SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
UJIAN TENGAH SEMESTER 
METODE ARKEOLOGI II 
BETSY EDITH CHRISTIE 
0906521713 
UNIVERSITAS INDONESIA 
2010
INTISARI 
Pandangan Tafonomi dalam Arkeologi: 
Penilaian Kembali atas Teori dan Metode 
Artikel ini mengemukakan masalah yang diajukan Mundardjito dalam 
seminar yaitu mengenai transformasi yang mengalami kemajuan dalam jumlah 
dan mutu di dalam pelaksanaannya pada penelitian arkeologi di Indonesia. Pada 
artikel ini dikemukakan dua proses pembentukan data arkeologi yaitu proses 
tingkah laku dan proses transformasi. Proses tingkah laku yang terdiri dari tiga 
tahap yaitu pembuatan, penggunaan, dan deposisi artefak. 
Sedangkan proses transformasi yang menyangkut ketika benda sudah 
dibuang sampai ditemukan oleh peneliti arkeologi. Istilah transformasi erat 
kaitannya dengan tafonomi. Tafonomi memiliki arti sempit yaitu proses 
penguburan. Namun, tafonomi yang berhubungan dengan transformasi pada 
artikel ini mengacu pada penjelasan Olson, ‘the process of transferral of organic 
remains from the biosphere to the lithosphere’. Transformasi ini disebabkan tujuh 
faktor yang dikemukakan oleh Clark, Beerbower, dan Kietzke yaitu biotic, 
thanatic, perthotaxic, taphic, anataxic, sullegic, dan trepic. 
Selain itu, dikemukan pula mengenai proses pembentukan budaya atau 
cultural formation processes oleh Schiffer. Schiffer mengatakan terdapat dua 
macam transformasi baik yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia disebut juga 
cultural transforms dan transformasi yang dipengaruhi oleh kegiatan alam yang 
disebut non-cultural transforms. Schiffer juga mengajukan empat tipe pokok yaitu 
proses S-A, proses A-S, proses A-A, dan proses S-S. Huruf S adalah singkatan 
dari systemic context yang berarti kumpulan benda yang digunakan dalam suatu 
sistem tingkah laku masyarakat yang masih hidup dan huruf A adalah singkatan 
dari archaeological context yang berarti kumpulan benda yang tidak lagi berperan 
dalam sistem tingkah laku masyarakat.
Pengertian dan Metode yang dipakai dalam arkeologi keruangan berdasarkan 
artikel-artikel Mundarjito: 
a) Arkeologi Keruangan: Konsep dan Cara Kerjanya. 
b) Kajian Kawasan: Pendekatan Strategis dalam Penelitian Arkeologi di 
Indonesia Dewasa ini. 
c) Arkeologi Keruangan: Masalah dalam Metode Penelitiannya. 
1) Pengertian 
Arkeologi keruangan atau spatial archaeology adalah istilah yang 
dikemukan oleh David L. Clarke (1977). Arkeologi keruangan adalah pendekatan 
arkeologi yang memberi tekanan perhatian pada dimensi ruang dari benda-benda 
arkeologi dan situs. Clarke ingin menyatukan berbagai macam studi yang 
mengutamakan dimensi ruang seperti: settlement studies, settlement pattern, 
settlement archaeology, areal studies, regional studies, site system analysis, 
territorial analysis, locational analysis, within structure analysis, within site 
analysis, catchment area studies, distribution mapping, density studies, dan 
market exchange analysis. 
Terdapat tiga hal pokok dalam arkeologi keruangan: 
(1) keletakan dari apa yang Clarke sebut sebagai elements (unsur-unsur), yang 
mencakup antara lain: artefak, raw materials dan limbah produksi; infrastruktur 
fisik berupa fitur, struktur, jalan, dan resource space (ruang sumber), 
(2) satuan ruang sebagai tempat di mana komunitas manusia beraktivitas 
(skala mikro, meso dan makro); lingkungan dan sumberdaya yang berada di dekat 
manusia atau terkait dengan manusia: 
(3) hubungan-hubungan atau interaksi di antara semua unsur-unsur tersebut 
dalam satuan-satuan ruang yang berbeda skalanya. 
Salah satu contoh arkeologi keruangan di Indonesia adalah arkeologi 
permukiman.
2) Metode 
Pertama, mengetahui sebanyak mungkin jumlah situs arkeologi yang ada 
dan pernah ada di daerah penelitian untuk memberi kemungkinan dapat ditariknya 
suatu generalisasi yang memadai, baik melalui data kepustakaan maupun data 
lapangan dengan metode survei lapangan yang bukan ekskavasi (non-digging 
research). 
Kedua, mengetahui secara tepat keletakan, lokasi, atau tempat 
ditemukannya suatu benda arkeologi atau situs di permukaan bumi, yang dalam 
wacana arkeologi dikenal sebagai in situ. Informasi mengenai ruang dapat 
diperoleh dari lapangan, studi pustaka, atau berita lisan. Biasanya dalam 
menentukan lokasi hanya diikuti dengan lokasi secara administratif. Seharusnya 
dalam menentukan keletakkannya pada muka bumi perlu diperhatikan 
berdasarkan koordinat derajat bujur dan lintangnya (dapat menggunakan alat 
GPS/Global Positioning System) dan ketinggiannya dari permukaan laut (three 
dimensional recording). Setelah data koordinat dan ketinggian temuan diketahui 
maka: 
(1) benda arkeologi dapat ditempatkan pada peta dasar secara tepat 
(plotting), sebagai bahan analisis yang akurat untuk dianalisis kemudian; dan 
(2) menemukan kembali keletakan benda atau situs jika di kemudian hari 
nama tempat itu berubah. 
Ketiga, setelah menentukan lokasi, maka perlu juga menentukan matriks, 
konteks, dan transformasi benda arkeologi yang ditemukan. Hal ini perlu 
dilakukan sebelum menempatkan benda arkeologi ke dalam peta dasar (peta 
topografi). Benda arkeologi dapat dibedakan menjadi dua wujud yaitu benda 
bergerak misalnya artefak dan ekofak dan benda tidak bergerak misalnya fitur. 
Selain itu, terdapat pula situs. Perlu perhatian khusus untuk benda bergerak yang 
sewaktu-waktu bisa mengalami perubahan tempat. Oleh karena itu, diperlukan 
kepastian keletakkannya di muka bumi. Hal ini perlu diperhatikan karena benda 
bergerak sangat mungkin untuk berpindah dari tempat aslinya. Perpindahan lokasi 
bisa disebabkan oleh kegiatan manusia (cultural transformation) maupun alam 
(non-cultural transformation).
Disamping konsep wujud benda arkeologi dan transformasi, konsep in situ 
pun perlu diperhatikan. Dalam konsep in situ yang menjadi perhatian adalah 
keberadaan sebuah benda bergerak yang ditemukan in situ dan hubungannya 
dengan aktivitas masyarakat masa lalu. Baik dalam konteks kegiatan memakai 
atau deposisional. Benda tidak bergerak tidak menjadi persoalan karena 
kemungkinan berpindah kecil. 
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai jenis atau bentuk tempat 
kedudukan benda arkeologi di situs disebut juga matriks. Matriks merupakan kata 
kunci untuk melakukan interpretasi. Yang menjadi fokus perhatian adalah 
menentukan konteks benda arkeologi dengan matriksnya maupun dengan temuan 
lainnya. Konteks benda arkeologi dengan matriks perlu diperhatikan karena bisa 
saja ketika menemukan temuan dengan jenis yang sama pada matriks yang 
berbeda akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Konteks temuan dengan 
temuan lainnya juga tidak kalah penting. Hal ini berhubungan dengan contextual 
analysis. Perlu diperhatikan pula mengenai temuan-serta (associated finds). 
Hal yang perlu diperhatikan sebelum lokasi adalah satuan ruang analisis. 
Satuan ruang analisis terbagi menjadi tiga skala yaitu mikro, semi-mikro (semi-micro 
menurut Clarke) atau meso (menurut Butzer 1982), dan makro (wilayah). 
Disebut mikro apabila satuan ruang berupa bangunan atau fitur, meso apabila 
satuan ruangnya berupa situs, sedangkan makro apabila satuan ruangannya berupa 
kawasan. Penentuan satuan ruang analisis berdasarkan batas kultural, alam, dan 
arbitrer. Ketiga satuan ruang analisis ini pada tingkat interpretasi dikaitkan dengan 
komunitas keluarga (mikro), komunitas masyarakat desa atau kota (meso), dan 
masyarakat di suatu kawasan (makro). Setelah menentukan lokasi, matriks, 
konteks, dan transformasi, dan satuan ruang analisisnya, maka benda arkeologi 
dapat ditempatkan pada peta dasar (topografi) yang berskala dan tua. Peta 
topografi dapat direduksi atau disederhanakan menjadi lambang-lambang tertentu 
atau titik-titik (point distribution).
Pembuatan peta sebaran situs arkeologi di daerah penelitian didasarkan 
pada peta topografi dan hasil dari pengumpulan data mengenai jumlah serta 
keletakan astronomisnya sebagai bahan untuk mengetahui bentuk konfigurasi 
situs, apakah susunannya itu berkelompok (clustered), tersebar (dispersed), teratur 
(regular, uniform), atau acak (random). Peta persebaran ini akan menghasilkan 
data kuantitatif dan kualitatif yang dapat menghasilkan suatu hipotesis. 
Metode yang digunakan untuk mengetahui apakah derajat penyebaran 
situs di daerah penelitian berpola acak, mengelompok, atau teratur dilakukan 
dengan metode analisis tetangga terdekat (nearest neighbour analysis). 
Penghitungan untuk mengidentifikasi pola-pola penyebaran tersebut: pertama, 
menghitung rata-rata jarak antar situs dengan cara menjumlahkan seluruh jarak 
antara situs-situs dalam suatu grid, dibagi dengan jumlah situs yang ada dalam 
grid itu. Kedua, menghitung rata-rata jarak antar situs yang berpola acak melalui 
angka kepadatan situs. Ketiga, menghitung indeks sebaran situs tetangga terdekat 
dengan cara membagi angka rata-rata jarak antara situs dengan angka rata-rata 
jarak antar situs yang berpola acak. 
Selain itu terdapat pula analisis pola penyebaran berupa sebaran titik-titik 
(point distribution analysis) yang dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, 
dengan cara menggambarkan pola sebaran situs-situs dengan ukuran titik yang 
sama pada peta. Hasil peletakan situs-situs pada peta dapat memberikan gambaran 
apakah pola sebarannya itu berkelompok, menyebar, atau acak. Kedua, dengan 
menggambarkan situs-situs pada ukuran titik yang berbeda dengan variasi seperti 
situs bertitik besar, sedang, atau kecil. 
Cara lain untuk menyatakan penyebaran ialah yang dikenal dengan istilah 
lokalisasi (localization). Dengan lokalisasi dimaksudkan variasi frekuensi relatif 
situs di dalam sub bagian dari suatu daerah yang terbatas. Derajat lokalisasi situs-situs 
ini dapat dinyatakan dalam tiga pola yaitu: kurang terlokalisasi (least 
localized), terlokalisasi sedang (moderate localization), dan lebih terlokalisasi 
(most localized).
Keempat, setelah membuat peta persebaran, maka akan dihubungkan 
dengan variabel-variabel lingkungan yang ada di daerah penelitian yang berfungsi 
sebagai ruang sumber daya (resource space). Untuk memperoleh data mengenai 
hubungan benda dan lingkungannya maka perlu menghubungkan peta dasar (peta 
topografi) dengan peta tematik geomorfologi, geologi, hidrologi, dan sebagainya. 
Kelima, setelah adanya peta persebaran dan dengan menggunakan 
kerangka teori yang ada maka dapat dilakukan interpretasi. Kerangka teori 
tersebut adalah pola persebaran benda arkeologi yang mencerminkan pola 
perilaku masyrakat masa lalu. Selain itu, adapula teori yang mengatakan seiring 
berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman maka masyarakat melakukan 
pemilihan dan penyelesaian untuk meminimalkan biaya dan tenaga untuk 
mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam melakukan interpretasi maka dapat 
diketahui tingkat teknologi, adaptasi lingkungan, aspek sosial, ekonomi, politik, 
dan ideologikal. Keenam, selanjutnya dilakukan integrasi dengan dimensi bentuk 
dan waktu sehingga dapat menghasilkan rekonstruksi sejarah kebudayaan.
Prinsip Metode Pertanggalan Thermoluminescence 
Pada metode pertanggalan ini dilakukan pengukuran terhadap adanya 
sumber listrik yang berasal dari kerusakan radioaktif di material kristal yang 
ditemukan di dalam tanah. Sumber listrik dibuktikan dengan adanya cahaya saat 
material kristal panas. Saat temuan mulai dibakar maka cahaya yang dikeluarkan 
akan langsung diukur. Metode pertanggalan ini dapat digunakan untuk material 
berupa kaca, batu api, atau batu. Metode ini digunakan untuk menarikhkan umur 
dari 400.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Metode ini kurang akurat 
dibandingkan metode pertanggalan C-14 dan dapat memberikan pembacaan yang 
salah apabila radiasi dari dalam tanah berada dalam temperatur yang rendah dan 
tidak in situ. Akan tetapi, metode ini berguna untuk periode yang lebih tua dan 
material yang bukan organik misalnya pada arca-arca dari paleolitik. Contoh 
terracota yang diketahui sebagai kepala Jema dari Nigeria. 
Prinsip Metode Pertanggalan Fission Tract 
Pada metode ini dilakukan penghitungan terhadap jejak atau lubang. Jejak 
ini diperoleh dari kerusakan yang secara spontan terjadi secara teratur pada pada 
uranium (238U). Uranium yang melalui pemecahannya, membebaskan energi, 
merusak struktur kristal, dan akhirnya meninggalkan jejak. Jejak atau lubang ini 
dihitung untuk memperkirakan kapan kerusakan dimulai. Metode ini dapat 
digunakan pada kaca, obsidian yang dibakar, batu panas yang mengandung 
lapisan uranium dan gunung berapi. Metode pertanggalan ini digunakan untuk 
menarikhkan dari 100.000 sampai beberapa juta tahun. Keterbatasan metode ini 
adalah kesulitan untuk membedakan jejak dari kerusakan kristal. Kesalahan pada 
metode ini dapat mencapai 10%. Contoh penggunaan metode ini adalah pada 
tulang dari Homo habilis di Olduvai Gorge yang berasal dari dua juta tahun yang 
lalu.
Prinsip Metode Pertanggalan Electron Spin Resonance (ESR) 
Metode ini kurang sensitif dibandingkan dengan Thermoluminescence. 
Metode ini cocok untuk material yang busuk ketika dipanaskan. Metode ini 
dimulai dengan membangun sumber listrik pada struktur kristal. Waktu yang 
digunakan sejak proses dimulai dapat dihitung dengan menjumlahkan sumber 
tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk email gigi dan kulit kalsit yang 
terdepositkan di gua. Metode ini digunakan untuk menarikhkan dari 50.000 
hingga satu juta tahun. Keterbatasan metode ini adalah hanya dapat digunakan 
pada lingkungan yang kering dan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Contoh 
penggunaan metode ini adalah pada situs paleolitik di Israel dan Afrika. 
Prinsip Metode Pertanggalan Archaeomagnetic 
Metode ini didasarkan pada perubahan dari waktu ke waktu yang terjadi 
pada medan magnet yang ada di bumi. Saat oksida besi dipanaskan sampai 600 oC 
dan dingin, maka pada saat itu juga medan magnet akan merekamnya. Perubahan 
yang terjadi pada lapisan bumi ini yang nantinya akan dijumlahkan untuk 
menentukan dimulainya pertanggalan. Metode ini digunakan pada keramik, lahar, 
perapian dan alat pembakaran yang mengandung oksida besi. Metode ini 
digunakan untuk menarikhkan sampai 5.000 tahun. Keterbatasan metode ini pada 
variasi lokal dari magnet itu sendiri, situs tidak boleh mengalami gangguan saat 
pengukuran, harus dapat dikalibrasi, dan dapat menghasilkan penanggalan yang 
tidak akurat. Peninggalan yang tidak akurat ini disebabkan karena adanya 
kesamaan muatan kutub yang muncul lebih dari sekali. Contoh yang 
menggunakan metode ini misalnya pada tungku tanah liat yang terletak di 
Amerika Serikat bagian barat daya.
DAFTAR PUSTAKA 
Grant, Jim, Sam Gorin, dan Neil Fleming. The Archaeology Coursebook: an 
inroduction to study skills, topics and methods. London: Routledge. 2002. 
Renfrew, Colin dan Paul Bahn. Archaeology: theories, methods, and practice. 
USA: R.R Donnelley dan Sons. 1996.

More Related Content

What's hot

Bab 4+proses+proses+geologi
Bab 4+proses+proses+geologiBab 4+proses+proses+geologi
Bab 4+proses+proses+geologi
Dimaz Gunawan
 

What's hot (20)

Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Sejarah Perkembangan Teknologi Pengind...
 
deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen
 
Makala peta
Makala petaMakala peta
Makala peta
 
Lempeng Tektonik
Lempeng TektonikLempeng Tektonik
Lempeng Tektonik
 
Mineralogi
MineralogiMineralogi
Mineralogi
 
Tekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuTekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan beku
 
batu Sekis
batu Sekisbatu Sekis
batu Sekis
 
Paleontologi 1 Pendahuluan
Paleontologi 1 PendahuluanPaleontologi 1 Pendahuluan
Paleontologi 1 Pendahuluan
 
Komposisi magma
Komposisi magmaKomposisi magma
Komposisi magma
 
Interpretasi peta ix 1
Interpretasi peta ix 1Interpretasi peta ix 1
Interpretasi peta ix 1
 
Bab 4+proses+proses+geologi
Bab 4+proses+proses+geologiBab 4+proses+proses+geologi
Bab 4+proses+proses+geologi
 
7 geologi-struktur
7 geologi-struktur7 geologi-struktur
7 geologi-struktur
 
Kuliah eksplorasi & genesa geologi batubara indonesia
Kuliah eksplorasi & genesa geologi batubara indonesiaKuliah eksplorasi & genesa geologi batubara indonesia
Kuliah eksplorasi & genesa geologi batubara indonesia
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
 
Identifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuIdentifikasi batuan beku
Identifikasi batuan beku
 
Makalah geografi
Makalah geografiMakalah geografi
Makalah geografi
 
www.ovan.geovano. paleontologi.com
www.ovan.geovano. paleontologi.comwww.ovan.geovano. paleontologi.com
www.ovan.geovano. paleontologi.com
 
Struktur lapisan bumi
Struktur lapisan bumiStruktur lapisan bumi
Struktur lapisan bumi
 
Geologi Waktu
Geologi WaktuGeologi Waktu
Geologi Waktu
 
Geografi sosial dalam perspektif global
Geografi sosial dalam perspektif globalGeografi sosial dalam perspektif global
Geografi sosial dalam perspektif global
 

Similar to Metode Arkeologi II

1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
Aliafwanudin1
 

Similar to Metode Arkeologi II (20)

Metode Arkeologi II
Metode Arkeologi IIMetode Arkeologi II
Metode Arkeologi II
 
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pptx
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pptxPowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pptx
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pptx
 
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pdf
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pdfPowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pdf
PowerPoint PR Geografi 10A Ed. 2019.pdf
 
Konsep Dasar IPS.pptx
Konsep Dasar IPS.pptxKonsep Dasar IPS.pptx
Konsep Dasar IPS.pptx
 
18 36-1-sm
18 36-1-sm18 36-1-sm
18 36-1-sm
 
hakikat geografi
hakikat geografihakikat geografi
hakikat geografi
 
Ppt ts sig 2
Ppt ts sig 2Ppt ts sig 2
Ppt ts sig 2
 
GEOGRAFI_SEJARAH UNTUK SEMESTER GANJIL PADA ANAK KULIAH SEJARAH_2018.pptx
GEOGRAFI_SEJARAH UNTUK SEMESTER GANJIL PADA ANAK KULIAH SEJARAH_2018.pptxGEOGRAFI_SEJARAH UNTUK SEMESTER GANJIL PADA ANAK KULIAH SEJARAH_2018.pptx
GEOGRAFI_SEJARAH UNTUK SEMESTER GANJIL PADA ANAK KULIAH SEJARAH_2018.pptx
 
Format penentuan kriteria ketuntasan minimal
Format penentuan kriteria ketuntasan minimalFormat penentuan kriteria ketuntasan minimal
Format penentuan kriteria ketuntasan minimal
 
PENELITIAN GEOGRAFI
PENELITIAN GEOGRAFIPENELITIAN GEOGRAFI
PENELITIAN GEOGRAFI
 
Filsafat geografi
Filsafat geografiFilsafat geografi
Filsafat geografi
 
Rpp 4 bumi sebagai ruang kehidupan
Rpp 4 bumi sebagai ruang kehidupanRpp 4 bumi sebagai ruang kehidupan
Rpp 4 bumi sebagai ruang kehidupan
 
Pendekatan geograf1
Pendekatan geograf1Pendekatan geograf1
Pendekatan geograf1
 
Jenis penelitian kualitatif etnografi
Jenis penelitian kualitatif etnografiJenis penelitian kualitatif etnografi
Jenis penelitian kualitatif etnografi
 
Silabus fisika kls 11
Silabus fisika kls 11Silabus fisika kls 11
Silabus fisika kls 11
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
 
1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
1-pengantar-geografi-ganjil-2.ppt
 
Arkeologi
ArkeologiArkeologi
Arkeologi
 
Cara Membuat Laporan Penelitian Geografi
Cara Membuat Laporan Penelitian GeografiCara Membuat Laporan Penelitian Geografi
Cara Membuat Laporan Penelitian Geografi
 
Pengantar Geografi.docx
Pengantar Geografi.docxPengantar Geografi.docx
Pengantar Geografi.docx
 

More from Betsy Edith Christie

More from Betsy Edith Christie (9)

Pemukiman etnis cina di medan pada awal abad ke 19 sampai awal abad ke-20 bet...
Pemukiman etnis cina di medan pada awal abad ke 19 sampai awal abad ke-20 bet...Pemukiman etnis cina di medan pada awal abad ke 19 sampai awal abad ke-20 bet...
Pemukiman etnis cina di medan pada awal abad ke 19 sampai awal abad ke-20 bet...
 
Cultural resource management
Cultural resource managementCultural resource management
Cultural resource management
 
Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah
Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa PrasejarahTeknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah
Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah
 
Sistem Religi pada Masa Perundagian
Sistem Religi pada Masa PerundagianSistem Religi pada Masa Perundagian
Sistem Religi pada Masa Perundagian
 
Resume kebudayaan baduy
Resume kebudayaan baduyResume kebudayaan baduy
Resume kebudayaan baduy
 
Kepemimpinan kristen (ltm3)
Kepemimpinan kristen (ltm3)Kepemimpinan kristen (ltm3)
Kepemimpinan kristen (ltm3)
 
Berpacaran yang benar (ltm 2)
Berpacaran yang benar (ltm 2)Berpacaran yang benar (ltm 2)
Berpacaran yang benar (ltm 2)
 
Potensi besar dalam diri manusia (ltm4)
Potensi besar dalam diri manusia (ltm4)Potensi besar dalam diri manusia (ltm4)
Potensi besar dalam diri manusia (ltm4)
 
Perhiasan perhiasan masa majapahit
Perhiasan perhiasan masa majapahitPerhiasan perhiasan masa majapahit
Perhiasan perhiasan masa majapahit
 

Recently uploaded

Recently uploaded (20)

OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 

Metode Arkeologi II

  • 1. UJIAN TENGAH SEMESTER METODE ARKEOLOGI II BETSY EDITH CHRISTIE 0906521713 UNIVERSITAS INDONESIA 2010
  • 2. INTISARI Pandangan Tafonomi dalam Arkeologi: Penilaian Kembali atas Teori dan Metode Artikel ini mengemukakan masalah yang diajukan Mundardjito dalam seminar yaitu mengenai transformasi yang mengalami kemajuan dalam jumlah dan mutu di dalam pelaksanaannya pada penelitian arkeologi di Indonesia. Pada artikel ini dikemukakan dua proses pembentukan data arkeologi yaitu proses tingkah laku dan proses transformasi. Proses tingkah laku yang terdiri dari tiga tahap yaitu pembuatan, penggunaan, dan deposisi artefak. Sedangkan proses transformasi yang menyangkut ketika benda sudah dibuang sampai ditemukan oleh peneliti arkeologi. Istilah transformasi erat kaitannya dengan tafonomi. Tafonomi memiliki arti sempit yaitu proses penguburan. Namun, tafonomi yang berhubungan dengan transformasi pada artikel ini mengacu pada penjelasan Olson, ‘the process of transferral of organic remains from the biosphere to the lithosphere’. Transformasi ini disebabkan tujuh faktor yang dikemukakan oleh Clark, Beerbower, dan Kietzke yaitu biotic, thanatic, perthotaxic, taphic, anataxic, sullegic, dan trepic. Selain itu, dikemukan pula mengenai proses pembentukan budaya atau cultural formation processes oleh Schiffer. Schiffer mengatakan terdapat dua macam transformasi baik yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia disebut juga cultural transforms dan transformasi yang dipengaruhi oleh kegiatan alam yang disebut non-cultural transforms. Schiffer juga mengajukan empat tipe pokok yaitu proses S-A, proses A-S, proses A-A, dan proses S-S. Huruf S adalah singkatan dari systemic context yang berarti kumpulan benda yang digunakan dalam suatu sistem tingkah laku masyarakat yang masih hidup dan huruf A adalah singkatan dari archaeological context yang berarti kumpulan benda yang tidak lagi berperan dalam sistem tingkah laku masyarakat.
  • 3. Pengertian dan Metode yang dipakai dalam arkeologi keruangan berdasarkan artikel-artikel Mundarjito: a) Arkeologi Keruangan: Konsep dan Cara Kerjanya. b) Kajian Kawasan: Pendekatan Strategis dalam Penelitian Arkeologi di Indonesia Dewasa ini. c) Arkeologi Keruangan: Masalah dalam Metode Penelitiannya. 1) Pengertian Arkeologi keruangan atau spatial archaeology adalah istilah yang dikemukan oleh David L. Clarke (1977). Arkeologi keruangan adalah pendekatan arkeologi yang memberi tekanan perhatian pada dimensi ruang dari benda-benda arkeologi dan situs. Clarke ingin menyatukan berbagai macam studi yang mengutamakan dimensi ruang seperti: settlement studies, settlement pattern, settlement archaeology, areal studies, regional studies, site system analysis, territorial analysis, locational analysis, within structure analysis, within site analysis, catchment area studies, distribution mapping, density studies, dan market exchange analysis. Terdapat tiga hal pokok dalam arkeologi keruangan: (1) keletakan dari apa yang Clarke sebut sebagai elements (unsur-unsur), yang mencakup antara lain: artefak, raw materials dan limbah produksi; infrastruktur fisik berupa fitur, struktur, jalan, dan resource space (ruang sumber), (2) satuan ruang sebagai tempat di mana komunitas manusia beraktivitas (skala mikro, meso dan makro); lingkungan dan sumberdaya yang berada di dekat manusia atau terkait dengan manusia: (3) hubungan-hubungan atau interaksi di antara semua unsur-unsur tersebut dalam satuan-satuan ruang yang berbeda skalanya. Salah satu contoh arkeologi keruangan di Indonesia adalah arkeologi permukiman.
  • 4. 2) Metode Pertama, mengetahui sebanyak mungkin jumlah situs arkeologi yang ada dan pernah ada di daerah penelitian untuk memberi kemungkinan dapat ditariknya suatu generalisasi yang memadai, baik melalui data kepustakaan maupun data lapangan dengan metode survei lapangan yang bukan ekskavasi (non-digging research). Kedua, mengetahui secara tepat keletakan, lokasi, atau tempat ditemukannya suatu benda arkeologi atau situs di permukaan bumi, yang dalam wacana arkeologi dikenal sebagai in situ. Informasi mengenai ruang dapat diperoleh dari lapangan, studi pustaka, atau berita lisan. Biasanya dalam menentukan lokasi hanya diikuti dengan lokasi secara administratif. Seharusnya dalam menentukan keletakkannya pada muka bumi perlu diperhatikan berdasarkan koordinat derajat bujur dan lintangnya (dapat menggunakan alat GPS/Global Positioning System) dan ketinggiannya dari permukaan laut (three dimensional recording). Setelah data koordinat dan ketinggian temuan diketahui maka: (1) benda arkeologi dapat ditempatkan pada peta dasar secara tepat (plotting), sebagai bahan analisis yang akurat untuk dianalisis kemudian; dan (2) menemukan kembali keletakan benda atau situs jika di kemudian hari nama tempat itu berubah. Ketiga, setelah menentukan lokasi, maka perlu juga menentukan matriks, konteks, dan transformasi benda arkeologi yang ditemukan. Hal ini perlu dilakukan sebelum menempatkan benda arkeologi ke dalam peta dasar (peta topografi). Benda arkeologi dapat dibedakan menjadi dua wujud yaitu benda bergerak misalnya artefak dan ekofak dan benda tidak bergerak misalnya fitur. Selain itu, terdapat pula situs. Perlu perhatian khusus untuk benda bergerak yang sewaktu-waktu bisa mengalami perubahan tempat. Oleh karena itu, diperlukan kepastian keletakkannya di muka bumi. Hal ini perlu diperhatikan karena benda bergerak sangat mungkin untuk berpindah dari tempat aslinya. Perpindahan lokasi bisa disebabkan oleh kegiatan manusia (cultural transformation) maupun alam (non-cultural transformation).
  • 5. Disamping konsep wujud benda arkeologi dan transformasi, konsep in situ pun perlu diperhatikan. Dalam konsep in situ yang menjadi perhatian adalah keberadaan sebuah benda bergerak yang ditemukan in situ dan hubungannya dengan aktivitas masyarakat masa lalu. Baik dalam konteks kegiatan memakai atau deposisional. Benda tidak bergerak tidak menjadi persoalan karena kemungkinan berpindah kecil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai jenis atau bentuk tempat kedudukan benda arkeologi di situs disebut juga matriks. Matriks merupakan kata kunci untuk melakukan interpretasi. Yang menjadi fokus perhatian adalah menentukan konteks benda arkeologi dengan matriksnya maupun dengan temuan lainnya. Konteks benda arkeologi dengan matriks perlu diperhatikan karena bisa saja ketika menemukan temuan dengan jenis yang sama pada matriks yang berbeda akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Konteks temuan dengan temuan lainnya juga tidak kalah penting. Hal ini berhubungan dengan contextual analysis. Perlu diperhatikan pula mengenai temuan-serta (associated finds). Hal yang perlu diperhatikan sebelum lokasi adalah satuan ruang analisis. Satuan ruang analisis terbagi menjadi tiga skala yaitu mikro, semi-mikro (semi-micro menurut Clarke) atau meso (menurut Butzer 1982), dan makro (wilayah). Disebut mikro apabila satuan ruang berupa bangunan atau fitur, meso apabila satuan ruangnya berupa situs, sedangkan makro apabila satuan ruangannya berupa kawasan. Penentuan satuan ruang analisis berdasarkan batas kultural, alam, dan arbitrer. Ketiga satuan ruang analisis ini pada tingkat interpretasi dikaitkan dengan komunitas keluarga (mikro), komunitas masyarakat desa atau kota (meso), dan masyarakat di suatu kawasan (makro). Setelah menentukan lokasi, matriks, konteks, dan transformasi, dan satuan ruang analisisnya, maka benda arkeologi dapat ditempatkan pada peta dasar (topografi) yang berskala dan tua. Peta topografi dapat direduksi atau disederhanakan menjadi lambang-lambang tertentu atau titik-titik (point distribution).
  • 6. Pembuatan peta sebaran situs arkeologi di daerah penelitian didasarkan pada peta topografi dan hasil dari pengumpulan data mengenai jumlah serta keletakan astronomisnya sebagai bahan untuk mengetahui bentuk konfigurasi situs, apakah susunannya itu berkelompok (clustered), tersebar (dispersed), teratur (regular, uniform), atau acak (random). Peta persebaran ini akan menghasilkan data kuantitatif dan kualitatif yang dapat menghasilkan suatu hipotesis. Metode yang digunakan untuk mengetahui apakah derajat penyebaran situs di daerah penelitian berpola acak, mengelompok, atau teratur dilakukan dengan metode analisis tetangga terdekat (nearest neighbour analysis). Penghitungan untuk mengidentifikasi pola-pola penyebaran tersebut: pertama, menghitung rata-rata jarak antar situs dengan cara menjumlahkan seluruh jarak antara situs-situs dalam suatu grid, dibagi dengan jumlah situs yang ada dalam grid itu. Kedua, menghitung rata-rata jarak antar situs yang berpola acak melalui angka kepadatan situs. Ketiga, menghitung indeks sebaran situs tetangga terdekat dengan cara membagi angka rata-rata jarak antara situs dengan angka rata-rata jarak antar situs yang berpola acak. Selain itu terdapat pula analisis pola penyebaran berupa sebaran titik-titik (point distribution analysis) yang dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara menggambarkan pola sebaran situs-situs dengan ukuran titik yang sama pada peta. Hasil peletakan situs-situs pada peta dapat memberikan gambaran apakah pola sebarannya itu berkelompok, menyebar, atau acak. Kedua, dengan menggambarkan situs-situs pada ukuran titik yang berbeda dengan variasi seperti situs bertitik besar, sedang, atau kecil. Cara lain untuk menyatakan penyebaran ialah yang dikenal dengan istilah lokalisasi (localization). Dengan lokalisasi dimaksudkan variasi frekuensi relatif situs di dalam sub bagian dari suatu daerah yang terbatas. Derajat lokalisasi situs-situs ini dapat dinyatakan dalam tiga pola yaitu: kurang terlokalisasi (least localized), terlokalisasi sedang (moderate localization), dan lebih terlokalisasi (most localized).
  • 7. Keempat, setelah membuat peta persebaran, maka akan dihubungkan dengan variabel-variabel lingkungan yang ada di daerah penelitian yang berfungsi sebagai ruang sumber daya (resource space). Untuk memperoleh data mengenai hubungan benda dan lingkungannya maka perlu menghubungkan peta dasar (peta topografi) dengan peta tematik geomorfologi, geologi, hidrologi, dan sebagainya. Kelima, setelah adanya peta persebaran dan dengan menggunakan kerangka teori yang ada maka dapat dilakukan interpretasi. Kerangka teori tersebut adalah pola persebaran benda arkeologi yang mencerminkan pola perilaku masyrakat masa lalu. Selain itu, adapula teori yang mengatakan seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman maka masyarakat melakukan pemilihan dan penyelesaian untuk meminimalkan biaya dan tenaga untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam melakukan interpretasi maka dapat diketahui tingkat teknologi, adaptasi lingkungan, aspek sosial, ekonomi, politik, dan ideologikal. Keenam, selanjutnya dilakukan integrasi dengan dimensi bentuk dan waktu sehingga dapat menghasilkan rekonstruksi sejarah kebudayaan.
  • 8. Prinsip Metode Pertanggalan Thermoluminescence Pada metode pertanggalan ini dilakukan pengukuran terhadap adanya sumber listrik yang berasal dari kerusakan radioaktif di material kristal yang ditemukan di dalam tanah. Sumber listrik dibuktikan dengan adanya cahaya saat material kristal panas. Saat temuan mulai dibakar maka cahaya yang dikeluarkan akan langsung diukur. Metode pertanggalan ini dapat digunakan untuk material berupa kaca, batu api, atau batu. Metode ini digunakan untuk menarikhkan umur dari 400.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Metode ini kurang akurat dibandingkan metode pertanggalan C-14 dan dapat memberikan pembacaan yang salah apabila radiasi dari dalam tanah berada dalam temperatur yang rendah dan tidak in situ. Akan tetapi, metode ini berguna untuk periode yang lebih tua dan material yang bukan organik misalnya pada arca-arca dari paleolitik. Contoh terracota yang diketahui sebagai kepala Jema dari Nigeria. Prinsip Metode Pertanggalan Fission Tract Pada metode ini dilakukan penghitungan terhadap jejak atau lubang. Jejak ini diperoleh dari kerusakan yang secara spontan terjadi secara teratur pada pada uranium (238U). Uranium yang melalui pemecahannya, membebaskan energi, merusak struktur kristal, dan akhirnya meninggalkan jejak. Jejak atau lubang ini dihitung untuk memperkirakan kapan kerusakan dimulai. Metode ini dapat digunakan pada kaca, obsidian yang dibakar, batu panas yang mengandung lapisan uranium dan gunung berapi. Metode pertanggalan ini digunakan untuk menarikhkan dari 100.000 sampai beberapa juta tahun. Keterbatasan metode ini adalah kesulitan untuk membedakan jejak dari kerusakan kristal. Kesalahan pada metode ini dapat mencapai 10%. Contoh penggunaan metode ini adalah pada tulang dari Homo habilis di Olduvai Gorge yang berasal dari dua juta tahun yang lalu.
  • 9. Prinsip Metode Pertanggalan Electron Spin Resonance (ESR) Metode ini kurang sensitif dibandingkan dengan Thermoluminescence. Metode ini cocok untuk material yang busuk ketika dipanaskan. Metode ini dimulai dengan membangun sumber listrik pada struktur kristal. Waktu yang digunakan sejak proses dimulai dapat dihitung dengan menjumlahkan sumber tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk email gigi dan kulit kalsit yang terdepositkan di gua. Metode ini digunakan untuk menarikhkan dari 50.000 hingga satu juta tahun. Keterbatasan metode ini adalah hanya dapat digunakan pada lingkungan yang kering dan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Contoh penggunaan metode ini adalah pada situs paleolitik di Israel dan Afrika. Prinsip Metode Pertanggalan Archaeomagnetic Metode ini didasarkan pada perubahan dari waktu ke waktu yang terjadi pada medan magnet yang ada di bumi. Saat oksida besi dipanaskan sampai 600 oC dan dingin, maka pada saat itu juga medan magnet akan merekamnya. Perubahan yang terjadi pada lapisan bumi ini yang nantinya akan dijumlahkan untuk menentukan dimulainya pertanggalan. Metode ini digunakan pada keramik, lahar, perapian dan alat pembakaran yang mengandung oksida besi. Metode ini digunakan untuk menarikhkan sampai 5.000 tahun. Keterbatasan metode ini pada variasi lokal dari magnet itu sendiri, situs tidak boleh mengalami gangguan saat pengukuran, harus dapat dikalibrasi, dan dapat menghasilkan penanggalan yang tidak akurat. Peninggalan yang tidak akurat ini disebabkan karena adanya kesamaan muatan kutub yang muncul lebih dari sekali. Contoh yang menggunakan metode ini misalnya pada tungku tanah liat yang terletak di Amerika Serikat bagian barat daya.
  • 10. DAFTAR PUSTAKA Grant, Jim, Sam Gorin, dan Neil Fleming. The Archaeology Coursebook: an inroduction to study skills, topics and methods. London: Routledge. 2002. Renfrew, Colin dan Paul Bahn. Archaeology: theories, methods, and practice. USA: R.R Donnelley dan Sons. 1996.