Dokumen tersebut membahas tentang hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa hukum ketenagakerjaan mencakup pengertian tenaga kerja, pekerja, pemberi kerja, dan pembangunan sumber daya manusia. Dokumen tersebut juga menjelaskan hak dan perlindungan yang harus diberikan kepada tenaga kerja seperti upah, waktu istirahat, dan larangan memperkerjakan
1. HUKUM
KETENAGAKERJAAN
Pengertian Ketenagakerjaan
Segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja.
Tenaga Kerja
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
2. Pekerja atau buruh
Setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pemberi kerja
Orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum atau badan-badan lainnya yang
memperkerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
3. Pembangunan Tenaga Kerja
Bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945
dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
meningkatkan harkat,, martabat dan harga
diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur dan
merata baik materiil dan spirituil.
4. Makna Pekerja ditinjau dari :
Peranannya : gerak dari badan dan pikiran setiap
orang guna mencapai kelangsungan hidup.
Kemasyarakatan : melakukan pekerjaan untuk
menghasilkan barang atau jasa untuk memuaskan
kebutuhan masyarakat.
Spiritual : hak dan kewajiban manusia memuliakan
dan mengabdikan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ideologi Negara : hak dan kewajiban manusia
Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang di Ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
5. Pengertian umum Tenaga Kerja dan
Pembangunan Indonesia ditinjau dari segi
keperluan atau kebutuhan
“Tenaga kerja adalah manusia yang
mempunyai tenaga, baik fikiran maupun
phisik yang mampu dan mau bekerja
menggunakan tenaganya tersebut”
6. Rumusan pengertiannya sbb.:
1. Tenaga Kerja yang dimaksud adalah
manusia.
2. Seseorang yang mau dan mampu secara
fisik maupun pikirannya untuk
melakukan kegiatan untuk bekerja
dinamakan tenaga kerja.
3. Seseorang yang secara fisik dan
pikirannya tidak mau melakukan kegiatan
bukan tenaga kerja.
7. Peranan Tenaga Kerja Indonesia
Peranan ini bertujuan untuk mencapai
Pembangunan Indonesia yaitu : masyarakat
Indonesia yang Adil Makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun
1945.
8. Pembangunan Ketenagakerjaan
Pembangunan ketenagakerjaan mem-punyai
banyak dimensi dan keterkaitan :
1.Pemerintah.
2.Pengusaha
3.Pekerja.
Untuk dilaksanakan dengan secara terpadu
atas dasar kemitraan dalam bentuk kerja sama
yang saling mendukung.
9. Tujaun Pembangunan Ketenagakerjaan.
a) Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja
secara optimal, melalui diklat serta
penyebarluasan dan pelayanan penempatan
tenaga kerja yang sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya.
b) Menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
pembangunan nasional.
c) Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
dalam mewujudkan kesejahteraan.
d) Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya.
10. Peran Tenaga Kerja
Untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Untuk mensejahterakan masyarakat.
Oleh karena itu Tenaga Kerja harus
1. Lebih mampu,
2. Lebih trampil,
3. Lebih berkwalitas
Agar dapat berdaya guna secara optimal
sehingga mampu bersaing.
11. Perencanaan dan Program Ketenagakerjaan
Tujuannya :
1) Meningkatkan kemampuan,
2) Meningkatkan ketrampilan,
3) Meningkatkan keahlian
Dengan cara:
a) Pelatihan
b) Pemagangan
c) Pelayanan penempatan tenaga kerja.
12. Pelatihan Kerja.
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk
membekali, meningkatkan dan mengembangkan
kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas dan kesejahteraan.
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan /
atau meningkatkan dan / atau mengembangkan
kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja.
13. Tenaga Kerja berhak memperoleh pengakuan
kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan
kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan
kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja
swasta atau pelatihan di tempat kerja.
Pengakuan kompetensi kerja dilakukan
melalui sertifikasi kompetensi kerja.
14. Pelatihan Kerja bagi tenaga kerja penyandang
cacat dilaksanakan dengan memperhatikan
jenis, derajat kecacatan dan kemampuan
tenaga kerja penyandang cacat yang
bersangkutan.
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan
sistim pemagangan.
15. Pemagangan
Pemagangan adalah bagian dari sistim
pelatihan kerja yang diselenggarakan secara
terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan
dengan bekerja secara langsung dibawah
bimbingan dan pengawasan instruktur atau
pekerja yang lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan/atau jasa di
perusahaan,dalam rangka menguasai
ketrampilan atau keahlian tertentu.
16. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian
pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang
dibuat secara tertulis.
Perjanjian pemagangan sekurang-kurangnya memuat
ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha
serta jangka waktu pemagangan.
Pemagangan yang diselenggarakan tidak dengan
perjanjian pemagangan dianggap tidak sah dan
status peserta berubah menjadi pekerja/buruh
perusahaan tsb.
17. Penempatan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja berhak dan kesempatan
yang sama untuk memilih, mendapatkan atau
pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam maupun di
luar negeri.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan
berdasarkan asas terbuka,bebas obyektif, serta
adil dan setara tanpa diskriminasi.
18. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk
menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat
sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat,
dan kemampuan dengan memperhatikan harkat,
martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan
memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
program nasional dan daerah.
19. Penempatan Tenaga Kerja terdiri dari :
1. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri.
2. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.
20. Pengaturan Penempatan Kerja.
1. Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja
dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang
dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan
tenaga kerja.
2. Pelaksana penempatan tenaga kerja wajib
memberikan perlindungan sejak rekrutmen
sampai penempatan tenaga kerja.
3. Dalam memperkerjakan tenaga kerja, pemberi
kerja wajib memberikan perlindungan yang
mencakup kesejahteraan, keselamatan dan
kesehatan baik mental maupun fisik tenaga
kerja.
21. 4. Pelaksanaan penempatan tenaga kerja
dilarang memungut biaya penempatan,
baik langsung maupun tidak langsung,
sebagian atau keseluruhan kepada tenaga
kerja dan pengguna tenaga kerja
5. Lembaga (lembaga swasta berbadan
hukum) penempatan tenaga kerja hanya
dapat memungut biaya penempatan tenaga
kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari
tenaga kerja golongan dan jabatan
tertentu.
22. Perlindungan Tenaga Kerja
1. Memperoleh pekerjaan di dalam dan luar
negeri
2. Hak-hak dasar pekerja.
3. Perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja
4. Perlindungan upah dan jaminan sosial
sehingga menjamin rasa aman
tentram,sejahtera lahir dan bathin.
23. Usia Kerja
Mereka yang berusia 13 s/d 15 th. keatas.
Dikatagorikan tenaga kerja anak-anak.
Tenaga kerja muda : 18 keatas.
Tenaga kerja tua : 50 tahun keatas.
24. Memperkerjakan Anak.
Pengusaha dilarang memperkerjakan anak,
kecuali bagi anak berumur 13 th s/d 15 th,
untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang
tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental dan sosial.
25. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada
pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan sbb.
:
1.Izin tertulis dari orang tua atau wali.
2.Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua
atau wali.
3.Waktu kerja maksimum 3 jam.
4.Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu
waktu sekolah.
5.Keselamatan dan kesehatan kerja.
6.Adanya hubungan kerja yang jelas
7.Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
26. Tempat Kerja Anak.
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama
dengan perkerja/buruh dewasa, maka tempat
kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja
pekerja/buruh dewasa.
Anak dianggap bekerja bilamana berada di
tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya.
27. Pekerja Perempuan.
Pengusaha dapat memperkerjakan perempuan.
Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari
18 th dilarang dipekerjakan antara jam 23.00 s.d
07.00
Pengusaha dilarang memperkerjakan wanita hamil
antara jam 23.00 s.d 07.00 apabila membahayakan
kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya sendiri.
28. Pengusaha yang memperkerjakan
pekerja/buruh perempuan antara jam
23.00 – 07.00 wajib. :
a) Memberikan makanan dan minuman
bergizi.
b) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama
di tempat kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar
jemput bagi pekerja/buruh perempuan
yang berangkat dan pulang antara jam
23.00 s.d 05.00.
29. Ketentuan Waktu Kerja.
Waktu kerja meliputi :
1. 7 jam dalam 1 hari, 40 jam dalam 1 mg.
Untuk 6 hari kerja selama 1 mg.
2. 8 jam dalam 1 hari, 40 jam dalam 1 mg.
Untuk 5 hari kerja selama 1 mg.
Dikecualikan untuk pekerjaan pada sektor
usaha tertentu.
30. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh
melebihi waktu kerja dipersyaratkan :
Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan.
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
lama 3 jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu
minggu.
Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh
melebihi waktu 3 jam wajib membayar upah kerja
lembur
31. Waktu Istirahat dan Cuti
Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti
kepada pekerja/buruh.
Waktu istirahat dan cuti meliputi :
Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya
setengah jam bekerja selama 4 jam terus-menerus
dan waktu istirahat tidak termasuk jam kerja.
Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu.
32. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja
setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 bulan secara terus-menerus.
Cuti panjang sekurang-kurangnya 2 bl dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan
masing-masing 1 bl bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 th secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan
pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi cuti
tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 th.
33. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan/cuti
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Hak istirahat panjang hanya berlaku bagi
pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
tertentu.
Perusahaan tertentu diatur dengan Keputusan
Menteri yang membidangi Tenaga Kerja.
34. Istirahat pada saat haid dan melahirkan.
Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid dapat
meminta istirahat selama 2 hari. Dalam hal ini diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Pekerja/buruh perempuan berhak cuti 1,5 bulan
sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan
atau bidan.
Apabila mengalami keguguran berhak memperoleh
cuti 1,5 bulan atau sesuai dengan surat ketrangan
dokter kandungan atau bidan.
35. Kesempatan dan Perlakuan Sama
Pengusaha wajib memberikan kesempatan
dan perlakuan sama tidak ada diskriminasi
kepada setiap tenaga kerja untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa
membedakan.
36. Perluasan Kesempatan Kerja.
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan
perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja.
Pemerintah dan masyarakat bersama-sama
mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja.
Hubungan Kerja , hubungan antara pengusaha atau
pemberi kerja dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja , yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah dan perintah.
37. Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja
dilakukan dengan penciptaan kegiatan yang
produktip dan berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi sumber daya alam ,
sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
Penciptaan perluasan kesempatan kerja dilakukan
dengan pembentukan dan pembinaan tenaga kerja
mandiri dengan sistim padat karya, penerapan
teknologi tepat guna dan pendayagunaan tenaga
kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong
terciptanya perluasan kesempatan tenaga kerja.
38. Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Setiap pemberi kerja yang mem-perkerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki ijin tertulis
dari Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang
ditunjuk.
Pemberi kerja orang perseorangan dilarang
memperkerjakan tenaga kerja asing.
Kewajiban memiliki ijin tidak berlaku bagi
perwakilan asing yang memperkerjakan
sebagai diplomatik dan konsuler.
39. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di
Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk
jabatan tertentu dan waktu tertentu.
Tenaga kerja asing yang masa kerjanya habis
tidak dapat diperpanjang namun dapat
digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
40. Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing
harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja
asing yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja
atua pejabat yang ditunjuk.
Rencana penggunaan tenaga kerja asing memuat
keterangan sbb.:
1. Alasan penggunaan tenaga kerja asing
2. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur
perusahaan tsb.
3. Jangka waktu penggunaan TKA.
4. Penunjukan tenaga kerja WNI sebagai
pendamping TKA yang dipekerjakan.
41. Pemberi Kerja TKA wajib :
1. Menunjuk tenaga kerja WNI sebagai
tenaga kerja pendampingnya yang
dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih
keahlian dari TKA.
2. Melaksanakan diklat kerja bagi tenaga
kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diduduki oleh TKA.
Ketentuan penggunaan TKA tidak berlaku
untuk yang menduduki jabatan Direksi
dan/atau Komisaris.
42. Tenaga Kerja Asing dilarang :
Menduduki jabatan personalia, jabatan-
jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja.
43. Pemberi kerja yang memperkerjakan TKA wajib
membayar kompensasi atas setiap TKA yang
dipekerjakan, kepada pemerintah.
Kewajiban ini dimaksudkan dalam upaya
peningkatan kulitas SDM Indonesia.
Kewajiban ini tidak berlaku bagi instansi
Pemerintah, Perwakilan negara asing, Lembaga
sosial, badan-badan Internasional, Lembaga
keagamaan dan jabatan tertentu di Lembaga
Pendidikan.
Jabatan tertentu di Lembaga Pendidikan di atur
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja.
44. Pemberi Kerja yang memperkerjakan TKA
wajib memulangkannya ke negara asalnya
setelah hubungan kerjanya telah berakhir.
45. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak
memperoleh perlindungan atas :
1. Keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Moral dan kesusilaan.
3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta nilai agama.
Tujuanya untuk mewujudkan dan
meningkatkan produktivitas kerja yang
optimal
46. Pengupahan
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
47. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
Untuk mewujudkan penghasilan dalam
memenuhi penghidupan yang layak,
pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja atau
buruh.
48. Kebijakan Pemerintah dalam penetapan upah
meliputi :
1. Upah minimum,
2. Upah kerja lembur,
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain
di luar pekerjaannya.
5. Upah karena menjalankan hak cuti.
6. Bentuk dan cara pembayaran upah.
7. Denda dan potongan upah.
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
9. Struktur dan skala upah yang proporsional.
10.Upah untuk pembayaran pesangon,
11.Upah untuk penghitungan pajak penghasilan
49. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Upah minimum dapat terdiri atas :
-Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau
kabupaten/kota.
-Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah
provinsi atau kabupaten/kota.
Upah minimum diarahkan kepada pencapaian
kebutuhan hidup layak.
50. Penghasilan yang memenuhi penghidupan layak,
adalah jumlah penerimaan atau pendapatan
pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga
mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh
dan keluarganya secara wajar yang meliputi :
-makanan dan minuman,
-sandang,
-perumahan,
-pendidikan,
-kesehatan,
-rekreasi,
-jaminan hari tua.
51. Upah minimum sektoral dapat ditetapkan
untuk kelompok lapangan usaha beserta
pembagiannya menurut klasifikasi lapangan
usaha Indonesia untuk kabupaten/kota,
provinsi, beberapa provinsi atau nasional dan
tidak boleh lebih rendah dari upah minimum
regional daerah yang bersangkutan.
52. Penetapan Upah Minimum
Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur
KDH Tk. I dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan
Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Komponen serta pelaksanaan tahapan
pencapaian kebutuhan hidup layak diatur
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja.
53. Penetapan Upah Minimum.
Pemerintah menetapkan upah minimum
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Upah minimum terdiri atas
1. Upah minimum berdasarkan wilayah.
2. Upah minimum berdasarkan sektor pada
wilayah.
54. Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum.
Pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum dapat dilakukan penangguhan
pembayaran upah minimum.
Tata cara penangguhan pembayaran upah
minimum diatur dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja.
55. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas
kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Apabila kesepakatan lebih rendah atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan
tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib
membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan
perundang-undangan.
56. Dalam menyusun struktur dan skala upah Pengusaha
diharuskan memperhatikan :
-golongan
-jabatan
-masa kerja
-pendidikan
-kompensasi.
Penyusunan struktur dan skala upah dimaksudkan
sebagai pedoman penetapan upah sehingga terdapat
kepastian upah tiap pekerja/buruh untuk mengurangi
kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di
perusahaan tersebut.
57. Pengusaha melakukan peninjauan struktur dan
skala upah secara berkala dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas.
Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian
harga kebutuhan hidup, prestasi kerja,
perkembangan dan kemampuan perusahaan.
58. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh
tidak melakukan pekerjaan.
Pengusaha wajib membayar upah :
-Meskipun pekerja/buruh sakit.
-Pekerja perempuan haid (2 hari).
-Pekerja/buruh menikah, menikahkan
anaknya, mengkhitankan, membaptiskan
anaknya, isteri melahirkan atau keguguran,
suami/istri, anak/menantu, orangtua/mertua
atau anggota keluarga meninggal dunia.
59. -Karena sedang menjalankan kewajiban negara.
-Karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya.
-Melakukan pekerjaan sesuai perjanjian tetapi
pengusaha tidak memperkerjakannya dan bukan
merupakan kesalahannya.
-Melaksanakan hak cutinya.
-Melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan
pengusaha.
-Melaksanakan tugas pendidikan dan pelatihan.
60. Pekerja/buruh yang sakit tetap dibayar
upahnya dengan ketentuan sbb.:
1. 4 bl. Pertama dibayar 100%.
2. 4 bl. Kedua dibayar 75%.
3. 4 bl. Ketiga dibyar 50%.
4. Bulan selanjutnya dibayar 25% sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh
pengusaha.
61. Komponen pengupahan terdiri dari :
Upah pokok dan tunjangan tetap.
Besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75%
dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Tunjangan tetap adalah pembayaran kepada
pekerja/buruh yang dilakukan secara teratur
dan tidak dikaitkan dengan kehadiran
pekerja/buruh atau pencapaian prestasi kerja
tertentu.
62. Hal khusus dimana pekerja tetap berhak atas upah
walaupun tidak masuk kerja :
1. Pekerja menikah, selama 3 hari
2. Menikahkan anak, selama 2 hari.
3. Mengkitankan anak, selama 2 hari.
4. Membaptiskan anak, selama 2 hari.
5. Istri melahiarkan atau keguguran kandungan,
selama 2 hari.
6. Suami/istri, orang tua/mertua atau anak, menantu
meninggal dunia, selama 2 hari.
7. Anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu
rumah meninggal, selama 1 hari.
63. Pembinaan Hubungan Kerja.
Hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dengan
pekerja.
Perjanjian kerja dibuat bisa secara lisan
maupun tertulis, perjanian kerja dibuat secara
lisan karena dalam membuat suatu perikatan
atau perjanjian tidak terlepas saling
mempercayai dari kedua belah pihak.
64. Perjanjian Kerja
Perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak.
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali
dan/atau diubah kecuali atas persetujuan
kedua belah pihak.
65. Perjanjian Kerja Tetap sekurang – kurangnya
memuat:
a) Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja.
c) Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat pekerjaan.
e) Besar upah dan cara pembayarannya.
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja.
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja.
h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
66. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku antara lain : pekerjaan untuk waktu
tertentu, antar kerja antar daerah, antar kerja antar
negara dan perjanjian kerja laut.
Perjanjian kerja dibuat atas dasar.
1. Kesepakaatan kedua belah pihak
2. Kemampuan dan kecakapan kedua belah pihak
secara hukum.
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
ketentuan peraturan yang berlaku.
67. Perjanjian kerja yang dibuat kedua belah
pihak batal demi hukum apabila
- Pekerjaan yang harus dilakukan tidak ada.
- Pekerjaan yang diperjanjikan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan dan ketertiban umum.
68. Perjanjian kerja yang dibuat kedua belah
pihak dapat dibatalkan apabila
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak sesuai
dengan kesepakatan.
- Mereka yang membuat perjanjian belum
cakap dalam perbuatan hukum.
69. PERJANJIAN KERJA WAKTU
TERTENTU (PKWT)
Perjanjian kerja antara buruh/pekerja dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerjaan tertentu.
PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai
atau sementara sifatnya yang didasarkan
atas selesainya pekerjaan tertentu.
PKWT dibuat paling lama 3 tahun.
70. Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan
dalam PKWT dapat diselesaikan lebih
cepat dari waktu yang diperjanjikan maka
PKWT putus demi hukum pada saat
selesainya pekerjaan itu.
Dalam PKWT harus dicantumkan batasan
selesainya suatu pekerjaan yang
diperjanjikan tersebut.
71. Pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu dilakukan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 hari setelah
berakhirnya perjanjian kerja.
Selama tenggang waktu 30 hari, tidak ada
hubungan kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha.
72. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) untuk pekerjaan yang bersifat
musiman.
Pekerjaan yang pelaksanaanya tergantung
pada musim atau cuaca.
PKWT untuk pekerjaan yang bersifat
musiman hanya dapat dilakukan untuk satu
jenis pekerjaan pada musim tertentu.
73. Pekerjaan-pekerjaan untuk memenuhi pesanan atau
target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT
sebagai pekerjaan musiman.
PKWT yang melakukan pekerjaan untuk memenuhi
pesanan atau target tertentu hanya diberlakukan
untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan
tambahan.
PKWT untuk pekerjaan yang memenuhi pesanan
atau target tertentu tidak dapat dilakukan
pembaharuan.
74. PKWT untuk Pekerjaan yang berhubungan dengan
Produk Baru
PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk
melakukan pekerjaan yang berhubungan produk
baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan.
PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk waktu
paling lama 2 th dan dapat diperpanjang satu kali
paling lama 1 th.
PKWT ini tidak dapat dilakukan pembaharuan.
75. Perjanjian Kerja Harian Lepas.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-
ubah dalam waktu dan volume pekerjaan
serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat
dilakukan dengan perjanjian kerja harian
lepas.
Waktu bekerjanya kurang dari 21 hari dalam
1 bulan.
Pekerjaan yang dilakukan 3 th berturut-turut
maka perjanjian akan berubah menjadi
PKWTT.
76. Berakhirnya PKWT
1. Pekerja meninggal dunia.
2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
3. Adanya putusan pengadilan dan /atau putusan
atau penetapan lembaga PPHI yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalm perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja.
77. PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT
apabila
1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia dan huruf latin berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
2. PKWT pekerjaan yang bersifat bukan musiman
atau pekerjaan yang bukan untuk memenuhi
pesanan atau target tertentu
3. PKWT untuk pekerjaan produk baru yang
dikerjakan lebih dari 3 tahun.
4. Pembaruan PKWT tidak melewati tenggang
waktu 30 hari dan tidak diperjanjikan lain akan
berubah menjadi PKWTT sejak tidak
terpenuhinya syarat PKWT.
78. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)
1. Dapat mensyaratkan masa percobaan
kerja, paling lama 3 (tiga) bulan.
2. Dalam masa percobaan kerja pengusaha
dilarang membayar upah dibawah upah
minimum yang berlaku.
79. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
apabila dibuat dengan secara lisan, maka
pengusaha wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan.
Surat Pengangkatan sekurang-kurangnya
memuat :
1.Nama dan alamat pekerja/buruh.
2.Tanggal mulai bekerja.
3.Jenis pekerjaan
4.Besarnya upah.
80. Organisasi Pengusaha
Setiap pengusaha berhak membentuk dan
menjadi anggota organisasi pengusaha.
Ketentuan mengenai organisasi pengusaha
diatur sesusi dengan peraturan perundang-
undangan.
81. Lembaga kerja sama
Lembaga Kerja Sama Bipartit merupakan
forum komunikasi dan konsultasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan yang anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja/buruh yang sudah tercatat di Kantor
Departemen Tenaga Kerja
82. Setiap perusahaan yang memperkerjakan 50 orang
pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga
kerja sama bipartit.
Lembaga kerja sama Bipartit berfungsi sebagai
forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal
ketenagakerjaan di pe-rusahaan.
Susunan keanggotaan terdiri dari unsur pengusaha
dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh
pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili
kepentingan mereka.
83. Lembaga Kerja Sama Tripartit merupakan
forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenaga-
kerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur
organisasi pengusaha, serikat pekerja/buruh
dan pemerintah.
Lembaga Kerja Sama Tripartit mem-berikan
pertimbangan, saran dan pendapat kepada
Pemerintah dan pihak terkait dalam
penyusunan kebijakan pemecahan masalah
ketenagakerjaan.
84. Lembaga Kerja Sama Tripartit terdiri :
1. Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional,
Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
2. Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral
Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Keanggotaan terdiri dari : Unsur Pemerintah,
Organisasi Pengusaha dan Serikat
Pekerja/Buruh
85. Peraturan Perusahaan
Pengusaha yang memperkerjakan pe-
kerja/buruh sekurang-kurangnya 10 orang
wajib membuat peraturan perusahaan yang
mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk.
Perusahaan yang sudah memiliki Perjanjian
Kerja Bersama tidak diwajibkan membuat
Peraturan Perusahaan.
86. Peraturan Perusahaan disusun oleh dan
menjadi tanggungjawab dari pengusaha
yang bersangkutan.
Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya
memuat :
1. Hak dan kewajiban pengusaha.
2. Hak dan kewajiban pekerja/buruh.
3. Syarat Kerja.
4. Tata tertib perusahaan.
5. Jangka waktu berlakunya peraturan
perusahaan.
87. Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling
lama 2 tahun dan diperbarui setelah habis
masa berlakunya.
Apabila selama masa berlakunya peraturan
perusahaan, pekerja/buruh menghendaki
perundingan pembuatan perjanjian kerja
bersama, pengusaha wajib melayani.
Apabila tidak terjadi kata sepakat, maka
peraturan perusahaan tetap berlaku sampai
habis masa berlakunya.
88. Perubahan Peraturan Perusahaan sebe-lum
berakhir jangka waktunya dapat dilakukan
atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan
wakil pekerja/buruh.
Perubahan Peraturan Perusahaan harus
mendapat pengesahan Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk.
Pengusaha wajib memberitahukan dan
menjelaskan isi serta memberikan naskah
Peraturan Perusahaan atau peru-bahannya
kepada pekerja/buruh.