20131026 IVAN AFFANDI Paper Seminar Nasional Pengolahan Limbah IX - Referensi utk Pharma & Cosmetics Customer
1. * Ir. Ivan Affandi, DESS., IP adalah Senior Business Development Manager – Cosmetics Category di Tetra Pak Stainless
steel Equipment (TPSE)sebelumnya GM Project di Veolia Singapore and Senior BD Manager di SPS Engineeering
1)
SPS Engineering – water + energy (www.newSPSengineering.com) adalah penyedia solusi, jasa rekayasa, rancang
bangun dan teknologi di bidang pengolahan air dan limbah cair serta di bidang manajemen ZRA & limbah radioaktif
tingkat energy rendah yang berpartner dengan principal-principal teknologi dari USA, Jepang & Indonesia untuk teknologi
air & air limbah. SPS Engineering juga bertujuan men-support peran dan misi/visi PTLR, BATAN dalam penguasaan
teknologi & melayani industri di Indonesia, di samping men-suppport peran & fungsi BAPETEN dalam regulasi
pemanfaatan energi nuklir di dunia industri di Indonesia.
TANTANGAN PENGELOLAAN LIMBAH DAN STATUS TEKNOLOGI TERKINI: SUDUT
PANDANG SPS ENGINEERING TERHADAP INDUSTRI-INDUSTRI YANG SEDANG
BERKEMBANG DAN BERKELANJUTAN
BAGIAN 1 – LIMBAH CAIR B3 DARI INDUSTRI FARMASI
Ir. Ivan Affandi, DESS., IP.*
Tulisan ini merukan bagian pertama dari serial makalah berjudul utama yang sama yang akan mencakup beberapa
segmen industri yang ditekuni penulis dan menjadi focus segmen industri oleh perusahan di mana penulis bekerja sebagai
praktisi industri air dan energi saat ini. Penulis dan SPS Engineering1)
- PT. Surya Printis Sinergi – mencermati dinamika
industri dengan tantangan dan peluang yang ada di bidang pengolahan limbah cair (kategori B3). Tinjauan pasar dan
segmen industri farmasi sebagai segmen industri yang sedang tumbuh sangat pesat dan berkesinambungan serta sarat
dengan regulasi yang tinggi, akan ditelaah secara lebih mendalam. Teknologi-teknologi yang digunakan secara luas dan
terbukti diterima di industri maupun yang sedang dalam tahap pengembangan akan dibedah keunggulan dan
kelemahannya. Selanjutnya akan didiskusikan tantangan/tuntutan yang dihadapi dari sisi teknologi pengolahan limbah dan
aspek-aspek non-teknisnya; arah riset dan pengembangan tekno-komersial proses pengolahan limbah cair farmasi di masa
mendatang akan diprakirakan. Referensi proyek-proyek pengolahan limbah cair baik dari SPS Engineering maupun
partner dan pengalaman penulis sebelumnya akan dipresentasikan.
This paper is the first part of a serie of papers having the common title that will cover few industrial segments of author’s
current concerns and of which the company we works for in the sectors of water and energy are focusing on. The author
and SPS Engineering – PT. Surya Printis Sinergi – observes the industrial dynamics along with the challenges and
opportunities in waste water (hazardous) treatment. Review on sustainable and growing market of pharmaceutical as a
vast growing and sustainable industry segment as well as an industry known for its tight regulation will be provided in
more detail. Both widely used & proven technologies in the industry and those in development stage will be reviewed along
with their advantages and disadvantages. Furthermore, the challenges faced by the waste water treatment in the industry
from the perspective of technology and other non-technical ones; the direction of research and development of techno-
commercial of the waste water treatment process in pharmaceutical industry in the near future will be assessed. Project
references of waste water treatment coming from SPS Engineering and its partner and from author past experiences will be
presented.
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pengolahan limbah cair di industri telah
menjadi bidang kegiatan khusus dalam
kompleksitas proses industri di era
modernisasi kini; ditandai dengan hadirnya
tantangan-tantangan teknologi dan non-teknis
yang beragam bergantung dari jenis industri
penghasil limbah cair tersebut. Secara alamiah
limbah cair industrial masuk dalam kategori
limbah B3 (bahan berbayaha dan beracun).
Karakteristik limbah cair B3 yang beragam,
tantangan pengolahannya dan tuntutan yang
unik dari tiap segmen industri maupun tiap
pemilik industri/pabrik pada jenis industri
tertentu memunculkan peluang bagi kalangan
akademisi, peneliti dan industriawan untuk
menjawab tantangan tersebut sekaligus
menciptakan peluang usaha berbasis teknologi
dan jasa rancang bangun IPAL yang
berkelanjutan sejalan dengan kegiatan industri
yang semakin berkembang.
Beragamnya karakteristik limbah cair di
berbagai jenis industri menyebabkan
indentifikasi dan klasifikasi teknologi secara
kritis mutlak dilakukan agar pemillihan solusi
dapat disampaikan dengat tepat. Makalah yang
disajikan penulis kali ini adalah yang pertama
dari serial makalah sejenis untuk disampaikan
dalam seminar nasional dan mengangkat
industri Farmasi yang mencakup industri obat-
obatan, kosmetika, veterinary, produk
kesehatan dan lensa kontak. Penulis
mengetahui - setelah berkecimpung hampir 20
tahun di bidang teknologi pengelolaan
lingkungan khususnya IPA dan IPAL – bahwa
industri farmasi di Indonesia dan secara umum
di dunia sedang mengalami peningkatan yang
sangat signifikan dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir dan akan terus meningkat secara
mencolok dalam beberapa tahun ke depan
sejalan dengan meningkatnya kesadaran
penduduk dunia akan pentingnya kesehatan,
kecantikan, dan keindahan disamping
meningkatnya GNP perkapita penduduk dunia.
2.
I.2. Tujuan dan Pendekatan
Tujuan utama dari materi yang disampaikan
adalah 1) mensintesakan status terkini dari
industri farmasi terkait pasar dan potensinya di
dunia secara umum dan di Indonesia, 2)
memprakirakan potensi pengeluaran industri
farmasi untuk tujuan pengolahan limbah cair
termasuk pembangunan IPAL baru,
peningkatan kapasitas, retrofit (penambahan
unit operasi yang lebih modern dan berunjuk
kerja lebih baik kepada instalasi yang relatif
usang yang telah beroperasi cukup lama),
operasi dan pemeliharan IPAL, maupun daur
ulang air limbah guna pemenuhan kebutuhan
air baku dan proses. Tujuan selanjutnya adalah
3) menyampaikan tantangan pengolahan limbah
cair di industri farmasi dan 4) mengidentifikasi
dan mengedepankan proses dan teknologi IPAL
yang unggul dan luas digunakan di industri
farmasi. Akhirnya tujuan akhir tulisan adalah
mendorong peserta seminar dan pemerhati
dunia pengolahan limbah B3 untuk lebih
mengorientasikan riset, kajian ilmiah dan
pengembangan proses dan teknologi di
Indonesia agar lebih tepat sasaran dan semakin
bersaing untuk kemanfaatan industri di
Indonesia.
Studi dan penyusunan makalah dilakukan
dengan metode telaah pengalaman praktis
penulis dan lembaga-lembaga profit tempat
penulis berkiprah selama kurun 18 tahun di
industri, telaah pustaka dan informasi “market
intelijen” dan tinjaun pasar, diskusi langsung
dengan nara sumber dari kalangan industri
farmasi (produser, penyedia teknologi proses
farmasi, konsultan riset market farmasi, dan
kontraktor EPC teknologi IPAL terkemuka)
dan professional judgment penulis yang dapat
dipertanggung jawabkan.
II. PENGENALAN INDUSTRI DAN
MARKET FARMASI DAN KOSMETIKA
Industri Farmasi dan Kosmetika atau sering
disingkat dengan Industri Farmasi mencakup
gabungan dari berbagai industri yang
menghasilkan produk-produk konsumsi yang
meliputi produk farmasi atau obat-obatan,
bioteknologi, produk kesehatan (healthcare)
personal, produk obat-obatan veterinary
(berkaitan dengan hewan), kosmetika dan
toiletries (berkaitan dengan kebersihan badan,
shampoo, sabun dll), dan lensa kontak mata
(Gaunt, 2011). Beberapa praktisi lingkungan
dan farmasi sering menyebut industri mereka
sebagai penghasil Pharmaceutical and
Personal Healthcare Products (PPCP).
Industri farmasi ini cukup terkenal dengan
regulasi yang ketat baik di negara-negara
Eropa, Amerika dan negara-negara maju
lainnya maupun di Asia dan termasuk di
Indonesia. Standar kualitas, kesehatan dan
keselamat produk bagi konsumen dikawal oleh
lembaga regulasi dan perizinan seperti FDA
(Food and Drug Administration, USA) yang
mengawasi perizinan dan peredaran obat dan
makanan di Amerika Serikat, ANSM
(L’Agence Nationale de Securité du
Medicament et des produits de santé) di
Perancis, Medicine and Healthcare products
Regulatory Agency (MHRA) di Inggris atau
European Medicine Agency (EMEA) yang
melakukan harmonisasi regulasi di Eropa,
Japanese Ministry of Health and Welfare di
Jepang dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) di Indonesia.
Sebagian besar produser industri farmasi (baik
yang besar dan menengah) merupakan
perusahaan internasional yang memiliki lokasi
pabrik di beberapa negara dan menjual
produk-produknya keluar batas negara-negara
asal pabrikan tersebut (Gaunt, 2011). Sepuluh
besar producer di industri farmasi di antaranya
Pfizer, Sanofi-Aventis, Novartis, GSK, Roche,
Astra-Zeneca, Merck, Johnson&Johnson, Eli
Lilly dan Bristol-Myers Squibb dan di tahun
2009 mereka memiliki hingga 38%
penguasaan pasar global setara dengan US$
322 Milyar - sekitar IDR 3.000 Trilyun
setahun – (Clinton and Mozeson, 2011).
Sementara untuk kosmetika, L’Oreal, Unilever
dan Procter&Gambler adalah 3 besar producer
di dunia (Olsen, 2013) .
Perkembangan market farmasi di dunia
diperkirakan berkisar 14-19% per tahun
dengan pertumbuhan terbesar di negara-negara
BRIC (Brazil, Russia, India dan China), Korea
Selatan, Turki dan Meksiko sebesar hingga
51% dari total pertumbuhan global (Gaunt,
2011). Meskipun tidak disebutkan secara
khusus dalam laporan–laporan analisis pasar
global, Indonesia bersama negara-negara Asia
Tenggara seperti Vietnam, Thailand dan
Malaysia berserta Amerika Latin merupakan
market yang sangat menarik bagi industri
farmasi global meskipun isu-isu seperti
registrasi produk, perlindungan hak patent,
dan penentuan serta harga masih merukapan
tantangan besar bagi perusahaan-perusahaan
farmasi asing dalam mengembangkan industri
dan pasar mereka di negara-negara tersebut.
3.
Indonesia menyumbang sebesar 6-8 % pasar
farmasi global di tahun 2012 hingga 2014
dengan pertumbuhan normal 9.7% pertahun
(Business Monitor International, 2013) dan
pertumbuhan potential hingga 12.5% pertahun
mulai tahun 2013 (Kurniawati, 2013). Pasar
global industri farmasi diperkirakan tumbuh
hingga US$ 1 Trilyun di tahun 2014.
Sementara itu pengeluaran industri farmasi
global untuk biaya pengolahan limbah cair
mereka diperkirakan mencapai EUR 200 juta
di tahun 2011 (Gaunt, 2011). Secara
proporsional dapat diprediksi pengeluaran
tersebutmeningkat hingga EUR 250 juta
(setara hampir IDR 3 trilyun) di tahun 2014.
Nilai ini besarnya sekitar 0.03% dari total
market tahunan industri farmasi global.
Di Indonesia, pada periode 2011 - 2013
berbagai perusahaan farmasi yang melakukan
peningkatan kapasitas produksi, penambahan
jalur produksi untuk produk baru, relokasi
pabrik atau pembuatan pabrik baru yang di
antaranya terangkum dalam tabel di bawah ini;
mengeluarkan biaya untuk proyek
pembangunan dan pengoperasian pengolahan
air limbah (IPAL) berkisar antara 400-600
Milyar dalam kurun 2.5 – 3 tahun proyek
(hingga 8% dari total biaya untuk IPAL di
seluruh dunia). Nilai tersebut tentunya
mencakup biaya operasi dan perawatan rutin
maupun perbaikan instalasi yang sudah
berjalan termasuk pamakaian bahan kimia dan
konsumable di IPAL.
Tabel 1 - Daftar Non-Ekhaustif Proyek-Proyek
Industri Farmasi di Indonesia kurun 2011-
2013 (HaskoningDHV, 2013, TPSE, 2013,
IMS Health, 2013,
Perusahaan Tipe
Proyek
Tahun
Proyek
Total
Nilai
Proyek
(Rp)
GlaxoSmith
Kline
Pabrik baru 2011-
2012
45-55
Milyar
L’Oreal Pabrik baru dan
relokasi
2011-
2013
50-60
Milyar
SOHO Proyek baru 2012-
sekarang
25
Milyar
Reckitt
Becnkiser
Ekspansi 2013-
sekarang
20-30
Millyar
Wardah Penambahan
kapasitas and
jalur produksi
2011-
2012
10-15
milyar
Dexa
Medica
Penambahan
kapasitas
2012 20 milyar
Kalbe
Farma
Pabrik baru dan
tambah kapasitas
2012-
2013
15 milyar
Sanbe Pabrik baru
produk onkologi
(kanker)
2012-
2013
15-20
milyar
Unilever Penambahan
jalur produksi
2011-
2012
12-20
milyar
III. TINJAUAN UMUM MENGENAI
LIMBAH CAIR DAN TEKNOLOGI IPAL
DI INDUSTRI FARMASI
III.1. Sumber Limbah Cari dalam Industri
Farmasi
Dalam industri farmasi, pemakaian air baik
untuk proses yang umum atau aplikasi tunggal
yang tidak selalu harus divalidasi (non-
compendial water) maupun air compendial
dalam prosesutama farmasi yang harus
divalidasi dengan standard-standard yang
diakui seperti USP , EP atau JP 1
dapat
digambarkan dalam skema di bawah ini.
Limbah cair dapat dihasilkan dari beberapa
unit dan tahapan proses dengan kuantitas dan
kualitas (tingkat polusi) yang berbeda-beda
seperti di bawah ini:
1. Instalasi pengolahan air pada tahap pre-
treatment: air sampling dari instruments
dan analiser pada unit, contohnya
kandungan silika, kandungan klorin,
hardness total, ORP (oxydation reduction
potential), pencucian filter (multi)media
atau karbon aktif maupun resin dan
pembersihan alat-alat lainnya.
2. Air pendingin (cooling/chilled water) dan
boiled water (steam): kondensat dari
pertukaran panas antara fluida beda suhu
maupun aktivitas perawatan/pencucial
unit boiler dan unit pendinginan.
3. Instalasi pengolahan air proses: air
sampling instrumen dan analiser seperti
monitoring kandungan ozone, analiser
konduktivitas, sampling non-online
bakteriologi dan lain-lain, air buangan
dari unit membran RO (RO rejects),
aktivitas pengosongan tangki (draining)
dan penggantian atau regenerasi
membrane dan catridge soft water pre-DI.
4. Aktivitas-aktivitas dalam proses utama
farmasi seperti pencucian atau sterilisasi
alat produksi dan wadah/kemasan
penyimpanan bahan baku atau produk
setengah jadi, kegagalan produksi atau
kualitas, insiden tumpahan produk atau
bahan baku dan lain-lain yang
menyumbang kepada terbentuknya limbah
cair.
1
Unites States Pharmacopiea, European Pharmacopiea
dan Japanese Pharmacopiea adalah standard dan kode di
industry farmasi yang mengatur validasi proses farmasi
guna memastikan kualitas, keamanan dan keselamatan
produk farmasi termasuk protocol pengujian dan audit
rutin dari unit proses dan sistem farmasi secara
keseluruhan
4.
Beberapa arus limbah ca
atas menungkinkan untuk
bagi keperluan lainnya
farmasi bersangkutan
penggunaan di kantor/rua
Gambar 1. Siklus air d
farmasi (Bonnet, 2011)
Sebagian lainnya dapat
proses dan pemakain um
sebagian besar limbah c
Instalasi Pengolahan A
untuk menurunkan kadar
sesuai peraturan perund
agar dapat dilepas ke
dengan aman.
Setiap instalasi produ
prinsipnya unik dalam ha
sehingga kakarter limbah
sangat beragam dari sa
lainnya. Secara umum k
dihasilkan industri
dikarakterisasikan hanya
mengetahui proses f
demikian menjadi perlu u
secara detail guna mera
yang tepat baik secara
ekonomis (Anderson, 201
Lebih lanjut mengenai
setiap manufactur at
memformulasikan prod
khusus, berbeda mesikip
famasi lainnya yang m
instlasi, jenis bahan cura
produk akhir yang diprod
pelarut yang digunakan
instalasi farmasi tersebut
baku yang berbeda dan
cair yang berbeda (EPA, 2
Meskipun limbah cair d
sangat beragam, namum
disebutkan bahwa karakte
farmasi sangat potentia
yang kuat dalam bentuk
air yang dihasilkan di
k langsung digunakan
di pabrik industri
maupun untuk
angan non-produksi.
alam proses industri
didaur ulang untuk
mum lainnya; namun
cair harus diolah di
Air Limbah (IPAL)
polutan di dalamnya
dangan yang berlaku
media lingkungan
uksi farmasi pada
al proses dan produksi
h cair yang dihasilkan
atu pabrik ke pabrik
karakter limbah yang
sukar untuk
dengan melihat atau
farmasinya. Dengan
untuk menginvestigasi
ancang bangun IPAL
a teknologi maupun
11).
limbah cair farmasi,
tau instalasi yang
duk farmasi adalah
pun dengan instalasi
mirip dalam ukuran
ah, bahan antara dan
duksi, jumlah dan jenis
n, sehingga instalasi-
t menggunakan bahan
menghasilkan limbah
2000).
dari industri farmasi
secara umum dapat
er limbah cari industri
al mengandung arus
konsentrasi, polutant
yang tinggi. Karakter um
industri farmasi ditandai
tinggi dari (Anderson, 2011
• COD – kandunga
yang berasal d
seperti phenol, g
lainnya
• refractory agent
catalyst, reaktan
Pharmaceutical In
• kandungan metal
yang mungkin tox
• FOG - fat oil an
dalam bahan kosm
skincare).
Pengenalan secara rinci
kandungan polutant limbah
dari industri farmasi serin
dengan cara melakukan uji
sampel air limbah dan dal
diperlukan uji toksisitas da
bila pengolahan biologis
guna mengetahui hingg
kemampuan dan efisiensi
dapat mengurai polutan
dalam limbah cair. Dala
adanya ketidakpastian atau
uji skala laboratorium
peluang fluktuasi atau vari
(laju aliran, loading rate, d
- kondisi yang sangat m
ditemui dalam industri
beberapa penyedia tekno
melakukan instalasi/p
(purwarupa) guna mens
pengolahan dan mencari
proses tersebut.
Tahapan pengolahan ya
menghilangkan atau men
polutant yang khusus sepe
atas diperlukan guna men
pada proses utama dan/
dalam IPAL. Di sam
diperhatikan target pengo
yang dapat berbeda-beda
perbedaan baku mutu in
kawasan, serta kemungkin
lingkungan dari perusahaan
terkait image publik ter
2
Segala bahan atau kombinasi dar
dalam produk akhir farmasi yang d
menciptakan aktivitas farmakolog
memiliki efek langsung terhadap d
menyembuhan, menghambat, men
penyakit atau memiliki efek dalam
memperbaiki, atau memodifikasi f
tubuh manusia. (WHO, 2011)
mum limbah cair di
dengan kandungan
1, Wai, 2007):
an organik terutama
dari pelarut-pelarut
glycol dan alcohol
seperti surfactant,
dan API (Active
ngredients)2
l maupun organic
xic
nd grease (terutama
metik haircare dan
dari karakter dan
h cair yang berasal
ng kali dibutuhkan
i laboratorium pada
lam beberapa kasus
an biodegradabilitas
s dipertimbangkan
ga sejauh mana
pengolahan limbah
nt-polutant tertentu
am kasus di mana
keyakinan terhadap
kurang diterima,
iasi dari limbah cair
dan durasi fluktuasi)
mungkin terjadi dan
farmasi – maka
ologi proses IPAL
percobaan pilot
simulasikan proses
i kondisi optimal
ang khusus untuk
ngurangi polutant-
erti di sampaikan di
nghindari gangguan
/atau konvensional
mping itu perlu
olahan limbah cair
a di tiap negara,
dustri di luar dan
nan adanya strategi
n di industri farmasi
rhadap perusahaan,
ri bahan yang digunakan
dimaksudkan untuk
gis (efek aktif obat) atau
diagnosis,
ngobati atau mencegah
m mengembalikan,
fungsi fisiologi dalam
5.
pembangunan berkelanjutan dan aspek non-
teknis lainnya (Anderson, 2011).
Tabel berikut mencantumkan standar baku
mutu limbah industri farmasi di Indonesia,
dengan nilai di dalam kurung merupakan baku
mutu limbah di kawasan industri.
Tabel 2 - Lampiran A.XX - Baku Mutu
Limbah Cair Untuk Industri Farmasi
(Kementrian LH, 1995)
Parameter PROSES
PEMBUATAN
BAHAN
FORMULA
(MG/L)
PROSES FORMULASI
– FORMULASI
(PENCAMPURAN)
(MG/L)
BOD5 150(50) 100
COD 500(100) 200
TSS 130(150) 100
TOTAL-N 45(20) -
FENOL 5,0(1) -
pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0
Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap
parameter pada tabel di atas
dinyatakan dalam mili gram
parameter per Liter air limbah.
2. Nilai dalam tanda kurung adalah
mengacu pada Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 03
Tahun 2010 Tanggal : 18 Januari
2010 Tentang baku mutu air limbah
bagi kawasan industri. Secara umum
standar ini lebih ketat dari segi polusi
carbon/organik daripada KepMenLH
51/1995 bagi limbah cair untuk
industri farmasi namun
memungkinkan kandungan metal-
metal hingga tingkat tertentu.
3. Baku kuantitas Air Limbah
Maksimum di kawasan industri
menurut PerMenLH di atas adalah
0,8 L per detik per Ha lahan.
Hingga kini baku mutu lingkungan untuk
limbah cair industri di berbagai negara bahkan
di negara maju sekalipun seperti Perancis,
belum mengatur polutant khusus dari industri
farmasi yang kenal sebagai PIE
(Pharmaceuticals In Environment)3
. Sejak
akhir abad 20, PIE (diantaranya adalah
3
Grup bahan dan campuran bahan pembentuk PPCP yang
memiliki efek aktif biologis yang secara terus-menerus
dapat terbawa ke dalam ekosistem akuatik sebagai
campuran yang kompleks melalui berbagai rute terutama
saluran pembuangan air limbah. PIE menyebabkan polusi
pada ekosistem akuatik dan umumnya ditemukan dalam
kadar sangat rendah dalam limbah cair PPCP dengan
konsentrasi ppb atau bahkan pptrillion (ng – microg/L)
(Daughton and Terne, 1999).
antibiotik, senyawa iodine, senyawa
antibakteri, metabolite dari klorinasi dan
ozonasi, Bisphenol-A (Bonnet, 2011), telah
menjadi issue baru dan obyek penelitian di
negara-negara maju di Eropa. Swiss sebagai
negara pusat riset dan kantor pusah
perusahaan-perusahaan farmasi dunia dan
German memimpin dalam riset di bidang ini di
samping issue PIE yang semakin menjadi
issue dan perhatian perusahaan-perusahaan
famasi multinasional terkemuka di dunia.
Berbagai laporan studi dan riset
menyampaikan status terkini mengenai
perkembangan PIE dan efeknya yang semakin
diketahui (EEA, 2010, Arnold, et all., 2013).
III.2. Tinjaun Proses dan Tahapan
Pengolahan Limbah Cair Industrial
Proses dan tahapan pengolahan limbah cair di
industri secara umum dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan di bawah ini sesuai dengan
tujuan dari tahap proses tersebut (Crites and
Tchobanoglous, 1998):
1. Pendahuluan: pengambilah bagian-bagian
dari limbah cair seperti, sampah, kain
rombeng, benda- benda terapung, pasir,
dan lemak yang dapat menyebabkan
masalah operasional & perawatan dari
sistem pengoperasion IPAL, process
maupun sistem pendukung IPAL
2. Primer : pengambilan sebagian dari
padatan tersuspensi dan bahan-bahan
organik dari limbah cair.
3. Primer lanjutan: tahapan lanjut
pengambilan padatan tersuspensi dan
bahan-bahan organik dari limbah cair
yang umumnya dilakukan dengan
penambahan bahan kimia atau filtrasi
4. Sekunder : menghilangkan bahan organik
yang dapat terbiodegradasi (dalam larutan
atau suspensi) dan padatan tersuspensi.
Disinfection juga umumnya dapat masuk
dalam katergori pengolahan sekunder
yang konvensional.
5. Sekunder dengan : menghilangkan
bahan organik yang dapat terbiodegradasi
dan padatan tersuspensi pengambilan
beserta nutrient-nutrient (nitrogen,
phosphorous atau keduanya)
nutrient
6. Tersier : menghilangkan sisa padatan
tersuspensi (setelah pengolahan sekunder)
umumnya dengan filtrasi bermedia
granular atau screen ukuran micro &
padatan tersuspensi. Disinfection juga
umumnya masuk dalam definisi
6.
pengolahan sek
penghilangan nutrien
7. Advance/lanjutan
padatan terlarut ata
masih tersisa setelah
bilamana dibutuhk
penggunaan (daur) ul
Gambar 2 – Diagram U
Limbah Cair Indust
Tchobanoglo
Diagram di bawah ini m
tahapan proses dan alt
limbah cair industrial.
Sementara itu ditinjau da
dan peralatan pengolahan
proses pengolahan li
dibedakan menjadi (Metca
• Proses fisika-kim
• Proses biologis
aktivitas bakter
menggunakan je
(membutuhkan
anaerobik (tanpa
III.3. Tahapan Pengola
dari Industri Farmasi
Untuk kepentingan pemb
bagian berikutnya, maka
dan proses pengolahan
industri farmasi digolong
bagian berikut dengan su
4
Karena proses ini melibatkan b
mengubah bahan terlarut maupu
produk lain yang dapat diterima
pemberian nutrient (bahan maka
terkadang micro-nutrient dalam
metal-metal dalam jumlah micro
kunder berserta
n.
: menghilangkan
au tersuspensi yang
h pengolahan biologis
an untuk aplikasi
lang air
Umum Pengolahan
trial (Crites and
us, 1998)
menjelaskan tahapan-
ternative pengolahan
ari proses pengolahan
n yang terlibat maka
imbah cair dapat
alf & Eddy 1972):
mia
s4
dibantu dengan
ri yang sesuai baik
enis bakteri aerobik
oksigen) maupun
a oksigen).
ahan Limbah Cair
bahasan pada bagian-
a pembagian tahapan
n limbah cair pada
gkan dalam beberapa
udut tinjau teknologi
bakteri yang sesuai untuk
un partikulat menjadi
maka diperlukan
anan) berupa N, P, K dan
bentuk koktail (campuran)
ogram/l atau kurang.
yang digunakan dan outpu
ingin dicapai (Bonnet, 2011
1. Pengolahan primer
dengan pilihan proses s
- screening (pengay
- proses kimiawi - n
- air flotation - eva
- liquid-liquid extra
2. Pengolahan sekunder
dengan pilihan proses s
- pengolahan biolo
lumpur aktif, SBR
reactor), tricklin
(Moving Bed Biof
(Membrane Bio-R
- an-aerobik seperti
Stirred Tank
(Upflow Anerobi
dan EGSB (Ex
Sludge Bed)
3. Pemisahan Padatan
dengan pilihan proses s
- klarifikasi (penjern
- filtrasi dan flotasi
4. Polishing atau Pengol
menghasilkan effluent
water (air daur ulang)
dengan pilihan proses s
- adsorption (penyer
- membrane filtratio
- oxidasi/ozonasi/
Oxidation Pr
menurunkan COD
ratusan ppm m
(Audenaert, et all.
5. Penghilangan bau dan
volatil (VOC) yang m
dari tahapan ke-1, 2,
atas. Pilihan proses y
menggunakan karbon
udara.
IV. TANTANGAN
LIMBAH CAIR FARMA
TEKNOLOGI UNGG
ALTERNATIF
5
Merupakan sebuah proses pengo
dirancang sedemikian rupa untuk
organik (terkadang inorganik) dala
dengan cara oksidasi melalui seran
dengan radikal hidroksil (·OH) (G
diidentikkan dengan penggunakan
menghasilkan energi dalam pembe
atau pemakain oxidator kuat hidro
ut pengolahan yang
1):
seperti:
yakan)
netralisasi (pH)
aporasi (penguapan)
action
seperti:
gis aerobic seperti
R (sequencing batch
ng filter, MBBR
film Reactor), MBR
eactor).
i CSTR (Constantly
Reactor), UASB
c Sludge Blanket)
xpanded Granular
seperti:
nihan)
lahan Tersier; untuk
terolah atau recycle
seperti:
rapan permukaan)
on,
AOP (Advance
rocess5
) untuk
D dan TOC dari
menjadi 5 ppb.
, 2011)
n senyawa organik
mungkin dihasilkan
dan tahap ke-3 di
yang umum adalah
n aktif atau filter
PENGOLAHAN
ASI DAN PILIHAN
GULAN DAN
olahan fisika kimia yang
menghilangkan polusi
am air dan air limbah
ngkaian reaksi kimia
Glaze, et all., 1987). AOP
n generator ozone guna
entukan radikal hidroksil
ogen peroxida.
7.
Foto 1 – Instalasi DAF yang digunakan dalam pengolahan limbah cair industri farmasi
IV.1. Pengolahan Primer
Tantangan terbesar dalam fase pengolahan
primer dalah pertama kali netralisasi pH
limbah cair. Dalam presentasinya mengenai
issue-issue dari pelanggan dan yang
mengerakkan kebutuhan pelanggan akan IPAL
di industri farmasi (Bonnet and Anderson,
2011) disebutkan bahwa 25% issue bersumber
dari pH dan senyawa organik volatil sebesar
13%. Selain itu seringkali ditemui adanya
partikel-partikel halus tersuspensi yang
berdensitas serupa air sehingga melayang-
layang dan sulit untuk dipisahkan dengan
gravitasi bias.
Teknologi yang secara luas digunakan untuk
untuk menghilangkan senyawa organic
volatile adalah dengan evaporasi. Pada
prinsipnya evaporator mengalirkan kalor yang
hemat energy guna mempercepat proses
alamiah penguapan dari senyawa organic
mudah menguap tersebut. Destilat atau bagian
yang menguap (terdestilasi) dapat diperoleh
kembali (recovery) dengan pendinginan
melewati titik embun senyawa terdestilasi
tersebut. Bahan-bahan organik yang diperoleh
kembali seringkali merupakan senyawa aktif
farmasi, protein, dan bahan farmasi lainnya
yang cukup berharga.
Contoh teknologi adalah EvaledTM
yang
terutama menggunakan kalor (uap atau air
panas) dari pembangkit kogenerasi (tenaga
dan kalor sekaligus) dan energi pendinginan
dari sirkuit air pendinginan (Bonnet and
Anderson, 2011)
Pengolahan primer lainnya yang luas
digunakan adalah Dissolved Air Flotation –
DAF.
Mesin pengolahan DAF pada prinsipnya
mengintroduksi udara bertekanan menengah 1-
5 bar (tergantung tinggi kolom air dan lebar
bak) dari bagian bawah bak limbah cair yang
telah dicampur dengan bahan koagulan dan
polimer anionik atau kationik6
dengan dosis
tertentu.
Udara bertekanan akan mendesak partikel
tersuspensi yang semakin membesar
(berkoagulasi) sementara itu di bagian
permukaan terdapat scrapper/penggaruk yang
berjalan pelan membawa padatan kental di
permukaan yang berhasil dipisah dari air
limbah – menuju salah satu ujung untuk
dikumpulkan sebagai lumpur (sludge). Air
bersih akan terkumpul di ujung lainnya dari
bak DAF.
Unit proses DAF dalam prakteknya lebih tepat
digunakan bila limbah cair mengandung
lemak, minyak dan pelumas (FOG – fat, oil
and grease), bahan yang seringkali digunakan
dalam produk kosmetika perawatan rambut,
badan dan wajah.
IV.2. Pengolahan Sekunder
Fase pengolahan sekunder sejauh ini ditandai
dengan bervariasinya tantangan dalam
pengolahan polutant organik mulai dari nilai
yang cukup standar dalam industry farmasi
(COD hinga 3000 ppm), COD yang cukup
tinggi hingga 20,000 ppm hingga COD yang
sangat tinggi hingga di atas 20,000 ppm
bahkan yang ekstrem hingga 60-70,000 ppm
(Anderson, 2011).
6
Penentuan dosis koagulan, dosis dan tipe polimer
dilakukan melalui jar test dengan mengkombinasikan
konsentrasi masing-masing secara bertingkat untuk
mengetahui dosis masing-masing dari koagulan dan
polimer yang tepat untuk kondisi limbah cair
8.
Dengan bervariasinya rentang COD dalam
limbah cair farmasi maka pilihan teknologi
pun menjadi beragam dan ditentukan oleh
tuntutan efiensi pengolahan, baku mutu
lingkungan dan tentu saja factor ekonomis
dalam investasi maupun pengoperasian IPAL.
Pengolahan COD berpusat pada proses
biologis baik aerobik maupun anaerobik.
Tabel berikut ini menunjukkan kelebihan dan
kekurangan teknologi proses aerobik dan
anaerobik (Yeoh, 1995).
Tabel 3 : Perbandingan Pengolahan Aerobik dan Anaerobik
Parameter Aerobik Anaerobik
Efisiensi removal zat organic Tinggi Tinggi
Kualitas effluent Bagus Sedang (membutuhkan aerobic setelahnya)
Organic loading rate Sedang Tinggi
Produksi lumpur Tinggi Rendah
Kebutuhan nutrient Tinggi Rendah
Kebutuhan alkalinity Rendah Tinggi untuk limbah industri tertentu
Kebutuhan energi Rendah Rendah sampai sedang
Sensitivitas suhu Rendah Tinggi
Waktu start-up 2-4 minggu 2-4 bulan
Bau Sedikit memunculkan bau Berpotensi munculnya masalah bau
Recovery bioenergi dan
nutrient
Tidak ada Ada (biogas terutama)
Prinsip pengolahan Total (tergantung dari karakteristik
nutrient yang ditambahkan)
Membutuhkan pre-treatment
IV.2.1. Pengolahan Aerobik
Perkembangan teknologi filtrasi menggunakan
membrane mempengaruhi kemajuan teknologi
pengolahan aerobic dengan digunakannya
membrane ultra-filtrasi sebagai media pemisah
Teknologi MBR dengan jumlah MLSS yang
besar menggaransikan nilai effluent yang lebih
stabil terhadap variasi COD loading. Mixed
Liquor Suspended Solid yang selalu terjaga
dalam MBR dan menjadi sangat penting
lumpur yang digabung langsung di dalam bak
aerasi berlumpur (Affandi, 2000).
Berikut gambar skematik MBR relative
terhadap proses konvensional lumpur aktif.
Gambar 3 - Teknologi MBR untuk oleh COD
dan N vs. pengolahan konvensional lumpur
aktif yang sudah kuno yang membutuhkan
tanki pemisahan lumpur (clarifier/settling
tank) setelahnya (Kubota Leafleat, 2010).
dalam proses lumpur aktif untuk memastikan
bahwa selalu ada biomas aktif dalam jumlah
yang cukup untuk dikonsumsi bagi
pengurangan total polutant organik setiap saat
dalam reaktor (Lin, 2010).
Tuntutan akan keterbatasan lahan dan
pembatasan biaya investasi IPAL menjadi
salah satu dasar dikembangkannya Membran
Bio-Reaktor (MBR) dan diterima luas dalam
pemanfaatan IPAL dalam industri farmasi
(Anderson, 2011).
Perkembangan selanjutnya dari proses aerobic
mengarah kepada penggunakan media bagi
bakteri yang terkoloni dalam suatu media
sedimikian rupa sehingga bentuk media, berat
jenis relative terhadap air limbah cukup
ringan. Media yang berbasis plastik
polypropilen (PP) dan dibuat langsung oleh
pihak penyedia jasa rancang bangun IPAL di
industri farmasi. Media tersebut merupakan
wadah bagi koloni bakteri yang sesuai dengan
jenis polusi yang akan ditangani.
Teknologi yang dikembangkan selanjutnya
menggunakan media pembawa (carrier) yang
memiliki luas permukaan besar sebagai tempat
berkembangbiaknya mikroorganisme.
Teknologi yang disebut MBBR (Moving Bed
Biofilm Reactor) ditemukan pertama kali di
Norwegia tahun 1986 dan mendapat beberapa
referensi proyek pengembangan selanjutnya di
Norwegia dan Swedia. Teknologi ini
berdasarkan pada prinsip biofilm yang
terbentuk secara alami pada permukaan media
9.
pembawa. Reaktor yang digunakan dipenuhi
hingga 67% volumenya oleh media pembawa
tersebut yang selanjutnya dijaga tetap di dalam
tangki reactor dengan saringan di pipa
keluaran air terolahnya. Beberap reaktor yang
dihubungkan secara serial dapat digunakan
untuk menumbuhkan bakteri yang khusus
pada tiap tahapannya sesuai jenis polutan dan
konsentrasinya dalam limbah cair (Le Noir,
2011)
Gambar 4 - Media pembawa bakteri pada
MBBR dengan permukaan luas (Ø:2-3 cm)
Gambar 5 – Tampak potongan MBBR (Le
Noir, 2008)
Komponen-komponen mekanikal rancang
bangun MBBR adalah sebagai berikut Le Noir,
2008:
1. Reaktor (rectangular atau tabung)
2. Sistem aerasi – pipa lateral di dasar
reaktor yang mensuplai udara Q : 500
Nm³/h (1 atm, 0 ° C)
3. Flux limbah cair yang masuk
bergantung faktor dimensi reaktor,
rasio panjang/lebar serta tingkat
pengisian media pembawa (%)
4. Sieve/ayakan inlet
5. Sistem mixing dengan pipa diffuser
saja atau tambahan mixer/propeler
MBBR memiliki keuntungan utama dalam hal
MLSS yang sangat tinggi dalam reaktor
dengan aerasi merata dan optimum serta
mixing yang baik memungkinkan degradasi
polutant berlangsung lebih cepat dengan
efisiensi yang sangat tinggi hingga 95%
penurunan COD. Terhadap MBR keunggulan
MBBR terletak pada treatment yang kontinyu,
tidak memerlukan sistem kendali yang cukup
rumit seperti MBR, perawatan minimum, dan
tanpa pembersihan kimia. Desain dan
implementasi MBBR cukup sederhana
sehingga makin luas digunakan dalam IPAL
farmasi.
IV.2.2. Pengolahan Anaerobik
Pengembangan teknologi an-aerobik di Eropa
di pertengahan 70-an sejatinya dipacu
beberapa hal utama seperti ketersediaan lahan,
penghematan energi, biaya penanganan
lumpur, dan dihasilkannya gas methana yang
dapat digunakan untuk pemanasan atau
sumber listrik. Secara umum jika COD/BOD <
0.5, maka limbah cair diindikasikan sebagai
kurang baik untuk biodegradasi secara an-
aerobik (Otten, 2011)
Pada IPAL farmasi, ragam pengolahan an-
aerobic dari CSTR, UASB hingga EGSB
dapat dimanfaatkan. Perlu dipastikan
kandungan SS tidak melewati batas, SO42-
minimum7
(COD/SO42-
>10 sangat
dianjurkan), Ca2+
tidak berlebihan (sebaiknya
< 500 ppm; isu kerak dan dan menempel di
biomass), FOG dihilangkan, dan Cl-
penghambat granulasi biomass diminimalkan
(<2000 ppm) & tanpa toksik (Otten, 2011).
Berbeda dengan UASB dan EGSB yang lebih
sesuai untuk limbah cair tanpa FOG dan
dalam bentuk non-slurry (encer, tidak kental),
CSTR merupakan reaktor digester fluida pekat
dengan FOG dan memiliki kandungan padatan
tersuspensi tinggi. COD load dari CST cukup
menjadi rendah (3-5 kg TCOD/m3/hari)
dengan masa tinggal hingga mencapai 15-40
hari. Air limbah dari industri kosmetika tepat
ditangani oleh unit proses ini.
Gambar 6 – Skema EGSB dan prinsip operasi
7
SO42-
tereduksi menjadi HS-
(sulphite) yang toxic dan
corosif (Otten, 2011). Jarang ditemukan dalam farmasi.
10.
Gambar 7 – Skema UASB sederhana dalam pengolahan biologis limbah farmasi (Otten, 2011)
Tabel 4 - Perbandingan UASB dan EGSB (Verspille, 2011)
IV.3. Pemisahan Padatan
Pemisahan padatan limbah cair farmasi setelah
pengolahan biologis berpusat pada proses
fisika-kimia dengan menggunakan filter
(drum, pelat, dll) dan klarifikasi+koagulasi
dengan penambahan bahan kimia (koagulan
dan polimer). Tujuan pengolahan adalah
menghilangkan residu padatan tersuspensi
yang mungkin terbawa dari proses
sebelumnya.
Tuntutan teknologinya adalah unit proses
koagulasi dan flokulasi dengan kecepatan
tinggi, berukuran kompak dan efisiensi tinggi
Keunggulan Actiflo terhadap unit serupa:
1. Kecepatan penjernihan hingga 50 m/h
bandingkan dengan unit konvensional (<10
m/h).
2. Resirkulasi PAC (2-3 g/l) mengoptimalkan
pemakaian koagulan.
3. Waktu kontak cukup singkat ±15 menit
Sedangkan filtrasi umumnya dicapai dengan
filter ukuran micro. Untuk yang pertama,
teknologi yang luas digunakan adalah Actiflo.
4. Penggunalan lahan yang kecil (hingga 25%
dibandingkan clarifier konventional
Gambar 8 – Skema Actiflo dengan bagian-bagian utamanya (Sauvignet, 2009)
11.
IV.4. Polishing atau Pen
Untuk saat ini polishing
dan terutama kosmeti
dilakukan berkaitan
perusahaan global dalam
dan untuk menampilkan
sebagai perusahaan yang
“melindungi planet bumi”
pada tahap ini diarahkan
limbah untuk penggunak
air baku proses atau
disamping pemurnian tah
(Srinivasan, 2012)
Untuk mencapai standar
farmasi (softener) atau
seperti pembersihan, toi
pendinginan maka unit
menggunakan unit revers
Tujuan utama menurunk
residu dari tahapan pengo
Pada tahap ini juga
scrubber, filter udara atau
terdapat gangguan bau
tertentu yang tidak diin
Cl2 (sangat jarang di indu
V. STUDI KASUS &
PROYEK SPS ENG
REKANAN TEKNOL
(PRINCIPAL) IPAL
V.1. Roche, Penzeberg
2012 (Bonnet, 2011)
Gambar 9 – Lokasi
Perusahaan terkemuka
Perancis (5 besar du
ngolahan Tersier
g di industri farmasi
ika mulai banyak
dengan komitmen
m kelola lingkungan
n wajah perusahaan
g “hijau”, bersih dan
”. Pengolahan limbah
n pada daur ulang air
kan kembali sebagai
penggunaan general
hap yang lebih tinggi
air baku bagi proses
penggunaan general
ilet flush, boiler, air
polishing seringkali
se osmosis satu fase.
kan padatan terlarut
olahan sebelumnya.
dapat ditambahkan
u carbon aktif bilaman
dan kandungan gas
nginkan seperti H2S,
ustri farmasi).
& PENGALAMAN
GINEERING DAN
LOGI PENYEDIA
g, Germany, 2010-
i Proyek Roche
dunia asal Swiss-
unia) menginginkan
pembangunan IPAL bagi p
Tantangan yang dihadapi ad
1. Ketersediaan lahan yan
2. Struktur bangunan
dibangun harus dapat
pilihan unit-unit proces
3. Situasi ekonomi mulai
Berikut data umpan dan unj
aerobik:
Gambar 10 – Data um
pengolahan E
Alur proses yang diterapkan
Gambar 11 – Diagram A
Gambar 12 – Separato
pabrik baru mereka.
dalah:
ng minimum
civil yang sudah
digunakan dengan
ss IPAL
memburuk EU
njuk kerja proses an-
mpan dan hasil
EGSB
n sebagai berikut:
Alir Process IPAL
or 3 fase EGSB
12.
Insentif ekonomis yang diperoleh dari
investasi proyek IPAL tersebuat adalah
digunakannya gas CH4 yang dihasilkan untuk
CHP (Combined Heat and Power Plant)
dengan keuntungan sbb:
- produksi energi biogas : 5000 MWh/tahun
- produksi listrik cadangan: 2,200 MWh/tahun
- total reduksi energi : 90%
- penghematan biaya : EUR 700.000/thn
V.2. BAXTER, Singapore
Baxter adalah perusahaan biotechnology
farmasi (3 besar dunia) asal USA, 1937
dengan produk-produk untuk pengobatan
kanker, ginjal, hemofilia serta gangguan
imunitas.
Terdapat 3 jenis arus limbah cair yang
dihasilkan dari proses produksi:
DBN
Flow: 300 – 400 m3/hari
Suhu: 30-50 o
C (puncak pada 60o
C)
DCB
Flow: 16-40 m3/hari
Dibuang ke tanki holding limbah cair
DCO
Flow: 5-7 m3/hari
COD 30000 – 60000 mg/l
Dibuang dalam kontainer iso
Paremeter desain dari MBBR adalah sebagai
berikut:
- total volume reaktor : 100 m3
- waktu retensi hidrolik : 3 jam
- jumlah media pembawa : 40 m3
- TCOD load : 6.75 kg /m3
/hari
- Kebutuhan udara : 480-500 Nm3
/jam
- Efisiensi harapan : 75% SCOD
Proyek berjalan dari 2011 hingga 2012 akhir
dengan efisiensi SCOD hingga 80%.
Pengolahan primer : HE dan netralisasi
Pengolahan sekunder : MBBR
Pengolahan tersier : Actifo (clarifier)
Seluruh parameter garansi tercapai sesuai baku
mutu lingkungan.
Gambar 13 – Karakteristik limbah cair dan baku mutu lingkungan (Anderson, 2011)
Gambar 14 – Layout IPAL Baxter
13.
V.3. L’Oreal Cosmetics – Jababeka II
Cikarang, Jawa-Barat
L’Oreal adalah perusahaan kosmetika terbesar
di dunia yang berpusah di Paris, Perancis.
Pabrik di Jalan Raya Bogor selama kurun 20
tahun lebih memproduksi produk-produk
kecantikan lebih untuk memenuhi pasar
ekspor dan sedikit sekali pasar dalam negeri.
L’Oreal berinvestasi kembali di Indonesia
dengan membangun pabrik baru di areal seluas
27 ha (Surya, 2011) di kawasan Industri
Jababeka 2. Pabrik tersebut akan memproduksi
produk perawatan rambut dan wajah dengan
merek L’Oreal dan Garnier.
Sebelum inaugurasi pabrik baru mereka pada
awal November 2012, sistem produksi telah
menghasilkan beberapa batch produk dalam
masa percobaan sejak Maret 2012. Sejak
itulah mereka membutuhkan unit IPAL.
Karekter limbah produksi mereka adalah sbb:
Tabel 5 – Karakteristik air limbah L’Oreal
(Veolia Water, 2012)
Parameter Unit Data
Flow rate M3/d 300
pH - 6-9
Total COD Cr mg/I 9000
Solube COD Cr mg/I 3145
Total BOD5 mg/I 3600
NH-3-N mg/I 100
TKN mg/I 150
Total
phosphorus
mg/I 5
O&G mg/I 1156
SS mg/I 2057
Temperature degC <32
Tantangan utama dalam pengolahan limbah
tersebut adalah kandungan Fat Oil and Grease
(FOG) yang cukup tinggi dengan peluang
yang cukup besar akan terlewatinya angka
desain untuk nilai COD 9000 ppm
dikarenakan proses produksi yang masih awal
dan kemungkinan terjadinya tumpahan dan
kegagaln produksi masih sangat besar.
Proses yang dipilih adalah sebagai berikut:
- Pengolawan awal (pre) atau primer adalah
DAF Dissolved Air Flotation untuk
menghilangkan COD karena FOG.
- Pengolahan Sekunder adalah MBBR dua
unit serial masing-masing dengan kapasitas
hingga 120 m3
.
- Pengolahan tersier terdiri dari Drum Filter
untuk menghilangkan residu bahan padat
tersuspensi dari reaktor biologis sebelum
dihasilkan air olahan yang akan dikirim
balik ke Jababeka Infrastructure.
- Pengolahan lumpur dengan Decanter
sentrifugal disediakan untuk menangani
lumpur ekses dari unit DAF sementara
limpahan dari konsentrat Drum Filter,
ceceran-cereran dari ruangan kimia, ruang
DAF dan ruang-ruang lainnya
dikumpulkan ke sebuah pit dan
dipompakan balik kembali ke tanki air
limbah (umpan).
Berikut nilai standar buangan air limbah di
kawasan :
Tabel 6 – Baku Mutu Air Limbah di Kawasan
Industri
Tabel 7 - Hasil akhir olahan dari IPAL:
Parameter Unit Data Aktual/Hasil
Oleh
Status
Flow rate M3/d 300 180 Masih
60%
pH - 6-9 6.5-7.5 Pass
Total COD
Cr
mg/I 9000 Inlet hingga
12000,
outlet < 400
25%
lebih dr
desain
Solube COD
Cr
mg/I 3145 < 200 Pass
Total BOD5 mg/I 3600
NH-3-N mg/I 100 < 10 Pass
TKN mg/I 150 -
Total
phosphorus
mg/I 5 < 4 Pass
O&G mg/I 1156 -
SS mg/I 2057 < 100 Pass
Temperature degC <32 <32 OK
14.
Meskipun IPAL baru berjalan pada 60%
kapasitasnya namun tingkat COD yang
diterima sudah sering melebihi dari nilai
desain awal (hingga 30% extra) namun COD
loading masih di bawah nilai yang disepakati
(2.7 kg COD/hari) dan IPAL beroperasi
dengan effisiensi TCOD hingga 98 %.
Gambar 15 – MBBR (kiri), Sludge Holding
Tank (kanan) & Drum Filter (di atas platform)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Studi yang terlah dilakukan menunjukkan
potensi pasar yang besar untuk instalasi
pengolahan air limbah pada industri farmasi di
Indonesia saat ini dan di masa datang. Industri
farmasi yang tumbuh di dunia dan di
Indonesia hingga dua digit menunjukkan
tingkat kemakmuran masyarakat yang
meningkat sekaligus kesadaran untuk hidup
sehat dan mengobati penyakit
Mengetahui variasi proses industri farmasi dan
penggunaan komponen dan senyawa dalam
produksi obat yang sangat beragam, maka
karakterisasi limbah cari dari industri farmasi
amatlah penting guna menentukan pilihan
teknologi proses dalam penanganan
limbahnya.
Mengingat beragamnya pilihan proses, bahan
baku dan senyawa aktif yang digunakan dalam
produksi obat, maka karakterisasi limbah cair
di industri farmasi adalah tahapan terpenting
dalam rancang bangun IPAL.
Gambar 16 – DAF dengan tanki koagulasi dan
pumpa filtrat (DAF outlet) transfer ke MBBR
Tantangan dalam pemilihan teknologi maupun
tuntutan dari industri farmasi selalu berevolusi
kepada penyedia teknologi IPAL.
Tantangan dan tuntutan yang serupa selalu
akan meningkat kepada penyedia jasa
rancang bangun IPAL sejalan dengan ketatnya
persaingan antar perusahaan farmasi. Karena
itu penguasaan teknologi dan pemahaman
kelebihan dan kekurangan tiap alternative
teknologi proses dan varian-variannya mutlak
ditumbuhkan bilamana kita selaku
industriawan, peneliti, pemerhati dan regulator
ingin berpesan aktif dalam pengembangan ke
depan dan berperan dalam pembangunan
IPAL di indusri farmasi khususnya maupun di
seluruh segment industri pada umumnya.
Gambar 17 – Ruangan Kimia
Pada akhirnya kita sebagai praktisi, akademisi,
regulator dan pemerhati di bidang pengolahan
limbah kiranya perlu segera merumuskan arah
dan tujuan secara sinergis antar bidang
keahlian dan berbagai peran dalam elemen
pembangunan agar peluang yang tersedia
maupun potensinya dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan
masyarakat Indonesia. Urgen untuk
dirumuskan prioritas riset & pengembangan,
upaya pembuatan sistem regulasi, & upaya
rancang bangun yang sinergis dalam wadah
yang dinamis & profesional dalam penguasaan
teknologi nasional guna kepentingan nasional
& industri di dalam negeri.
15.
DAFTAR PUSTAKA
Enaut Anderson, 2011, WWTP in Pharmaceutical
Industry Module, SEA Engineering Center, Veolia
Water, Singapore
EPA, 2005, EPA sector notebook, Profile of the
Pharmaceutical Manufacturing Industry Report
#EPA/310-R-97-005, Washington DC
Wong Kah Wai, 2007, Engineering-Project
Department Training Manual, SEA Engineering
Center, Veolia Water, Singapore
Kementrian LH, 1995, Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: Kep- 51/MenLH/10/1995
Tanggal : 23 Oktober Tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Industri, Jakarta
Mike Gaunt, 2011, Pharmaceutical Module, SEA
Engineering Center, Veolia Water, Singapore
Patrick Clinton and Mark Mozeson, 2010,The Pharm
Exec 50, www.pharmaexec.com
Business Monitor International, 2013, Indonesia
Pharmaceuticals and Healthcare Industry Update Q3
Evie Kurniawati, 2013, IMS Health Indonesia,
Komunikasi Personal, Jakarta
Johan Bonnet, 2011, Waste Water in Pharmaceutical,
SEA Engineering Center, Veolia Water, Singapore
WHO, 2011, Working doc. QAS/11.426/rev.1, USA
C G Daughton and T A Ternes, 1999,
Pharmaceuticals and personal care products in the
environment: agents of subtle change? Environ
Health Perspective, 107(Suppl. 6): 907–938
Torben Olsen, 2013TetraPak Cosmetics Category –
Global, Komunikasi Personal, Jakarta
William Glaze, et all., 1987, The Chemistry of Water
Treatment Processes Involving Ozone, Hydrogen
Peroxide and Ultraviolet Radiation, Ozone: Science
& Engineering: The Journal of the International
Ozone Association 9 (4): 335–352
Ronald Crites and George Tchobanoglous, 1998,
Small & Decentralized Wastewater Management
Systems, McGraw-Hill Book Company
Metcalf & Eddy, Inc., 1972, Wastewater
Engineering, McGraw-Hill Book Co., NY
Kathryn E. Arnold, et al.l, 2013, Assessing the
exposure risk and impacts of pharmaceuticals in the
environment on individuals and ecosystems, Biology
Letters Vol. 9 No.4, Royal Society Publishing
European Environmental Agency, 2010,
Pharmaceuticals in the environment, Technical
report No 1, ISSN 1725-2237. Copenhagen
Johan Bonnet and Enaut Anderson, 2011, The Client
Issues and Drivers in Pharmaceutical Industry, SEA
Engineering Center, Veolia Water, Singapore
HaskoningDHV, 201, Komunikasi Personal dengan
Senior Manger dan Directur perusahaan, Jakarta
TPSE, 201, Komunikasi Personal dengan Manager
dan Direktur Department Proyek, Jakarta
IMS Health, 2031, Komunikasi dengan Manager
Marketing dan Konsultan Senior perusahaan, Jakarta
W.T.M. Audenaert, Y. Vermeersch, S.W.H. Van
Hulle, P. Dejans, 2011, Application of a mechanistic
UV/hydrogen peroxide model at full-scale: Sensitivity
analysis, calibration and performance evaluation,
Chemical Engineering Journal 171 (1): 113–126
Yeoh, B.G., 1995, Anaerobic treatment of industrial
wastewaters in Malaysia, in: Post Conference
Seminar on Industrial Wastewater Management in
Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia
Kubota, 2010, Leaflet of Membrane Bio-Reactor
technology for aerobic process of waste water for
both industrial and domestic, Jakarta
Murphy Y.C. Lin, 2008, Basic Theori on MBR and
its Application, Veolia Water, Taiwan
Ivan Affandi, 2000, MBR: Alternative Technology
for the Treatment of Urban Waste Leachate,
Workshop of Ecological Alternative in Solid Waste
and Sanitation, Yogyakarta
Mathieu Le Noir, 2012, MBBR Technology, SEA
Engineering Center, Veolia Water, Singapore
Mathieu Le Noir, 2008, MBBR Mechanical Design,
SEA Engineering Center, Veolia Water, Singapore
Michel Otten, 2011, Waste water Characterization,
Biothane Asia Pacific, Veolia Water, Jakarta
Bram Verspille, 2008, Biobed EGSB Design,
Biothane System International, Delft, Holland
Philippe Sauvignet, 2008, Use of Actiflo PAC with
UF Membrane, DT Veolia Eau, France
B. Srinivasan, 2012, L’Oreal Jababeka – Indonesia,
Komunikasi Personal, Cikarang, Jawa-Barat
Surya Halim, 2011, L’Oreal Jababeka – Indonesia,
Komunikasi Personal, Cikarang, Jawa-Barat