1. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri
untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena
sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. Hakikat
norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus
dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa
yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak
demikian.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1. “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain,
terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
2. “Jangan makan sambil berbicara”.
3. “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat”.
4. “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Contoh pelanggaran Norma kesopanan adalah:
Berkata kasar kepada Orang Tua
Menerima sesuatu dengan tangan kiri
Meludah disembarang Tempat
Masuk rumah orang lain dengan tidak permisi
Makan sambil berbicara
Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Norma kesopanan berasal dari tata kehidupan atau budaya
yang berupa kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam mengatur kehidupan kelompoknya.
Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai kecenderungan berinteraksi atau bergaul
2. dengan manusia lain dalam masyarakat. Hubungan antarmanusia dalam masyarakat ini
membentuk aturan-aturan yang disepakati mengenai mana yang pantas dan mana yang
tidak pantas. Ada perbuatan yang sopan atau tidak sopan, boleh dilakukan atau tidak
dilakukan. Inilah awal mula terbentuk norma kesopanan. Oleh sebab norma kesopanan
terbentuk atas kesepakatan bersama, maka perbuatan atau peristiwa yang sama
memungkinkan terbentuk ketentuan yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain.
Coba kalian perhatikan, dua orang anak kecil yang belum pernah bermain “A”, melihat
teman-temannya yang lebih besar bermain “A”. Kemudian timbul harapan di antara mereka
berdua untuk bermain “A”. Untuk mewujudkan harapan ini, maka kedua anak ini akan
bermain dengan membuat ketentuan yang disepakati bersama. Aturan yang dibuat mungkin
sama dengan ketentuan yang sudah ada, namun juga dapat berbeda. Bagi kedua anak itu
ketentuan yang sudah disepakati adalah benar untuk mereka berdua, meskipun bagi
kelompok lain kuran tepat. Contoh itu menggambarkan bagaimana proses terjadi
perbedaan norma kesopanan antara masyarakat satu dengan yang lain. Coba kalian cari
informasi apa faktor lain yang menyebabkan perbedaan norma kesopanan dalam
masyarakat.
Norma kesopanan dalam masyarakat yang memuat ketentuan dalam pergaulan
masyarakat, antara lain terlihat dalam tata cara berpakaian, tata cara berbicara, tata cara
berperilaku pada orang lain, tata cara bertamu ke rumah orang lain, tata cara menyapa
orang lain, tata cara makan, dan sebagainya. Tata cara dalam pergaulan dalam masyarakat
yang berlangsung lama dan tetap dipertahankan oleh masyarakat, lama kelamaan melekat
secara kuat dan dirasakan menjadi adat istiadat. Beberapa pendapat ahli yang membedakan
antara norma kesopanan dengan kebiasaan dan hukum adat. Kebiasaan menunjukkan pada
perbuatan yang berulang-ulang dalam peristiwa yang sama, lalu diterima dan diakui oleh
masyarakat. Sedangkan adat istiadat adalah aturan/kebiasaan yang dianggap baik dalam
masyarakat yang dilakukan secara turun temurun.
Salah satu perbedaan kebiasaan dengan adat istiadat adalah kekuatan sanksi pada
keduanya. Sanksi pada pelanggaran kebiasaan tidak sekuat sanksi pelanggaran pada hukum
adat. Contoh pulang kampung saat menjelang perayaan Idul Fitri, Natal, atau hari besar
keagamaan lainnya adalah kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun apabila
seseorang suatu saat pada perayaan itu tidak pulang kampung, maka sanksi dari masyarakat
tidak sebesar seorang yang berasal dari suku Batak melanggar ketentuan larangan
perkawinan dalam satu marga.
Sanksi pada pelanggaran norma kesopanan dapat berupa pengucilan, tidak disenangi, atau
dicemoohkan oleh masyarakat. Sanksi berasal dari luar diri seseorang, berbeda dengan
norma kesusilaan yang berasal dari diri sendiri. Lemah kuatnya sanksi dari masyarakat
dipengaruhi oleh kuat tidaknya norma kesopanan itu dalam masyarakat. Contoh berjalan di
depan orang yang lebih tua wajib meminta ijin (permisi). Bagi masyarakat di daerah
3. pedesaan pelanggaran ini akan memperoleh teguran lebih tegas, dibandingkan dalam
masyarakat perkotaan.
Berikut ini adalah beberapa hal diantaranya alasan seseorang melakukan perbuatan
melanggar norma :
1. Tidak tahu
Alasan yang paling umum kenapa seseorang melanggar norma adalah dengan alasan
tidak tahu ada aturan. Alasan ini sebenarnya alasan klasik, karena setiap tindakan
manusia ada aturan yang mengaturnya, apalagi jika negara sudah menyatakan dirinya
negara hukum. Alasan ini tidak membebaskan seseorang dari sanksi hukum.
2. Tidak mau tahu
Banyak orang tahu aturan ketika melakukan suatu tindakan atau perbuatan, tetapi
aturan itu dilanggar dan diabaikan. Biasanya orang seperti ini merasa hukum telah
menjadi penghabat bagi pencapaian keinginannya. Sepanjang tidak ada yang
mengusik atau merasa aman-aman saja, ia akan terus melakukannya dan ia baru
berhenti saat perbuatannya ada yang melaporkannya, atau tertanggkap petugas
hukum dan diproses secara hukum. Tindakkan orang serupa ini tergolong perbuatan
melanggar hukum yang mendasar karena ada unsur kesengajaan.
3. Terpaksa
Kebanyakan orang memberikan alasan mengapa ia melanggar aturan karena
terpaksa. Orang itu merasa tidak ada pilihan lain, ia tepaksa melakukannya bisa jadi
karena kondisi ekonomi, social atau dilakukan atas perintah atasan, atau pun karena
diancam. Alasan terpaksa terkadang hanya merupakan alibi, sebab keadaan terpaksa
dalam hukum itu ada ukuran dan nilainya.
4. Tidak mampu mengendalikan diri
Sabar adalah sebagian dari iman. Tetapi seseorang melanggar karena tidak sabar,
sehingga tidak mampu mengendalikan dirinya, dan emosinyalah yang meledak.
Biasanya perbuatan melanggar pada orang seperti ini, oranganya tidak berfikir
panjang dan tidak memikirkan akibat hukum dari perbuatan atau tindakkannya. Bagi
orang serupa ini, urusan hukum belakangan yang terpenting baginya ia harus puaskan
dan salurkan emosinya terlebih dahulu.
4. 5. Sudah Terbiasa.
Orang yang sudah biasa melanggar aturan bukan lagi hal yang aneh dan merepotkan
untuk kembali melakukan pelanggaran. Meskipun sudah pernah mendapat ganjaran,
tetapi ganjaran yang pernah ia terima itu bukannya membuat dia sadar, melainkan ia
makin paham dan mahir untuk melakukan pelanggaran lagi. Orang seperti ini sudah
memperhitungkan akibat yang akan diterima apabila ia melanggar dan perbuatan itu
dilakukannya dengan penuh kesadaran. .
6. Karena ada kesempatan
Pada prinsipnya manusia terlahir baik dan nilai-nilai kebaikan itu ada dalam diri setiap
manusia. Dan manusia pada umumnya cenderung berbuat baik atau melakukan yang
baik-baik. Tetapi karena ada kesempatan atau peluang, ia pun melakukan suatu
perbuatan yang melanggar.
7. Tidak setuju dengan ketentuan yang ada
Alasan ini jarang terjadi, tetetapi bila diselidiki mungkin pernah terjadi. Alasan
melanggar dalam konteks ini lebih merupakan berkatan dengan prinsip yang dianut
seseorang. Tetapi ia tidak dapat dijadikan alasan pembenar, karena setiap aturan
yang dibentuk tidak bisa memuaskan setiap orang. Artinya jika suatu aturan sudah
dibuat dan disepakati oleh lembaga yang sah dan berwenang, maka setiap orang
harus mematuhinya.
8. Merasa selalu benar
Tidak jarang juga orang melanggar karena merasa dirinya yang paling dan ia
menganggap dirinya mengerti benar dengan aturan yang ada. Orang ini seringkali
mengabaikan nasehat orang lain dan selalu mencarikan alasan-alasan bagi
pembenaran perbuatannya, meskiipun kepadanya telah ditunjukkan ada aturan lain
dari aturan yang dipahaminya.