Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Material Requirement Planning (MRP) adalah sistem perencanaan kebutuhan bahan yang dirancang untuk industri manufaktur untuk mengendalikan inventori dan merencanakan produksi.
2. MRP menggunakan data seperti jadwal produksi master, daftar bahan, dan catatan persediaan untuk menghasilkan rencana pemesanan dan produksi terperinci.
3. Tujuan MRP adalah mengendalikan tingkat persediaan,
Tugas sia sistem informasi siklus produksi, sistem informasi siklus pengupa...
Home
1.
Material Requirement Planning (MRP)
Untuk dapat melakukan pengendalian terhadap inventori dalam konteks
permintaan yang dependen, salah satu dari beberapa sistim yang dapat
digunakan adalah Material Requirement Planning (MRP) System atau sering
juga disebut "Little" MRP. MRP merupakan sistim yang dirancang untuk
kepentingan perusahaan manufaktur termasuk perusahaan kecil. Alasannya
adalah bahwa MRP merupakan pendekatan yang logis dan mudah dipahami
untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan penentuan jumlah
bagian, komponen, dan material yang diperlukan untuk menghasilkan produk
akhir. MRP juga memberikan skedul waktu yang terinci kapan setiap
komponen, material dan bagian harus dipesan atau diproduksi.
MRP didasarkan pada permintaan dependen. Permintaan dependen adalah
permintaan yang disebabkan oleh permintaan terhadap item level yang lebih
tinggi. Misalnya permintaan akan mesin otomotif, roda merupakan permintaan
dependen yang tergantung pada permintaan otomobil. MRP digunakan pada
berbagai industri terutama yang berkarakteristik job-shop, yakni industri yang
memproduksi sejumlah produk dengan menggunakan peralatan produksi yang
2. relatif sama.. MRP tidak akan cocok bila diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk dalam jumlah yang relatif sedikit.
Tujuan Material Requirement Planning (MRP)
Tujuan Sistim MRP adalah untuk mengendalikan tingkat inventori,
menentukan prioritas item, dan merencanakan kapasitas yang akan
dibebankan pada sistim produksi. Secara umum tujuan pengelolaan inventori
dengan menggunakan sistim MRP tidak berbeda dengan sistim lain yakni:
1. memperbaiki layanan kepada pelanggan,
2. meminimisasi investasi pada inventori, dan
3. memaksimisasi efisiensi operasi
Filosofi MRP adalah “menyediakan” komponen, material yang diperlukan
pada jumlah, waktu dan tempat yang tepat.
Keunggulan dan Kelemahan Material Requirement Planning (MRP)
Keunggulan MRP diantaranya 1) Memberikan kemampuan untuk
menciptakan harga yang lebih kompetitif, 2) Mengurangi harga jual, 3)
mengurangi persediaan, 4) Layanan yang lebih baik kepada pelanggan, 5)
respon yang lebih baik terhadap tuntutan pasar, 6) kemampuan mengubah
skedul master, 7) mengurangi biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time)
Sedang kelemahan yang pokok adalah menyangkut kegagalan MRP mencapai
tujuan yang disebabkan oleh 1) kurangnya komitmen dari manajemen puncak
dalam pengimplementasian MRP, 2) MRP dipandang sebagai sesuatu yang
terpisah dari sistim lain, lebih dipandang sebagai sistim yang berdiri sendiri
dalam menjalankan operasi perusahaan daripada sebagai suatu sistim yang
terkait dengan sistim lain dalam perusahaan atau suatu bagian dari
keseluruhan sistim perusahaan, 3) mencoba menggabungkan MRP dengan JIT
3. tanpa memahami betul karakteristik kedua pendekatan tersebut, 4)
membutuhkan akurasi operasi, 5) kesulitan dalam membuat skedul terinci.
Struktur Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Cara kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan
dasar untuk membuat skedul produksi master atau Master Production
Schedule (MPS) yang memberikan gambaran tentang jumlah item yang
diproduksi selama periode waktu tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada
peramalan kebutuhan akan peralatan yang diperlukan, merupakan proses
alokasi untuk mengadakan sejumlah peralatan yang diinginkan dengan
memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan bahan).
4. Bill of Material mengidentifikasi material tertentu yang digunakan untuk membuat
setiap item dan jumlah yang diperlukan yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk
(product structure tree). Bill of material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen,
campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill of
material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan
biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan
produksi atau perakitan. Bill of material digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan
daftar pilih.
5. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk (Product
Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of Material. Pohon
Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan sebagai bagan informasi tentang
hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen penyusun produk akhir.
Struktur produk merupakan suatu informasi tentang hubungan antara komponen dalam
suatu perakitan, juga memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen
dan jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian. Struktur produk dibagi lagi menjadi
dua jenis, yaitu :
Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara
produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana komponen-
komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada
satu level di bawah produk akhir.
Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara
produk akhir dengan komponen penyusunnya dimana komponen-
komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk
membuatnya dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1
unit produk akhir X diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit
komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit komponen B
diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D. Dari informasi
tersebut dapat dibuat product structure tree sebagimana tersaji pada
6. gambar di bawah ini:
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang
jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan
inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan
yang dibatalkan, dll. Intinya File Catatan Keadaan Persediaan (inventory
status) menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan,
dimana semua item persediaan harus diidentifikasikan untuk menjaga
kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data tentang lead time, lot size,
teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan penting lainnya.
Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan inventory
record menjadi sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul
produksi menjadi rencana skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan
urutan produksi.
7.
8. Berikut secara ringkas dapat kita lihat hubungan antara pertanyaan operasional
yang dijawab, basis dan hasil yang diberikan oleh pendekatan MRP:
QUESTION BASIS RESULT
What to order Masterschedule
Bill of material
Gross Requirement
How much to order Inventory balances
Schedule Receipt
Order Rules
Net Requirement
When to order Lead time Due dates
Format Skedul Material Requirement Planning (MRP)
Untuk dapat menentukan kapan suatu komponen harus dipesan dan
berapa jumlah yang harus dipesan, serta kapan produk akhir harus dikerjakan
dan kapan harus dikirim kepada pelanggan dengan pendekatan MRp, maka
perlu dibuat skedul MRP dengan format sebagai berikut:
9. Item : Order Quantity :
Lead Time : Safety Stock :
Periods 1 2 3 4 5 N
Gross Requirement
Scheduled Receipts
Projected Available Balance/ On hand inventory
Net Requirement
Planned Order Receipts
Planned Order Releases
Keterangan:
Item, adalah nomor komponen yang direncanakan akan kebutuhannya.
Lead Time adalah periode yang didefinisikan sebagai jangka waktu
10. yang diperlukan untuk sebuah aktivitas (order preparation, move,
manufacture/ assembly/ purchase, receiving, inspection, etc).
Order Quantity adalah kuantitas order dari komponen yang harus
dipesan berdasarkan Lot Sizing.
Safety Stock adalah tingkat persediaan yang ditentukan oleh perencana
untuk mengantisipasi adanya fluktuasi permintaan.
Gross Requirement adalah total antisipasi penggunaan untuk setiap
komponen.
Dalam terminologi MRP, periode waktu (time periods) disebut buckets
dan biasanya satu minggu. MRP mengendalikan inventori dan produksi
dengan menggunakan konsep Time-phasing yakni penghitungan waktu
penyelesaian produk akhir dimana perhitungan berjalan mundur untuk
menentukan kapan setiap komponen harus dipesan.
Untuk menyusun rencana kebutuhan dan waktu pemesanan serta
penyelesaian pekerjaan, langkah dasar proses material requirement planning
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah tahap menentukan kapan pekerjaan harus selesai
atau material harus tersedia agar jadwal induk produksi (MPS)
terpenuhi
2. Netting, yaitu perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan
selisih antara kebutuhan kotor dan keadaan persediaan.
3. Lotting, yaitu perhitungan untuk menentukan besarnya pesanan setiap
individu berdasarkan hasil perhitungan netting. Dengan demikian
Lotting merupakan proses penentuan ukuran pemesanan untuk
memenuhi kebutuhan bersih untuk satu atau beberapa periode
sekaligus sehingga dapat meminimalkan persediaan.
4. Offsetting, yaitu perhitungan untuk menentukan saat yang tepat dalam
melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih
(netting), dimana rencana pemesanan diperoleh dengan mengurangkan
saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang diinginkan dengan Lead
11. Time. Dengan kata lain, menentukan pelaksanaan perencanaan
pemesanan (planned order released), kapan pemesanan atau
pembatalan harus dilakukan dengan mempertimbangkan Lead Time.
Waktu tunggu (lead time) yang diperlukan untuk menentukan
saat/tanggal perintah pesanan, di mana untuk menentukan saat/tanggal
perintah pesanan tersebut tergantung pada :
o Waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi.
o Waktu yang dibutuhkan untuk proses administrasi pemesanan
atau birokrasi perusahaan
o Waktu yang dibutuhkan untuk kedatangan pesanan mulai dari
saat pemesanan sampai kedatangan pesanan (tergantung
kepada kesanggupan supplier untuk memenuhi pesanan)
o Waktu yang dibutuhkan untuk proses inspeksi pesanan
o Waktu tunggu tersebut merupakan penjumlahan secara
kumulatif dari waktu tunggu tersebut di atas.
5. Explosion, yaitu perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih
bawah, berdasarkan atas rencana produksi.
6. Mengulangi tahap 1 sampai tahap 5 untuk setiap komponen.
Closed Loop dari Sistem Material Requirements Planning
MRP merupakan suatu sistem pengolahan informasi yang
memungkinkan perencanaan dan pengawasan material dan kapasitas yang
dibutuhkan untuk membuat produk akhir. Closed-loop MRP merupakan suatu
sistem diagram alir. Closed-loop MRP mengembangkan suatu kebutuhan
kapasitas dengan membandingkan utilitas kapasitas yang direncanakan
berdasarkan Master Production Schedule dan MRP terhadap kapasitas yang
tersedia untuk menentukan apakah rencana tersebut dapat dicapai atau tidak.
Jika suatu rencana yang fisibel sudah dikembangkan, pesanan (actual order)
dapat dilepaskan, dan kegiatan produksi dapat dikendalikan dengan cara
membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana.
12. Asumsi Material Requirement Planning (MRP)
Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP
antara lain :
1. Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan
dan data tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date).
13. 2. Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
3. Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
4. Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat
pesanan perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan
waktu kebutuhan kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan.
5. Pengadaan dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit.
6. Proses pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung)
terhadap proses pembuatan item lainnya.
Lot Sizing dalam Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Penentuan ukuran lot dalam MRP merupakan masalah yang komplek dan
sulit. Lot Size diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam penerimaan
pesanan dan penyerahan pesanan dalam skedul MRP. Untuk komponen yang
diproduksi di dalam pabrik, lot size merupakan jumlah produksi, untuk
komponen yang dibeli. Lot size berarti jumlah yang dipesan dari supplier.
Dengan demikian Lot size secara umum merupakan pemenuhan kebutuhan
komponen untuk satu atau lebih periode.
Sebenarnya ada banyak metode lot sizing yang dapat digunakan. Metode-
metode tersebut dikelompokkan berdasarkan karakteristik sifat lot sizing yang
diinginkan apakah statis atau dinamis. Secara singkat pengelompokkan
tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
14. Kebijakan persediaan dikembangkan untuk menentukan kapan dilakukan
penggantian kembali (replenishment) persediaan dan berapa banyak harus
dipesan dalam sekali pemesanan. Keputusan tentang ukuran lot dan saat
produksi sangat penting karena menyangkut penggunaan tenaga kerja dan
peralatan yang ekonomis. Teknik lot sizing merupakan ukuran lot sizing
(kuantitas pesanan) untuk memenuhi kebutuhan bersih satu atau beberapa
periode sekaligus. Dalam penerapan metode MRP penentuan ukuran pesanan
(lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting. Pemilihan teknik lot
sizing yang akan digunakan mempengaruhi keefektifan sistem MRP secara
keseluruhan. Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan,
hal yang dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya
persediaan (biaya persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan
biaya penyimpanan (holding cost).
Sampai saat ini ada sepuluh teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan
15. level by level yang dapat digunakan, yaitu :
1. Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
2. Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
3. Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
4. Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (FPR).
5. Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
6. Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
7. Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
8. Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
9. Metode Silver Meal (SM).
10. Algoritma Wagner Whittin (AWW).
Untuk menjelaskan kesepuluh teknik lotsizing tersebut di atas, berikut
diberikan ilustrasi:
Dimisalkan sebuah perusahaan memiliki data-data sebagai berikut:
Data kebutuhan bersih
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebutuhan bersih ( Rt ) 20 40 30 10 40 0 55 20 40
Data Ongkos
Harga perunit (C) = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S) = Rp. 100,-
Ongkos Simpan = Rp. 0.24/tahun
Ongkos Simpan = Rp. 0.02/periode
Ongkos Simpan = Rp. 1,- /unit/periode
Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang = 0
16. 1) Lot Sizing dengan Teknik Fixed Order Quantity (FOQ)
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu
persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan
pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah
pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi
pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas
pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya
dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya
pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan
contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.
Lot sizing dengan menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai
berikut:
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kkebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kkuantitas Pemesanan Xt 100 100 100 300
Ppersediaan 80 40 10 0 60
6
0
105 85 45 485
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut
:
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka :
Ongkos simpan
= (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-
sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485 = Rp. 785
17. 2) Lot Sizing dengan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse
pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan
untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya.
Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap
dari proses produksi atau pemesanan barang.
Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan
dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk
horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan), sedangkan keefektifannya
akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan
konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan dengan :
dimana :
EOQ = Q* = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan
biaya persediaan)
Co = Cs = S = ongkos Pesan (set up Cost)
R = rata-rata demand per horison
Ch = H = ongkos Simpan
Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya
sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :
= 75 unit
18. Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih
yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 75 75 75 75 300
Persediaan 55 15 60 50 10 10 30 10 45 285
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut
:
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan
= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
Dengan demikian Total ongkos = 400 + 285 = Rp. 685
3) Lot for Lot (LFL)
Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini
selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila
terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan
untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos
simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item
yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola
kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik
Lot for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini
sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat
setup permanen pada proses produksinya.
Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada
19. teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing)
adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada
periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi
dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah
digunakan contoh-contoh berikutnya.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut
:
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800
4) Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan,
sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam
metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu
antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu
antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.
Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan
bersih dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang
telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang.
Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan
bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan pada periode
20. berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini merupakan pemakaian teknik FPR
dengan interval pemesanan tiga periode.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FPR di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik lot sizing FPR dapat dihitung sebagai
berikut :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-
diperoleh Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540
5) Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada
teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang
didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat
digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit.
Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus
dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik
jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih
kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam
teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda pemesanan
apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval
periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai
21. berikut :
dimana :
EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode
Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data
pada contoh sebelumnya.
- Jumlah periode dalam 1 tahun = 12 bulan
- Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
- Rata-rata permintaan (R) = 28,3 unit
- Q (dari teknik EOQ) = 75 unit
- Biaya pesan (C) = 100 rupiah/ pesan
- Ongkos simpan (h) = 1 rupiah/ bulan
- Harga perunit (P) = 50 rupiah/ unit
Pembahasan
Interval pemesanan yang diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval
pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan
22. boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 60 40 40 75 40 255
Persediaan 40 0 10 0 0 0 20 0 0 70
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI di
atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung
sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos keseluruhan adalah sebesar 500 + 70 = Rp. 570
6) Least Unit Cost (LUC)
Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu,
yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada
teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-
coba, yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode
23. sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah
dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos
per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit)
terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.
Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama,
bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan
ongkos per unit terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan
mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode ke-4
dimasukkan kedalam kelompok ke-2. Pada kelompok ke 2 ongkos perunit
terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2.
Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke 4, 5, dan 6.
Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ketiga. Pada
kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot
size sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat
sebesar 40.
Diketahui :
Ongkos pengadaan : Rp. 100
Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode
24. Periode
Kumulatif
Demand
Ongkos
Setup
Lama
Digudang
Ongkos
Simpan
Ongkos
Total
Ongkos
Perunit
Ket
1 20 100 0 0 100 5
1-2 60 100 1 40 140 2,3
1-3 90 100 2 100 200 2,2 Terpilih
1-4 10 100 3 130 230 2,3
4 10 100 0 0 100 10
4-5 50 100 1 40 140 2,8
4-6 50 100 2 40 140 2,8 Terpilih
4-7 105 100 3 205 305 2,9
7 55 100 0 0 100 1,8
7-8 75 100 1 20 120 1,6 Terpilih
7-9 115 100 2 100 200 1,7
9 40 100 0 0 100 2,5 Terpilih
Keterangan :
Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size.
Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan
dipilih yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari
periode yang dicakup.
Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos
simpan/unit dikali lama digudang.
Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.
Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif demand.
Secara lengkap skedul MRP dengan lot sizing menggunakan teknik LUC
adalah sebagai berikut.
25. berdasarkan skedul tersebut di atas, biaya yang timbul sehubungan dengan lot
sizing menggunakan teknik LUC dapat dihitung sebagai berikut
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan
= (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
dengan demikian Total ongkos sebesar 400 + 160 = Rp. 560
7) Least Total Cost (LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan
ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada
pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos
tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut
adalah suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP). Pemilihan
ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang
ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat
atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part
period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode.
EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila
disimpan didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos
pengadaan yang sama dengan ongkos simpan.
EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali
pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel 2.19. di
bawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data
yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai
berikut :
26. sehingga perhitungan ongkosnya adalah sebagai berikut:
Periode Demand
Lama
Digudang
Ongkos Simpan
Digudang
Kumulatif
Ongkos
Simpan
Total
Unit
1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115
perhitungan di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang pertama bakal lot
sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan
ongkos yang sama dengan EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan
demikian alasan yang sama diperoleh lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115
unit ukuran lot ketiga.
Selanjutnya skedul MRP selengkapnya dengan lot sizing menggunakan teknik
LTC adalah sebagai berikut:
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
27. dan ongkos sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos sebesar 300 + 240 = Rp. 540
8) Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah
pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan
keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode
ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode
ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan
berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah
menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan.
Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan
permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot
tunggal sampai carrying cost kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup
cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik
LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga sama. Pertama mengkonversikan
ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP), dengan rumus :
28. dimana :
S = ongkos Pesan /ongkos Setup
h = ongkos Simpan per unit per periode
berikut contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang
digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut
:
Periode Demand
Periode
Digudang
Periode
Part
Kumulatif
Total
Unit
1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115
Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau
demand dengan periode digudang. Di bawah ini skedul MRP dengan lot sizing
teknik PPB.
29. Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
skedul tersebut memberikan dampak pada ongkos yang dihitung sebagai
berikut
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos yang ditimbulkan adalah sebesar 300 + 240 = Rp. 540
9) Metode Silver Meal Algoritm
Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan
oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya.
Penentuan rata-rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam
penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika
rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal
periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T.
Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB.
Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat
meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda
yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot
size) sampai jumlah carrying cost dan setup cost dari lot tersebut dibagi
dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Total biaya relevan per
periode adalah sebagai berikut :
30. dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya Simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan
per periode.
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif
= dt, net req pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut.
Kemudian hitung ongkos total per periodenya.
3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang
sebelumnya, jika TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan
TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke langkah 4.
4. Ukuran lot pada periode
32. Dengan demikian skedul MRP dengan lot sizing teknik Silver-Meal adalah
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari sekdul tersebut di atas didapat :
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-
Ongkos simpan = 0
sehingga Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800,-
10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa
dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang
optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi
total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji
semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih
setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa
memberikan jawaban yang optimal.
Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi
kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu
perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan
dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan b dari suatu panjangnya
pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0
pesanan produk pada awal suatu periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin
suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk
menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum.
33. Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan
perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :
1. Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua
alternatif pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N
periode. Total biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya.
Zc-e artinya untuk total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam
penempataan adalah suatu pesanan di dalam periode c yang mana membuat
puas kebutuhan di dalam periode sampai
dimana :
C = biaya pesan per pesan.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk = rata-rata permintaan perperiode.
2. Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e,
memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol.
Algoritma mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn di dalam
pesanan itu, kemudian f dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan
34. Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif
pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik
biaya paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk
mencukupi kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah
jadwal pesanan yang optimal.
3. Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh
algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :
urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk mencukupi
permintaan di dalam periode w sampai N.
pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v dan adalah cukup
untuk mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.
pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah cukup untuk
mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing
35. teknik ukuran lot diantaranya adalah :
1. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi
nilai “demand-period”.
2. Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
3. Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam
menyeimbangkan setup dan carrying cost.
.
dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
dt = kebutuhan pada periode t
T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t = periode ke - t
L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC = total biaya relevan pada periode P
Seperti yang sudah dikatakan bahwa Lot sizing merupakan suatu model
yang digunakan untuk menentukan jumlah item yang harus dipesan.
Keputusan ini sangat berpengaruh pada biaya penyimpanan. Oleh karenanya,
keputusan pemilihan metode lot sizing memerlukan analisis biaya sehubungan
dengan masing-masing metode. Keputusan metode mana yang dipilih
didasarkan pada pertimbangan metode mana yang memiliki dampak biaya
yang paling kecil dalam hal ini Total Inventory Cost (TIC) paling kecil.
Gambaran perhitungan teknis lot sizing dari beberapa teknik yang ada dalam
skema lot sizing method akan dijelaskan dengan menggunakan contoh yang
36. dibahas secara khusus pada web ini di menu contoh penentuan lotsizing,
perhitungan kebutuhan dan skedul dalam Material Requirement Planning.
(Hendra Poerwanto G)
Sangat berterimakasih bila bersedia mencantumkan alamat link
halaman ini sebagai sumber
****
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 75 40 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 20 0 0 160