Dokumen tersebut membahas mengenai pengendalian daya rusak air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan (mitigasi). Upaya pencegahan mencakup peningkatan kesadaran lingkungan, pengembangan sistem saluran air, kedisiplinan membuang sampah, serta kerja sama antar pihak. Penanggulangan meliputi kegiatan mitigasi untuk mengurangi kerugian akibat bencana dengan melakukan kajian resiko secara berkelanj
3. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.1.
Pencegahan
Sebelum
dilakukan
upaya
pencegahan
tentunya
terlebih
dahulu
kemungkinan-‐kemungkinan
yang
bisa
menjadi
penyebab
terjadinya
bencana
akibat
daya
rusak
air.
Seper?
misalnya
banjir
bisa
disebabkan
oleh
curah
hujan
di
atas
normal,
tanggul
jebol,
terhambatnya
aliran
air,
fasilitas
pompa
yang
sudah
dibangun
?dak
berfungsi,
dll.
Oleh
karena
itu
walupun
sudah
dibangun
fasilitas
yang
cukup
canggih
gunapenanggulangan
daya
rusak
air,
senan?asa
harus
dilakukan
pengecekan/pengontrolan
terhadap
kesiapan
dari
pada
fasilitas
itu
sendiri.
Sebagai
contoh
misalnya;
• tanggul
sudah
dibangun
dengan
ke?nggian
tertentu,
akan
tetapi
pada
??k
tertentu
dilubangi
oleh
masyarakat
agar
air
dilingkungan
mereka
bisa
mengalir,
tentunya
lubang
tersebut
akan
menjadi
potensi
terjadinya
banjir
bila
muka
air
di
sungai
?ba-‐?ba
meluap.
• tanggul
sudah
dibangun
dengan
cukup,
akan
tetapi
karena
?dak
ada
saluran
gendong
sehingga
jalan
yang
ada
disebelahnya
jadi
tergenang
dan
dibuat
lubang-‐lubang
dibagian
bawah
tanggul,
tentunya
peninggian
tanggul
tersebut
?dak
ada
gunanya
disaat
muka
air
kali
cukup
?nggi.
• pada
lokasi
tertentu
sudah
dipasang
pompa
pengendali
banjir
dengan
kapasitas
yang
cukup
besar,
dimana
sumber
listriknya
bisa
dari
mesin
genset
atau
listrik
PLN,
akan
tetapi
karena
?ba-‐?ba
listrik
PLN
ma?
karena
alasan
tertentu,
dan
karena
?dak
ada
pengontrolan
gensetpun
?dak
bisa
dihidupkan,
tentunya
akan
menjadi
suatu
bencana
4. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.1.
Pencegahan
Jadi
pada
in?nya
upaya
pencegahan
perlu
dilakukan
untuk
mengontrol
bahwa
fasilitas,
atau
program
yang
ada
bisa
berfungsi
seper?
yang
direncanakan.
Beberapa
hal
yang
perlu
dilakukan
berkaitan
dengan
pencegahan
daya
rusak
air
adalah:
Sikap
Sadar
Lingkungan
Hal
pertama
yang
dilakukan
untuk
mencegah
banjir
adalah
menumbuhkan
sifat
dan
sikap
bersama-‐sama
bahwa
lingkungan
tempat
?nggal
atau
wilayah
pen?ng
sekali
untuk
dijaga.
Campur
tangan
pemerintah
dalam
pemberitahuan
akan
pen?ngnya
menjaga
lingkungan
akan
menjadi
satu
hal
yang
diperha?kan
oleh
warga.
Sosialisasi
yang
tepat
akan
membuat
kesadaran
dalam
benak
warga,
untuk
saling
menjaga
dan
mengingatkan.
Sistem
Saluran/Tata
Air
yang
Baik
Sistem
saluran/tata
air
yang
baik
sangat
diperlukan
untuk
membawa
air
ke
lokasi
buangan
akhir,
dan
senan?asa
dijaga
kebersihannya.
Disiplin
Membuang
Sampah
Dibutuhkan
kedisiplinan
warga
untuk
membuang
sampah
ditempat
sampah
dan
berakhir
di
tempat
pembuangan
akhir
sampah.
Pengolahan
sampah
di
tempat
pembuangan
akhir
sampah
ini
akan
sangat
diperlukan.
Dalam
hal
ini
pelayanan
pemerintah
juga
sangat
diperlukan,
karena
sampah
yang
menumpuk
ditempat
pembuangan
dan
?dak
diangkut
oleh
pemerintah
ke
pembuangan
akhir
akan
menyebabkan
bau
dan
pencemaran
lingkungan.
Sebagai
dampaknya
masyarakat
akan
memilih
membuang
sampah
di
kali/saluran.
5. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.1.
Pencegahan
Kerja
Sama
yang
Baik
dari
Seluruh
Pihak
Bila
kerja
sama
warga
di
suatu
wilayah
dapat
terjalin
dengan
baik,
upaya
pencegahan
bisa
dilakukan
dengan
mudah.
Tentu
saja
jalinan
warga
dan
pemerintah
tetap
harus
dilakukan.
Contohnya,
bila
ada
pembangunan
di
suatu
lokasi
tertentu
dan
hal
itu
akan
mengganggu
lancarnya
saluran
air,
tentu
warga
harus
segera
melaporkan
ke
pemerintah
untuk
diadakan
sebuah
?ndakan
yang
tepat.
6. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Penger?an
Mi?gai
Mi?gasi
bencana
merupakan
langkah
yang
sangat
perlu
dilakukan
sebagai
suatu
??k
tolak
utama
dari
manajemen
bencana.
Sesuai
dengan
tujuan
utamanya
yaitu
mengurangi
kerugian
akibat
kemungkinan
terjadinya
bencana,
baik
itu
korban
jiwa
dan/atau
kerugian
harta
benda
yang
akan
berpengaruh
pada
kehidupan
dan
kegiatan
manusia,
maka
??k
berat
perlu
diberikan
pada
tahap
sebelum
terjadinya
bencana,
yaitu
terutama
kegiatan
penjinakan/peredaman
atau
dikenal
dengan
is?lah
“mi?gasi”.
Mi?gasi
pada
prinsipnya
harus
dilakukan
untuk
segala
jenis
bencana,
baik
yang
termasuk
ke
dalam
bencana
alam
(natural
disaster)
maupun
bencana
sebagai
akibat
dari
perbuatan
manusia
(man-‐made
disaster).
Untuk
mendefenisikan
rencana
atau
srategi
mi?gasi
yang
tepat
dan
akurat,
perlu
dilakukan
kajian
resiko
(risk
assessmemnt).
Kegiatan
mi?gasi
bencana
hendaknya
merupakan
kegiatan
yang
ru?n
dan
berkelanjutan
(sustainable).
Hal
ini
berar?
bahwa
kegiatan
mi?gasi
seharusnya
sudah
dilakukan
dalam
periode
jauh-‐jauh
hari
sebelum
kegiatan
bencana,
yang
seringkali
datang
lebih
cepat
dari
waktu-‐waktu
yang
diperkirakan
dan
bahkan
memiliki
intensitas
yang
lebih
besar
dari
yang
diperkirakan
semula.
Tujuan
Mi?gasi
Tujuan
utama
(ul?mate
goal)
dari
Mi?gasi
Bencana
adalah
sebagai
berikut
:
1) Mengurangi
resiko/dampak
yang
di?mbulkan
oleh
bencana
khususnya
bagi
penduduk,
seper?
korban
jiwa
(kema?an),
kerugian
ekonomi
(economy
costs)
dan
kerusakan
sumber
daya
alam.
2) Sebagai
landasan
(pedoman)
untuk
perencanaan
pembangunan.
3) Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
(public
awareness)
dalam
menghadapi
serta
mengurangi
dampak/resiko
bencana,
sehingga
masyarakat
dapat
hidup
dan
bekerja
dengan
aman
(safe).
7. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Jenis
bencana
(secara
umum)
1) Bencana
geologi,
gempa
bumi,
tsunami,
letusan
gunung
berapi,
dan
tanah
longsor.
2) Bencana
iklim,
banjir,
kekeringan,
dan
topan/badai
3) Bencana
lingkungan,
pencemaran
lingkungan
(air,
udara,
tanah),
eksploitasi
sumber
daya
alam
berlebihan
termasuk
penjarahan
hutan,
alih
fungsi
lahan
di
kawasan
lindung,
penerapan
teknologi
yang
keliru,
dan
munculnya
wabah
penyakit.
4) Bencana
sosial,
kehancuran
budaya,
budaya
?dak
peduli,
KKN,
poli?k
?dak
memihak
rakyat,
perpindahan
penduduk,
kesenjangan
sosial
ekonomi
budaya,
konflik
dan
kerusuhan.
Jenis
bencana
di
Indonesia
1) Letusan
gunung
api
2) Gempa
3) Banjir
4) Angin
badai
5) Longsor
6) Tsunami
7) Kekeringan
8) Kebakaran
hutan
9) Kegagalan
teknologi
10) Wabah
penyakit
8. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Korban
bencana
1) Kerusakan
lingkungan
2) Manusia
:
fisik,
mental
dan
sosial
3) Hasil
pembangunan
:
jalan,
bangunan,
rumah
sakit,
dsb
9. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Is?lah
dalam
Penanganan
Bencana
² Kesiapsiagaan
(preparedness)
adalah
upaya
yang
dilakukan
untuk
mengan?sipasi
bencana,
melalui
pengorganisasian
langkah-‐langkah
yang
tepat
guna
dan
berdaya
guna.
² Tanggap
Darurat
(emergency
response)
adalah
upaya
yang
dilakukan
segera
pada
saat
kejadian
bencana,
untuk
menanggulangi
dampak
yang
di?mbulkan,
terutama
berupa
penyelamatan
korban
dan
harta
benda,
evakuasi
dan
pengungsian.
² Pemulihan
(recovery)
adalah
proses
pemulihan
kondisi
masyarakat
yang
terkena
bencana,
dengan
memfungsikan
kembali
sarana
dan
prasarana
pada
keadaan
semula
dengan
melakukan
upaya
rehabilitasi
dan
rekonstruksi.
² Rehabilitasi
(rehabilitaJon)
adalah
upaya
yang
diambil
setelah
kejadian
bencana
untuk
membantu
masyarakat
memperbaiki
rumah,
fasilitas
umum
dan
fasilitas
sosial
serta,
dan
menghidupkan
kembali
roda
perekonomian.
² Rekonstruksi
(reconstrucJon)
adalah
program
jangka
menengah
dan
yang
jangka
panjang
melipu?
perbaikan
fisik,
sosial
dan
ekonomi
untuk
mengembalikan
kehidupan
masyarakat
pada
kondisi
yang
sama
atau
lebih
baik
dari
sebelumnya.
² Ancaman
(hazard)
adalah
suatu
kejadian
atau
peris?wa
yang
mempunyai
potensi
untuk
menimbulkan
kerusakan,
kehilangan
jiwa
manusia,
atau
kerusakan
lingkungan.
² Kerentanan
(vulnerability)
adalah
kondisi,
atau
karakteris?k
biologis,
geografis,
sosial,
ekonomi,
poli?k,
budaya
dan
teknologi
masyarakat
di
suatu
wilayah
untuk
jangka
waktu
tertentu
yang
mengurangi
kemampuan
mencegah,
meredam,
mencapai
kesiapan,
dan
menanggapi
dampak
bahaya
tertentu.
10. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
² Kemampuan
(capacity)
adalah
penguasaan
sumberdaya,
cara,
dan
kekuatan
yang
dimiliki
masyarakat,
yang
memungkinkan
mereka
untuk
mempertahankan
dan
mempersiapkan
diri,
mencegah,
menanggulangi,
meredam,
serta
dengan
cepat
memulihkan
diri
dari
akibat
bencana.
² Risiko
(risk)
adalah
kemungkinan
?mbulnya
kerugian
pada
suatu
wilayah
dan
kurun
waktu
tertentu
yang
?mbul
karena
suatu
bahaya
menjadi
bencana.
Risiko
dapat
berupa
kema?an,
luka,
sakit,
jiwa
terancam,
hilangnya
rasa
aman,
mengungsi,
kerusakan
atau
kehilangan
harta
dan
gangguan
kegiatan
masyarakat.
² Peringatan
Dini
(early
warning)
adalah
upaya
untuk
memberikan
tanda
peringatan
bahwa
kemungkinan
bencana
akan
segera
terjadi,
yang
menjangkau
masyarakat
(accesible),
segera
(immediate),
tegas
?dak
membingungkan
(coherent),
dan
resmi
(official).
² Bantuan
Darurat
(relief)
merupakan
upaya
untuk
memberikan
bantuan
berkaitan
dengan
pemenuhan
kebutuhan-‐kebutuhan
dasar
pada
kedaruratan.
Prinsip-‐prinsip
Penanganan
Bencana
:
a. nondiskriminasi;
b. hak
untuk
hidup
dan
kelangsungan
hidup;
c. hak
atas
pekerjaan
dan
penghidupan
yang
layak;
dan
d. hak
untuk
bebas
dari
rasa
takut
dari
ancaman.
11. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Azas
Penanganan
Bencana:
a. Negara
sebagai
penanggung
jawab
utama;
b. Jaminan
keamanan
dan
pemenuhan
hak-‐hak
warga
negara;
c. Penanganan
bencana
secara
menyeluruh
dan
terpadu;
d. Pengarusutamaan
pengurangan
risiko
bencana
dalam
pemerintahan
dan
pembangunan;
e. Transparansi
dan
akuntabilitas;
f. Pencegahan
dini
/keha?-‐ha?an;
g. Manfaat.
Tahapan
penanganan
bencana
a. Sebelum
terjadinya
bencana
:
pencegahan,
mi?gasi
dan
kesiapsiagaan;
b. Saat
terjadinya
bencana
mencakup
upaya
tanggap
darurat;
c. Sesudah
terjadinya
bencana
mencakup
upaya
pemulihan
Mi?gasi,
suatu
tahapan
yang
bertujuan
untuk
mengurangi
kemungkinan
dampak
nega?f
kejadian
bencana
terhadap
kehidupan
dengan
menggunakan
cara-‐cara
alterna?f
yang
lebih
dapat
diterima
secara
ekologi.
² Edukasi
² Pemberian
Sangsi
Dan
Reward
² Penyuluhan
² Penyediaan
Informasi
12. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Sebelum
Terjadi
Bencana
(kesiap-‐siagaan)
Merupakan
kegiatan
penyusunan
dan
ujicoba
rencana
penanganan
kedaruratan,
mengorganisasi,
memasang
dan
menguji
sistem
peringatan
dini,
penggudangan
dan
penyiapan
barang-‐barang
pasokan
pemenuhan
kebutuhan
dasar,
pela?han
dan
gladi,
penyiapan
mekanisme
alarm
dan
prosedur-‐prosedur
tetap.
Saat
Terjadinya
Bencana
1) Tanggap
darurat;
?ndakan-‐?ndakan
yang
dilakukan
seke?ka
sebelum,
pada
saat
dan
seke?ka
sesudah
terjadinya
suatu
kejadian
bencana.
2) Pengkajian
cepat
terhadap
lokasi,
kerusakan
dan
sumberdaya;
3) Pencarian,
penyelamatan
dan
evakuasi
korban;
4) Pemenuhan
kebutuhan
dasar;
5) Pemulihan
dengan
segera
sarana-‐sarana
kunci.
Sesudah
Terjadinya
Bencana
(Rehabilitasi
dan
Rekonstrusi)
1) Pembangunan
sarana
dan
prasarana
dasar
(jalan,
listrik,
air
bersih,
dll);
2) Pembangunan
sarana
sosial
masyarakat
(masjid,
gereja,
pura,
balai
adat,
dll);
3) Membantu
masyarakat
memperbaiki
rumah;
4) Pemulihan
kegiatan
bisnis
dan
ekonomi.
13. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
MiJgasi
ROB
di
Wilayah
Utara
Jakarta
Rob
merupakan
fenomena
yang
umum
terjadi
dikota
yang
terletak
di
tepi
pantai,
di
Indonesia
sendiri
banjir
rob
sering
terjadi
dikota
pantai
seper?
daerah
Jakarta
bagian
utara
dan
Semarang.
Fenomena
banjir
rob
di
Jakarta
khususnya
disebabkan
oleh
naiknya
muka
laut
juga
penurunan
muka
tanah
atau
biasa
disebut
sebagai
land
subsidence.
Banjir
rob
merupakan
genangan
air
pada
bagian
daratan
pantai
yang
terjadi
pada
saat
air
laut
pasang.
Banjir
rob
menggenangi
bagian
daratan
pantai
atau
tempat
yang
lebih
rendah
dari
muka
air
laut
pasang
?nggi
(high
water
level).
Fenomena
banjir
rob
yang
terjadi
hampir
disepanjang
tahun
baik
terjadi
di
musim
hujan
maupun
di
musim
kemarau.
Hal
ini
menunjukan
bahwa
curah
hujan
bukanlah
faktor
utama
yang
menyebabkan
fenomena
rob.
Rob
terjadi
terutama
karena
pengaruh
?nggi-‐rendahnya
pasang
surut
air
laut
yang
terjadi
oleh
gaya
gravitasi.
Gravitasi
bulan
merupakan
pembangkit
utama
pasang
surut.
Walaupun
massa
matahari
jauh
lebih
besar
dibandingkan
masa
bulan,
namun
karena
jarak
bulan
yang
jauh
lebih
dekat
ke
bumi
di
bandingkan
matahari
maka
gravitasi
bulan
memiliki
pengaruh
yang
lebih
besar.
Terjadinya
banjir
rob
akibat
adanya
kenaikan
muka
air
laut
yang
disebabkan
oleh
pasang
surut,
dan
faktor-‐
faktor
atau
eksternal
force
seper?
dorongan
air,
angin
atau
swell
(gelombang
yang
akibatkan
dari
jarak
jauh),
dan
badai
yang
merupakan
fenomena
alam
yang
sering
terjadi
di
laut.
Selain
itu,
banjir
rob
juga
terjadi
akibat
adanya
fenomena
iklim
global
yang
ditandai
dengan
peningkatan
temperatur
rata-‐rata
bumi
dari
tahun
ke
tahun.
14. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Kotamadya
Jakarta
Utara
merupakan
wilayah
terendah
di
Jakarta
yang
berbatasan
langsung
dengan
Laut
Jawa.
Hasil
studi
yang
dilakukan
oleh
[Immadudina,
Annisa,
2011,
Zonasi
risiko
bencana
banjir
akibat
sea
level
rise,
Surabaya.
Ins?tut
Teknologi
Sepuluh
Nopember];
menyatakan
wilayah
Jakarta
Utara
menempa?
posisi
satu
dalam
urutan
wilayah
paling
berisiko
terkena
banjir
se-‐Asia
Tenggara.
Gambar:
Peta
Bahaya
Banjir
ROB
Kondisi
tersebut
diperparah
oleh
adanya
ak?vitas
reklamasi
pantai
utara
Jakarta
untuk
pembangunan
kawasan
permukiman.
Reklamasi
pantai
utara
Jakarta
tersebut,
juga
telah
menggusur
hutan
mangrove
(bakau)
yang
berfungsi
sebagai
pelindung
alami
wilayah
daratan
bila
terjadi
air
pasang/gelombang
pasang
dari
laut.
Selain
mengubah
geomorfologi
(bentang
alam),
hal
tersebut
juga
telah
mengganggu
sistem
hidrologi
dataran
pantai
sehingga
meyebabkan
air
dari
sistem
drainase
sulit
mengalir
ke
laut.
15. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Faktor
yang
Berpengaruh
terhadap
Kerentanan
Banjir
ROB
16. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Hasil
mi?gasi
banjir
rob
di
wilayah
kota
administrasi
Jakarta
Utara
yang
mempunyai
luasan
total
134,16
km2,
mempunyai
resiko
sebagai
berikut
:
1) Zona
sangat
berisiko
dengan
luas
31,22
km2
(5,51%
dari
total
kawasan).
2) Zona
berisiko
dengan
luas
8,74
km2
(8,74%
dari
total
luas
kawasan)
3) Zona
cukup
berisiko
dengan
luas
118,9
km2
(21%
dari
total
luas
kawasan)
4) Zona
sedikit
berisiko
dengan
luas
10,99
km2
(7,91%
dari
total
luas
kawasan)
5) Zona
?dak
berisiko
dengan
luas
0,05
km2
(0,04%
dari
total
luas
kawasan)
17. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
MiJgasi
Banjir
DKI
Jakarta
Jakarta
sebuah
kota
besar
yang
tak
luput
dari
masalah
banjir
ke?ka
hujan
datang,
penyebabnya
pas?
yang
selalu
di
salahkan
adalah
daerah
Bogor,
yang
menjadi
penyebab
utama
sokongan
debit
sungai
yang
terus
bertambah.
Berdasarkan
gambaran
di
samping,
DKI
Jakarta
ternyata
sudah
penuh
sesak
dengan
pemukiman
tanpa
adanya
lahan
hijau,
Jakarta
sebagian
besar
tersusun
oleh
endapan
Aluvium
berumur
Holosen
(quarter).
Endapan
aluvium
yang
belum
termasiman
sepenuhnya
ini
berasal
dari
sedimentasi
sungai
yang
berada
di
sekitar
Jakarta
seper?
Ciliwung,
Cisadane,
Cideng,
dan
lainnya.
Sebenarnya
Jakarta
dahulu
memang
layak
untuk
diperhitungkan
sebagai
kota
strategis
sebagai
kota
pelabuhan.
Karena
waktu
itu
jakarta
?dak
sepadat
sekarang
dan
pada
saat
itu
pemerintah
Jakarta
membuat
kanal-‐
kanal
untuk
mengurangi
genangan
akibat
limpasan
sungai
di
sekitar
Jakarta,
ini
mi?gasi
pertama
yang
dilakukan
pemerintah
belanda
saat
itu
yang
menyadari
banyaknya
sisi
nega?f
dari
banjir
yang
melanda
Batavia
saat
itu.
Mi?gasi
Banjir
Pemerintah
VOC
saat
Batavia
Terendam
Pada
tahun
1619,
sungai-‐sungai
pun
mulai
dikeruk
menjadi
kanal-‐kanal
seper?
di
negeri
Belanda.Namun,
pada
tahun
1621,
?dak
lama
setelah
Belanda
membuat
kota
dagang
Batavia,
banjir
besar
merendam
seluruh
kota.
Banjir-‐banjir
besar
pun
terulang
hampir
se?ap
20
tahun
sekali.
Untuk
mengatasi
banjir,
selain
mengeruk
sungai
dan
membuat
banyak
kanal,
pemerintah
juga
membangun
pintu-‐pintu
air.
DKI
Jakarta
(Wikimapia.org)
Kota
Batavia
di
Tahun
1888
(Sumber
Wikipedia)
18. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Selain
itu,
dibangun
pula
bendungan
dan
situ
untuk
menampung
dan
mengendalikan
air
di
hulu-‐hulu
sungai.
Dari
13
sungai
yang
ada
di
Jakarta,
sungai
Ciliwung
merupakan
yang
terbesar.
Hulu
sungai
Ciliwung
berada
di
dataran
?nggi
di
sekitar
Gunung
Gede,
Gunung
Pangrango,
dan
daerah
Puncak.
Sungai
yang
panjangnya
120
km
ini
melintasi
Bogor,
Depok,
dan
Jakarta.
Pemukiman
warga
Jakarta
di
bantaran
Sungai
Ciliwung.
Peta
Geologi
Jakarta
(Herman
Moechtar,
2012)
Peta
geologi
Jakarta
memperlihatkan
bentukan
kota
jakarta
berdasarkan
batuannya.
Komposisi
utara
jakarta
tersusun
oleh
material
lepas
Alluvium,
sedangkan
di
bagian
tengah
berupa
kipas
alluvial
yang
tersusun
oleh
material
lempung
sampai
pasiran
yang
terbawa
oleh
aliran
sedimentasi
seper?
sungai
dan
aliran
hujan.
Endapan
aluvium
tersebut
berasal
dari
batuan
formasi
Gunung
Salak
dan
formasi
Ja?luhur
serta
beberapa
formasi
di
daerah
?nggian
bogor
yang
mengalami
pelapukan
kemudian
terlarut
dan
terbawa
oleh
aliran
air
permukaan.
Endapan
tersebut
menunjukan
bahwa
Jakarta
merupakan
kota
limpahan
sedimentasi
yang
terbawa
oleh
sungai-‐sungai
yang
melintas
Jakarta,
dimana
pengaruh
endapan
darat
lebih
kuat
daripada
gelombang
atau
arus
laut
sehingga
menciptakan
posi?f
future
di
sekitar
muara
sungai.
Kanal-‐kanal
yang
di
bangun
diharapkan
agar
endapan
dan
sedimentasi
sungai
langsung
mengarah
ke
laut
sehingga
mengurangi
pasokan
volume
air
di
sekitar
Kota
Jakarta.
Tetapi
saat
itu
Jakarta
?dak
sepadat
saat
ini,
sehingga
mi?gasi
yang
dilakukan
pemerintah
belanda
sudah
harus
di
perluas.
19. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Jakarta
bukanlah
seper?
kota
singapura
dan
kuala
lumpur
dimana
pasokan
sungai
utama
mereka
tak
seper?
sungai
ciliwung
yang
membawa
volume
air
lebih
banyak.
Secara
ke
geologian
Kuala
Lumpur
dan
Singapura
bukan
sebagai
Lingkungan
Delta
seper?
Jakarta
sehingga
permasalahan
Banjir
ke
dua
kota
tersebut
tak
sekompleks
Jakarta.
Selain
masalah
lahan
hijau
yang
mulai
berkurang
masalah
lainnya
adalah
ledakan
penduduk,
sehingga
lahan
hijau
silih
bergan?
menjadi
bangunan/pemukiman.
Sudah
saatnya
pemerintah
juga
mulai
memperha?kan
kependudukan
Kota
Jakarta.
Genangan
merupakan
imbas
dari
volume
sungai
yang
tak
tersalurkan
ke
daerah
yg
lebih
rendah
atau
muara
sungai,
hal
ini
bisa
di
akibatkan
oleh
berkurangnya
fungsi
lahan
sungai
akibat
pemukiman
sehingga
air
tak
masuk
ke
sungai
dan
menyebar
mencari
daerah
yang
lebih
rendah.
Seharusnya
dengan
melakukan
penyeimbangan
antara
perkembangan
kota
dan
tata
kota,
banjir
?dak
akan
terjadi
terus
menerus
di
Jakarta,
kerjasama
beberapa
pemerintahan
kota
dan
kabupaten
seper?
Depok,
Tanggerang,
dan
Bogor
mempunyai
nilai
lebih
untuk
menanggulangi
potensi
banjir
di
Ibukota
salah
satunya
dengan
penerapan
teknolohi
pengelolaan
hidrologi
permukaan.
Mi?gasi
Banjir
Jakarta
Dewasa
Ini
(PUSDALOPS
BPBD
JAKARTA)
Langkah
pertama
dari
siklus
bencana
biasanya
dianggap
sebagai
kesiapan
meskipun
satu
bisa
mulai
pada
se?ap
??k
dalam
siklus
dan
kembali
ke
??k
itu
sebelum,
selama
atau
setelah
bencana
.
Demi
pemahaman,
akan
mulai
dengan
kesiapan.
Langkah
pertama
dari
siklus
bencana
biasanya
dianggap
sebagai
kesiapan
meskipun
satu
bisa
mulai
pada
se?ap
??k
dalam
siklus
dan
kembali
ke
??k
itu
sebelum,
selama
atau
setelah
bencana
.
Demi
pemahaman,
akan
mulai
dengan
kesiapan.
Sebelum
terjadinya
bencana,
?m
darurat
akan
merencanakan
berbagai
bencana
yang
bisa
menyerang
dalam
wilayah
tanggung
jawab
.
20. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Misalnya,
sebuah
kota
khas
terletak
di
sepanjang
sungai
akan
perlu
untuk
merencanakan
?dak
hanya
banjir
tetapi
juga
kecelakaan
bahan
berbahaya,
kebakaran
besar,
cuaca
ekstrim
(mungkin
tornado,
badai),
bahaya
geologi
(mungkin
gempa
bumi,
tsunami,
dan/
atau
gunung
berapi
)
dan
bahaya
lain
yang
berlaku
.
Tim
darurat
belajar
tentang
bencana
masa
lalu
dan
potensi
bahaya
saat
ini
dan
kemudian
mulai
berkolaborasi
dengan
pejabat
lain
untuk
menulis
rencana
bencana
bagi
yurisdiksi
dengan
lampiran
untuk
bahaya
tertentu
atau
jenis
khusus
dari
skenario
respon.
Bagian
dari
proses
perencanaan
adalah
iden?fikasi
sumber
daya
manusia
dan
bahan
yang
dibutuhkan
selama
bencana
spesifik
dan
memperoleh
informasi
tentang
cara
mengakses
sumber
daya,
apakah
publik
atau
swasta.
Jika
sumber
daya
material
khusus
yang
diperlukan
untuk
di
tangannya
sebelum
bencana,
barang-‐barang
(seper?
generator,
dipan,
peralatan
dekontaminasi,
dll)
yang
diperoleh
kemudian
ditumpuk
di
lokasi
geografis
yang
sesuai
dengan
rencana.
Respon
Tahap
kedua
dalam
siklus
bencana
respon.
Waktu
dekat
sebelum
bencana,
peringatan
dikeluarkan
dan
evakuasi
atau
berlindung
di
tempat
terjadi
dan
peralatan
yang
diperlukan
disiapkan.
Setelah
bencana
terjadi,
responden
pertama
segera
merespon
dan
mengambil
?ndakan
dan
menilai
situasi.
Darurat
atau
bencana
rencana
diak?man
dan
dalam
banyak
kasus,
sebuah
pusat
operasi
darurat
dibuka
dalam
rangka
untuk
mengkoordinasikan
respon
terhadap
bencana
dengan
mengalokasikan
sumber
daya
manusia
dan
material,
perencanaan
evakuasi
,
menetapkan
kepemimpinan
dan
mencegah
kerusakan
lebih
lanjut.
Tanggapan
bagian
dari
siklus
bencana
difokuskan
pada
kebutuhan
mendesak
seper?
perlindungan
nyawa
dan
harta
dan
mencakup
pemadaman
kebakaran,
penanganan
medis
darurat,
memerangi
banjir,
evakuasi
dan
transportasi,
dekontaminasi
dan
penyediaan
makanan
dan
tempat
?nggal
bagi
para
korban.
Penilaian
awal
kerusakan
sering
terjadi
selama
masa
tanggap
untuk
membantu
rencana
yang
lebih
baik
tahap
berikutnya
dari
siklus
bencana,
pemulihan.
21. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Pemulihan
Setelah
fase
respon
langsung
dari
siklus
bencana
sudah
selesai,
bencana
berubah
menuju
pemulihan,
berfokus
pada
respon
jangka
panjang
terhadap
bencana.
Tidak
ada
waktu
tertentu
ke?ka
transisi
bencana
dari
respon
terhadap
pemulihan
dan
transisi
dapat
terjadi
pada
waktu
yang
berbeda
di
berbagai
wilayah
bencana.
Selama
fase
pemulihan
siklus
bencana,
lebih
difokuskan
pada
pembersihan
dan
pembangunan
kembali.
Hunian
sementara
(mungkin
dalam
trailer
sementara)
ini
didirikan
dan
u?litas
yang
dikembalikan.
Selama
fase
pemulihan,
pelajaran
yang
diperoleh
didokumentasikan
untuk
disosialisasikan
pada
komunitas
tanggap
darurat.
Mi?gasi
Tahap
mi?gasi
siklus
bencana
hampir
bersamaan
dengan
fase
pemulihan.
Tujuan
dari
fase
mi?gasi
adalah
untuk
mencegah
kerusakan
bencana
yang
disebabkan
hal
yang
sama
terulang
kembali.
Selama
mi?gasi,
bendungan,
tanggul
dan
dinding
banjir
yang
ini
dibangun
kembali
dan
diperkuat,
bangunan
yang
dibangun
kembali
menggunakan
keamanan
yang
lebih
baik
dari
kebakaran.
peraturan
bangunan
untuk
keselamatan
jiwa.
Lereng
bukit
yang
reseeded
untuk
mencegah
banjir
dan
tanah
longsor.
Zonasi
tata
guna
lahan
diubah
untuk
mencegah
resiko
dari
yang
terjadi.
Mungkin
bangunan
bahkan
?dak
dibangun
kembali
di
daerah-‐daerah
yang
sangat
berbahaya.
Pendidikan
kebencanaan
masyarakat
diberikan
untuk
membantu
warga
agar
belajar,
bagaimana
untuk
lebih
mempersiapkan
diri
dalam
menghadapi
bencana
selanjutnya.
22. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.2.
Penanggulangan
(MiJgasi)
Tindakan
difokuskan
pada
pengembangan
rencana
untuk
menghadapi
bencana
secara
cepat
dan
efek?f
Tindakan
difokuskan
pada
upaya
mengurangi
dampak
bencana
Perbaikan
fisik
dan
non
fisik
serta
pemberdayaan
dan
mengembalikan
harkat
hidup
korban
bencana
Evakuasi
Penyelamatan
Pencarian
Bantuan
darurat
24. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
Air
sangat
berguna
bagi
kehidupan,
akan
tetapi
bila
?dak
dikelola
dengan
baik
air
juga
bisa
menimbulkan
bencana,
karena
air
mempunyai
daya
rusak.
Pengendalian
air
sangat
terkait
dengan
konservasi,
karena
sungai-‐sungai
yang
DAS-‐nya
sudah
rusak
pada
umumnya
mempunyai
debit
sungai
dengan
fluktuasi
yang
sangat
besar
bedanya,
antara
debit
yang
mengalir
di
musim
kemarau
dengan
debit
yang
mengalir
di
musim
penghujan.
Upaya
pengendalian
air
dilakukan
dengan
2
cara,
yaitu
secara
struktur
dan
non
struktur.
Upaya
struktural
berupa
pembangunan
prasarana
pengendalian,
sedangkan
upaya
non
struktural
berupa
aturan-‐aturan
yang
berkaitan
dengan
penataan
daerah
tangkapa
air
dan
badan
air
serta
mo?vasi
masyarakat.
Sehubungan
dengan
permasalahan
tersebut
di
atas
bila
konservasi
?dak
dijaga
dengan
baik,
bangunan-‐bangunan
pengendali
akan
memerlukan
biaya
lebih
besar
juga
bila
dibangun.
Berkaitan
dengan
upaya
pengendalian
air,
sejak
Jakarta
masih
dibawa
pemerintahan
kolonial,
sudah
banyak
upaya-‐upaya
yang
dilakukan
termasuk
penyusunan
masterplan
banjir
DKI
Jakarta
berawal
dari
ide
seorang
Belanda
Ir.
Van
Bern.
Dan
dalam
perjalannya
sudah
banyak
mengalami
modivikasi
dan
penyesuaian,
karena
persoalan
lahan
dan
perkembangan
kota
Jakarta
yang
amat
cepat.
25. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
Berkaitan
dengan
jenis
air,
pengendalian
dapat
dikelompokkan
menjadi
4
kelompok,
yang
antara
lain:
² Air
permukaan/
air
kali
yang
berasal
dari
daerah
hulu
² Air
hujan
yang
bisa
menimbulkan
banjir
atau
genangan
² Air
tanah
² Air
laut
1. Pengendalian
air
permukaan
Sudah
banyak
upaya
yang
dilakukan
berkaitan
dengan
pengendalian
air
permukaan,
akan
tetapi
karena
laju
perkembangan
penduduk
Jakarta
dan
wilayah
penyangga
sangat
pesat,
sebagai
akibatnya
kebutuhan
lahan
untuk
pemukimanpun
menjadi
sangat
besar,
sehingga
aturan-‐aturan
yang
menyangkut
penataan
lahan
(upaya
pengendalian
non
struktural)
menjadi
kurag
efek?f
dan
mempunyai
kecenderungan
dilanggar.
Bekaitan
dengan
pengendalian
air
permukaan
(surface
runoff)
upaya-‐upaya
yang
telah
dilakukan
antara
lain
adalah
:
² Normalisasi
kali
dan
saluran
² Pengerukan
kali
dan
saluran
² Pembangunan
banjir
kanal
Lebih
pen?ng
dari
upaya
struktural
di
atas,
sebenarnya
upaya
non
struktural
dan
konservasi
harus
diutamakan.
Karena
tanpa
ada
upaya
non
struktural,
semakin
rusaknya
DAS
potensi
erosi
dan
sedimentasi
akan
semakin
besar
juga.
Koefisien
limpasan
air
permukaan
juga
semakin
?nggi,
sementara
fenomena
yang
ada
kondisi
kali/saluran
yang
ada
di
wilayah
hilir
menjadi
semakin
menyempit
terdesak
olek
oleh
permukiman.
26. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
2. Pengendalian
air
hujan
Sebenarnya
air
permukaan
menurut
siklus
hidrologi
juga
berasal
dari
air
hujan,
akan
tetapi
pengendalian
air
hujan
disini
dimaksudkan
curah
hujan
yang
secara
langsung
dapat
mengakibatkan
genangan
atau
banjir
lokal.
Karena
akhir-‐akhir
ini
sering
kali
hanya
gara-‐gara
hujan
30
menit
atau
60
menit
wilayah
Jakarta
sudah
menjadi
lumpuh
sebgai
akibat
terjadinya
genangan
dimana-‐mana.
Secara
regional
atau
kawasan,
untuk
pengendalian
air
hujan
telah
dibuat
sitem
polder,
baik
yang
mempunyai
areal
layanan
kecil
(seper?
polder
Pondok
Bandung)
sampai
dengan
sistem
polder
yang
mempunyai
areal
layanan
besar
(seper?
polder
Pluit).
Akan
tetapi
karena
kapasitas
saluran
jalan
yang
terlalu
kecil,
intensitas
hujan
yang
terlalu
besar,
sistem
mulut-‐mulut
airnya,
geometri
jalan
yang
kurang
memenuhi
syarat,
sehingga
air
yang
mengantri
masuk
kesaluran
menimbulkan
genangan
di
jalan-‐jalan
yang
ada
di
Jakarta.
3. Pengendalian
air
tanah
Tidak
terpenuhinya
kebutuhan
air
baku
untuk
keperluan
sehari-‐hari,
industri
dan
yang
lainnya,
karena
adanya
“kelangkaan
air
baku”
dari
aliran
permukaan
mengakibatkan
adanya
exploitasi
air
tanah
secara
berlebihan
(kapasitas
explorasi
>
kapasitas
recharging
alam).
Sehingga
banyak
dampak
yang
di?mbulkan
seper?
land
subsidance
dan
ujung-‐ujungnya
adalah
kejadian
banjir
yang
semakin
parah.
Karena
kalau
jaman
dulu
persoalan
banjir
hanya
terjadi
karena
limpasan
dari
hulu
dan
hujan
lokal,
saat
ini
banjir
juga
bisa
disebabkan
oleh
adanya
“back
water”
karena
air
laut
pasang.
27. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
2. Pengendalian
air
laut
Di
tahun
90-‐an
ramai
dibicarakan
bahwa
sebagai
akibat
dari
pengambilan
air
tanah
yang
berlebihan
mengakibatkan
terjadinya
“intrusi”
air
laut,
yang
saat
itu
dikhabarkan
bahwa
intrusi
air
laut
sudah
sampai
ke
kawasan
Monas.
Dan
khabar
itupun
lama-‐kelamaan
menghilang,
karena
dewasa
ini
dengan
terjadinya
penurunan
muka
tanah
yang
cukup
signifikan,
air
laut
sudah
?dak
hanya
menusup
melalui
bawah
tanah
tapi
sudah
secara
terang-‐terangan
masuk
kedaratan
melewa?
permukaan.
Fenomena
nyata
yang
dapat
di
lihat
di
lapangan
adalah
wilayah
Kelapa
Gading,
saat
direncanakan
akan
dibangun
Kanal
Banjir
Timur
(KBT),
karena
aliran
K
Sunter
dipotong
masuk
ke
KBT,
wilayah
Kelapa
Gading
termasuk
dalam
wilayah
yang
terbebaskan
dari
banjir.
Ternyata
sebagai
akibat
dari
perbuatan
manusia
mengeksploitasi
alam
yang
?dak
memperhitungkan
dampak
yang
di?mbulkan,
alampun
berbicara
lain.
Saat
ini
Kelapa
Gading
terbebas
dari
bajir
yang
diakibatkan
oleh
K
Sunter,
tapi
back
water
yang
diakibatkan
oleh
adanya
air
pasang-‐surut
sudah
menyusup
masuk
ke
wilayah
tersebut.
Upaya
Pengendalian
Sudah
banyak
upaya
yag
dilakukan
berkaitan
dengan
pengendalian
air,
baik
yang
sudah
selesai,
masih
direncanakan
dan
sedang
dilaksanakan
dengan
menggunakan
dana
anggaran
APBD,
APBN
dan
Loan
dan
bahkan
CSR.
Upaya
tersebut
antara
lain
adalah
:
a. Proyek
“Jakarta
Emergency
Dredging
Ini?a?ve”
(JEDI)
–
Proyek
Bantuan/Loan
Bank
Dunia
b. Proyek
Na?onal
Capital
Integrated
Coastal
Development
(NCICD)/
Pengembangan
Terpadu
Pesisir
Ibukota
Negara
(PTPIN).
28. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
c. Proyek-‐proyek
yang
dilaksanakan
oleh
BBWSCC
(Balai
Besar
Wilayh
Sungai
Ciliwung
Cisadane),
yang
antara
lain
berupa;
Normalisasi
K
Ciliwung
Lama,
Peninggian
Tanggul
KBB,
Normalisasi
K
Pesanggrahan,
K
Angke
dan
K
Sunter,
sodetan
Ciliwung-‐KBT,
dll.
d. Proyek-‐proyek
Dinas
dan
Suku
Dinas
Tata
Air
Provinsi
DKI
Jakarta,
yang
antara
lain
berupa
revitalisasi
Waduk
Pluit,
Normalisasi
Kali
Makro
dan
sub
Makro
serta
saluran
jalan,
Pembangunan
Pompa-‐pompa
Pengendalian
Banjir,
dan
rencana
pembangunan
Stasiun
Pompa
Sen?ong,
Kamal-‐Tanjungan,
Marina,
Muara
Karang,
Lower
Angke
yang
rencananya
dibiayai
melalui
dana
CSR.
e. Proyek-‐proyek
pembangunan
pompa
dan
normalisasi
kali/saluran
yang
dilaksanakan
oleh
Cipta
Karya
Departemen
PU
dan
Permukiman.
29. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
1. Jakarta
Emergency
Dredging
IniJaJve
(JEDI)
Beberapa
lokasi
yang
dilaksanakn
melalui
proyek
ini
adalah
seper?
pada
gambar
di
bawah.
Kali/Sungai
:
a. Cengkareng
Drain
b. Kali
Sunter
c. Kanal
Banjir
Barat
d. Cakung
Floodway
e. Lower
Angke
f. Kali
Cideng-‐Thamrin
g. Kali
Tanjungan
h. Kali
Kamal
i. K
Ciliwung
Gng
Sahari
j. Kali
Sen?ong
k. Sodetan
K
Grogol
–
K
Sekretaris
l. K
Pakin
–
K
Besar
–
K
Jelangkeng
m. Kali
Krukut
Waduk:
a. Waduk
Sunter
Selatan
b. Waduk
Sunter
Utara
c. Waduk
Sunter
Timur
III
d. Waduk
Pluit
30. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
2. NaJonal
Capital
Integrated
Coastal
Development
(NCICD)
Melalui
NCICD
dibuat
Master
Plan
yang
berfokus
pada
wilayah
pesisir
Teluk
Jakarta
dan
mencakup
teritorial
provinsi
Jakarta,
Banten,
dan
Jawa
Barat.
Rencana
ini
melipu?
atas
pengembangan
pada
dan
yang
berdekatan
dengan
pertahanan
laut
dan
sungai
yang
telah
ada
di
daerah
pantai,
dan
upaya
perlindungan
lepas-‐pantai
serta
pengembangan
perkotaan.
Di
dalam
Master
Plan
membahas
tentang
rencana-‐rencana
dan
draf
perancangan
untuk
?ga
fase
pengaman
panatai:
² fase
A
terdiri
atas
pertahanan
laut
yang
ada,
² fase
B
tanggul
laut
luar
dan
reklamasi
lahan,
dan
² fase
C
yang
berupa
pengembangan
jangka
panjang
di
?mur
teluk
Jakarta.
31. Pengendalian
Daya
Rusak
–
C.3.
Pengendalian
Air
Gambar:
Trase
Rencana
Pembangunan
Tanggul
Laut
dengan
Elevasi
+
5
mPP
33. Konstruksi
dan
O&P–
D.1.
Penerapan
Norma,
Standar
dengan
MemperhaJkan
K3
&
Fungsi
Ekologi
Dalam
dunia
konstruksi
dikenal
is?lah
“SIDCOM”,
dimana
dalam
pelaksanaan
suatu
konstruksi
biasanya
diawali
dengan
:
1) survey,
2) inves?gasi,
dan
3) desain
dan
setelah
diselesaikannya
konstruksi
harus
diteruskan
dengan
:
1) opera?on
(pengoperasian)
dan
2) maintanance
(pemeliharaan)
Dalam
kaitannya
dengan
mi?gasi
bencana,
penetapan
kriteria
disain
bangunan
mencakup
kegiatan-‐
kegiatan
perumusan
syarat-‐syarat
perencanaan
dan
perancangan
struktur
bangunan
dengan
tujuan
semaksimal
mungkin
meningkatkan
stabilitas
bangunan
terhadap
serangan
bencana
yang
bersangkutan.
34. Konstruksi
dan
O&P
–
D.2.
OpJmalisasi
dalam
Operasi
dan
Pemeliharaan
Prasarana
Sumber
Daya
Air