan informasi dalam buku ini,
senantiasa penulis harapkan.
Manokwari, West Papua, Mei 2013
Penulis
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 8
UC APAN T ERIM A K ASIH
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi ±tingginya kepada para
mahasiswa bimbingan yang dengan sukarela memberikan koleksi foto-foto hasil penelitiannya untuk
mendukung illustrasi pada buku ini. Semua kontribusi kalian akan memberikan bekal pengetahuan
kepada adik-adik kalian dan mengilhami mereka untuk berbuat lebih-baik dan lebih baik lagi untuk
masa depan hutan kita bersama. Pernhargaan yang sama juga, penulis berikan kepada para mahasiswa,
temen-temen kolega dan fihak lain yang turut berperan dalam menunjang penulisan buku ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin
Syafii, M.Agr.Sc atas kesediaanya menjadi editor tunggal buku ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada International Tropical Timber Organization
(ITTO), yang telah bersedia mendanai untuk publikasi dan distribusi buku ini kepada beberapa
institusi kehutanan di beberapa wilayah Indonesia.
!!
"#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 9
PRA K A T A
$VVDODPX¶DODLNXP:U:E,
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau ada sebagian yang menyebutnya Hasil Hutan Non Kayu,
yang dalam bahasa Inggrisnya adalah Non-Wood Forest Products (NWFP`s) atau lembaga lain
menyebutnya sebagai Non-Timber Forest Products (NTFP`s) adalah salah satu mata kuliah wajib bagi
mahasiswa kehutanan, khususnya pada jurusan/program studi teknologi hasil hutan.
Beberapa alasan yang mendasar kenapa buku ini ditulis, kenapa hanya mahasiswa jurusan
teknologi hasil hutan yang memperoleh mata kuliah ini. Mengingat ruang kajian dari hasil hutan
bukan kayu itu sangat luas, baik menyangkut aspek biologi, taxonomy, pengolahan, analisis
laboratorium, dan bahkan keadaaan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, maka seyogianya program
studi lain di lingkungan Fakultas Kehutanan, seperti Konservasi dan Manajemen hutan juga
memperoleh mata kuliah ini. Hal ini terkait dengan fakta bahwa komponen ekosistem hutan atau
tegakan terdiri atas pohon, anakan, tumbuhan bawah, semak belukar, mikroba dan berbagai jenis
mikro flora dan fauna lainnya. Asosiasi dan ketergantungan antara tumbuhan tingkat tinggi dan
rendah, hewan bersel tunggal dan majemuk, sangat menentukan kerberlangsungan proses biologi dan
kimiawi dalam tegakan tersebut untuk tetap eksis dan berfungsi. Sehingga kajian pengetahuan yang
hanya menfokuskan pada tumbuhan yang bernilai ekonomi, seperti pohon, akan memberikan
pemahaman yang kurang menyeluruh terhadap ekosistem tegakan hutan itu sendiri.
Dengan biodiversiti yang sangat tinggi dan tingkat ketergantungan masyarakat hutan terhadap
hutan miliknya, atau di sekelilingnya, maka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat hutan dan
juga pembangunan kehutanan dan atau pemanenan hasil hutan tidak dapat dipungkiri lagi harus
melibatkan peran serta komoditas hasil hutan bukan kayu. Hal ini yang kemudian memunculkan
paradigma baru pengelolaan hutan tropis di dunia, yaitu dari yang berorientasi pengambilan hasil
hutan utama atau kayu dengan orientasi bisnis, kepada paradigma baru yang diwujudkan dengan
pengikutsertaan peran masyarakat hutan, yang kemudian dikenal dengan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini yang diyakini dapat menyelamatkan hutan
sekaligus memberdayakan dan membangun masyarakat hutan, dan paradigma baru ini yang dikenal
dengan Commnuity-based Forest Management.
Alasan yang ketiga adalah karena jenis dan ragam hasil hutan bukan kayu itu sangat beragam
(diverse), maka penulis mencoba untuk merangkumnya, dalam bentuk buku teks ini dengan harapan
memudahkan kepada para mahasiswa dan pembaca untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh
tentang produk-produk hasil hutan bukan kayu. Hal ini dilakukan karena bahan-bahan kajian referensi
kebanyakan disajikan dalam bahasa Inggris. Sementara referensi yang tersedia dalam bahasa
Indonesia, lebih banyak kepada kegiatan atau hasil penelitian tentang hasil hutan bukan kayu, yang
masih bersifat perjenis atau komoditas. Untuk memenuhi ketidaksinergisan tersebut, maka buku teks
ini dibuat, dengan harapan beberapa pandangan tentang hasil hutan bukan kayu itu dapat dipahami
dan dimengerti dengan objektif. Ada anggapan bahwa hasil hutan bukan kayu itu hanya rotan, damar,
arang, sagu, dan gondorukem, padahal hasil hutan bukan kayu bukan itu saja. Bahkan penulis sangat
percaya bahwa masa depan dan keberlanjutan potensi sumber daya hutan Indonesia terletak pada hasil
hutan bukan kayu.
Buku teks ini disusun dengan format mengikuti sistem kompentensi, yaitu setiap bab menyajikan
satu pokok bahasan dan dilengkapi dengan harapan-harapan setelah menyelesaikan pokok bahasan
tersebut. Pada setiap akhir pokok bahasan disertai dengan bahan bacaan atau referensi, yang bertujuan
untuk melatih para anak didik untuk mencari dan menggali informasi-informasi yang diperlukan dari
sumber-sumber pustaka primer yang direkomendasikan.
Buku teks ini terdiri atas 26 pokok bahasan, yang disusun berdasarkan keterkaitan topik
pembelajaran dan logika pemahaman topik. Pengertian, definisi dan alasan belajar hasil hutan bukan
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 10
kayu disajikan pada bab 1, alasan-alasan pengelompokan atau penggolongan hasil hutan menurut
instansi yang mengelolanya disajikan pada bab 2. Kajian pengelolaan dan karakteristik dari hasil
hutan bukan kayu dari berbagai perpektif disajikan pada bab 3, dan bab 4 membahas tentang potensi,
produksi ddan realitas ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu. Pada bab 5 memberikan ilustrasi
tentang pola produksi, sistem pasar dan kelembagaan pemasaran komoditas hasil hutan bukan kayu
sedangkan bab 6 mengkritisi tentang beberapa perangkat perundang-undangan tentang hasil hutan
bukan kayu, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Bab 1 ± 6 tersebut secara umum membahas tenang gambaran dan analisis permasalahan, tentang
jumlah dan jenis hasil hutan bukan kayu yang telah ditetapkan, dibandingkan dengan kenyataan
bahwa data tentang produksi dan ekspor atau nilau jual (kontribusi) hasil hutan bukan kayu yang
begitu kecil. Kekurangakuratan data dan informasi, antara jumlah komoditas, produksi dan penjualan
hasil hutan bukan kayu, menimbulkan berbagai pertanyaan, dari ketidaktersedianya data, baik di
tingkat daerah sampai depertemen kehutanan, aktivitas perdagangan hasil hutan bukan kayu yang
tidak termonitor oleh dinas terkait, sampai kepada belum adanya atau rendahnya pemahaman aparat
dan pelaku usaha hasil hutan bukan kayu tentang regulasi dan standarisasi hasil hutan bukan kayu.
Bab 7 sampai 24, membahas tentang jenis-jenis hasil hutan bukan kayu, baik bersifat komoditas
tunggal, seperti rotan, sagu, aren dan bambu, maupun dalam kelompok seperti produk turunan kayu
yaitu arang, briket arang dan atap sirap, yang disajikan pada bab 11. Bab 12 membahas tentang
tumbuhan penghasil warna alami, dan diikuti oleh tumbuhan obat pada bab 13. Komoditas getah-
getahan disajikan pada bab 14 sedangkan kelompok minyak atsiri juga dibahas dalam modul
tersendiri yaitu modul bab 15. Pada bab 16 pokok bahasannya adalah komia bahan alami, diikuti oleh
komoditas Buah merah pada bab berikutnya yaitu bab 17. Gaharu dibahas dalam bab 18, dan hasil
hutan bukan kayu kelompok Nabati dan hewani lainnya dibahas dalam bab 19, 20 dan 21 secara
berurutan. Sedangkan pokok bahasan tentang produk jasa dari hutan (services of forests) disajikan
pada bab 22, 23 dan 24. Produk jasa (forest services) dari hutan bibahas pada bab 22, dan ekowisata
yang merupakan potensi hasil hutan bukan kayu yang menggabungkan antara keunikan potensi
ekologi, sosial dan budaya masyarakat lokal atau suatu kawasan tertentu dibahas pada bab ke-23.
Perdagangan karbon dibahas pada bab 24. Pada akhir buku teks ini yaitu bab 25 dan 26, dilengkapi
beberapa topik penelitian dari HHBK dan beberapa judul penelitian mahasiswa strata satu (S1) berikut
tujuan dan variabel penelitiannya, dengan tujuan para mahasiswa dapat mempelajarinya dan
memahaminya. Pada bab terahir, 26, dibahas dengan singkat berbagai peluang usaha dalam bidang
HHBK, baik kewirausahaan skala rumah tangga, usaha kecil dan menegnah dan perusahaan besar.
Diharapakan setelah membaca dua pokok bahasan terakhir ini, peserta didik memiliki wawasan yang
luas, objektif dan kritis dalam merencanakan, menyusun dan mengembangkan potensi dirinya,
khususnya sebagai enterpreneurship yang baru.
Buku teks ini memimilki kelebihan-kelebihan yaitu mencoba menyajikan informasi yang
menyeluruh (komprehensif), disertai ilustrasi gambar yang jelas, karena belum tentu semua
mahasiswa atau pembaca, mengetahui sayur katok, buah pinang, aren maupun buah merah, dan
disajikan dengan pola pikir yang mengikuti kaidah logika pembelajaran, baik dalam tata bahasanya
maupun urutan pokok bahasannya. Kekurangan buku teks ini adalah ada pokok bahasannya yang
terlalu banyak, tetapi ada juga yang terlalu sedikit dan terdapat tabel-tabel yang terlalu menyita
halaman. Kekurangan lainnya adalah dalam memberikan ilustrasi gambar, atau kasus, hanya yang
terjadi di Papua, dan khusunya Manokwari.
Mengutip ungkapan moto dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, yaitu kalau bukan kita siapa
lagi, dan kalau bukan sekarang kapan lagi, penulis membuat buku teks hasil hutan bukan kayu ini,
guna membantu mendokumentasikan kekayaan alam tropis Indonesia yang begitu kaya ini.
Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan yang telah diutarakan di atas, kiranya buku teks
ini dapat menjadi satu bahan bacaan wajib khususnya bagi mahasiswa kehutanan, farmasi, ilmu
lingkungan dan berbagai jenis latar belakang disiplin ilmu lainnya. Buku teks ini juga sangat berguna
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 11
bagi para seluruh stakeholders yang berkepentingan dengan hasil hutan bukan kayu, khusunya di
Indonesia.
Dengan segala kerendahan hati, semoga buku teks ini dapat memenuhi apa yang para mahasiswa
harapkan dan pembaca inginkan. Salam Rimbawan. Terima kasih.
:DVVDODPX¶DODLNXP:U:E
Salam Hormat,
Wahyudi Sayuti Pono
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 12
(halaman kosong)
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 13
DA F T AR ISI
PENGANTAR PEMBACA «««««««««««««««««««««««« 7
UCAPAN TERIMA KASIH ««««««««««««««««««««««««« 8
PRAKATA ««««««««««««««««««««««««««««««« 9
DAFTAR ISI ««««««««««««««««««««««««««««««« 13
DAFTAR TABEL ««««««««««««««««««««««««««««« 20
DAFTAR GAMBAR ««««««««««««««««««««««««««« 22
BAB 1. PENGERTIAN HASIL HUTAN «««««««««««««««««««« 25
1.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 25
1.2. Hutan Tropis Indonesia ««««««««««««««««««««««« 26
1.3. Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan «« 28
1.4. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««««««««««««« 32
1.5. Peluang Produk Minor Penggantikan Produk Major di Masa Mendatang «««« 33
1.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 35
BAB 2. PENGGOLONGAN PRODUK HASIL HUTAN ««««««««««««« 36
2.1 Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 36
2.2. Penggolongan Menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan «««««««« 36
2.3. Penggolongan Menurut Undang-Undang Kehutanan ««««««««««« 37
2.4. Penggolongan Menurut Standar Nasional Indonesia «««««««««««« 38
2.5. Penggolongan Hasil Hutan Menurut Sumber Lain «««««««««««« 47
2.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 48
BAB 3. KAJIAN PENGELOLAAN DAN KARAKTERISTIK
HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 49
3.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 49
3.2. Fungsi dan Manfaat Penting Hutan bagi Masyarakat Hutan (Forest People) ««« 49
3.3. Permasalahan-Permasalahan Penting dari Hasil Hutan Bukan Kayu
dan Kemungkinan Pemecahannya, FAO (1998) ««««««««««««« 53
3.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 58
BAB 4. POTENSI, PRODUKSI, DAN EKSPOR KOMODITAS
HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 59
4.1. Pendahuluan ............................................................................................................. 59
4.2. Potensi ««««««««««««««««««««««««««««« 59
4.3. Keanekaragaman Produk «««««««««««««««««««««« 61
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 14
4.4. Produksi dan Ekspor «««««««««««««««««««««««« 62
4.5. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 68
BAB 5. POLA PRODUKSI, SISTEM PASAR DAN KELEMBAGAAN PEMASARAN « 69
5.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 69
5.2. Pola Produksi ««««««««««««««««««««««««««« 69
5.3. Rantai Pemasaran (Maket Chain) ««««««««««««««««««« 72
5.4. Kelembagaan Pemasaran ««««««««««««««««««««« 74
5.5. Produksi, Permintaan, dan Perdagangan «««««««««««««««« 77
5.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 78
BAB 6. PERANGKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN KEBIJAKAN
HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 79
6.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 79
6.2. Perundang-undangan «««««««««««««««««««««««« 79
6.3. Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««««« 81
6.4. Izin Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««« 82
6.5. Pemberian Izin «««««««««««««««««««««««««« 82
6.6. Pemberian Izin di Daerah Kabupaten/Kota «««««««««««««««« 83
6.7. Daftar Pustaka «««««««««««««««««««««««««« 89
BAB 7. ROTAN (RATTAN) «««««««««««««««««««««««« 90
7.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 90
7.2. Botani Rotan ««««««««««««««««««««««««««« 90
7.3. Pemanenan dan Pengolahan Rotan ««««««««««««««««««« 94
7.4. Pengujian Kualitas Rotan «««««««««««««««««««««« 96
7.5. Beberapa Catatan Penting tentang Perkembangan
Komoditas Rotan dan Industri Rotan «««««««««««««««««« 97
7.6. Permasalahan Komoditas Rotan di Masa Mendatang ««««««««««« 98
7.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 101
BAB 8. SAGU (METROXYLONSPP) ««««««««««««««««««««« 103
8.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 103
8.2. Botani Sagu (Metroxylon spp) «««««««««««««««««««« 103
8.3. Potensi Sagu ««««««««««««««««««««««««««« 104
8.4. Ciri Fisik Sagu Siap Panen ««««««««««««««««««««« 106
8.5. Pengertian Aci Sagu «««««««««««««««««««««««« 108
8.6. Pemanenan Sagu ««««««««««««««««««««««««« 108
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 15
8.7. Penghancuran Empulur (Menokok) dan Ekstraksi Aci Sagu ««««««««« 110
8.8. Metode Tradisional «««««««««««««««««««««««« 110
8.9. Metode Semi Mekanis «««««««««««««««««««««««« 114
8.10. Metode Mekanis Penuh ««««««««««««««««««««««« 115
8.11. Pemanfaatan Pohon Sagu «««««««««««««««««««««« 116
8.12. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 119
BAB 9. AREN (ARENGA PINNATA MERR) «««««««««««««««««« 120
9.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 120
9.2. Botani Pohon Aren «««««««««««««««««««««««« 120
9.3. Pemanfaatan Aren untuk Berbagai Produk «««««««««««««««« 123
9.4. Pembuatan Gula Merah Aren «««««««««««««««««««« 127
9.5. Pemanfaatan Tumbuhan Aren sebagai Bahan Bakar Nabati ««««««««« 129
9.6. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 131
BAB 10. BAMBU ««««««««««««««««««««««««««««« 132
10.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 132
10.2. Botani Bambu «««««««««««««««««««««««««« 132
10.3. Keanekaragaman Bambu pada Beberapa Daerah ««««««««««««« 134
10.4. Kenapa Bambu Begitu Spesial «««««««««««««««««««« 135
10.5. Sifat-Sifat Dasar dari Bambu «««««««««««««««««««« 137
10.6. Produk-Produk dari Bambu «««««««««««««««««««« 138
10.7. Penggunaan Bambu di Pedesaan ««««««««««««««««««« 140
10.8. Perkembangan Teknologi Bambu ««««««««««««««««««« 143
10.9. Lembaga Penelitian Bambu dan Rotan «««««««««««««««« 143
10.10.Pustaka «««««««««««««««««««««««««««««« 143
BAB 11. PRODUK TURUNAN KAYU ««««««««««««««««««««.. 145
11.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 145
11.2. Arang (Charcoal) ««««««««««««««««««««««««« 145
11.3. Arang Aktif (Activated Carbon) ««««««««««««««««««« 149
11.4. Briket Arang (Briquette) ««««««««««««««««««««««« 153
11.5. Sirap «««««««««««««««««««««««««««««« 154
11.6. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 157
BAB 12. TUMBUHAN PENGHASIL PEWARNA ALAMI (NATURAL DYE) «««««« 158
12.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 158
12.2. Pengertian Pewarna Alami ««««««««««««««««««««« 158
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 16
12.3. Penggunaan Pewarna Alami untuk Produk Tekstil seperti Batik ««««««« 160
12.4. Pengunaan Pewarna Alami pada Industri Makanan dan Minuman ««««« 164
12.5. Tanin «««««««««««««««««««««««««««««« 165
12.6. Pewarna Alami untuk Berbagai Produk Tradisional Lainnya «««««««« 165
12.6. Pustaka ................................................................................................................... 171
BAB 13. TUMBUHAN OBAT (MEDICINAL PLANTS) «««««««««««««« 172
13.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 172
13.2. Tumbuhan Obat (Medicinal Plants) «««««««««««««««««« 172
13.3. Tumbuhan Obat di Papua «««««««««««««««««««««« 176
13.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 179
BAB 14. RESIN DAN GETAH-GETAHAN «««««««««««««««««« 180
14.1. Pendahuuan «««««««««««««««««««««««««« 180
14.2. Istilah Umum «««««««««««««««««««««««««« 180
14.3. Getah Perca ««««««««««««««««««««««««««« 181
14.4. Getah Jelutung ««««««««««««««««««««««««« 182
14.5. Kopal ««««««««««««««««««««««««««««« 184
14.6. Damar ««««««««««««««««««««««««««««« 186
14.7. Getah Tusam ««««««««««««««««««««««««««« 187
14.8. Jernang ««««««««««««««««««««««««««««« 189
14.9. Kemenyan ««««««««««««««««««««««««««« 190
14.10.Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 191
BAB 15. MINYAK ATSIRI (ESSENTIAL OIL) ««««««««««««««««« 193
15.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 193
15.2. Potensi ««««««««««««««««««««««««««««« 193
15.3. Pengertian «««««««««««««««««««««««««««« 195
15.4. Sifat Fisiko-Kimia ««««««««««««««««««««««««« 196
15.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri «««««««««« 196
15.6. Proses Mendapatkan Minyak Atsiri «««««««««««««««««« 197
15.7. Pemisahan Minyak Atsiri dari Air dan Lemak «««««««««««« 200
15.8. Pengemasan dan Penyimpanan «««««««««««««««««««« 201
15. 9. Pemanfaatan Minyak Atsiri ««««««««««««««««««««« 201
15.10.Beberapa Penelitian Minyak Atsiri «««««««««««««««««« 201
15.11.Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 208
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 17
BAB 16. KIMIA BAHAN ALAM (NATURAL PRODUCTS OF CHEMISTRY) «««« 210
16.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 210
16.2. Ethnobotani, Ethnopharmakologi, dan Kearifan Lokal (Indigenous Knowledge) « 210
16.3. Kimia Tumbuhan (Phytochemistry) «««««««««««««««««« 212
16.4. Kimia Senyawa Aktif Biologis Tumbuhan ««««««««««««««« 213
16.5. Keanekaragaman Hayati Tanaman Obat-obatan ««««««««««««« 213
16.6. Bahan Obat-obatan dari Tumbuhan Tropis ««««««««««««««« 214
16.7. Grup Metabolit Sekunder «««««««««««««««««««««« 214
16.8. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 216
BAB 17. BUAH MERAH (PANDANUSCONODIEUSLAMK) «««««««««« 217
17.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 217
17.2. Botani Buah Merah (Pandanus conoideus L.) «««««««««««««« 217
17.3. Budi Daya Buah Merah «««««««««««««««««««««« 218
17.4. Pemanfaatan Buah Merah secara Tradisional «««««««««««««« 219
17.5. Karakteristik dan Komposisi Asam Lemak Buah Merah «««««««««« 220
17.6. Uji Biologi dan Pharmacologi dari Ekstrak Buah Merah «««««««««« 222
17.7. Pengolahan Buah Merah «««««««««««««««««««««« 222
17.8. Diversifikasi Produk-Produk Buah Merah ««««««««««««««« 222
17.9. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 223
BAB 18. GAHARU (AGARWOOD) «««««««««««««««««««««« 225
18.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 225
18.2. Botani Gaharu «««««««««««««««««««««««««« 225
18.3. Potensi Gaharu «««««««««««««««««««««««««« 227
18.4. Pengertian Gaharu «««««««««««««««««««««««« 227
18.5. Pemanfaatan dan Komponen Kimia Minyak Atsiri dan Ektrak Gaharu «««« 228
18.6. Perdagangan Gaharu «««««««««««««««««««««««« 229
18.7. Pengujian dan Kualitas Gaharu ««««««««««««««««««« 230
18.8. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 234
BAB 19. PRODUK-PRODUK NABATI LAINNYA ««««««««««««««« 236
19.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 236
19.2. Anggrek (Dendrobium spp) «««««««««««««««««««««««« 236
19.3. Buah Mangrove «««««««««««««««««««««««««« 238
19.4. Daun Pandan (Pandanus spp) ««««««««««««««««««««« 240
19.5. Nipah (Nypafruticans Wurmb) «««««««««««««««««««« 241
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 18
19.6. Pala (Myristica spp) «««««««««««««««««««««««««««« 243
19.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 245
BAB 20. MIKROBA ENDOPIT DAN JAMUR (EDIBLEMUSHROOM) ««««««« 247
20.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 247
20.2. Mikroba Endofit ««««««««««««««««««««««««« 247
20.3. Jamur yang Dapat Dikonsumsi (Edible Mushroom) «««««««««««« 249
20.4. Nilai Nutrisi dan Bahan Aktif pada Jamur Konsumsi ««««««««««« 257
20.5. Usaha Budi Daya Jamur dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal ««««««« 258
20.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 260
BAB 21. KELOMPOK HEWANI «««««««««««««««««««««« 262
21.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 262
21.2. Buaya dan Kulit Buaya ««««««««««««««««««««««« 262
21.3. Rusa (Cervus spp) ««««««««««««««««««««««««« 263
21.4. Sarang Burung Walet «««««««««««««««««««««««« 264
21.5. Kutu Lak (Sherlac) ««««««««««««««««««««««««« 265
21.6. Lebah Madu ««««««««««««««««««««««««««« 266
21.7. Ulat Sagu ««««««««««««««««««««««««««« 267
21.8. Kupu-Kupu ««««««««««««««««««««««««««« 267
21.9. Burung ««««««««««««««««««««««««««««« 269
21.10.Kanguru Pohon Cenderawasih (Dendrogilus ursinus) ««««««««««« 270
21.11.Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 271
BAB 22. PRODUK JASA DARI HUTAN(FOREST SERVICES) «««««««««««« 273
22.1 Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 273
22.2. Produk Jasa dari Sumber Daya Hutan (Services of Forests) ««««««««« 273
22.3. Jasa Hutan dan Pohon pada Pertanian (Agricultural Services of Forests and Trees) « 274
22.4. Jasa Hutan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) (Watershed Services of Forests) «« 275
22.5. Pabrik Karbon (Carbon Sequestration/Carbon Sink) ««««««««««««« 275
22.6. Konservasi Habitat Satwa Liar dan Nilai Keanekaragaman Hayati
(Conservation of Wildlife Habitats and Biological Diversity Values) ««««« 276
22.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 276
BAB 23. EKOWISATA (ECOTOURISM) «««««««««««««««««« 277
23.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 277
23.2. Pengertian «««««««««««««««««««««««««««« 277
23.3. Ekowisata dan Kawasan Konservasi ««««««««««««««««« 278
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 19
23.4. Potensi Lokal dari Ekowisata «««««««««««««««««««« 279
23.5. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««««« 282
BAB 24. PERDAGANGAN KARBON (CARBONTRADE) «««««««««««« 283
24.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 283
24.2. Hutan Tropis Dunia (World Tropical Rain Forest) «««««««««««« 283
24.3. Konvensi International tentang Perubahan Iklim Global «««««««««« 284
24.4. Protokol Kyoto «««««««««««««««««««««««««« 284
24.5. Efek Rumahkaca dan Gas Rumah Kaca (Green House Gases) ««««««« 285
24.6. Mekanisme Perdagangan Karbon Melalui Skema REDD
bagi Negara-Negara Berkembang Pemiliki Hutan Tropis «««««««««« 286
25.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 289
BAB 25. PENELITIAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU ««««««««««««« 290
25.1. Pendahululan ««««««««««««««««««««««««««« 290
25.2. Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu Berdasarkan
Urutan Pengembangan Komoditas Unggulan «««««««««««««« 290
25.3. Beberapa Contoh Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu
di Fakultas Kehutanan UNIPA «««««««««««««««««««« 293
25.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 293
BAB 26. PELUANG USAHA KOMODITAS HASIL BUTAN BUKAN KAYU «««« 299
26.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 299
26.2. Komoditas Unggulan Hasil Hutan Bukan Kayu Daerah dan Nasional «««« 299
26.3. Peluang Usaha Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu ««««««««««« 300
GLOSARIUM «««««««««««««««««««««««««««««« 305
DAFTAR PUSTAKA ««««««««««««««««««««««««««« 313
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 20
DA F T AR T ABE L
2.1 Jenis-jenis komoditas hasil hutan kayu kelompok batang dan turunannya
2.2 Beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak atsiri
2.3 Beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak lemak
2.4 Kelompok hasil hutan bukan kayu kelompok bunga, buah, biji dan daun
2.5 Beberapa hasil hutan buan kayu kelompok kulit dan babakan
2.6 Hasil hutan bukan kayu kelompok getah-getahan
2.7 Hasil hutan bukan kayu kelompok resin
2.8 Hasil hutan bukan kayu kelompok aneka nabati
2.9 Hasil hutan bukan kayu kelompok aneka umbi
2.10 Hasil hutan bukan kayu kelompok hewani dan turunannya
2.11 Penggolongan jenis dan golongan hasil hutan bukan kayu
3.1 Karakteritik hasil hutan bukan kayu berdasarkan penggunaan akhir
3.2 Penggolongan hasil hutan bukan kayu berdasarkan kepentingan analisis ekonomi, skala
kegunaan dan pemasaran
3.3 Perbandingan karakteristik pengelolaan, pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
dibandingkan hasil hutan kayu
4.1 Potensi hasil hutan bukan kayu di Irian Jaya/Papua
4.2 Produksi hasil hutan bukan kayu sepuluh tahun terakhir
4.3 Total ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu 5 tahun terakhir
4.4 Realisasi ekspor komoditas gaharu dari hutan per juli 2007
4.5 Realisasi ekspor satwa liar per juli 2007 yang diambil dari hutan belantara
5.1 Ringkasan nilai ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu utama wilyah Asia pasifik
6.1 Identifikasi beberapa jenis perizinan pemanfaatan hasil hutan pada hutan lindung
6.2 Ringkasan hasil identifikasi berbagai hal berkenaan dengan izin pemanfaatan jasa lingkungan
6.3 Ringkasan hasil identifikasi oleh dinas kehutanan kab. Bulungan tentang berbagai aspek izin
pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung
6.4 Ringkasan hasil identifikasi beberapa aspek tentang izin usaha pemanfaatan kawasan pada
hutan produksi
6.5 Ringaksan identifikasi berbagai aspek pemberian izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan
pada kawasan hutan produksi
6.6 Ringkasan identifikasi berbagai aspek izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada
hutan produksi
6.7 Ringkasan identifikasi berbagai aspek izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada
hutan tanaman
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 21
6.8 Ringkasan identifikasi berbagai aspek perizinan usaha pemugutan hasil hutan bukan kayu dari
hutan alam
7.1 Ringkasan dari permasalahan yang telah diidentifikasi dan teknologi yang diperlukan guna
keberlanjutan perkembangan komoditas rotan di negara-negara Asia Tenggara
8.1 Estimasi luas tumbuhan sagu di Indonesia, Papua New Guinea, Malaysia, Thailand dan
Filipina
8.2 Luas dan penyebaran Sagu di Irian Jaya (Papua)
9.1 Luas areal tanaman aren dan perkiraan produksi gula yang dihasilkan
9.2 Perkembangan areal tanaman aren dan produksinya dari tahun 1992-2003
9.3 Skenario pencapaian swasembada gula konsumsi 2005-2009
12.1 Jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami dan warna yang dihasilkan
12.2 Jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami, warna yang dihasilkan, metode ekstraksinya dan
penggunaan warna alami oleh suku Arfak di Kampung Mbenti Distrik Manyambou Kab
Manokwari
13.1 Jenis-jenis tumbuhan obat, bagian yang dimanfaatkan dan khasiatnya yang dapat
dikembangkan dalam rangka pengembangan hutan tanaman
13.2 Beberapa jenis tumbuhan berkayu yang dihasilkan dari hutan yang berpotensi untuk dijadikan
tumbuhan obat
15.1 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas minyak atsiri
15.2 Pengaruh bentuk daun terhadap persentase komposisi minyak atsiri pada minyak kayu putih
15.3 Pengaruh penyimpanan terhadap rendemen dan kadar sineol dari minyak kayu putih
15.4 Variabel dan persyaratan minyak kayu putih di Indonesia
15.5 Karakteristik dan syarat mutu kayu putih berdasarkan the Essential oil association of USA
15.6 Komponen bioaktif minyak kayu putih dan rumus molekulnya serta titik didihnya
16.1 Beberapa senyawa bio-aktif tumbuhan hutan tropis, sumber tumbuhan penghasilnya dan
kategori terapinya
17.1 Karakteristik buah merah (Pandanus coneideus L)
17.2 Sifat fisiko-kimia buah Merah (Pandanus coneideus L)
17.3 Kandungan gizi buah merah (Pandanus coneideus L)
17.4 Diversifikasi produk-produk sampingan dari sari buah merah
17.5 Pemanfaatan lain dari tanaman buah merah
18.1 Jenis-jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia dan daerah penyebarannya
18.2 Klasifikasi kualitas gaharu menurut ASGARIN
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 22
DA F T AR G A MBAR
4.1 Profil tukang kayu lokal di teluk Wondama, Papua Barat
4.2 Produk Mebel yang diperuntukkan untuk bangku siswa sekolah dasar (SD)
5.1 Tumang sagu yang berasal dari daerah Sentani Jayapura
5.2 Diagram bagan pemasaran rotan dengan metode PCS
5.3 Bagan alir jaringa pemasaran minyak lawang di Kab. Teluk Wondama
5.4 Bagan alir jaringa pemasaran kulit kayu masohi di Kab. Teluk Wondama
7.1 Rumpun Rotan di dekat Pemukiman/persawahan penduduk di SP V distrik Masni Kabupaten
Manowari dan mahasiswa Sesmester VI program studi teknologi Hasil Hutan yang lagi
memanen rotan
7.2 Duri rotan dari jenis Calamus spp yang tumbuh di daerah SP V distrik Masni Kabupaten
Manokwari
7.3 Rotan yang telah masak tebang di hutan Werianggi, kabupaten teluk Wondama
7.4 Pengeringan rotan asalan secara sederhana di sentra industri rotan Nabire-Papua
7.5 Kursi biasa rotan yang diproduksi salah satu pelaku kerajinan rotan di Kota Nabire-Papua
5.4. Sepasang kursi sofa (jenis deluxe) yang diproduksi oleh salah satu pelaku kerajinan rotan di
kota Nabire- Papua
8.1 Anakan pohon sagu di alam dan tegakan/dusun sagu
8.2 Proses penghancuran empulur sagu
8.3 Gambaran umum proses pemanenan sagu
8.4 Dua bentuk ala tokok sagu
8.5 Penggunaan alat tokok dalam menokok sagu
8.6 Hasil proses penghancuran/tokok empulur sagu
8.7 Dua gambaran metode ekstraksi serat empulur sagu
8.8 Berbagai bentuk tumang sagu di Irian Jaya
8.9 Alat pearut empulur sagu semi mekanis
8.10 Mesin pemarut empulur sagu modifikasi aci sagu (pati sagu) yang dijual di pasar tradisional
di Kota Manokwari
8.11 Bagan proses pengolahan sagu menjadi tepung di PT Sagindo Sari Lestari
8.12 Pemanfaatan daun sagu yang telah dijepit untuk atap dan dinding rumah masyarakat lokal di
Supriori-Biak
8.13 Sagu lempeng yang dijual di pasal lokal Manokawari
8.14 Ulat sagu dari kumbang Rizhophorus spp
8.15 Diagram pemanfaatan sagu skala industri
9.1 Pohon aren yang telah dewasa
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 23
9.2 Tandan (bunch) buah aren yang masih muda dan yang sudah siap panen
9.3 Bagan proses pembuatan gula aren merah
9.4 Bagan proses pembuatan gula semut atau gula kristal dari gulaaren merah
10.1 Salah satu jenis bambu yang tumbuh di salah satu desa di kab. Magetan Jawa Timur
10.2 Rumpun bambu yang tumbuh di sekitar pekarangan penduduk di Kota Manokwari
10.3 Penggunaan bambu utuh/solid dari jenis scrambling atau climbing untuk dinding rumah
penduduk
10.4 Penggunaan anyaman ruas bambu (gedhek) untuk dinding rumah penduduk di distrik Pantai
Utara Manokwari
10.5 Penggunaan bambu solid sebagai lantai/jembatan pada rumah panggung di Supriori Biak -
Papua
10.6 Penggunaan bambo solid untuk pagar kebun penduduk lokal di daerah Distrik Pantai Utara
Manokwari
12.1 Daun katuk yang sangat kaya akan klorofil dan bermanfaat untuk memperlancar produksi ASI
ibu yang lagi menyusui
12.2 Penggunaan warna merah pada tikar tradisional yang terbuat dari daun pandan (Pandanus
spp)
12.3 Hasil Kerajinan tas tradisional yang terbuat dari daun pandan yang menggunakan warna dan
tas tradisional yang terbuat dari serat kulit kayu yang tidak menggunakan pewarna
12.4 Pohon Pinang dewasa, buah pinang dan tandan buah pinang yang telah masak di pohon
13.1 Tumbuhan sirih (Piper spp) yang tumbuh merambat pada pohon Lamtorogung
13.1 Buah sirih yang pada tanaman sirih yang telah siap panen
13.3 Gambar akar atau tali kuning (Tinospera spp)
15.1 Gambar komponen aktif dari minyak sereh dan jeruk
15.2 Bagan umum proses ektraksi minyak astiri dari bagian tumbuhan
15.3 Metode distilasi dengan air/perebusan
15.4 Metode distilasi kombinasi air dan uap
15.5 Metod distilasi dengan uap
15.6 Bagan atau alur penyulingan minyak atsiri untuk memperoleh komponen yang tidak mudah
menguap
15.7 Diagram atau bagan pemisahan minyak atsiri dan lemak pada hasil ekstrak minyak atsiri
15.8 Pohon Lawang yang tumbuh di pekarangan rumah penduduk di Distrik Windesi Kabupaten
Teluk Wondama
15.9 Bekas ketel alat penyuling di Kampung Werianggi distrik Windesi Teluk Wondama - Papua
Barat
17.1 Tegakan buah merah (Pandanus coneideus L) dan posisi/letak buah merah pada batang pohon
berdiri
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 24
17.2 Anakan buah merah yang siap tanam dan tanaman buah merah yang berumur 2 tahun
17.3 Buah merah yang dijual di pasal Lokal di Manokwari
18.1 Komoditas gaharu kualitas lokal dari Werianggi di Manokwari
19.1 Karakteristik anggrek tipe monopodial yang tumbuh di pekarangan rumah penduduk lokal di
Manokwari
19.2 Tipe pertumbuhan anggrek sympodial yang tumbuh kurang terawat di kebun penduduk lokal
di Manokwari
19.3 Tanaman anggrek yang dijual oleh penduduk lokal di Papua
19.4 Proses pengupasan kulit biji mangrove jenis tumuk (Bruguiera spp) di desa Sowek distrik
Supriori selatan
19.5 Hasil kupasan buah mangrove jenis Tumuk (Bruguiera spp) yang siap direbus
19.6 Pandan yang berbuah seperti durian di hutan primer Kampung Nusaulan Distrik Buruway
kab. Kaimana
19.7 Tumbuhan pandan (Pandanus tectorius) untuk bahan baku tikar pandan
19.8 Tikar dari daun pandan di kampung Nusaulan Buruway Kaimana
19.9 Penyebaran nipah di sepanjang pinggiran sungai Buruway Kaimana
19.10 Tandan buah nipah yang telah mekar
19.11 Areal tegakan pohon pala di salah satu kampung di Kaimana
19.12 Tiga jenis komoditas yang dihasilkan oleh pohon Pala
20.1 Anak buaya yang ditangkap oleh penduduk lokal di kampung Esania distrik Buruway kab.
Kaimana
20.2 Bagian tubuh rusa, tanduk, yang ditinggalkan oleh pemburu di Kaimana
20.3 Ulat sagu sebagai sumber protein hewani alternatif di Irian Jaya
20.4 Beberapa jenis Kupu-kupu yang terdapat di Irian Jaya
20.5 Burung Cenderawasih (Paradisaea minor)
20.6 Habitat Kangoru Pohon Cenderaasih (Dendrogilus spp)
20.7 Kanguru Pohon cenderawasih yang ditangkap oleh masyarakat lokal
23.1 Objek wisata pemanggilan ikan di desa Bakaro kab. Manokwari
23.2 Pantai pasir putih (pasir panjang) di kampung Nusaulan distrik Buruway Kab, Kaimana
23.3 Perpaduan ukiran batu karang (mozaik) yang dipadukan dengan kejernihan air laut di
kampung Nusaulan distrik Buruway kab. Kaimana
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 25
BAB 1
PENG ERTIAN H ASIL HUT AN
1.1. Pendahuluan
Secara kosa kata hasil hutan diterjemahkan sebagai seluruh hasil (produk-produk) yang
dihasilkan dari Hutan. Sedangkan hutan secara sederhana dapat diartikan sebagai sekumpulan pohon-
pohon, tumbuhan dan hewan serta penyusun ekosistem lainnya yang satu sama lain tidak terpisahkan
dan ditetapkan oleh undang-undang sebagai hutan. Sehingga, hasil hutan adalah seluruh produk-
produk yang dihasilkan dari hutan, meliputi produk-produk dari pohon, tumbuhan, hewan dan
organisme penyusun ekosistem hutan lainnya. Hasil hutan yang telah disebutkan tadi, adalah hasil
hutan yang dapat ditentutan atau dihitung nilainya, bagaimana dengan produk-produk yang tidak
dapat dihitung nilainya, seperti hutan berfungsi menghasilkan udara yang bersih dan segar, hutan
mampu menampung resapan air hujan dan selanjutnya mengeluarkan air ke sungai atau mata air,
pancuran, juga fungsi lainnya seperti rekreasi, pariwisata, tempat penelitian, perlindungan satwa, dan
sebagainya.
Setelah kita cermati, ternyata hasil hutan itu memiliki pengertian dan dimensi yang sangat luas,
dan menyeluruh. Belajar dan mempelajari hasil hutan, juga perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu,
tidak hanya ilmu-ilmu dasar, seperti biologi, fisika, kimia, dan matematika. Akan tetapi, peran ilmu-
ilmu terapan seperti kehutanan, hidrologi, klimatologi, pertanian, sosiologi, peternakan, perikanan,
dan yang lainnya, juga tidak kalah pentingnya.
Setelah mengetahui ruang lingkup hasil hutan tersebut, pertanyaan yang muncul selanjutnya
adalah kenapa hasil hutan yang sering disebut-sebut di berbagai media massa, diskusi-diskusi,
seminar, penelitian, dan juga symposium hanya hasil hutan kayu? Bagaimana dengan hasil hutan yang
lainnya, yaitu selain kayu?
Hutan tropis Indonesia menghasilkan produk berbagai jenis kayu, sehingga kayu sering disebut
sebagai hasil hutan utama sedangkan produk hutan lainnya seperti rotan, kayu lawang, gaharu dan
tanaman obat serta beberapa produk hutan lainnya disebut dengan hasil hutan bukan kayu. Pernyataan
di atas menimbulkan pertanyaan, dan pertanyaannya adalah kenapa kayu lawang termasuk dalam
kelompok hasil hutan bukan kayu?. Karena pohon lawang juga menghasilkan kayu? Jawabannya
adalah bahwa kulit pohon lawang tersebut menghasilkan bahan kimia yang dapat diekstrak, diolah
dan kemudian kita kenal dengan minyak lawang. Produk minyak dari kulit lawang inilah yang
kemudian disebut sebagai produk bukan kayu dari kayu lawang.
Penjelasan singkat tersebut, mudah-mudahan dapat membantu mahasiswa dan pembaca, untuk
lebih memahami, arah dan topik bahasan yang akan disajikan dan dibahas pada buku hasil hutan
bukan kayu, atau khususnya pada bagian pertama ini. Bab pertama ini dirancang untuk membahas
tentang definisi atau pengertian dari hasil hutan secara umum, kemudian pengelompokan produk-
produk hasil hutan, yang selanjutnya dinamakan dengan komoditas hasil hutan, pengertian hasil hutan
bukan kayu dan jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang paling dominan atau
berperan penting di Indonesia.Hal ini berkaitan dengan potensi hutan tropis Indonesia yang
menghasilkan beragam produk hasil hutan bukan kayu, baik yang berupa produk barang dan jasa.
Karena keberagamannya tersebut, banyak pengertian atau istilah yang digunakan untuk
mengambarkan komoditas HHBK. Pemberian istilah ini, pada dasarnya adalah untuk dapat
mengakomodasi seluruh produk HHBK dalam suatu pengertian yang komprehensif.
Setelah menyelesaikan pelajaran pada bab pertama ini, para mahasiswa diharapkan memiliki
kemampuan untuk:
mendefinisikan pengertian hasil hutan bukan kayu secara luas;
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'
!
26
memahami alasan pengelompokkan hasil hutan;
mengelompokkan hasil hutan bukan kayu berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan
kehutanan, teknologi hasil hutan dan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya hutan yang
berkembang saat ini;
mengidentifikasi berapa hasil hutan bukan kayu khususnya di Indonesia dan mengelompokkanya
berdasarkan klasifikasi yang telah dibuatnya sendiri.
1.2. Hutan Tropis Indonesia
Hutan hujan tropis Indonesia adalah salah satu dari tiga kelompok hutan hujan tropis dunia
(world tropical rain forest), yaitu kelompok hutan Amazon di Amerika selatan (Amazon basin of
South America), kelompok hutan di Semenanjung Zaire (the Zaire basin) of Africa, dan kelompok
Pasific dan Indomalaya (the Islands and peninsulas of South-east Asia). Hutan tropis dunia terletak
pada garis lintang dan garis bujur antara 10° lintang utara and 10° bujur selatan. Khusus untuk
kelompok Pasifik dan Indo-Malaya, hutan tropis basah ini tersebar pada beberapa negara, meliputi
India, Bangladesh, Sri Lanka, Malaysia, Brunei, Indonesia, Burma dan Papua New Guinea.
Khusus di Indonesia, dengan mempertimbangkan kemudahan pemahaman, dan kesederhanaan
pengucapan, hutan tropis basah selanjutnya dapat disebut sebagai hutan tropis Indonesia. Istilah ini
yang banyak dipergunakan dalam bahasa sehari-hari, baik di lingkungan akademis maupun pragmatis
lapangan. Tetapi apabila kita mempelajari tentang tipe-tipe hutan atau formasi hutan di dunia atau
Indonesia, istilah hutan hujan tropis masih banyak dipergunakan, khususnya bila mengacu kepada
referensi beberapa tektbook dari negara-negara Eropa dan Amerika.
Hutan hujan tropis (tropical rain forest) Indonesia dikenal karena memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi, baik dari jumlah jenis pohon, serangga, tumbuhan berbunga, dan hewan vetebrata
dan beberapa hewan melata lainnya. Hal tersebut belum termasuk beberapa ciri khas dari hutan tropis,
seperti tanaman anggrek, buah-buahaan, tanaman hias dan beberapa jenis mikroflora dan mikrofauna
yang belum terindentifikasi. Kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) tersebut telah
memunculkan satu ciri khas yang sangat menonjol dari vegetasi hutan tropis, yaitu heterogenitas atau
keberagaman jenis yang tinggi dari penyusun ekosistemnya. Hal ini meliputi keanekaragaman
makhluk hidup yang berhabitat di dalam tanah hutan, di lantai hutan, dalam serasah, kulit pohon, di
tajuk pohon sampai pada makhluk hidup yang hidup di cabang dan puncak pohon (crown).
Menurut The Indonesian Biodiversity Foundation (KEHATI) luas daratan Indonesia itu hanya
sebesar 1,3% dari luasan permukaan bumi, tetapi keanekaragaman hayati Indonesia mewakili 17%
dari keanekaragaman hayati dunia. Rincian dari keanekaragaman hayati tersebut dapat diringkas dan
disajikan pada Gambar 1.1 berikut ini.
!!
#$
%
'!!
!'(!
$
'!'
!%
%#
Kupukupu(Butterfiles)
Hewantidakbertulang
belakang(invertebrates)
Specieslangka(rarespecies)
Hewanmelata(Reptil)
Burung(Birds)
Amphibi(Amphibian)
Mamalia(Mammals)
Ikan(freshwaterfishes)
Terumbukarang(Coralreefs)
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 27
Gambar 1.1. Keanekaragaman hayati Indonesia berdasarkan jumlah spesies pada tiap kelompok
organisme
Dari gambar 1.1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa Indonesia memiliki keberagaman jenis ikan,
burung, dan invertebrata ribuan species. Kemungkinan ditemukannya species-species yang lain, atau
yang baru, masih sangat terbuka atau memungkinkan. Mengingkat beberapa hutan tropis Indonesia
pada beberapa daerah utamanya Papua, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, belum semuanya diteliti
baik oleh peneliti kita, maupun oleh peneliti lainnya. Demikian juga dengan species-species ikan,
wilayah perairan kita sangat luas, ditambah dengan beberapa sungai-sungai besar yang belum
sepenuhnya diteliti, seperti sungai Mamberamo di Papua.
Apabila keanekaragaman hayati Indonesia tersebut direpresentasikan dalam keanekaragaman
hayati dunia, maka posisi keanekaragaman hayati yang kita miliki dapat diringkas pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Posisi keanekaragaman hayati Indonesia berdasarkan urutan keanekaragaman hayati
dunia
Gambar 1.2 di atas menjelaskan bahwa species langka, baik itu dari keompok hewan maupun
tumbuhan, Indonesia menempati urutan pertama di dunia. Sedangkan untuk golongan mamalia,
Indonesia menempati urutan kedua dunia, selanjutnya keberagaman jenis reptil, burung, dan hewan
amphibi, secara berurutan Indonesia berada pada posisi ke-empat, lima dan ke-enam. Untuk terumbu
karang, sekitar 60% dari populasi terumbu karang di dunia, terdapat di Indonesia.
Kedua gambar tersebut di atas, memperlihatkan betapa kayanya negara kita, potensi
keanekaragaman hayati, baik yang berada di hutan, dan lautan, merupakan asset yang tidak ternilai
harganya. Dari segi pendidikan dan penelitian, potensi keanearagaman hayati ini sudah seharusnya
memotivasi kita untuk meneliti, dan memanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan
kesejahteraan rakyat dalam arti yang sangat luas.
Kita kembali ke topik bahasan hasil hutan, heterogenitas struktur vegetasi penyusun hutan hujan
tropis tersebut memberikan manfaat atau fungsi hutan hujan tropis yang sangat kompleks dan
)*+,-+./012341/
5676812/
*+78191:
;+*8-0/5676812/
4+/+9*18:
67623/5676812/
4+/0-91:
=9*-?-/
5676812/4+//
+219:
@1910-1/
5676812/4+/
A61:
B+769?6/
417123/5C/D/
A17-/8+769?6/
417123/E62-1:
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 28
menghasilkan multi manfaat. Fungsi dan manfaat tersebut dapat diwujudkan sebagai produk-produk
yang dhasilkan dari hutan hujan tropis, yaitu produk utama (major products) sebagai kelompok kayu,
dan produk sampingan atau ikutan (minor products) yang kemudian dikelompokkan ke dalam hasil
hutan bukan kayu (HHBK). Karena kedua pengelompokkan produk tersebut di atas maka munculah
dikotomi hasil hutan utama dan hasil hutan ikutan.
Hasil hutan utama dari hutan hujan tropis masih didominasi oleh kayu atau masih berwujud dan
berbentuk kayu, baik kayu utuh atau solid (solid wood), maupun produk yang telah mengalami proses
pengolahan atau konversi awal yang kemudian dikenal dan digolongkan ke dalam produk kayu olahan
primer (primary wood processing). Produk-produk kayu olahan primer ini seperti kayu gergajian
(sawn timber) dan kayu lapis (plywood). Hasil hutan utama tersebut juga dapat berupa produk-produk
kayu olahan sekunder (secondary processed solid wood/SPWP), yang menurut Johnson (2000) dapat
terdiri atas berbagai jenis-jenis perabotan (furniture), produk moulding seperti sambungan dan sistem
knock down (joinery), jendela dan pintu (window/doors), kayu untuk tujuan pengepakan/pengemasan
(packaging) dan produk-produk kerajinan dan hiasan kayu lainnya (wood ornament).
Sedangkan hasil hutan ikutan, atau lebih sering disebut sebagai HHBK meliputi produk-produk
turunan kayu, seperti arang, arang aktif, atap sirap. Juga produk-produk nabati dan hewani yang
diperoleh dari hutan yang potensinya cukup melimpah, seperti seperti rotan, biji tengkawang,
golongan minyak atsiri, lebah madu, tanaman obat, tanaman hias, gaharu, sagu, hewan buruan, kupu-
kupu dan lain sebagainya.
Untuk kepentingan analysis ekonomi sumber daya hutan, misanya, produk hasil hutan juga dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu yang berupa produk barang (forest products) dan
produk jasa (forest services). Secara ringkas, kedua produk hutan tersebut diuraikan secara ringkas
sebagai berikut:
Produk yang dapat dihitung nilainya (tangible products) seperti kayu dan produk turunannya
(wood and its derivatived products), panel-panel kayu (reconstituted wood-products), seperti
biokomposit, papan partikel dan papan serat, serta termasuk di dalamnya beberapa komoditas
hasil hutan bukan kayu.
Produk yang tidak dapat dihitung/ditentukan nilainya (intangible products) seperti fungsi hutan
dalam menjaga sumber mata air (water hydrology), penyimpan dan penyerap karbon (carbon
sink), gas rumah kaca (green house gases), pariwisata dan ekowisata (ecotourims), serta
penelitian dan pengembangan ilmu.
1.3. Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan
Tuntutan perkembangan teknologi dan keterkaitan antar disiplin ilmu, diversifikasi pemanfaatan
sumber daya hutan, kecenderungan gaya hidup untuk kembali ke alam (back to nature), tuntutan
produk yang ramah lingkungan (friendly environmental products), permintaan produk yang dapat
didaur ulang secara biologis (biodegradable materials), dan permintaan obat-obatan yang berasal dari
bahan organik tumbuhan (herbal products) dan hewan telah memperlebar ruang lingkup pengertian
dari hasil hutan bukan kayu. Oleh karenanya, komoditas hasil hutan bukan kayu telah menjadi bahan
kajian and objek penelitian dari multi disiplin ilmu, mulai dar biologi, kimia, biokimia, kedokteran,
farmasi dan bahkan sosiologi, utamanya yang berkaitan dengan ethnobotany dan ethnopharmacology.
Dengan perkembangan persepsi di atas maka pengertian, ruang lingkup dan wawasan dari hasil
hutan bukan kayu berubah dari wawasan yang sebelumnya hanya fokus pada beberapa produk, seperti
rotan, sagu dan minyak atsiri, menjadi segala jenis produk yang dapat dihasilkan, diperoleh, dan
diolah dari suatu tegakan hutan, baik yang dapat dinilai dengan uang (tangible products) maupun
yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangilbe products).
Dari dua pengelompokaan tersebut, muncullah apa yang kemudian dianamakan dengan produk
jasa dari hutan, seperti fungsi hutan tropis sebagai paru-paru dunia (carbon sink), fungsi penyeimbang
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 29
iklim dunia dan beberapa fungsi lainnya. Karena kemultifungsian dari hasil hutan bukan kayu
tersebut, maka topik bahasannya dari hasil hutan bukan kayu melibatkan berbagai latar belakang
disiplin ilmu, baik ilmu dasar seperti kimia, biologi, biokimia, mikrobiologi (natural science), ilmu
sosial, ilmu terapan seperti kehutanan, pertanian, klimatologi, hidrologi dan beberapa disiplin ilmu
lainnya.
Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa hasil hutan bukan kayu begitu penting untuk dipelajari
oleh kebanyakan orang yang berkecimpung dalam bidang kehutanan, perhutanan sosial dan
pengembangan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan? Dalam paradigma baru
pembangunan bidang kehutanan, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang
(developingcountries) kekayaan sumber daya hutan tropis sudah selayaknya dipanen, diolah, dan
dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup
masyarakat, utamanya masyarakat pemilik hutan atau yang berdomisili di sekitar hutan (forest
people). Keberadaan dan keberlansungan hutan hujan tropis mutlak diperlukan untuk menjaga
keseimbangan iklim di planet ini. Fakta inilah yang mendasari kenapa beberapa lembaga keuangan
international, seperti bank dunia (world bank), bank pembangunan asia (Asian development bank),
UNESCO, dan yang lainnya, dalam memberikan dana hibahnya selalu menekankan pembangunan
kehutanan yang berkelanjutan dengan melibatkan partiipasi aktif masyarakat hutan. Paradigma baru
inilah yang lebih menitikberatkan kepada peran aktif dari masyarakat hutan dalam manejemen
kehutanan berkelanjutan yang berbasis kepada masyarakat hutan (Community Based Forest
Mangement).Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kesalahan konsep dalam mengelola, memanen,
dan mengolah hutan hujan tropis tanpa melibatkan masyarakat hutan.
Paradigma lama dalam memanen dan mengelola hutan hanya menekankan atau
mempertimbangkan untuk mengambil kayu sebanyak-banyaknya, tanpa melibatkan masyarakat
pemilik hutan secara aktif, teknik pembalakan yang tidak proposional, tenaga kerja yang kurang
terlatih dan yang lebih menyedihkan adalah terabaikannya beberapa tumbuhan bawah atau
assosiasinya, yang kebanyakan kita kenal dengan komoditas hasil hutan bukan kayu, yang notabene
adalah penyumbang terbesar dalam kestabilan ekosistem hutan tropis.
Partisipasi masyarakat lokal pemilik hutan atau dikenal dengan istilah masyarakat
hutan/masyarakat adat (forestpeople) terhadap pengelolaan hutan juga sangat rendah. Mereka merasa
tidak dilibatkan dalam mengelola hutan tersebut, padahal penduduk lokal telah mengelola hutan
tersebut secara turun temurun. Bagi penduduk sekitar hutan, hutan bukan hanya sekedar kumpulan
pohon-pohon dan assosiasinya yang dapat diperlakukan semena-mena, tetapi merupakan bagian dari
kelangsungan kehidupan mereka, nenek moyangnya dan warisan leluhur yang harus dijaga dan yang
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Hutan sebagai sumber penghidupan dan penghasilan, sumber
inspirasi, sumber makanan, tempat berlindung, sumber spiritual dan tempat bermain yang tak
tergantikan oleh apa pun. Kerusakan terhadap hutan, berarti ancaman terhadap kelangsungan hidup
masyarakat hutan.
Hutan adalah sumber makanan yang tidak tergantikan dan saling melengkapi dengan yang
diperoleh penduduk dari kegiatan bercocok tanam. Hutan juga berfungsi sebagai sumber obat-obatan
yang murah, terjangkau dan terpercaya. Bagi masyarakat lokal, hutan juga berfungsi sebagai sumber
produk nabati dan hewani, sumber vitamin, mineral dan protein hewani, yang berperan dalam
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh mereka. Hutan juga berfungsi sebagai sumber energi
utamanya sebagai sumber kayu bakar, dan berperan dalam meningkatkan gizi melalui ketersediaan
bahan makan yang bergizi berdasarkan skala lokal tersebut. Secara keseluruhan dapat disimpulkan
bahwa pengambilan, pengumpulan dan penjualan komoditas hasil hutan bukan kayu tersebut
merupakan sumber penghidupan dan pendapatan keluarga bagi masyarakat sekitar hutan. Oleh
karenanya, karena keberlangsungan hidup dan kehidupan mereka sangat tergantungkan dari
keberadaan hutan tersebut.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 30
Hasil hutan bukan kayu biasanya juga dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan tambahan
selama musim tertentu dan guna mencukupi kebutuhan gizi makanan untuk jangka pendek pada
musim-musim tertentu (kemarau). Pada musim ini, pada beberapa daerah yang mengalami
kekeringan, para petani mengalami krisis pangan dan pendapatan, sehingga mereka mencari makanan
dan pendapatan alternatif dari komoditas hasil hutan bukan kayu. Hal ini dapat dilihat di pulau Jawa,
seperti daerah utara Jawa Tengah dan Timur, yaitu adanya pekerja musiman pada perum perhutani
pada waktu-waktu tertentu, juga masyarakat lokal yang menjual daun jati, dan ranting-ranting pohon
jati sebagai kayu bakar.
Akhir akhir ini para pemangku kepentingan (stakeholders) yang tertarik dan terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan masyarakat hutan (Community Forest Developmernt) dan
pembangunan hutan yang berkelanjutan (Sustainable ForestDevelopment) lebih memfokuskan pada
komoditas hasil hutan bukan kayu, dibandingkan komoditas kayu. Alasan utamanya adalah bahwa
membangun kawasan hutan akan sulit untuk berhasil, apabila tidak melibatkan masyarakat pemilik
atau yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan tersebut. Dengan mengambangkan komoditas
hasil hutan bukan kayu secara tidak langsung akan ikut memberdayakan dan membangun masyarakat
hutan tersebut.
Alasan yang telah disebutkan di atas, adalah satu dari beberapa alasan yang mendasari kenapa
berbagai organisasi swadaya masyarakat (LSM), perorangan, lembaga pemerintah dan lembaga
penyandang dana atau donor berkepentingan mengembangkan potensi hasil hutan bukan kayu. Pada
dasarnya semuanya pemangku kepentingan terseubt memiliki persamaan dalam persepsi dan cara
pandang dalam memberdayakan masyarakat hutan (forest people). Masyarakat hutan adalah
masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan (people living in and adjanten to the forest) dan
menggantungkan hidup dan kehidupannya kepada hutan di sekitarnya. Karena peran dan fungsi hutan
yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat hutan, kesejahteraan dan keberlangsungan
kehidupan masyarakat hutan, maka komoditas hasil hutan bukan kayu harus diprioritaskan untuk
digarap. Untuk itulah, maka kerja sama, kajian, dan penelitian oleh beberpa instansti dan lembaga
dengan berbagai disiplin ilmu dan latar belakang mutlak diperlukan.
Paradigma baru dalam bidang kehutanan telah mengalihkan pendapat dan sudut pandang dari
hutan sebagai sumber penghasil kayu, kepada pandangan yang memandang hutan sebagai sumber
daya alam yang bersifat multi fungsi (multiple function), multi guna (multiple benefit) dan memuat
multi kepentingan (multiple stakeholders) yang pemanfaatannya diarahkan untuk terwujudnya
kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa potensi dan produk hasil hutan
bukan kayu merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan
berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan
kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara, Sumadiwangsa dan Setyawan (2001).
Untuk menjawab paradigma baru sektor kehutanan, isu strategis, tantangan dan peluang bagi
pembangunan sumber daya yang tersedia; perlu dibuat suatu konsepsi/inovasi strategi penelitian
HHBK Indonesia. Bagi keperluan dunia penelitian dan pengambil keputusan konsepsi ini dapat
dimanfaatkan dalam rangka penyusunan rencana jangka pendek, menengah dan panjang
pembangunan produk HHBK Indonesia. Tujuannya adalah pemberdayaan dan peningkatan sumber
daya hutan, ekonomi rakyat dan peningkatan devisa bagi negara.
Beberapa alasan kenapa komoditas hasil hutan bukan kayu begitu banyak diminati oleh berbagai
pemangku kepentingan, dengan berbagai latar belakang kepentingan, dan memegang peranan penting
dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan tropis basah di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap komoditas hasil
hutan bukan kayu, yang mana hutan dimanfaatkan sebagai sumber makanan keluarga untuk
pemenuhan unsur karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan unsur nutrisi lainnya. Hutan
juga sekaligus dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 31
b. Adanya ikatan emosional dan spiritual yang sangat kuat, dan telah berlangsung turun-temurun
antara hutandengan masyarakat sekitar hutan, khususnya komoditas hasil hutan bukan kayu.
c. Secara langsung, komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki multi manfaat dan nilai terhadap
masyarakat sekitar hutan, dari nilai sosial, ekologi dan finansial/ekonomi. Nilai sosial dapat
dilihat dari proses interaksi sosial yang terjadi dalam pemanenan, pengolahan dan penjualan
komoditas hasil hutan bukan kayu. Interaksi dan kebersamaan tersebut juga terlihat pada proses
pengelolaan hasil hutan bukan kayu tersebut. Untuk nilai ekonomi atau finansialnya, pada
kebanyakan komoditas hasil hutan bukan kayu dapat langsung di jual atau dibarter dengan
barang lain, tanpa perlu adanya pengolahan atau tahapan proses pengolahan untuk dijual dan
menghasilkan uang, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaatnya. Secara
ekologis, masyarakat hutan mengerti dan memahami bahwa komoditas hasil hutan bukan kayu
adalah merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki fungsi penting, tidak hanya bagi
hutan tetapi juga bagi masyarakat. Sehingga mereka memiliki kemauan dan tekad untuk
memelihara kelangsungan hidup, produksi dan regenerasi dari komoditas hasil hutan bukan kayu
tersebut.
d. Dari sudut pandang ilmu ekology dan penyusun ekosistem, komoditas hasil hutan bukan kayu
kebanyakan berada pada stratum bawah (lantai hutan/forest floor) sehingga sangat berperan
dalam menyeimbangkan ekosistem suatu tegakan hutan. Hal ini tentunya akan berpengaruh
terhadap iklim mikro (microclimate) dalam lantai hutan tersebut. Pengaruh pemanenan
komoditas hasil hutan bukan kayu ditinjau dari aspek ekologis juga lebih kecil dampaknya
terhadap ekosistem hutan, bila dibandingkan dengan pemanenan pohon atau penebangan pohon
hutan.
e. Komoditas hasil hutan bukan kayu adalah mega diversity (kekayaan keanekaragaman hayati)
yang tidak ternilai harganya dan merupakan penciri utama dari hutan alam tropis Indonesia
(Indonesiannatural tropical rain forest). Disinilah potensi dan kekayaan dari plasma nutfah
genetic dari hutan kita.
Alasan lain yang lebih rinci dan mendasar diuraikan oleh Arnorld dan Perez (1998) yang dikutip
oleh CIFOR (1998), tentang beberapa faktor akan pentingnya pengelolaan, pemanfaatan dan
pengolahan komoditas hasil hutan bukan kayu untuk berbagai tujuan, di antaranya adalah:
a) Nilai komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki kelebihan dibandingkan dengan nilai hasil
hutan utama (perkayuan), di mana komoditas hasil hutan bukan kayu memberikan kontribusi
terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat yang hidup dan tinggal di dalam dan
sekitar wilayah hutan tesebut. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) dapat memberikan manfaat
sebagai bahan makanan, obat-obatan dan bahan baku lainnya, sumber pendapatan membuat
kerajinan tangan dan pekerjaan.
b) Eksploitasi dari hasil hutan bukan kayu menimbulkan kerusakan tegakan tinggal (impact
logging) yang minimal/sedikit dibandingkan dengan pemanenan atau eksploitasi kayu, sehingga
eksploitasi hasil hutan bukan kayu dapat dipandang sebagai cara eksploitasi yang dapat
menjamin pelaksaaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
c) Pemanfaatan komoditas hasil hutan bukan kayu dapat meningkatkan nilai tambah (added value)
dari hutan tropis, baik secara lokal dan nasional dengan cara memanfaatkan komoditas hasil
hutan yang belum dikelola secara maksium, bila dibandingkan dengan mengubahnya menjadi
lahan pertanian dan perkebunan yang intensif.
d) Pemanfaatan dari komoditas hasil hutan bukan kayu sangat berhubungan erat dengan usaha-
usaha pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 32
Nilai tegakan hutan alam tropis basah diterjemahkan oleh Peter et al. (1989b) seperti yang
dikutip oleh Arnorld dan Perez (1998), bahwa dengan sistem pengelolaan hasil hutan bukan kayu
yang berkesinambungan, maka potensi ekonomi dari tegakan hutan akan lebih tinggi dari komoditas
kayu. Demikia juga, bila dibandingkan dengan income dari areal hutan yang dikonversi untuk
pertanian dan perkebunan. Hal tersebut diharapkan akan memacu dan membuka pasar komoditas hasil
hutan bukan kayu ini secara luas dan menyeluruh.
Pada beberapa kasus di berbagai tempat, pengelolaan hutan tropis sering melibatkan konflik
kepentingan antara pengelola, masyarakat lokal, pemerintah dan pemerhati konservasi terutama
pengelolaan hutan tropis dengan tujuan utama adalah pengambilan potensi hasil hutan utama (kayu),
pengkonversian lahan hutan untuk tujuan lain dan pengalihan fungsi hutan. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan pandang dan persepsi, baik antar lembaga pemerintah, lembaga donor, LSM dan
bahkan masyarakat pemilik hutan itu sendiri. Hal ini diperburuk dengan masih sedikitnya perusahaan-
perusahaan skala besar yang mau berinvestasi dan fokus dalam pengelolaan komoditas hasil hutan
bukan kayu.
Pemerintah pusat dan daerah juga belum sepenuhnya mendukung pemanfaatan komoditas ini.
Belum tersedianya payung hukum adalah salah satu contoh minimnya kontribusi dari pemerintah.
Kepastian payung hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan akan dapat mendorong
terciptanya iklim usaha yang dapat menjamin keberhasilan pengelolaam hasil hutan bukan kayu
tersebut. Pengelolaan komoditas hasil hutan bukan kayu yang dilaksanakan secara professional
berdasarkan payung hukum berpotensi untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat hutan, turut
meminimalkan potensi konflik terutama antara pengusaha, pemerintah dan penduduk lokal serta
pemerhati konservasi.
1.4. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) memiliki pengertian yang beragam, hal ini tergantung dari
mana kita ingin menerjemahkannya. Pada paradigma lama, hasil hutan bukan kayu hanya
didefinisikan sebagai hasil hutan ikutan atau sampingan sehingga memberikan kesan bahwa nilai dari
komoditas hasil hutan bukan kayu itu sangat kecil, cenderung terabaikan dan bahkan termajinalkan.
Pada kasus di Jawa, misalnya, pendapatan Perum Perhutani, lebih didominasi oleh komoditas hasil
hutan bukan kayu, dibandingkan dengan komoditas kayunya sendiri, (komunikasi pribadidengan Prof.
Wasrin Safii, IPB).
Dua produk perundang-undangan dibidang kehutanan yaitu UU No 5 Tahun 1968 tentang
Undang Undang Pokok Kehutanan, dan Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, belum
secara spesifk memuat pengertian atau definisi dari hasil hutan bukan kayu. Definisi dan pengertian
yang cukup jelas dari kedua produk undang-undang tersebut hanya meliputi pengertian dan penjelasan
dari Hasil Hutan, yang selengkapnya disajikan pada pokok bahasan atau bab kedua. Selanjutnya,
Vademecum kehutanan Indonesia tahun 1976 juga tidak menyebutkan dengan jelas pengertian dan
definisi dari hasil hutan bukan kayu. Pengertian yang definitif dan jelas tentang hasil hutan bukan
kayu diberikan oleh Pemerintah Kota Pagar Alam, seperti tercantum pada Bab I pasal 1 ayat 7. Hasil
hutan bukan kayu didefiniskan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat
dimanfaatkan dari keberadaan hutan, seperti rotan, damar, getah-getahan, kulit kayu, arang bambu,
kayu bakar dan sebagainya.
Perkembangan selanjutnya, dengan memperhatikan penyusun ekosistem hutan tropis Indonesia,
hasil hutan bukan kayu dapat didefinisikan sebagai seluruh produk biologi yang dapat diperoleh dan
dipanen dari kawasan hutan. Karena cakupannya adalah seluruh produk biologi dari hutan, maka
komoditas hasil bukan kayu meliputi produk dari berbagai tumbuhan (nabati/flora), baik yang berupa
tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan tingkat rendah, dan berbagai jenis hewan (hewani/fauna),
baik hewan yang bertipe prokariota maupun hewan yang bersel sempurna jenis eukariota.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 33
Paradigma baru dalam bidang kehutanan, khususnya hutan hujan tropis, dengan
mempertimbangkan keberadaan dan partisipasi aktif dari masyarakat hutan, maka pengertian hasil
hutan bukan kayu didefinisikan seluruh produk biologi yang dapat diperoleh dari hutan, fungsi sosial
dari hutan, fungsi ekologi dari hutan, dan produk jasa dari hutan. Produk hutan yang terakhir ini
kemudian dikenal dengan sebutan forest services.
Keberagaman fungsi hutan tropis sebagai penghasil kayu dan bukan kayu tersebut, membuat
beberapa lembaga international kemudian mengistilahkan hasil hutan bukan kayu ke dalam dua
istilah. Organisasi pertanian perserikatan bangsa bangsa pangan yaitu Food and Agriculture
Organization (FAO) menamakan hasil hutan bukan kayu sebagai non-wood forest products
1:)3¶V 6HGDQJNDQOembaga lain International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Center
for International Forestry Research (CIFOR) menggunakan sebutan non-timber forest products
17)3¶V XQWXNPHQHEXWNRPRGLWDVKDVLOKXWDQEXNDQNDX3DGDSULQVLSQDNHGXDLVWLODKWHUVebut
mengacu kepada objek dan maksud yang sama. Selanjutnya, FAO (1998) mendefinisikan hasil hutan
bukan kayu sebagai semua benda/produk biologi yang masih asli, selain kayu, yang diambil dari
hutan dan lahan lain yang masih berasosiasi (Non-wood forest products are defined as all goods of
biological origin, other than wood, that are derived from the forests and associated land uses.)
Pengertian kayu (wood) lebih memfokuskan kepada setiap tumbuhan berkayu, baik itu berupa
pohon maupun bukan pohon berkayu. Sedangkan pengertian timber, yang apabila diterjemahkan ke
bahasa Indonesia menjadi kayu olahan, adalah kayu yang dihasilkan oleh tumbuhan berkayu yang
telah mengalami proses pengolahan atau pengkonversian. Definisi hasil hutan bukan kayuyang sangat
beragam tersebut dimungkinkan karena banyaknya objek dan kajian dari komoditas HHBK untuk
dipelajari, termasuk produk jasa dari hutan yang nota bene rumit untuk diukur dan ditentukan
nilainya.
Pengertian hasil hutan yang dikeluarkan oleh SNI 01-5010.4-202 tentang tata nama hasil hutan,
menyebutkan bahwa hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang
berasal dari hutan. Apabila dipisahkan ke dalam penggolongan hasil hutan kayu dan bukan kayu,
maka pengertian dari hasil hutan kayu adalah semua jenis kayu baik kayu komersial maupun kayu
bakar. Sedangkan hasil hutan bukan kayu adalah semua jenis hasil hutan baik hayati (selain kayu)
maupun non hayati (sumber air, udara bersih, barang tambang dll.) termasuk jasa parawisata.
Dari pengertian tersebut bahwa, definisi hasil hutan bukan kayu mencerminkan adanya beberapa
hasil hutan lainnya, yang belum terakomodir dalam produk jasa dari hutan, seperti fungsi perlidungan,
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kerancuan juga muncul dalam memasukkan barang tambang
sebagai hasil hutan bukan kayu.
1.5. Peluang Produk Minor Penggantikan Produk Major di Masa Mendatang
Selama ini, hasil hutan kayu dan produk-produk turunan dari kayu adalah produk hasil hutan
yang sangat dominan, baik sebagai penghasil devisa negara, penyerapan tenaga kerja, dan beberapa
multi manfaat langsung, dan tidak langsung dari pengolahan hasil hutan kayu tersebut. Karena
permintaan akan produk-produk hasil hutan yang berbasis kayu semakin lama semakin meningkat,
pemanenan kayu dari hutan juga terus mengalami penignkatan, degnan jumlah yang significant.
Bahkan pada beberapa kasus, boleh dikatakan pemanenan hasil hutan kayu terlalu berlebihan,
sehingga tidak lagi mempertimbangkan asas-asas pengelolaan hutan secara lestari. Luasan hutan
hujan tropis di berbagai negara, juga mengalami penurunan yang dramatis, sebagai akibat dari
pembangunan, pengkonversian lahan untuk perkebunan, pertambangan, industri dan keperluan
lainnya.
Pada akhir-akhir ini, permintaan produk-produk hasil hutan selain kayu, juga menunjukkan
peningkatan. Produk-produk mebel dari rotan, beberapa minyak atsiri, kayu gaharu, tepung sagu, dan
lainnya juga mulai diekspor. Hal ini belum termasuk beberapa tanaman hias, seperti anggrek, bunga-
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 34
bungaan, ekspor hewan, seperti kera dan buaya hasil penangkaran, juga mulai memiliki pasar yang
menjanjikan.
Dengan gambaran seperti di atas, ke depan peran hasil hutan kayu, berpeluang akan digantikan
oleh hasil hutan bukan kayu. Pertimbangan-pertimbangan yang memperkuat dan mendukung kalimat
tersebut di antaranya adalah:
1. Produktivitas dan luasan hutan hujan tropis untuk menghasilkan kayu dari waktu ke waktu terus
menurun.
2. Pemanenan hasil hutan kayu ssering kali diikuti oleh rusaknya tegakan tinggal, kerusakan
ekosistem lainnya, dan pada akhirnya menurunkan kemampuan regenerasi dari hutan hujan tropis
itu sendiri.
3. Peran hutan hujan tropis sebagai penghasil kayu, akan tergantikan oleh hutan tanaman industri,
yang mampu menghasilkan kayu dalam rotasi lebih pendek. Disisi lain hutan tanaman industri,
kurang mampu menghasilkan hetrogenitas ekosistem selayaknya hutan hujan tropis.
4. Teknologi pengolahan kayu terkini, telah berhasil membuat beberapa material pengganti kayu,
baik yang berasal dari kayu maupun non kayu, melalui proses diversifikasi produk, dan
intensifikasi bahan, termasuk kayu kayu yang kualitas rendah (low-grade) dan kayu kurang
dikenal (lesserknown species).
5. Beberapa study kasus yang menunjukkan bahwa pemanenan hasil hutan kayu hanya
menguntungkan pemerintah dan pengusaha, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata secara
ekonomi, sosial dan pembangunan kepada penduduk lokal, pemilik hak ulayat hutan tersebut.
Point ini yang patut digaris bawahi, bahwa hutan adalah harta benda yang tidak ternilai harganya
bagi penduduk lokal, pengerusakan dan pengelolaan yang kurang tepat, sama artinya dengan
menghilangkan sumber penghidupan dan pendapatan mereka.
6. Produk-produk hasil hutan bukan kayu, seperti lebah madu, tanaman obat, minyak kayu putih,
minyak lawang, buah-buahan, rotan, dan sagu, ternyata lebih memberikan nilai tambah bagi
penduduk lokal dibandingkan menjual kayu ke pengusaha.
7. Lembaga-lembaga keuagan international, seperti bank dunia, IMF, juga beberapa lembaga
konservasi WWF, Nature conservation, mulai mengkampayekan pengelolaan dan pengolahan
hasil hutan bukan kayu, khususnya untuk masyarakat lokal. Tujuan utamanya tidak hanya untuk
memberdayakan masyarakat lokal, tetapi juga untuk menjamin keberadaan dan kelangsungan
hidup dari hutan hujan tropis tersebut. Tanpa partisipasi aktif dan keterlibatan langsung dari
masyrakat lokal, akan sangat mustahil mempertahankan dan menjaga keaslian dari hutan hujan
tropis tersebut.
8. Produk jasa dari hutan (forest service) yang sangat beragam, seperti fungsi hutan sebagai paru-
paru dunia, penjaga keseimbangan iklim global, warisan nenek moyang yang tidak ternilai
harganya, sampai pada munculnya inisiatif perdagangan carbon (carbontrade). Negara-negara
penghasil gas rumah kaca (utamanya CO2) memberikan kompensasi kepada negara-negara
pengisap CO2, yaitu negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis, sebagai upaya kerja sama
untuk menangulangi pemanasan global (global warming) dan membantu pembangunan di
negera-negara berkembang.
9. Produk jasa dari hutan yang lainnya, termasuk keindahan panorama alamnya, ciri khas
ekosistemnya, juga budaya dari masyarakat lokal adalah salah satu modal dasar dalam
pengembangan wisata ekologi (eco tourism). Masyarakat yang sudah jenuh dengan peradaban
modern, ingin menikmati pemandangan dan nuansa yang lebih alami, dengan berwisata dan
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 35
berpetualang ke hutan hujan tropis. Hal tersebut akan lebih terasa manfaatnya apabila
digabungkan dengan beberapa kebudayaan lokal dari masyarakat setempat.
10. Keanekaragaman hayati dari hutan hujan tropis adalah salah satu subjek dan objek penelitian
yang tidak akan habis-hasinya untuk diteliti, baik untuk sumber obat-obatan modern, obat-obatan
herbal, dan rekayasa genetika dan pengembangan rekayasa bioteknologi dalam skala yang sangat
luas.
11. Undang undang kehutanan, UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, telah mengakomodir dan
mengamanatkan bahwa komoditas HHBK diarahkan menjadi produk hasil hutan utama di masa
mendatang, mengantikan peran kayu sebagai produk hasil utama dari hutan hujan tropis
Indonesia.
Dari sebelas point yang telah diuraikan di atas, optimisme bahwa HHBK akan mengantikan
komoditas kayu adalah suatu tekad yang harus didukung, dilaksanakan dan disukseskan oleh para
pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan lembaga
keuangan. Hutan hujan tropis Indonesia, akan memberikan produk jasa yang lebih maksimal
dibandingkan menghasilkan produk kayu, yang suatu saat akan habis, dan perlu puuhan tahun untuk
menumbuhkan tegakan pohon yang siap panen.
1.6. Pustaka
Anonimous (1967). UU No. 5 tahun 1967. Undang-undang Pokok Kehutanan. Direktorat jenderal
Kehutanan, Departemen Pertanian.
Anonimous (1999). UU No. 41 tahun 1999. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kehutanan.
Departemen Kehutanan.
Arnold and Perez (1998). Income from the Forest. Methods for the Development and Conservation of
Forest Products for Local Community. Edited byWollenberg, E and A.Ingles Center for
International Forestry Research (CIFOR) Bogor.
Asia-Pacific Forestry Commision (1998). Asia-Pacific Forestry Towards 2010. Report of The Asia-
Pacific Forestry Sector Outlook Study. Food and Agriculture Organization of The United
Nation, Rome Italy.
Johnson, S (2000). Secondary Processed Wood Products. Topical Forest Update Vol.7, No.4 1997.pp
5-6.
Khakim, Abdul (2005). Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia. Dalam Era Otonomi Daerah. Citra
Aditya Bakti. Bandung
Peraturan Pemerintah Daerah Kota Pagar Alam No 8 tahun 2004. Izin usaha Penumpukan Kayu dan
Hasil Hutan. www.pagaralam, go.id/new/index. diakses tanggal 8 Oktober 2007.
Standar Nasional Indonesia (2002). SNI 01-5010.4-2002, Tata Nama Hasil Hutan Badan Standarisasi
Nasional.
Sumadiwangsa. S dan Dendi Setyawan (Buletin Vol. 2 No. 2 Th 2001). Konsepsi Strategi Penelitian
Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia. www. Dephut.go.id., diakses tgl 12 Desember
2006.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 36
BAB 2
PENG G O L ONG AN PRODU K H ASIL HUT AN
2.1 Pendahuluan
Pokok bahasan penggolongan hasil hutan bukan kayu ini membahas tentang pengelompok
produk-produk hasil hutan bukan kayu (HHBK), berdasarkan berbagai kategori atau perundangan,
baik yang dibuat oleh instansi pemerintah, kelompok peneliti dan berbagai organisasi internasional
yang bergerak dalam bidang sumber daya alam. Di samping itu, juga diuraikan alasan kenapa produk
HHBK tersebut dinamakan dengan komoditas hasil hutan bukan kayu serta jenis-jenis komoditas hasil
hutan bukan kayu yang paling dominan atau berperan penting bagi Indonesia.
Setelah mempelajari pokok bahasan kedua ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
untuk:
Melakukan penggolongan komoditas hasil hutan bukan kayu secara luas;
Memahami alasan pengelompokkan hasil hutan bukan kayu, ke dalam kelompok-kelompok
tersebut;
Mengelompokan hasil hutan bukan kayu berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan
kehutanan, teknologi hasil hutan, dan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya hutan
yang berkembang saat ini;
Melakukan identifikasi beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu di Indonesia dan
mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi yang telah dibuatnya sendiri.
2.2. Penggolongan Menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan
Menurut Undang Undang No. 5 tahun 1967 tentang Undang Undang Pokok Kehutanan (UUPK)
pada pasal 1 ayat 2, dinyatakan bahwa hasil hutan didefiniskan sebagai benda-benda hayati yang
dihasilkan dari hutan. Penjelasan lebih lanjut dari ayat ini menyebutkan bahwa hasil hutan adalah
hasil-hasil yang diperoleh dari hutan yang berupa: a) hasil-hasil nabati seperti kayu perkakas, kayu
industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumput-rumputan, dan lain-lain bagian dari tumbuh-tumbuhan
atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan, termasuk hasil yang berupa minyak; dan
b) hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok dan lain-lain hewan serta bagian-bagiannya atau yang
dihasilkannya. UUPK ini belum mencantumkan dengan jelas tentang definisi, dan pengelompokkan
hasil hutan bukan kayu (HHBK). Akan tetapi sebagian dari jenis-jenis HHBK sudah diakomodasi
dalam UUPK terseut.
UUPK tersebut telah mengelompokkan jenis-jenis HHBK ke dalam dua kategori, yaitu hasil
hutan bukan kayu yang berasal dari tumbuha hutan (nabati) dan yang berasal dari hewan (hewani).
Rincian penggolongan secara menyeluruh dari dua kelompok tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis-jenis produk tumbuhan dari hutan
Golongan hasil hutan bukan kayu ini terdiri atas rotan (Callamus spp), sagu (Metroxylon spp),
bambo (Bambosa spp) dan aren (Arenga spp). Juga disertakan produk-produk turunan dari kayu
(derivatived-wood products) seperti bubur kayu (pulp), papan serat (fibreboard), arang
(charcoal), briket arang (briquete) dan atap sirap. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa
produk yang dihasilkan oleh tumbuhan hutan yang digolongkan dalam kelompok bahan
ekstraktif seperti resin, damar, kopal dan beberapa produk dari minyak atsiri (esssential oils).
Produk-produk bahan ektraktif ini dapat dibedakan lagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 37
getah getahan, seperti resin, kopal, damar, dan kelompok minyak atsiri, seperti minyak biji
tengkawang, minyak lawang, minyak kayu putih, minyak jarak dan sebagainya.
2. Jenis-jenisprodukhewanidarihutan.
Produk hewan yang dihasilkan dari hutan terdiri atas berbagai jenis produk satwa liar antara lain
buaya, komodo, rusa, harimau, gajah, dan burung. Terdapat juga produk-produk yang diperoleh
dari dar bagian-bagian hewan seperti gading, kulit binatang dan tanduk. Juga beberapa contoh
produk hewani yang telah ditangkarkan atau dikelola dengan tujuan ekonomi adalah komoditas
sutera alam, kutu lak, peternakan lebah madu dan sarang burung walet, penangkaran kupu-kupu,
dan penangkaran buaya.
Menurut UUPK No 5 tahun 1967 ini beberapa fungsi sosial ekonomi, jasa dari hutan, konservasi
lingkungan dan penegmbangan masyarakat hutan belum diakomodasi. Tetapi dipihak lain produk
turunan kayu, seperi bubur kertas dan kertas (pulp and paper), papan serat (fiberboards) dan
arang dan briket arang serta sirap malah masuk ke dalam jenis komoditas hasil hutan bukan kayu.
Padahal kenyataan menunjukan bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka hasil hutan turunan kayu tersebut akan masuk dalam kategori hasil hutan utama (major
forest products) bukanya lagi sebagai hasil hutan ikutan (minor forest products)
2.3. Penggolongan Menurut Undang-Undang Kehutanan
Dalam undang-undang tentang kehutanan yang baru yaitu Undang Undang Republik Indonesia
No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian dan klasifikasi dari hasil bukan kayu telah
mengalami perubahan yang substansial. Misalnya, pada pasal 1 angka 13 dinyatakan bahwa hasil
hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
Sehingga pengertian hasil hutan memiliki dimensi yang sangat luas, dari seluruh produk biologi
(makhluk hidup) non hayati (benda mati) dan seluruh produk turunan dari benda biologi dan non
biologi yang diambil dari hutan. Hal tersebut masih ditambah lagi dari produk-produk jasa yang
dihasilkan dari hutan.
Selanjutnya pada pasal penjelasan, misalnya pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (hutan) adalah semua benda hasil
hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13. Penjelasan yang lebih rinci tentang hasil hutan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hasil nabati beserta turunannya, seperti kayu, bambu, rotan, rumput ± rumputan, jamur ± jamur,
tanaman obat, getah-getahan dan lain-lain, serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang
dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan;
2. Hasil hewani beserta turunannya, seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa
elok, dan lain-lain hewan, serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya;
3. Benda-benda non hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-
benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang
tidak termasuk benda-benda tambang;
4. Jasa yang diperoleh dari hutan, antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa
jasa perburuan dan lain-lain;
Mengingat begitu beragamnya hasil hutan menurut UU no 41 tahun 1999 tersebut, maka cukup
menyulitkan untuk memberikan pengelompokan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu
tersebut. Akan tetapi kalau kita perhatikan uraian penjelasan dalam UU no 41 di atas, pengertian hasil
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 38
hutan secara keseluruhan dapat disimpulkan sebagai hasil hutan bukan kayu, sedangkan pengertian
hasil hutan kayu, seperti pada UUPK No. 5 tahun 1967, sudah tidak begitu dominan lagi.
Perbedaan yang cukup substansial pada UUPK No. 5 tahun 1967, yang manahasil hutan
Indonesia lebih didominasi oleh produk utama yaitu kayu, sedangkan pada UU No. 41 tahun 1999,
hasil hutan bukan kayu mendapat peran dan pembahasan yang cukup representatif. Dengan kata lain,
komoditas hasil hutan bukan kayu berpeluang untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih besar
dan significant daripada komoditas hasil hutan kayu.
Untuk kemudahan penggolongan produk-produk hasil hutan bukan kayu, perhitungan dan
analisis ekonomi, kiranya hasil hutan bukan kayu dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu
hasil hutan bukan kayu yang produknya dapat dinilai dan dihitung dengan uang (tangible products),
dan hasil hutan bukan kayu yang produknya tidak dapat dinilai dengan uang (intangible products).
Produk dari HHBK yang dapat ditentukan nilai nominalnya adalah seluruh produk yang berupa
barang (forest productsor non services), yang sudah tentu melalui proses produksi (sentuhan
teknologi, aktivitas ekonomi), meskipun terkadang tanpa melibatkan suatu proses produksi sedikitpun.
Sedangkan produk HHBK yang tidak dapat dinilai dengan nilai nominal atau uang, adalah seluruh
produk jasa (forest product services) yang dapat dihasilkan dan diperoleh dari hutan tersebut.
Dengan kemajuan dan perkembangan disiplin ilmu, sebenarnya, produk produk yang masuk
dalam kategori intagile products, hal ini bukan tidak dapat ditentukan nilainya, tetapi dari para
pengambil dan pelaku kebijakan hal ini belum menjadikan suatu kebutuhan untuk dikaji lebih
mendalam. Disiplin ilmu ekonomi sumber daya alam, atau khususnya sumber daya hutan dan
ekonomi lingkungan lebih banyak mengkaji produk-produk jasa dari lingkungan. Sebagai contoh,
misalnya study menentukan nilai ekonomi dari suatu kawasan hutan, sehingga nilai jasa dari suatu
kawasan hutan per satuan waktu dapat ditentukan nilainya, bahkan suatu pohon berdiri dapat
ditentukan nilai ekonominya, baik sebagai penghasil kayu, penyerap karbon dioksida,
penghasil/pengkonversi oksigen dan pengikat nitrogen misalnya. Akan tetapi perhitungan, sosialisasi
dan pelkasanaan dari nilai ekonomi dari suatu tegakan hutan ini, tentunya masih memerlukan
sosialisasi yang intensif kepada seluruh pihak yang berkepentingan, khususnya masyarakat hutan.
Karena masyarakat hutan secara umum lebih suka melihat produk HHBK yang dapat segera
menghasilkan uang atau dapat dinilai dengan uang, dalam jangka waktu yang relatif pendek.
2.4. Penggolongan Menurut Standar Nasional Indonesia
Sedangkan pengelompokan hasil hutan bukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
5010.4-2002 tentang tata nama hasil hutan, maka pengelompokan atau pengertian hasil hutan bukan
kayu dapat didefinisikan sebagai semua jenis hasil hutan baik hayati (selain kayu) maupun non hayati
(sumber air, udara bersih, barang tambang, dll.) termasuk dalamnya adalah jasa wisata.
Menurut SNI 01-5010.4-2002 ini tata nama hasil hutan, khususnya kelompok hasil hutan bukan
kayu dikelompokan ke dalam 9 (sembilan) kelompok, mulai dari kelompok batang dan turunannya;
kelompok minyak; kelompok bunga, buah, biji dan daun; kelompok babakan/kulit; kelompok getah;
kelompok resin; kelompok aneka nabati; kelompok aneka umbi; kelompok aneka hewani dan
turunannya. Uraian dan rincian singkat dari masing-masing kelompok hasil hutan bukan kayu tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.1 sampai dengan Tabel 2.9.
Komoditas hasil hutan bukan kayu yang termasuk dalam kelompok batang, misalnya berasal dari
beragam jenis pohon hutan, tumbuhan golongan liana, maupun famili palmae, dan bahkan terdapat
juga produk turunan atau diversifikasi dari bagian pohon atau tumbuhan tersebut, seperti anyaman
rotan, keranjang dan sebagainya. Jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok batang dan
turunannya tersebut, selengkapnya disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 39
Tabel 2.1. Jenis-jenis komoditash hasil hutan kayu kelompok batang dan turuannnya
No Nama Keterangan
1 Aneka
keranjang rotan
Hasil jalinan rotan bulat/rotan belahan/rotan bulat
kupasan/kulit rotan/hati rotan menjadi aneka bentuk
keranjang
2 Anyaman rotan Hasil anyaman kulit rotan/hati rotan menjadi lembaran-
lembaran anyaman yang dapat dibentuk
3 Bambu Tumbuhan yang tergolong famili Graminae yang umumnya
berumpun dan dapat mencapai ketinggian 40 meter dan
diameter 30 cm, antara lain Bambusa spp., Dendrocalamus
spp., Dinochloa spp., Gigantochloa spp., dan
Schizostachyum spp.
4 Bambu bundar Bagian batang yang dihasilkan dari pohon bambu
5 Bebak Hasil pengolahan pelepah batang pohon Gebang (Corypha
utan)
6 Biga Endapan yang terdapat dalam batang bambu yang
disebabkan oleh faktor genetis
7 Hati Rotan Hasil proses pembelahan hati rotan, ditandai dengan
lembaran-lembaran hati yang berbentuk bulat dan persegi
konsisten sepanjang lembaran
8 Komponen
mebel terpisah
Hasil pembentukan bagian-bagian dari mebel rotan ditandai
dalam bentuk suku cadang yang diperdagangkan secara
terpisah.
9 Kulit rotan Hasil proses pengulitan rotan bulat W dan Swashed and
surphurized ditandai dengan lembaran kulit yang berukuran
tebal 1,3 mm atau lebih kecil, lebar 8 mm atau lebih kecil
ukuran-ukuran tersebut konsisten sepanjang lembaran.
10 Lampit rotan Suatu lembaran yang berbentuk empat persegi panjang,
bujur sangkar atau bentuk lain, terbuat dari susunan sejajar
hijiran rotan yang telah dilubangi dan disatukan dengan
benang serta sisi sejajar hijirannya diberi watun dan sisi
melintangnya diberi tulang walut.
11 Mebel Rotan
(Komponen
mebel rotan
terpadu)
Hasil pembentukan dan perakitan rotan bulat WS/rotan
kikis buku/rotan bulat pendek/rotan bulat kupasan/rotan
belahan/hati rotan/kulit rotan/webbing menjadi mebel
dan/atau komponen-komponen mebel siap rakit.
12 Mopuk Hasil Pengolahan teras pohon Lontar (Borassusflabelliffer
Linn)
13 Nira Hasil sadapan pohon Nipah (Nipa fritican), Lontar
(Borassusflabelliffer Linn), dan Aren (Arengapinnata)
14 Rotan Tumbuhan yang tergolong dalam famili palmae antara lain
terdiri gari genera Callamus spp., Ceratolobus spp.,
Daemonorops spp., Nyrialepis spp., Plectocomia spp.,
Plectocomiapsis spp dan Korthalsia spp.
15 Rotan Asalan Batang rotan yang telah mengalami pembersihan dan
peruncian tetapi belum mengalami pencucian dan perlakuan
pengolahan lebih lanjut
16 Rotan Belahan Hasil pembelahan dari rotan bulat W  S dengan ukuran
!!
#$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 40
tebal 1,4 mm atau lebih besar, dan lebar 2,5 mm atau lebih
besar.
17 Rotan Bundar W 
S
Batangan rotan yang telah dibersihkan dan sudah mengalami
proses pencucian dan pengawetan dengan asap belerang
(washed and surphurized).
18 Rotan Bundar Besar Rotan bulat yang berdiameter 18 mm
atau lebih besar.
19 Rotan Bundar kecil Rotan bulat yang berdiameter kurang dari 18 mm.
20 Rotan Bundar
Kupasan
(Rotan Poles halus)
Hasil pengupasan kulit ari rotan bulat W  S sepanjang
batang sebagai upaya peningkatan mutu yang ditandai
dengan batangan tanpa kulit yang terpoles halus sepanjang
batang.
21 Rotan Bundar
Pendek
Batangan rotan bulat W S dengan panjang kurang dari 1
(satu) meter.
22 Rotan KikisBuku
(Rotan poleskasar)
Hasil pengikisan buku rotan bulat W  S sedemikian rupa,
sehingga ketebalan bukunya sama dengan ketebalan ruas-
ruas yang dihubungkanya.
23 Sagu Hasil pengolahan empulur pohon Arenga spp, Corypha spp,
dan Metroxylon spp.
24 Tikar Rotan Lembaran anyaman keratan rotan secara rapat, berwarna asli
rotan dan diberi pinggiran berbentuk segi empat atau bentuk
lainnya dengan atau tanpa jenis.
25 Topi rotan Hasil jalinan kulit rotan/hati rotan menjadi topi.
Selanjutnya adalah jenis-jenis produk hasil hutan bukan kayu yang termasuk
kelompok minyak atsiri. Minyak atsiri adalah komoditas HHBK yang sangat diandalkan,
karena diversifikasi produknya yang beragam, dari bahan dasar pembuatan parfum, obat
gosok, sampai kepada minyak urut dan seterusnya. Minyak atsiri dicirikan oleh adanya
kandungan bahan yang mudah menguap (volatile matter). Beberapa komoditas HHBK
kelompok minyak atsiriselengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2. Jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak atsiri.
No Nama Keterangan
1 Minyak Cendana Minyak yang dihasilkan dari penyulingan batang, dahan
dan atau akar Cendana (Santalum album Linn).
2 Minyak Euacalyptus Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun
euacalyptus (Eucalyptus spp).
3 Minyak Gandapura Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun Caulsheria
leucocarpha BL).
4 Minyak Kamper Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun dan batang
pohon Kamper (Cinanonum camphora Nees dan E.berm).
5 Minyak kayu manis Minyak yang dihasilkan dari penyulingan kulit pohon
Cassia lignea, Cinnamomum burmanii Bl., Cinnamomum
cassia Bl., Cinnamomumzeylanicum Linn).
6 Minyak kayu Putih Minyak atsiri yang berupa destilat hasil penyulingan daun
kayu putih (Melaleucaleucadendron Linn).
7 Minyak Kenanga Minyak yang dihasilkan dari bunga pohon kenanga
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf
HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf

More Related Content

Similar to HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf

Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid iiTumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
H4llud4l
 
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
Ricky Ramadhan
 
Mengenal lingkungan sekitar 3
Mengenal lingkungan sekitar 3Mengenal lingkungan sekitar 3
Mengenal lingkungan sekitar 3
asih yuliana
 
Proposal donasi buku
Proposal donasi buku Proposal donasi buku
Proposal donasi buku
Ppsdms Fikri
 
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   LingkunganKearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Mu'iz Lidinillah
 

Similar to HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf (20)

IPA SMP Kelas 8 Semester 2
IPA SMP Kelas 8 Semester 2IPA SMP Kelas 8 Semester 2
IPA SMP Kelas 8 Semester 2
 
Buku siswa ipa smt 2
Buku siswa ipa smt 2Buku siswa ipa smt 2
Buku siswa ipa smt 2
 
Makalah Geografi
Makalah GeografiMakalah Geografi
Makalah Geografi
 
Kel. 11 media pembelajaran maman
Kel. 11 media pembelajaran mamanKel. 11 media pembelajaran maman
Kel. 11 media pembelajaran maman
 
Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid iiTumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
Tumbuhan obat tradisional di sulut jilid ii
 
Bs ipa7 semester 1
Bs ipa7 semester 1Bs ipa7 semester 1
Bs ipa7 semester 1
 
Ips t 8 nanang
Ips t 8 nanangIps t 8 nanang
Ips t 8 nanang
 
Jendela berdebu
Jendela berdebuJendela berdebu
Jendela berdebu
 
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-EkowisataPendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
 
Bin7 bab4
Bin7 bab4Bin7 bab4
Bin7 bab4
 
Makalah media pembelajaran kel 5
Makalah media pembelajaran kel 5Makalah media pembelajaran kel 5
Makalah media pembelajaran kel 5
 
Dian lia mas (f0271141007)
Dian lia mas (f0271141007)Dian lia mas (f0271141007)
Dian lia mas (f0271141007)
 
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
ARTIKEL PKL TAHAP 2 KLMPK 4
 
Artikel klmpok 4
Artikel   klmpok 4Artikel   klmpok 4
Artikel klmpok 4
 
Mengenal lingkungan sekitar 3
Mengenal lingkungan sekitar 3Mengenal lingkungan sekitar 3
Mengenal lingkungan sekitar 3
 
Mengenal lingkungan sekitar, ips untuk kelas 3 - nurhadi
Mengenal lingkungan sekitar, ips untuk kelas 3  - nurhadiMengenal lingkungan sekitar, ips untuk kelas 3  - nurhadi
Mengenal lingkungan sekitar, ips untuk kelas 3 - nurhadi
 
Tema 8 bs
Tema 8 bsTema 8 bs
Tema 8 bs
 
Teks laporan hasil dan observasi
Teks laporan hasil dan observasiTeks laporan hasil dan observasi
Teks laporan hasil dan observasi
 
Proposal donasi buku
Proposal donasi buku Proposal donasi buku
Proposal donasi buku
 
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   LingkunganKearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
 

HASILHUTANBUKANKAYULENGKAP-EDIT.pdf

  • 1. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/319349615 Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu Cover Page · August 2013 CITATIONS 2 READS 1,345 1 author: Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Indonesia Non Timber Forest Product Hand Book View project Land usage change and Its scenario of utilization View project Wahyudi Sayuti Pono State University of Papua 1 PUBLICATION 2 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Wahyudi Sayuti Pono on 06 September 2017. The user has requested enhancement of the downloaded file.
  • 2. BU K U PE G ANG AN H ASIL HUT AN BU K AN K A YU
  • 3. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang H A K CIPT A Pasal 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 72 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  • 4. !! BU K U PE G ANG AN H ASIL HUT AN BU K AN K A YU W A H YUDI Editor Wasrin Syafii Perbanyakan dan distribusi buku ini sebagian dibiayai oleh International Tropical Timber Organization (ITTO) 126/12A
  • 5. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 4 BU K U PE G ANG AN H ASIL HUT AN BU K AN K A YU Oleh: Wahyudi © PENERBIT POHON CAHAYA Jl. Tirtodipuran 8 Yogyakarta 55142 Telp./ Fax.: (0274) 379109 E-mail: pohoncahaya@pohoncahaya.com Website: www.pohoncahaya.com Cetakan ke-1 : Mei 2013 Perancang Sampul : Sigit Supradah Penata Letak : Hendra Prabawa Editor : Wasrin Syafii Penyelaras : Hendra Prabawa Perpustakaan Nasional RI: ISBN/ Katalog Dalam Terbitan (KDT) BU K U PE G ANG AN H ASIL HUT AN BU K AN K A YU Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2013. 318 hlm.; 15x23 cm ISBN: « Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip dan mempublikasikan sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit Dicetak oleh: PERC E T A K AN PO H ON C A H A Y A
  • 6. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 5 Dengan mengucapkan Alhamdulillah, buku ini dapat terbit berkat motivasi dari Bunda Ranti, Ananda Uda, dan Owi
  • 8. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 7 PENG ANT AR PE MBA C A Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas pentunjuk dan karunia-Nya, buku Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini dapat diselesaikan. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan bahan bacaan kepada mahasiswa Kehutanan pada umumnya. Secara khusus, buku ini ditujukkan kepada mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Hutan yang mengambil mata kuliah Hasil Hutan Bukan Kayu, di mana mereka sering mengeluhkan keterbatasan akan bahan bacaan atau referensi yang menyeluruh tentang hasil hutan bukan kayu (Non-Timber Forest Products/NTFPs), dan beberapa pembaca yang tertarik atau berkecimpung dengan hasil hutan bukan kayu Buku ini juga sangat informatif bagi para pembaca maupun pihak lain yang berkepentingan dengan keanekaragaman hayati hutan tropis, khusunya keterikatan atau interaksi antara masyarakat lokal/hutan (forest people) dengan sumber daya hutan yang mereka miliki, yang selanjutnya diistilahkan dengan kearifan lokal (Indigenous knowledge) Buku, bahan bacaan, dan referensi tentang hasil hutan bukan kayu, sebenarnya sangat banyak dan beragam, dari yang bersifat pengetahuan populer, kajian ilmiah, hasil penelitian, baik dalam bentuk laporan maupun proseding symposium, baik lokal maupun international. Akan tetapi kebanyakan bahan bacaan tersebut tersedia dalam bahasa Inggris. Beberapa buku referensi tentang HHBK dalam bahasa Indonesia masih kurang, bahkan belum ada. Jikalaupun ada, kebanyakan disajikan dalam ruang lingkup yang terbatas, yaitu hanya membahas satu komoditas HHBK saja. Karena keberagaman sumber referensi tersebut, sehingga banyak informasi tentang hasil hutan bukan kayu yang terkesan kurang dipadukan menjadi buku yang akan memberikan wawasan yang menyeluruh dan lengkap. Sehingga sangat diharapkan dengan membaca buku ini, pemahaman dan penguasaan tentang komoditas hasil hutan bukan kayu dapat diperoleh oleh mahasiswa, dan pembaca secara lengkap, objektif dan menyeluruh. Keunikan atau kekhasan hasil hutan bukan kayu adalah ruang lingkupnya yang sangat luas, dan kontribusinya langsung kepada masyarakat hutan serta berkaitan langsung dengan aspek kearifan masyarakat lokal terhadap kelestarian sumber daya hutan/alam mereka. Ini yang menjadikan komoditas HHBK menjadi bahan kajian dan perhatian utama dari beberapa negara maju dan lembaga- lembaga keuangan dan konservasi internasional untuk berperan dalam mengoptimalkan pengelolaan nya untuk masyarakat lokal. Pada awalnya, buku ini merupakan hasil kumpulan materi-materi mata kuliah hasil hutan bukan kayu yang penulis siapkan dari tahun 2001, kemudian dikemas dalam buku ajar. Dengan penambahan beberapa referensi, pengetahuan popular, dan hasil-hasil penelitian, maka buku ini kemudian disempurnakan untuk menjadi buku tek atau referensi untuk mahasiswa kehutanan, dan berbagai disiplin ilmu lainnya, serta pembaca tentang universalitas komoditas HHBK. Buku ini dirancang dengan menggunakan pendekatan yang menyeluruh tentang HHBK, sehingga pokok pokok bahasan disusun ke dalam bentuk bab-bab yang saling berurutan. Susunan bab tersebut sengaja dimunculkan agar setiap pembaca, dan khusunya mahasiswa memiliki pengetahuan tentang tujuan dan harapan pembelajaran dari masing-masing pokok bahasan. Dengan demikian, mahasiswa dapat menemukan proses pembelajaran yang optimum sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, sesuai dengan kurikullum yang berbasis kompetensi. Kiranya buku ini dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa dan pembaca pada umumnya, segala masukan dan kritikan serta saran demi kelengkapan dan keakuratan informasi dalam buku ini, senantiasa penulis harapkan. Manokwari, West Papua, Mei 2013 Penulis
  • 9. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 8 UC APAN T ERIM A K ASIH Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi ±tingginya kepada para mahasiswa bimbingan yang dengan sukarela memberikan koleksi foto-foto hasil penelitiannya untuk mendukung illustrasi pada buku ini. Semua kontribusi kalian akan memberikan bekal pengetahuan kepada adik-adik kalian dan mengilhami mereka untuk berbuat lebih-baik dan lebih baik lagi untuk masa depan hutan kita bersama. Pernhargaan yang sama juga, penulis berikan kepada para mahasiswa, temen-temen kolega dan fihak lain yang turut berperan dalam menunjang penulisan buku ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.Sc atas kesediaanya menjadi editor tunggal buku ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada International Tropical Timber Organization (ITTO), yang telah bersedia mendanai untuk publikasi dan distribusi buku ini kepada beberapa institusi kehutanan di beberapa wilayah Indonesia.
  • 10. !! "#$%&!"'(#)!*'+#)!,#-'! 9 PRA K A T A $VVDODPX¶DODLNXP:U:E, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau ada sebagian yang menyebutnya Hasil Hutan Non Kayu, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah Non-Wood Forest Products (NWFP`s) atau lembaga lain menyebutnya sebagai Non-Timber Forest Products (NTFP`s) adalah salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa kehutanan, khususnya pada jurusan/program studi teknologi hasil hutan. Beberapa alasan yang mendasar kenapa buku ini ditulis, kenapa hanya mahasiswa jurusan teknologi hasil hutan yang memperoleh mata kuliah ini. Mengingat ruang kajian dari hasil hutan bukan kayu itu sangat luas, baik menyangkut aspek biologi, taxonomy, pengolahan, analisis laboratorium, dan bahkan keadaaan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, maka seyogianya program studi lain di lingkungan Fakultas Kehutanan, seperti Konservasi dan Manajemen hutan juga memperoleh mata kuliah ini. Hal ini terkait dengan fakta bahwa komponen ekosistem hutan atau tegakan terdiri atas pohon, anakan, tumbuhan bawah, semak belukar, mikroba dan berbagai jenis mikro flora dan fauna lainnya. Asosiasi dan ketergantungan antara tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, hewan bersel tunggal dan majemuk, sangat menentukan kerberlangsungan proses biologi dan kimiawi dalam tegakan tersebut untuk tetap eksis dan berfungsi. Sehingga kajian pengetahuan yang hanya menfokuskan pada tumbuhan yang bernilai ekonomi, seperti pohon, akan memberikan pemahaman yang kurang menyeluruh terhadap ekosistem tegakan hutan itu sendiri. Dengan biodiversiti yang sangat tinggi dan tingkat ketergantungan masyarakat hutan terhadap hutan miliknya, atau di sekelilingnya, maka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat hutan dan juga pembangunan kehutanan dan atau pemanenan hasil hutan tidak dapat dipungkiri lagi harus melibatkan peran serta komoditas hasil hutan bukan kayu. Hal ini yang kemudian memunculkan paradigma baru pengelolaan hutan tropis di dunia, yaitu dari yang berorientasi pengambilan hasil hutan utama atau kayu dengan orientasi bisnis, kepada paradigma baru yang diwujudkan dengan pengikutsertaan peran masyarakat hutan, yang kemudian dikenal dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini yang diyakini dapat menyelamatkan hutan sekaligus memberdayakan dan membangun masyarakat hutan, dan paradigma baru ini yang dikenal dengan Commnuity-based Forest Management. Alasan yang ketiga adalah karena jenis dan ragam hasil hutan bukan kayu itu sangat beragam (diverse), maka penulis mencoba untuk merangkumnya, dalam bentuk buku teks ini dengan harapan memudahkan kepada para mahasiswa dan pembaca untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang produk-produk hasil hutan bukan kayu. Hal ini dilakukan karena bahan-bahan kajian referensi kebanyakan disajikan dalam bahasa Inggris. Sementara referensi yang tersedia dalam bahasa Indonesia, lebih banyak kepada kegiatan atau hasil penelitian tentang hasil hutan bukan kayu, yang masih bersifat perjenis atau komoditas. Untuk memenuhi ketidaksinergisan tersebut, maka buku teks ini dibuat, dengan harapan beberapa pandangan tentang hasil hutan bukan kayu itu dapat dipahami dan dimengerti dengan objektif. Ada anggapan bahwa hasil hutan bukan kayu itu hanya rotan, damar, arang, sagu, dan gondorukem, padahal hasil hutan bukan kayu bukan itu saja. Bahkan penulis sangat percaya bahwa masa depan dan keberlanjutan potensi sumber daya hutan Indonesia terletak pada hasil hutan bukan kayu. Buku teks ini disusun dengan format mengikuti sistem kompentensi, yaitu setiap bab menyajikan satu pokok bahasan dan dilengkapi dengan harapan-harapan setelah menyelesaikan pokok bahasan tersebut. Pada setiap akhir pokok bahasan disertai dengan bahan bacaan atau referensi, yang bertujuan untuk melatih para anak didik untuk mencari dan menggali informasi-informasi yang diperlukan dari sumber-sumber pustaka primer yang direkomendasikan. Buku teks ini terdiri atas 26 pokok bahasan, yang disusun berdasarkan keterkaitan topik pembelajaran dan logika pemahaman topik. Pengertian, definisi dan alasan belajar hasil hutan bukan
  • 11. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 10 kayu disajikan pada bab 1, alasan-alasan pengelompokan atau penggolongan hasil hutan menurut instansi yang mengelolanya disajikan pada bab 2. Kajian pengelolaan dan karakteristik dari hasil hutan bukan kayu dari berbagai perpektif disajikan pada bab 3, dan bab 4 membahas tentang potensi, produksi ddan realitas ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu. Pada bab 5 memberikan ilustrasi tentang pola produksi, sistem pasar dan kelembagaan pemasaran komoditas hasil hutan bukan kayu sedangkan bab 6 mengkritisi tentang beberapa perangkat perundang-undangan tentang hasil hutan bukan kayu, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Bab 1 ± 6 tersebut secara umum membahas tenang gambaran dan analisis permasalahan, tentang jumlah dan jenis hasil hutan bukan kayu yang telah ditetapkan, dibandingkan dengan kenyataan bahwa data tentang produksi dan ekspor atau nilau jual (kontribusi) hasil hutan bukan kayu yang begitu kecil. Kekurangakuratan data dan informasi, antara jumlah komoditas, produksi dan penjualan hasil hutan bukan kayu, menimbulkan berbagai pertanyaan, dari ketidaktersedianya data, baik di tingkat daerah sampai depertemen kehutanan, aktivitas perdagangan hasil hutan bukan kayu yang tidak termonitor oleh dinas terkait, sampai kepada belum adanya atau rendahnya pemahaman aparat dan pelaku usaha hasil hutan bukan kayu tentang regulasi dan standarisasi hasil hutan bukan kayu. Bab 7 sampai 24, membahas tentang jenis-jenis hasil hutan bukan kayu, baik bersifat komoditas tunggal, seperti rotan, sagu, aren dan bambu, maupun dalam kelompok seperti produk turunan kayu yaitu arang, briket arang dan atap sirap, yang disajikan pada bab 11. Bab 12 membahas tentang tumbuhan penghasil warna alami, dan diikuti oleh tumbuhan obat pada bab 13. Komoditas getah- getahan disajikan pada bab 14 sedangkan kelompok minyak atsiri juga dibahas dalam modul tersendiri yaitu modul bab 15. Pada bab 16 pokok bahasannya adalah komia bahan alami, diikuti oleh komoditas Buah merah pada bab berikutnya yaitu bab 17. Gaharu dibahas dalam bab 18, dan hasil hutan bukan kayu kelompok Nabati dan hewani lainnya dibahas dalam bab 19, 20 dan 21 secara berurutan. Sedangkan pokok bahasan tentang produk jasa dari hutan (services of forests) disajikan pada bab 22, 23 dan 24. Produk jasa (forest services) dari hutan bibahas pada bab 22, dan ekowisata yang merupakan potensi hasil hutan bukan kayu yang menggabungkan antara keunikan potensi ekologi, sosial dan budaya masyarakat lokal atau suatu kawasan tertentu dibahas pada bab ke-23. Perdagangan karbon dibahas pada bab 24. Pada akhir buku teks ini yaitu bab 25 dan 26, dilengkapi beberapa topik penelitian dari HHBK dan beberapa judul penelitian mahasiswa strata satu (S1) berikut tujuan dan variabel penelitiannya, dengan tujuan para mahasiswa dapat mempelajarinya dan memahaminya. Pada bab terahir, 26, dibahas dengan singkat berbagai peluang usaha dalam bidang HHBK, baik kewirausahaan skala rumah tangga, usaha kecil dan menegnah dan perusahaan besar. Diharapakan setelah membaca dua pokok bahasan terakhir ini, peserta didik memiliki wawasan yang luas, objektif dan kritis dalam merencanakan, menyusun dan mengembangkan potensi dirinya, khususnya sebagai enterpreneurship yang baru. Buku teks ini memimilki kelebihan-kelebihan yaitu mencoba menyajikan informasi yang menyeluruh (komprehensif), disertai ilustrasi gambar yang jelas, karena belum tentu semua mahasiswa atau pembaca, mengetahui sayur katok, buah pinang, aren maupun buah merah, dan disajikan dengan pola pikir yang mengikuti kaidah logika pembelajaran, baik dalam tata bahasanya maupun urutan pokok bahasannya. Kekurangan buku teks ini adalah ada pokok bahasannya yang terlalu banyak, tetapi ada juga yang terlalu sedikit dan terdapat tabel-tabel yang terlalu menyita halaman. Kekurangan lainnya adalah dalam memberikan ilustrasi gambar, atau kasus, hanya yang terjadi di Papua, dan khusunya Manokwari. Mengutip ungkapan moto dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, yaitu kalau bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang kapan lagi, penulis membuat buku teks hasil hutan bukan kayu ini, guna membantu mendokumentasikan kekayaan alam tropis Indonesia yang begitu kaya ini. Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan yang telah diutarakan di atas, kiranya buku teks ini dapat menjadi satu bahan bacaan wajib khususnya bagi mahasiswa kehutanan, farmasi, ilmu lingkungan dan berbagai jenis latar belakang disiplin ilmu lainnya. Buku teks ini juga sangat berguna
  • 12. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 11 bagi para seluruh stakeholders yang berkepentingan dengan hasil hutan bukan kayu, khusunya di Indonesia. Dengan segala kerendahan hati, semoga buku teks ini dapat memenuhi apa yang para mahasiswa harapkan dan pembaca inginkan. Salam Rimbawan. Terima kasih. :DVVDODPX¶DODLNXP:U:E Salam Hormat, Wahyudi Sayuti Pono
  • 14. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 13 DA F T AR ISI PENGANTAR PEMBACA «««««««««««««««««««««««« 7 UCAPAN TERIMA KASIH ««««««««««««««««««««««««« 8 PRAKATA ««««««««««««««««««««««««««««««« 9 DAFTAR ISI ««««««««««««««««««««««««««««««« 13 DAFTAR TABEL ««««««««««««««««««««««««««««« 20 DAFTAR GAMBAR ««««««««««««««««««««««««««« 22 BAB 1. PENGERTIAN HASIL HUTAN «««««««««««««««««««« 25 1.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 25 1.2. Hutan Tropis Indonesia ««««««««««««««««««««««« 26 1.3. Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan «« 28 1.4. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««««««««««««« 32 1.5. Peluang Produk Minor Penggantikan Produk Major di Masa Mendatang «««« 33 1.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 35 BAB 2. PENGGOLONGAN PRODUK HASIL HUTAN ««««««««««««« 36 2.1 Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 36 2.2. Penggolongan Menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan «««««««« 36 2.3. Penggolongan Menurut Undang-Undang Kehutanan ««««««««««« 37 2.4. Penggolongan Menurut Standar Nasional Indonesia «««««««««««« 38 2.5. Penggolongan Hasil Hutan Menurut Sumber Lain «««««««««««« 47 2.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 48 BAB 3. KAJIAN PENGELOLAAN DAN KARAKTERISTIK HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 49 3.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 49 3.2. Fungsi dan Manfaat Penting Hutan bagi Masyarakat Hutan (Forest People) ««« 49 3.3. Permasalahan-Permasalahan Penting dari Hasil Hutan Bukan Kayu dan Kemungkinan Pemecahannya, FAO (1998) ««««««««««««« 53 3.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 58 BAB 4. POTENSI, PRODUKSI, DAN EKSPOR KOMODITAS HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 59 4.1. Pendahuluan ............................................................................................................. 59 4.2. Potensi ««««««««««««««««««««««««««««« 59 4.3. Keanekaragaman Produk «««««««««««««««««««««« 61
  • 15. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 14 4.4. Produksi dan Ekspor «««««««««««««««««««««««« 62 4.5. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 68 BAB 5. POLA PRODUKSI, SISTEM PASAR DAN KELEMBAGAAN PEMASARAN « 69 5.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 69 5.2. Pola Produksi ««««««««««««««««««««««««««« 69 5.3. Rantai Pemasaran (Maket Chain) ««««««««««««««««««« 72 5.4. Kelembagaan Pemasaran ««««««««««««««««««««« 74 5.5. Produksi, Permintaan, dan Perdagangan «««««««««««««««« 77 5.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 78 BAB 6. PERANGKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN KEBIJAKAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU «««««««««««««««««« 79 6.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 79 6.2. Perundang-undangan «««««««««««««««««««««««« 79 6.3. Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««««« 81 6.4. Izin Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu «««««««« 82 6.5. Pemberian Izin «««««««««««««««««««««««««« 82 6.6. Pemberian Izin di Daerah Kabupaten/Kota «««««««««««««««« 83 6.7. Daftar Pustaka «««««««««««««««««««««««««« 89 BAB 7. ROTAN (RATTAN) «««««««««««««««««««««««« 90 7.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 90 7.2. Botani Rotan ««««««««««««««««««««««««««« 90 7.3. Pemanenan dan Pengolahan Rotan ««««««««««««««««««« 94 7.4. Pengujian Kualitas Rotan «««««««««««««««««««««« 96 7.5. Beberapa Catatan Penting tentang Perkembangan Komoditas Rotan dan Industri Rotan «««««««««««««««««« 97 7.6. Permasalahan Komoditas Rotan di Masa Mendatang ««««««««««« 98 7.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 101 BAB 8. SAGU (METROXYLONSPP) ««««««««««««««««««««« 103 8.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 103 8.2. Botani Sagu (Metroxylon spp) «««««««««««««««««««« 103 8.3. Potensi Sagu ««««««««««««««««««««««««««« 104 8.4. Ciri Fisik Sagu Siap Panen ««««««««««««««««««««« 106 8.5. Pengertian Aci Sagu «««««««««««««««««««««««« 108 8.6. Pemanenan Sagu ««««««««««««««««««««««««« 108
  • 16. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 15 8.7. Penghancuran Empulur (Menokok) dan Ekstraksi Aci Sagu ««««««««« 110 8.8. Metode Tradisional «««««««««««««««««««««««« 110 8.9. Metode Semi Mekanis «««««««««««««««««««««««« 114 8.10. Metode Mekanis Penuh ««««««««««««««««««««««« 115 8.11. Pemanfaatan Pohon Sagu «««««««««««««««««««««« 116 8.12. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 119 BAB 9. AREN (ARENGA PINNATA MERR) «««««««««««««««««« 120 9.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 120 9.2. Botani Pohon Aren «««««««««««««««««««««««« 120 9.3. Pemanfaatan Aren untuk Berbagai Produk «««««««««««««««« 123 9.4. Pembuatan Gula Merah Aren «««««««««««««««««««« 127 9.5. Pemanfaatan Tumbuhan Aren sebagai Bahan Bakar Nabati ««««««««« 129 9.6. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 131 BAB 10. BAMBU ««««««««««««««««««««««««««««« 132 10.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 132 10.2. Botani Bambu «««««««««««««««««««««««««« 132 10.3. Keanekaragaman Bambu pada Beberapa Daerah ««««««««««««« 134 10.4. Kenapa Bambu Begitu Spesial «««««««««««««««««««« 135 10.5. Sifat-Sifat Dasar dari Bambu «««««««««««««««««««« 137 10.6. Produk-Produk dari Bambu «««««««««««««««««««« 138 10.7. Penggunaan Bambu di Pedesaan ««««««««««««««««««« 140 10.8. Perkembangan Teknologi Bambu ««««««««««««««««««« 143 10.9. Lembaga Penelitian Bambu dan Rotan «««««««««««««««« 143 10.10.Pustaka «««««««««««««««««««««««««««««« 143 BAB 11. PRODUK TURUNAN KAYU ««««««««««««««««««««.. 145 11.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 145 11.2. Arang (Charcoal) ««««««««««««««««««««««««« 145 11.3. Arang Aktif (Activated Carbon) ««««««««««««««««««« 149 11.4. Briket Arang (Briquette) ««««««««««««««««««««««« 153 11.5. Sirap «««««««««««««««««««««««««««««« 154 11.6. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 157 BAB 12. TUMBUHAN PENGHASIL PEWARNA ALAMI (NATURAL DYE) «««««« 158 12.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 158 12.2. Pengertian Pewarna Alami ««««««««««««««««««««« 158
  • 17. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 16 12.3. Penggunaan Pewarna Alami untuk Produk Tekstil seperti Batik ««««««« 160 12.4. Pengunaan Pewarna Alami pada Industri Makanan dan Minuman ««««« 164 12.5. Tanin «««««««««««««««««««««««««««««« 165 12.6. Pewarna Alami untuk Berbagai Produk Tradisional Lainnya «««««««« 165 12.6. Pustaka ................................................................................................................... 171 BAB 13. TUMBUHAN OBAT (MEDICINAL PLANTS) «««««««««««««« 172 13.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 172 13.2. Tumbuhan Obat (Medicinal Plants) «««««««««««««««««« 172 13.3. Tumbuhan Obat di Papua «««««««««««««««««««««« 176 13.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 179 BAB 14. RESIN DAN GETAH-GETAHAN «««««««««««««««««« 180 14.1. Pendahuuan «««««««««««««««««««««««««« 180 14.2. Istilah Umum «««««««««««««««««««««««««« 180 14.3. Getah Perca ««««««««««««««««««««««««««« 181 14.4. Getah Jelutung ««««««««««««««««««««««««« 182 14.5. Kopal ««««««««««««««««««««««««««««« 184 14.6. Damar ««««««««««««««««««««««««««««« 186 14.7. Getah Tusam ««««««««««««««««««««««««««« 187 14.8. Jernang ««««««««««««««««««««««««««««« 189 14.9. Kemenyan ««««««««««««««««««««««««««« 190 14.10.Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 191 BAB 15. MINYAK ATSIRI (ESSENTIAL OIL) ««««««««««««««««« 193 15.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 193 15.2. Potensi ««««««««««««««««««««««««««««« 193 15.3. Pengertian «««««««««««««««««««««««««««« 195 15.4. Sifat Fisiko-Kimia ««««««««««««««««««««««««« 196 15.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri «««««««««« 196 15.6. Proses Mendapatkan Minyak Atsiri «««««««««««««««««« 197 15.7. Pemisahan Minyak Atsiri dari Air dan Lemak «««««««««««« 200 15.8. Pengemasan dan Penyimpanan «««««««««««««««««««« 201 15. 9. Pemanfaatan Minyak Atsiri ««««««««««««««««««««« 201 15.10.Beberapa Penelitian Minyak Atsiri «««««««««««««««««« 201 15.11.Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 208
  • 18. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 17 BAB 16. KIMIA BAHAN ALAM (NATURAL PRODUCTS OF CHEMISTRY) «««« 210 16.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 210 16.2. Ethnobotani, Ethnopharmakologi, dan Kearifan Lokal (Indigenous Knowledge) « 210 16.3. Kimia Tumbuhan (Phytochemistry) «««««««««««««««««« 212 16.4. Kimia Senyawa Aktif Biologis Tumbuhan ««««««««««««««« 213 16.5. Keanekaragaman Hayati Tanaman Obat-obatan ««««««««««««« 213 16.6. Bahan Obat-obatan dari Tumbuhan Tropis ««««««««««««««« 214 16.7. Grup Metabolit Sekunder «««««««««««««««««««««« 214 16.8. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 216 BAB 17. BUAH MERAH (PANDANUSCONODIEUSLAMK) «««««««««« 217 17.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 217 17.2. Botani Buah Merah (Pandanus conoideus L.) «««««««««««««« 217 17.3. Budi Daya Buah Merah «««««««««««««««««««««« 218 17.4. Pemanfaatan Buah Merah secara Tradisional «««««««««««««« 219 17.5. Karakteristik dan Komposisi Asam Lemak Buah Merah «««««««««« 220 17.6. Uji Biologi dan Pharmacologi dari Ekstrak Buah Merah «««««««««« 222 17.7. Pengolahan Buah Merah «««««««««««««««««««««« 222 17.8. Diversifikasi Produk-Produk Buah Merah ««««««««««««««« 222 17.9. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 223 BAB 18. GAHARU (AGARWOOD) «««««««««««««««««««««« 225 18.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 225 18.2. Botani Gaharu «««««««««««««««««««««««««« 225 18.3. Potensi Gaharu «««««««««««««««««««««««««« 227 18.4. Pengertian Gaharu «««««««««««««««««««««««« 227 18.5. Pemanfaatan dan Komponen Kimia Minyak Atsiri dan Ektrak Gaharu «««« 228 18.6. Perdagangan Gaharu «««««««««««««««««««««««« 229 18.7. Pengujian dan Kualitas Gaharu ««««««««««««««««««« 230 18.8. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««« 234 BAB 19. PRODUK-PRODUK NABATI LAINNYA ««««««««««««««« 236 19.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 236 19.2. Anggrek (Dendrobium spp) «««««««««««««««««««««««« 236 19.3. Buah Mangrove «««««««««««««««««««««««««« 238 19.4. Daun Pandan (Pandanus spp) ««««««««««««««««««««« 240 19.5. Nipah (Nypafruticans Wurmb) «««««««««««««««««««« 241
  • 19. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 18 19.6. Pala (Myristica spp) «««««««««««««««««««««««««««« 243 19.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 245 BAB 20. MIKROBA ENDOPIT DAN JAMUR (EDIBLEMUSHROOM) ««««««« 247 20.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 247 20.2. Mikroba Endofit ««««««««««««««««««««««««« 247 20.3. Jamur yang Dapat Dikonsumsi (Edible Mushroom) «««««««««««« 249 20.4. Nilai Nutrisi dan Bahan Aktif pada Jamur Konsumsi ««««««««««« 257 20.5. Usaha Budi Daya Jamur dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal ««««««« 258 20.6. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 260 BAB 21. KELOMPOK HEWANI «««««««««««««««««««««« 262 21.1. Pendahuluan «««««««««««««««««««««««««« 262 21.2. Buaya dan Kulit Buaya ««««««««««««««««««««««« 262 21.3. Rusa (Cervus spp) ««««««««««««««««««««««««« 263 21.4. Sarang Burung Walet «««««««««««««««««««««««« 264 21.5. Kutu Lak (Sherlac) ««««««««««««««««««««««««« 265 21.6. Lebah Madu ««««««««««««««««««««««««««« 266 21.7. Ulat Sagu ««««««««««««««««««««««««««« 267 21.8. Kupu-Kupu ««««««««««««««««««««««««««« 267 21.9. Burung ««««««««««««««««««««««««««««« 269 21.10.Kanguru Pohon Cenderawasih (Dendrogilus ursinus) ««««««««««« 270 21.11.Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 271 BAB 22. PRODUK JASA DARI HUTAN(FOREST SERVICES) «««««««««««« 273 22.1 Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 273 22.2. Produk Jasa dari Sumber Daya Hutan (Services of Forests) ««««««««« 273 22.3. Jasa Hutan dan Pohon pada Pertanian (Agricultural Services of Forests and Trees) « 274 22.4. Jasa Hutan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) (Watershed Services of Forests) «« 275 22.5. Pabrik Karbon (Carbon Sequestration/Carbon Sink) ««««««««««««« 275 22.6. Konservasi Habitat Satwa Liar dan Nilai Keanekaragaman Hayati (Conservation of Wildlife Habitats and Biological Diversity Values) ««««« 276 22.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 276 BAB 23. EKOWISATA (ECOTOURISM) «««««««««««««««««« 277 23.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 277 23.2. Pengertian «««««««««««««««««««««««««««« 277 23.3. Ekowisata dan Kawasan Konservasi ««««««««««««««««« 278
  • 20. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 19 23.4. Potensi Lokal dari Ekowisata «««««««««««««««««««« 279 23.5. Pustaka «««««««««««««««««««««««««««««« 282 BAB 24. PERDAGANGAN KARBON (CARBONTRADE) «««««««««««« 283 24.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 283 24.2. Hutan Tropis Dunia (World Tropical Rain Forest) «««««««««««« 283 24.3. Konvensi International tentang Perubahan Iklim Global «««««««««« 284 24.4. Protokol Kyoto «««««««««««««««««««««««««« 284 24.5. Efek Rumahkaca dan Gas Rumah Kaca (Green House Gases) ««««««« 285 24.6. Mekanisme Perdagangan Karbon Melalui Skema REDD bagi Negara-Negara Berkembang Pemiliki Hutan Tropis «««««««««« 286 25.7. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 289 BAB 25. PENELITIAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU ««««««««««««« 290 25.1. Pendahululan ««««««««««««««««««««««««««« 290 25.2. Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu Berdasarkan Urutan Pengembangan Komoditas Unggulan «««««««««««««« 290 25.3. Beberapa Contoh Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu di Fakultas Kehutanan UNIPA «««««««««««««««««««« 293 25.4. Pustaka ««««««««««««««««««««««««««««« 293 BAB 26. PELUANG USAHA KOMODITAS HASIL BUTAN BUKAN KAYU «««« 299 26.1. Pendahuluan ««««««««««««««««««««««««««« 299 26.2. Komoditas Unggulan Hasil Hutan Bukan Kayu Daerah dan Nasional «««« 299 26.3. Peluang Usaha Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu ««««««««««« 300 GLOSARIUM «««««««««««««««««««««««««««««« 305 DAFTAR PUSTAKA ««««««««««««««««««««««««««« 313
  • 21. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 20 DA F T AR T ABE L 2.1 Jenis-jenis komoditas hasil hutan kayu kelompok batang dan turunannya 2.2 Beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak atsiri 2.3 Beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak lemak 2.4 Kelompok hasil hutan bukan kayu kelompok bunga, buah, biji dan daun 2.5 Beberapa hasil hutan buan kayu kelompok kulit dan babakan 2.6 Hasil hutan bukan kayu kelompok getah-getahan 2.7 Hasil hutan bukan kayu kelompok resin 2.8 Hasil hutan bukan kayu kelompok aneka nabati 2.9 Hasil hutan bukan kayu kelompok aneka umbi 2.10 Hasil hutan bukan kayu kelompok hewani dan turunannya 2.11 Penggolongan jenis dan golongan hasil hutan bukan kayu 3.1 Karakteritik hasil hutan bukan kayu berdasarkan penggunaan akhir 3.2 Penggolongan hasil hutan bukan kayu berdasarkan kepentingan analisis ekonomi, skala kegunaan dan pemasaran 3.3 Perbandingan karakteristik pengelolaan, pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dibandingkan hasil hutan kayu 4.1 Potensi hasil hutan bukan kayu di Irian Jaya/Papua 4.2 Produksi hasil hutan bukan kayu sepuluh tahun terakhir 4.3 Total ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu 5 tahun terakhir 4.4 Realisasi ekspor komoditas gaharu dari hutan per juli 2007 4.5 Realisasi ekspor satwa liar per juli 2007 yang diambil dari hutan belantara 5.1 Ringkasan nilai ekspor komoditas hasil hutan bukan kayu utama wilyah Asia pasifik 6.1 Identifikasi beberapa jenis perizinan pemanfaatan hasil hutan pada hutan lindung 6.2 Ringkasan hasil identifikasi berbagai hal berkenaan dengan izin pemanfaatan jasa lingkungan 6.3 Ringkasan hasil identifikasi oleh dinas kehutanan kab. Bulungan tentang berbagai aspek izin pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung 6.4 Ringkasan hasil identifikasi beberapa aspek tentang izin usaha pemanfaatan kawasan pada hutan produksi 6.5 Ringaksan identifikasi berbagai aspek pemberian izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan hutan produksi 6.6 Ringkasan identifikasi berbagai aspek izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi 6.7 Ringkasan identifikasi berbagai aspek izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman
  • 22. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 21 6.8 Ringkasan identifikasi berbagai aspek perizinan usaha pemugutan hasil hutan bukan kayu dari hutan alam 7.1 Ringkasan dari permasalahan yang telah diidentifikasi dan teknologi yang diperlukan guna keberlanjutan perkembangan komoditas rotan di negara-negara Asia Tenggara 8.1 Estimasi luas tumbuhan sagu di Indonesia, Papua New Guinea, Malaysia, Thailand dan Filipina 8.2 Luas dan penyebaran Sagu di Irian Jaya (Papua) 9.1 Luas areal tanaman aren dan perkiraan produksi gula yang dihasilkan 9.2 Perkembangan areal tanaman aren dan produksinya dari tahun 1992-2003 9.3 Skenario pencapaian swasembada gula konsumsi 2005-2009 12.1 Jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami dan warna yang dihasilkan 12.2 Jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami, warna yang dihasilkan, metode ekstraksinya dan penggunaan warna alami oleh suku Arfak di Kampung Mbenti Distrik Manyambou Kab Manokwari 13.1 Jenis-jenis tumbuhan obat, bagian yang dimanfaatkan dan khasiatnya yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan hutan tanaman 13.2 Beberapa jenis tumbuhan berkayu yang dihasilkan dari hutan yang berpotensi untuk dijadikan tumbuhan obat 15.1 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas minyak atsiri 15.2 Pengaruh bentuk daun terhadap persentase komposisi minyak atsiri pada minyak kayu putih 15.3 Pengaruh penyimpanan terhadap rendemen dan kadar sineol dari minyak kayu putih 15.4 Variabel dan persyaratan minyak kayu putih di Indonesia 15.5 Karakteristik dan syarat mutu kayu putih berdasarkan the Essential oil association of USA 15.6 Komponen bioaktif minyak kayu putih dan rumus molekulnya serta titik didihnya 16.1 Beberapa senyawa bio-aktif tumbuhan hutan tropis, sumber tumbuhan penghasilnya dan kategori terapinya 17.1 Karakteristik buah merah (Pandanus coneideus L) 17.2 Sifat fisiko-kimia buah Merah (Pandanus coneideus L) 17.3 Kandungan gizi buah merah (Pandanus coneideus L) 17.4 Diversifikasi produk-produk sampingan dari sari buah merah 17.5 Pemanfaatan lain dari tanaman buah merah 18.1 Jenis-jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia dan daerah penyebarannya 18.2 Klasifikasi kualitas gaharu menurut ASGARIN
  • 23. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 22 DA F T AR G A MBAR 4.1 Profil tukang kayu lokal di teluk Wondama, Papua Barat 4.2 Produk Mebel yang diperuntukkan untuk bangku siswa sekolah dasar (SD) 5.1 Tumang sagu yang berasal dari daerah Sentani Jayapura 5.2 Diagram bagan pemasaran rotan dengan metode PCS 5.3 Bagan alir jaringa pemasaran minyak lawang di Kab. Teluk Wondama 5.4 Bagan alir jaringa pemasaran kulit kayu masohi di Kab. Teluk Wondama 7.1 Rumpun Rotan di dekat Pemukiman/persawahan penduduk di SP V distrik Masni Kabupaten Manowari dan mahasiswa Sesmester VI program studi teknologi Hasil Hutan yang lagi memanen rotan 7.2 Duri rotan dari jenis Calamus spp yang tumbuh di daerah SP V distrik Masni Kabupaten Manokwari 7.3 Rotan yang telah masak tebang di hutan Werianggi, kabupaten teluk Wondama 7.4 Pengeringan rotan asalan secara sederhana di sentra industri rotan Nabire-Papua 7.5 Kursi biasa rotan yang diproduksi salah satu pelaku kerajinan rotan di Kota Nabire-Papua 5.4. Sepasang kursi sofa (jenis deluxe) yang diproduksi oleh salah satu pelaku kerajinan rotan di kota Nabire- Papua 8.1 Anakan pohon sagu di alam dan tegakan/dusun sagu 8.2 Proses penghancuran empulur sagu 8.3 Gambaran umum proses pemanenan sagu 8.4 Dua bentuk ala tokok sagu 8.5 Penggunaan alat tokok dalam menokok sagu 8.6 Hasil proses penghancuran/tokok empulur sagu 8.7 Dua gambaran metode ekstraksi serat empulur sagu 8.8 Berbagai bentuk tumang sagu di Irian Jaya 8.9 Alat pearut empulur sagu semi mekanis 8.10 Mesin pemarut empulur sagu modifikasi aci sagu (pati sagu) yang dijual di pasar tradisional di Kota Manokwari 8.11 Bagan proses pengolahan sagu menjadi tepung di PT Sagindo Sari Lestari 8.12 Pemanfaatan daun sagu yang telah dijepit untuk atap dan dinding rumah masyarakat lokal di Supriori-Biak 8.13 Sagu lempeng yang dijual di pasal lokal Manokawari 8.14 Ulat sagu dari kumbang Rizhophorus spp 8.15 Diagram pemanfaatan sagu skala industri 9.1 Pohon aren yang telah dewasa
  • 24. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 23 9.2 Tandan (bunch) buah aren yang masih muda dan yang sudah siap panen 9.3 Bagan proses pembuatan gula aren merah 9.4 Bagan proses pembuatan gula semut atau gula kristal dari gulaaren merah 10.1 Salah satu jenis bambu yang tumbuh di salah satu desa di kab. Magetan Jawa Timur 10.2 Rumpun bambu yang tumbuh di sekitar pekarangan penduduk di Kota Manokwari 10.3 Penggunaan bambu utuh/solid dari jenis scrambling atau climbing untuk dinding rumah penduduk 10.4 Penggunaan anyaman ruas bambu (gedhek) untuk dinding rumah penduduk di distrik Pantai Utara Manokwari 10.5 Penggunaan bambu solid sebagai lantai/jembatan pada rumah panggung di Supriori Biak - Papua 10.6 Penggunaan bambo solid untuk pagar kebun penduduk lokal di daerah Distrik Pantai Utara Manokwari 12.1 Daun katuk yang sangat kaya akan klorofil dan bermanfaat untuk memperlancar produksi ASI ibu yang lagi menyusui 12.2 Penggunaan warna merah pada tikar tradisional yang terbuat dari daun pandan (Pandanus spp) 12.3 Hasil Kerajinan tas tradisional yang terbuat dari daun pandan yang menggunakan warna dan tas tradisional yang terbuat dari serat kulit kayu yang tidak menggunakan pewarna 12.4 Pohon Pinang dewasa, buah pinang dan tandan buah pinang yang telah masak di pohon 13.1 Tumbuhan sirih (Piper spp) yang tumbuh merambat pada pohon Lamtorogung 13.1 Buah sirih yang pada tanaman sirih yang telah siap panen 13.3 Gambar akar atau tali kuning (Tinospera spp) 15.1 Gambar komponen aktif dari minyak sereh dan jeruk 15.2 Bagan umum proses ektraksi minyak astiri dari bagian tumbuhan 15.3 Metode distilasi dengan air/perebusan 15.4 Metode distilasi kombinasi air dan uap 15.5 Metod distilasi dengan uap 15.6 Bagan atau alur penyulingan minyak atsiri untuk memperoleh komponen yang tidak mudah menguap 15.7 Diagram atau bagan pemisahan minyak atsiri dan lemak pada hasil ekstrak minyak atsiri 15.8 Pohon Lawang yang tumbuh di pekarangan rumah penduduk di Distrik Windesi Kabupaten Teluk Wondama 15.9 Bekas ketel alat penyuling di Kampung Werianggi distrik Windesi Teluk Wondama - Papua Barat 17.1 Tegakan buah merah (Pandanus coneideus L) dan posisi/letak buah merah pada batang pohon berdiri
  • 25. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 24 17.2 Anakan buah merah yang siap tanam dan tanaman buah merah yang berumur 2 tahun 17.3 Buah merah yang dijual di pasal Lokal di Manokwari 18.1 Komoditas gaharu kualitas lokal dari Werianggi di Manokwari 19.1 Karakteristik anggrek tipe monopodial yang tumbuh di pekarangan rumah penduduk lokal di Manokwari 19.2 Tipe pertumbuhan anggrek sympodial yang tumbuh kurang terawat di kebun penduduk lokal di Manokwari 19.3 Tanaman anggrek yang dijual oleh penduduk lokal di Papua 19.4 Proses pengupasan kulit biji mangrove jenis tumuk (Bruguiera spp) di desa Sowek distrik Supriori selatan 19.5 Hasil kupasan buah mangrove jenis Tumuk (Bruguiera spp) yang siap direbus 19.6 Pandan yang berbuah seperti durian di hutan primer Kampung Nusaulan Distrik Buruway kab. Kaimana 19.7 Tumbuhan pandan (Pandanus tectorius) untuk bahan baku tikar pandan 19.8 Tikar dari daun pandan di kampung Nusaulan Buruway Kaimana 19.9 Penyebaran nipah di sepanjang pinggiran sungai Buruway Kaimana 19.10 Tandan buah nipah yang telah mekar 19.11 Areal tegakan pohon pala di salah satu kampung di Kaimana 19.12 Tiga jenis komoditas yang dihasilkan oleh pohon Pala 20.1 Anak buaya yang ditangkap oleh penduduk lokal di kampung Esania distrik Buruway kab. Kaimana 20.2 Bagian tubuh rusa, tanduk, yang ditinggalkan oleh pemburu di Kaimana 20.3 Ulat sagu sebagai sumber protein hewani alternatif di Irian Jaya 20.4 Beberapa jenis Kupu-kupu yang terdapat di Irian Jaya 20.5 Burung Cenderawasih (Paradisaea minor) 20.6 Habitat Kangoru Pohon Cenderaasih (Dendrogilus spp) 20.7 Kanguru Pohon cenderawasih yang ditangkap oleh masyarakat lokal 23.1 Objek wisata pemanggilan ikan di desa Bakaro kab. Manokwari 23.2 Pantai pasir putih (pasir panjang) di kampung Nusaulan distrik Buruway Kab, Kaimana 23.3 Perpaduan ukiran batu karang (mozaik) yang dipadukan dengan kejernihan air laut di kampung Nusaulan distrik Buruway kab. Kaimana
  • 26. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 25 BAB 1 PENG ERTIAN H ASIL HUT AN 1.1. Pendahuluan Secara kosa kata hasil hutan diterjemahkan sebagai seluruh hasil (produk-produk) yang dihasilkan dari Hutan. Sedangkan hutan secara sederhana dapat diartikan sebagai sekumpulan pohon- pohon, tumbuhan dan hewan serta penyusun ekosistem lainnya yang satu sama lain tidak terpisahkan dan ditetapkan oleh undang-undang sebagai hutan. Sehingga, hasil hutan adalah seluruh produk- produk yang dihasilkan dari hutan, meliputi produk-produk dari pohon, tumbuhan, hewan dan organisme penyusun ekosistem hutan lainnya. Hasil hutan yang telah disebutkan tadi, adalah hasil hutan yang dapat ditentutan atau dihitung nilainya, bagaimana dengan produk-produk yang tidak dapat dihitung nilainya, seperti hutan berfungsi menghasilkan udara yang bersih dan segar, hutan mampu menampung resapan air hujan dan selanjutnya mengeluarkan air ke sungai atau mata air, pancuran, juga fungsi lainnya seperti rekreasi, pariwisata, tempat penelitian, perlindungan satwa, dan sebagainya. Setelah kita cermati, ternyata hasil hutan itu memiliki pengertian dan dimensi yang sangat luas, dan menyeluruh. Belajar dan mempelajari hasil hutan, juga perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu, tidak hanya ilmu-ilmu dasar, seperti biologi, fisika, kimia, dan matematika. Akan tetapi, peran ilmu- ilmu terapan seperti kehutanan, hidrologi, klimatologi, pertanian, sosiologi, peternakan, perikanan, dan yang lainnya, juga tidak kalah pentingnya. Setelah mengetahui ruang lingkup hasil hutan tersebut, pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah kenapa hasil hutan yang sering disebut-sebut di berbagai media massa, diskusi-diskusi, seminar, penelitian, dan juga symposium hanya hasil hutan kayu? Bagaimana dengan hasil hutan yang lainnya, yaitu selain kayu? Hutan tropis Indonesia menghasilkan produk berbagai jenis kayu, sehingga kayu sering disebut sebagai hasil hutan utama sedangkan produk hutan lainnya seperti rotan, kayu lawang, gaharu dan tanaman obat serta beberapa produk hutan lainnya disebut dengan hasil hutan bukan kayu. Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan, dan pertanyaannya adalah kenapa kayu lawang termasuk dalam kelompok hasil hutan bukan kayu?. Karena pohon lawang juga menghasilkan kayu? Jawabannya adalah bahwa kulit pohon lawang tersebut menghasilkan bahan kimia yang dapat diekstrak, diolah dan kemudian kita kenal dengan minyak lawang. Produk minyak dari kulit lawang inilah yang kemudian disebut sebagai produk bukan kayu dari kayu lawang. Penjelasan singkat tersebut, mudah-mudahan dapat membantu mahasiswa dan pembaca, untuk lebih memahami, arah dan topik bahasan yang akan disajikan dan dibahas pada buku hasil hutan bukan kayu, atau khususnya pada bagian pertama ini. Bab pertama ini dirancang untuk membahas tentang definisi atau pengertian dari hasil hutan secara umum, kemudian pengelompokan produk- produk hasil hutan, yang selanjutnya dinamakan dengan komoditas hasil hutan, pengertian hasil hutan bukan kayu dan jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang paling dominan atau berperan penting di Indonesia.Hal ini berkaitan dengan potensi hutan tropis Indonesia yang menghasilkan beragam produk hasil hutan bukan kayu, baik yang berupa produk barang dan jasa. Karena keberagamannya tersebut, banyak pengertian atau istilah yang digunakan untuk mengambarkan komoditas HHBK. Pemberian istilah ini, pada dasarnya adalah untuk dapat mengakomodasi seluruh produk HHBK dalam suatu pengertian yang komprehensif. Setelah menyelesaikan pelajaran pada bab pertama ini, para mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk: mendefinisikan pengertian hasil hutan bukan kayu secara luas;
  • 27. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-' ! 26 memahami alasan pengelompokkan hasil hutan; mengelompokkan hasil hutan bukan kayu berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan kehutanan, teknologi hasil hutan dan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkembang saat ini; mengidentifikasi berapa hasil hutan bukan kayu khususnya di Indonesia dan mengelompokkanya berdasarkan klasifikasi yang telah dibuatnya sendiri. 1.2. Hutan Tropis Indonesia Hutan hujan tropis Indonesia adalah salah satu dari tiga kelompok hutan hujan tropis dunia (world tropical rain forest), yaitu kelompok hutan Amazon di Amerika selatan (Amazon basin of South America), kelompok hutan di Semenanjung Zaire (the Zaire basin) of Africa, dan kelompok Pasific dan Indomalaya (the Islands and peninsulas of South-east Asia). Hutan tropis dunia terletak pada garis lintang dan garis bujur antara 10° lintang utara and 10° bujur selatan. Khusus untuk kelompok Pasifik dan Indo-Malaya, hutan tropis basah ini tersebar pada beberapa negara, meliputi India, Bangladesh, Sri Lanka, Malaysia, Brunei, Indonesia, Burma dan Papua New Guinea. Khusus di Indonesia, dengan mempertimbangkan kemudahan pemahaman, dan kesederhanaan pengucapan, hutan tropis basah selanjutnya dapat disebut sebagai hutan tropis Indonesia. Istilah ini yang banyak dipergunakan dalam bahasa sehari-hari, baik di lingkungan akademis maupun pragmatis lapangan. Tetapi apabila kita mempelajari tentang tipe-tipe hutan atau formasi hutan di dunia atau Indonesia, istilah hutan hujan tropis masih banyak dipergunakan, khususnya bila mengacu kepada referensi beberapa tektbook dari negara-negara Eropa dan Amerika. Hutan hujan tropis (tropical rain forest) Indonesia dikenal karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik dari jumlah jenis pohon, serangga, tumbuhan berbunga, dan hewan vetebrata dan beberapa hewan melata lainnya. Hal tersebut belum termasuk beberapa ciri khas dari hutan tropis, seperti tanaman anggrek, buah-buahaan, tanaman hias dan beberapa jenis mikroflora dan mikrofauna yang belum terindentifikasi. Kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) tersebut telah memunculkan satu ciri khas yang sangat menonjol dari vegetasi hutan tropis, yaitu heterogenitas atau keberagaman jenis yang tinggi dari penyusun ekosistemnya. Hal ini meliputi keanekaragaman makhluk hidup yang berhabitat di dalam tanah hutan, di lantai hutan, dalam serasah, kulit pohon, di tajuk pohon sampai pada makhluk hidup yang hidup di cabang dan puncak pohon (crown). Menurut The Indonesian Biodiversity Foundation (KEHATI) luas daratan Indonesia itu hanya sebesar 1,3% dari luasan permukaan bumi, tetapi keanekaragaman hayati Indonesia mewakili 17% dari keanekaragaman hayati dunia. Rincian dari keanekaragaman hayati tersebut dapat diringkas dan disajikan pada Gambar 1.1 berikut ini. !! #$ % '!! !'(! $ '!' !% %# Kupukupu(Butterfiles) Hewantidakbertulang belakang(invertebrates) Specieslangka(rarespecies) Hewanmelata(Reptil) Burung(Birds) Amphibi(Amphibian) Mamalia(Mammals) Ikan(freshwaterfishes) Terumbukarang(Coralreefs)
  • 28. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 27 Gambar 1.1. Keanekaragaman hayati Indonesia berdasarkan jumlah spesies pada tiap kelompok organisme Dari gambar 1.1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa Indonesia memiliki keberagaman jenis ikan, burung, dan invertebrata ribuan species. Kemungkinan ditemukannya species-species yang lain, atau yang baru, masih sangat terbuka atau memungkinkan. Mengingkat beberapa hutan tropis Indonesia pada beberapa daerah utamanya Papua, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, belum semuanya diteliti baik oleh peneliti kita, maupun oleh peneliti lainnya. Demikian juga dengan species-species ikan, wilayah perairan kita sangat luas, ditambah dengan beberapa sungai-sungai besar yang belum sepenuhnya diteliti, seperti sungai Mamberamo di Papua. Apabila keanekaragaman hayati Indonesia tersebut direpresentasikan dalam keanekaragaman hayati dunia, maka posisi keanekaragaman hayati yang kita miliki dapat diringkas pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Posisi keanekaragaman hayati Indonesia berdasarkan urutan keanekaragaman hayati dunia Gambar 1.2 di atas menjelaskan bahwa species langka, baik itu dari keompok hewan maupun tumbuhan, Indonesia menempati urutan pertama di dunia. Sedangkan untuk golongan mamalia, Indonesia menempati urutan kedua dunia, selanjutnya keberagaman jenis reptil, burung, dan hewan amphibi, secara berurutan Indonesia berada pada posisi ke-empat, lima dan ke-enam. Untuk terumbu karang, sekitar 60% dari populasi terumbu karang di dunia, terdapat di Indonesia. Kedua gambar tersebut di atas, memperlihatkan betapa kayanya negara kita, potensi keanekaragaman hayati, baik yang berada di hutan, dan lautan, merupakan asset yang tidak ternilai harganya. Dari segi pendidikan dan penelitian, potensi keanearagaman hayati ini sudah seharusnya memotivasi kita untuk meneliti, dan memanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan kesejahteraan rakyat dalam arti yang sangat luas. Kita kembali ke topik bahasan hasil hutan, heterogenitas struktur vegetasi penyusun hutan hujan tropis tersebut memberikan manfaat atau fungsi hutan hujan tropis yang sangat kompleks dan )*+,-+./012341/ 5676812/ *+78191: ;+*8-0/5676812/ 4+/+9*18: 67623/5676812/ 4+/0-91: =9*-?-/ 5676812/4+// +219: @1910-1/ 5676812/4+/ A61: B+769?6/ 417123/5C/D/ A17-/8+769?6/ 417123/E62-1:
  • 29. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 28 menghasilkan multi manfaat. Fungsi dan manfaat tersebut dapat diwujudkan sebagai produk-produk yang dhasilkan dari hutan hujan tropis, yaitu produk utama (major products) sebagai kelompok kayu, dan produk sampingan atau ikutan (minor products) yang kemudian dikelompokkan ke dalam hasil hutan bukan kayu (HHBK). Karena kedua pengelompokkan produk tersebut di atas maka munculah dikotomi hasil hutan utama dan hasil hutan ikutan. Hasil hutan utama dari hutan hujan tropis masih didominasi oleh kayu atau masih berwujud dan berbentuk kayu, baik kayu utuh atau solid (solid wood), maupun produk yang telah mengalami proses pengolahan atau konversi awal yang kemudian dikenal dan digolongkan ke dalam produk kayu olahan primer (primary wood processing). Produk-produk kayu olahan primer ini seperti kayu gergajian (sawn timber) dan kayu lapis (plywood). Hasil hutan utama tersebut juga dapat berupa produk-produk kayu olahan sekunder (secondary processed solid wood/SPWP), yang menurut Johnson (2000) dapat terdiri atas berbagai jenis-jenis perabotan (furniture), produk moulding seperti sambungan dan sistem knock down (joinery), jendela dan pintu (window/doors), kayu untuk tujuan pengepakan/pengemasan (packaging) dan produk-produk kerajinan dan hiasan kayu lainnya (wood ornament). Sedangkan hasil hutan ikutan, atau lebih sering disebut sebagai HHBK meliputi produk-produk turunan kayu, seperti arang, arang aktif, atap sirap. Juga produk-produk nabati dan hewani yang diperoleh dari hutan yang potensinya cukup melimpah, seperti seperti rotan, biji tengkawang, golongan minyak atsiri, lebah madu, tanaman obat, tanaman hias, gaharu, sagu, hewan buruan, kupu- kupu dan lain sebagainya. Untuk kepentingan analysis ekonomi sumber daya hutan, misanya, produk hasil hutan juga dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu yang berupa produk barang (forest products) dan produk jasa (forest services). Secara ringkas, kedua produk hutan tersebut diuraikan secara ringkas sebagai berikut: Produk yang dapat dihitung nilainya (tangible products) seperti kayu dan produk turunannya (wood and its derivatived products), panel-panel kayu (reconstituted wood-products), seperti biokomposit, papan partikel dan papan serat, serta termasuk di dalamnya beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu. Produk yang tidak dapat dihitung/ditentukan nilainya (intangible products) seperti fungsi hutan dalam menjaga sumber mata air (water hydrology), penyimpan dan penyerap karbon (carbon sink), gas rumah kaca (green house gases), pariwisata dan ekowisata (ecotourims), serta penelitian dan pengembangan ilmu. 1.3. Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan Tuntutan perkembangan teknologi dan keterkaitan antar disiplin ilmu, diversifikasi pemanfaatan sumber daya hutan, kecenderungan gaya hidup untuk kembali ke alam (back to nature), tuntutan produk yang ramah lingkungan (friendly environmental products), permintaan produk yang dapat didaur ulang secara biologis (biodegradable materials), dan permintaan obat-obatan yang berasal dari bahan organik tumbuhan (herbal products) dan hewan telah memperlebar ruang lingkup pengertian dari hasil hutan bukan kayu. Oleh karenanya, komoditas hasil hutan bukan kayu telah menjadi bahan kajian and objek penelitian dari multi disiplin ilmu, mulai dar biologi, kimia, biokimia, kedokteran, farmasi dan bahkan sosiologi, utamanya yang berkaitan dengan ethnobotany dan ethnopharmacology. Dengan perkembangan persepsi di atas maka pengertian, ruang lingkup dan wawasan dari hasil hutan bukan kayu berubah dari wawasan yang sebelumnya hanya fokus pada beberapa produk, seperti rotan, sagu dan minyak atsiri, menjadi segala jenis produk yang dapat dihasilkan, diperoleh, dan diolah dari suatu tegakan hutan, baik yang dapat dinilai dengan uang (tangible products) maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangilbe products). Dari dua pengelompokaan tersebut, muncullah apa yang kemudian dianamakan dengan produk jasa dari hutan, seperti fungsi hutan tropis sebagai paru-paru dunia (carbon sink), fungsi penyeimbang
  • 30. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 29 iklim dunia dan beberapa fungsi lainnya. Karena kemultifungsian dari hasil hutan bukan kayu tersebut, maka topik bahasannya dari hasil hutan bukan kayu melibatkan berbagai latar belakang disiplin ilmu, baik ilmu dasar seperti kimia, biologi, biokimia, mikrobiologi (natural science), ilmu sosial, ilmu terapan seperti kehutanan, pertanian, klimatologi, hidrologi dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa hasil hutan bukan kayu begitu penting untuk dipelajari oleh kebanyakan orang yang berkecimpung dalam bidang kehutanan, perhutanan sosial dan pengembangan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan? Dalam paradigma baru pembangunan bidang kehutanan, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang (developingcountries) kekayaan sumber daya hutan tropis sudah selayaknya dipanen, diolah, dan dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup masyarakat, utamanya masyarakat pemilik hutan atau yang berdomisili di sekitar hutan (forest people). Keberadaan dan keberlansungan hutan hujan tropis mutlak diperlukan untuk menjaga keseimbangan iklim di planet ini. Fakta inilah yang mendasari kenapa beberapa lembaga keuangan international, seperti bank dunia (world bank), bank pembangunan asia (Asian development bank), UNESCO, dan yang lainnya, dalam memberikan dana hibahnya selalu menekankan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dengan melibatkan partiipasi aktif masyarakat hutan. Paradigma baru inilah yang lebih menitikberatkan kepada peran aktif dari masyarakat hutan dalam manejemen kehutanan berkelanjutan yang berbasis kepada masyarakat hutan (Community Based Forest Mangement).Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kesalahan konsep dalam mengelola, memanen, dan mengolah hutan hujan tropis tanpa melibatkan masyarakat hutan. Paradigma lama dalam memanen dan mengelola hutan hanya menekankan atau mempertimbangkan untuk mengambil kayu sebanyak-banyaknya, tanpa melibatkan masyarakat pemilik hutan secara aktif, teknik pembalakan yang tidak proposional, tenaga kerja yang kurang terlatih dan yang lebih menyedihkan adalah terabaikannya beberapa tumbuhan bawah atau assosiasinya, yang kebanyakan kita kenal dengan komoditas hasil hutan bukan kayu, yang notabene adalah penyumbang terbesar dalam kestabilan ekosistem hutan tropis. Partisipasi masyarakat lokal pemilik hutan atau dikenal dengan istilah masyarakat hutan/masyarakat adat (forestpeople) terhadap pengelolaan hutan juga sangat rendah. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam mengelola hutan tersebut, padahal penduduk lokal telah mengelola hutan tersebut secara turun temurun. Bagi penduduk sekitar hutan, hutan bukan hanya sekedar kumpulan pohon-pohon dan assosiasinya yang dapat diperlakukan semena-mena, tetapi merupakan bagian dari kelangsungan kehidupan mereka, nenek moyangnya dan warisan leluhur yang harus dijaga dan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Hutan sebagai sumber penghidupan dan penghasilan, sumber inspirasi, sumber makanan, tempat berlindung, sumber spiritual dan tempat bermain yang tak tergantikan oleh apa pun. Kerusakan terhadap hutan, berarti ancaman terhadap kelangsungan hidup masyarakat hutan. Hutan adalah sumber makanan yang tidak tergantikan dan saling melengkapi dengan yang diperoleh penduduk dari kegiatan bercocok tanam. Hutan juga berfungsi sebagai sumber obat-obatan yang murah, terjangkau dan terpercaya. Bagi masyarakat lokal, hutan juga berfungsi sebagai sumber produk nabati dan hewani, sumber vitamin, mineral dan protein hewani, yang berperan dalam menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh mereka. Hutan juga berfungsi sebagai sumber energi utamanya sebagai sumber kayu bakar, dan berperan dalam meningkatkan gizi melalui ketersediaan bahan makan yang bergizi berdasarkan skala lokal tersebut. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pengambilan, pengumpulan dan penjualan komoditas hasil hutan bukan kayu tersebut merupakan sumber penghidupan dan pendapatan keluarga bagi masyarakat sekitar hutan. Oleh karenanya, karena keberlangsungan hidup dan kehidupan mereka sangat tergantungkan dari keberadaan hutan tersebut.
  • 31. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 30 Hasil hutan bukan kayu biasanya juga dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan tambahan selama musim tertentu dan guna mencukupi kebutuhan gizi makanan untuk jangka pendek pada musim-musim tertentu (kemarau). Pada musim ini, pada beberapa daerah yang mengalami kekeringan, para petani mengalami krisis pangan dan pendapatan, sehingga mereka mencari makanan dan pendapatan alternatif dari komoditas hasil hutan bukan kayu. Hal ini dapat dilihat di pulau Jawa, seperti daerah utara Jawa Tengah dan Timur, yaitu adanya pekerja musiman pada perum perhutani pada waktu-waktu tertentu, juga masyarakat lokal yang menjual daun jati, dan ranting-ranting pohon jati sebagai kayu bakar. Akhir akhir ini para pemangku kepentingan (stakeholders) yang tertarik dan terlibat dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat hutan (Community Forest Developmernt) dan pembangunan hutan yang berkelanjutan (Sustainable ForestDevelopment) lebih memfokuskan pada komoditas hasil hutan bukan kayu, dibandingkan komoditas kayu. Alasan utamanya adalah bahwa membangun kawasan hutan akan sulit untuk berhasil, apabila tidak melibatkan masyarakat pemilik atau yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan tersebut. Dengan mengambangkan komoditas hasil hutan bukan kayu secara tidak langsung akan ikut memberdayakan dan membangun masyarakat hutan tersebut. Alasan yang telah disebutkan di atas, adalah satu dari beberapa alasan yang mendasari kenapa berbagai organisasi swadaya masyarakat (LSM), perorangan, lembaga pemerintah dan lembaga penyandang dana atau donor berkepentingan mengembangkan potensi hasil hutan bukan kayu. Pada dasarnya semuanya pemangku kepentingan terseubt memiliki persamaan dalam persepsi dan cara pandang dalam memberdayakan masyarakat hutan (forest people). Masyarakat hutan adalah masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan (people living in and adjanten to the forest) dan menggantungkan hidup dan kehidupannya kepada hutan di sekitarnya. Karena peran dan fungsi hutan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat hutan, kesejahteraan dan keberlangsungan kehidupan masyarakat hutan, maka komoditas hasil hutan bukan kayu harus diprioritaskan untuk digarap. Untuk itulah, maka kerja sama, kajian, dan penelitian oleh beberpa instansti dan lembaga dengan berbagai disiplin ilmu dan latar belakang mutlak diperlukan. Paradigma baru dalam bidang kehutanan telah mengalihkan pendapat dan sudut pandang dari hutan sebagai sumber penghasil kayu, kepada pandangan yang memandang hutan sebagai sumber daya alam yang bersifat multi fungsi (multiple function), multi guna (multiple benefit) dan memuat multi kepentingan (multiple stakeholders) yang pemanfaatannya diarahkan untuk terwujudnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa potensi dan produk hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara, Sumadiwangsa dan Setyawan (2001). Untuk menjawab paradigma baru sektor kehutanan, isu strategis, tantangan dan peluang bagi pembangunan sumber daya yang tersedia; perlu dibuat suatu konsepsi/inovasi strategi penelitian HHBK Indonesia. Bagi keperluan dunia penelitian dan pengambil keputusan konsepsi ini dapat dimanfaatkan dalam rangka penyusunan rencana jangka pendek, menengah dan panjang pembangunan produk HHBK Indonesia. Tujuannya adalah pemberdayaan dan peningkatan sumber daya hutan, ekonomi rakyat dan peningkatan devisa bagi negara. Beberapa alasan kenapa komoditas hasil hutan bukan kayu begitu banyak diminati oleh berbagai pemangku kepentingan, dengan berbagai latar belakang kepentingan, dan memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan tropis basah di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap komoditas hasil hutan bukan kayu, yang mana hutan dimanfaatkan sebagai sumber makanan keluarga untuk pemenuhan unsur karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan unsur nutrisi lainnya. Hutan juga sekaligus dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
  • 32. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 31 b. Adanya ikatan emosional dan spiritual yang sangat kuat, dan telah berlangsung turun-temurun antara hutandengan masyarakat sekitar hutan, khususnya komoditas hasil hutan bukan kayu. c. Secara langsung, komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki multi manfaat dan nilai terhadap masyarakat sekitar hutan, dari nilai sosial, ekologi dan finansial/ekonomi. Nilai sosial dapat dilihat dari proses interaksi sosial yang terjadi dalam pemanenan, pengolahan dan penjualan komoditas hasil hutan bukan kayu. Interaksi dan kebersamaan tersebut juga terlihat pada proses pengelolaan hasil hutan bukan kayu tersebut. Untuk nilai ekonomi atau finansialnya, pada kebanyakan komoditas hasil hutan bukan kayu dapat langsung di jual atau dibarter dengan barang lain, tanpa perlu adanya pengolahan atau tahapan proses pengolahan untuk dijual dan menghasilkan uang, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaatnya. Secara ekologis, masyarakat hutan mengerti dan memahami bahwa komoditas hasil hutan bukan kayu adalah merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki fungsi penting, tidak hanya bagi hutan tetapi juga bagi masyarakat. Sehingga mereka memiliki kemauan dan tekad untuk memelihara kelangsungan hidup, produksi dan regenerasi dari komoditas hasil hutan bukan kayu tersebut. d. Dari sudut pandang ilmu ekology dan penyusun ekosistem, komoditas hasil hutan bukan kayu kebanyakan berada pada stratum bawah (lantai hutan/forest floor) sehingga sangat berperan dalam menyeimbangkan ekosistem suatu tegakan hutan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap iklim mikro (microclimate) dalam lantai hutan tersebut. Pengaruh pemanenan komoditas hasil hutan bukan kayu ditinjau dari aspek ekologis juga lebih kecil dampaknya terhadap ekosistem hutan, bila dibandingkan dengan pemanenan pohon atau penebangan pohon hutan. e. Komoditas hasil hutan bukan kayu adalah mega diversity (kekayaan keanekaragaman hayati) yang tidak ternilai harganya dan merupakan penciri utama dari hutan alam tropis Indonesia (Indonesiannatural tropical rain forest). Disinilah potensi dan kekayaan dari plasma nutfah genetic dari hutan kita. Alasan lain yang lebih rinci dan mendasar diuraikan oleh Arnorld dan Perez (1998) yang dikutip oleh CIFOR (1998), tentang beberapa faktor akan pentingnya pengelolaan, pemanfaatan dan pengolahan komoditas hasil hutan bukan kayu untuk berbagai tujuan, di antaranya adalah: a) Nilai komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki kelebihan dibandingkan dengan nilai hasil hutan utama (perkayuan), di mana komoditas hasil hutan bukan kayu memberikan kontribusi terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat yang hidup dan tinggal di dalam dan sekitar wilayah hutan tesebut. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) dapat memberikan manfaat sebagai bahan makanan, obat-obatan dan bahan baku lainnya, sumber pendapatan membuat kerajinan tangan dan pekerjaan. b) Eksploitasi dari hasil hutan bukan kayu menimbulkan kerusakan tegakan tinggal (impact logging) yang minimal/sedikit dibandingkan dengan pemanenan atau eksploitasi kayu, sehingga eksploitasi hasil hutan bukan kayu dapat dipandang sebagai cara eksploitasi yang dapat menjamin pelaksaaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. c) Pemanfaatan komoditas hasil hutan bukan kayu dapat meningkatkan nilai tambah (added value) dari hutan tropis, baik secara lokal dan nasional dengan cara memanfaatkan komoditas hasil hutan yang belum dikelola secara maksium, bila dibandingkan dengan mengubahnya menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang intensif. d) Pemanfaatan dari komoditas hasil hutan bukan kayu sangat berhubungan erat dengan usaha- usaha pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
  • 33. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 32 Nilai tegakan hutan alam tropis basah diterjemahkan oleh Peter et al. (1989b) seperti yang dikutip oleh Arnorld dan Perez (1998), bahwa dengan sistem pengelolaan hasil hutan bukan kayu yang berkesinambungan, maka potensi ekonomi dari tegakan hutan akan lebih tinggi dari komoditas kayu. Demikia juga, bila dibandingkan dengan income dari areal hutan yang dikonversi untuk pertanian dan perkebunan. Hal tersebut diharapkan akan memacu dan membuka pasar komoditas hasil hutan bukan kayu ini secara luas dan menyeluruh. Pada beberapa kasus di berbagai tempat, pengelolaan hutan tropis sering melibatkan konflik kepentingan antara pengelola, masyarakat lokal, pemerintah dan pemerhati konservasi terutama pengelolaan hutan tropis dengan tujuan utama adalah pengambilan potensi hasil hutan utama (kayu), pengkonversian lahan hutan untuk tujuan lain dan pengalihan fungsi hutan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pandang dan persepsi, baik antar lembaga pemerintah, lembaga donor, LSM dan bahkan masyarakat pemilik hutan itu sendiri. Hal ini diperburuk dengan masih sedikitnya perusahaan- perusahaan skala besar yang mau berinvestasi dan fokus dalam pengelolaan komoditas hasil hutan bukan kayu. Pemerintah pusat dan daerah juga belum sepenuhnya mendukung pemanfaatan komoditas ini. Belum tersedianya payung hukum adalah salah satu contoh minimnya kontribusi dari pemerintah. Kepastian payung hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan akan dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang dapat menjamin keberhasilan pengelolaam hasil hutan bukan kayu tersebut. Pengelolaan komoditas hasil hutan bukan kayu yang dilaksanakan secara professional berdasarkan payung hukum berpotensi untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat hutan, turut meminimalkan potensi konflik terutama antara pengusaha, pemerintah dan penduduk lokal serta pemerhati konservasi. 1.4. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu Hasil hutan bukan kayu (HHBK) memiliki pengertian yang beragam, hal ini tergantung dari mana kita ingin menerjemahkannya. Pada paradigma lama, hasil hutan bukan kayu hanya didefinisikan sebagai hasil hutan ikutan atau sampingan sehingga memberikan kesan bahwa nilai dari komoditas hasil hutan bukan kayu itu sangat kecil, cenderung terabaikan dan bahkan termajinalkan. Pada kasus di Jawa, misalnya, pendapatan Perum Perhutani, lebih didominasi oleh komoditas hasil hutan bukan kayu, dibandingkan dengan komoditas kayunya sendiri, (komunikasi pribadidengan Prof. Wasrin Safii, IPB). Dua produk perundang-undangan dibidang kehutanan yaitu UU No 5 Tahun 1968 tentang Undang Undang Pokok Kehutanan, dan Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, belum secara spesifk memuat pengertian atau definisi dari hasil hutan bukan kayu. Definisi dan pengertian yang cukup jelas dari kedua produk undang-undang tersebut hanya meliputi pengertian dan penjelasan dari Hasil Hutan, yang selengkapnya disajikan pada pokok bahasan atau bab kedua. Selanjutnya, Vademecum kehutanan Indonesia tahun 1976 juga tidak menyebutkan dengan jelas pengertian dan definisi dari hasil hutan bukan kayu. Pengertian yang definitif dan jelas tentang hasil hutan bukan kayu diberikan oleh Pemerintah Kota Pagar Alam, seperti tercantum pada Bab I pasal 1 ayat 7. Hasil hutan bukan kayu didefiniskan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat dimanfaatkan dari keberadaan hutan, seperti rotan, damar, getah-getahan, kulit kayu, arang bambu, kayu bakar dan sebagainya. Perkembangan selanjutnya, dengan memperhatikan penyusun ekosistem hutan tropis Indonesia, hasil hutan bukan kayu dapat didefinisikan sebagai seluruh produk biologi yang dapat diperoleh dan dipanen dari kawasan hutan. Karena cakupannya adalah seluruh produk biologi dari hutan, maka komoditas hasil bukan kayu meliputi produk dari berbagai tumbuhan (nabati/flora), baik yang berupa tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan tingkat rendah, dan berbagai jenis hewan (hewani/fauna), baik hewan yang bertipe prokariota maupun hewan yang bersel sempurna jenis eukariota.
  • 34. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 33 Paradigma baru dalam bidang kehutanan, khususnya hutan hujan tropis, dengan mempertimbangkan keberadaan dan partisipasi aktif dari masyarakat hutan, maka pengertian hasil hutan bukan kayu didefinisikan seluruh produk biologi yang dapat diperoleh dari hutan, fungsi sosial dari hutan, fungsi ekologi dari hutan, dan produk jasa dari hutan. Produk hutan yang terakhir ini kemudian dikenal dengan sebutan forest services. Keberagaman fungsi hutan tropis sebagai penghasil kayu dan bukan kayu tersebut, membuat beberapa lembaga international kemudian mengistilahkan hasil hutan bukan kayu ke dalam dua istilah. Organisasi pertanian perserikatan bangsa bangsa pangan yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) menamakan hasil hutan bukan kayu sebagai non-wood forest products 1:)3¶V 6HGDQJNDQOembaga lain International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Center for International Forestry Research (CIFOR) menggunakan sebutan non-timber forest products 17)3¶V XQWXNPHQHEXWNRPRGLWDVKDVLOKXWDQEXNDQNDX3DGDSULQVLSQDNHGXDLVWLODKWHUVebut mengacu kepada objek dan maksud yang sama. Selanjutnya, FAO (1998) mendefinisikan hasil hutan bukan kayu sebagai semua benda/produk biologi yang masih asli, selain kayu, yang diambil dari hutan dan lahan lain yang masih berasosiasi (Non-wood forest products are defined as all goods of biological origin, other than wood, that are derived from the forests and associated land uses.) Pengertian kayu (wood) lebih memfokuskan kepada setiap tumbuhan berkayu, baik itu berupa pohon maupun bukan pohon berkayu. Sedangkan pengertian timber, yang apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi kayu olahan, adalah kayu yang dihasilkan oleh tumbuhan berkayu yang telah mengalami proses pengolahan atau pengkonversian. Definisi hasil hutan bukan kayuyang sangat beragam tersebut dimungkinkan karena banyaknya objek dan kajian dari komoditas HHBK untuk dipelajari, termasuk produk jasa dari hutan yang nota bene rumit untuk diukur dan ditentukan nilainya. Pengertian hasil hutan yang dikeluarkan oleh SNI 01-5010.4-202 tentang tata nama hasil hutan, menyebutkan bahwa hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Apabila dipisahkan ke dalam penggolongan hasil hutan kayu dan bukan kayu, maka pengertian dari hasil hutan kayu adalah semua jenis kayu baik kayu komersial maupun kayu bakar. Sedangkan hasil hutan bukan kayu adalah semua jenis hasil hutan baik hayati (selain kayu) maupun non hayati (sumber air, udara bersih, barang tambang dll.) termasuk jasa parawisata. Dari pengertian tersebut bahwa, definisi hasil hutan bukan kayu mencerminkan adanya beberapa hasil hutan lainnya, yang belum terakomodir dalam produk jasa dari hutan, seperti fungsi perlidungan, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kerancuan juga muncul dalam memasukkan barang tambang sebagai hasil hutan bukan kayu. 1.5. Peluang Produk Minor Penggantikan Produk Major di Masa Mendatang Selama ini, hasil hutan kayu dan produk-produk turunan dari kayu adalah produk hasil hutan yang sangat dominan, baik sebagai penghasil devisa negara, penyerapan tenaga kerja, dan beberapa multi manfaat langsung, dan tidak langsung dari pengolahan hasil hutan kayu tersebut. Karena permintaan akan produk-produk hasil hutan yang berbasis kayu semakin lama semakin meningkat, pemanenan kayu dari hutan juga terus mengalami penignkatan, degnan jumlah yang significant. Bahkan pada beberapa kasus, boleh dikatakan pemanenan hasil hutan kayu terlalu berlebihan, sehingga tidak lagi mempertimbangkan asas-asas pengelolaan hutan secara lestari. Luasan hutan hujan tropis di berbagai negara, juga mengalami penurunan yang dramatis, sebagai akibat dari pembangunan, pengkonversian lahan untuk perkebunan, pertambangan, industri dan keperluan lainnya. Pada akhir-akhir ini, permintaan produk-produk hasil hutan selain kayu, juga menunjukkan peningkatan. Produk-produk mebel dari rotan, beberapa minyak atsiri, kayu gaharu, tepung sagu, dan lainnya juga mulai diekspor. Hal ini belum termasuk beberapa tanaman hias, seperti anggrek, bunga-
  • 35. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 34 bungaan, ekspor hewan, seperti kera dan buaya hasil penangkaran, juga mulai memiliki pasar yang menjanjikan. Dengan gambaran seperti di atas, ke depan peran hasil hutan kayu, berpeluang akan digantikan oleh hasil hutan bukan kayu. Pertimbangan-pertimbangan yang memperkuat dan mendukung kalimat tersebut di antaranya adalah: 1. Produktivitas dan luasan hutan hujan tropis untuk menghasilkan kayu dari waktu ke waktu terus menurun. 2. Pemanenan hasil hutan kayu ssering kali diikuti oleh rusaknya tegakan tinggal, kerusakan ekosistem lainnya, dan pada akhirnya menurunkan kemampuan regenerasi dari hutan hujan tropis itu sendiri. 3. Peran hutan hujan tropis sebagai penghasil kayu, akan tergantikan oleh hutan tanaman industri, yang mampu menghasilkan kayu dalam rotasi lebih pendek. Disisi lain hutan tanaman industri, kurang mampu menghasilkan hetrogenitas ekosistem selayaknya hutan hujan tropis. 4. Teknologi pengolahan kayu terkini, telah berhasil membuat beberapa material pengganti kayu, baik yang berasal dari kayu maupun non kayu, melalui proses diversifikasi produk, dan intensifikasi bahan, termasuk kayu kayu yang kualitas rendah (low-grade) dan kayu kurang dikenal (lesserknown species). 5. Beberapa study kasus yang menunjukkan bahwa pemanenan hasil hutan kayu hanya menguntungkan pemerintah dan pengusaha, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata secara ekonomi, sosial dan pembangunan kepada penduduk lokal, pemilik hak ulayat hutan tersebut. Point ini yang patut digaris bawahi, bahwa hutan adalah harta benda yang tidak ternilai harganya bagi penduduk lokal, pengerusakan dan pengelolaan yang kurang tepat, sama artinya dengan menghilangkan sumber penghidupan dan pendapatan mereka. 6. Produk-produk hasil hutan bukan kayu, seperti lebah madu, tanaman obat, minyak kayu putih, minyak lawang, buah-buahan, rotan, dan sagu, ternyata lebih memberikan nilai tambah bagi penduduk lokal dibandingkan menjual kayu ke pengusaha. 7. Lembaga-lembaga keuagan international, seperti bank dunia, IMF, juga beberapa lembaga konservasi WWF, Nature conservation, mulai mengkampayekan pengelolaan dan pengolahan hasil hutan bukan kayu, khususnya untuk masyarakat lokal. Tujuan utamanya tidak hanya untuk memberdayakan masyarakat lokal, tetapi juga untuk menjamin keberadaan dan kelangsungan hidup dari hutan hujan tropis tersebut. Tanpa partisipasi aktif dan keterlibatan langsung dari masyrakat lokal, akan sangat mustahil mempertahankan dan menjaga keaslian dari hutan hujan tropis tersebut. 8. Produk jasa dari hutan (forest service) yang sangat beragam, seperti fungsi hutan sebagai paru- paru dunia, penjaga keseimbangan iklim global, warisan nenek moyang yang tidak ternilai harganya, sampai pada munculnya inisiatif perdagangan carbon (carbontrade). Negara-negara penghasil gas rumah kaca (utamanya CO2) memberikan kompensasi kepada negara-negara pengisap CO2, yaitu negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis, sebagai upaya kerja sama untuk menangulangi pemanasan global (global warming) dan membantu pembangunan di negera-negara berkembang. 9. Produk jasa dari hutan yang lainnya, termasuk keindahan panorama alamnya, ciri khas ekosistemnya, juga budaya dari masyarakat lokal adalah salah satu modal dasar dalam pengembangan wisata ekologi (eco tourism). Masyarakat yang sudah jenuh dengan peradaban modern, ingin menikmati pemandangan dan nuansa yang lebih alami, dengan berwisata dan
  • 36. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 35 berpetualang ke hutan hujan tropis. Hal tersebut akan lebih terasa manfaatnya apabila digabungkan dengan beberapa kebudayaan lokal dari masyarakat setempat. 10. Keanekaragaman hayati dari hutan hujan tropis adalah salah satu subjek dan objek penelitian yang tidak akan habis-hasinya untuk diteliti, baik untuk sumber obat-obatan modern, obat-obatan herbal, dan rekayasa genetika dan pengembangan rekayasa bioteknologi dalam skala yang sangat luas. 11. Undang undang kehutanan, UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, telah mengakomodir dan mengamanatkan bahwa komoditas HHBK diarahkan menjadi produk hasil hutan utama di masa mendatang, mengantikan peran kayu sebagai produk hasil utama dari hutan hujan tropis Indonesia. Dari sebelas point yang telah diuraikan di atas, optimisme bahwa HHBK akan mengantikan komoditas kayu adalah suatu tekad yang harus didukung, dilaksanakan dan disukseskan oleh para pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan lembaga keuangan. Hutan hujan tropis Indonesia, akan memberikan produk jasa yang lebih maksimal dibandingkan menghasilkan produk kayu, yang suatu saat akan habis, dan perlu puuhan tahun untuk menumbuhkan tegakan pohon yang siap panen. 1.6. Pustaka Anonimous (1967). UU No. 5 tahun 1967. Undang-undang Pokok Kehutanan. Direktorat jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Anonimous (1999). UU No. 41 tahun 1999. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Arnold and Perez (1998). Income from the Forest. Methods for the Development and Conservation of Forest Products for Local Community. Edited byWollenberg, E and A.Ingles Center for International Forestry Research (CIFOR) Bogor. Asia-Pacific Forestry Commision (1998). Asia-Pacific Forestry Towards 2010. Report of The Asia- Pacific Forestry Sector Outlook Study. Food and Agriculture Organization of The United Nation, Rome Italy. Johnson, S (2000). Secondary Processed Wood Products. Topical Forest Update Vol.7, No.4 1997.pp 5-6. Khakim, Abdul (2005). Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia. Dalam Era Otonomi Daerah. Citra Aditya Bakti. Bandung Peraturan Pemerintah Daerah Kota Pagar Alam No 8 tahun 2004. Izin usaha Penumpukan Kayu dan Hasil Hutan. www.pagaralam, go.id/new/index. diakses tanggal 8 Oktober 2007. Standar Nasional Indonesia (2002). SNI 01-5010.4-2002, Tata Nama Hasil Hutan Badan Standarisasi Nasional. Sumadiwangsa. S dan Dendi Setyawan (Buletin Vol. 2 No. 2 Th 2001). Konsepsi Strategi Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia. www. Dephut.go.id., diakses tgl 12 Desember 2006.
  • 37. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 36 BAB 2 PENG G O L ONG AN PRODU K H ASIL HUT AN 2.1 Pendahuluan Pokok bahasan penggolongan hasil hutan bukan kayu ini membahas tentang pengelompok produk-produk hasil hutan bukan kayu (HHBK), berdasarkan berbagai kategori atau perundangan, baik yang dibuat oleh instansi pemerintah, kelompok peneliti dan berbagai organisasi internasional yang bergerak dalam bidang sumber daya alam. Di samping itu, juga diuraikan alasan kenapa produk HHBK tersebut dinamakan dengan komoditas hasil hutan bukan kayu serta jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu yang paling dominan atau berperan penting bagi Indonesia. Setelah mempelajari pokok bahasan kedua ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk: Melakukan penggolongan komoditas hasil hutan bukan kayu secara luas; Memahami alasan pengelompokkan hasil hutan bukan kayu, ke dalam kelompok-kelompok tersebut; Mengelompokan hasil hutan bukan kayu berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan kehutanan, teknologi hasil hutan, dan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkembang saat ini; Melakukan identifikasi beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu di Indonesia dan mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi yang telah dibuatnya sendiri. 2.2. Penggolongan Menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan Menurut Undang Undang No. 5 tahun 1967 tentang Undang Undang Pokok Kehutanan (UUPK) pada pasal 1 ayat 2, dinyatakan bahwa hasil hutan didefiniskan sebagai benda-benda hayati yang dihasilkan dari hutan. Penjelasan lebih lanjut dari ayat ini menyebutkan bahwa hasil hutan adalah hasil-hasil yang diperoleh dari hutan yang berupa: a) hasil-hasil nabati seperti kayu perkakas, kayu industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumput-rumputan, dan lain-lain bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan, termasuk hasil yang berupa minyak; dan b) hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok dan lain-lain hewan serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya. UUPK ini belum mencantumkan dengan jelas tentang definisi, dan pengelompokkan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Akan tetapi sebagian dari jenis-jenis HHBK sudah diakomodasi dalam UUPK terseut. UUPK tersebut telah mengelompokkan jenis-jenis HHBK ke dalam dua kategori, yaitu hasil hutan bukan kayu yang berasal dari tumbuha hutan (nabati) dan yang berasal dari hewan (hewani). Rincian penggolongan secara menyeluruh dari dua kelompok tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jenis-jenis produk tumbuhan dari hutan Golongan hasil hutan bukan kayu ini terdiri atas rotan (Callamus spp), sagu (Metroxylon spp), bambo (Bambosa spp) dan aren (Arenga spp). Juga disertakan produk-produk turunan dari kayu (derivatived-wood products) seperti bubur kayu (pulp), papan serat (fibreboard), arang (charcoal), briket arang (briquete) dan atap sirap. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa produk yang dihasilkan oleh tumbuhan hutan yang digolongkan dalam kelompok bahan ekstraktif seperti resin, damar, kopal dan beberapa produk dari minyak atsiri (esssential oils). Produk-produk bahan ektraktif ini dapat dibedakan lagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
  • 38. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 37 getah getahan, seperti resin, kopal, damar, dan kelompok minyak atsiri, seperti minyak biji tengkawang, minyak lawang, minyak kayu putih, minyak jarak dan sebagainya. 2. Jenis-jenisprodukhewanidarihutan. Produk hewan yang dihasilkan dari hutan terdiri atas berbagai jenis produk satwa liar antara lain buaya, komodo, rusa, harimau, gajah, dan burung. Terdapat juga produk-produk yang diperoleh dari dar bagian-bagian hewan seperti gading, kulit binatang dan tanduk. Juga beberapa contoh produk hewani yang telah ditangkarkan atau dikelola dengan tujuan ekonomi adalah komoditas sutera alam, kutu lak, peternakan lebah madu dan sarang burung walet, penangkaran kupu-kupu, dan penangkaran buaya. Menurut UUPK No 5 tahun 1967 ini beberapa fungsi sosial ekonomi, jasa dari hutan, konservasi lingkungan dan penegmbangan masyarakat hutan belum diakomodasi. Tetapi dipihak lain produk turunan kayu, seperi bubur kertas dan kertas (pulp and paper), papan serat (fiberboards) dan arang dan briket arang serta sirap malah masuk ke dalam jenis komoditas hasil hutan bukan kayu. Padahal kenyataan menunjukan bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka hasil hutan turunan kayu tersebut akan masuk dalam kategori hasil hutan utama (major forest products) bukanya lagi sebagai hasil hutan ikutan (minor forest products) 2.3. Penggolongan Menurut Undang-Undang Kehutanan Dalam undang-undang tentang kehutanan yang baru yaitu Undang Undang Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian dan klasifikasi dari hasil bukan kayu telah mengalami perubahan yang substansial. Misalnya, pada pasal 1 angka 13 dinyatakan bahwa hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Sehingga pengertian hasil hutan memiliki dimensi yang sangat luas, dari seluruh produk biologi (makhluk hidup) non hayati (benda mati) dan seluruh produk turunan dari benda biologi dan non biologi yang diambil dari hutan. Hal tersebut masih ditambah lagi dari produk-produk jasa yang dihasilkan dari hutan. Selanjutnya pada pasal penjelasan, misalnya pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (hutan) adalah semua benda hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13. Penjelasan yang lebih rinci tentang hasil hutan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Hasil nabati beserta turunannya, seperti kayu, bambu, rotan, rumput ± rumputan, jamur ± jamur, tanaman obat, getah-getahan dan lain-lain, serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan; 2. Hasil hewani beserta turunannya, seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok, dan lain-lain hewan, serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya; 3. Benda-benda non hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda- benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang; 4. Jasa yang diperoleh dari hutan, antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa jasa perburuan dan lain-lain; Mengingat begitu beragamnya hasil hutan menurut UU no 41 tahun 1999 tersebut, maka cukup menyulitkan untuk memberikan pengelompokan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu tersebut. Akan tetapi kalau kita perhatikan uraian penjelasan dalam UU no 41 di atas, pengertian hasil
  • 39. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 38 hutan secara keseluruhan dapat disimpulkan sebagai hasil hutan bukan kayu, sedangkan pengertian hasil hutan kayu, seperti pada UUPK No. 5 tahun 1967, sudah tidak begitu dominan lagi. Perbedaan yang cukup substansial pada UUPK No. 5 tahun 1967, yang manahasil hutan Indonesia lebih didominasi oleh produk utama yaitu kayu, sedangkan pada UU No. 41 tahun 1999, hasil hutan bukan kayu mendapat peran dan pembahasan yang cukup representatif. Dengan kata lain, komoditas hasil hutan bukan kayu berpeluang untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dan significant daripada komoditas hasil hutan kayu. Untuk kemudahan penggolongan produk-produk hasil hutan bukan kayu, perhitungan dan analisis ekonomi, kiranya hasil hutan bukan kayu dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu hasil hutan bukan kayu yang produknya dapat dinilai dan dihitung dengan uang (tangible products), dan hasil hutan bukan kayu yang produknya tidak dapat dinilai dengan uang (intangible products). Produk dari HHBK yang dapat ditentukan nilai nominalnya adalah seluruh produk yang berupa barang (forest productsor non services), yang sudah tentu melalui proses produksi (sentuhan teknologi, aktivitas ekonomi), meskipun terkadang tanpa melibatkan suatu proses produksi sedikitpun. Sedangkan produk HHBK yang tidak dapat dinilai dengan nilai nominal atau uang, adalah seluruh produk jasa (forest product services) yang dapat dihasilkan dan diperoleh dari hutan tersebut. Dengan kemajuan dan perkembangan disiplin ilmu, sebenarnya, produk produk yang masuk dalam kategori intagile products, hal ini bukan tidak dapat ditentukan nilainya, tetapi dari para pengambil dan pelaku kebijakan hal ini belum menjadikan suatu kebutuhan untuk dikaji lebih mendalam. Disiplin ilmu ekonomi sumber daya alam, atau khususnya sumber daya hutan dan ekonomi lingkungan lebih banyak mengkaji produk-produk jasa dari lingkungan. Sebagai contoh, misalnya study menentukan nilai ekonomi dari suatu kawasan hutan, sehingga nilai jasa dari suatu kawasan hutan per satuan waktu dapat ditentukan nilainya, bahkan suatu pohon berdiri dapat ditentukan nilai ekonominya, baik sebagai penghasil kayu, penyerap karbon dioksida, penghasil/pengkonversi oksigen dan pengikat nitrogen misalnya. Akan tetapi perhitungan, sosialisasi dan pelkasanaan dari nilai ekonomi dari suatu tegakan hutan ini, tentunya masih memerlukan sosialisasi yang intensif kepada seluruh pihak yang berkepentingan, khususnya masyarakat hutan. Karena masyarakat hutan secara umum lebih suka melihat produk HHBK yang dapat segera menghasilkan uang atau dapat dinilai dengan uang, dalam jangka waktu yang relatif pendek. 2.4. Penggolongan Menurut Standar Nasional Indonesia Sedangkan pengelompokan hasil hutan bukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01- 5010.4-2002 tentang tata nama hasil hutan, maka pengelompokan atau pengertian hasil hutan bukan kayu dapat didefinisikan sebagai semua jenis hasil hutan baik hayati (selain kayu) maupun non hayati (sumber air, udara bersih, barang tambang, dll.) termasuk dalamnya adalah jasa wisata. Menurut SNI 01-5010.4-2002 ini tata nama hasil hutan, khususnya kelompok hasil hutan bukan kayu dikelompokan ke dalam 9 (sembilan) kelompok, mulai dari kelompok batang dan turunannya; kelompok minyak; kelompok bunga, buah, biji dan daun; kelompok babakan/kulit; kelompok getah; kelompok resin; kelompok aneka nabati; kelompok aneka umbi; kelompok aneka hewani dan turunannya. Uraian dan rincian singkat dari masing-masing kelompok hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sampai dengan Tabel 2.9. Komoditas hasil hutan bukan kayu yang termasuk dalam kelompok batang, misalnya berasal dari beragam jenis pohon hutan, tumbuhan golongan liana, maupun famili palmae, dan bahkan terdapat juga produk turunan atau diversifikasi dari bagian pohon atau tumbuhan tersebut, seperti anyaman rotan, keranjang dan sebagainya. Jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok batang dan turunannya tersebut, selengkapnya disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
  • 40. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 39 Tabel 2.1. Jenis-jenis komoditash hasil hutan kayu kelompok batang dan turuannnya No Nama Keterangan 1 Aneka keranjang rotan Hasil jalinan rotan bulat/rotan belahan/rotan bulat kupasan/kulit rotan/hati rotan menjadi aneka bentuk keranjang 2 Anyaman rotan Hasil anyaman kulit rotan/hati rotan menjadi lembaran- lembaran anyaman yang dapat dibentuk 3 Bambu Tumbuhan yang tergolong famili Graminae yang umumnya berumpun dan dapat mencapai ketinggian 40 meter dan diameter 30 cm, antara lain Bambusa spp., Dendrocalamus spp., Dinochloa spp., Gigantochloa spp., dan Schizostachyum spp. 4 Bambu bundar Bagian batang yang dihasilkan dari pohon bambu 5 Bebak Hasil pengolahan pelepah batang pohon Gebang (Corypha utan) 6 Biga Endapan yang terdapat dalam batang bambu yang disebabkan oleh faktor genetis 7 Hati Rotan Hasil proses pembelahan hati rotan, ditandai dengan lembaran-lembaran hati yang berbentuk bulat dan persegi konsisten sepanjang lembaran 8 Komponen mebel terpisah Hasil pembentukan bagian-bagian dari mebel rotan ditandai dalam bentuk suku cadang yang diperdagangkan secara terpisah. 9 Kulit rotan Hasil proses pengulitan rotan bulat W dan Swashed and surphurized ditandai dengan lembaran kulit yang berukuran tebal 1,3 mm atau lebih kecil, lebar 8 mm atau lebih kecil ukuran-ukuran tersebut konsisten sepanjang lembaran. 10 Lampit rotan Suatu lembaran yang berbentuk empat persegi panjang, bujur sangkar atau bentuk lain, terbuat dari susunan sejajar hijiran rotan yang telah dilubangi dan disatukan dengan benang serta sisi sejajar hijirannya diberi watun dan sisi melintangnya diberi tulang walut. 11 Mebel Rotan (Komponen mebel rotan terpadu) Hasil pembentukan dan perakitan rotan bulat WS/rotan kikis buku/rotan bulat pendek/rotan bulat kupasan/rotan belahan/hati rotan/kulit rotan/webbing menjadi mebel dan/atau komponen-komponen mebel siap rakit. 12 Mopuk Hasil Pengolahan teras pohon Lontar (Borassusflabelliffer Linn) 13 Nira Hasil sadapan pohon Nipah (Nipa fritican), Lontar (Borassusflabelliffer Linn), dan Aren (Arengapinnata) 14 Rotan Tumbuhan yang tergolong dalam famili palmae antara lain terdiri gari genera Callamus spp., Ceratolobus spp., Daemonorops spp., Nyrialepis spp., Plectocomia spp., Plectocomiapsis spp dan Korthalsia spp. 15 Rotan Asalan Batang rotan yang telah mengalami pembersihan dan peruncian tetapi belum mengalami pencucian dan perlakuan pengolahan lebih lanjut 16 Rotan Belahan Hasil pembelahan dari rotan bulat W S dengan ukuran
  • 41. !! #$%!'(#)!*'+#)!,#-'! 40 tebal 1,4 mm atau lebih besar, dan lebar 2,5 mm atau lebih besar. 17 Rotan Bundar W S Batangan rotan yang telah dibersihkan dan sudah mengalami proses pencucian dan pengawetan dengan asap belerang (washed and surphurized). 18 Rotan Bundar Besar Rotan bulat yang berdiameter 18 mm atau lebih besar. 19 Rotan Bundar kecil Rotan bulat yang berdiameter kurang dari 18 mm. 20 Rotan Bundar Kupasan (Rotan Poles halus) Hasil pengupasan kulit ari rotan bulat W S sepanjang batang sebagai upaya peningkatan mutu yang ditandai dengan batangan tanpa kulit yang terpoles halus sepanjang batang. 21 Rotan Bundar Pendek Batangan rotan bulat W S dengan panjang kurang dari 1 (satu) meter. 22 Rotan KikisBuku (Rotan poleskasar) Hasil pengikisan buku rotan bulat W S sedemikian rupa, sehingga ketebalan bukunya sama dengan ketebalan ruas- ruas yang dihubungkanya. 23 Sagu Hasil pengolahan empulur pohon Arenga spp, Corypha spp, dan Metroxylon spp. 24 Tikar Rotan Lembaran anyaman keratan rotan secara rapat, berwarna asli rotan dan diberi pinggiran berbentuk segi empat atau bentuk lainnya dengan atau tanpa jenis. 25 Topi rotan Hasil jalinan kulit rotan/hati rotan menjadi topi. Selanjutnya adalah jenis-jenis produk hasil hutan bukan kayu yang termasuk kelompok minyak atsiri. Minyak atsiri adalah komoditas HHBK yang sangat diandalkan, karena diversifikasi produknya yang beragam, dari bahan dasar pembuatan parfum, obat gosok, sampai kepada minyak urut dan seterusnya. Minyak atsiri dicirikan oleh adanya kandungan bahan yang mudah menguap (volatile matter). Beberapa komoditas HHBK kelompok minyak atsiriselengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2. Jenis-jenis komoditas hasil hutan bukan kayu kelompok minyak atsiri. No Nama Keterangan 1 Minyak Cendana Minyak yang dihasilkan dari penyulingan batang, dahan dan atau akar Cendana (Santalum album Linn). 2 Minyak Euacalyptus Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun euacalyptus (Eucalyptus spp). 3 Minyak Gandapura Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun Caulsheria leucocarpha BL). 4 Minyak Kamper Minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun dan batang pohon Kamper (Cinanonum camphora Nees dan E.berm). 5 Minyak kayu manis Minyak yang dihasilkan dari penyulingan kulit pohon Cassia lignea, Cinnamomum burmanii Bl., Cinnamomum cassia Bl., Cinnamomumzeylanicum Linn). 6 Minyak kayu Putih Minyak atsiri yang berupa destilat hasil penyulingan daun kayu putih (Melaleucaleucadendron Linn). 7 Minyak Kenanga Minyak yang dihasilkan dari bunga pohon kenanga