Kerajaan Mataram Lama berdiri pada abad ke-8 di Jawa Tengah dengan pusat di Medang I Bhumi Mataram. Kerajaan ini dipimpin oleh Wangsa Sanjaya yang menganut agama Hindu. Peninggalannya berupa prasasti dan candi-candi di Jawa Tengah.
2. Latar
Belakang
Berdirinya
Mataram
Lama
Raja – raja Peninggalan
3. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan
Mataram Lama Di Jawa Tengah
• Di pedalaman wilayah Jawa Tengah sekitar abad ke-8
berkembang sebuah kerajaan besar yang disebut Kerajaan
Mataram Lama. Pusat kerajaan ini terletak di daerah yang
disebut “Medang I Bhumi Mataram” (diperkirakan sekitar
Prambanan, Klaten, Jawa Tengah).
• Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada
tahun 732 masehi. Kerajaan ini berdiri di desa Canggal (sebelah
barat Magelang). Pada saat itu didirikan sebuah Lingga (lambang
siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja yang didirikan
oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau mulia,
Jawadwipa yang dimana daerah ini merupakan daerah yang kaya
raya akan hasil bumi terutama padi dan emas sehingga di masa
selanjutnya kerajaan ini banyak melakukan hubungan dagang
dengan daerah lain.
Naufal Fakhri
5. Pemerintahan Mataram Lama
MUNCULNYA WANGSA SANJAYA
Wangsa Sanjaya adalah wangsa atau dinasti yang sebagian besar rajanya
menganut agama Hindu, yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan Medang
(Mataram Lama). Wangsa ini menganut agama Hindu aliran Siwa, dan
berkiblat ke Kunjaradari di daerah India. Menurut Prasasti Canggal,
wangsa ini didirikan pada tahun 732 M oleh Sanjaya. Tak banyak yang
diketahui pada masa-masa awal Wangsa Sanjaya.
A. RAJA-RAJA WANGSA SANJAYA
1. Ratu Sanjaya
Ratu Sanjaya alias Rakai Mataram menempati urutan pertama dalam
daftar para raja Kerajaan Medang versi prasasti Mantyasih, yaitu prasasti
yang dikeluarkan oleh Maharaja Dyah Balitung tahun 907. Sanjaya sendiri
mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6 Oktober 732 tentang pendirian
sebuah lingga serta bangunan candi untuk memuja Siwa di atas sebuah
bukit. Candi tersebut kini hanya tinggal puing-puing reruntuhannya saja,
yang ditemukan di atas Gunung Wukir, dekat Kedu.
Johansyah A.F
6. • 2. Rakai Pikatan
Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa
Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856 M),
puteri raja Wangsa Syailendara Samaratungga. Sejak itu
pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di
Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan
bahkan mendepak Raja Balaputradewa, dan pada tahun
850 M, Wangsa Sanjaya kembali menjadi satu-satunya
penguasa Mataram. Prasasti Wantil disebut juga prasasti
Siwagreha yang dikeluarkan pada tanggal 12 November 856
M. Prasasti ini selain menyebut pendirian istana
Mamratipura, juga menyebut tentang pendirian bangunan
suci Siwagreha, yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
• 3. Rakai Kayuwangi
Sebenarnya kurang tepat apabila Rakai Kayuwangi disebut
sebagai raja Kerajaan Mataram karena menurut prasasti
Wantil, saat itu istana Kerajaan Medang tidak lagi berada di
daerah Mataram, melainkan sudah dipindahkan oleh Rakai
Pikatan (raja sebelumnya) ke daerah Mamrati, dan diberi
nama Mamratipura.
• Naufal F.
7. 4. Rakai Watuhumalang
Menurut daftar para raja Kerajaan Medang dalam prasasti
Mantyasih, Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan
menggantikan Rakai Kayuwangi. Prasasti tersebut dikeluarkan tahun
907 M oleh Dyah Balitung, yaitu raja sesudah Rakai Watuhumalang.
Rakai Watuhumalang sendiri tidak meninggalkan prasasti atas nama
dirinya. Sementara itu prasasti Panunggalan tanggal 19 November
896 M menyebut adanya tokoh bernama Sang Watuhumalang Mpu
Teguh, namun tidak bergelar maharaja, melainkan hanya bergelar
haji (raja bawahan).
5. Rakai Watukura Dyah Balitung
Dyah Balitung berhasil naik takhta karena menikahi putri raja
sebelumnya. Kemungkinan besar raja tersebut adalah Rakai
Watuhumalang yang menurut prasasti Mantyasih memerintah
sebelum Balitung. Mungkin alasan Dyah Balitung bisa naik takhta
bukan hanya itu, mengingat raja sebelumnya ternyata juga memiliki
putra bernama Mpu Daksa (prasasti Telahap). Alasan lain yang
menunjang ialah keadaan Kerajaan Medang sepeninggal Rakai
Kayuwangi mengalami perpecahan, yaitu dengan ditemukannya
prasasti Munggu Antan atas nama Maharaja Rakai Gurunwangi dan
prasasti Poh Dulur atas nama Rakai Limus Dyah Dewendra.
M.Rizqi
8. 6. Mpu Daksa
Mpu Daksa naik takhta menggantikan Dyah Balitung yang
merupakan saudara iparnya. Hubungan kekerabatan ini
berdasarkan bukti bahwa Daksa sering disebut namanya
bersamaan dengan istri Balitung dalam beberapa prasasti.
Selain itu juga diperkuat dengan analisis sejarawan Boechari
terhadap berita Cina dari Dinasti Tang berbunyi Tat So Kan
Hiung, yang artinya "Daksa, saudara raja yang gagah berani".
7. Rakai Layang Dyah Tulodhong
Dyah Tulodhong dianggap naik takhta menggantikan Mpu
Daksa. Dalam prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu
Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya
tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang
ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin
sama dengan Dyah Tulodhong. Mungkin Rakryan Layang
adalah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodhong berhasil
menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai
Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu
Mpu Daksa.
Naufal F.
9. 8. Rakai Sumba Dyah Wawa
Dyah Wawa naik takhta menggantikan Dyah
Tulodhong. Nama Rakai Sumba tercatat dalam
prasasti Culanggi tanggal 7 Maret 927, menjabat
menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah,
yaitu semacam pegawai pengadilan. Selain
bergelar Rakai Sumba, Dyah Wawa juga bergelar
Rakai Pangkaja. Dyah Wawa tidak memiliki hak
atas takhta Dyah Tulodhong. Sejarawan Boechari
berpendapat bahwa Dyah Wawa melakukan
kudeta merebut takhta Kerajaan Medang.
M M.Rizqi
10. Keruntuhan Kerajaan Mataram Lama
Di Jawa Tengah
• Kemunduran kerajaan Mataram Lama disebabkan karena
kedudukan ibukota kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan
tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
– 1) Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan
dunia luar:
– 2) Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi;
– 3) Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya.
• Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Lama
dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir Sungai Brantas) oleh
Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini dianggap
sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah
kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal
ini mengacu pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan
mempunyai akses pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu
kemudian dikenal dengan Kerajaan Mataram Lama di Jawa Timur
atau Kerajaan Medang Kawulan.
Naufal F.
11. Peninggalan Kerajaan Mataram Lama
di Jawa Tengah
a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi
Gunung Wukir di desa Canggal berangka
tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.
Johansyah Al F.
12. b. Prasasti Kalasan,
ditemukan di desa
Kalasan
Yogyakarta
berangka tahun
778 M, ditulis
dalam huruf
Pranagari (India
Utara) dan bahasa
Sansekerta
13. • c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu,
Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah
daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului
Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai
Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai
Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan
Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti
Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti
Belitung
14. d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan
berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya
menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh
Raja Indra yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya.
15. Peninggalan Berupa Candi
Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan
ditemukan candi antara lain Candi Borobudur,
Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih
banyak candi-candi yang lain.