as a brief introduction to broad issue of 'informal economy' and its relation to street vending activity. This was presented in 'informal class' for students & young activists/practitioners in Bandung, Indonesia. The informal class are held regularly by PRAKSIS (& friends)
1. Source: google.com
“Kuliah Pengantar”:
Ekonomi Informal & PKL
Hizrah Muchtar, Majelis Ilmu/Kuliah Informal PRAKSIS #2a – Bandung, 3 November 2011
2. “ The informal economy is a common-sense notion
whose moving social boundaries cannot be captured
by a strict definition without closing the debate
prematurely. “ (Castells, Portes – 1989)
Moreover, if you ask an academician, a public
sector specialist, a policy or economy analyst,
or a politician, what the informal economy is all
about, or even how big it is, you will get
a wide range of answers. (Schneider, 2002)
3. Definisi/Pengertian
.. bagian dari ekonomi yang tidak terkena pajak, tidak dimonitor/diawasi oleh
bentuk pemerintahan apapun, juga tidak termasuk dalam Produk Nasional
Bruto* (tidak seperti ekonomi ‘formal’)—(Wikipedia,dari berbagai sumber)
Ekonomi informal itu bukan kondisi individual melainkan sebuah proses
menghasilkan pendapatan dengan ciri utama: ia tidak diatur oleh lembaga
masyarakat dalam lingkungan legal dan sosial (tidak seperti pekerjaan lain
yang sejenis)-- (Castells, Portes – 1989)
*seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan
diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
4. Definisi/Pengertian
In fact, it is because there is a formal economy (ie., an
institutional framework of economic activity) that we can
speak of an "informal" one.
Formal vs Informal
„sektor formal‟ biasa diartikan pekerjaan dengan gaji/upah dengan
kondisi pekerjaan reguler yang juga kerap merujuk kepada sektor
yang ―terorganisir‘‘, ―terdaftar‖ atau ―terlindungi‖ (Breman, 1980)
Sementara „sektor informal‟ yaitu kelompok mereka yang tidak
termasuk kategori di atas, dan biasanya merujuk ―wirausaha/bekerja
mandiri‖ dan tidak memiliki hubungan kerja yang formal
(Breman, 1980)
5. Definisi/Pengertian
(menurut the World Bank) Definisi paling mudah dari ekonomi informal adalah
berdasarkan deskripsi lokasi di mana pelaku bekerja. Empat kategori pekerja
yang diidentifikasi adalah:
1. Pekerjaan berbasis di rumah (home-based work)
• Pekerjaan berbasis rumah dengan ketergantungan, karakteristiknya:
o Mereka bekerja di rumah di luar bisnis/institusi/masyarakat (yg
established) yang membeli produk mereka ;
o Mereka setuju akan perjanjian di muka untuk mensuplai barang atau
jasa ke usaha tertentu;
o Upah mereka sudah termasuk dalam harga yang dibayar untuk
produk yang mereka buat;
o Mereka tidak memperkerjakan karyawan secara tetap.
• Pekerjaan berbasis rumah yang mandiri, karakteristiknya adalah
mereka yang bekerja di rumah dan mengirimkan produk atau servis
kepada siapapun pembeli yang menjanjikan. Karakteristiknya adalah
pekerja mandiri dan dapat digolongkan sebagai bagian dari kelompok
―karyawan milik sendiri‖
The Informal Economy and Local Economic Development
6. Definisi/Pengertian
2. Pedagang Kaki Lima (street traders/street vendors)
3. Pekerja keliling/tergantung permintaan/temporer di lokasi
konstruksi gedung atau jalan
4. Mereka yang bekerja di antara rumah dan jalanan
(misalnya pemulung)
Source: google.com
The Informal Economy and Local Economic Development
7. Mengapa Ekonomi Informal Penting?
Prosentase dan sumbangan thd PNB*
Ekonomi informal adalah bagian yang berkembang dari ekonomi
lokal dan nasional. Walaupun pendapatan biasanya rendah, tetapi
secara kolektif mereka sangat bernilai. (World Bank)
Diperkirakan ukuran rata-rata dari ekonomi informal –dlm prosentasi
dari GNI** resmi th 2000—adalah 41% di negara berkembang dan
38% di negara tansisi dan 18% di negara OECD*** (Schneider, 2002)
kontribusi ekonomi sektor informal terhadap PNB di Asia Selatan &
Asia Tenggara juga di Amerika Latin, biasanya dalam cakupan yang
mirip dengan Sub-sahara Afrika yaitu sebesar 20-50 % dari PNB
sektor non-pertanian di wilayah regional tsb (Blunch et al. 1991)
*Produk Nasional Bruto (Gross nNational Product) **Gross National Income
***Organisation for Economic Co-operation and Development
8. Mengapa Ekonomi Informal Penting?
Penyedia Lapangan Kerja
Sektor informal menyediakan lapangan kerja yang amat banyak
jumlah pekerjanya, contohnya di Indonesia sektor ini menyediakan
77,9% lapangan kerja non-pertanian (Charmes 2000, ILO 200)
Di Indonesia, dalam tiga dekade terakhir, jumlah pekerja informal
terus menunjukkan peningkatan mulai dari kisaran 25 % (1971)
menjadi 36 persen dan 42 % (1980 dan 1990)*. Paska krisis
moneter, jumlahnya melonjak hingga melebihi 60 % (1999) dan
terus meningkat hingga 70 % pada tahun 2007**
Kecenderungan serupa juga terjadi di Jawa Barat, dalam tiga tahun
terakhir, jumlah pekerja informal di provinsi ini terus bertambah dari
63,8 % (2005), 64,3 % (2006), dan 65,4 %(2007)***
..terutama di saat ekonomi sedang krisis!! semacam
“kantung penyelamat”
9. Mengapa Ekonomi Informal Penting?
Berkontribusi (langsung) thd pengentasan kemiskinan (perkotaan)
Faktanya bahwa mereka yag bekerja di sektor informal biasanya—
walaupun tidak terbatas—berasal dari strata masyarakat yang paling
miskin (Dewar and Watson, 1991)
Sektor ini juga menciptakan lapangan kerja bagi banyak sekali
pemasok/penyedia dan produsen yang mengambil manfaat dengan
memasok barang-barang melalui sistem informal ini (Cross, 2000)
Sebagian besar pekerja informal, khususnya di perkotaan terserap
ke dalam sektor perdagangan, di antaranya perdagangan jalanan
atau pedangan kaki lima (PKL) Perdagangan jalanan telah menjadi
sebuah alternatif pekerjaan yang cukup populer, terutama di
kalangan kelompok miskin kota (Resmi Setia, 2008?)
Pedangang Kaki Lima (PKL) Pekerja Kreatif Lapangan (PKL)
SKB Tiga Menteri tentang Sinergi Program
Pengembangan Ekonomi dan Penataan Lingkungan
Perkotaan melalui Penguatan Sektor Usaha Mikro., 2010
10. Mengapa tumbuh pesat?
1. (Cepatnya proses) migrasi dari wilayah pedesaan ke perkotaan
Sejak 1950, proporsi orang yang bekerja di sektor pertanian di negara
berkembang menurun 20-30% untuk mencari peluang ekonomi yg
lebih baik kebanyakan bekerja di sektor informal
Di beberapa kota, sektor informal mencakup 60% dari tenaga kerja di
perkotaan diperkirakan dekade berikutnya akan ada sekitar 90%
tambahan pekerjaan pada sektor informal di perkotaan
Meledaknya jumlah pekerjadi sektor informal
mengakibatkan juga peningkatan pertumbuhan
permukiman kumuh
11. Mengapa tumbuh pesat?
Urbanisasi
Catatan statistik menunjukkan
bahwa sejak 1970, fraksi
penduduk perkotaan Indonesia
meningkat dari 17.4%
(1970), menjadi 22.3%
(1980), 30.9% (1990), 43.99%
(2002) dan, akhirnya, 52.03%
(2010). *
Artinya dalam tempo 40
tahun, urbanisasi telah
melipatgandakan penduduk
perkotaan tiga kali lebih
besar.
*Source: Imam Ernawi,Morfologi – Transformasi dalam Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan
12. Permasalahan Utama yg Dihadapi ekomomi informal
Beberapa Masalah yang berpengaruh kpd/berkaitan dgn
Pemerintah, a.l :
1. Masalah Infrastruktur
• Infrastruktur yg buruk menyebabkan PKL dan pekerja berbasis rumah tdk
mdptkan air bersih dan listrik, tempat penyimpanan barang, perabot jalan, dll;
• Kejahatan & Kekerasan yg biasanya terjadi pada PKL
• Akses transportasi yg tak mencukupi membatasi akses mereka thd pasar
dan bahan produksi, yang mempengaruhi margin pendapatan
2. Masalah Sumber Daya
• Akses terhadap keuangan dan perbankan kredit mikro amat penting bagi
perkembangan bisnis mereka, namun sedikit sekali fasilitas perbankan
(formal) yg bisa mereka akses;
• Pelatihan yg tidak mencukupi misalnya matematika dasar dan keterampilan
akuntansi, yg amat penting bagi bisnis apapun.
13. Permasalahan Utama yg Dihadapi ekomomi informal
3. Masalah Ekonomi
• Akses yg tidak memadai akan skala ekonomi kebanyakan tdk mampu
membeli dlm jumlah besar, sehingga mereka terpaksa membayar harga retail
untuk barang mereka.
• Faktor permintaan masalah struktural seperti cash flow yg lemah, pasar
sasaran yang kecil, kurangnya pembeli menyebabkan cash flow bisnis mereka
tidak teratur pendapatan tidak menentu;
• Produktivitas yang rendah krn masalah peraturan, transportasi, dll;
• Margin pendapatan yg tipis bila dikaitkan dengan waktu yg dikeluarkan dan
pengeluaran yg trelatif tinggi yg menyebabkan mereka kesulitan membayar
kpd supplier (untuk bahan dasar);
• Keluarga yang berkecimpung di ekonomi informal biasanya memiliki kesulitan
dlm menjaga modal usaha karena memerlukan uang cash utk kebutuhan
rumah tangga yang mendesak
14. need to deal with this
PKL dan Ruang Kota phenomenon sooner or
later!
Menyediakan ruang kota bagi kaum miskin bukan persoalan gampang
karena dengan semakin padatnya kota-kota kita, maka semakin mahal
pula harga lahan di dalam kota. Jika hanya mekanisme pasar yang
bekerja, maka niscaya kaum miskin akan tersingkir jauh ke kawasan
pinggiran yang masih murah (Sarosa, 2007), atau lahan-lahan yang
tidak terpakai.
―tidak teratur‖ atau ―informal‖ Tidak terwadahi dalam „ruang publik
formal‟
Menempati lahan-lahan publik (taman, trotoar, badan jalan, jalur
hijau, dll), dan memanfaatkan lokasi yang cukup strategis utk berjualan
dan juga memanfaatkan situasi di mana penegakan hukum kurang
diterapkan—
“Bukan peruntukannya”
15. PKL dan Ruang Kota
Selain dari kontribusi postifnya, di lain sisi keberadaan PKL dipandang
negatif. PKL dianggap sebagai
biang keladi kemacetan dan
kekumuhan wajah kota.
Source: PRAKSIS, 1999
kebijakan pemerintah Kota biasanya didominasi oleh penggusuran
paksa dan relokasi
Source: google.com
16. PKL dan Ruang Kota
Apa yang Sebaiknya Dilakukan?
Sudah terbukti bahwa penggusuran paksa dan relokasi tanpa
pemahaman yang memadai akan akar masalah dan potensi, tidak hanya
menghabiskan anggaran namun juga tidak menyelesaikan masalah
akan kembali ke tempat semula atau PKL baru bermunculan di
kawasan tersebut. Kondisi serupa terus terulang pada tahun-tahun
berikutnya ....
Alokasi anggaran (Kota Bandung) Rp.2
Milyar utk penertiban PKL sementara
alokasi pemberdayaan PKL hanya Rp.31
Juta
Source: inilah.com, jabar 12 Juli 2011
Sebisa mungkin hindari penggusuran paksa
17. PKL dan Ruang Kota
Namun perlu dipahami pula bahwa...
Ada sisi negatif: sektor ini tidak memberi jaminan kepastian status
hukum, rentan terhadap bahaya yang bisa merugikan sendiri atau orang
lain, menguasai ruang-ruang publik yang sebenarnya punya fungsi lain
serta rentan terhadap pemerasan
Ada banyak uang berputar di sektor ini ada banyak kepentingan
terutama terkait dgn adanya pemerasan dengan dalih ―setoran‖/‖retribusi‖
bahkan kadang ke lebih dari satu ―penagih‖ yang nilai total jumlahnya bisa
amat fantastis..
Fenomena ini oleh ILO* disebut “Parallel
Structure”
*International Labour Organization
18. PKL dan Ruang Kota
“Parallel Structure”
Fenomena disebut parallel structure karena alur arus uang dari
bawah ke atas ini sejajar dengan alur arus uang formal yang
berupa pajak-pajak. Bedanya, parallel structure ini tidak
transparan, tidak akuntabel dan bahkan entah masuk ke
mana. Jika parallel structure menjadi lebih besar daripada uang
legal yang mengalir ke kas negara, maka otoritas
negara/pemerintah menjadi lemah vis-a-vis kekuatan uang gelap.
Ini merupakan salah satu ciri ‘negara gagal.‘ (Sarosa, 2007)
Namun di lain sisi....
Bisa kita lihat bahwa sebenarnya mereka mampu (dan ada
keinginan) untuk membayar, misalkan diterapkan ‗pajak
khusus‘ penggunaan lahan namun disediakan pula pelayanan
yang memadai seperti air bersih, listrik, pengelolaan sampah
shg bisa lebih teratur dan bersih.
20. Beberapa Contoh Praktik Baik
Pendampingan PKL oleh PRAKSIS
Citra Niaga, Samarinda
Relokasi PKL di Solo
21. Citra Niaga, Samarinda
Inisiator : Pemerintah Kalimantan Timur
Pelaksana : Arsitek: Antonio Ismael
PT Triaco and PT Grivantara Architects
Waktu (lama program) : 1986
Sumber Dana : Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
Lokasi : Samarinda, Kalimantan
cakupan : Urban upgrading, pembangunan pusat belanja utk
semua kalangan, dan fasilitas pendukung (rekreasi)
200 kios PKL, 79 toko kecil, 141 ruko dgn arkade
Fokus kegiatan : Urban upgrading
Mitra kerja : Pedangang (termasuk PKL), warga sekitar
Keberlanjutan : ?
Aga Khan Award for Architecture, 1989
indigenous,/vernacular/traditional
23. Street Vendor Guide, NY
Accessible city regulation
Kerjasama Center for Urban Pedagogy (CUP), Sean
Basinski of The Street Vendor Project, dan PKL di New
York & Candy Chang