1. Pengertian Otonomi Daerah
By: www.kyberdian.wordpress.com
Istilah otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani (autos = sendiri )
dan ( nomos = undang-undang ) yang berarti perundangan sendiri ( zelf wetgeving ). Jadi
ada 2 ( dua ) ciri hakekat dari otonomi, yakni self sufficiency dan actual idependence. Jadi
otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self
government yang diatur dan diurus oleh pemerintah setempat. Karena itu, otonomi lebih
menitik beratkan aspirasi masyarakat setempat dari pada kondisi (Syaukani HR, 2000 : 147).
Menurut perkembangan sejarah pemerintahan di Indonesia, otonomi selain
mengandung arti “perundangan” (regeling) juga mengandung arti pula “pemerintahan”
(bestuur). Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurusi kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan warga Kesatuan Republik Indonesia (Koesoemahatmaja, 1971 : 9).
Menurut Wayong (1975 : 5) Otonomi Daerah adalah kebebasan untuk memelihara
dan menunjukkan kepentingan khusus suatu daerah dengan keuangan, hukum dan
pemerintahan sendiri. Pembagian kekuasaan yang adil antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah merupakan pilihan yang tepat. Sedangkan Sanit (1991 : 1) berpendapat
bahwa ada 3 (tiga) fokus otonomi daerah, pertama : otonomi yang berfokus pada
kewenangan administrasi pemerintah daerah, seperti pengurusan pegawai, pengeluaran dan
pendapatan daerah; kedua : otonomi yang difokuskan kepada alokasi kekuasaan daerah yang
disertai oleh kontrol pemerintah pusat dan partisipasi rakyat daerah; ketiga : penekanan pada
pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah yang dioperasikan lewat kewenangan daerah
dalam mengelola urusan yang diberikan kepadanya (lihat Siddiq, 2000 : 25).
2. Kemudian Mubyarto (2000 : 60) mengatakan hakekat Otonomi Daerah adalah
penyerahan wewenang segala urusan pemerintah ke Kabupaten/Kota, sehingga diharapkan
pemerintah Kabupaten/Kota dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (lebih lancar,
lebih mudah, dan lebih cepat). Maka hanya masyarakat sendiri yang dapat menilai berhasil
tidaknya otonomi daerah suatu daerah.
Warsito Utomo menyatakan bahwa otonomi pada hakekatnya adalah kewenangan
yang diberikan kepada daerah menuju kemandirian dalam kerangka negara kesatuan.
Otoritas di pusat maupun di propinsi menjadi terbatas dan berkurang (inipun harus disadari
oleh pusat dan propinsi) sedangkan kewenangan yang luas, utuh dan nyata lebih diberikan
kepada kabupaten dan kota. Jadi, titik tekannya pada kewenangan untuk merencanakan dan
melaksanakan serta mengendalikan daerah mencapai kemandirian (2000 : 6 ).
Referensi
Koesoemahatmadja, RDH. “Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia” ,
Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1971.
Mubyarto. “Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi” ,
Penerbit Aditya Media, Yogyakarta, 2000.
Sanit, Arbi. “Format Otonomi Daerah Reformatif” , Makalah Seminar Sehari Ikatan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, dengan Tema : Format Otonomi Daerah Masa
Depan, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” – Tanggal 7
April 1999.
Siddiq, Bakri. “Kesiapan Keuangan Daerah Kabupaten Sambas dalam Rangka Otonomi
Daerah” , MEP UGM, 2000.
Syaukani, H. R. “Menatap Harapan Masa Depan Otonomi Daerah” , Penerbit Gerbang
Dayaku, Tenggarong – Kalimantan Timur, 2000.
Utomo, Warsito. “Pemberdayaan Birokrasi dan Aparatur Negara dalam Membangun
Indonesia dari Daerah” , Makalah Seminar Sehari dalam Rangka Dies Natalis ke-
42 FISIPOL UGM Tanggal 18 September 1997.
Wayong, J. “ Administrasi Keuangan Daerah” , Penerbit Ikhtiar, Jakarta, 1975.