2. Kelompok M
Iswahyudi 041911433200
Tera Syahira S 041911433203
Talitha Prima W.S 041911433204
M.Dzhafir Al R 041911433205
Haryansyah Setiawan 041911433209
Rafi Tanaka Adirawan 041911433210
M.Rachmat Pratama A.K 041911433213
3. ABSTRAK
Setiap negara tentunya memiliki mata uang yang digunakan dalam kegiatan transaksi, namun
sebelum beredarnya uang kartal, pada saat akhir abad 19, terutama seluruh negara didunia telah
memutuskan bahwa negara-negara tersebut telah menetapkan bahwa mata uang yang digunakan saat
itu adalah emas. Lalu berbagai macam masalah mulai muncul saat ini yang disebabkan oleh
ketidakpuasan dengan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga yang tinggi, lalu pertumbuhan
produktivitas yang rendah, dan adanya turbulensi di pasar valuta asing. Maka dalam hal ini munculnya
sebuah keinginan untuk kembali menggunakan emas sebagai standar mata uang guna menyelesaikan
masalah yang ada saat ini.
4. INTRODUCTION
Standar emas baru-baru ini menjadi subyek banyak didiskusikan. Hal itu sebagian besar
disebabkan oleh ketidakpuasan tingkat inflasi dan suku bunga yang tinggi dan bervariasi,
pertumbuhan produktivitas yang rendah, dan turbulensi di pasar valuta asing sejak tahun
1970. Perkembangan yang tidak diinginkan ini terkait dengan rezim uang datar diskresioner
yang ada, dan mereka telah mendorong pemeriksaan rezim moneter yang terkait dengan
emas, sisa-sisa yang ditinggalkan dunia pada awal tahun 1970-an.
Keinginan untuk kembali ke standar emas adalah masalah kontroversial. Penilaian
berdasarkan informasi tentang masalah ini membutuhkan pemahaman tentang pengalaman
masa lalu. Selain itu, pemeriksaan pengoperasian standar emas historis memiliki kepentingan
intelektual.
Selama era standar emas, institusi dan praktik yang terkait dengan pembayaran untuk
penyelesaian utang mengalami perubahan evolusioner. Dalam bab ini, kami menganalisis
standar emas historis dan relevansinya dengan solusi masalah ekonomi saat ini.
5. Literatur Review
Pada tahun 1887 Alfred Marshall membahas "keburukan standar nilai yang berfluktuasi" dan menyimpulkan bahwa
"logam mulia tidak dapat memenuhi standar nilai yang baik." Dia menolak bimetalisme sebagai cacat dan mengusulkan
sebagai solusi untuk standar nilai yang berfluktuasi baik symmetallism atau standar tabular. Dengan pembalikan pergerakan
harga sekuler setelah tahun 1896, perhatian beralih ke fluktuasi inflasi standar.
Cagan (1984) mengemukakan bahwa masalah yang diciptakan oleh kecenderungan emas (atau komoditas apa pun)
bergeser dalam hal daya belinya, karena perubahan permintaan relatif dan pasokan emas (atau komoditas apa pun). ). Jika
indeks harga naik 2 persen, misalnya, kandungan emas dalam dolar akan naik 2 persen. Penurunan harga emas akan
mengurangi nilai cadangan emas dan menghambat arus masuk baik dari kepemilikan emas domestik maupun asing. Hal ini
akan mengurangi tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar. Tekanan ke bawah pada harga pada akhirnya akan menstabilkan
indeks harga dan pergeseran harga jangka panjang, akan menjadi karena perubahan permintaan relatif dan pasokan emas
(atau komoditas apa pun), tidak serius karena dapat diselesaikan dengan menyesuaikan kandungan emas dolar secara berkala
sesuai dengan usulan Fisher. Jika indeks harga naik 2 persen, misalnya, kandungan emas dalam dolar akan naik 2 persen.
Penurunan harga emas akan mengurangi nilai cadangan emas dan menghambat arus masuk baik dari kepemilikan emas
domestik maupun asing. Hal ini akan mengurangi tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar. Tekanan ke bawah pada harga
pada akhirnya akan menstabilkan indeks harga dan pergeseran harga jangka panjang, akan menjadi karena perubahan
permintaan relatif dan pasokan emas (atau komoditas apa pun),
8. Studi Kasus
Dinar-Dirham Langgar Hukum Jika Digunakan Untuk Jual Beli
CNN Indonesia | Kamis, 04/02/2021 10:47 WIB
BI menegaskan penggunaan dinar dan dirham di RI melanggar hukum mata uang jika digunakan untuk jual-beli sebagai alat tukar
pembayaran. BI menegaskan penggunaan dinar dan dirham di RI melanggar hukum mata uang jika digunakan untuk jual-beli sebagai alat
tukar pembayaran. Ilustrasi. (iStockphoto/Andrey_KZ).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menegaskan penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi melanggar ketentuan
dalam Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sebab, ketika dinar dan dirham digunakan untuk bertransaksi, maka dinar dan dirham
menjadi alat pembayaran seperti halnya mata uang.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan ilustrasi mata uang adalah ketika sebuah komoditas atau uang elektronik
mempunyai nilai tukar dengan rupiah maupun dengan mata uang lainnya, serta memiliki nilai tukar yang berubah-ubah.
Sebagai contoh, koin 1 dinar setara dengan Rp3,53 juta berdasarkan data dari laman Logam Mulia PT Antam Tbk pada perdagangan hari
ini, Kamis (4/1). Sementara itu, koin 1 dinar setara dengan Rp94 ribu.
Ketentuan serupa juga berlaku bagi bitcoin, serta mata uang virtual lainnya lantaran mereka memiliki konversi terhadap mata uang lainnya,
yakni dolar AS.
Hal ini berbeda dengan uang elektronik seperti OVO, Gopay, Dana, dan lainnya. Sebab, mereka menggunakan kurs rupiah.
"Karena dia ada konversinya, sama seperti dolar AS, dia memiliki nilai rupiah tertentu yang juga berfluktuasi kurs-nya, sehingga dia disebut
sebagai denominasi mata uang asing. Makanya, dia (dolar AS) sejajar dengan dinar, dirham, bitcoin, dan lain-lain," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com.
9. Dengan demikian, penggunaan dinar dan dirham dalam bertransaksi melanggar UU tentang Mata Uang yang menyebutkan bahwa
mata uang yang berlaku di Indonesia hanya rupiah.
Sebab, Pasal 21 UU tentang Mata Uang menyebutkan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya.
Namun, lanjutnya, berbeda ketika dinar dan dirham tidak digunakan untuk transaksi, maka dinar dan dirham tersebut merupakan
aset investasi. Dalam hal ini, tidak ada pelanggaran yang dilakukan masyarakat.
"Dengan ilustrasi itu, kalau kemudian dinar dan dirham dipakai sebagai alat investasi saja karena dia emas ya tidak apa-apa. Tapi,
persoalannya ketika dia disebut sebagai dinar dan dirham dan bahkan dia mempunyai konversi terhadap rupiah, sulit untuk
mengatakan dia bukan mata uang," terang dia.
Sebelumnya, SVP Corporate Secretary Kunto Hendrapawoko juga menyatakan hal serupa. Ia mengatakan koin dinar dan dirham
yang diproduksi Antam merupakan salah satu produk logam mulia yang ditujukan sebagai collectible item (barang koleksi) dan
bukan ditujukan sebagai alat tukar.
Ini sama seperti emas seri batik atau emas gift series yang diproduksi oleh Antam. "Produksi produk koin dinar dan dirham ini tidak
ditujukan sebagai alat tukar," jelasnya.
UU tentang Mata Uang juga mengatur sanksi bagi penggunaan mata uang selain rupiah di Indonesia.
Pasal 33 UU tentang Mata Uang mengatakan apabila setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang
mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya,
maka dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
10. Analisis Kasus
Sistem standar emas merupakan standar uang yang menjadikan emas sebagai acuan
dalam menentukan nilai mata uang yang berlaku di suatu negara. Emas sendiri merupakan
logam mulia yang menjadi salah satu alat pembayaran tertua di dunia, dimana koin emas telah
digunakan sejak tahun 700 SM. Kelangkaan emas membuatnya bernilai lebih berharga, dan
sampai sekarang pun masih ada negara yang menggunakannya sebagai alat tukar seperti Arab
Saudi dengan alat pembayaran bernama dinar dan dirham. Meskipun nilai emas cenderung stabil
dan dapat membantu neraca pembayaran Negara tetap berada dalam kondisi stabil, namun di
Indonesia sendiri penggunaan emas sebagai mata uang dilarang sebab akan melanggar
ketentuan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sebab, Pasal 21 UU tentang
Mata Uang menyebutkan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi
keuangan lainnya. Apabila melanggar pasal tersebut maka akan dikenakan sanksi berdasarkan
pasal 33 UU, yakni dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda
paling banyak Rp200 juta.
11. Hasil Review
Seperti yang kita pahami dari analisis sebelumnya, menurut kelompok kami penggunaan emas sebagai mata
uang di Indonesia secara automatis tidak akan bisa direalisasikan karena ada Undang-Undang yang melarang hal
tersebut walaupun seperti yang kita ketahui bahwa emas sendiri secara signifikan lebih stabil dari mata uang kita.
Jika kita membahas problematika keinginan untuk kembali pada standar emas secara global akan lebih sulit karena
sebagian besar negara di dunia sudah menggunakan mata uang masing-masing dalam perekonomiannya sehingga
akan sangat sulit untuk menggunakan standar emas pada perekonomian masa kini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa faktanya emas sangat stabil dan dapat menurunkan probabilitas adanya inflasi
dalam sistem standar emas tetapi di sisi lain perekonomian global kita sudah memiliki standar baru dan memiliki
tolak ukur baru dengan mata uang yang ada pada masa kini. Standar emas dapat digunakan dalam beberapa hal
tertentu saja pada masa kini. Di sisi lain juga walaupun emas dapat dibilang yang paling stabil dibandingkan
dengan logam mulia yang lain dan juga digunakan pada kancah internasional, tetap ada kelemahan dari standar
emas ini yaitu yang paling utama adalah keterbatasan jumlah emas. Emas sendiri adalah logam mulia yang tidak
dapat diperbaharui, cadangan emas yang terbatas akan sulit untuk mengikuti pertumbuhan ekonomi dunia.
12. Pendapat Kelompok
Dari hasil review paper, dapat dipahami bahwa ada beberapa faktor utama yang menjadi kelebihan dari standar emas ini, antara lain :
- Emas memiliki nilai intrinsik yang tidak diragukan.
- Memiliki tingkat kelangkaan yang tinggi sehingga tidak mudah diperoleh oleh sembarang pihak.
- Bersifat padat dan bernilai tinggi sehingga dalam transaksi bernilai tinggi pula akan hanya membutuhkan sedikit jumlah emas (secara
fisik).
- Penyimpan nilai yang aman
- Tidak mudah rusak walaupun digunakan berulang kali
- Emas tidak dapat diciptakan dan dirusak jadi akan mencegah pemalsuan mata uang.
- Kestabilannya
Sebenarnya jika memungkinkan untuk diterapkan kembali secara total standar emas ini akan membuat perekonomian lebih terjamin dan
juga mencegah adanya inflasi antar negara karena tolak ukurnya hanya pada satu macam logam mulia sebagai standar perekonomian. Lebih
banyak kelebihan daripada kekurangan dari penerapan standar emas ini tetapi kembali pada kendala utamanya yang telah kita sampaikan pada
hasil review, penerapan ulang standard emas dalam perekonomian masa kini akan sangat sulit dikarenakan pada skala global pun standard emas
sudah tidak dijadikan sistem utama dalam perekonomian kancah internasional.