Bank sampah merupakan institusi yang mengelola sampah dengan mekanisme seperti perbankan, di mana warga dapat menabung sampah dan mendapatkan uang. Mekanisme bank sampah sesuai dengan prinsip ekonomi hijau dan ekonomi Islam karena dapat meningkatkan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan melestarikan lingkungan. Bank sampah diharapkan dapat mendorong masyarakat peduli lingkungan dan menjadi solusi awal
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
Bank sampah, implikasi antara ekonomi hijau & ekonomi syari'ah
1. Bank Sampah: Implikasi Antara Ekonomi Hijau dan Ekonomi Islam
Oleh: LiSEnSi 3 (Agung Nugroho, Muhammad Wahyu Syahputra, dan Firda Istiani)
Bumi yang kita pijak saat ini kian hari kian renta. Ciri-ciri kerentaan bumi dapat kita
temukan antara lain banyaknya bagian daerah yang gersang, udara dan air yang tercemar,
perubahan iklim, pemanasan global, dan masih banyak lagi. Hal itu dikarenakan perilaku
ekonomi dan kecerobohan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan yang menyebabkan bumi kini nyaris miskin dan kering yang juga mengancam
keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Hal inilah yang melatarbelakangi dicetuskannya
Ekonomi Hijau (Green Economy) dimana pendekatan pembangunan ekonomi tidak lagi
mengandalkan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan. Ekonomi
Hijau diharapkan dapat menjadi solusi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan sosial serta
ramah lingkungan.
Green Economy atau Ekonomi Hijau sendiri menurut UNEP (United Nations
Environment Programme) yang merupakan Badan PBB untuk Program Lingkungan Hidup
menyebutkan bahwa Ekonomi Hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan dan keadilan sosial, yang juga merupakan suatu model pembangunan untuk
mencegah meningkatnya emisi gas rumah kaca dan mengatasi perubahan iklim. Jadi dapat
diketahui bahwa Konsep Ekonomi Hijau merupakan konsep ekonomi yang berkenaan bukan
hanya tentang cara pemenuhan kebutuhan, tetapi juga mengutamakan aspek lingkungan
dalam usahanya menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan banyak orang. Sehingga
para pelaku ekonomi juga harus memerhatikan kelestarian lingkungan dan alam disekitarnya
dalam menjalankan perekonomian, karena lingkungan yang lestari merupakan salah satu
syarat dari adanya pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Dalam Islam, konsep ekonomi hijau yang mengedepankan pemeliharaan dan
pengelolaan lingkungan telah ada sejak 14 abad yang lalu dalam kitab suci Al-Qur’an. Kitab
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw itu menjelaskan bagaimana kita dilarang
untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup, yang mana Allah SWT dalam firmannya menekankan kita agar tidak
mengonsumsi secara berlebihan seperti dalam surat al-A’raf ayat 31 yang artinya:
“ makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan”
Jika mengonsumsi secara berlebihan dilarang, maka terlebih lagi perilaku merusak
alam hanya karena keinginan kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini sesuai dengan
surat al-Baqarah ayat 60 yang artinya:
“Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di
muka bumi dengan berbuat kerusakan.”
Dan surat asy-syuro’ ayat 183 yang artinya:
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
Namun seiring berjalannya waktu, konsep Green Economy atau Ekonomi Hijau ini
ternyata mulai dilupakan, apalagi revolusi Industri yang dimulai pada abad ke 18, seakan-
2. akan telah melupakan konsep Ekonomi Hijau tersebut. Meskipun begitu, kita tidak dapat
memungkiri bahwa revolusi Industri itu merupakan tonggak awal perkembangan dan
kemajuan teknologi dalam dunia industri. Akhmad Fauzi yang juga Direktur Institue Of
Resource And Environmental Economics Studies (IREES) mengatakan bahwa Gagasan
tentang Ekonomi Hijau salah satunya juga berangkat dari keyakinan para ekonom
environmentalist dunia tentang kegagalan pasar “market failure” yang menumbuhkan
ketidakpercayaan akan sistem kapitalis karena telah memunculkan persoalan kemiskinan dan
ketidakadilan global. Dalam hal ini, bisa dikatakan Ekonomi Hijau seakan-akan menjawab
keraguan warga dunia akan kelestarian lingkungan tanpa mengesampingkan perekonomian.
Dan di sinilah Ekonomi Islam yang juga merupakan konsep ekonomi yang sesuai dengan
Ekonomi Hijau menjalankan perannya karena Ekonomi Islam mengajarkan pentingnya
aspek mashlahat dalam menjalankan perekonomian untuk memerhatikan keadaan
lingkungan dan alam. Dalam Islam ada 5 aspek yang harus kita jaga dalam mewujudkan
maqosid syariah, diantaranya agama (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), keturunan (an-nasb),
dan harta (al-maal). Hal-hal tersebutlah yang menjadi kunci bahwa apabila
mengimplikasikan Ekonomi Islam, secara otomatis juga telah mampu mengimplikasikan
Ekonomi Hijau.
Salah satu dari dampak kegiatan perekonomian yang tidak dapat dihindarkan adalah
sampah. Berbagai jenis sampah yang semakin hari seolah semakin beragam, sehingga proses
penangannya pun memerlukan metode yang juga beragam. Sampah tidak mungkin dapat
dihilangkan dari permukaan bumi, dikarenakan eksistensi manusia dan makhluk hidup
lainnya. Maka yang harus diperbaiki adalah sikap kita terhadap sampah.
Islam sebenarnya telah mengatur secara lengkap tentang konsep penanganan sampah.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, Rasulullah SAW
bersabda, “Jika makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan
kotoran yang melekat padanya, kemudian hendaknya di makan dan jangan dibiarkan untuk
setan”. Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW mengajarkan agar manusia memanfaatkan
rezeki Allah SWT sebaik mungkin serta melarang manusia memiliki sifat israf dan
mendorong manusia untuk melakukan penghematan.
Adapun salah satu cara pengelolaan sampah yang cukup efektif dan bahkan dapat
memberikan tambahan nilai ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem bank sampah. Bank
sampah dianggap sebagai salah satu bentuk dari Green Economy atau Ekonomi Hijau karena
fungsinya yang bukan hanya untuk menjalankan perekonomian warga, tetapi juga membuat
lingkungan menjadi lebih bersih, di mana Ekonomi Hijau sendiri yang kita tahu merupakan
konsep perekonomian yang sangat mengutamakan kelestarian lingkungan dan alam. Bank
Sampah dibuat dengan mengikuti Undang - Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah bahwa prinsip dalam mengelola sampah adalah reduce, reuse dan recycle yang
artinya adalah mengurangi, menggunakan kembali, dan mengolah.
Apa itu bank sampah? Lalu bagaimana mekanismenya? Dan apa hubungannya antara
bank sampah dengan Ekonomi Hijau dan Ekonomi Islam?
Bank sampah merupakan institusi atau wadah yang mengumpulkan sampah dan
dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan tapi yang ditabung bukan uang
melainkan sampah dengan tujuan mengurangi jumlah sampah buangan dengan mekanisme
menabung sampah yang masih memiliki nilai ekonomi sehingga bisa menghasilkan nilai
ekonomi itu sendiri. Warga yang menabung juga disebut nasabah dan memiliki buku
3. tabungan dan dapat meminjam uang yang nantinya dapat dikembalikan dengan sampah yang
seharga dengan uang tersebut. Di Indonesia, Bank sampah sendiri pertama kali dicetuskan
oleh Bambang Suwerda, dosen Poltekes Kemenkes Yogyakarta. Ide itu, kata Bambang yang
juga meraih penghargaan Indonesia berprestasi Award 2009 kategori sosial kemasyarakatan,
muncul pada 2006 saat bantul dihantam gempa. Pasca gempa sampah tampak berserakan di
mana-mana. Sebagai dosen kesehatan lingkungan, ia gundah melihat pemandangannya
seperti itu. Lalu muncullah niatnya untuk mengelola sampah-sampah itu. Saat ini sudah
banyak bank sampah yang telah didirikan di Indonesia, salah satunya di Dusun Badegan,
Desa Trirenggo, Bantul, Yogyakarta.
Mekanisme bank sampah sendiri sebetulnya tidak jauh berbeda dengan bank-bank
pada umumnya, hanya saja yang menjadi komoditas di bank sampah ini adalah sampah itu
sendiri dan bukan uang. Pertama-tama warga yang ingin menjadi nasabah bank sampah
harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di bank sampah, setelah itu nasabah akan
mendapatkan nomor rekening dan buku tabungan. Di buku tabungan itu tercatat dengan
detail kapan waktu penyetoran sampahnya dan jumlahnya berapa, setelah itu sampah yang
sudah ditimbang, kemudian dinilai dengan uang seharga sampah tersebut. Sampah-sampah
yang disetor oleh nasabah itu akan disimpan di gudang bank. Bila sudah kelihatan
menumpuk, petugas bank akan memanggil pengepul sampah agar membelinya. untuk jenis
sampah tertentu, biasanya sampah tersebut tidak dijual namun didaur ulang untuk dibuat
kerajinan seperti bungkus bekas deterjen ataupun bungkus bekas kopi, bisa disulap menjadi
dompet, tas, payung, dan lain sebagainya. Setelah itu barang-barang kerajinan dari sampah
itu dijual dan hasil penjualannya menjadi penghasilan bank sampah tersebut.
Dalam bank sampah terdapat mekanisme bagi hasil di mana keuntungan dari sampah
yang dijual oleh bank sampah. Presentase bagi hasilnya pun bervariasi, jikalau nasabah
individu presentasenya adalah 85% untuk nasabah dan 15% untuk bank sampah. Sementara
apabila nasabah komunal yang biasanya berupa lembaga seperti perkantoran dan sekolah
presentase bagi hasilnya adalah 25% untuk nasabah komunal dan 75% untuk bank sampah.
Dalam kasus nasabah komunal ini bank mendapatkan presentase keuntungan yang lebih
besar karena bank mesti membayar orang untuk mengambil sampah-sampah itu dari
lembaga tersebut. Mekanisme bagi hasil ini yang sebenarnya sesuai dengan Ekonomi Islam,
karena dalam Ekonomi Islam terdapat akad kerjasama yang saling menguntungkan yang
disebut mudhorobah, dimana nasabah sebagai shohibul maal dan bank sebagai mudhorib.
Mekanisme pembiayaan dalam bank sampah juga bisa berlandaskan atas Ekonomi
Islam melalui akad al-Qordh, dimana bank sampah memberikan pinjaman tanpa meminta
imbalan diawal dan nasabah juga diperbolehkan membayar hutangnya dengan sampah, jadi
tidak harus dibayar dengan uang. Di sini lah yang kami anggap bahwa bank sampah bisa
dimasukkan nilai-nilai Ekonomi Islamnya, sehingga bank sampah bukan hanya terlihat
sebagai solusi Ekonomi Hijau tetapi juga mekanismenya bisa disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam Ekonomi Islam. Saat ini sudah banyak provinsi-provinsi di
Indonesia yang sudah menerapkan Bank Sampah, bahkan di Tangerang sendiri terdapat
gerakan pembangunan 1000 Bank Sampah.
Prinsip jual beli yang dilakukan antara pihak Bank Sampah dengan pengepul atau
perusahaan yang membutuhkan sampah-sampah jenis tertentu juga bisa menggunakan
prinsip murobahah yang saat ini telah diaplikasikan dalam perbankan.
Dalam pengaplikasiannya, bank sampah juga masih memiliki kekurangan,
diantaranya adalah kurangnya sosialisasi mengenai bank sampah itu sendiri sehingga
4. menyebabkan ketidaktahuan banyak orang mengenai bank sampah. Namun itu bukanlah
alasan untuk memulai perubahan demi kelestarian lingkungan, karena segala sesuatunya
memang harus di mulai dari hal yang terkecil dahulu. Bayangkan apabila bank sampah bisa
menjadi fenomena baru di masyarakat dunia, seseorang yang tadinya tidak menghiraukan
kebersihan lingkungan karena sampah, dapat menyadari bahwa sampah juga bisa
menghasilkan keuntungan apabila dikelola dengan baik, apalagi bila sesuai dengan prinsip
Ekonomi Islam itu sendiri.
Jadi bisa dikatakan salah satu solusi yang tepat untuk menjalankan Ekonomi Hijau
adalah dengan mendukung pembangunan Bank sampah tersebut. Kita semua pun berharap
semoga kedepannya bank sampah benar-benar bisa menjadi awal tonggak dimulainya
Ekonomi Hijau dari masyarakat.