Studi kasus mengenai pendidikan di perkotaan dan pedesaan Vietnam menyoroti upaya pemerintah Vietnam dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, termasuk anak-anak tunanetra dan berkebutuhan khusus. Pemerintah melakukan survei luas untuk mengidentifikasi anak-anak yang tidak bersekolah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak pendidikan. Badan nasional dibentuk untuk merencanakan dan mengawasi pelaksana
2. Perbedaan antara masyarakat perkotaan dan
pedesaan
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan
(rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut
Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai
hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-
pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang
masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem
yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses
sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan”
pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara
singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga
masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas
dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985),
menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan.
4. Living
Perkotaan
Kehidupan yang nyaman dan mewah
Ramai dengan konstruksi besar
Kehidupan yang sulit dan kompleks di kota
Pedesaan
Rumah tangga sangat sederhana
Bebas dari kekhawatiran dan kecemasan
dunia
Kelimpahan alam dan kemudahan
Tidak ramai dengan konstruksi
Education
Perkotaan
Kelas dilengkapi dengan baik
Kelas ber-AC
peralatan modern di laboratorium
Banyaknya sekolah di kota-kota
Pedesaan
Kelas tidak dilengkapi dengan baik
peralatan lama di lab
Kurangnya jumlah sekolah
occupations
Pedesaan
Lebih sedikit kesempatan kerja
Pekerjaan bergaji lebih rendah
Lebih sedikit lapangan untuk Pekerjaan
Perkotaan
Banyak kesempatan kerja
Upah yang baik dan pekerjaan yang aman
banyak bidang untuk pekerjaan
Transport
Pedesaan
Kurangnya transportasi yang baik
Kondisi transportasi buruk di beberapa desa
Perkotaan
Banyak transportasi yang baik
kondisi transportasi lebih baik daripada desa
Hospital facilities
Pedesaan
Lebih sedikit jumlah rumah sakit
Rumah sakit tidak terlalu bersih
Fasilitas kurang modern
Perkotaan
banyak jumlah rumah sakit
Rumah sakit sangat bersih dan memiliki peralatan
modern
Banyak fasilitas modern
5. Judul
Primary education in Vietnam and
pupil online engagement
Tujuan
Metodologi
Kesimpulan
Sebanyak 525 siswa, berusia 9-11
tahun, dipilih secara acak dari tujuh
sekolah perkotaan dan pedesaan,
yang merupakan pengguna internet,
berpartisipasi dalam penelitian ini dan
setuju untuk menanggapi kuesioner
untuk mengeksplorasi perbedaan
d a l a m k e s a d a r a n s o s i a l d a n
penggunaan internet antara anak
sekolah perkotaan dan pedesaan di
Vietnam Utara.
fakta bahwa anak-anak dari daerah perkotaan dan
pedesaan di Vietnam Utara sebagian besar mengakses
internet dari rumah, tetapi lebih banyak anak di daerah
perkotaan yang mengaksesnya di sekolah daripada
anak-anak pedesaan. Meskipun anak-anak dari daerah
pedesaan mendapat skor lebih rendah pada semua
indikator internet, seperti akses digital dan pengalaman
dan kesadaran pribadi online, tidak ada perbedaan
dalam kesadaran akan risiko internet antara kedua sub-
sampel. Patut dicatat bahwa tidak ada perbedaan
gender yang signifikan secara statistik terhadap
aktivitas online yang mendukung pengembangan diri.
Review Jurnal
Nguyen, Q. T., Naguib, R. N., Das, A. K., Papathomas, M., Vallar, E. A.,
Wickramasinghe, N., ... & Nguyen, V. A. (2018). Primary education in Vietnam
and pupil online engagement. International Journal of Educational Management.
6. Studi Kasus Rural and Urban di Negara
Vietnam “Education”
Vietnam secara global dicirikan sebagai negara berkembang, negara dengan
populasi yang berkembang pesat, sumber daya alam yang melimpah, dan sejarah
baru yang dramatis. Ini memiliki pemerintahan Komunis yang bergeser ke arah
kapitalisme, menciptakan lingkungan ekonomi yang dinamis. Ini masih merupakan
ekonomi agraris tetapi sektor industri berkembang pesat. Orang-orang Vietnam
bangga, siap, dan bersedia memberikan diri mereka sepenuhnya menuju
modernisasi. Ini termasuk menjadi anggota yang berkontribusi dalam kancah
perdagangan global, peningkatan kondisi kehidupan bagi populasi mereka yang
beragam, dan fokus pada pendidikan.
Pemerintah telah lama menekankan pentingnya pendidikan dan telah mengerahkan
dirinya dalam memberikan pendidikan kepada semua orang. Dengan 27,9%
populasi di bawah 14 tahun, masa depan Vietnam sangat bergantung pada sistem
pendidikan yang sudah ketat. Pemerintah menyadari tuntutan ini dan telah
meningkatkan dana secara signifikan untuk sekolah dan guru.
Penekanan Vietnam pada melek huruf, pendidikan, dan akademisi patut dipuji. Ini adalah sikap yang luar biasa untuk memulai reputasi global. Dengan 94%
Vietnam memiliki salah satu tingkat melek huruf tertinggi dari negara berkembang mana pun. Ini secara langsung karena pendanaan pemerintah dan fokusnya pada
sekolah untuk setiap anak. Mereka pasti berhasil dalam beberapa hal. Sekolah-sekolah ada di sana. Para siswa berada di sekolah-sekolah. Guru berada di depan
siswa. Para siswa belajar bagaimana menambah dan mengurangi, mengeja, dan mendengarkan.
Kesenjangan antara sekolah pedesaan dan perkotaan sama sekali tidak endemik di Vietnam. Ini adalah masalah yang signifikan bahkan di negara-negara paling
maju dan kaya di dunia. Tetapi jika Vietnam dapat mengatasi masalah ini sekarang, sementara ada momentum seperti itu, populasi berkembang pesat, mereka akan
memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan negara lain. Jika para pejabat dapat mengingat untuk menjadikan seluruh anak sebagai pusat masalah, maka
pendidikan dasar di Vietnam memiliki masa depan yang menjanjikan.
7. Keberhasilan Vietnam Mewujudkan “Pendidikan Untuk Semua”
Rekomendasi Kebijakan
Memasuki tahun 2000an, Vietnam melahirkan serangkaian peraturan perundangan
tentang kewajiban memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak. Undang-Undang tentang
perlindungan perempuan, mengatur tentang keharusan memenuhi hak pendidikan anak
perempuan. Undang-Undang perlindungan anak, mengharuskan anak-anak bersekolah
mulai dari usia taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Undang-Undang
penyandang disabilitas mewajibkan negara memenuhi hak pendidikan anak-anak dengan
disabilitas.
Kementerian pendidikan Vietnam melakukan serangkaian langkah-langkah strategis.
Survei dilakukan sebagai langkah persiapan, dengan serangkaian tujuan. Pertama, servei
untuk menemukan di mana anak tunanetra berada, berapa yang bersekolah, berapa yang
masih tinggal saja di rumah, dan berapa orang yang pernah bersekolah namun berhenti di
tengah jalan. Dalam upaya menemukan anak tunanetra, khususnya yang berada di daerah
terpencil yang sulit dijangkau, kementerian pendidikan bahkan mendapatkan bantuan dari
tentara berupa kendaraan yang memungkinkan berjalan di daerah-daerah dengan kondisi
sulit.
Setelah melakukan identifikasi, screening penglihatan dilakukan untuk mengkategorikan kondisi ketunanetraan mereka, khususnya untuk anak-anak yang lemah penglihatan. Dari survei ini,
diperkirakan ada 14,000 anak tunanetra dengan usia balita hingga 18 tahun. Pada saat melakukan pendataan anak tunanetra, serangkaian pertanyaan juga diberikan kepada orang tua. Apakah
mereka tahu bahwa Undang-Undang memerintahkan orang tua untuk membawa anak-anak mereka, termasuk anak disabilitas ke sekolah, apakah orang tua tahu bahwa anak tunanetra bisa
bersekolah, dan di mana dapat bersekolah.
Survei kedua dilakukan terhadap sekolah. Ada berapa sekolah di Vietnam, berapa sekolah yang telah menerima anak disabilitas, berapa yang belum. Apakah sekolah mengerti bahwa ada
Undang-Undang yang mewajibkan sekolah menerima anak disabilitas. Selanjutnya survei dilakukan pula terhadap guru. Ada berapa jumlah guru di seluruh negeri, apa guru mengetahui
bagaimana mengajar anak disabilitas, dan sebagainya.
Setelah melakukan survei, Pemerintah kemudian membentuk “Badan Nasional” yang bertanggungjawab menyusun rencana strategis (renstra) “pendidikan untuk semua”, melaksanakannya,
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan tersebut. Badan nasional ini terdiri dari banyak pemangku peran, baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat. Dilaporkan ada 30 organisasi non
pemerintah terlibat, termasuk di dalamnya organisasi disabilitas.