1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan awal dari proses penambangan adalah pembersihan lahan dan
pengupasan overburden (OB). Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah
pemindahan lapisan tanah penutup (OB) dengan alat-alat mekanis agar dapat
dilakukan proses penambangan bijih. Overburden yang telah dikupas kemudian
dipindahkan ke tempat penimbunan yang biasa disebut disposal. Disposal merupakan
daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang digunakan sebagai tempat
membuang material kadar rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut
harus digali dari pit agar dapat memperoleh bijih/material kadar tinggi. Lokasi disposal
merupakan lereng yang sudah ditambang yang nantinya akan dilakukan revegetasi.
Disposal biasanya juga digunakan sebagai tempat pembuangan reject dryer, maupun
sampah padat pabrik lainnya.
PT. Inco sebenarnya mempunyai tiga macam tipe disposal, yakni disposal tipe
Induced Flow, disposal tipe Semi induced dan disposal tipe Finger tetapi berhubung
disposal tipe Induced Flow sangat sulit untuk diterapkan karena tingginya persyaratan
untuk menggunakan tipe disposal tersebut, sehingga saat ini perusahaan hanya
menggunakan dua tipe disposal. Rancangan disposal sangat penting untuk
perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari disposal akan berpengaruh
terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, biaya operasi dan jumlah truk dalam satu
armada. Dalam perencanaan disposal, perlu untuk mengetahui aspek teknis suatu
disposal diantaranya menyangkut kemampuan produksi, kebutuhan akan material sipil
2. dan aspek biaya operasi suatu disposal. Pentingnya aspek tersebut di atas menjadi
2
dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut menyangkut hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Perencanaan disposal secara komprehensif membutuhkan banyak analisis
terhadap aspek operasi terutama menyangkut kajian teknisnya. Analisis yang senantiasa
dilakukan berkaitan dengan aspek keselamatan, aspek kestabilan lereng disposal, dan
menyangkut jenis atau tipe disposal. Untuk membuat suatu perencanaan disposal yang
kompleks demi memaksimalkan produksi, ataupun pengakurasian perencanaan masih
membutuhkan beberapa analisis pelengkap. Analisis yang dimaksud yakni menyangkut
produktivitas alat mekanis yang bekerja di disposal area, laju produksi pengisian disposal,
komposisi aktual penggunaan material sipil terhadap overburden serta penggunaan biaya
terhadap aktivitas disposal per minggunya. Data yang menyangkut beberapa aspek teknis
di atas akan dibutuhkan dalam membantu perencanaan disposal secara keseluruhan, baik
itu dalam pengevaluasian kinerja alat mekanis, perencanaan produksi disposal pertahun,
perencanaan produksi material sipil, dan pengaturan budget biaya terhadap aktivitas
operasi tambang di PT. Inco Tbk.
1.3 Tujuan Penelitian
Salah satu operasi pada departemen tambang di PT. Inco yang cukup penting
adalah operasi disposal. Operasi ini akan menunjang kelangsungan produksi bijih dan
bertujuan mempersiapkan lahan yang telah selesai digali untuk dapat dipergunakan
sebagai lahan reklamasi tambang sehingga dibutuhkan suatu perencanaan matang
yang melibatkan berbagai aspek. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
untuk melakukan analisis aspek produktivitas alat mekanis, laju pengisian disposal,
3. komposisi material sipil dan aspek biaya operasi di disposal area. Data tersebut akan
menjadi pertimbangan tambahan dari sisi perencanaan disposal baik itu perencanaan
disposal tahunan, perencanaan produksi material sipil serta pengalokasian budget
biaya operasi tambang yang lebih baik dan efisien di PT. Inco Tbk. Untuk mendukung
3
tujuan penelitian tersebut maka akan dilakukan penelitian yang berfokus pada:
1. Analisis produktivitas alat mekanis yang bekerja pada disposal tipe Finger dan
disposal tipe Semi Induced.
2. Analisis produksi overburden perminggu yang masuk ke disposal tipe Finger
dan disposal tipe Semi Induced.
3. Analisis komposisi material sipil sebagai material perkuatan terutama pada
landasan dumping material disposal tipe Finger dan disposal tipe Semi
Induced.
4. Analisis penggunaan biaya perminggu kegiatan disposal area.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian menyangkut aspek teknis tersebut di atas pada
disposal area, diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan perencanaan disposal yang lebih efektif dan efisien dengan
adanya parameter tambahan (second line opinion) berupa data produktivitas
dan penggunaan biaya pada kegiatan operasi di disposal.
2. Dengan adanya data menyangkut analisis komposisi material sipil yang dipakai
di disposal area akan sangat membantu dalam perencanaan produksi material
sipil terutama menyangkut target produksi material sipil serta perencanaan
dalam pengalokasian untuk setiap jenis material sipil.
3. Peningkatan produktivitas disposal yakni menyangkut laju produksi overburden,
reject dryer dan slag yang masuk ke disposal area.
4. 4. Dengan adanya analisis penggunaan biaya diharapkan dapat menjadi acuan
oleh pihak managemen, dalam pengalokasian budget biaya produksi untuk
4
setiap item atau jenis aktifitas produksi di Departemen Mining PT. Inco.
1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama kurun waktu 6 bulan dimana
khusus untuk penelitian lapangan dilakukan kurang lebih selama tiga bulan yakni mulai
awal bulan september 2010 hingga akhir bulan november 2010.
Lokasi penelitian dilakukan pada perusahaan PT. International Nikel Indonesia
Tbk. atau yang biasa disebut PT. Inco Tbk. Daerah penambangan PT Inco Tbk. dibagi
atas dua yaitu blok barat dan blok timur. Blok penambangan ini dipisahkan oleh pabrik
peleburan Plant site dan secara umum berbatasan dengan bagian utara Desa Nuha
dan Danau Matano, bagian timur Danau Mahalona, bagian selatan Desa Wawondula,
Kecamatan Towuti dan bagian barat Desa Wasuponda, Kecamatan Nuha.
Blok barat meliputi 36 bukit dengan luas daerah sekitar 46,5 km2 dan blok timur
meliputi 44 bukit menempati area seluas 36,3 km2. Lokasi penelitian terletak pada
Sorowako Project Area (SPA), daerah Anoa South dan Watulabu tepatnya disposal
Anoa 28 dan disposal Watulabu 07.
5. 5
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
1.6 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan-tahapan
tersebut terbagi atas sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan yakni tahapan penelitian yang paling awal dilakukan berupa
pengurusan administrasi baik itu mengenai persuratan hingga program pengenalan
akan lingkungan perusahaan tempat penelitian untuk mendapatkan akses masuk
ke lingkungan tambang.
2. Tahapan Kedua yakni tahapan yang dilakukan dalam hal penentuan studi yang
akan dilakukan yakni menyangkut rumusan masalah penelitian, judul penelitian
serta jenis data-data yang akan diambil, baik itu data primer maupun data
sekunder.
6. 3. Tahapan ketiga adalah pengambilan data studi baik itu data primer maupun data
6
sekunder.
4. Tahapan keempat adalah pengolahan data, yang mana pengolahan datanya
difokuskan untuk untuk melakukan analisis terhadap produktivitas alat mekanis
pada kedua tipe disposal, laju produksi/pengisian disposal, komposisi aktual
penggunaan material sipil terhadap jumlah overburden yang masuk ke disposal,
serta menyangkut analisis penggunaan biaya untuk menunjang operasi disposal
area.
5. Tahapan kelima adalah melakukan penyusunan tugas akhir sesuai dengan tujuan
penelitian dan format baku penyusunan tugas akhir di lingkup Teknik
Pertambangan Universitas Hasanuddin.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulis membagi beberapa bagian penelitian ini ke dalam beberapa bab dengan
sistematika penulisan laporan tugas akhir sebagai berikut:
Bab I pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan, batasan masalah,
sistematika penulisan, waktu dan tempat pelaksanaan, serta bagan alur studi.
Bab II studi pustaka merupakan teori-teori yang dipakai untuk mengolah data
yang didapat untuk selanjutnya dipakai sebagai salah satu acuan dalam analisis
masalah.
Bab III metodologi penelitian berisi tahapan-tahapan penelitian serta alur
penelitian yang menjelaskan cara pengambilan data, jenis data yang dipakai,
proses pengolahan data hingga pada proses pembahasan dan pengambilan
kesimpulan.
7. Bab IV ananlisis aspek teknis disposal area merupakan penjelasan secara
menyeluruh terhadap hasil olahan data yang diselaraskan dengan dasar teori dan
7
penelitian-penelitian terkait sebelumnya.
Bab V kesimpulan dan saran merupakan bab akhir yang merangkum hasil yang
dijabarkan pada bab-bab sebelumnya dan saran yang dapat disampaikan oleh
penulis terkait dengan studi ini, terhadap pihak-pihak yang berkepentingan
mengenai studi ini terutama kepada PT. Inco tempat penulis melakukan studi.
8. 8
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Disposal Secara Umum
Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup untuk
mengambil bahan galian yang berada di dalam bumi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
area tertentu untuk membuang material tanah penutup tersebut sehingga tidak
menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang ekonomis. Tempat
penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump/disposal dan stockpile.
Waste dump/disposal adalah daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang
dijadikan tempat membuang material kadar rendah dan/atau material bukan bijih.
Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih/material kadar tinggi,
sedangkan stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada
saat yang akan datang. Stockpile juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan
bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah
penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.
Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan menjauhi
nama waste dumps. Istilah yang dipakai adalah disposal area, waste rock storage area,
rock piles, dan lain-lain.
Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun
bekas penambangan kuari, seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Ketika lubang
tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan
tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah penghijauan. Sudah menjadi tanggung
jawab tiap perusahaan penambangan untuk melakukan penghijauan kembali setelah
9. area penambangan ditutup. Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau
9
lereng bekas penambangan harus disiapkan untuk menjadi disposal area.
Gambar 2.1 Pemindahan lapisan tanah penutup
Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi
dan bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk, biaya operasi
dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada umumnya daerah yang
diperlukan untuk disposal luasnya berkisar antara 2–3 kali dari daerah penambangan
(pit). Hal ini berdasarkan pertimbangan diantaranya:
Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 – 45 %
dibandingkan dengan material in situ.
Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit.
Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.
2.2 Tipe-Tipe Disposal pada PT. INCO
Tipe-tipe disposal yang biasa diterapkan dalam pertambangan menggunakan
jenis penambangan open cast mining seperti pada PT. Inco terbagi atas tiga jenis,
yaitu: Finger Disposal, Semi Induced Disposal dan Induced Fow Dsposal (Sunarno,
2008).
10. 10
2.2.1 Finger Disposal
Finger Disposal adalah disposal yang dibuat maju dengan bantuan dozer.
Disposal tipe ini memiliki ciri-ciri yaitu ketinggian kurang dari 15 meter dengan
kemiringan lereng yang landai kurang dari 400. Dibutuhkan kontinuitas dari material
sipil sebagai landasan Dump Truck agar tidak terjadi longsoran. Jika diperlukan dapat
dibuat dyke untuk melindungi area yang belum terganggu dan juga untuk
meningkatkan kapasitas disposalnya. Sama seperti tipe dumping Semi Induced Flow,
material didorong dengan dozer hingga ujung lereng. Dozer mendorong material
buangan dari jarak 7,5 meter dari crest yang merupakan posisi truk menongkang
muatannya (Sunarno, 2008).
Gambar 2.2 Rancangan Finger Disposal (Sunarno,2008)
Karena kemiringannya yang landai, pengaruh gaya gravitasi tidaklah terlalu
besar sehingga dibutuhkan dozer yang lebih banyak untuk mendorong material.
Disposal ini dapat bergerak maju setelah dilakukan pembatuan dengan menggunakan
material sipil seperti slag, material reject, dan material kuari. Kelebihan dari jenis ini
11. yaitu dapat memaksimalkan kapasitas disposal itu sendiri. Sedangkan kerugiannya,
11
membutuhkan biaya untuk pembatuan atau kontinuitas material sipil.
2.2.2 Disposal Tipe Induced Flow
Induced Flow Disposal adalah tipe disposal yang memanfaatkan beda
ketinggian > 15 meter untuk mendumping material, dengan sudut kemiringan antara
500 maksimum 700. Disposal tipe ini dibangun di atas tanah asli yang stabil (original),
pada area blue zone atau pada area yang direkomendasikan oleh engineer geoteknik.
Disposal ini juga dilengkapi dengan backstop sebagai dudukannya (bund wall) setinggi
setengah ban roda truk yang terletak pada ujung crest seperti yang terlihat pada
gambar 2.3 dan 2.4. Untuk mendorong material yang cukup padat ke bawah bisa
disemprot dengan air. Selain itu, juga diperlukan instalasi alat pemantauan untuk
mengamati ada tidaknya pergerakan tanah pada lereng, alatnya berupa inclinometer.
Gambar 2.3 Rancangan Induced Flow (Sunarno,2008)
12. 12
Gambar 2.4 Rancangan Backstop Induced Flow (Sunarno,2008)
Kekurangan tipe dumping ini yaitu tidak dapat diterapkan pada semua slope
karena batuan landasannya harus cukup kuat untuk menahan live road dari truk
beserta muatannya hingga ke crest-nya, kapasitas disposal-nya kurang maksimal dan
membutuhkan banyak biaya untuk pengadaan backstop (Sunarno, 2008).
2.2.3 Disposal Tipe Semi Induced
Disposal Semi Induced Flow, umumnya sama atau memiliki kemiripan dengan
Induce Flow tetapi truk hanya bisa dumping pada jarak tertentu yang diperbolehkan
yaitu 12.5 m dari original crest. Setelah itu tanah penutup di dorong oleh dozer hingga
ujung crest. Crest ke toe adalah 30 meter dengan kemiringan lereng antara 260- 360.
Semi Induce Flow membutuhkan pembatuan material sipil pada landasan truk yang
akan menongkang untuk menambah daya dukung tanah agar tidak terjadi longsoran
(subsidence) . Karena kemiringannya lebih besar, disposal tipe ini membutuhkan dozer
yang lebih sedikit dari pada Fnger Flow. Namun batas dorongan dozer pada disposal
jenis ini tidak bergerak maju. Sebagai langkah antisipasi kelongsoran, perlu dilakukan
pemantauan dengan alat extensometer (Sunarno, 2008).
Kelebihan dari jenis ini yaitu tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan
pembatuan di dumping area. Kekurangannya dibanding Disposal Induced Fow adalah
13. mengeluarkan biaya untuk pengadaan dozer dan apabila dibandingkan dengan Finger
13
disposal, kapasitas disposal-nya kurang maksimal.
Gambar 2.5 Semi Induced Flow Disposal (Sunarno,2008)
Dari jenis-jenis disposal dapat diketahui bahwa material sipil digunakan
sebagai bahan untuk perkuatan, baik itu perkuatan untuk jalan dozer, maupun sebagai
landasan untuk tempat backstop. Landasan dozer dibutuhkan agar nantinya dozer
yang digunakan tidak terperosok. Pada backstop, perkuatan dilakukan agar cukup
kuat untuk menahan beban sehingga tidak terjadi longsor.
2.3 Material Sipil
Material sipil adalah material-material yang digunakan untuk konstruksi yang
meliputi kuari, pecahan batuan slag, dan reject screening station. Material sipil ini
berguna untuk menambah kekuatan dari tanah. Material sipil ini biasanya digunakan
untuk penggunaan material pondasi bawah, jalan, rail roads, dan sebagainya. Di PT.
INCO, selain sebagai bahan perkerasan jalan, material sipil juga digunakan sebagai
14. bahan perkerasan permukaan lapangan di front dan sebagai bahan untuk perkuatan
14
material di disposal.
Material sipil yang digunakan oleh pihak PT. Inco dibedakan atas tiga macam
yaitu kuari, reject dan slag yang memiliki komposisi berbeda-beda untuk setiap macam
jenis perkerasan atau penguatan baik itu jalan tambang, disposal, ataupun pada lokasi
penambangan. Material ini dibedakan dari segi cara memperolehnya masing-masing.
2.3.1 Kuari
Kuari adalah batuan dasar yang berasl dari daerah-daerah bluezone atau
bedrock. Produksi kuari biasanya disertai dengan kegiatan peledakan karena di
butuhkan suatu kegiatan untuk melakukan pemberaian terhadap material kuari.
Berdasarkan letak struktur batuannya, kuari dapat dibagi menjadi dua:
1. Kuari tipe satu
Kuari tipe satu merupakan batuan yang terletak di bawah lokasi penambangan.
Batuan ini merupakan bluezone pada daerah penambangan. Kuari tipe 1 ini baru
dapat diambil apabila kegiatan pengambilan ore di mine front-nya sudah selesai.
Sebagai contoh Delaney quarry
2. Kuari tipe dua
Kuari tipe dua merupakan suatu massa batuan yang tersingkap di permukaan atau
hanya ditutupi oleh tanah penutup. Tidak seperti kuari tipe satu, kuari tipe dua ini
tidak ada kegiatan pengambilan ore disana sehingga pengambilan batuannya
tidak dipengaruhi oleh kegiatan penambangan. Sebagai contoh yaitu Anoa north
dan Anoa South Kuari.
15. 15
2.3.2 Slag (terak nikel)
Slag (terak nikel) adalah limbah buangan dari industri pengolahan nikel
membentuk liquid panas yang kemudian mengalami pendinginan sehingga
membentuk batuan alam yang terdiri dari slag padat dan slag yang berpori (seperti
yang terlihat pada gambar 2.8). Berdasarkan bentuknya, slag nikel dapat dibedakan
menjadi 3 tipe yaitu high, medium, dan low slag. Terak nikel yang masuk kategori high
diperoleh dari proses pemurnian di converter berbentuk pasir halus berwarna coklat
tua, sedangkan kategori medium dan low slag diperoleh lewat tungku pembakaran
(furnace) .
Di PT. Inco, produksi limbah slag yang melewati proses pemurnian di converter
mencapai 3000 ton perminggu, sedangkan pada tungku pembakaran dihasilkan
medium slag dan low slag sebanyak 48.679 ton. Terak ini akan disimpan ke lokasi
pembuangan terak (slag dump). PT. Inco tidak diperkenankan membuang terak di luar
lokasi penambangan yang diizinkan dan tidak boleh menjual atau memberikan terak
kepada pihak lain melainkan hanya boleh dimanfaatkan dan dikelola oleh pihak PT.
Inco sendiri. Atas dasar kebijakan PT. Inco, maka terak akan dimanfaatkan sebagai
lapisan material untuk pembuatan akses jalan tambang, dan sebagai material untuk
meningkatkan daya dukung tanah. Hal ini dilakukan karena lemahnya daya dukung
tanah yang ada untuk operasi alat berat dan Dump Truck dalam proses penambangan.
16. 16
Gambar 2.6 Foto proses pouring
Gambar 2.7 Foto proses quarrying
Kegiatan utama di slag dump yaitu pouring dan quarrying seperti yang terlihat
pada gambar 2.6 dan 2.7. Pouring adalah kegiatan penumpahan slag sedangkan
quarrying adalah kegiatan pengambilan slag yang sudah dingin.
17. 17
Gambar 2.8 Foto material sipil slag
2.3.3 Reject
Material reject adalah material-material (batu/boulder) yang menjadi pengotor
dalam kegiatan pengambilan ROM. Reject material ini merupakan hasil pemisahan
dengan menggunakan grizzy bar pada screening station, seperti yang terlihat pada
gambar 2.9. Secara umum ada beberapa ukuran reject yang dihasilkan oleh screening
station di PT. Inco. Material reject yang dihasilkan dari screening station berupa +18",
+4", +2". Selain dari hasil screening station, PT. Inco juga memperoleh reject yang
merupakan keluaran dari kiln berupa reject dryer +1".
Berdasarkan ukuran dan pemamfaatannya, hanya reject +4", +2" dan reject
dryer yang digunakan sebagai material sipil. Hal ini disebabkan oleh ukuran reject
+18" yang terlalu besar dan persentase pemakaian yang kecil untuk dipakai sebagai
material sipil. Sebenarnya reject +18" ini bisa digunakan lagi dengan cara memperkecil
ukuran batunya dengan di-crushing, namun karena hal ini dinilai tidak ekonomis, maka
reject +18" kebanyakan hanya dibuang begitu saja atau dijadikan sebagai dasar untuk
landasan disposal.
18. 18
Gambar 2.9 Foto grizzly bar reject +18” di screening station
Gambar 2.10 Foto screening station dan persebaran material reject.
2.4 Biaya Penggunaan Material Sipil
Ada beberapa komponen biaya yang harus diperhatikan untuk menghitung
besarnya biaya yang terpakai untuk setiap penggunaan jenis material sipil apakah itu
kuari, reject maupun slag. Untuk masing-masing jenis material sipil, memiliki
19. perbedaan satu sama lainnya. Ada yang hanya berupa biaya penggunaan alat mekanis
ada juga yang memerlukan biaya tambahan berupa biaya produksi material. Untuk
material sipil kuari dan slag masih memerlukan biaya operasi untuk memproduksi
material tersebut sedangkan untuk material slag hanya memerlukan biaya penggunaan
alat mekanis karena tidak memerlukan usaha untuk memproduksi material tersebut.
19
2.4.1 Biaya Pemboran dan Peledakan Kuari
Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan peledakan pada
suatu daerah penambangan. Kegiatan peledakan ini biasanya dilakukan pada
pengambilan material kuari. Material kuari ini biasa diambil dari batuan bluezone.
Batuan-batuan ini biasanya memiliki tingkat kekerasan tertentu yang sebagian besar
tidak dapat langsung diambil dengan menggunakan backhoe/shovel. Maka dari itu,
digunakanlah blasting untuk memudahkan pengambilan batuan dan memperkecil
fragmen batuan yang diambil. Dalam sistem pemboran peledakan, biaya yang
digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Waktu kerja Alat
Dalam kegiatan pemboran, waktu yang diperlukan untuk membuat lubang tembak
tergantung kepada tingkat kekerasan batuan. Semakin bagus mata bor yang
digunakan semakin cepat kecepatan pengeboran dan semakin keras batuan akan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuang lubang tembak. Apabila
waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah lubang tembak semakin besar,
maka semakin besar biaya yang dikeluarkan.
2. Jumlah bahan peledak yang digunakan
Bahan peledak merupakan komponen utama dalam sistem peledakan. Banyaknya
jumlah bahan peledak yang digunakan akan sangat bergantung pada jumlah
produksi yang diinginkan. Semakin banyak lubang tembak yang kita isi, akan
20. semakin banyak komsumsi bahan peledak, sehingga akan membuat biaya
20
peledakan menjadi mahal.
3. Perbaikan dari peralatan yang rusak
Kuari merupakan kegiatan penggalian batuan dengan tingkat kekerasan yang
cukup keras. Penggunaan mata bor pada alat pengeboran adalah hal yang paling
diperhatikan karena tingkat kerusakan mata bor ini sangat tinggi. Semakin banyak
mata bor yang rusak, maka akan semakin banyak jumlah biaya yang dibutuhkan
untuk melakukan perbaikan. Dalam komponen biaya, biaya perbaikan ini sudah
termasuk ke dalam biaya pemakaian alat/jam. Biaya pemakaian alat itu sendiri
meliputi biaya operasional dan biaya maintenance.
2.4.2 Biaya Pemuatan
Biaya yang dikeluarkan untuk memuat material dari lapangan ke atas Dump
Truck. Biaya ini lebih banyak dipengaruhi oleh waktu kerja alat muat.
Dimana biaya alat muat dirumuskan:
Bm = W x bm ............................................................................... (2.1)
Keterangan:
Bm = Biaya pemuatan ($)
W = Waktu operasi kerja alat (jam)
bm = Biaya alat muat (perjam/ton)
2.4.3 Biaya Pengangkutan
Biaya pengangkutan adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut
material. Dalam pemakaian alat angkut, biaya yang dikeluarkan tergantung kepada
lamanya pemakaian waktu pengangkutan. Biaya pemakaian alat angkut ini disusun
oleh beberapa komponen penting diantaranya biaya operasi dan biaya perbaikan.
Biaya operasi ini berarti biaya yang dikeluarkan untuk operasional alat seperti biaya
21. bahan bakar, pemakaian pelumas dan lain-lain. Sedangkan untuk biaya perawatan,
biaya yang dibutuhkan untuk perawatan alat agar tetap maksimal. Komponen biaya ini
akan dibagi terhadap jumlah jam kerja alat untuk mendapatkan biaya penggunaan alat
21
per jam. Dalam rumusannya, biaya pengangkutan dapat dirumuskan menjadi:
Ba = W x ba ................................................................................ (2.2)
Keterangan:
Ba = Biaya pemuatan ($)
W = Waktu operasi kerja alat (jam)
ba = Biaya alat angkut (biaya/jam)
2.4.4 Biaya Pendinginan Slag
Biaya pendinginan ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyewaan truk
kontraktor pengangkut air dalam pendinginan slag. Slag yang merupakan buangan dari
pabrik pada awalnya berbentuk material liquid panas sehingga belum bisa digunakan
untuk material sipil. Agar slag dapat dimanfaatkan, proses pendinginan perlu dilakukan
agar bentuk slag yang liquid menjadi material padat. Untuk mendinginkan slag
dilakukan penyiraman air terhadap slag panas tersebut sampai material slag menjadi
padat dan cukup dingin untuk digunakan sebagai material sipil.
Untuk biaya penyiraman dirumuskan:
Bs = W x V ................................................................................ (2.2)
Keterangan:
Bs = Biaya penyiraman ($)
W = Waktu operasi kerja alat (jam)
V = Volume air per tonnase slag yang dihasilkan (m3/ton)
Slag yang dibawa oleh haul master dari pabrik pengolahan ke slag dump memiliki suhu
berkisar antara 15000C-15600C. Kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan
dengan cara didiamkan selama kurang lebih 4 minggu maka suhunya akan berkurang
menjadi 4000C-5500C. Setelah proses pendinginan selama 4 minggu, dilakukan lagi
proses pendinginan dengan cara penyiraman dengan air. Hal ini dilakukan agar suhu
22. slag bisa turun dan dapat dilakukan penambangan slag. Suhu rata-rata pada saat
22
setelah dilakukan penyiraman yaitu berkisar antara 1200C-1300C.
2.5 Alat Mekanis
Hal yang mempengaruhi penggunaan alat mekanis adalah menyangkut jenis
alat mekanis dan aspek kesediaan alat mekanis yang mengindikasikan kesediaan suatu
alat untuk melakukan kerja, pengaruh dari kesediaan alat mekanis akan berujung pada
tingkat produksi suatu alat mekanis.
2.5.1 Jenis Alat Mekanis
Alat mekanis yang bekerja pada disposal area umumnya terdiri atas 2 alat
mekanis yang merupakan kombinasi sesuai dengan fungsi alat mekanis tersebut.
Umumnya terdiri atas alat angkut seperti dump truck yang mengangkut material dari
front penambangan dan dozer sebagai alat dorong yang membantu meratakan dan
mendorong material ke dalam disposal (gambar 2.11.). Berikut rincian alat tersebut:
1. Dump Truck
Dump truck senantiasa menjadi pilihan idola sebagai alat angkut dalam
pemindahan tanah penutup ke disposal ini dikarenakan kemampuan manuvernya
yang baik yang dapat menyesuaikan kondisi medan. Bahkan menurut
Projosumarto (1993), karena kecepatannya yang tinggi, Dump Truck memiliki
tingkat produksi yang tinggi sehingga menghemat ongkos angkut material per ton
jika dibandingkan dengan jenis alat angkut yang lain. Selain itu, Dump Truck juga
fleksibel, artinya dapat mengangkut berbagai jenis material dan muatan yang
bentuk dan ukurannya beraneka ragam dan tidak terlalu bergantung pada jalur
jalan. Berdasarkan ukurannya Dump Truck dibedakan atas tiga jenis yaitu:
a. Ukuran kecil yaitu truk-truk yang mempunyai kapasitas hingga 25 ton
23. 23
b. Ukuran sedang yaitu yang mempunyai kapasitas antara 25-100 ton
c. Ukuran besar yaitu yang memliki kapasitas diatas 100 ton
Berdasarkan cara mengosongkan muatannya juga dibagi atas tiga yaitu:
a. End-dump atau rear dump yaitu mengososngkan muatannya ke belakang
b. Side dump yaitu mengosongkan muatan ke samping.
c. Bottom dump yaitu mengosongkan muatan ke bawah.
Pemilihan cara mengosongkan muatannnya tergantung dari keadaan tempat
kerja, artinya tergantung dari keadaan dan letak tempat pembuangan material
(Projosumarto, 1993)
2. Buldozer
Salah satu alat mekanis yang sangat berpengaruh pada aktivitas di disposal area
adalah bulldozer. Bulldozer adalah alat mekanis yang menggunakan traktor
sebagai alat penggerak utama, yang biasanya dilengkapi dengan dozer
attachment. Dalam hal ini attachment adalah blade. Dalam aplikasinya, bulldozer
dirancang sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk mendorong berbagai
macam material ke arah depan. Beberapa klasifikasi yang diperhatikan dalam
menentukan alternatif alat mekanis bulldozer yang akan digunakan yaitu:
a. Bulldozer yang bilahnya digerakkan dengan kabel (Cable Controlled Blade),
dimana gerakan naik turun bilahnya memakai kabel sebagai alat pengendali.
Jenis ini merupakan tipe lama.
b. Bulldozer yang bilahnya digerakkan dengan tenaga hidrolik (Hidroulik
Controlled Blade), ini merupakan yang lebih modern dengan tenaga hidrolik
untuk mengendalikan gerakan naik turunnya bilah.
Bila ditinjau dari segi penggeraknya, ada 2 (dua) macam bulldozer, yaitu:
a. Bulldozer yang memakai roda karet (rubber tired bulldozer atau whell dozer).
Bulldozer jenis ini lebih gesit dan lincah dalam pergerakannya. Jenis
24. bulldozer ini sangat cocok untuk daerah kering dan memiliki landasan yang
keras. Sementara untuk daerah yang becek dan landasan lunak, bulldozer
24
tipe ini akan kehilangan kekuatannya karena sering selip.
b. Bulldozer yang memakai rantai (track type bulldozer atau crawler dozer).
Bulldozer tipe ini gerakannya lamban tetapi memiliki daya gusur yang cukup
dan dapat bergerak dengan baik pada daerah yang kering maupun becek,
karena rantainya mampu mencengkram landasan kerjanya dengan baik.
(Projosumarto, 1993)
2.5.2 Kesediaan Alat Mekanis
Kesediaan alat mekanis merupakan kesediaan suatu alat untuk melakukan
kerja yang terdiri atas empat macam, yaitu:
1. Kesediaan Mekanis atau Mechanical Availability (MA)
Suatu faktor yang menunjukkan tingkat kesediaan alat dapat berproduksi
dengan memperhatikan kehilangan-kehilangan waktu karena sebab
mekanik seperti kerusakan mesin dan perawatan.
Kesediaan mekanis dirumuskan:
MA = ............................................................ (2.3)
2. Kesediaan fisik atau Physical Availability (PA)
Suatu faktor yang menunjukkan tingkat kerja suatu alat dengan
memperhatikan kehilangan waktu kerja segala macam alasan seperti hujan
dan sebagainya.
Kesedian Fisik dapat dirumuskan:
PA = ............................................................. (2.4)
25. 25
3. Kesediaan pemakaian atau Used of Availability (UoA)
Suatu faktor yang menunjukkan tingkat efisiensi suatu alat dalam
melakukan suatu kegiatan produksi. Biasanya dapat memperlihatkan
seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak dapat dimanfaatkan.
Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan/managemen
peralatan yang sedang digunakan.
Kesedian pemakaian dirumuskan:
UoA = ........................................................... (2.5)
4. Penggunaan efektif atau Effective Utility (EU)
Suatu faktor yang menunjukkan persentase dari keseluruhan waktu kerja
yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif dari alat dalam
suatu kegiatan.
Penggunaan Efektif dirumuskan :
MA = ............................................................... (2.6)
Dimana :
W = waktu operasi aktual, merupakan jumlah jam kerja alat pada saat
alat dalam kondisi dapat dioperasikan.
R = waktu repair, merupakan waktu yang hilang akibat unit rusak,
sedang atau belum diperbaiki karena tunggu suku cadang atau
tenaga.
S = waktu standby, merupakan jumlah waktu yang tidak dapat
dipergunakan unit tetapi unit dalam keadaan baik dan siap
digunakan.
T = waktu total, merupakan jumlah dari waktu operasi aktual, waktu
repair dan waktu standby.
2.5.3 Produksi Alat Mekanis
Alat mekanis yang bekerja di disposal yakni alat angkut dan alat dorong
memiliki komponen produksi tersendiri dimana komponen produksi kedua alat
26. dipengaruhi oleh kapasitas bucket/blade alat mekanis. Terkhusus pada alat mekanis
26
yang bekerja di disposal area, produksinya terbagi atas 2 yaitu:
a. Produksi Alat Angkut
Pengangkutan adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut material
menuju tempat yang dibutuhkan. Untuk mengetahui kemampuan produksi alat
angkut dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
Pa = Cb x n ............................................................................ (2.7)
Keterangan:
Pa = Produksi alat angkut (wmt)
Cb = Kapasitas baket alat angkut (ton)
n = Jumlah edar/trip tiap hari
Kapasitas truk diperoleh berdasarkan jumlah pemuatan dari kapasitas alat muat
yang memiliki faktor koreksi yaitu S (Swell faktor), F (Fill Faktor), tetapi di
dalam operasi pengangkutan material tidak menggunakan swell faktor, karena
material pada saat diambil dan dimuat sudah dalam keadaan lepas. Sedangkan
dalam jumlah trip perhari memiliki 2 (dua) faktor koreksi yaitu : availability
yang terdiri dari ; Mechanical Availability (MA), dan Physical Availability (PA),
serta utilisasi yang terdiri dari ; Use of Availability (UoA), dan Effective Utility
(EU) (Indonesianto, 2008). MA merupakan persentase kesiapan alat bila tidak
rusak atau sedang dalam perawatan, PA merupakan persentase keadaan fisik
dari alat yang siap dipergunakan, UoA merupakan persentase kemampuan
waktu untuk beroperasi yang dapat dipergunakan dari waktu kerja dan EU
merupakan persentase kemampuan waktu untuk beroperasi yang dapat
dipergunakan dari total waktu. Maka EU digunakan untuk faktor koreksi.
Sedangkan MA, PA dan UoA tidak dipergunakan karena MA merupakan
persentase kesediaan suatu alat atau mesin bila tidak rusak atau sedang dalam
perawatan dan EU adalah perkalian dari PA dan UoA. Bila PA dan UoA
27. digunakan, faktor koreksi dalam perhitungan produksi akan dobel. Sehingga
27
rumus untuk perhitungan produksi alat angkut menjadi :
Pa = 60/Cta x n x Cb x Ff x EU ..................................................... (2.8)
Keterangan :
Pa : Produktivitas alat angkut, (ton/jam)
Pm : Produktivitas alat muat, (ton/jam)
Cta : Waktu edar alat angkut, (menit)
Ctm : waktu edar alat muat satu swing, (menit)
Cb : Kapasitas bucket alat muat, (m3)
Ff : faktor pengisian (fill faktor) , (%)
PA : Phisical Availability atau kesediaan fisik, (%)
UoA : Use of Availability atau kesediaan pemakaian, (%)
MA : Mechanical Availability atau kesediaan mekanis, (%)
EU : Effective Utility atau penggunaan efektif, (%)
Untuk Waktu Edar Alat Angkut (Cta) dirumuskan sebagai berikut:
Ct a A B C D E F G H ........................................... (2.9)
Keterangan:
A = Waktu diisi muatan (detik)
B = Waktu mengangkut muatan (detik)
C = Waktu menunggu bermuatan (detik)
D = Waktu manuver saat muatan (detik)
E = Waktu menumpahkan (detik)
F = Waktu kembali dalam keadaan kosong (detik)
G = Waktu menunggu keadaan kosong (detik)
H = Waktu manuver kosong (detik)
b. Produksi Alat Dorong/Dozer
Dozing adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mendorong atau meratakan
material yang telah di tumpahkan oleh alat angkut pada dumping point
(Indonesianto, 2008). Rumus yang dipergunakan untuk menghitung kemampuan
produksinya adalah sebagai berikut:
푃퐻 = 푃퐶 × 60
퐶푇
× 퐸푈 ........................................................... (2.10)
Keterangan:
PH = Produksi per jam
Pc = Produksi per cycle
EU = Efisiensi kerja alat
Untuk waktu edar alat dorong dirumuskan:
Ct A B C .................................................................... (2.11)
28. 28
Keterangan:
A = Waktu melakukan pendorongan (detik)
B = Waktu melakukan ganti gigi (detik)
C = Waktu mundur (detik)
29. 29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari sesuatu secara sistematis,
dengan menggunakan pemikiran yang kritis dalam waktu yang relatif lama dan
menggunakan metode yang bersifat ilmiah dan beraturan. Proses metodologi
penelitian ini digunakan oleh penulis sebagai acuan langkah dalam melakukan
penelitian hingga pada akhirnya penelitian ini diseminarkan dan menjadi dasar buat
pihak lain guna melakukan penelitian serupa ataukah meneliti unsur kebenaran dari
penelitian ini. Proses kegiatan penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sisi
produktivitas alat, produksi rata-rata, pemakaian material sipil dan biaya rata-rata
untuk aktivitas disposal per minggu.
3.1 Perumusan Masalah
Perumusan masalah didapatkan setelah melakukan identifikasi masalah yang
kemudian dikumpulkan dan dipisahkan berdasarkan kategori-kategori permasalahan.
Setelah itu kategori permasalahan kemudian dikumpulkan, dipadukan dan diurutkan
membentuk rumusan masalah.
Adapun masalah yang dirumuskan yaitu belum diketahuinya secara aktual
beberapa aspek teknis di disposal area yakni menyangkut produktivitas alat mekanis yang
bekerja di disposal area, laju produksi pengisian disposal, komposisi aktual penggunaan
material sipil terhadap overburden serta penggunaan biaya terhadap aktivitas disposal
per minggunya.
30. 30
3.2 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan beberapa materi penunjang
yang berkaitan dengan penelitian secara umum. Studi pustaka yang digunakan sebagai
dasar pengolahan data penelitian tidak hanya dilakukan pada tahapan persiapan tetapi
juga pada tahapan penelitian dilapangan, pengolahan dan analisis data hingga pada
tahap perampungan sebelum dilakukannya seminar penelitian. Studi pustaka yang
paling menunjang diantaranya sebagai berikut:
1. Anonim. Cara menghitung produksi dan ongkos produksi.
2. Projosumarto, 1993. Pemindahan tanah mekanis
3. Indonesianto, 2008. Pemindahan tanah mekanis
4. Nurhakim, 2004. Tambang terbuka & buku panduan lapangan KLT
5. Projosumarto, 1993 Unit produksi tambang
6. Wedhanto, 2009.Alat Berat dan Pemindahan Tanah Mekanis
3.3 Tabulasi Data
Adapun data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder,
data primer merupakan data yang berkaitan secara langsung dengan penelitian
sedangkan data sekunder adalah data-data yang sifatnya sebagai data pelengkap dan
bahan informasi penelitian. Data-data tersebut kemudian diolah sehingga dapat
dilakukan analisis. Data-data tersebut antara lain:
1. Data Primer
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data primer. Tahapan
secara umum untuk pengambilan data primer dilapangan adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan data cycle time alat angkut Dump Truck tipe Caterpillar 777 C dan
Caterpillar 777 D yang dumping di Disposal Watulabu 07, selama satu minggu.
31. Dimana selain mengambil data cycle time alat, juga mengambil data waktu
antrian alat angkut, bila terjadi antrian, serta jenis material yang akan di-
dumping apakah overburden ataupun material sipil, yang akan dipergunakan
31
dalam analisis produktivitas alat mekanis.
b. Di satu minggu yang sama juga diambil data cycle time alat dorong/dozer pada
Disposal Watulabu 07 yaitu cycle time Dozer Caterpillar D8R. Selain data cycle
time alat angkut, juga diambil data-data berupa waktu stand by alat, waktu
berhenti, waktu istirahat yang akan memepengaruhi job efficiency alat.
c. Kemudian satu minggu berikutnya dilakukan pengambilan data yang sama
pada Disposal Anoa 28 yang mewakili Disposal Semi Induced dimana data yang
diambil berupa data cycle time alat angkut dan alat dorong/dozer serta
lamanya antrian alat angkut.
d. Data rata-rata dumping material per minggu pada Disposal Watulabu 07 dan
Disposal Anoa 28.
e. Data Modular Mining System (MMS)
f. Data penelitian sebelumnya yang menyangkut disposal yakni mengenai biaya
perjam dari alat muat pada lokasi striping area.
g. Data biaya unit cost merupakan data yang mencakup penggunaan suatu alat
berat dalam bulan tertentu, dimana akan menjadi rujukan utama dalam
perhitungan biaya alat pada disposal nantinya.
h. Data biaya operasi produksi material sipil
2. Data Sekunder
Ada beberapa data yang diambil baik ke perusahaan maupun pada penelitian
sebelumnya yang menyangkut penelitian ini yang sifatnya sebagai data tambahan
atau pelengkap data-data sekunder yang diambil di lokasi penelitian dalam hal ini
pada Mne Department PT. Inco adalah :
32. 32
a. Data jenis dan jumlah alat mekanis di PT. Inco
b. Data assessment geotechnical Disposal Watulabu 07.
c. Serta data-data pendukung lainnya guna melengkapi data dalam pengolahan
dan analisis data selanjutnya.
3.4 Tahapan Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan
dianalisis guna merumuskan kesimpulan dari penelitian ini. Adapun variabel
pengolahan data yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Menghitung produktivitas alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan Caterpillar
777 D, kemudian produktivitas alat dorong Caterpillar D8R. Tahap pengolahan data
produktivitas alat mekanisnya sebagai berikut
a. Menghitung cycle time rata-rata pada setiap tipe dan jenis alat mekanis
menggunakan rumus:
CTrata-rata =
Σ CT
n
.....................................................................(3.1)
Keterangan:
CT = Cycle time (menit)
n = Jumlah siklus
b. Menghitung produksi per siklus pada setiap tipe alat angkut menggunakan
rumus:
푃푐 = 푊푇
푛
............................................................................(3.2)
Keterangan:
Pc = Produksi per siklus (wmt)
WT = Tonase total material (wmt)
n = Jumlah siklus
c. Menghitung produksi per jam pada setiap tipe alat angkut menggunakan
rumus:
33. 33
푃퐻 = 푃퐶 × 60
퐶푇
× 퐸푈 .............................................................(3.3)
Keterangan:
PH = Produksi per jam
Pc = Produksi per siklus
EU = Efisiensi kerja alat
d. Menghitung produksi per siklus pada setiap tipe alat dorong menggunakan
rumus:
푃퐶 = 푉푏 × 푎 ........................................................................ (3.4)
Keterangan:
Vb = kapasitas blade (m3)
ɑ = Faktor pengisian blade
e. Menghitung produksi per jam pada setiap tipe alat dorong menggunakan
rumus:
푃퐻 = 푃퐶 × 60
퐶푇
× 퐸푈 (3.5)
b. Menghitung produksi dumping material, baik itu overburden, material sipil berupa
material kuari, material reject, yang mana material reject yang dipakai adalah +4,
+2 dan reject dryer, sedangkan reject +18 tidak digunakan, serta material slag
dengan rumus:
푃푚 = 푛 × 푃퐶 ..................................................................... (3.6)
Keterangan:
Pm = Produksi total material
n = Jumlah siklus angkut material
Pc = produksi per siklus angkut material
c. Dari hasil produksi material dumping pada masing-masing tipe disposal per minggu
kemudian dapat dicari komposisi aktual dilapangan material sipil yang diperlukan
terhadap tiap tonase overburden yang masuk ke disposal.
d. Menghitung biaya alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan 777 D serta alat
dorong Caterpillar D8R per jam yang kemudian dihitung untuk dikonversikan
berapa biaya alat yang digunakan per ton untuk menghitung berapa biaya yang
34. dipakai untuk men-dumping material per ton pada masing-masing tipe disposal.
34
Tahapan pengolahan biayanya sebagai berikut:
a. Menghitung biaya alat mekanis per siklus untuk setiap tipe dan jenis alat
mekanis yang dikhususkan pada alat angkut dan alat dorong dengan
menggunakan rumus:
퐵퐶 = 퐵푈 × 퐶푇 ..................................................................... (3.7)
Keterangan:
BC = Biaya per siklus alat ($)
BU = Biaya unit alat tiap jam ($/hours)
CT = Cycle time alat mekanis (jam)
b. Setelah mendapatkan biaya alat per siklus kemudian mencari biaya alat per
tonase material dengan menggunaka rumus:
퐵푊 =
퐵퐶
푊퐶
............................................................................. (3.8)
Keterangan:
BW = Biaya per tonase material ($)
BC = Biaya per siklus alat ($)
WC = Tonase material per siklus angkut (wmt)
c. Setelah mendapatkan biaya alat per ton kemudian dihitung biaya aktivitas
disposal secara keseluruhan pada masing-masing tipe disposal dalam satu
minggu menggunakan rumus:
Biaya Total = Biaya alat mekanis + Biaya produksi material.................(3.9)
Setelah dilakukan pengolahan data kemudian coba dilakukan analisis data
dimana diharapkan dapat diambil kesimpulan terhadap analisis tersebut. Urutan
analisis yang dilakukan yaitu:
1. Analisis terhadap produktivitas alat mekanis dengan cara membandingkan antara
kedua tipe disposal. Analisisnya juga berisikan kesimpulan terhadap faktor
penyebab tinggi-rendahnya produktivitas alat mekanis, dan hubungan variabel
antara komponen produktivitas alat mekanis terhadap tingkat produksi.
35. 2. Analisis terhadap tingkat produksi material yang masuk ke disposal perminggu
dan analisis variabel perbedaan tingkat produksi terhadap perencanaan disposal
35
secara komperehensif.
3. Analisis tingkat pemakaian material sipil secara aktual pada masing-masing tipe
disposal.
4. Analisis biaya terpakai pada masing-masing tipe disposal perminggu
36. 36
RUMUSAN MASALAH
1. Produktivas alat mekanis.
2. Laju produksi perminggu.
3. Komposisi material sipil
4. Biaya operasi
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alir Metode Penelitian
STUDI PUSTAKA
1. Anonim, Cara menghitung produksi dan ongkos
produksi
2. Projosumarto,1993. Pemindahan tanah mekanis
3. Indonesianto,2008. Pemindahan tanah mekanis
4. Nurhakim. 2004. Tambang terbuka & Buku
panduan KLT
5. Projosumarto. Unit produksi tambang
PENGOLAHAN DATA
1. Produksi per cycle
2. Produksi per jam
3. Produksi material dumping
4. Biaya per cycle
5. Biaya per ton
Analisis produktivitas alat mekanis Analisis produksi material dumping perminggu
Komposisi material sipil Biaya operasi perminggu
SKRIPSI
Data cycle time alat mekanis
Data kesediaan alat mekanis
Data modular mining
system (MMS DATA)
Data unit cost alat mekanis perjam
Data biaya produksi material sipil
TABULASI DATA
37. 37
BAB IV
ANALISIS OPERASI DISPOSAL AREA
Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa aspek teknis dari kedua disposal
yang berbeda tipe yakni Disposal Watulabu 07 yang merupakan disposal tipe Finger,
dan juga Disposal Anoa 28 yang merupakan disposal tipe Semi Induced. Pembahasan
juga akan dititikberatkan pada kesesuaian antara disposal tipe Finger secara teoritis
dan aktual pada Disposal Watulabu 07 serta Dsposal tipe Semi Induced pada Disposal
Anoa 28. Menyangkut inti masalah dari penelitian ini yang berupaya melakukan analisis
beberapa aspek teknis dalam perencanaan disposal pada masing-masing tipe disposal,
maka yang akan dibahas secara rinci adalah tingkat produktivitas dari alat angkut dan
dozer pada masing-masing tipe disposal, serta laju produksi dari overburden yang di-
dumping pada disposal. Kemudian akan dihitung juga berapa pemakaian material sipil
pada masing-masing tipe disposal agar tetap aman untuk mendukung laju produksi
overburden berdasarkan metode pengisian material ke masing-masing tipe disposal.
Terakhir adalah menghitung dan membandingkan total biaya yang dipergunakan untuk
menopang aktivitas disposal yang terbatas pada biaya alat, dan biaya produksi
material sipil.
4.1 Analisis Produktivitas Alat Mekanis
Produktivitas alat mekanis yang akan dianalisis yaitu menyangkut produksi per
siklus dan produksi per jam alat angkut Dump Truk CAT 777C dan Dump Truk CAT
777D antara kedua tipe disposal yakni Disposal Watulabu 07 yang mewakili tipe
Finger dan Disposal Anoa 28 yang mewakili tipe Semi Induced.
38. 38
4.1.1 Analisis Produktivitas Alat Angkut
Berdasarkan hasil pengolahan mengenai produktivitas masing-masing alat
angkut pada kedua tipe disposal (lihat lampiran A, perhitungan dan pengolahan data
produktivitas alat) diperoleh:
Tabel 4.1 Produktivitas alat angkut
NO. Produktivitas Alat Angkut Watulabu 07
Anoa 28
1 Produksi per siklus DT CAT 777 C 76,29 wmt
78,48 wmt
2 Produksi per jam DT CAT 777 C 109,50 wmt
112,64 wmt
3 Produksi per siklus DT CAT 777 D 93,86 wmt
94,46 wmt
4 Produksi per jam DT CAT 777 D 172,66 wmt
174,02 wmt
Dari tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa tingkat produktivitas alat angkut disposal
tipe Semi Induced Anoa 28 lebih tinggi dibanding alat angkut pada disposal tipe
Finger Watulabu 07, yang ditandai dengan lebih tingginya produksi per jam Dump
Truck Caterpillar 777C dan juga Dump Truck Caterpillar 777D pada Disposal Anoa 28.
Secara aktual ini disebabkan antara lain karena cycle time alat angkut tipe CAT
777 D alat angkut Disposal Watulabu 07 yang lebih tinggi dibanding cycle time alat
angkut tipe CAT 777D Disposal Anoa 28. Bahkan pada Disposal Anoa 28, cycle time
alat angkutnya masih bisa lebih rendah lagi dikarenakan seringnya terjadi antrian
hingga 6-7 truk dalam satu lokasi disposal. Hal ini berakibat pada cycle time yang lebih
lama, dimana rata-rata cycle time-nya bertambah hingga 15 menit per unit alat. Yang
kedua adalah jika ditinjau dari produksi per siklus alat, dimana untuk setiap tipe alat
angkut pada Disposal Watulabu 07 yaitu Dump Truck CAT 777C dan Dump Truck
CAT 777D lebih rendah produksi per siklusnya dibanding alat angkut tipe yang sama
pada Disposal Anoa 28. Produksi per jam Dump Truck CAT 777C Anoa 28 lebih tinggi
sekitar 2,19 wmt, sedangkan pada Dump Truck CAT 777D lebih tinggi sekitar 0,6 wmt.
39. Berdasarkan faktor perbedaan cycle time dan produksi percycle masing-masing
alat angkut sebagaimana disebutkan di atas, mengakibatkan produksi per jam DT CAT
777 C Disposal Anoa 28 lebih tinggi 3,14 wmt dibanding alat angkut tipe yang sama
pada Disposal Watulabu 07, sedangkan produksi per jam DT CAT 777 D Disposal
Anoa 28 lebih tinggi 1,36 wmt. Pengaruh dari produktivitas ini akan sangat
mempengaruhi terhadap produksi material yang akan dumping ke masing-masing tipe
39
disposal.
4.1.2 Analisis Produktivitas Alat Dorong/Dozer
Pada pengamatan langsung aktivitas Disposal Watulabu 07 dan Disposal Anoa
28 serta pengolahan data (lihat lampiran A, perhitungan dan pengolahan data
produktivitas alat) diperoleh karakteristik dan produktivitas dozer sebagai berikut :
Tabel 4.2 Produktivitas Alat Dorong
No. Produktivitas dozer CAT D8R Watulabu 07 Anoa 28
1
2
3
4
Jarak Pendorongan rata-rata
Kecepatan Pendorongan rata-rata
Produksi per cycle
Produksi per jam
20,14 m
0,69 m/s
14,67 wmt
701,43 wmt
13,6 m
0,57 m/s
14,89 wmt
1.095,47 wmt
Dari tabel 4.2 di atas kita bisa menarik beberapa asumsi terkait produktivitas alat
dorong/dozer yang bekerja pada disposal. Dimana terlihat bahwa jarak dorong rata-rata
dozer pada Disposal Watulabu 07 lebih jauh dibanding jarak dorong rata-rata
dozer pada Disposal Anoa 28. Secara teoritis jarak dumping yang dianjurkan pada
disposal tipe finger adalah 7,5 meter, sedangkan pada kondisi aktualnya hingga
mencapai 20,14 meter. Padahal secara teoritis jarak dumping disposal tipe Finger itu
lebih rendah dibanding jarak dumping tipe Semi Induced disebabkan karena pada
disposal tipe Finger mengalami kemajuan batas dumping terus-menerus, sedangkan
40. pada disposal tipe Semi Induced tidak mengalami kemajuan batas dumping.
Tingginya jarak dorong rata-rata secara aktual di lapangan pada disposal Watulabu 07
yang merupakan disposal tipe Finger mengakibatkan secara signifikan pada tingginya
cycle time Dozer. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada rendahnya produksi per
40
jam alat.
Ini disebabkan karena pada kondisi aktual terkadang jumlah material sipil yang
masuk ke Disposal Watulabu 07 lebih rendah dari seharusnya. Dengan kata lain,
karena tidak segera terlayaninya permintaan material sipil dari operator dozer di
disposal ini. Kurangnya material sipil untuk pembatuan pada Disposal tipe Finger
yang akan menyebabkan terhambatnya operasi disposal, dikarenakan untuk
mendorong material terus-menerus kedepan dengan mengalami kemajuan batas
dumping diperlukan landasan yang cukup kuat sehingga material bisa lancar terdorong
ke depan. Apabila landasannya kurang baik atau pembatuan yang kurang, akan
mengakibatkan landasan yang dilalui dozer menurun oleh landasan yang lemah karena
hanya terisi oleh overburden yang merupakan tanah lepas. Hal ini berimplikasi pada
berat dozer yang membuat tanah landasan menjadi menurun. Apabila landasan
menurun, maka pada ujung crest akan mengalami penumpukan material. Dengan
adanya penumpukan material maka Dozer tidak akan bisa mendorong lebih jauh, dan
batas dumping juga tidak bisa dimajukan.
Mengenai kecepatan dorong material, Dozer pada Disposal Anoa 28 lebih
rendah dibanding kecepatan dorong material pada Watulabu 07. Idealnya kecepatan
dorong material dozer pada Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced
harusnya lebih tinggi dibanding kecepatan dorong dozer pada Watulabu 07 yang
merupakan Disposal Finger dikarenakan material yang didorong pada Disposal Semi
Induced hampir seluruhnya adalah material overburden yang lunak, karena tidak
terlalu dibutuhkan pembatuan. Beda halnya dengan disposal tipe Finger yang
41. senantiasa diikuti dengan material sipil walaupun pada kenyataannya cycle time
41
Disposal Watulabu 07 lebih tinggi dibanding cycle time pada Disposal Anoa 28.
Dari sisi produksi per jam, terlihat bahwa dozer pada Disposal Watulabu 07
yang merupakan tipe Finger lebih rendah dibanding produksi per jam Disposal Anoa
28 yang merupakan tipe Semi Induced. Hal ini dikarenakan pada Disposal Watulabu
07 seringnya dilakukan pembatuan untuk menunjang landasan sehingga tentu saja
memerlukan waktu yang cukup lama atau cycle time yang lebih lama yang berimplikasi
pada rendahnya produksi per jam pada Disposal Watulabu 07. Jadi secara umum, bisa
disimpulkan bahwa produktivitas alat dorong/dozer pada Disposal Anoa 28 yang
merupakan disposal tipe Finger lebih baik dari produktivitas alat dorong/dozer pada
Disposal Watulabu 07 yang merupakan disposal tipe Finger.
Secara umum merujuk pada hasil produktivitas alat mekanis pada masing-masing
tipe disposal, terlihat bahwa produktivitas alat pada disposal tipe Semi
Induced senantiasa lebih tinggi jika dibandingkan dengan Disposal Finger. Dari hasil
pengolahan data juga terlihat bahwa yang mempengaruhi secara signifikan tingkat
produksi material dumping dari sisi produktivitas alat adalah menyangkut efisiensi
kerja alat, cycle time alat angkut dan penggunaan metode pada masing-masing tipe
disposal di lapangan secara aktual.
4.2 Analisis Produksi Overburden dan Pemakaian Material Sipil
Pada subbab ini akan dibahas mengenai produksi overburden atau jumlah
overburden yang masuk ke disposal. Akan dibandingkan antara kedua tipe disposal,
karena tentu saja laju pengisian material terutama overburden pada masing-masing
tipe disposal itu berbeda.
42. 42
4.2.1 Analisis Produksi Dumping Material pada Disposal
Material yang di-dumping di disposal yakni material utama berupa overburden
yang merupakan lapisan tanah penutup yang harus dipindahkan ke disposal dan
material sipil sebagai material perkuatan. Tabel 4.3 dan 4.4 menunjukkan hasil
pengolahan data mengenai produksi overburden dan pemakaian material sipil pada
masing-masing disposal, yaitu Disposal Watulabu 07 dan Anoa 28 (lampiran B,
perhitungan dan pengolahan data produksi material dumping).
Tabel 4.3 Produksi Dumping Material di Watulabu 07
No. Jenis Material CAT 777C CAT 777D
1
Overburden
237,00
2
Kuari
602,00
68.153,24
2.274,79
3
4
Reject Station
Slag
530,85
3.283,62
1.443,46
587,72
Total
6.677,61 79.876,07
77.112,68
20000
15000
10000
5000
0
Produksi Harian Watulabu 07
1 2 3 4 5 6 7
OB
QUARRY
REJECT
SLAG
Gambar 4.1 Grafik produksi material dumping per hari di Watulabu 07
43. 43
Tabel 4.4 Produksi dumping material Disposal Anoa 28
No. Jenis Material CAT 777C CAT 777D
1
Overburden
3.346,47
2
Quarry
0,00
166.493,62
1.191,03
3
4
Reject Station
Slag
136,00
7.818,46
777,14
430,00
Total
13.764,07 173.859,31
180.192,73
30000
25000
20000
15000
10000
5000
Produksi Harian Anoa 28
Gambar 4.2 Grafik produksi material dumping per hari di Anoa 28
Tabel 4.5 Perbandingan produksi material dumping
NO. Jenis Material Tipe Finger Tipe Semi Induced
1
OB
68.390,24
169.840,10
2
Quarry
2.876,79
1.191,03
3
4
Reject
Slag
1.974,31
3.871,34
913,14
8.248,46
Total 77.112,68 180.192,73
0
1 2 3 4 5 6 7
OB
QUARRY
REJECT
SLAG
44. WATULABU 07
ANOA 28
44
200000.00
150000.00
100000.00
50000.00
0.00
OB Quarry Reject Slag
Gambar 4.3 Grafik data produksi material dumping
Dari tabel 4.5 dan grafik data di atas (gambar 4.1, gambar 4.2 dan gambar 4.3)
terlihat bahwa total produksi dumping material pada Disposal Anoa 28 jauh lebih
banyak dibanding total produksi dumping material pada Disposal Watulabu 07.
Dimana untuk produksi overburden pada Disposal Anoa 28 lebih tinggi sebanyak
101.449,85 wmt dibanding Disposal Watulabu 07, yang berarti lebih banyak sekitar
2,5 (dua setengah) kali lipat. Untuk produksi dumping material sipil pada Disposal
Anoa 28 juga lebih banyak dibanding pada Disposal Watulabu 07, karena produksi
dumping material sipil pada Disposal Anoa 28 lebih banyak sekitar 1630,20 wmt
dibanding pada Disposal Watulabu 07.
Jumlah produksi dumping material pada Disposal Anoa 28 yang lebih banyak
dibanding Disposal Watulabu 07 bahkan sekitar 2,5 (dua setengah) kali lipat lebih
banyak, menunjukkan bahwa tingkat efektifitas dumping material overburden pada
Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced jauh lebih baik dibanding
Watulabu 07. Hal ini bisa disebabkan antara lain karena, yang pertama oleh jarak
pengangkutan dan jumlah alat angkut yang dipergunakan, karena apabila jarak tempat
loading dan dumping overburdennya lebih sedikit tentu akan meningkatkan jumlah
siklus alat angkut. Apalagi jika ditunjang dengan penempatan jumlah alat angkut yang
45. sesuai tentunya akan mendongkrak produksi. Kedua adalah karena pada Disposal
Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced, tidak terlalu membutuhkan pembatuan
untuk bisa men-dumping material overburden secara terus menerus dibanding pada
Disposal Watulabu 07 yang merupakan tipe Finger. Ketiga, bisa juga disebabkan
karena penggunaan metode disposal pada disposal tipe Finger yang senantiasa tidak
sesuai dengan prosedur kerja standar menyangkut penggunaan metode. Keempat,
juga disebabkan karena pada disposal tipe Finger senantiasa terdapat masalah yang
45
mempengaruhi kinerja disposal ini.
Untuk tingkat pemakaian material sipil pada Disposal Watulabu 07 yang lebih
banyak dibanding pemakaian material sipil pada Disposal Anoa 28, memang sudah
sesuai teori yang mana pada disposal tipe Finger senantiasa membutuhkan
pembatuan terus-menerus. Akan tetapi, jika dilihat selisih jumlah sekitar 1600-an ton
ini disebabkan karena produksi dumping material overburden yang jauh lebih banyak
pada Disposal Anoa 28 dibanding Disposal Watulabu 07.
4.2.2 Analisis Komposisi Material Dumping
Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 mengenai produksi dumping material bisa
diketahui seberapa banyak material sipil yang diperlukan guna menopang aktivitas
dumping material overburden yang merupakan tanah lepas yang sudah mengalami
pengembangan. Dimana untuk masing-masing disposal yang mewakili masing-masing
tipe disposal yang berbeda diperoleh:
1. Disposal Watulabu 07 ( Disposal Tipe Finger)
Jumlah kebutuhan rata-rata material sipil per minggu (OB = 68.153,24) adalah
sebagai berikut:
a. Kuari = 2.876,79 wmt
b. Reject = 1.974,31 wmt
46. 46
c. Slag = 3.871,34 wmt
Sehingga komposisinya diperoleh sebagai berikut:
Total rasio material sipil terhadap overburden
= 13 %
Dengan rincian sebagai berikut:
Material Kuari
= 4 %
Material Reject
= 3 %
Material Slag
= 6 %
2. Disposal Anoa 28 (Disposal Tipe Semi Induced)
Jumlah kebutuhan rata-rata material sipil per minggu (OB = 169.840,10)
adalah sbb:
a. Kuari = 1.191,03 wmt
b. Reject = 913,14 wmt
c. Slag = 8.248,46 wmt
Sehingga komposisinya diperoleh sebagai berikut:
Total rasio material sipil terhadap overburden
= 6 %
Dengan rincian sebagai berikut:
Material Kuari
= 0,7 %
Material Reject
= 0,5 %
Material Slag
= 4,8 %
47. 47
4.3. Analisis Perhitungan Biaya
Pada perhitungan biaya disposal baik itu Disposal Watulabu 07 sebagai
disposal tipe Finger dan Disposal Anoa 28 sebagai disposal tipe Semi Induced
terbatas pada biaya alat angkut dan dozer serta komponen biaya produksi pada
material sipil. Dimana sebagian menggunakan data penelitian yang berkaitan erat
terhadap penelitian ini, data yang dimaksud adalah :
1. Biaya alat angkut Dump Truck CAT 777 C = US$ 0,62/ton (lihat lampiran C,
perhitungan biaya alat)
2. Biaya alat angkut Dump Truck CAT 777 D = US$ 0,40/ton (lihat lampiran C,
perhitungan biaya alat)
3. Biaya Kuari
Biaya Pemboran = US$ 0,19/ton
Biaya Peledakan = US$ 0,19/ton
Biaya Backhoe = US$ 0,30/ton
4. Biaya Reject
Biaya Loader = US$ 0,25/ton
5. Biaya Slag
Biaya Pendinginan Slag = US$ 0,068/ton
Biaya loader = US$ 0,29/ton
4.3.1 Analisis Biaya Disposal Watulabu 07
Pada analisis biaya ini lebih menekankan biaya penggunaan alat angkut dan
alat dorong yaitu biaya penggunaan alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan 777
D, sedangkan alat dorong yang dihitung adalah Dozer Caterpillar D8R. Untuk alat
48. mekanis lainnya, seperti loader dan alat lainnya dianggap sama pada kedua tipe
48
disposal.
1. Biaya alat angkut
Untuk biaya alat angkut pada Disposal Watulabu 07 didapatkan dari perkalian
biaya material per tonase material angkut dengan tonase material yang di
dumping ke Disposal Watulabu 07 seperti yang terlihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perhitungan biaya alat angkut Watulabu 07
No.
Jenis Material
Biaya Biaya Total Biaya Total Biaya
777C/TON 777D/TON CAT 777C CAT 777D
1
2
OB
QUARRY
US$ 0,62
US$ 0,62
US$ 0,40
US$ 0,40
US$ 146,94
US$ 373,24
US$ 27.261,30
US$ 909,92
3
4
REJECT
SLAG
US$ 0,62
US$ 0,62
US$ 0,40
US$ 0,40
US$ 29,12
US$ 2.035,84
US$ 577,38
US$ 235,09
Dari tabel biaya di atas (tabel 4.5) bisa dilihat bahwa total biaya dari alat angkut
yang dipergunakan untuk menunjang aktivitas dumping material pada Disposal
Watulabu 07 per minggu adalah sbb:
Dump Truk CAT 777C = US$ 2.885,15
Dump Truk CAT 777D = US$ 28.983,69
Jadi, total biaya alat angkut yang dipakai pada Disposal Watulabu 07 selama
seminggu adalah US$ 31.868,84
2. Biaya alat dorong/dozer
Biaya Dozer per ton = US$ 0,057/tonnase
Total Material = 77.112,68 wmt
Maka total biaya dozer pada Disposal Watulabu 07 adalah
= Biaya dozer per ton x total material
= US$ 4.395,42
49. 49
Sehingga total biaya keseluruhan menjadi :
Biaya Total = Biaya Alat Angkut + Biaya Dozer + Biaya Produksi Material
Biaya Total = $ 31.868,84 + $ 4.395,42 + ((68.930,24 x 0,29) + (2876,79
x (0,19 + 0,19 + 0,30)) + (1.974,31 x 0,25) + (3.871,34 x
(0,068 + 0,29)))
= US$ 31.868,84 + US$ 4.395,42 + US$ 23.825,51
= US$ 60.089,77
5.3.2 Analisis Biaya Disposal Anoa 28
Sama seperti pada Disposal Watulabu 07 biaya operasi disposal area
melibatkan seluruh komponen biaya operasi mulai dari produksi material hingga pada
penggunaan alat mekanis seperti alat angkut, alat dorong dan alat muat. Terkhusus
untuk alat mekanis yang bekerja pada disposal area dibedakan atas:
1. Biaya alat angkut
Biaya alat angkut pada Disposal Anoa 28 sedikit berbeda dimana biaya untuk
pengangkutan material kuari oleh alat angkut Dump Truck CAT 777 C tidak ada
seperti yang terlihat pada tabel 4.6 dikarenakan tidak ada material kuari yang
terangkut oleh alat angkut tipe ini.
Dari tabel biaya 4.6 bisa dilihat bahwa total biaya dari alat angkut yang
dipergunakan untuk menunjang aktivitas dumping material pada Disposal
Anoa 28 per minggu adalah sbb:
Dump Truk CAT 777C = US$ 6,893.57
Dump Truk CAT 777D = US$ 65,867.80
50. 50
Tabel 4.6 Perhitungan biaya alat angkut Anoa 28
No.
Jenis Material
Biaya Biaya Total Biaya Total Biaya
777C/TON 777D/TON CAT 777C CAT 777D
1 OB US$ 0,61 US$ 0,39 US$ 2.041,35 US$ 64.932,51
2 QUARRY US$ 0,61 US$ 0,39 - US$ 464,50
3 REJECT US$ 0,61 US$ 0,39 US$ 82,96 US$ 303,09
4 SLAG US$ 0,61 US $ 0,39 US$ 4.769,26 US$ 167,70
Jadi, total biaya alat angkut yang dipakai pada Disposal Anoa 28 selama
seminggu adalah US$ 72.761,37
2. Biaya alat dorong/dozer
Biaya dozer per ton = US$ 0,045/tonnase
Total material = 180.192,73 wmt
Maka total biaya dozer pada Disposal Anoa 28 adalah
= Biaya dozer per ton x total material
= US$ 8.108,67
Sehingga total biaya keseluruhan menjadi :
Biaya total = Biaya Alat Angkut + Biaya Dozer + Biaya Produksi Material
Biaya total = $ 72.761,37 + $ 8.108,67 + ((169.840,10 x 0,29) + (1191,03
x (0,19 + 0,19 + 0,30)) + (913,14 x 0,25) + (8.248,46 x
(0,068 + 0,29)))
= US$ 72.761,37 + US$ 8.108,67 + US$ 53.244,74
= US$ 134.114,78
Dari perhitungan biaya di atas bisa dilihat bahwa biaya untuk men-dumping
material overburden serta penggunaan material sipil guna menunjang aktivitas
disposal selama seminggu maka didapatkan bahwa biaya pada Disposal Anoa 28
lebih tinggi sekitar US$ 74.025,01. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas atau
51. produksi dumping material dari Disposal Anoa 28 jauh lebih tinggi dibanding produksi
dumping material Disposal Watulabu 07 sehingga memerlukan juga biaya yang
tinggi. Tapi juga terlihat jelas bahwa biaya yang dikeluarkan untuk material sipil
dengan biaya untuk overburden-nya pada Disposal Watulabu 07 lebih tinggi jika
dibandingkan antara perbandingan biaya material sipil dengan biaya overburden pada
Disposal Anoa 28, ini disebabkan dengan komposisi material sipil pada Disposal
Watulabu 07 lebih tinggi dibanding komposisi material sipil Disposal Anoa 28 yang
merupakan disposal tipe Finger. Sehingga secara umum disimpulkan biaya operasi
disposal tipe Finger lebih mahal dibanding disposal tipe Semi Induced. Biaya disposal
tipe Finger sebesar US$ 0,779/ton material dumping sedangkan pada Semi Induced
51
sebesar US$ 0,744/ton material dumping.
52. 52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dari
hasil penelitian ini disimpulkan beberapa hal yakni :
1. Tingkat produktivitas alat mekanis baik itu alat angkut maupun alat dorong pada
disposal tipe Semi Induced lebih tinggi dibanding disposal tipe Finger, baik dari
tingkat produksi per siklus maupun produksi per jamnya.
2. Produksi rata-rata material dumping selama satu minggu sebagai berikut:
a. Disposal tipe Finger produksi overburden-nya 68.390,24 wmt, kuari
sebesar 2.876,79 wmt, reject sebesar 1.974,31 wmt dan slag sebesar
3.871,34 wmt dengan total produksi material dumping sebesar 77.112,68
wmt
b. Disposal tipe Semi Induced produksi overburden-nya 169.840,10 wmt,
kuari sebesar 1.191,03 wmt, reject sebesar 913,14 wmt dan slag sebesar
8.248,46 wmt dengan total produksi material dumping sebesar 180.192,73
wmt
3. Komposisi antara produksi overburden dan pemakaian material sipil sebagai
berikut:
a. Pada disposal tipe Finger memerlukan 13% total material sipil dari produksi
dumping material OB dengan rincian, 4 % untuk kuari, 3 % untuk reject
dan 6 % untuk material slag.
53. b. Pada disposal tipe Semi Induced memerlukan 6% total material sipil dari
produksi dumping material OB dengan rincian, 0,7 % untuk kuari, 0,5 %
53
untuk reject dan 0,48 % untuk material slag.
4. Biaya terpakai untuk aktivitas disposal per minggu sebagai berikut:
a. Disposal tipe Finger sebesar US$ 60.089,77 atau sebesar US$ 0,779/ton
material dumping.
b. Biaya Disposal tipe Semi Induced sebesar US$ 134.114,78 atau sebesar
US$ 0,744/ton material dumping.
5.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan oleh penulis mengenai penelitian yang
membahas tentang disposal adalah sebagai berikut :
1. Perlunya dilakukan perencanaan secara komperehensif terhadap kegiatan
disposal pertahun agar aktivitas disposal selama setahun dapat berjalan lancar
dan senantiasa terkendali, serta penggunaan biaya dapat lebih diefisienkan.
2. Kombinasi antar kedua tipe disposal perlu senantiasa dilakukan agar
kekurangan dan kelebihan dari masing-masing tipe disposal dapat saling
menutupi satu-sama lain yang mana jika faktor keselamatannya dapat tercapai
ketika dilakukan rekayasa geometri.
3. Perlu penelitian lanjutan mengenai komposisi jumlah masing-masing tipe
disposal yang aktif untuk menanggulangi tingkat produksi material yang harus
masuk ke disposal.
4. Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap SOP mengenai desain dan
perencanaan disposal mengingat keadaan aktual yang senantiasa tidak sesuai
dengan kondisi plan, untuk meningkatkan keefektifan masing-masing disposal.
54. 54
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2006. Pemindahan Tanah Mekanis, SAP Peralatan Pekerjaan Tanah.
Universitas Bina Nusantara: Jakarta
2. Anonim. Cara Menghitung Produksi dan Ongkos Produksi
2. Anonim. Caterpillar Performance Handbook Edition 34
3. Arif, I. 1998. Submodul Pelatihan Perencanaan Tambang Perhitungan Biaya dan
Evaluasi Finansial. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen
Pertambangan dan Energi. ITB. Bandung.
4. Indonesianto, Y. 2008. Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik
Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta
5. Nurhakim. 2004/2005. Tambang Terbuka. Program Studi Teknik Pertambangan:
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
6. Nurhakim. 2004. Buku Panduan Kuliah Lapangan Tambang Edisi 2. Program Studi
Teknik Pertambangan Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru
7. Projosumarto, P. 1993. Pemindahan Tanah Mekanis. Jurusan Teknik
Pertambangan: Institut Teknologi Bandung
8. Projosumarto, P. 1993. Diktat Unit Produksi Tambang. Jurusan Teknik
Pertambangan: Institut Teknologi Bandung
9. Sunarno, P. 2008. Standard Job Procedure Perencanaan dan Pelaksanaan Disposal .
Mining Departement PT. Inco Tbk.: Sorowako
10. Wedhanto, S. 2009. Alat Berat dan Pemindahan Tanah Mekanis (Diktat Kuliah
Untuk Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil) . Universitas Malang: Malang
11. Wafi Auzan, H. 2010. Optimasi Pemilihan Material Civil Untuk Mendukung
Keperluan Produksi di PT International Nickel Indonesia Tbk. Teknik Pertambangan
UPN : Yogyakarta