SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
TRANSPORTASI PARIWISATA
Studi Analisis Interdisiplin Ilmu;
Transportasi, Pariwisata, Tehnik Sipil, Filsafat, Ekonomi Bisnis,
Etika, Estetika, dan Hukum
Dr. SARBINI MBAH BEN
drsarbini@gmail.com
0811254863---08170004863
0811292047---------087722882047
TRANSPORTASI PARIWISATA
BAB I PENDAHULUAN
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
BAB II Status Keilmuan dan Spesifikasi
A. Interdisiplin Ilmu (Intergrasi-Interkoneksi)
B. Hubungan Studi Transportasi Pariwisata dengan Keilmuan lain
C. Nilai Dasar Pariwisata
D. Nilai Dasar dan Spesifikasi Transportasi Pariwisata
BAB III Pemahaman Dasar
A. Hubungan Transportasi dengan Pariwisata
B. Pengertian Transportasi Pariwisata
C. Unsur-Unsur Transportasi Pariwisata
D. Nilai Manfaat, Kegunaan, Peranan dan Fungsi
BAB IV Sistem Transportasi Pariwisata
A. Pengertian Sistem Transportasi Pariwisata
B. Permasalahan Transportasi Pariwisata
C. Efektivitas Sistem Transportasi Pariwisata
D. Nilai-Nilai SistemTransportasi Pariwisata
E. Ruang Lingkup Sistran Pariwisata
BAB V Permintaan Transportasi Pariwisata
A. Sifat Produksi Transportasi Pariwisata
B. Permintaan Transportasi Pariwisata
C. Keseimbangan Penawaran dan Permintaan
D. Sistem Transportasi Shutle (Kuta Bali)
BAB VI Perancangan Sarana
A. Mobil
B. Kereta Api
C. Pesawat
D. Kapal
E. Analisis Komponen
BAB VII Perancangan Prasarana
A. Analisis Akses
B. Mekanika Tanah
C. Analisis Struktur
BAB VIII PERANCANGAN OPERASIONAL
A. Rute, Jadwal, Frekuensi
B. Riset operasi
C. Statistik dan Administrasi Bisnis
REFERENSI
1. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi (2 jilid); 2002, terjemahan oleh Ir.
Julian Gressando M.sc; C. Jotin Khisty dan B Kent Lall, penerbit Erlangga,
Jakarta.
2. Ekonomi Transportasi; karakteristik, Teori, dan Kebijakan, 2003; Prof,
Drs. H. Rustian Kamaluddin, Ghalia Indonesia, Jakarta.
3. Ekonomi Transportasi, 2003, Drs. Maringan Masry Simbolon, MM,
Ghalia Indonesia, Jakarta
4. Manajemen Transportasi, 2006, Drs. H.A. Abbas Salim, SE. MA, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
5. Manajemen Pembangunan Transportasi, 2014, Prof. Dr. Rahardjo
Adisasmito, Graha Ilmu Yogyakarta.
6. Pengantar Pariwisata, 2002; Bab 8, hal; 167-195. Happy Marpaung &
Herman Bahar, Alfabeta Bandung.
7. Pemasaran Pariwisata Internasional, sebuah pendekatan strategis,
judul asli; The International Marketing of Travel and Tourism; A
strategic approach, 2008, bab 3, hal; 299-339. Francois Vellas & Lionel
Becherel, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
8. Kepariwisataan dan Perjalanan, 2009, Bab XVI; 173-175. Muljadi A.J.
Grafindo Persada, Jakarta.
9. Istilah dan Pengertian Penerbangan Sipil, 2009, Cholid, Christiab,
Basuki, Adi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
10. Keselamatan Pelayaran, di Lingkungan Teritorial Pelabuhan dan
Pemanduan Kapal, 2014, Dr D.A. Lasse SH. MM, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
11. Budaya Bahari, dari Nusantara Menuju Mataram Moderen, 2015, Boy
Rahardjo Sidharta, Pustaka Baru, Yogyakarta
12. Perencanaan Pelabuhan, 2009; Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, DEA,
Beta Offset Yogyakarta.
13. Perencanaan Bangunan Pantai, 2014, Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmojo,
DEA, Beta Offset Yogyakarta.
14. Model Pembangunan Perbatasan Berbasis Human Development
Berbasis Human Development dan Human Security, 2015, Dr. Syarifah
Ema Rahminah, Mitra Wacana Media, Jakarta.
15. Pengenalan Bodi Otomotif, 2015, Drs. Buntarto, M. Pd, Pustaka Baru,
Yogyakarta.
16. Teknik Servis Mobil, 2010, Drs. Daryanto, Rineka Cipta, Jakarta.
17. Servis dan Teknik Reparasi Sepeda Motor, 2002. Drs. M. Suratman,
Pustaka Grafika, Bandung.
18. Teknisi Otodidak Sepeda Motor,2010, Marsudi, MT. Andi Offset
Yogyakarta.
19. Mekanika Tanah, Teori, Soal, dan Penyelesaian, 2015. Bambang
Surendro, Andi Yogyakarta.
20. The Business of Tourism Management,2006; 21; hal; 443-459. edited by
; Johan Beech & Simon Chadwick, British Library, Spain.
21. Tourism Business Fronties, Consumers Produkcts and Industry, 2006,
part three, hal 19; 181-190. Edited by Dimitrios Buhalis & Carlos Costa,
Elsevier, Britis Library, Spin.
BAB I
PENDAHULUAN
Pariwisata ada karena ada manusia dan ada objek wisata, keduanya
merupakan prinsip dasar pariwisata, artinya ada pariwisata jika ada wisatawan
dan objek wisata, tidak ada pariwisata, jika tidak ada wisatawan, begitu juga
tidak ada pariwisata jika tidak ada objek wisata sebagai daerah tujuan wisata.
Manusia memiliki eksistensi psikologis, biologis dan sosial. Manusia mampu
melampaui keterbatasan eksistensi tersebut dengan gerak aktif dan dinamis,
berusaha tidak terkungkung oleh segala keterbatasan yang dimiliknya.
Manusia dapat menemukan jati dirinya jika keluar dari dunia. Artinya
keberadaan manusia ada pada kesanggupan untuk keluar dari dirinya, karena
keberadaannya tidak bisa terpisah dari dunia. Keberadaan manusia terletak di
luar diri keberadaan manusia. Pusat diriku terletak di luar diriku. ‘Aku’ dan
‘yang lain’ saling memberikan arti dan nilai, dan saling menciptakan (Baker,
2000; 37).
Perjalanan wisata pada hakikatnya adalah pergerakan fitrah manusia,
kegiatan wisatawan yang melakukan perjalanan merupakan suatu proses untuk
menuju menjadi manusia berkualitas. Wisatawan dalam aktifitas perjalanan
untuk mencari sesuatu yang ada pada objek wisata, baik yang belum diketahui
sebelumnya, menjelajahi wilayah-wilayah baru, mencari perubahan suasana
untuk sebuah perilaku (behavioristik) merupakan proses menuju eksistensi
manusia, wisata demikian merupakan gejala yang bisa dikaji, diamati dan
dianalisis. Wisatawan dan objek wisata merupakan prinsip dasar pariwisata,
wisatawan adalah makhluk pilihan Tuhan, objek wisata dibuatkan oleh Tuhan
sebagaimana potensi keindahan wisata alam, dan Tuhan juga
mempublikasikan melalui firman_Nya dengan menyerukan kepada manusia
untuk melakukan perjalanan di permukaan bumi dengan tujuan untuk
mengadakan pembelajaran, pemahaman terhadap peradaban manusia. Analisis
filosofis pariwisata demikian merupakan dasar bahwa pariwisata tidak akan
mengalami stagnan, akan mengalami perkembangan dinamis dan memberikan
keyakinan kuat untuk kegiatan industry pariwisata.
Nilai pariwisata sebagaimana dijelaskan di atas, maka pariwisata
merupakan pekerjaan yang memiliki dasar religious. Oleh karenanya,
wisatawan adalah manusia yang memiliki status manusia bermartabat.
Motivasi perjalanan baik dari internal maupun eksternal yang hendak
mewujudkan jatidirinya diperlukan desain perjalanan yang memberikan
manfaat kemanusiaan. Hakikat pariwisata dan prinsip dasar pariwisata
tersebut merupakan landasan untuk mendasari kepentingan transportasi
pariwisata dan landasan untuk studi transportasi pariwisata.
Kegiatan pariwisata pada awalnya hanyalah perjalanan untuk
kesenangan, hiburan yang sederhana dan simple. Realitas pariwisata adalah
perjalanan manusia yang direncanakan dan dikelola secara professional. Kini
pariwisata menjelma menjadi sesuatu yang berharga, sehingga perlu adanya
perencanaan, pengemasan, pengoperasian dalam bentuk layanan yang
berkualitas.
Transportasi dalam arti untuk kepentingan pariwisata memberikan
peran dinamis dan memiliki fungsi strategis untuk pengembangan
kepariwisataan. Trand pariwisata sebanding dengan trand transportasi,
sehingga transportasi dan pariwisata memiliki nilai untuk mengangkat struktur
kehidupan social masyarakat.
Transportasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan maupun
kegiatan manusia juga merupakan unsur terpenting dalam mobilitas manusia
dan barang sehari-hari. Kehidupan manusia tidak akan mengalami kemajuan
apabila tidak ditunjang oleh transportasi yang tersistem (Simbolon, 2003: 1).
Pariwisata tidak bisa di danamis tanpa didukung oleh sarana transportasi
memadahi, sebaliknya bisnis transportasi tanpa didukung oleh pergerakan
pariwisata juga tidak bisa berkembang. Sinergitas antara kepentingan sarana
transportasi dan pariwisata merupakan dasar untuk membuat kebijakan
pembangunan pariwisata.
Meningkatnya taraf hidup manusia, pergerakan dinamis pariwisata dan
dipicu kemajuan teknologi transportasi baik udara, laut, dan darat
memengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata, dan
memanjakan perjalanan wisatawan. Pergerakan manusia untuk melakukan
perjalanan tidak bisa lepas dari kebutuhan transportasi yang memberikan
pelayanan terbaik dan berkualitas dengan jaminan cepat, tepat, aman, nyaman
dan selamat.
Realitas tersebut mengusik nalar untuk bermain teori dalam upaya
memposisikan studi transportasi pariwisata sebagai kajian akademik terutama
perguruan tinggi pariwisata. Ilmuan pariwisata sesegera mungkin
menyelenggarakan kajian transportasi untuk merancang ilmu transportasi
pariwisata dalam upaya pengembangan studi transportasi pariwisata.
Permasalahan praktis transportasi pariwisata terletak pada
ketidakseimbangan antara kebutuhan sarana, prasarana, fasilitas transportasi,
serta perkembangan kunjungan wisatawan yang tercentral pada potensi wisata
tertentu. Sebagaimana kondisi wilayah potensi wisata seperti Bali, Jakarta,
Yogyakarta, Batu, Bandung, Medan, Sumatera Utara, Banjarmasin. Kondisi
dari beberapa kota dan wilayah di atas masih dijumpai keberadaan prasarana
yang tidak seimbang dengan keberadaan sarana transportasi, sehingga
menyebabkan kesulitan akses untuk menjangkau objek wisata. Problema
akses dalam studi transportasi pariwisata merupakan objek kajian khusus, di
mana akses tersebut merupakan salah satu daya tarik kunjungan wisatawan.
Upaya penelitian sangat sedikit dilakukan guna menganalisis
hubungan yang menyeluruh antara kepariwisataan dan transportasi. Secara
kualitatif bisa disusun sebuah hipotesa bahwa pariwisata tidak dapat
berlangsung tanpa transportasi. Karena kegiatan pariwisata adalah kegiatan
perpindahan tempat, maka ukuran jarak senantiasa merupakan faktor pertama,
integral serta penentu (Beech & Chadwick, 2006: 443). Transportasi erat
sekali terpaut dengan waktu yang terpakai di jalan, hal yang menjadi faktor
penentu untuk berbagai jenis pariwisata. Faktor-faktor ini berperan penting
dalam motivasi pariwisata. Pengaruh-mempengaruhi pariwisata dan
transportasi pada umumnya tunduk pada faktor eksternal yakni situasi politik
maupun krisis ekonomi akan mengakibatkan dampak negative bagi keduanya.
Peraturan pemerintah yang cenderung membatasi warganya keluar negeri
dapat mempengaruhi keduanya tanpa kecuali (Wahab, 2003: 225).
Pendekatan paradigma kuantitatif terjadi kekurangan dalam studi-studi
lapangan mengenai hubungan antara biaya transportasi dengan keseluruhan
biaya wisata di berbagai Negara. Pengalaman praktisi biaya transportasi
menduduki sepertiga dari seluruh kebutuhan wisata. Bisa juga biaya
transportasi menduduki lebih besar atau separuh dari biaya keseluruhan
wisata. Penelitian bidang ini diperlukan sekali untuk memberikan kemampuan
analisis pariwisata dikaitkan dengan kebijakan moda transportasi bagi suatu
Negara.
Transportasi memegang peranan penting dalam dinamika masyarakat
bahkan dinamika Negara dan bangsa, baik dalam kehidupan sehari-hari,
kehidupan budaya, kehidupan politik, terutama dalam kehidupan social
ekonomi (Simbolon, 2003: 4), dan dunia pariwisata. Transportasi mengikuti
perkembangan pariwisata, dan sebaliknya; perkembangan pariwisata
tergantung pula pada transportasi yang memadai. Transportasi pariwisata
memeliki landasan hakikat yang berbeda dengan transportasi umum.
Transportasi pariwisata kepentingan operasinya adalah untuk menghantarkan
wisatawan dalam kegiatan pariwisata. Transportasi umum nilai dasarnya ada
pada sarana untuk kelancaran pemindahan, mobilisasi manusia dan kelancaran
arus barang untuk kepentingan bisnis maupun pembangunan yang
berkeadilan.
Kebutuhan transportasi pariwisata merupakan kebutuhan turunan
(derived demand) akibat perkembangan dan peningkatan dinamis pariwisata.
Sarana transportasi yang ada di darat, laut maupun udara memegang peranan
vital dalam pariwisata melalui fungsi pelayanan untuk menghantarkan
kunjungan dari tempat asal ke tempat destinasi pariwisata. Pelayanan
transportasi pariwisata diperlukan sistem transportasi terpadu untuk
mempermudah akses kunjungan. Angkutan udara, darat, dan laut, semuanya
harus terintegrasi dan memungkinkan system transfer yang memudahkan
wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata sebagaimana sudah
dijadwalkan dalam paket wisata. Pertumbuhan bisnis dan penumpang
transportasi Bus Pariwisata di Jawa, transportasi udara, wisatawan dengan
moda laut menunjukkan bukti bahwa pariwisata dan transportasi memiliki
relasi dialektik.
BAB II
STATUS ILMU TRANSPORTASI PARIWISATA
A. Interdisiplin Ilmu (Integrasi-Interkoneksi) Studi Transportasi
Ilmu pariwisata di Indonesia sudah berusia 15 tahun sejak diakui
sebagai ilmu mandiri. Usia balita tersebut ibarat kehidupan, jalannya masih
dengan kekuatan yang rentan dengan permasalahan, baik permasalahan
struktur ilmu, penerapan nilai dalam tubuh ilmu, dan permasalahan pola
komunikasi antar disiplin masih mengalami anarkis ilmu.
Perkembangan disiplin ilmu parwisata pada dasarnya sangat terkait
dengan berbagai disiplin keilmuan yang telah mapan, seperti sosiologi,
antropologi, geografi, psikologi, ekonomi, dan seterusnya. Upaya untuk
melepaskan diri menjadi bangunan ilmu mandiri yang masih tetap terkait
dengan ilmu-ilmu lain merupakan konsekuensi logis akibat berbagai sebab
munculnya perkembangan disiplin tersebut yang berpangkal pada makin
terspesialisasinya ilmu dan profesi, serta sebagai upaya untuk menghindari
kebingungan para dosen studi parwisata.
Perubahan paradigma ilmu terjadi karena semakin kompleknya
persoalan kehidupan manusia. Persoalan yang terjadi tidak bisa diselesaikan
dengan satu pendekatan ilmu, tetapi diperlukan solusi dengan kecerdasan
kolektif atau lintas ilmu. Metodologi ilmu pariwisata mutlak membutuhkan
paradigma ‘integrasi - interkoneksi’ ilmu untuk mengkonstruksi ilmu
mandiri. Pencarian dan upaya untuk memantapkan dan memapankan menjadi
sebuah disiplin keilmuan adalah problem akademik yang dibebankan para
dosen untuk lebih kreatif dan dinamis. Pembelajaran profesi yang sering
menggoda diperlukan bersikap tegas dengan memperkuat landasan nilai dasar
(ontlogis), nilai instrumental (epistemologis) dan nilai praktis (aksiologisnya).
Studi transportasi pariwisata merupakan kajian ilmu bersifat khusus,
berbeda dengan kajian transportasi umum. Paradigm ilmu transportasi
pariwisata konsisten dengan paradigm ilmu pariwisata sebagaimana dijelaskan
di atas. Pengertian transportasi pariwisata fokus pada kepentingan perjalanan
wisatawan, daya tarik kunjungan wisatawan dan bukan barang. Nilai dasar
transportasi pariwisata adalah ‘alat dan daya tarik’ untuk menghantarkan
wisatawan dalam melakukan perjalanan bersifat spesifik, oleh karena itu
diperlukan ilmu transportasi khusus.
Secara substansi, tiap-tiap jenis ilmu dibatasi dan ditandai oleh realitas
yang dicoba diketahui nilai dasar (ontology), bagaimana cara memproses,
dengan metodologi apa diperolehnya ilmu untuk dikonstruksikan menjadi
tubuh pengetahuan nilai instrumental (epistemologi), nilai-nilai mana yang
terkait dengan keberadaan ilmu tersebut praktis (axiology). Studi transportasi
pariwisata akan berbeda dengan studi transportasi umum apabila ditinjau dari
segi ontology (nilai dasar), epistemology (nilai instrumental) dan aksiologi
(nilai praktis) masing-masing bersifat spesifik. Ilmu transportasi disusun
konstruksi pengetahuannya untuk melahirkan spesifikasi.
Prosedur untuk menjadi studi transportasi pariwisata (ilmu spesifik)
dijabarkan dari batas dan ciri keilmuan yang universal dan generik (Sarbini
2010; 18-24). Persaratan ilmiah dalam tinjauan filsafat ilmu suatu
pengetahuan diakui sebagai ilmu, minimal harus memiliki tiga landasan
bangunan ilmu tersebut.
Secara ontologi (Nilai dasar), setiap disiplin keilmuan harus
menetapkan batas-batas ruang lingkup kajiaannya yang dibentuk oleh objek
formal dan objek material, ruang lingkup kajian atau kapling disiplin
keilmuan. Prinsip inilah yang membedakan disiplin transportasi pariwisata
dengan disiplin transportasi umum. Anarki keilmuan sering terjadi ditandai
oleh tidak jelasnya kapling-kapling tersebut dan bahkan mungkin terjadi
sengketa kapling. Rupanya, dewasa ini bukan kapling tanah saja yang bisa
menjadikan gegeran sengketa melainkan juga telah menjangkau wilayah
gagasan ilmu (Jujun, 2002: 6); misalnya apakah filsafat pariwisata atau
antropologi pariwisata, kenapa bukan etnografi (etnologi), antara; studi
transportasi pariwisata dengan manajemen transportasi pariwisata; mana yang
lebih sesuai untuk studi sarjana.
Nilai instrumental (epistemologi), studi transportasi pariwisata
menyusun pengetahuan ilmiah yang khas untuk disiplin Transportasi
Pariwisata. Struktur ilmiahnya terdiri atas dua bagian, yakni prinsip dasar
yaitu keilmuan yang melandasi studi transportasi pariwisata. Kedua, tubuh
pengetahuan teoritis ilmu transportasi pariwisata yang disusun atas landasan
tersebut. Hal ini disebabkan disiplin ilmu baru (Transportasi Pariwisata)
sering terkait dengan keilmuan yang telah ada (Manajemen Transportasi).
Kegiatan yang mendesak adalah segera menentukan dengan jelas
bagian mana studi transportasi parwisata merupakan sesuatu yang orisinal
yang hanya terdapat dalam disiplin keilmuan tersebut, serta kaitan yang
dimiliki dengan disiplin-disiplin keilmuan lain (Tehnik sipil, Ekonomi,
Hukum, Etika, estetika) dalam menyusun tubuh pengetahuan ilmu transportasi
pariwisata.
Nilai praksis (axiology); studi transportasi pariwisata mencakup nilai-
nilai yang terkait dengan keberadaannya baik secara internal maupun kode
etik profesi. Studi transportasi pariwisata agar menjadi ilmu spesifik harus
menentukan tiga landasan yakni nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis
transportasi pariwisata sebagaimana secara sederhana telah dibahas di atas.
Untuk merumuskan sebuah pengertian transportasi pariwisata, diperluakan
analisis landasan nilai dasar pariwisata, nilai dasar transportasi, nilai dasar
transportasi pariwisata dan prinsip dasar pariwisata.
Pembahasan bukan terbatas pada kajian moda darat, laut dan udara,
seperti pesawat terbang, kapal pesiar, bus pariwisata, kereta api, dan lain-lain.
Kajian studi yang dimaksud adalah kajian terhadap moda atau sarana
transportasi yang memiliki kepentingan untuk pengembangan destinasi
maupun objek pariwisata. Kajian sarana transportasi selain di atas, dikaji pula
seperti motor boat, kano, kereta gantung, kereta kuda, sepeda onthel, becak
(transportasi tradisional), dan lain-lain.
Transportasi, wisatawan dan pariwisata merupakan tiga entitas yang
saling berhubungan, pengaruh-mempengaruhi, dialektik progresif. Prinsip
dasar manusia dan layanan kualitas menjadi landasan untuk membangun
transportasi khusus yakni transportasi pariwisata humanis. Capaian kualitas
layanan transportasi tersebut diperlukan adanya perangkat ilmu yang mengkaji
secara kritis analitis yang diistilahkan secara nilai instrumental adalah
interdisiplin ilmu. Studi transportasi yang dimaksud adalah integritas dan
interkoneksitas antara ilmu pariwisata, transportasi, tehnik sipil, otomotif,
manajemen dan hukum. Landasan nilai instrumental memberikan
konstruksi dasar bangunan ilmu baru yang diistilahkan “STUDI
TRANSPORTASI PARIWISATA”. Kajian ilmu ini ada pada wilayah
program studi jenjang sarjana (S1). Bobot teori 60 %, bobot praksis 40%.
Untuk program Deploma kebalikannnya, wilayah studinya 60 % bobot
praksis, dan 40% bobot teori analisis. Studi transportasi pariwisata dominan
pada wilayah manajemen praksis, maka mata kuliah keilmuan yang tepat
adalah “MANAJEMEN TRANSPORTASI PARIWISATA’. Perbedaan
wilayah studi transportasi pariwisata dengan pendekatan filsafat ilmu dan
pendekatan nilai instrumental interdisiplin ilmu perbedaan wilayah studi
antara program deploma dan program sarjana bisa terangkat. Pokok-pokok
materi kajian dalam studi transportasi pariwisata jenjang sarjana diarahkan
pada kemampuan mahasiswa untuk dapat menganalaisis dan merancang
kepentingan sarana transportasi tertentu untuk pengembangan pariwisata.
B. Hubungan Ilmu Transportasi Pariwisata dengan Keilmuan Lain
Hubungan ilmu transportasi dengan ilmu lainnya (alam dan sosial) ,
dalam analisis kajian ini mendasarkan pada teori Habermas (filsuf
kontemporer). Landasan nilai instrumental memberikan arahan sistem yakni
mempertautkan ketiga disiplin keilmuan; yakni, empiris-analitis, historis-
hermeneutis dan sosial kritis.
Pertama; Empiris-analitis, Hubermas memformulasikan pada
’tindakan rasional bertujuan’, yakni merealisasikan tujuan-tujuan yang
ditetapkan dalam kondisi-kondisi tertentu, akan tetapi sementara tindakan
rasional bertujuan mengorganisasikan sarana-sarana yang sesuai atau tidak
sesuai menurut kreteria-kreteria mengenai kontrol suatu realitas yang
efektif, tindakan strategis hanya tergantung pada suatu penilaian yang tepat
mengenai alternatif-alternatif perilaku yang mungkin, yang hanya diperoleh
melalui deduksi (Habermas, 1993; 59). Kerja deduksi yakni penarikan
kesimpulan dari sesuatu yang bersifat umum ke yang bersifat khusus (El
Rais; 2015: 220). Objek yang bersifat umum tersebut bisa berupa nilai dan
pedoman untuk dijadikan pijakan penalaran yang di dalamnya sebuah
kesimpulan bisa ditarik dari suatu himpunan; premis-premis. Biasanya
terbatas pada kasus-kasus yang di dalamnya kesimpulan dianggap mengikuti
premis-premisnya, yaitu penyimpulan yang secara logis valid (Blackburn,
2013: 220).
Sistem tindakan instrumental inilah yang pada akhirnya menentukan
struktur penelitian empiris-analitis, yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
sejauh disiplin ilmu-ilmu tersebut bertujuan memproduksi pengetahuan yang
bersifat nomologis atau serupa-mirip. Artinya penyimpulan dalam arti
penghubungan mirip-hukum yang muncul sebagai sebuah kesementaraan
yang mentah (brute contingency), yaitu tidak dijelaskan oleh elemen lain
dalam teori ilmiah. Istilah ini dimunculkan filsuf Herbert Feigl dan umumnya
diaplikasikan pada filsafat jiwa, contohnya hubungan antara warna yang
dicerap dan ciri-ciri insidental lainnya dari cahaya. Meski hubungan ini
tampak reguler atau mirip-hukum, sebenarnya mentah dan tidak terjelaskan
(Blackburn, 2013; 606)
Karakteristik mendasar pada ilmu-ilmu empiris-analitis (hukum,
antropologi, psikologi, ilmu-ilmu alam) adalah; Pertama, terdapat sistem
referensi yang sama, yang menentukan arti proposisi-proposisi empiris, baik
peraturan mengenai konstruksi suatu teori, maupun peraturan tentang test
empiris yang akan dikenakan pada teori yang bersangkutan (nomologis).
Kedua, ilmu-ilmu empiris-analitis melahirkan banyak teori yang kemudian
dengan metode deduksi memungkinkan diturunkannya hipotesa-hipotesa
yang lebih banyak dari isi empirisnya. Ketiga, hipotesa-hipotesa tersebut
merupakan proposisi tentang korelasi antar variabel dalam suatu objek yang
diamati, yang kemudian dapat pula menghasilkan prognesa (peramalan)
tertentu (Kleden, 1993; 32).
Pada tingkat metodologis, ilmu-ilmu empiris-analitis mendasarkan diri
pada logika induksi-deduksi dan abduksi. Logika penelitian ini akan
menghasilkan pengetahuan yang bersifat nomologis, menjelaskan realitas
(eklaeran), dan seterusnya. Pada tingkat epistemologis, ilmu-ilmu empiris-
analitis merupakan bentuk pengetahuan empirik yang bersifat observasi,
eksperimentasi, dan komparasi. Data yang diinformasikan bersifat deskriptif,
eklarean (menjelaskan realitas). Kepentingan yang mendasari tipe keilmuan
ini adalah kepentingan teknis.
Deduktif nomologis adalah bentuk dari penjelasan ilmiah dalam
sebuah bahasa biasa. Juga dikenal dengan nama the covering law model, the
subsumtion theory, Hempel’s model, the Hempel-Oppenheim model, dan the
Popper-Hempel model. Ada dua jenis penjelasan dalam teori ini; yaitu
’deduktif-nomological’ (DN) dan ’inductive-statistical’ (IS) keduanya memiliki
struktur yang sama. Tiap premis memiliki struktur (1) kondisi yang ada C, dan
(2) generalisasi hukum L. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa DN
merupakan generalisasi universal sedangkan IS merupakan generalisasi
statistik. Contoh DN;
c- Bayi itu memiliki tiga kromosom 21
l- Tiap bayi yang memiliki tiga kromosom 21 terkena Down Syndrom
E- Bayi itu kena Down Syndrom
Contoh IS
C – otak seseorang kekurangan oksigen selama lima menit
L- Hampir semua orang yang otaknya kekurangan oksigen selama lima menit
akan mengalami kerusakan otak
E- orang itu mengalami kerusakan otak (Ridwan Fendy, may 6th, 2011, dalam
kategori filsafat ilmu.
Statistika Induktif adalah metode yang berkaitan dengan analisis
sebagian data (data dari sampel) yang kemudian digunakan untuk melakukan
peramalan atau penaksiran kesimpulan (generalisasi) mengenai data secara
keseluruhan (populasi). Generalisasi tersebut mempunyai sifat ”tidak pasti”
karena hanya berdasarkan pada data dari sample. Oleh sebab itu dalam
statistika induktif harus didasari dengan teori peluang. Pokok-pokok bahasan
yang dikemukakan dalam statistika sebagai berikut;
1. Probabilitas
2. Kurva normal
3. Sampling dan distribusi sampling
4. Estimasi (pendugaan) harga parameter
5. Uji hipotesis, baik sederhana, perbandingan antara dua nilai; bagi mean
maupun proporsi
6. Regresi, termasuk pengujian signifikasi dan penggunaannya untuk
prediksi.
7. Korelasi
Contoh aplikasi statistik induktif; PT. Jasa Marga; untuk mencari
pendapat masyarakat Jogjakarta terhadap proyek Jalan tal; dari 3.
000.000, penduduk jogja diambil 300. 000 penduduk untuk mengisi
angket mengenai opini mereka terhadap rencana pembangunan jalan Tal
Jogja-Solo. 80 % penduduk jogja menerima proyek tersebut. Berdasarkan
300.000 angket tersebut ternyata hanya 240.000 penduduk menyatakan
menerima proyek jalan tal. Berdasarkan hasil temuan dari angket
tersebut, apakah pernyataan perusahaan Jasa Marga tersebut benar?
Untuk lebih valid kebenaran kesimpulan statistik induktif tersebut perlu
didukung dengan mengawali penelitian berdasar pada deskriptif induktif,
yaitu dengan proses mengumpulkan data, mengolah data kemudian
menyajikan data. Proses berikutnya adalah statistik induktif yaitu;
menganalisis data, membuat kesimpulan berikutnya mengambil
keputusan (http://ssantoso.blogspot.com/2009/03/statistika-induktif-
pengantar.html).
Empiris analitis adalah ilmu yang mendasarkan kepada ilmu pasti,
kuantitatif, positivistik, matematik-statistik yang kebenarannya bersifat
objektif dan universal. Mempergunakan metodologi observasi,
eksperimental dan komparatif untuk kontrol dan isolasi secara buatan,
agar dapat terjamin terciptanya kondisi yang sama dan dihasilkan akibat
yang sama. Di dalam ilmu pasti (alam) terdpat suatu uniformitas yang
umum. Ini didasarkan pada observasi atau barangkali hanya asumsi,
bahwa dalam kondisi yang sama akan terjadi hal yang sama. Prinsip ini
berlaku tanpa pengecualian, di mana saja dan kapan saja (Kleden, 1985;
6). Kepentingan ilmu yang mendasarkan pada analisis empiris analitis
memiliki kepentingan teknis-praktis. Ilmu exac mencari hubungan
kausalitas. Oleh karenanya ilmu empiris bekerja dengan generalisasi
induktif. Analisis transportasi memiliki kepentingan teori tersebut untuk
kepentingan peramalan. Empiris analitis diperlukan dalam studi
transportasi pariwisata terutama untuk analisis pembangunan dan
pengembangan, analisis kebutuhan, juga analisis penentuan buget
operasional transportasi pariwisata.
Kedua, Historis-hermeneutis; termasuk dalam tipe kedua ini adalah
ilmu agama, filsafat, bahasa, seni dan budaya, ilmu berdasarkan pada ilmu
sosial. Ilmu ini mendasari kausalitas, akan tetapi untuk mengetahui tujuan
dan arti atas sesuatu hal yang menerangkan perkembangan-perkembangan
sejarah dengan pengertian-pengertian kualitatif, bekerja berdasarkan
pemahaman dengan simpati. Karakteristik mendasar pada ilmu tipe ini
antara lain; pertama, jalan untuk mendekati kebenaran bukan melalui
observasi, melainkan pemahaman diri (sinverstehen). Kedua, pengujian salah
benarnya pemahaman tersebut tidak dilaksanakan melalui tes yang
direncanakan, melalui interpretasi. Penafsiran benar akan meningkatkan
inter-subjektifitas, sedangakn penafsiran salah akan mendatangkan sangsi.
Ketiga, sebuah pemahaman hermeneutis selalu merupakan pemahaman
berdasarkan pra-pengertian (vorverstaendnis) pemahaman situasi orang lain
hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri terlebih
dahulu. Pemahaman berarti membangun komunikasi antar kedua situasi
terlebih dahulu. Keempat, interesse yang ada di sini adalah mempertahankan
dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi. Apa yang mengikat
komunikasi adalah norma berdasarkan konsensus mengenai tingkah laku dan
yang diakui dan yang diterima. Kelima, kekuatan norma-norma sosial
tersebut didasarkan pad saling pengertian tentang maksud pihak-pihak yang
terlihat dalam komunikasi, yang dijamin dan diawasi oleh pengakuan umum
tentang kewajiban yang harus di taati (Kleden, 1993: 34). Historis –
hermeneutik kebenarannya bersifat subjektif-relatif dan mendasarkan pada
kepentingan teoritis.
Fungsi transedental metode hermeneutika adalah menjaga saling-
pemahaman antar-subjek dan kelompok-kelompok sosial juga pemahaman
yang timbal balik antara individu-individu dan group-group sosial. Hal ini
sangat memungkinkan untuk membentuk kesepakatan yang tidak terbatas
dan tipe intersubjektivitas yang berdasarkan tindakan komunikatif. Metode
hermeneutis berfungsi menghindarkan diri bahaya-bahaya kemacetan komu
ikasi yang mencakup dimensi vertikal dan sosial. Pada dimensi vertikal,
hermeneutis menghindarkan kemacetan komunikasi pada sejarah individu
maupun tradisi sosial di mana individu hidup. Dimensi sosial, menghindarkan
kemacetan komunikasi antar individu-individu, kelompok-kelompok serta
kebudayaan-kebudayaan. Hermeneutik juga dibimbing untuk mengarahkan
kepentingan manusiawi, kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan
kognitif (kesadaran) (Habermas, 1983; 1). Kepentingan kognitif ini
mengarahkan pemahaman dan tingkah laku praktis dari tindakan-tindakan
komunikatif dalam masyarakat. Kata ’praktis’ diartikan sebagai interaksi,
bukan kerja, diistilahkan oleh Habermas dengan istilah kepentingan praktis
atau kepentingan kognitif-praktis. Komunikasi pariwisata dibangun
berdasarkan paradigma historis-hermeneutik dalam kepentingan untuk
mendasari pada pengembangan nilai. Historis-hermeneutik dapat diambil
pemahaman bahwa analisis transportasi juga membutuhkan pendekatan
ilmu sosial yang kebenarannya bersifat subjketif-relatif dalam kepentingan
pengembangan teoritis. Kebenaran Analisis subjektif bisa bersifat individual
dan bisa juga bersifat kebenaran kolektif atas dasar komunitas kepakaran
transportasi pariwisata. Pembentukan komunitas kepakaran transportasi
pariwisata untuk kepentingan analisis pembangunan transportasi pariwisata
nasional merupakan sesuatu hal yang sangat diperlukan.
Ketiga, ilmu sosial kritis. Dua pendekatan yang sudah dibahas dapat
dipahami bahwa ilmu yang basiknya empiris-analitis titik beratnya ada pada
kepentingan teknis-praktis, dan historis-hermeneutik ada pada kepentingan
teoritis. Sosial kritis pada taraf metodologis, kepentingan emansipatoris
untuk melepaskan dari keterbelengguan dan ketidaktahuan terhadap
sesuatu yang bersifat dogmatis, dan membimbing seluruh refleksi sistematis
termasuk filsafat dan kritik ideologi, yang disebut oleh Habermas adalah
ilmu-ilmu kritis. Termasuk dalam tipe ini adalah ilmu; ekonomi, sosiologi,
politik, transportasi dan seluruh disiplin ilmu empiris analitis bertujuan untuk
menghasilkan pengetahuan yang nomologis. Ilmu –ilmu kritis pada dasarnya
tidak puas dengan itu saja. Lebih dari itu, ia berusaha untuk membuktikan
kapan pernyataan-pernyataan teoritis dapat menangkap keteraturan-
keteraturan yang tidak berubah (invarian) dari tindakan sosial pada
umumnya, dan kapan ia dapat mengungkapkan hubungan-hubungan
ketergantungan yang dibekukan secara ideologis, namun pada prinsipnya
dapat diubah (Habermas, 1983; 169).
Meski Habermas menunjuk filsafat sebagai ilmu-ilmu kritis, akan
tetapi selama filsafat masih terikat pada ontologis, maka ia sendiri yang
menjadi korban suatu objektifisme yang merintangi jalinan pengetahuannya
dengan kepentingan emansipasi. Baru apabila kritik yang ia tujukan terhadap
objektifisme ilmu-ilmu dan terhadap kesemua teori dalam dirinya sendiri,
maka ia akan memperoleh kekuatan dan kesadaran yang disadari (Habermas,
1983: 143).
Secara aksiologis, tujuan ilmu-ilmu kritis adalah memudahkan proses
refleksi diri dan menghancurkan kendala-kendala proses pembentukan diri
manusia sebagai makhluk sosial maupun individual. Konsepsi Habermas,
ilmu-ilmu kritis ini menyatukan kepentingan teknis dan praktis dari kedua
kelompok ilmu lain dalam suatu kerangka kerja, sesuai dengan sifat dasarian
kepentingan emansipatoris (Hardiman, 1993: 143). Ilmu-ilmu kritis bertugas
untuk menetukan kapan praksis sosial yang telah membeku dan menindas
serta menghambat proses pembentukan diri. Solusi strategis dari ketiga
bentuk ilmu yang dibangun Habermas tersebut adalah bahwa ketiganya
terkait secara ’inter-relasi’, ’saling menyapa’ dan terkait secara
interkoneksitas.
Empiris – analitis mencegah ilmu sosial-kritis dari bahaya mitos-mitos
yang timbul karena sosio-analisis yang terlalu ideologis. Ilmu-ilmu empiris-
analitis juga mencegah ilmu-ilmu historis-hermeneutis dari bahaya
subjektifisme yang timbul karena interpretasi yang terlalu dogmatis. Ilmu-
ilmu historis-hermeneutis juga mencegah ilmu-ilmu sosial-kritis dari
rasionalisme/kritisisme yang tanpa arah. Ilmu sosial-kritis pada akhirnya
mencegah ilmu empiris-analitis dari bahaya kesadaran mitos-mitos
scientisme. Ilmu-ilmu sosial-kritis juga mencegah ilmu historis-hermeneutis
dari bahaya kebutaan persepsi, bahwa ada perbedaan antara dunia objektif
dan kesadaran subjektif.
Keterkaitan antar berbagai keilmuan secara kritis ’studi transportasi
pariwisata’ masuk pada ilmu sosial-kritis yakni menyatukan antara
kepentingan teoritis dan teknis-praksis. Berdasarkan analisis Habermas,
’studi transportasi pariwisata’ mempunyai kedekatan atau berhimpitan
dengan ilmu-ilmu lain yang sudah mapan. Membicarakan ilmu transportasi
parwisata sangat tidak mungkin terisolated, menyendiri dengan ilmu lain.
Membicarakan persoalan kenyamanan dan keselamatan secara otomatis
berbicara pada wilayah studi hukum, membicarakan kualitas pelayanan
bersinggungan dengan studi teknologi, manajemen, etika, budaya, sosiologi
dan antropologi.
Keterkaitan dan keterbukaan ilmu transportasi pariwisata dengan
keilmuan lain, khususnya dengan ilmu-ilmu sosial humaniora justru akan
memperkaya perspektif dalam mengembangkan disiplin ilmu transportasi
pariwisata. Terjadinya titik temu antar disiplin ilmu atau minimal setiap
keilmuan harus saling menyapa dalam menghadapi kondisi kehidupan yang
amat kompleks (Wibisono, 2007; 8). Terhadap keterkaitan dan saling
menyapa antar berbagai keilmuan tersebut justru diharapkan ke depan ikut
memberi landasan kuat pada studi traansportasi pariwisata.
BAB III
LANDASAN TEORI TRANSPORTASI PARIWISATA
Pembahasan pada bab ini adalah analisis nilai yang menjadi landasan untuk mengkonstruk
ilmu transportasi pariwisata. Sebuah bangunan ilmu diperlukan landasan teoritik yakni nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praktis pariwisata. Di dalam menyusun landasan tersebut
diperlukan analisis di samping tiga landasan tersebut ada yang diperlukan yaitu nilai dasar
transportasi pariwisata, nilai dasar pariwisata dan prinsip dasar pariwisata. Relasi nilai dari
masing-masing nilai tersebut akan bisa dirumuskan konsep transportasi pariwisata dan
berikutnya akan diperoleh unsur dan teori transportasi pariwisata.
A. Nilai Dasar Pariwisata
Wisata pada hakikatnya adalah pergerakan manusia yakni perjalanan
mengunjungi suatu tempat yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata tempat yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Perjalanan melibatkan
identitas diri wisatawan, setiap perjalanan wisatawan akan dibawa pula pemahaman,
paradigma, pemikiran si-wisatawan ke dalam keadaan baru selama perjalanan.
Pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan merupakan variabel yang konstan
bersifat tetap untuk kemudian akan mengalami relasi-relasi atau pengalaman baru
dalam proses perjalanan. Perjalanan dalam pemahaman pariwisata mendasari nilai
dasar tersebut memberikan makna bahwa pariwisata merupakan kegiatan
kemanusiaan. Artinya pariwisata memiliki nilai untuk menghantarkan manusia
bermartabat. Oleh karenanya industri pariwisata memposiskan wisatawan sebagai
manusia bermartabat atau insan kamil yang harus diberikan dengan kualitas
pelayanan. Nilai dasar tersebut maka pariwisata dipahami tidak sama dengan
mobilitas.
Hal itu perlu ditekankan dalam studi baru pariwisata, yakni adanya hal-hal
yang bersifat ekstra manusia yang bersifat eksistensial di dalam diri wisawatan.
Melihat, mengamati pariwisata /wisatawan tidak sama dengan mengamati objek-
objek yang cenderung tetap, stabil dalam suatu perjalanan. Perjalanan pariwisata ada
perubahan manusia, oleh karena itu eksistansialisme menjadi nilai instrumental
sebagai paradigma untuk melandasi dalam menganalisis keberadaan wisatawan dan
dalam membuat definisi-definisi kepariwisataan. Wisatawan dan objek wisata
merupakan prinsip dasar pariwisata sebagai sentral masyarakat dalam kegiatan
mengelola kegiatan pariwisata. Prinsip dasar tersebut munculah industri pariwisata
antara lain dalam bentuk bisnis akomodasi, restoran, transportasi, asuransi,
perbangkan, kerajinan, hiburan.
Studi pariwisata tidak lepas atas studi manusia (Przeclawski, 1996: 239). Sikap
wisatawan tidak dapat dipatok ke dalam suatu tipe secara konstan, ada perubahan
sifat bersamaan dengan perubahan orientasi. Variabel konstan merupakan orientasi
diri wisawatan yang tidak berubah adalah variabel sebab, seperti tempat, jenis, situasi
wisata yang dialami (sundlust, modern pilgrimage, pleasure).
Sikap fenomenologis untuk menyikapi wisatawan atau suatu perjalanan menjadi
sangat penting, karena variabel konstan bersifat inheren dalam diri manusia yang
menampak di luar adalah eksistensi fisiknya. Eksistensi dan sikap fenomenologis
merupakan ciri baru untuk mengamati fenomena wisatawan yang kompleks.
Eksistensialisme disebut juga fenomenologi eksistensial. Eksistensialisme adalah
pandangan atas manusia sebagai eksistensi yang menjadi pengalaman asasi yang
menunjukkan kedudukan khas menusia di tengah-tengah makhluk lain (Snijders,
2004: 23). Di sisi lain, untuk tujuan perencanaan fisik pariwisata, termasuk dalam
pengembangan fasilitas kepariwisataan, menentukan model yang lebih sesuai adalah
model berdasarkan atas dasar kebutuhan riil kelompok segmen pasar (Sharpley, 1994
: 90). Semestinya model dibuat bukan atas dasar variabel tunggal yang bersifat linier,
melainkan bersifat multi dimensional yang mengkombinasikan berbagai karakteristik
wisatawan. Berbagai faktor yang perlu diperhitungkan antara lain faktor demografis
dan sosial ekonomi. Nilai dasar pariwisata yang terdiri dari wisatawan dan objek
wisata mendasari nilai transportasi pariwisata. Analisis selanjutnya adalah nilai
instrumental yakni perangkat yang dipakai teori untuk menganalsis kepariwisataan
dalam upaya menyusun konsep dan teori transportasi pariwisata.
B. Nilai Instrumental Pariwisata
1. Teori Pariwisata
Beberapa konsep utama yang berkaitan dengan pariwisata adalah rekreasi,
hiburan, keramahtamahan dan penyegaran. Mendefinisikan pariwisata menghadapi
kesulitan karena belum adanya kesepakatan peneliti tentang hal itu. Seperti Fuster
(1971), Leiper (1979), Sessa (1985), Molina (1991), Palomo (1991), Ascanio (1992),
Jafari (1995), Beni (1988) dan Boullo'n (2002), dengan kata lain: ada pendekatan
yang berbeda untuk masalah pengertian pariwisata. Bagian ini membahas apa definisi
pariwisata, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi, pembahasan model teori
dan prinsip dasar dengan mendasarkan pada Panosso Netto, (2001: 43).
Pentingnya untuk menetapkan definisi pariwisata. Burkart dan Medlik (1974:
39) menyatakan bahwa: Definisi yang lebih tepat dari pariwisata diperlukan untuk
berbagai tujuan. Pertama, untuk tujuan penelitian: untuk meneliti fenomena
pariwisata, Kedua, untuk keperluan statistik: ketika fenomena diukur, itu harus
didefinisikan, dalam praktek teknik pengukuran sering menentukan apa yang diukur.
Ketiga, untuk kepentingan kebijakan dan tujuan administratif: undang-undang
mungkin berlaku untuk beberapa kegiatan. Keempat, untuk keperluan industri:
kegiatan industry pariwisata dapat menimbulkan studi pasar dan menyediakan bahan
untuk pembentukan organisasi industry pariwisata.
Wahab (1977: 3) menjelaskan bahwa definisi pariwisata dalam pandangan
akademis pertama ada pada 1911 oleh Herman von Schullern dalam bukunya
Fremdenverkehr und Volkswirkschaft as berkaitan pembahasan ekonomi, pintu
masuk antar negara, penduduk tetap dan perpindahan orang asing dari negara atau
wilayah lain. Definisi tersebut diadopsi oleh beberapa negara dan organisasi
kepariwisataan. Definisi pariwisata adalah Suatu kegiatan disengaja yang berfungsi
sebagai alat komunikasi dan sebagai penghubung interaksi antara masyarakat, di
dalam suatu negara atau bahkan melampaui batas wilayah geografis. Perpindahan
orang dari satu daerah ke daerah lain, negara atau bahkan benua, dengan tujuan untuk
kepuasan, atau hiburan dan bukan kepentingan pekerjaan yang dibayar (Wahab, 1977:
26). Definisi lengkap di Encyclopedia of Tourism menurut Jafari (1995: 5) Pariwisata
adalah studi tentang orang (the tourist) jauh dari habitat yang biasa, sarana dan
jaringan wisata, dan biasa (non-tourism) dan tidak biasa [pariwisata] kehidupan dan
hubungan serta dialektika mereka. Definisi tersebut unsur-unsurnya adalah (1)
pergerakan, (2) industri bisnis pariwisata dan (3) pengaruh pariwisata (Jafari, 1995:
5). Tribe (1997: 640) definisi pariwisata pada dasarnya adalah perjalanan dari satu
tempat ke tempat lain untuk melakukan perjalanan yang (tidak termasuk untuk
bekerja), dan keterlibatan masyarakat yang dikunjungi dalam kegiatan wisata.
Konsepsi pariwisata merupakan sistem berbagai macam kegiatan individu dan
industri bisnis yang memberikan pelayanan perjalanan. Pariwisata adalah bersifat
multidimensi, multifaset yakni aktivitas yang menyentuh kehidupan banyak dan
banyak yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi (Cooper, 1993: 4, Leiper, 1979:
407). Pariwisata atau tourism adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi
atau liburan, juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan
atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50
mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi (Tribe, 2009: 43). Definisi yang lebih
lengkap, tourisme adalah industri jasa. Pelaku bisnis industri pariwisata menangani
jasa mulai dari transportasi; jasa keramahan-tempat tinggal, makanan, minuman; dan
jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll, juga menawarkan
tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda
lainnya (Jafari, 2007: 585).
Rekreasi tidak hanya berarti bersenang-senang, melainkan harus diartikan
sebagai re-kreasi, yaitu secara harfiah berarti diciptakan kembali. Re-kreasi memiliki
tujuan untuk menciptakan kembali atau memulihkan kekuatan dirinya, baik fisik
maupun spiritual untuk melakukan tugasnya lagi (Soemarwoto, 2001: 310). Tujuan
rekreasi bermacam-macam, anatara lain; bermain, olahraga, belajar, istirahat, atau
kombinasi macam-macam tujuan (Fandelli, 2001: 37). Pengertian pariwisata yang
dianggap baku bagi kepariwisataan Indonesia sebagaimana didefinisi oleh Undang-
Undang Pariwisata No.9 Tahun 1990, pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut, sedangkan kepariwisataan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Dirjen Pariwisata,
1992: 2).
Beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pariwisata
adalah “Perjalanan seorang atau banyak, gabungan gejala dan hubungan yang timbul
dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah serta masyarakat tuan rumah
dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung
lainnya. Juga proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas wisatawan yang datang
dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatunya yang
ada sangkut pautnya dengan proses tersebut”. Perjalanan melibatkan identitas diri
wisatawan, dibawa pula pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan ke dalam
keadaan baru selama perjalanan. Pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan
merupakan variabel konstan bersifat tetap, kemudian mengalami relasi-relasi dalam
proses perjalanan dan pariwisata tidak sama dengan mobilitas. Studi baru pariwisata,
yakni adanya hal-hal yang bersifat ekstra manusia yang bersifat eksistensial di dalam
diri wisawatan. Melihat, mengamati pariwisata/wisatawan tidak sama dengan
mengamati objek-objek yang cenderung tetap, stabil dalam suatu perjalanan.
Perjalanan pariwisata ada perubahan manusia, oleh karena itu eksistansialisme
menjadi hal panting untuk dipertimbangkan dalam membuat definisi-definisi
kepariwisataan.
2. Prinsip Dasar Pariwisata
'Prinsip' merupakan istilah sebagai dasar dan dasar proposisi yang berfungsi
sebagai dasar untuk pengembangan pengetahuan, teori atau konsep. Berbicara prinsip
dalam sub bab ini adalah untuk memahami apa esensi pariwisata? Apa yang bukan
esensi pariwisata (invariabel)? Kurangnya jawaban membawa ketidaksempurnaan
konsep dan ini kadang-kadang dilihat dengan beberapa keraguan dan
ketidakpercayaan di sektor akademis. Hal ini juga mengisyaratkan kekurangan dasar
epistemologis pariwisata. Oleh karena itu, pentingnya prinsip-prinsip membangun
fundamental dan ini memungkinkan batas-batas yang dapat ditarik untuk
menunjukkan apa itu pariwisata dan apa yang bukan pariwisata.
Memahami Prinsip dasar pariwisata kepentingan yang lain di dalam studi ini
adalah untuk mendasari konstruksi pengertian transportasi pariwisata, yakni di mana
posisi transportasi pariwisata di dalam studi transportasi pariwisata. Prinsip dasar
pariwisata yang dimaksud adalah sesuatu yang semestinya ada, jika tidak ada sesuatu
atau salah satu maka tidak akan ada pariwisata. Apa sesuatu yang mesti ada, yakni
wisatawan dan objek wisata. Artinya tidak akan terjadi pariwisata jika tidak ada
wisatawan dan objek wisata, begitu juga tidak akan ada pariwisata jika hanya ada
salah satu dari wisatawan atau objek wisata.
Prinsip tersebut muncul suatu pertanyaan posisi barang bawaan, perlengkapan
wisata, oleh-oleh, dan lain-lainnya, jika tidak masuk pada prinsip bagaimana
kaitannya dalam pelaksanaan wisata. Analaisis prinsip ini memberikan landasan yang
sangat jelas dalam menyusun pengertian transportasi pariwisata itu sendiri. Artinya
transportasi pariwisata adalah sebagai sarana untuk menunjang kegiatan perjalanan
atau wisata agar kegiatan wisata tersebut dapat berjalan dengan efisien dan efektif.
Persoalan barang atau kebutuhan keseharian ada pada sector lain, karena transportasi
pariwisata bukan untuk kepentingan perpindahan, mobilisasi atau distribusi.
3. Nilai Dasar Transportasi Pariwisata
Nilai adalah sesuatu yang mendorong sesuatu untuk melakukan suatu pergerakan.
Transportasi adalah benda yang tidak memiliki kemampuan sendiri untuk melakukan
pergerakan, sehingga pergerakan transportasi ada yang menggerakkan. Pergerakan
transportasi adalah hasil rekayasa, sehingga posisi transportasi adalah sebagai sarana
atau alat untuk mendukung terselenggaranya suatu pergerakan. Pernyataan ini
memberikan arti bahwa transportasi adalah sesuatu yang bukan pokok dalam
pergerakan pariwisata, bias dirumuskan dalam suatu istilah bahwa pariwisata bias
berjalan tanpa adanya transportasi.
Pariwisata adalah pergerakan fitrah manusia, di mana pergerakan yang
dikelola dengan pengelolaan atau manajemen pariwisata sehingga menjadi suatu
bentuk perjalanan yang tidak sederhana. Pengelolaan perjalanan dalam arti pariwisata
dalam arti perjalanan yang sederhana mengalami kemajuan sehingga menjadi
perjalanan wisata yang memiliki nilai social dan ekonomi.
Pariwisata adalah bentuknya perjalanan dari tempat asal untuk menuju objek
wisata ada yang dekat, da nada yang jauh, ada yang antar kota, juga ada yang antar
pulau, antar Negara dan antar benua. Jarak antara tempat tinggal dan tempat objek
wisata, wisatawan dengan kemampuan naluri sehingga wisatawan menggunakan
sarana untuk alat melakukan perjalanan. Sarana yang dipakai dalam pergerakan
manusia mengalami perkembangan dan kemajuan dari sarana transportasi sederhana
sampai modern sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi. Kemajuan
teknologi transportasi yang sangat modern ini mampu membungkus paradigm
kehidupan manusia, bahwa transportasi adalah jantung kehidupan. Pariwisata tidak
akan dapat berjalan sesuai rencana dan keinginan wisatawan jika tanpa didukung
transportasi yang memadai. Transportasi adalah sarana penting di dalam
pembangunan pariwisata.
Tujuan pariwisata adalah untuk rekreasi yaitu pemulihan eksistensi, untuk
hiburan penyegaran jiwa dan raga, untuk mengetahui atas sesuatu yang baru dengan
tujuan untuk menambah wawasan dan membentuk integritas, maka fungsi
transportasi pariwisata bukan untuk memindahkan wisatawan juga bukan untuk
mobilisasi, maka transportasi pariwisata memiliki nilai dasar daya tarik dan sarana.
Nilai dasar inilah yang membedakan studi transportasi umum dengan studi
transportasi khusus atau transportasi pariwisata.
C. Nilai Praktis Pariwisata
Nilai praktis pariwisata adalah nilai yang mendorong kegiatan pariwisata untuk
memberikan asas manfaat pragmatis, yakni nilai manfaat praktis kegiatan parwisata.
Sama dengan pembahasan nilai dasar dan prinsip dasar pariwisata kepentingannya
adalah untuk mendasari pengertian dalam upaya membangun studi transportasi
pariwisata. Di dalam studi filsafat pariwisata nilai praktis yang dimaksud adalah
nilai estetika dan nilai etika. Estetika adalah nilai yang mendasari pada desain
transportasi parwisata, desain tersebut memberikan landasan filosofis nilai dasar
transportasi pariwisata dan mendasari spesifikasi nilai yakni transportasi pariwisata
sebagai sarana dan daya tarik.
Sarana dan daya tarik sebagai nilai dasar transportasi pariwisata merupakan
landasan yang memberikan dasar ilmiah yang membedakan studi transportasi umum
dan studi transportasi khusus (pariwisata). Nilai etika mendasari pada kajian teori
praktis yakni etika berkaitan dengan perilaku subjek dalam mengoperasikan
transportasi pariwisata atau diistilahkan etika praksis. Kajian etika reflektif dalam
pembahasan studi transportasi tidak dibahas secara mendalam, dan masalah ini akan
dikaji dalam studi etika transportasi pariwisata.
Analisis nilai praktis yang mendasakan pada pendekatan estetika dan etika
praktis memberikan landasan teori transportasi humanitas, di mana pengelolaan dan
pengoperasian transportasi pariwisata dalam memberikan pelayanan yang
mengutamakan pada nilai kenyamanan dibandingkan dengan nilai kelancaran, karena
transportasi pariwisata bergerak pada pelayanan perjalanan wisata, bukan untuk
kepentingan distribusi.
Nilai dasar pariwisata, prinsip dasar pariwisata, nilai dasar transportasi pariwisata
dan nilai praktis pariwisata merupakan landasan untuk mengkonstruk pengertian
transportasi pariwisata. Analisis ini akan dijelaskan dalam bab berikutnya.
BAB IV
Pemahaman Dasar Transportasi Pariwisata
A. Pengertian Transportasi Pariwisata
Daerah Istimewa Yogyakarta, kota budaya, pendidikan dan kota
pariwisata, di samping memiliki variasi objek wisata juga memiliki
kantong-kantong parkir bus pariwisata. Central parkir yang ada di Kuta
Bali, halaman parkir objek wisata Jatimpark 2, tempat parkir toko sepatu
Formil dan Oval Cibaduyut Bandung adalah fasilitas parkir Bus
Pariwisata. Libur panjang akhir tahun 2015 kota-kota potensi kunjungan
wisata (Tanjung Benoa, Kuta, Joger, Malioboro, Gua Pindul dan Pantai
Indrayanti) macet dan fasilitas parkir tidak bisa menampung semua jumlah
armada mobil maupun bus pariwisata. Ilustrasi empiris ini memberikan
gambaran sensual tentang transportasi pariwisata darat terutama bus
pariwisata. Moda yang lain seperti wisata kapal pesiar Royal Caribbean
menghadirkan kapal Voyager of the Seas yang berlayar di Asia Tenggara
selama tiga hingga lima malam dengan pelayaran dari Singapura ke
Penang, Phuket dan Kuala Lumpur. Garuda, Air Asia, Lion, City Link,
Batik air, Nam Air menjadi kunci yang mendukung keberhasilan
pariwisata Indonesia. Sebagai negara kepulauan, keberadaan angkutan
udara memiliki peran penting untuk pengembangan pariwisata nusantara.
PT. Kereta Api Indonesia juga sudah mengoperasikan kereta / gerbong
wisata dengan dengan desain exclusiv. Beberapa ilustrasi tersebut apa
yang dimaksud pengertian transportasi pariwisata.
Pengertian transportasi pariwisata jika berangkat dari analisis landasan
teori diperoleh bahan baku untuk menyusun pengertian transportasi
pariwisata itu sendiri. Transportasi dalam bahasa Inggris (transportation)
artinya angkutan, yang menggunakan suatu alat untuk melakukan
pekerjaan tersebut, atau dapat pula berarti suatu proses pemindahan
manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan suatu alat bantu kendaraan darat, laut, maupun udara, baik
umum, khusus maupun pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak
menggunakan mesin (Simbolon, 2003: 2).
Mendasari pada arti dari tinjauan harfiah, nilai dasar dan makna
praktisi di dunia pariwisata, maka pengertian transportasi pariwisata
adalah sarana / moda untuk menghantarkan wisatawan dari tempat asal ke
daerah tujuan wisata atas dasar jadwal perjalanan yang sudah
direncanakan untuk memberikan pelayaanan dengan jaminan nyaman,
aman, menyenangkan, tepat, selamat sampai kembali ke tempat semula.
Manajemen transportasi pariwisata adalah mengelola operasional dan
membangun kerjasama antara perusahaan dengan mitra bisnis pariwisata
untuk memberikan pelayanan jasa transportasi wisata.
B. Unsur-Unsur Transportasi Pariwisata
Unsur adalah sesuatu yang dapat dipisahkan yang mempunyai fungsi
tertentu. Bisa diartikan pula, bagian yang dapat digunakan sebagai satuan
analisis tertentu. Suatu bagian yang tidak dapat diurai lagi menjadi bagian
yang lebih sederhana. Pengertian transportasi pariwisata yang sudah
dijelaskan di atas dapat diambil unsur-unsurnya yaitu; wisatawan, sarana
(Moda), akses (prasarana), tujuan (objek wisata), jadwal perjalanan dan
Lembaga.
Unsur-unsur tersebut dalam studi transportasi pariwisata menjadi
bagian analisis untuk menentukan atau menghasilkan suatu kebijakan
moda dan prasarana serta aktifitas wisata tertentu di dalam pembangunan
dan pengembangan potensi pariwisata. Kepentingan analisis masing-
masing unsur dapat memberikan perangkat teoritis untuk menyusun
rancangan dan mengelola pelayanan wisatawan.
C. Hubungan Transportasi dengan Pariwisata
Transportasi pariwisata dapat dikatakan sebagai urat nadi pertumbuhan
dan perkembangan serta untuk kemajuan potensi pariwisata. Hubungan
demikian transportasi pariwisata menjalankan fungsi sebagai unsur
penting yang melayani kegiatan-kegiatan pariwisata yang sudah maupun
sedang berjalan, dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses
pembangunan pariwisata.
dikemukakan di sini bahwa transportasi pariwisata itu merupakan
unsur penting di dalam kegiatan dan membangun pariwisata. Transportasi
pariwisata dalam arti transportasi khusus tidak akan bisa bekerja maksimal
tanpa didukung moda transportasi udara, laut, kereta api, atau transportasi
umum. Sebaliknya, transportasi umum tidak akan maksimal tanpa
didukung kepentingan pariwisata. Unsur pokok transportasi pariwisata
adalah adanya wisatawan, sarana, prasarana, objek wisata, lembaga, dan
jadwal perjalanan. Unsur-unsur ini yang mendasari spesifikasi dan
membedakan dengan transportasi umum.
D. Nilai Transportasi Pariwisata
Pembahasan nilai dalam kajian studi transportasi pariwisata memiliki
tujuan pemahaman kepada mahasiswa terhadap pengembangan bisnis
transportasi pariwisata. Nilai dalam studi ini memiliki arti pada hal-hal
yang berguna bagi pengembangan transportasi pariwisata, juga dalam
arti sesuatu yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk
merancang dan mengembangkan transportasi pariwisata.
Ilmuwan dorongan kuat dalam bertindak adalah pengembangan teori
dan penerapan teori dengan harapan untuk mendapatkan teori baru. Ada
dua nilai yang dijadikan materi pembahasan analisis transportasi
pariwisata, yaitu nilai manfaat dan nilai guna transportasi pariwisata.
1. Nilaai Manfaat
Transportasi udara, darat, dan laut memberikan konstribusi
pertumbuhan dan perkembangan pariwisata yang sangat dominan.
Penerbangan Asiana Airlines, Garuda Indonesia (GA 9963); (Cengkareng
(CGK) ke Seoul (ICN), Jakarta (CGK) ke Jeddah (JED) Saudi Arabia; Garuda
Indonesia, Air Asia Extra 971, Saudia 816, dan Lion 111. Hongkong (HKG)-
Jakarta (CGK) ; Garuda Indonesia, Cathay Pacifik 777, China Airlines 679.
Penerbangan Jakarta (CGK) ke Roma (RMA); Qatar Airways (16j), Thai
(16j), Singapore Airlines (16j), Emirates (17j), Etihad (18j).
Kapal Pesiar ; MS Allure of the Seas, Oasis of The Seas, Freedom of The
Seas, Liberty of The Seas, Independence of The Seas.
(Cruise ship/cruise liner); adalah kapal penumpang yang dipakai untuk
pelayaran pesiar, kapal mewah yang digunakan untuk wisata, untuk
menikmati waktu yang dihabiskan di atas kapal, memiliki rute yang selalu
kembali ke pelabuhan asal keberangkatan, mulai dari beberapa hari
sampai sekitar tiga bulan yang dilengkapi fasilitas hotel berbintang. MS
Allure of The Seas yang dibangun oleh Royal Caribbean International
Company tahun 2006. Panjang 360 meter, tinggi 360 meter. Kapasitas
penumpang 1385 wisatawan, 2000 crew, 25 restoran.
Moda transportasi darat (Kereta Api; Argo Willis, Argo Bromo,
Taksaka, Mutiara, Malioboro, Bima, dan lain-lainnya. Variasi pelayanan;
KA Eksekutif, Bisnis, Campuran, Ekonomi AC, Ekonomi, Lokal, KRL.
Bus Pariwisata Yogyakarta; Bimo Transporta (50), Tamijaya (45), Ardia
transport (20), Tunggal Daya (20), GG (21), 99 Trans (12), Karya Jasa
(38),OBL (40), Putra Remaja (23), Rahma Sinta (5), Ratna (9), Ramayana
(40), Remaja (19), Rejeki (15), Prayogo (18), Sumber Waras (39).
Moda darat, laut dan udara yang diuraikan di atas adalah sebagian
yang memberikan kontribusi nilai manfaat nyata terhadap dinamika
industri pariwisata dan pariwisata semakin memiliki nilai sosial ekonomi
yang sangat tinggi. Pariwisata dengan beberapa moda transportasi
tersebut memposisikan bisnis pariwisata menjadi industri pariwisata
besar (raksasa) setelah elektro, garmen, dan mineral bagi bangsa
Indonesia. Beberapa nilai manfaat transportasi pariwisata selain manfaat
ekonomi, ada juga manfaat sosial dan manfaat politik.
a. Manfaat ekonomis;
Kegiatan-kegiatan industri pariwisata diarahkan atau ditujukan
kepada produksi, distribusi, dan pemerataan kemakmuran. Dalam
kegiatan kepariwisataan dengan kebijakan swadaya, pemberdayaan
masyarakat diharapkan masyarakat bisa mengakses sumber daya
alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan kebutuhan dasar
manusia.
Kebutuhan dasar wisatawan seperti pangan, tempat istirahat, tempat
hiburan dan kebutuhan lainnya dalam kegiatan pariwisata belum
tentu tercukupi di mana lokasi tinggal kegiatan pariwisata, artinya
pengadaannya diperlukan distribusi dari daerah lain. keberadaan dan
distribusi kebutuhan pariwisata dapat memicu pertumbuhan
ekonomi.
b. Manfaat Sosial
Perilaku manusia seringkali berkaitan dengan tindakan-tindakan
pribadi atau kelompok, yang subjektif dan objektif. Termasuk ke
dalamnya adalah kegiatan-kegiatan terukur-tanggapan terhadap
rangsangan, dan gerakan dari pribadi atau kelompok (Al Buraey, 124).
Berikut dijelaskan bahwa pertama, Manusia memiliki keinginan
terhadap sesuatu, sesuai dengan kecerdasannya, ia memerlukan
makan, minum, pakaian, perhiasan, nikah, dan berkeinginan
bersahabat. Kerja, bermain atau wisata, dan kerjasama merupakan
keperluan manusia. Kedua manusia memiliki ingin tahu, dan ambisi
untuk menyingkap rahasia, untuk mengetahui misteri, serta
menemukan penyebab dan penalarannya. Manusia mampu bergerak
dari tidak tahu menjadi tahu, menantang bahaya, dan memeiliki
kemampuan untuk mengambil inisiatif. Ketiga manusia diciptakan
untuk menikmati kehidupan yang baik, sekaligus dipersiapkan untuk
menikmati kehidupan yang sempurna. Keempat, manusia tidak dapat
hidup sendirian, karena ia memang makhluk sosial. Secara naluriah,
manusia hidup dalam masyarakat, dan apabila ada dalam kelompok ia
akan mampu berbuat lebih. Ia jelas tidak dapat dipisahkan dari
induknya, familinya, kelompoknya atau masyarakatnya. Manusia
tidak akan pernah dapat melawan sifatnya sendiri.
Aspek –aspek sosial meliputi aspek kebudayaan, kesehatan,
pendidikan, dan rekreasi (wisata). Kegiatan ekonomi diarahkan untuk
memperbaiki standar hidup, tetapi manusia tidak merasa cukup
dengan terpenuhi kebutuhan ekonomi saja, akan tetapi memerlukan
kebutuhan sosial. Dalammelaksanakan kegiatan sosial ditunjang oleh
kegiatan transportasi (Adisasmita, 2014; 15). Transportasi tertentu,
dan kualitas transportasi memposiskan status sosial dalam
kehidupan kemasyarakatan.
c. Manfaat Politik
Negara kesatuan republik Indonesia dibagi dalam wilayah-wilayah
politik yang terdiri dari berbagai pemerintah daerah, berbagai letak
geografis dan geopolitis. Setiap daerah mempunyai pemerintahan
yang mengatur aspek kehidupan politik meliputi hubungan rakyat
dengan pemerintah, pemerintah dengan rakyat. Hubungan politik
tersebut diperlukan komuniksi efektif terutama daerah-derah
terisolasi oleh jarak dan keadaan geografisnya dapat dijangkau.
Peranan sektor transportasi dalam pembangunan bidang politik
adalah sebagai berikut;
1). Kesatuan nasional menjadi kuat
2). Pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat diperluas
3). Pertahanan dan keamanan nasional terhadap agresi dari luar,
kekacauan dari dalam ditentukan pula oleh sistem transportasi yang
efektif menunjang mobilitas dan distribusi, mampu memindahkan
kekuatan militer untuk stabilitas dan keamanan (Sasmita, 2014; 17).
2. Nilai Kegunaan
Transportasi memberikan produk pelayanan dalam bentuk jasa
transportasi. Jasa angkutan merupakan hasil (output) perusahaan
angkutan seperti jasa pelayaran kapal pesiar, kereta api, penerbangan,
bus pariwisata, dan lain-lain.
Pariwisata dan transportasi berkaitan dengan nilai sosial seseorang.
Wisata ke Singapura, Hongkong, Belanda atau Eropa dengan Garuda
Indonesia di dalam kehidupan sosial seseorang strata sosial naik lebih
tinggi dibandingkan dengan naik Air Asia, Lion Air dan sebagainya.
Kemajuan parwisata memberikan kekuatan perusahaan transportasi,
karena keperluan wisata rohani, wisata belanja, wisata pleasure, dan
tujuan wisata lainnya, semakin meningkat permintaan otomatis
memperkuat bisnis transportasi, dan sebaliknya jika berkurang
permintaan jasa angkutan, apabila kegiatan pariwisata mengalami
kelesuan.
3. Peranan dan Pentingnya Transportasi Pariwisata
Nilai dasar transportasi pariwisata adalah sarana dan daya tarik
wisata. Jasa angkutan adalah produk dalam menghantarkan wisatawan
dari tempat asal ke destinasi negara lain sebagaimana dengan program
atau itenarary yang disepakati berdampak memberikan kontribusi
pertumbuhan ekonomi negara tujuan.
Pentingnya sarana transportasi dalam perkembangan dunia bersifat
multidimensi. Salah satu fungsi dasar transportasi adalah
menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para
pembuat barang dengan para konsumen dan pelanggannya. Dunia
transportasi dapat diibaratkan seperti seperti sebuah rumah besar
dengan beberapa tingkat, banyak kamar, dan sejumlah jalur penghubung
yang masing-masing memiliki karakteristik (Khisty dan Lall, 2005; 1).
Hubungan antara kemajuan berbagai aspek jasa transportasi
berkaitan erat sekali dan saling bergantung satu sama lainnya, begitu
pula kemajuan jasa transportasi pariwisata. Sehubungan dengan itu
pembangunan pariwisata dan pembangunan bidang lainnya perlu
didukung dengan pembangunan dan perbaikan dalam sektor transportasi
pariwisata. Kemajuan dan perbaikan dalam sektor transportasi pariwisata
berarti tercermin dari kebijakan ongkos transportasi pada pemakai
jasanya, peningkatan kecepatan, ketepatan waktu, dan jaminan
keselamatan wisatawan, sebagaimana nilai filosofis dalam transportasi
humanism.
Peran dan pentingnya transportasi beserta kemajuan-kemajuannya
juga mencakup aspek politik sebagaimana terciptanya kesatuan nasional,
kebersamaan antar bangsa, tercipta dan kuatnya keamanan dan
ketahanan nasional serta berkembangnya saling pengertian serta
hubungan politik dan pemerintahan di antara berbagai negara di dunia.
Transportasi pariwisata juga dapat berfungsi membina dan
mengembangkan pengetahuan dan budaya nasional (Kamaluddin, 2003;
23). Transportasi pariwisata diharapkan dapat memberikan kemudahan
aksesbilitas potensi wisata daerah terpencil dan aksesbilitas yang sulit
dan menantang. Potensi wisata yang tersebar di berbagai nusantara agar
bisa diberdayakan dan dimaksimalkan pemberdayaannya diperlukan
rancangan transportasi khusus.
Penekanan dalam pembahasan sub bab ini adalah Transportasi
pariwisata dan sinergitasnya dengan pembangunan kepariwisataan.
Prinsip utama pariwisata adalah pelestarian, pengembangan dan
pemberdayaan potensi pariwisata yang meliputi potensi alam, binatang
langka, keanekaragaman budaya, teknologi, ekonomi kreatif, perbedaan
bahasa daerah, kesenian, dan potensi lainnya dapat berfungsi dan
berperan untuk stabilitas politik, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi
daerah, menghidupkan dan menggerakkan ekonomi pedesaan dan
daerah terpencil. Berperan juga transportasi pariwisata sebaga media
komunikasi antar budaya untuk kepentingan atraksi budaya, kesenian
daerah sebagai daya tarik kunjungan wisatawan.
BAB V
SISTEM TRANSPORTASI PARIWISATA
A. Permasalahan Studi Transportasi Pariwisata
Konstruksi Studi transportasi pariwisata memiliki tiga landasan,
pertama adalah basis realitas keilmuan atau nilai dasar kajian yaitu objek
material studi transportasi yakni sebuah analisis empiris yang berkaitan
dengan sarana untuk memenuhi pergerakan kebutuhan hidup
masyarakat. Basis analisisnya ada pada sarana pergerakan manusia, maka
analisis keilmuannya ada pada materi (sarana) yang digunakan manusia
untuk menuju kehidupan yang lebih sempurna. Analisis ini bisa diambil
pemahaman bahwa studi transportasi pariwisata adalah ilmu yang
bersumber pada analisis empirisme yakni metodologi yang digunakan
untuk membangun keilmuannya atas dasar analisis pengalaman. Contoh
sebuah pertanyaan, bagaimana Edi bisa sampai kota semarang dengan
waktu sekian jam,,,? Pertanyaan ini peneliti melihat langsung dengan
mata terhadap perjalanan edi menuju kota semarang. Diperoleh
pengetahuan pertama bahwa Edi perjalanannya memakai kuda sehingga
waktu tempuh hanya berkisar satu jam dalam perjalanannya.
Pengetahuan kedua Jalan (akses) yang dilewati dan ketiga tempat yang
dijadikan objek tujuan perjalanan Edi. Dapat disimpulkan berikutnya
adalah peneliti melihat; Edi, Kuda, jalan yang dilewati dan tujuan.
Keempat komponen tersebut adalah unsur-unsur yang dijadikan
landasan analisis studi transportasi pariwisata sebagai objek formal.
Struktur analisisnya yakni Edi sebagai subjek (manusia), Kuda sebagai
sarana yang dijadikan tumpakan untuk perjalanan (sarana), jalan yang
dilewati (analisis aksesbilitas), waktu tempuh dan tempat tujuan (analisis
tatakelola perjalanan). Jika disederhanakan pengertian ilmu transportasi
pariwisata adalah kajian yang objek materialnya; manusia (wisatawan),
sarana, prasarana, jadwal perjalanan, dan tujuan perjalanan. Objek
formal ilmu transportasi pariwisata adalah teori yang digunakan untuk
mendasari analsis objek material.
Basis ontologis ilmu transportasi pariwisata adalah empirisme, dan
status ilmunya masih belum memiliki basis metodologi yang kuat,
dikarenakan masih dalam tahapan perencanaan menuju ilmu mandiri.
Untuk memahami hal ini akan dibahas beberapa pendekatan antara lain
multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin ilmu.
Studi transportasi pariwisata masih mendasari pada studi
transportasi umum dalam tinjauan ilmu yang sudah mapan. Profesi
dalam bidang transportasi pariwisata menyandang suatu tanggungjawab
sosial yang sangat spesifik. Permasalahan demikian, diperlukan adanya
kebijkan akademik untuk memfasilitasi pelatihan dan penelitian
komprehensif dalam bidang studi transportasi pariwisata.
Kelemahan studi transportasi pariwisata apabila menggunakan
pendekatan bidang studi multidisiplin ilmu, akan berakibat terjadinya
krisis ilmu transportasi pariwisata. Pendekatan sistem adalah suatu cara
yang sistemik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang
melibatkan suatu sistem. Ini adalah suatu filosofi pemecahan masalah
yang khusus digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
kompleks (khisty dan Mohammadi, 2001).
Sistem adalah suatu perangkat yang terdiri dari bagian-bagian
yang saling berhubungan, disebut komponen, yang menjalankan
sejumlah fungsi dalam rangka mencapai suatu tujuan. Diartikan pula
yaitu sebagai suatu kesatuan, unit, atau integritas yang bersifat
komprehensif yang terdiri dari komponen-komponen yang saling
mendukung dan bekerjasama mengintegrasikan sistem tersebut. Sistem
dalam pengertian tersebut kalau salah satu terjadi rusak, maka rusak pula
sistem tersebut (Miro, 2012; 1).
Analisis sistem adalah penerapan metode ilmiah guna memecahkan
masalah-masalah yang rumit. Tujuan (goal) adalah hasil akhir yang
dikehendaki. Pernyataan-pernyataan operasional dari tujuan disebut
objektif, objektif harus terukur dan dapat diraih. Umpan balik dan
pengendalian sangat diperlukan agar performa suatu sistem bisa efektif.
Penyusunan objektif sangat mungkin membutuhkan proses yang
berulang-ulang. Setiap objektif memiliki ukuran-ukuran efektifitasnya
(measure of effectiveness / MOE) sendiri-sendiri. Suatu MOE merupakan
suatu ukuran yang menunjukkan hingga sejauh mana setiap tindakan
yang diambil dapat memenuhi objektifnya. Ukuran-ukuran yang
berhubungan dengan hilangnya keuntungan atau lepasnya peluang untuk
setiap alternatif disebut ukuran biaya (measure of costs/MOC). MOC
merupakan konsekuensi dari keputusan. Suatu kreteria menghubungkan
MOE dengan MOC dengan cara menetapkan suatu aturan keputusan
yang kemudian digunakan untuk memilih dari beberapa tindakan
alternatif yang biaya dan efektivitasnya telah diketahui. Salah satu tipe
dari kreteria khusus, suatu standar, adalah objektif yang pasti; tingkat
terendah (atau tertinggi) performa yang dapat diterima. Dengan kata
lain, standar merepresentasikan batas dari suatu performa di mana jika
ini tidak dipenuhi performa tidak akan diterima (Cornell, 1980 dan Khisty
dan Lall, 2005; 7). Sistem transportasi tidak hanya berintegrasi secara
internal (antar sesama komponen di dalam sistem transportasi), tapi juga
berintegrasi secara eksternal dan memiliki korelasi yang sangat kuat dan
utuh dengan sistem-sistem lain di luar sistem transportasi itu sendiri,
terutama dengan objek yang dilayani (Miro, 2012; 1) yaitu kegiatan
kepariwisataan.
Dalam komunitas, sering kali dijumpai konsep-konsep rumit yang
membentuk keinginan dasar dan menggerakkan perilaku. Keinginan ini
dapat diistilahkan dengan nilai (value). Nilai adalah dasar yang
membentuk persepsi dan perilaku manusia. Karena nilai digunakan
bersama oleh sekelompok orang dalam satu ikatan yang sama, maka
wajar apabila berbicara mengenai nilai sosial (social value) atau nilai
budaya (cultural value). Nilai-nilai mendasar yang dianut oleh suatu
kelompok masyarakat mencakup keinginan untuk bertahan hidup,
kebutuhan untuk memiliki, kebutuhan akan ketentraman, dan kebutuhan
akan rasa aman (Khisty dan Lall, 2005: 7, bandingkan Vinton, 1990,
Wheeller, 1994, dan bisa dibaca di dalam Filsafat pariwisata, 2014; 186).
Beberapa nilai dasar yang dapat dijadikan landasan ilmu transportasi
pariwisata antara lain ilmu bidang; ekonomi dan bisnis, geografi,
perencanaan wilayah, sosiologi, psikologi, hukum, statistik dan
probabilitas dipadu dengan perangkat analisis yang dipakai dalam studi
pariwisata. Relasi ontologis ilmu dengan pendekatan epistemologis
interdispliner ilmu; integrasi – interkoneksi saya yakin bisa menjadi
sebuah studi transportasi pariwisata yang mapan.
Permasalahan pada aspek praksis, seperti pelayanan, memenuhi
permintaan pada peak season (high season) dan low season (off season).
Jaminan keselamatan penumpang, kualitas pelayanan, kualitas
transportasi, teknologi dan informatika, manajemen operasi transportasi
lokal objek wisata masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diperbaiki.
Permasalahan transportasi pariwisata tersebut diperlukan solusi dengan
pendekatan sistemik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang
melibatkan satu sistem. Pemecahan masalah yang khusus (tourism
transportation) digunakan untuk memecahkan permaslahan yang
kompleks.
Permasalahan lain adalah transportasi pariwisata sebagaimana
dijelaskan di atas yakni sebagai daya tarik kunjungan wisatawan.
Keberadaan transportasi demikian maka bersifat khusus, artinya desain
peruntukannya bersifat lokal. Karena demikan sistem yang dibangun
sedikit ketergantungannya dengan moda transportasi jalan raya.
Tahap-tahap dalam Analisis Sistem;
1. Mengindentifikasi masalah-masalah dan nilai-nilai komunitas
2. Menentukan tujuan
3. Mendefinisikan objektif
4. Menentukan kriteria
5. Merancang alternatif aksi untuk mencapai tahap 2 dan 3
6. Mengevaluasi alternatif aksi, ditinjau dari sisi efektivitas dan biaya
7. Menguji objektif dan seluruh asumsi
8. Mengkaji alternativ baru atau melakukan modifikasi atas tahap 5
9. Menentukan objektif baru atau melakukan modifikasi atas tahap 3
10. Mengulang seluruh tahap hingga solusi yang memuaskan tercapai,
dengan tetap mempertahankan kriteria, standar dan nilai (Khisty dan
Lall, 2002: 8).
B. Sistem Transportasi Pariwisata
Pembahasan sistemtransportasi pariwisata agar memperoleh analisis
yang komprehensif diawali pembahasan masalah sistem transportasi
nasional (sistranas), karena transportasi pariwisata tidak bisa lepas dari
kebijakan sistem transportasi nasional. Kebijakan pembangunan
transportasi nasional pertama-tama tercermin dalam kebijakan
pengembangan sektor transportasi dalam kesisteman yang dikenal
dengan istilah SISTRANAS (Sistem Transportasi Nasional) yang telah lama
dipersiapkan, dilaksanakan, dan dikembangkan oleh pemerintahan
nasional.
Pentingnya sarana transportasi dalam perkembangan dunia bersifat
multidimensi. Sebagai contoh, salah satu fungsi dasar transportasi adalah
menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau pembuat
barang dengan para pelanggannya. Sudut pandang yang lebih luas,
fasilitas transportasi memberikan aneka pilihan untuk menuju ke tempat
kerja, pasar, dan sarana wisata, serta menyediakan akses ke sarana-
sarana kesehatan, pendidikan, dan sarana lainnya (Khisty dan Lall, 2005;
1). Transportasi pariwisata memiliki ciri khusus yakni menghantarkan
wisatawan dari tempat asal ke tempat tujuan wisata dalam rangka
perjalanan untuk menjelajahi objek-objek wisata, berlibur, bernostalgia,
olahraga, belanja, dan tujuan lainnya.
Fitrah manusia adalah bergerak, berjalan, dinamik dan energik.
Perjalanan dalam arti wisata pada hakikatnya adalah pergerakan, artinya
wisata dalam arti manusia total yang berjalan itu termasuk hatinya,
psikologisnya, kecerdasannnya, budayanya, keyakinannya. Perjalanan
wisata dalam arti bukan sekedar fisik manusia untuk menikmati
kesenangan dan hiburan semata. Nilai dasar ini yang membedakan wisata
dengan urban dan mobilisasi serta bisnis. Pariwisata dalam arti
pergerakan fitrah manusia mendasari terhadap kebijakan pembangunan
dan pengembangan transportasi pariwisata. Kebijakana meliputi
rancangan dan pengelolaan serta dalam pelayanan transportasi terhadap
pengguna jasa transportasi tersebut. akan ada selama masih ada
manusia, pariwisata akan tetap ada di mana ada manusia, dan wisata
dalam arti kesenangan dan istirahat sejati tempatnya adalah di surga.
Motivasi perjalanan bersifat dinamik, orang melakukan perjalanan
didorong oleh kebutuhan praktis dalam politik dan perdagangan,
perasaan ingin tahu, kepentingan keagamaan, mencari ilmu, untuk tujuan
kenikmatan dan kesenangan (pleasure). Abad XVII dan XVIII bentuk
perjalanan dalam arti hiburan untuk mengunjungi keindahan kota,
bangunan bersejarah, pantai, gunung mulai menarik perhatian
wisatawan dari berbagai negara.
Penemuan kereta api sekitar pertengahan abad ke XIX menyebabkan
terjadinya revolusi di dunia perjalanan. Jaringan-jaringan kereta api
nasional memberi kemungkinan semakin mudah dan luas daerah-daerah
yang dapat dijangkau. Penemuan lokomotif tersebut mempunyai tiga
pengaruh penting yaitu; kecepatan, kapasitas, serta biaya yang lebih
rendah. Penemuan ini memungkinkan pariwisata berkembang lebih
cepat dibanding dari waktu-waktu sebelumnya.
Karakter wisata atau perjalanan sebagaimana dijelaskan di atas,
merupakan dasar yang membedakan sistem transportasi pariwisata
(khusus) dengan sistem transportasi umum. Transportasi pariwisata nilai
dasarnya adalah untuk menghantarkan wisatawan dalam perjalanan
menuju lokasi-lokasi wisata, menghantarkan wisatawan untuk kunjungan
ke destinasi.
Tourist destination transportation adalah sarana dan prasarana
angkutan wisata menuju dan dari daerah tujuan wisata dan dalam lokasi
interen daerah yang bersangkutan (udara, laut, darat, alat angkutan
lokal; antara lain, andong, becak, sepeda, kuda, perahu, dan lain-lainnya)
(Pendit, 2005; 156).
Pemahaman tourist destination transportation mengandung
pengertian bahwa transportasi pariwisata baik moda maupun prasarana
sistem transportasinya terbatas pada kepentingan pengembangan
pariwisata dan pelayanan kebutuhan transportasi wisatawan, terutama
kepentingan perjalanan wisatawan dari lokasi pemberangkatan, bandara,
terminal, stasiun, dan pelabuhan ke tempat tujuan wisata. Beberapa
sistem transportasi pariwisata yang terjadi antara lain dalam bentuk
carter dan reguler.
Kemajuan pariwisata, bersinergi dengan kebutuhan akan transportasi
pariwisata. Kebutuhan akan jasa transportasi pariwisata ditentukan oleh
jumlah wisatawan yang dihantarkan dari suatu tempat ke tempat tujuan
wisata. Jumlah kapasitas angkutan yang tersedia dibandingkan dengan
kebutuhan perjalanan wisatawan bersifat variatif. Permintaan terhadap
jasa transportasi pariwisata adakalanya terjadi peak season, dan ada
kalanya low season.
C. Lalu lintas sebagai Fungsi kegiatan transportasi pariwisata;
Pariwisata akhir-akhir ini menjadi trend pembangunan daerah, setiap
masuk kota terpampang tulisan ucapan selamat datang di kota wisata;
kota batik, kota bumi wali, kota wali, kota bahari, dan sebagainya.
Pariwisata dijadikan mesin cetak uang untuk PAD. Konsekuensi dari
kebijakan tersebut adalah membangun fasilitas potensi dalam rangka
untuk menarik minat kunjungan. Fasilitas umum untuk kepentingan
pariwisata minimal yang harus dimiliki antara lain, terminal, stasiun,
pelabuhan, bandara, rest area, informasi pariwisata, akses jalan yang
memadahi, rambu-rambu lau lintas penunjuk lokasi wisata, dan
sebagainya.
Objek wisata (pantai, heritage, alam, wisata belanja, kuliner) adalah
lokasi yang menjadi daya tarik kunjungan wisata. Transportasi dalam hal
ini sebagai kegiatan untuk memfasilitasi wisatawan dalam mengakses
dari terminal, stasiun, bandara, pelabuhan dan dari rest area ke lokasi
objek wisata. Wisatawan yang menggunakan transportasi carter , car
rent, tentunya yang diperlukan adalah akses prasarana (jalan, tempat
parkir, rest area, rambu-rambu lalu lintas, informasi wisata) yang
memadahi.
D. Carter Transportation (sewa transportasi)
Karakteristik transportasi pariwisata adalah carter transportastion,
sistem carter untuk paket wisata pada awalnya sistem ini diperkenalkan
baik bagi wisatawan maupun untuk maksud-maksud lain dalam arti biasa,
misalnya pesawat, bus, mobil, kereta/gerbong, becak, kereta kuda,
sepeda motor, sepeda onthel, dan sarana transportasi lainnya. Sistem
carter atau sewa untuk kepentingan paket wisata pemberangkatannya
tidak dijadwalkan secara reguler dan demi kelancaran, kenyamanan dan
jaminan keselamatan.
Awal tahun 1950-an, di mana pariwisata mengalami perkembangan
pesat dan meluas di Eropa kemudian beberapa agen perjalanan mulai
berfikir untuk mengusahakan pelayanan carter pesawat udara ke
destinasi-destinasi tertentu, sehingga mulailah serangkaian operasi
pesawat carteran yang dikenal sebagai back to back charter. Hal ini
merupakan pola baru, karena para agen perjalanan ini dan perusahaan
transportasi mendapat keuntungan lebih, sehingga mampu membeli
pesawat-pesawat mereka sendiri dari perusahaan angkutan dengan
harga terjangkau dan persyaratan pembayaran yang mudah. Pebisnis
transportasi kemudian mampu menekan harga angkutan udara reguler
dan menjual suatu paket wisata yang lengkap, termasuk di dalamnya
harga transpor lokal, penhginapan, kuliner dan excursion, dengan tingkat
harga yang sama atau bahkan lebih murah dari pada tarif angkutan udara
yang biasa ke suatu daerah tujuan tertentu (Wahab, 2003; 230).
Permasalahan muncul dalam pengertian transportasi pariwisata,
yakni kereta api, pesawat terbang ruguler, bus way baik trans Jakarta,
trans Jogja dan sejenis apakah masuk dalam pengertian transportasi
pariwisata. Analisis untuk memberikan jawaban persoalan tersebut, jika
berdasarkan pada pengertian transportasi pariwisata adalah moda untuk
menghantarakan wisatawan untuk kunjungan wisata dengan jadwal atau
itenerary yang sudah disepekati antara biro perjalanan wisata dengan
wisatawan, maka transportasi umum atau reguler yang kemanfaatannya
bukan untuk wisatawan dan kunjungan objek wisata, maka beberapa
moda tersebut bukan masuk pada pengertian transportasi pariwisata.
Perkembangan trand pariwisata kedepan akan lahir pesat moda
transportasi pariwisata bersifat carter untuk kepentingan perjalanan
wisata. Termasuk di dalamnya akan diperlukan bandara dan pelabuhan
serta terminal khusus atau rest area sebagai terminal pemadu
transportasi pariwisata khusus untuk pelayanan pariwisata.
E. Penyusunan Jaringan transportasi pariwisata
Permasalahan yang banyak terjadi adalah jaringan lalu lintas yang ada
dan koneksitas dengan lokasi objek wisata tidak terencana secara
integritas. Pola lalu lintas sering mengalami perubahan-perubahan rute,
dikarenakan oleh pertumbuhan sarana transportasi yang tidak seimbang
dengan perbaikan prasarana transportasi. Pola-pola jaringan lalu lintas
antara lain; pola satu arah (one way traffic), atau dua arah (two ways
traffic), hal ini tergantung dengan kondisi prasarana transportasi dan
kemampuan daerah. Idealnya dirancang dengan pola ring roads, dan di
luar ring roads tersebut dapat dibuat outer ring road (lingkaran jalan di
luar ring road yang telah ada).
F. Efektivitas Sistem Transportasi Pariwisata
Kebutuhan akan transportasi pariwisata mengalami peningkatan
sebanding dengan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Wisata dalam
arti perjalanan untuk rekreasi menunjukkan kemajuan. Aksessibilitas dan
kapasitas dalam arti kemudahan masyarakat memperoleh pelayanan
transportasi pariwisata diperlukan adanya analisis permintaan dan
penawaran.
Kualitas pelayanan jasa transportasi yang berorientasi carter dan
rental terutama usia kendaraan, fasilitas kendaraan, jaminan
keselamatan dan sumberdaya manusia mengalami peningkatan.
Keterjangkauam pelayanan (afordabilitas) oleh daya beli masyarakat
terhadap transportasi pariwisata selalu mengalami peningkatan.
Pemanfaatan prasarana dan sarana transportasi pariwisata juga
mengalami peningkatan.
BAB V
REKAYASA TRANSPORTASI PARIWISATA
Transportasi pariwisata adalah moda atau sarana untuk menghantarkan
wisatawan dari tempat asal ke tempat tujuan wisata berdasarkan jadwal
perjalanan yang telah disepakati sebelumnya.
Rekayasa transportasi adalah penerapan suatu ilmu yang berkaitan
dengan teknologi di mana sifat-sifat dari zat dan sumber-sumber energy
yang ada di alam digunakan untuk kepentingan manusia dalam bentuk;
struktur bangunan, mesin, alat produksi, system, dan proses lainnya (Sani,
2010; 19). Rekayasa transportasi selalu dikaitkan dengan Ilmu Teknologi
seperti; penerapan dari sains di mana sifat-sifat zat dan sumber-sumber
energy alam dipakai untuk mengangkut penumpang dan atau barang
selalu dihitung dengan suatu cara yang berguna bagi manusia secara
efisien.
Rekayasa transportasi pariwisata adalah suatu perencanaan,
analisis, dan desain sarana (moda) dan prasarana serta manajemen dengan
mendasarkan pada teori rekayasa untuk menjadikan sarana dan prasarana
sebagai daya tarik kunjungan wisata.
Prinsip rekayasa (engineering) yang terdiri dari perencanaan,
analisis dan desain yang berkaitan dengan disiplin ilmu teknik yang
berkaitan dengan system transportasi ini seperti; teknik sarana, teknik
prasarana, pemikiran tentang alat yang berkaitan dengan keselamatan dan
kenyamanan, juga melihat pengaruhnya terhadap lingkungan atau tenaga
yang akan digunakan untuk menggerakkan sarana yang disebut piranti
“keras” dalam system transportasi.
Rekayasa transportasi terutama yang terkait dengan perencanaan
dan operasinya system transportasi ini harus memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan dampaknya dari system transportasi ini akan selalu
berkaitan dengan Ilmu Sosial, seperti perilaku manusia (human behavior),
bidang ekonomi (welfare), perencanaan perkotaan (urban planning) atau
ilmu politik termasuk ilmu hukum. Hal ini menerangkan secara tersirat
bidang apa saja yang akan masuk dan profesi apa yang akan
berkecimpung di dalam rekayasa transportasi. Betapa banyak dan
beragamnya bidang pekerjaan (ilmu) dalam transportasi dan untuk
melibatkan adanya proses alamiah dalam proses transportasi ini,
mencakup bidang ilmu yang berkaitan dengan hal-hal mengenai
perencanaan, implementasi dan evaluasi system transportasi yang sudah
ada (Sani, 2010; 20).
Sebagai contoh perencanaan suatu jalan piranti keras dalam
system transportasi maka diperlukan dalam perencanaannya beberapa
bidang ilmu antara laian;
1. Teknik Sipil
2. Teknik Geodasi
3. Ilmu Fisika
4. Matematika dan Statistika
5. Ilmu Ekonomi
6. Ilmu-Ilmu Sosial
7. Dan Ilmu-Ilmu Lainnya (Sani, 2010;20).
Ruang lingkup rekayasa transportasi
Keinginan manusia untuk senantiasa bergerak dan kebutuhan
mereka akan barang telah menciptakan kebutuhan akan transportasi.
Preferensi manusia dalam hal waktu, uang, kenyamanan, dan kemudahan
mempengaruhi moda (cara) transportasi apa yang akan dipakai, tentu saja
sejauh moda transportasi tersebut tersedia bagi si pengguna (Khisty, Lall,
2005; 5).
Tehnik transportasi sebagai penerapan prinsip-prinsip sains dan
teknologi dalam perencanaan, desain fungsional, pengoperasian, dan
pengelolaan berbagai fasilitas untuk segala bentuk moda transportasi
dengan tujuan untuk menjamin pergerakan manusia dan barang yang
aman, cepat, nyaman, mudah, ekonomis, dan ramah terhadap lingkungan.
Tehnik lalu lintas, salah satu cabang dari teknik transportasi, dapat
dideskripsikan sebagai “bagian dari teknik transportasi yang berhubungan
dengan perencanaan, desain geometris, dan pengoperasian lalu lintas jalan
(road), jalan umum (street), jalan raya (highway), jaringan-jaringannya,
terminal, lahan yang ditempatinya, dan hubungannya dengan moda
transportasi lainnya” (Khisty, Lall, 2005; 5).
Perencanaan, Pemodelan, dan rekayasa
transportasi
Permasalahan transportasi dan tehnik perencanaannya mengalami
revolusi yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada saat ini masih dirasakan
banyak permasalahan transportasi yang sebenarnya sudah terjadi sejak
tahun 1960-an dan 1970-an, misalnya kemacetan, polusi suara dan udara,
kecelakaan dan tundaan (Tamin, 2008; 33).
Akhir tahun 1980-an, Negara maju memasuki tahapan yang juah
lebih maju dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu di sector
perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi. Hal ini disebabkan
antara lain oleh pesatnya perkembangan pengetahuan elektronika dan
computer yang memungkinkan berkembangnya beberapa konsep baru
mengenai system prasarana transportasi, system pergerakan, dan
peramalan kebutuhan akan transportasi yang tidak pernah terpikirkan
pada masa lalu (Tamin, 33).
Proses perencanaan merupakan bagian dari proses pengambilan
keputusan atau kebijakan. Dengan kata lain, para pengambil keputusan
atau kebijakan akan menggunakan hasil dari perencanaan dan pemodelan
sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan (Tamin, 2008; 34).
Semakin tingginya pendapatan dan kemajuaan taraf hidup,
menyebabkan meningkatnya pergerakan manusia untuk mengadakan
perjalanan wisata. Tingginya tekanan yang dirasakan oleh setiap orang
yang tinggal di daerah perkotaan menyebabkan rekreasi menjadi suatu
kebutuhan utama. Sudah barang tentu hal inipun menyebabkan semakin
banyaknya pergerakan (Tamin, 2008; 36).
Orang yang melakukan pergerakan perjalanan wisata disebabkan
antara lain; pertama, meningkatnya kemajuan tingkat kecerdasan
masyarakat, kedua, meningkatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Ketiga, kesibukan manusia yang menyebabkan kepenatan dan
ketidaksegaran spiritual. Untuk memberikan solusi perkembangan
paradigm masyarakat demikian, beberapa perkembangan penting dalam
perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi untuk memiliki
konsep transportasi pariwisata humanis, yakni menjadi daya tarik dan
memberikan pelayanan maksimal.
Model dan peranannya
Model adalah suatu penyederhanaan realita (dunia yang sebenarnya).
Model merupakan cerminan dan penyederhanaan realita untuk tujuan
tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan
(Tamin, 1988, 1997a, 200a, 2005; 37). Beberapaa model dapat
mencerminkan realita secara tepat. Taman Mini Indonesia Indah, salah
satu objek wisata yang merupakan model miniature Indonesia.
Wisatawan untuk mengenal Indonesia yang memiliki 34 wilayah
propinsi dan kekayaan budaya tidak perlu mengeluarkan biaya dan
waktu lama untuk berkunjung ke seluruh propinsi (realita), tetapi dapat
membayangkannya dengan hanya melihat model TMII. Model fisik
(model arsitek, model tehnik sipil, wayang golek, dan lain-lain.
 Peta dan diagram (grafis)
 Model statistika dan matematika (persamaan) yang
menerangkan beberapa aspek fisik, social-ekonomi, dan model
transportasi (Tamin, 2005; 37).
Transportasi dan Wisata Alam dan Wisata Minat Khusus sebagai Daya Tarik
Pembahasan pada sub bab transportasi wisata alam merupakan pembahasan
analisis berdasarkan pada kajian interdisiplin ilmu ecotourism dan tourism
transportastion. Ragam wisata alam yang terbentang memiliki daya tarik kunjungan
dan kebanyakan ada di kawasan sulit dijangkau wisatawan. Kepentingan wisatawan
alam (ecotourist) memerlukan sarana dan prasarana khusus, tidak sama dengan yang
diinginkan sebagaimana wisatawan pada umumnya. Kajian pada sub bab ini dibatasi
pada analisis kepentingan transportasi pariwisata dan estetika alam dalam upaya
pelestarian alam yang dapat dijadikan sumber ekonomi yang berkelanjutan, dikelola
secara manajemen yang memadukan teori transportasi pariwisata dan estetika alam.
Atraksi wisata alam terdiri dari dua kelompok yaitu wisata perairan atau wisata
bahari dan wisata daratan. Wisata perairan (bahari/marine), selat, teluk, sungai, dan
danau berupa kegiatan wisatawan untuk berlayar, susur sungai, dan lain-lain. Wisata
daratan berupa kegiatan offroad, labasan , sepeda gunung, penelusuran gua, terbang
layang, airo spot, paralayang, penelitian, dan lain-lain.
Wacana filosofis masalah keindahan alam sampai sekarang masih terbatas pada
analitika estetika Anglo-Amerika. Fenomena pariwisata terletak di luar bidang kajian
tersebut. Estetika lingkungan merupakan kajian baru dan berkembang pada sub
bagian dalam estetika terapan, namun apresiasi estetika alam dan pariwisata sangat
terkait erat secara historis dan filosofis (Carlson, 2000: 4-11). Kajian hal ini
bagaimanapun suatu tugas yang tidak mudah, disamping problem kelangkaan
literatur. Studi hal tersebut literatur yang ada baru sebatas studi ekowisata (wisata
lingkungan) dalam arti misi industri dan pelestarian. Ada yang berpendapat bahwa
studi pariwisata memiliki ruang lingkup kajian estetika alam. Mencakup atraksi
wisata alam antara lain; padang gurun, taman kota, perkebunan (agrowisata), seni
lingkungan, termasuk juga objek mulai dari pantai pasir putih, Taman Safari; satwa
cagar alam (gajah, Badak, rusa, atau spesies fauna dan flora, ekosistem,
menggabungkan transportasi, objek wisata, dan fenomena alam. (Carlson, 2000: xx-
xxi; Budd, 2003: 3).
Pembahasan masalah transportasi pariwisata dan objek wisata alam tersebut
adalah merupakan analisis fokus pada pembahasan pengelolaan transportasi
pariwisata dalam upaya meningkatkan kunjungan wisata alam yang memerlukan
moda dan prasarana khusus. Kepentingan estetika alam dan desain transportasi
pariwisata bersifat khusus diperlukan rekayasa sarana (moda khusus), rekayasa
prasarana yakni jalur khusus dan rekayasa manajemen transportasi wisata alam.
Indonesia memiliki potensi atraksi wisata alam yang sangat banyak dan
menarik untuk dikembangkan. Potensi tersebut sebagian terletak di kawasan yang
sulit diakses oleh transportasi. Objek wisata alam yang beraneka ragam ini perlu
dirancang khusus dalam pemanfaatan dan pengusahaannya secara khusus juga,
rekayasa khusus diharapkan kehadiran transportasi periwisata tidak berdampak pada
kerusakan fisik maupun non fisik, sehingga konsep konservasi sumberdaya alam
untuk wisata ini dapat diwujudkan. Kepariwisataan alam merupakan segala sesuatu
pengusahaan wisata alam yang menyangkut penyelenggaraan ke objek wisata alam.
Peningkatan dan pengembangan kepariwisataan alam harus dilakukan terhadap kedua
aspek yaitu penyelenggaraan dan objeknya (Fandelli, 2001: 69).
Transportasi sebagai sarana untuk menghantarkan wisatawan dalam menikmati
objek wisata alam, transportasi pariwisata demikian juga medasarkan pada nilai dasar
transportasi yaitu sebagai sarana daya tarik bagi wisatawan untuk perjalanan wisata.
Wisata alam dan transportasi merupakan dua nilai dasar yakni keindahan, sarana
untuk menjangkau tujuan dan juga nilai daya tarik dimana moda menjadi pilihan
untuk kegiatan wisata alam. Hubungan organis antara transportasi dan alam agar tidak
menjadikan penyebab rusaknya wisata alam tentu diperlukan rekayasa transportasi
pariwisata yang memberikan konstribusi kelestarian alam.
1. Transportasi, Wisata Budaya dan Daya Tarik
Pengembangan pariwisata Indonesia pada dasarnya menggunakan konsep
pariwisata budaya (cultural tourism) seperti telah ditetapkan dalam Undang-Undang
No. 9 Tahun 1990 (Dirjen Pariwisata, 1992). Fungsi yang melekat pada warisan
budaya itu membuatnya harus terbuka untuk dikunjungi dan dilihat oleh orang
banyak. Tetapi di lain pihak, sebagai akibat dari fungsinya tersebut, harus pula
dilestarikan dengan cara seksama, dengan demikian generasi berikutnya dapat
mengetahui dan mengagumi kebesaran nenek moyang bangsanya.
Kekhawatiran terhadap dampak kunjungan wisatawan asing yang setiap tahun
mengalami peningkatan itu dapat dihindarkan apabila perencanaan pariwisata itu
dilakukan secara terpadu. Seperti mempertahankan kualitas, sebenarnya tidak perlu
menghambat pembangunan pariwisata. Mempertahankan mutu, kerja sama antara
jajaran pariwisata dan kebudayaan harus akurat.
Pariwisata itu membangun atau menghancurkan? Pertanyaan itu timbul karena
cukup banyak dijumpai dampak pariwisata yang terjadi di lapangan, seperti
merosotnya kualitas barang-barang seni budaya, terjadinya komersialisasi seni
budaya itu sendiri, sampai-sampai terjadinya pencemaran tempat-tempat beribadah
yang dianggap sakral oleh masyarakat penganutnya (Yoeti, 2006: 136). Diakui
adanya komoditisasi dari berbagai aspek kebudayaan dan keagamaan, yang
memunculkan konflik karena pengaruh pariwisata (Pitana dan Gayatri, 2005: 137).
Kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam menghadapi pariwisata,
proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas otomatis hilang. Akulturasi
merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antar budaya.
Bagaimana studi transportasi pariwisata dalam kontribusinya baik dalam aspek
teori dan praktis pada objek wisata budaya. Analisis permasalahan ini rekayasa moda
dan infrastruktur transportasi harus mempertimbangkan nilai-nilai budaya di mana
budaya dijadikan objek wisata. Wisata budaya adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh wisatawan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk tujuan
penyegaran dan menambah pengetahuan wisatawan dengan harapan kunjungan
wisata budaya wisatawan dapat menambah pengetahuan, kepuasan batiniah, dan
meningkatkan integritas yaitu nilai kejujuran dan berkarakter kuat atau semakin
mantab jatidirinya wisatawan.
Tempat-tempat khusus yang dimkasud sebagaimana objek wisata budaya yang
banyak dikunjungi wisatawan antara lain; Pura Tanah Lot Bali, Candi Boro Budur
Jawa Tengah, Candi Prambanan di Sleman Jogjakarta, Pura Luhur Uluwatu Bali,
Istana Tirta Gangga Bali, Kapal Karam USS Liberty, Bali, Masjid Raya
Baiturrahman, Banda Aceh, Pura Tirta Empul, Bali, Pura Besakih, Bali. Istana
Maimun, Medan. Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Keraton Yogyakarta,
Yogyakarta. Festival Lembah Baliem, Papua. Festival Krakatau, Lampung. Toraja,
Tana Toraja. Gunung Bromo, Pulau Komodo, Lawang Sewu, Kota Tua Jakarta,
Objek wisata Ziarah Para Wali.
Beberapa objek wisata tersebut dalam studi transportasi pariwisata bias
memberikan kajian akademik dalam upaya untuk membuat dan menambah daya tarik.
Karaton Yogyakarta, salah satu contoh sarana transportasi wisata bisa dikembalikan
dengan transportasi tradisional, seperti sepeda tua dan kereta kuda dengan rekayasa
model dan manajemen berangkat dari stasiun Tugu melewati Malioboro berhenti di
luar beteng. Objek wisata candi Prambanan-Ratu Boko, Candi Barong dan Candi Ijo
direlasikan dengan objek wisata Breksi diperlukan desain transportasi pariwisata.
Kajian transportasi pariwisata untuk kepentingan peningkatan daya tarik kunjungan
wisata budaya diperlukan kajian interdisiplin ilmu antara lain studi pariwisata,
transportasi, kebuayaan, dan estetika.
2. Transportasi dan Daya Tarik Wisata Rohani
Wisata spiritual sebagai bentuk wisata alternatif, Maurice Shadbolt (1976)
dikutip oleh Singh dalam makalah; Aesthetic Pleasures; Contemplating Spiritual
Tourism, ed; (Tribe, 2009: 135) secara sederhana diartikan sebuah sintesis antara
spiritualitas dan pariwisata moderen sebuah utopia philosopherâ’s? Analisis
terjadinya bipolaritas yakni hidup berdampingan dan berlawanan antara yang terang
dengan gelap, baik dengan buruk dan indah dengan jelek. Wisata rohani menawarkan
bentuk wisata kesalehan dan kesenangan. Menyatukan antara wisata rohani dan
wisata kesenangan merupakan solusi atas kekhawatiran tersebut.
Wisata rohani memberikan manfaat kepada wisatawan yakni memberikan
dorongan transformasi kejiwaan dalam bentuk perilaku mulia atau kebajikan.
Kombinasi kontemplasi, keterlibatan, aktualisasi dan kesejahteraan (seperti
Materi Manajemen Transportasi Pariwisata
Materi Manajemen Transportasi Pariwisata
Materi Manajemen Transportasi Pariwisata
Materi Manajemen Transportasi Pariwisata
Materi Manajemen Transportasi Pariwisata

More Related Content

What's hot

Sumber daya manusia pariwisata
Sumber daya manusia pariwisataSumber daya manusia pariwisata
Sumber daya manusia pariwisataNoersal Samad
 
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaDampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaLestari Moerdijat
 
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era Digital
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era DigitalPengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era Digital
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era DigitalDadang Solihin
 
contoh cara menghitung harga paket wisata
contoh cara menghitung harga paket wisatacontoh cara menghitung harga paket wisata
contoh cara menghitung harga paket wisataNur Agustin Mufarokhah
 
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataPPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataDoris Agusnita
 
Komponen kegiatan pariwisata
Komponen kegiatan pariwisataKomponen kegiatan pariwisata
Komponen kegiatan pariwisataSekar Advianty
 
Ppt Bispar SAP 4
Ppt Bispar SAP 4Ppt Bispar SAP 4
Ppt Bispar SAP 4Novi Ariani
 
Arah Kebijakan - Kemenparekraf
Arah Kebijakan - KemenparekrafArah Kebijakan - Kemenparekraf
Arah Kebijakan - KemenparekrafECPAT Indonesia
 
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi PariwisataIrwan Haribudiman
 
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali Baru
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali BaruPPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali Baru
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali BaruIrma Charisma Hatibie
 
3.1. memahami industri pariwisata
3.1. memahami industri pariwisata3.1. memahami industri pariwisata
3.1. memahami industri pariwisataSigitHaryadi3
 
Konsep pariwisata IT
Konsep pariwisata ITKonsep pariwisata IT
Konsep pariwisata ITSTT Harapan
 
Sistem kepariwisataan
Sistem kepariwisataan Sistem kepariwisataan
Sistem kepariwisataan Yani Adriani
 
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi WisataIrwan Haribudiman
 
Part III, menyusun dan menjual paket wisata
Part III, menyusun dan menjual paket wisataPart III, menyusun dan menjual paket wisata
Part III, menyusun dan menjual paket wisatahattaalwi
 
M08 Dampak Pariwisata
M08 Dampak PariwisataM08 Dampak Pariwisata
M08 Dampak PariwisataSapto Siswoyo
 

What's hot (20)

Daya tarik wisata
Daya tarik wisataDaya tarik wisata
Daya tarik wisata
 
Mengemas dan memasarkan paket wisata budaya
Mengemas dan memasarkan paket wisata budayaMengemas dan memasarkan paket wisata budaya
Mengemas dan memasarkan paket wisata budaya
 
Sumber daya manusia pariwisata
Sumber daya manusia pariwisataSumber daya manusia pariwisata
Sumber daya manusia pariwisata
 
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaDampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
 
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era Digital
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era DigitalPengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era Digital
Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI di Era Digital
 
contoh cara menghitung harga paket wisata
contoh cara menghitung harga paket wisatacontoh cara menghitung harga paket wisata
contoh cara menghitung harga paket wisata
 
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataPPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
 
Komponen kegiatan pariwisata
Komponen kegiatan pariwisataKomponen kegiatan pariwisata
Komponen kegiatan pariwisata
 
Ppt Bispar SAP 4
Ppt Bispar SAP 4Ppt Bispar SAP 4
Ppt Bispar SAP 4
 
Arah Kebijakan - Kemenparekraf
Arah Kebijakan - KemenparekrafArah Kebijakan - Kemenparekraf
Arah Kebijakan - Kemenparekraf
 
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
3. Geografi Pariwisata - Pengertian & Ruang Lingkup Kajian Geografi Pariwisata
 
Penataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataanPenataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataan
 
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali Baru
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali BaruPPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali Baru
PPT Kajian Pariwisata Destinasi Morotai Sebagai 10 Bali Baru
 
3.1. memahami industri pariwisata
3.1. memahami industri pariwisata3.1. memahami industri pariwisata
3.1. memahami industri pariwisata
 
Konsep pariwisata IT
Konsep pariwisata ITKonsep pariwisata IT
Konsep pariwisata IT
 
Sistem kepariwisataan
Sistem kepariwisataan Sistem kepariwisataan
Sistem kepariwisataan
 
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata
9. Geografi Pariwisata - Faktor Geografi Sebagai Penentu Destinasi Wisata
 
Part III, menyusun dan menjual paket wisata
Part III, menyusun dan menjual paket wisataPart III, menyusun dan menjual paket wisata
Part III, menyusun dan menjual paket wisata
 
Industri pariwisata
Industri pariwisataIndustri pariwisata
Industri pariwisata
 
M08 Dampak Pariwisata
M08 Dampak PariwisataM08 Dampak Pariwisata
M08 Dampak Pariwisata
 

Similar to Materi Manajemen Transportasi Pariwisata

kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdf
kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdfkata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdf
kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdfjohan effendi
 
Modul perkuliahan
Modul perkuliahanModul perkuliahan
Modul perkuliahanEko Efendi
 
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )DeviVerdyana
 
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slide
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slideMateri strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slide
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slideTravalink Bdo
 
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdfDevaKurnia3
 
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure)    pendahuluanGeografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure)    pendahuluan
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluanReiza Miftah
 
Urban tourism dalam pembangunan kota bandung
Urban tourism dalam pembangunan kota bandungUrban tourism dalam pembangunan kota bandung
Urban tourism dalam pembangunan kota bandungjunsumaya
 
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khusus
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khususBuku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khusus
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khususAde Zaenal Mutaqin
 
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)Noersal Samad
 
Mustika permatasari.pptx
Mustika permatasari.pptxMustika permatasari.pptx
Mustika permatasari.pptxMelatiPratama
 
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdf
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdfPengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdf
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdfjohan effendi
 
Kel. 6 tugas daya tarik & infrastruktur pariwisata
Kel. 6 tugas  daya tarik & infrastruktur pariwisataKel. 6 tugas  daya tarik & infrastruktur pariwisata
Kel. 6 tugas daya tarik & infrastruktur pariwisataAGHNIATH
 
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?ADHITIAPAHLAWANPUTRA1
 
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...hary hermawan
 
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan di
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan diStudi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan di
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan diBiotani & Bahari Indonesia
 
Kelahiran Industri pariwisata
Kelahiran Industri pariwisataKelahiran Industri pariwisata
Kelahiran Industri pariwisataNoersal Samad
 

Similar to Materi Manajemen Transportasi Pariwisata (20)

kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdf
kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdfkata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdf
kata pengantar definisi Konsep_Pariwisata.pdf
 
Modul perkuliahan
Modul perkuliahanModul perkuliahan
Modul perkuliahan
 
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )
Filsafat Pariwisata ( Pariwisata Sebagai Disiplin Ilmu )
 
Materi geopark
Materi geoparkMateri geopark
Materi geopark
 
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slide
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slideMateri strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slide
Materi strategi teknik pengelolaan & pengemasan inbound dom tour jabar slide
 
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf
2 Ilmu dan Paradigma Pariwisata.pdf
 
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure)    pendahuluanGeografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure)    pendahuluan
Geografi pariwisata indonesia (manajemen resort dan leisure) pendahuluan
 
Urban tourism dalam pembangunan kota bandung
Urban tourism dalam pembangunan kota bandungUrban tourism dalam pembangunan kota bandung
Urban tourism dalam pembangunan kota bandung
 
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khusus
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khususBuku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khusus
Buku jelajah kawasan pariwisata puncak dalam wisata minat khusus
 
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)
Usaha Jasa Pariwisata Berbasis Kompetensi Lusan (skl)
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Mustika permatasari.pptx
Mustika permatasari.pptxMustika permatasari.pptx
Mustika permatasari.pptx
 
1689-25377-1-PB.pdf
1689-25377-1-PB.pdf1689-25377-1-PB.pdf
1689-25377-1-PB.pdf
 
Aqi
AqiAqi
Aqi
 
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdf
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdfPengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdf
Pengertian_dan_Ruang_lingkup_Geografi_Pariwisata.pdf
 
Kel. 6 tugas daya tarik & infrastruktur pariwisata
Kel. 6 tugas  daya tarik & infrastruktur pariwisataKel. 6 tugas  daya tarik & infrastruktur pariwisata
Kel. 6 tugas daya tarik & infrastruktur pariwisata
 
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?
Tourism in Indonesia: How Indonesian defines tourism?
 
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...
Pengembangan destinasi wisata pada tingkat tapak lahan dengan pendekatan anal...
 
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan di
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan diStudi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan di
Studi pengembangan model kepariwisataan berkelanjutan di
 
Kelahiran Industri pariwisata
Kelahiran Industri pariwisataKelahiran Industri pariwisata
Kelahiran Industri pariwisata
 

Materi Manajemen Transportasi Pariwisata

  • 1. SATUAN ACARA PERKULIAHAN TRANSPORTASI PARIWISATA Studi Analisis Interdisiplin Ilmu; Transportasi, Pariwisata, Tehnik Sipil, Filsafat, Ekonomi Bisnis, Etika, Estetika, dan Hukum Dr. SARBINI MBAH BEN drsarbini@gmail.com 0811254863---08170004863 0811292047---------087722882047
  • 2. TRANSPORTASI PARIWISATA BAB I PENDAHULUAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN BAB II Status Keilmuan dan Spesifikasi A. Interdisiplin Ilmu (Intergrasi-Interkoneksi) B. Hubungan Studi Transportasi Pariwisata dengan Keilmuan lain C. Nilai Dasar Pariwisata D. Nilai Dasar dan Spesifikasi Transportasi Pariwisata BAB III Pemahaman Dasar A. Hubungan Transportasi dengan Pariwisata B. Pengertian Transportasi Pariwisata C. Unsur-Unsur Transportasi Pariwisata D. Nilai Manfaat, Kegunaan, Peranan dan Fungsi BAB IV Sistem Transportasi Pariwisata A. Pengertian Sistem Transportasi Pariwisata B. Permasalahan Transportasi Pariwisata C. Efektivitas Sistem Transportasi Pariwisata D. Nilai-Nilai SistemTransportasi Pariwisata E. Ruang Lingkup Sistran Pariwisata BAB V Permintaan Transportasi Pariwisata A. Sifat Produksi Transportasi Pariwisata B. Permintaan Transportasi Pariwisata C. Keseimbangan Penawaran dan Permintaan D. Sistem Transportasi Shutle (Kuta Bali) BAB VI Perancangan Sarana A. Mobil B. Kereta Api C. Pesawat D. Kapal E. Analisis Komponen BAB VII Perancangan Prasarana A. Analisis Akses B. Mekanika Tanah C. Analisis Struktur BAB VIII PERANCANGAN OPERASIONAL A. Rute, Jadwal, Frekuensi B. Riset operasi C. Statistik dan Administrasi Bisnis
  • 3. REFERENSI 1. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi (2 jilid); 2002, terjemahan oleh Ir. Julian Gressando M.sc; C. Jotin Khisty dan B Kent Lall, penerbit Erlangga, Jakarta. 2. Ekonomi Transportasi; karakteristik, Teori, dan Kebijakan, 2003; Prof, Drs. H. Rustian Kamaluddin, Ghalia Indonesia, Jakarta. 3. Ekonomi Transportasi, 2003, Drs. Maringan Masry Simbolon, MM, Ghalia Indonesia, Jakarta 4. Manajemen Transportasi, 2006, Drs. H.A. Abbas Salim, SE. MA, Raja Grafindo Persada, Jakarta 5. Manajemen Pembangunan Transportasi, 2014, Prof. Dr. Rahardjo Adisasmito, Graha Ilmu Yogyakarta. 6. Pengantar Pariwisata, 2002; Bab 8, hal; 167-195. Happy Marpaung & Herman Bahar, Alfabeta Bandung. 7. Pemasaran Pariwisata Internasional, sebuah pendekatan strategis, judul asli; The International Marketing of Travel and Tourism; A strategic approach, 2008, bab 3, hal; 299-339. Francois Vellas & Lionel Becherel, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 8. Kepariwisataan dan Perjalanan, 2009, Bab XVI; 173-175. Muljadi A.J. Grafindo Persada, Jakarta. 9. Istilah dan Pengertian Penerbangan Sipil, 2009, Cholid, Christiab, Basuki, Adi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 10. Keselamatan Pelayaran, di Lingkungan Teritorial Pelabuhan dan Pemanduan Kapal, 2014, Dr D.A. Lasse SH. MM, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 11. Budaya Bahari, dari Nusantara Menuju Mataram Moderen, 2015, Boy Rahardjo Sidharta, Pustaka Baru, Yogyakarta 12. Perencanaan Pelabuhan, 2009; Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, DEA, Beta Offset Yogyakarta. 13. Perencanaan Bangunan Pantai, 2014, Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmojo, DEA, Beta Offset Yogyakarta. 14. Model Pembangunan Perbatasan Berbasis Human Development Berbasis Human Development dan Human Security, 2015, Dr. Syarifah Ema Rahminah, Mitra Wacana Media, Jakarta. 15. Pengenalan Bodi Otomotif, 2015, Drs. Buntarto, M. Pd, Pustaka Baru, Yogyakarta. 16. Teknik Servis Mobil, 2010, Drs. Daryanto, Rineka Cipta, Jakarta. 17. Servis dan Teknik Reparasi Sepeda Motor, 2002. Drs. M. Suratman, Pustaka Grafika, Bandung.
  • 4. 18. Teknisi Otodidak Sepeda Motor,2010, Marsudi, MT. Andi Offset Yogyakarta. 19. Mekanika Tanah, Teori, Soal, dan Penyelesaian, 2015. Bambang Surendro, Andi Yogyakarta. 20. The Business of Tourism Management,2006; 21; hal; 443-459. edited by ; Johan Beech & Simon Chadwick, British Library, Spain. 21. Tourism Business Fronties, Consumers Produkcts and Industry, 2006, part three, hal 19; 181-190. Edited by Dimitrios Buhalis & Carlos Costa, Elsevier, Britis Library, Spin.
  • 5. BAB I PENDAHULUAN Pariwisata ada karena ada manusia dan ada objek wisata, keduanya merupakan prinsip dasar pariwisata, artinya ada pariwisata jika ada wisatawan dan objek wisata, tidak ada pariwisata, jika tidak ada wisatawan, begitu juga tidak ada pariwisata jika tidak ada objek wisata sebagai daerah tujuan wisata. Manusia memiliki eksistensi psikologis, biologis dan sosial. Manusia mampu melampaui keterbatasan eksistensi tersebut dengan gerak aktif dan dinamis, berusaha tidak terkungkung oleh segala keterbatasan yang dimiliknya. Manusia dapat menemukan jati dirinya jika keluar dari dunia. Artinya keberadaan manusia ada pada kesanggupan untuk keluar dari dirinya, karena keberadaannya tidak bisa terpisah dari dunia. Keberadaan manusia terletak di luar diri keberadaan manusia. Pusat diriku terletak di luar diriku. ‘Aku’ dan ‘yang lain’ saling memberikan arti dan nilai, dan saling menciptakan (Baker, 2000; 37). Perjalanan wisata pada hakikatnya adalah pergerakan fitrah manusia, kegiatan wisatawan yang melakukan perjalanan merupakan suatu proses untuk menuju menjadi manusia berkualitas. Wisatawan dalam aktifitas perjalanan untuk mencari sesuatu yang ada pada objek wisata, baik yang belum diketahui sebelumnya, menjelajahi wilayah-wilayah baru, mencari perubahan suasana untuk sebuah perilaku (behavioristik) merupakan proses menuju eksistensi manusia, wisata demikian merupakan gejala yang bisa dikaji, diamati dan dianalisis. Wisatawan dan objek wisata merupakan prinsip dasar pariwisata, wisatawan adalah makhluk pilihan Tuhan, objek wisata dibuatkan oleh Tuhan sebagaimana potensi keindahan wisata alam, dan Tuhan juga mempublikasikan melalui firman_Nya dengan menyerukan kepada manusia untuk melakukan perjalanan di permukaan bumi dengan tujuan untuk mengadakan pembelajaran, pemahaman terhadap peradaban manusia. Analisis filosofis pariwisata demikian merupakan dasar bahwa pariwisata tidak akan mengalami stagnan, akan mengalami perkembangan dinamis dan memberikan keyakinan kuat untuk kegiatan industry pariwisata. Nilai pariwisata sebagaimana dijelaskan di atas, maka pariwisata merupakan pekerjaan yang memiliki dasar religious. Oleh karenanya, wisatawan adalah manusia yang memiliki status manusia bermartabat. Motivasi perjalanan baik dari internal maupun eksternal yang hendak mewujudkan jatidirinya diperlukan desain perjalanan yang memberikan manfaat kemanusiaan. Hakikat pariwisata dan prinsip dasar pariwisata tersebut merupakan landasan untuk mendasari kepentingan transportasi pariwisata dan landasan untuk studi transportasi pariwisata. Kegiatan pariwisata pada awalnya hanyalah perjalanan untuk kesenangan, hiburan yang sederhana dan simple. Realitas pariwisata adalah
  • 6. perjalanan manusia yang direncanakan dan dikelola secara professional. Kini pariwisata menjelma menjadi sesuatu yang berharga, sehingga perlu adanya perencanaan, pengemasan, pengoperasian dalam bentuk layanan yang berkualitas. Transportasi dalam arti untuk kepentingan pariwisata memberikan peran dinamis dan memiliki fungsi strategis untuk pengembangan kepariwisataan. Trand pariwisata sebanding dengan trand transportasi, sehingga transportasi dan pariwisata memiliki nilai untuk mengangkat struktur kehidupan social masyarakat. Transportasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan maupun kegiatan manusia juga merupakan unsur terpenting dalam mobilitas manusia dan barang sehari-hari. Kehidupan manusia tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak ditunjang oleh transportasi yang tersistem (Simbolon, 2003: 1). Pariwisata tidak bisa di danamis tanpa didukung oleh sarana transportasi memadahi, sebaliknya bisnis transportasi tanpa didukung oleh pergerakan pariwisata juga tidak bisa berkembang. Sinergitas antara kepentingan sarana transportasi dan pariwisata merupakan dasar untuk membuat kebijakan pembangunan pariwisata. Meningkatnya taraf hidup manusia, pergerakan dinamis pariwisata dan dipicu kemajuan teknologi transportasi baik udara, laut, dan darat memengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata, dan memanjakan perjalanan wisatawan. Pergerakan manusia untuk melakukan perjalanan tidak bisa lepas dari kebutuhan transportasi yang memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas dengan jaminan cepat, tepat, aman, nyaman dan selamat. Realitas tersebut mengusik nalar untuk bermain teori dalam upaya memposisikan studi transportasi pariwisata sebagai kajian akademik terutama perguruan tinggi pariwisata. Ilmuan pariwisata sesegera mungkin menyelenggarakan kajian transportasi untuk merancang ilmu transportasi pariwisata dalam upaya pengembangan studi transportasi pariwisata. Permasalahan praktis transportasi pariwisata terletak pada ketidakseimbangan antara kebutuhan sarana, prasarana, fasilitas transportasi, serta perkembangan kunjungan wisatawan yang tercentral pada potensi wisata tertentu. Sebagaimana kondisi wilayah potensi wisata seperti Bali, Jakarta, Yogyakarta, Batu, Bandung, Medan, Sumatera Utara, Banjarmasin. Kondisi dari beberapa kota dan wilayah di atas masih dijumpai keberadaan prasarana yang tidak seimbang dengan keberadaan sarana transportasi, sehingga menyebabkan kesulitan akses untuk menjangkau objek wisata. Problema akses dalam studi transportasi pariwisata merupakan objek kajian khusus, di mana akses tersebut merupakan salah satu daya tarik kunjungan wisatawan. Upaya penelitian sangat sedikit dilakukan guna menganalisis hubungan yang menyeluruh antara kepariwisataan dan transportasi. Secara kualitatif bisa disusun sebuah hipotesa bahwa pariwisata tidak dapat
  • 7. berlangsung tanpa transportasi. Karena kegiatan pariwisata adalah kegiatan perpindahan tempat, maka ukuran jarak senantiasa merupakan faktor pertama, integral serta penentu (Beech & Chadwick, 2006: 443). Transportasi erat sekali terpaut dengan waktu yang terpakai di jalan, hal yang menjadi faktor penentu untuk berbagai jenis pariwisata. Faktor-faktor ini berperan penting dalam motivasi pariwisata. Pengaruh-mempengaruhi pariwisata dan transportasi pada umumnya tunduk pada faktor eksternal yakni situasi politik maupun krisis ekonomi akan mengakibatkan dampak negative bagi keduanya. Peraturan pemerintah yang cenderung membatasi warganya keluar negeri dapat mempengaruhi keduanya tanpa kecuali (Wahab, 2003: 225). Pendekatan paradigma kuantitatif terjadi kekurangan dalam studi-studi lapangan mengenai hubungan antara biaya transportasi dengan keseluruhan biaya wisata di berbagai Negara. Pengalaman praktisi biaya transportasi menduduki sepertiga dari seluruh kebutuhan wisata. Bisa juga biaya transportasi menduduki lebih besar atau separuh dari biaya keseluruhan wisata. Penelitian bidang ini diperlukan sekali untuk memberikan kemampuan analisis pariwisata dikaitkan dengan kebijakan moda transportasi bagi suatu Negara. Transportasi memegang peranan penting dalam dinamika masyarakat bahkan dinamika Negara dan bangsa, baik dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan budaya, kehidupan politik, terutama dalam kehidupan social ekonomi (Simbolon, 2003: 4), dan dunia pariwisata. Transportasi mengikuti perkembangan pariwisata, dan sebaliknya; perkembangan pariwisata tergantung pula pada transportasi yang memadai. Transportasi pariwisata memeliki landasan hakikat yang berbeda dengan transportasi umum. Transportasi pariwisata kepentingan operasinya adalah untuk menghantarkan wisatawan dalam kegiatan pariwisata. Transportasi umum nilai dasarnya ada pada sarana untuk kelancaran pemindahan, mobilisasi manusia dan kelancaran arus barang untuk kepentingan bisnis maupun pembangunan yang berkeadilan. Kebutuhan transportasi pariwisata merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat perkembangan dan peningkatan dinamis pariwisata. Sarana transportasi yang ada di darat, laut maupun udara memegang peranan vital dalam pariwisata melalui fungsi pelayanan untuk menghantarkan kunjungan dari tempat asal ke tempat destinasi pariwisata. Pelayanan transportasi pariwisata diperlukan sistem transportasi terpadu untuk mempermudah akses kunjungan. Angkutan udara, darat, dan laut, semuanya harus terintegrasi dan memungkinkan system transfer yang memudahkan wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata sebagaimana sudah dijadwalkan dalam paket wisata. Pertumbuhan bisnis dan penumpang transportasi Bus Pariwisata di Jawa, transportasi udara, wisatawan dengan moda laut menunjukkan bukti bahwa pariwisata dan transportasi memiliki relasi dialektik.
  • 8. BAB II STATUS ILMU TRANSPORTASI PARIWISATA A. Interdisiplin Ilmu (Integrasi-Interkoneksi) Studi Transportasi Ilmu pariwisata di Indonesia sudah berusia 15 tahun sejak diakui sebagai ilmu mandiri. Usia balita tersebut ibarat kehidupan, jalannya masih dengan kekuatan yang rentan dengan permasalahan, baik permasalahan struktur ilmu, penerapan nilai dalam tubuh ilmu, dan permasalahan pola komunikasi antar disiplin masih mengalami anarkis ilmu. Perkembangan disiplin ilmu parwisata pada dasarnya sangat terkait dengan berbagai disiplin keilmuan yang telah mapan, seperti sosiologi, antropologi, geografi, psikologi, ekonomi, dan seterusnya. Upaya untuk melepaskan diri menjadi bangunan ilmu mandiri yang masih tetap terkait dengan ilmu-ilmu lain merupakan konsekuensi logis akibat berbagai sebab munculnya perkembangan disiplin tersebut yang berpangkal pada makin terspesialisasinya ilmu dan profesi, serta sebagai upaya untuk menghindari kebingungan para dosen studi parwisata. Perubahan paradigma ilmu terjadi karena semakin kompleknya persoalan kehidupan manusia. Persoalan yang terjadi tidak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan ilmu, tetapi diperlukan solusi dengan kecerdasan kolektif atau lintas ilmu. Metodologi ilmu pariwisata mutlak membutuhkan paradigma ‘integrasi - interkoneksi’ ilmu untuk mengkonstruksi ilmu mandiri. Pencarian dan upaya untuk memantapkan dan memapankan menjadi sebuah disiplin keilmuan adalah problem akademik yang dibebankan para dosen untuk lebih kreatif dan dinamis. Pembelajaran profesi yang sering
  • 9. menggoda diperlukan bersikap tegas dengan memperkuat landasan nilai dasar (ontlogis), nilai instrumental (epistemologis) dan nilai praktis (aksiologisnya). Studi transportasi pariwisata merupakan kajian ilmu bersifat khusus, berbeda dengan kajian transportasi umum. Paradigm ilmu transportasi pariwisata konsisten dengan paradigm ilmu pariwisata sebagaimana dijelaskan di atas. Pengertian transportasi pariwisata fokus pada kepentingan perjalanan wisatawan, daya tarik kunjungan wisatawan dan bukan barang. Nilai dasar transportasi pariwisata adalah ‘alat dan daya tarik’ untuk menghantarkan wisatawan dalam melakukan perjalanan bersifat spesifik, oleh karena itu diperlukan ilmu transportasi khusus. Secara substansi, tiap-tiap jenis ilmu dibatasi dan ditandai oleh realitas yang dicoba diketahui nilai dasar (ontology), bagaimana cara memproses, dengan metodologi apa diperolehnya ilmu untuk dikonstruksikan menjadi tubuh pengetahuan nilai instrumental (epistemologi), nilai-nilai mana yang terkait dengan keberadaan ilmu tersebut praktis (axiology). Studi transportasi pariwisata akan berbeda dengan studi transportasi umum apabila ditinjau dari segi ontology (nilai dasar), epistemology (nilai instrumental) dan aksiologi (nilai praktis) masing-masing bersifat spesifik. Ilmu transportasi disusun konstruksi pengetahuannya untuk melahirkan spesifikasi. Prosedur untuk menjadi studi transportasi pariwisata (ilmu spesifik) dijabarkan dari batas dan ciri keilmuan yang universal dan generik (Sarbini 2010; 18-24). Persaratan ilmiah dalam tinjauan filsafat ilmu suatu pengetahuan diakui sebagai ilmu, minimal harus memiliki tiga landasan bangunan ilmu tersebut. Secara ontologi (Nilai dasar), setiap disiplin keilmuan harus menetapkan batas-batas ruang lingkup kajiaannya yang dibentuk oleh objek formal dan objek material, ruang lingkup kajian atau kapling disiplin keilmuan. Prinsip inilah yang membedakan disiplin transportasi pariwisata dengan disiplin transportasi umum. Anarki keilmuan sering terjadi ditandai oleh tidak jelasnya kapling-kapling tersebut dan bahkan mungkin terjadi sengketa kapling. Rupanya, dewasa ini bukan kapling tanah saja yang bisa menjadikan gegeran sengketa melainkan juga telah menjangkau wilayah gagasan ilmu (Jujun, 2002: 6); misalnya apakah filsafat pariwisata atau antropologi pariwisata, kenapa bukan etnografi (etnologi), antara; studi transportasi pariwisata dengan manajemen transportasi pariwisata; mana yang lebih sesuai untuk studi sarjana. Nilai instrumental (epistemologi), studi transportasi pariwisata menyusun pengetahuan ilmiah yang khas untuk disiplin Transportasi Pariwisata. Struktur ilmiahnya terdiri atas dua bagian, yakni prinsip dasar yaitu keilmuan yang melandasi studi transportasi pariwisata. Kedua, tubuh pengetahuan teoritis ilmu transportasi pariwisata yang disusun atas landasan tersebut. Hal ini disebabkan disiplin ilmu baru (Transportasi Pariwisata) sering terkait dengan keilmuan yang telah ada (Manajemen Transportasi).
  • 10. Kegiatan yang mendesak adalah segera menentukan dengan jelas bagian mana studi transportasi parwisata merupakan sesuatu yang orisinal yang hanya terdapat dalam disiplin keilmuan tersebut, serta kaitan yang dimiliki dengan disiplin-disiplin keilmuan lain (Tehnik sipil, Ekonomi, Hukum, Etika, estetika) dalam menyusun tubuh pengetahuan ilmu transportasi pariwisata. Nilai praksis (axiology); studi transportasi pariwisata mencakup nilai- nilai yang terkait dengan keberadaannya baik secara internal maupun kode etik profesi. Studi transportasi pariwisata agar menjadi ilmu spesifik harus menentukan tiga landasan yakni nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis transportasi pariwisata sebagaimana secara sederhana telah dibahas di atas. Untuk merumuskan sebuah pengertian transportasi pariwisata, diperluakan analisis landasan nilai dasar pariwisata, nilai dasar transportasi, nilai dasar transportasi pariwisata dan prinsip dasar pariwisata. Pembahasan bukan terbatas pada kajian moda darat, laut dan udara, seperti pesawat terbang, kapal pesiar, bus pariwisata, kereta api, dan lain-lain. Kajian studi yang dimaksud adalah kajian terhadap moda atau sarana transportasi yang memiliki kepentingan untuk pengembangan destinasi maupun objek pariwisata. Kajian sarana transportasi selain di atas, dikaji pula seperti motor boat, kano, kereta gantung, kereta kuda, sepeda onthel, becak (transportasi tradisional), dan lain-lain. Transportasi, wisatawan dan pariwisata merupakan tiga entitas yang saling berhubungan, pengaruh-mempengaruhi, dialektik progresif. Prinsip dasar manusia dan layanan kualitas menjadi landasan untuk membangun transportasi khusus yakni transportasi pariwisata humanis. Capaian kualitas layanan transportasi tersebut diperlukan adanya perangkat ilmu yang mengkaji secara kritis analitis yang diistilahkan secara nilai instrumental adalah interdisiplin ilmu. Studi transportasi yang dimaksud adalah integritas dan interkoneksitas antara ilmu pariwisata, transportasi, tehnik sipil, otomotif, manajemen dan hukum. Landasan nilai instrumental memberikan konstruksi dasar bangunan ilmu baru yang diistilahkan “STUDI TRANSPORTASI PARIWISATA”. Kajian ilmu ini ada pada wilayah program studi jenjang sarjana (S1). Bobot teori 60 %, bobot praksis 40%. Untuk program Deploma kebalikannnya, wilayah studinya 60 % bobot praksis, dan 40% bobot teori analisis. Studi transportasi pariwisata dominan pada wilayah manajemen praksis, maka mata kuliah keilmuan yang tepat adalah “MANAJEMEN TRANSPORTASI PARIWISATA’. Perbedaan wilayah studi transportasi pariwisata dengan pendekatan filsafat ilmu dan pendekatan nilai instrumental interdisiplin ilmu perbedaan wilayah studi antara program deploma dan program sarjana bisa terangkat. Pokok-pokok materi kajian dalam studi transportasi pariwisata jenjang sarjana diarahkan pada kemampuan mahasiswa untuk dapat menganalaisis dan merancang kepentingan sarana transportasi tertentu untuk pengembangan pariwisata.
  • 11. B. Hubungan Ilmu Transportasi Pariwisata dengan Keilmuan Lain Hubungan ilmu transportasi dengan ilmu lainnya (alam dan sosial) , dalam analisis kajian ini mendasarkan pada teori Habermas (filsuf kontemporer). Landasan nilai instrumental memberikan arahan sistem yakni mempertautkan ketiga disiplin keilmuan; yakni, empiris-analitis, historis- hermeneutis dan sosial kritis. Pertama; Empiris-analitis, Hubermas memformulasikan pada ’tindakan rasional bertujuan’, yakni merealisasikan tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam kondisi-kondisi tertentu, akan tetapi sementara tindakan rasional bertujuan mengorganisasikan sarana-sarana yang sesuai atau tidak sesuai menurut kreteria-kreteria mengenai kontrol suatu realitas yang efektif, tindakan strategis hanya tergantung pada suatu penilaian yang tepat mengenai alternatif-alternatif perilaku yang mungkin, yang hanya diperoleh melalui deduksi (Habermas, 1993; 59). Kerja deduksi yakni penarikan kesimpulan dari sesuatu yang bersifat umum ke yang bersifat khusus (El Rais; 2015: 220). Objek yang bersifat umum tersebut bisa berupa nilai dan pedoman untuk dijadikan pijakan penalaran yang di dalamnya sebuah kesimpulan bisa ditarik dari suatu himpunan; premis-premis. Biasanya terbatas pada kasus-kasus yang di dalamnya kesimpulan dianggap mengikuti premis-premisnya, yaitu penyimpulan yang secara logis valid (Blackburn, 2013: 220). Sistem tindakan instrumental inilah yang pada akhirnya menentukan struktur penelitian empiris-analitis, yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial sejauh disiplin ilmu-ilmu tersebut bertujuan memproduksi pengetahuan yang bersifat nomologis atau serupa-mirip. Artinya penyimpulan dalam arti penghubungan mirip-hukum yang muncul sebagai sebuah kesementaraan yang mentah (brute contingency), yaitu tidak dijelaskan oleh elemen lain dalam teori ilmiah. Istilah ini dimunculkan filsuf Herbert Feigl dan umumnya diaplikasikan pada filsafat jiwa, contohnya hubungan antara warna yang dicerap dan ciri-ciri insidental lainnya dari cahaya. Meski hubungan ini tampak reguler atau mirip-hukum, sebenarnya mentah dan tidak terjelaskan (Blackburn, 2013; 606) Karakteristik mendasar pada ilmu-ilmu empiris-analitis (hukum, antropologi, psikologi, ilmu-ilmu alam) adalah; Pertama, terdapat sistem referensi yang sama, yang menentukan arti proposisi-proposisi empiris, baik peraturan mengenai konstruksi suatu teori, maupun peraturan tentang test empiris yang akan dikenakan pada teori yang bersangkutan (nomologis). Kedua, ilmu-ilmu empiris-analitis melahirkan banyak teori yang kemudian
  • 12. dengan metode deduksi memungkinkan diturunkannya hipotesa-hipotesa yang lebih banyak dari isi empirisnya. Ketiga, hipotesa-hipotesa tersebut merupakan proposisi tentang korelasi antar variabel dalam suatu objek yang diamati, yang kemudian dapat pula menghasilkan prognesa (peramalan) tertentu (Kleden, 1993; 32). Pada tingkat metodologis, ilmu-ilmu empiris-analitis mendasarkan diri pada logika induksi-deduksi dan abduksi. Logika penelitian ini akan menghasilkan pengetahuan yang bersifat nomologis, menjelaskan realitas (eklaeran), dan seterusnya. Pada tingkat epistemologis, ilmu-ilmu empiris- analitis merupakan bentuk pengetahuan empirik yang bersifat observasi, eksperimentasi, dan komparasi. Data yang diinformasikan bersifat deskriptif, eklarean (menjelaskan realitas). Kepentingan yang mendasari tipe keilmuan ini adalah kepentingan teknis. Deduktif nomologis adalah bentuk dari penjelasan ilmiah dalam sebuah bahasa biasa. Juga dikenal dengan nama the covering law model, the subsumtion theory, Hempel’s model, the Hempel-Oppenheim model, dan the Popper-Hempel model. Ada dua jenis penjelasan dalam teori ini; yaitu ’deduktif-nomological’ (DN) dan ’inductive-statistical’ (IS) keduanya memiliki struktur yang sama. Tiap premis memiliki struktur (1) kondisi yang ada C, dan (2) generalisasi hukum L. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa DN merupakan generalisasi universal sedangkan IS merupakan generalisasi statistik. Contoh DN; c- Bayi itu memiliki tiga kromosom 21 l- Tiap bayi yang memiliki tiga kromosom 21 terkena Down Syndrom E- Bayi itu kena Down Syndrom Contoh IS C – otak seseorang kekurangan oksigen selama lima menit L- Hampir semua orang yang otaknya kekurangan oksigen selama lima menit akan mengalami kerusakan otak E- orang itu mengalami kerusakan otak (Ridwan Fendy, may 6th, 2011, dalam kategori filsafat ilmu. Statistika Induktif adalah metode yang berkaitan dengan analisis sebagian data (data dari sampel) yang kemudian digunakan untuk melakukan peramalan atau penaksiran kesimpulan (generalisasi) mengenai data secara keseluruhan (populasi). Generalisasi tersebut mempunyai sifat ”tidak pasti” karena hanya berdasarkan pada data dari sample. Oleh sebab itu dalam statistika induktif harus didasari dengan teori peluang. Pokok-pokok bahasan yang dikemukakan dalam statistika sebagai berikut; 1. Probabilitas
  • 13. 2. Kurva normal 3. Sampling dan distribusi sampling 4. Estimasi (pendugaan) harga parameter 5. Uji hipotesis, baik sederhana, perbandingan antara dua nilai; bagi mean maupun proporsi 6. Regresi, termasuk pengujian signifikasi dan penggunaannya untuk prediksi. 7. Korelasi Contoh aplikasi statistik induktif; PT. Jasa Marga; untuk mencari pendapat masyarakat Jogjakarta terhadap proyek Jalan tal; dari 3. 000.000, penduduk jogja diambil 300. 000 penduduk untuk mengisi angket mengenai opini mereka terhadap rencana pembangunan jalan Tal Jogja-Solo. 80 % penduduk jogja menerima proyek tersebut. Berdasarkan 300.000 angket tersebut ternyata hanya 240.000 penduduk menyatakan menerima proyek jalan tal. Berdasarkan hasil temuan dari angket tersebut, apakah pernyataan perusahaan Jasa Marga tersebut benar? Untuk lebih valid kebenaran kesimpulan statistik induktif tersebut perlu didukung dengan mengawali penelitian berdasar pada deskriptif induktif, yaitu dengan proses mengumpulkan data, mengolah data kemudian menyajikan data. Proses berikutnya adalah statistik induktif yaitu; menganalisis data, membuat kesimpulan berikutnya mengambil keputusan (http://ssantoso.blogspot.com/2009/03/statistika-induktif- pengantar.html). Empiris analitis adalah ilmu yang mendasarkan kepada ilmu pasti, kuantitatif, positivistik, matematik-statistik yang kebenarannya bersifat objektif dan universal. Mempergunakan metodologi observasi, eksperimental dan komparatif untuk kontrol dan isolasi secara buatan, agar dapat terjamin terciptanya kondisi yang sama dan dihasilkan akibat yang sama. Di dalam ilmu pasti (alam) terdpat suatu uniformitas yang umum. Ini didasarkan pada observasi atau barangkali hanya asumsi, bahwa dalam kondisi yang sama akan terjadi hal yang sama. Prinsip ini berlaku tanpa pengecualian, di mana saja dan kapan saja (Kleden, 1985; 6). Kepentingan ilmu yang mendasarkan pada analisis empiris analitis memiliki kepentingan teknis-praktis. Ilmu exac mencari hubungan kausalitas. Oleh karenanya ilmu empiris bekerja dengan generalisasi induktif. Analisis transportasi memiliki kepentingan teori tersebut untuk kepentingan peramalan. Empiris analitis diperlukan dalam studi transportasi pariwisata terutama untuk analisis pembangunan dan pengembangan, analisis kebutuhan, juga analisis penentuan buget operasional transportasi pariwisata.
  • 14. Kedua, Historis-hermeneutis; termasuk dalam tipe kedua ini adalah ilmu agama, filsafat, bahasa, seni dan budaya, ilmu berdasarkan pada ilmu sosial. Ilmu ini mendasari kausalitas, akan tetapi untuk mengetahui tujuan dan arti atas sesuatu hal yang menerangkan perkembangan-perkembangan sejarah dengan pengertian-pengertian kualitatif, bekerja berdasarkan pemahaman dengan simpati. Karakteristik mendasar pada ilmu tipe ini antara lain; pertama, jalan untuk mendekati kebenaran bukan melalui observasi, melainkan pemahaman diri (sinverstehen). Kedua, pengujian salah benarnya pemahaman tersebut tidak dilaksanakan melalui tes yang direncanakan, melalui interpretasi. Penafsiran benar akan meningkatkan inter-subjektifitas, sedangakn penafsiran salah akan mendatangkan sangsi. Ketiga, sebuah pemahaman hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian (vorverstaendnis) pemahaman situasi orang lain hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri terlebih dahulu. Pemahaman berarti membangun komunikasi antar kedua situasi terlebih dahulu. Keempat, interesse yang ada di sini adalah mempertahankan dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi. Apa yang mengikat komunikasi adalah norma berdasarkan konsensus mengenai tingkah laku dan yang diakui dan yang diterima. Kelima, kekuatan norma-norma sosial tersebut didasarkan pad saling pengertian tentang maksud pihak-pihak yang terlihat dalam komunikasi, yang dijamin dan diawasi oleh pengakuan umum tentang kewajiban yang harus di taati (Kleden, 1993: 34). Historis – hermeneutik kebenarannya bersifat subjektif-relatif dan mendasarkan pada kepentingan teoritis. Fungsi transedental metode hermeneutika adalah menjaga saling- pemahaman antar-subjek dan kelompok-kelompok sosial juga pemahaman yang timbal balik antara individu-individu dan group-group sosial. Hal ini sangat memungkinkan untuk membentuk kesepakatan yang tidak terbatas dan tipe intersubjektivitas yang berdasarkan tindakan komunikatif. Metode hermeneutis berfungsi menghindarkan diri bahaya-bahaya kemacetan komu ikasi yang mencakup dimensi vertikal dan sosial. Pada dimensi vertikal, hermeneutis menghindarkan kemacetan komunikasi pada sejarah individu maupun tradisi sosial di mana individu hidup. Dimensi sosial, menghindarkan kemacetan komunikasi antar individu-individu, kelompok-kelompok serta kebudayaan-kebudayaan. Hermeneutik juga dibimbing untuk mengarahkan kepentingan manusiawi, kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan kognitif (kesadaran) (Habermas, 1983; 1). Kepentingan kognitif ini mengarahkan pemahaman dan tingkah laku praktis dari tindakan-tindakan komunikatif dalam masyarakat. Kata ’praktis’ diartikan sebagai interaksi,
  • 15. bukan kerja, diistilahkan oleh Habermas dengan istilah kepentingan praktis atau kepentingan kognitif-praktis. Komunikasi pariwisata dibangun berdasarkan paradigma historis-hermeneutik dalam kepentingan untuk mendasari pada pengembangan nilai. Historis-hermeneutik dapat diambil pemahaman bahwa analisis transportasi juga membutuhkan pendekatan ilmu sosial yang kebenarannya bersifat subjketif-relatif dalam kepentingan pengembangan teoritis. Kebenaran Analisis subjektif bisa bersifat individual dan bisa juga bersifat kebenaran kolektif atas dasar komunitas kepakaran transportasi pariwisata. Pembentukan komunitas kepakaran transportasi pariwisata untuk kepentingan analisis pembangunan transportasi pariwisata nasional merupakan sesuatu hal yang sangat diperlukan. Ketiga, ilmu sosial kritis. Dua pendekatan yang sudah dibahas dapat dipahami bahwa ilmu yang basiknya empiris-analitis titik beratnya ada pada kepentingan teknis-praktis, dan historis-hermeneutik ada pada kepentingan teoritis. Sosial kritis pada taraf metodologis, kepentingan emansipatoris untuk melepaskan dari keterbelengguan dan ketidaktahuan terhadap sesuatu yang bersifat dogmatis, dan membimbing seluruh refleksi sistematis termasuk filsafat dan kritik ideologi, yang disebut oleh Habermas adalah ilmu-ilmu kritis. Termasuk dalam tipe ini adalah ilmu; ekonomi, sosiologi, politik, transportasi dan seluruh disiplin ilmu empiris analitis bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan yang nomologis. Ilmu –ilmu kritis pada dasarnya tidak puas dengan itu saja. Lebih dari itu, ia berusaha untuk membuktikan kapan pernyataan-pernyataan teoritis dapat menangkap keteraturan- keteraturan yang tidak berubah (invarian) dari tindakan sosial pada umumnya, dan kapan ia dapat mengungkapkan hubungan-hubungan ketergantungan yang dibekukan secara ideologis, namun pada prinsipnya dapat diubah (Habermas, 1983; 169). Meski Habermas menunjuk filsafat sebagai ilmu-ilmu kritis, akan tetapi selama filsafat masih terikat pada ontologis, maka ia sendiri yang menjadi korban suatu objektifisme yang merintangi jalinan pengetahuannya dengan kepentingan emansipasi. Baru apabila kritik yang ia tujukan terhadap objektifisme ilmu-ilmu dan terhadap kesemua teori dalam dirinya sendiri, maka ia akan memperoleh kekuatan dan kesadaran yang disadari (Habermas, 1983: 143). Secara aksiologis, tujuan ilmu-ilmu kritis adalah memudahkan proses refleksi diri dan menghancurkan kendala-kendala proses pembentukan diri manusia sebagai makhluk sosial maupun individual. Konsepsi Habermas, ilmu-ilmu kritis ini menyatukan kepentingan teknis dan praktis dari kedua kelompok ilmu lain dalam suatu kerangka kerja, sesuai dengan sifat dasarian
  • 16. kepentingan emansipatoris (Hardiman, 1993: 143). Ilmu-ilmu kritis bertugas untuk menetukan kapan praksis sosial yang telah membeku dan menindas serta menghambat proses pembentukan diri. Solusi strategis dari ketiga bentuk ilmu yang dibangun Habermas tersebut adalah bahwa ketiganya terkait secara ’inter-relasi’, ’saling menyapa’ dan terkait secara interkoneksitas. Empiris – analitis mencegah ilmu sosial-kritis dari bahaya mitos-mitos yang timbul karena sosio-analisis yang terlalu ideologis. Ilmu-ilmu empiris- analitis juga mencegah ilmu-ilmu historis-hermeneutis dari bahaya subjektifisme yang timbul karena interpretasi yang terlalu dogmatis. Ilmu- ilmu historis-hermeneutis juga mencegah ilmu-ilmu sosial-kritis dari rasionalisme/kritisisme yang tanpa arah. Ilmu sosial-kritis pada akhirnya mencegah ilmu empiris-analitis dari bahaya kesadaran mitos-mitos scientisme. Ilmu-ilmu sosial-kritis juga mencegah ilmu historis-hermeneutis dari bahaya kebutaan persepsi, bahwa ada perbedaan antara dunia objektif dan kesadaran subjektif. Keterkaitan antar berbagai keilmuan secara kritis ’studi transportasi pariwisata’ masuk pada ilmu sosial-kritis yakni menyatukan antara kepentingan teoritis dan teknis-praksis. Berdasarkan analisis Habermas, ’studi transportasi pariwisata’ mempunyai kedekatan atau berhimpitan dengan ilmu-ilmu lain yang sudah mapan. Membicarakan ilmu transportasi parwisata sangat tidak mungkin terisolated, menyendiri dengan ilmu lain. Membicarakan persoalan kenyamanan dan keselamatan secara otomatis berbicara pada wilayah studi hukum, membicarakan kualitas pelayanan bersinggungan dengan studi teknologi, manajemen, etika, budaya, sosiologi dan antropologi. Keterkaitan dan keterbukaan ilmu transportasi pariwisata dengan keilmuan lain, khususnya dengan ilmu-ilmu sosial humaniora justru akan memperkaya perspektif dalam mengembangkan disiplin ilmu transportasi pariwisata. Terjadinya titik temu antar disiplin ilmu atau minimal setiap keilmuan harus saling menyapa dalam menghadapi kondisi kehidupan yang amat kompleks (Wibisono, 2007; 8). Terhadap keterkaitan dan saling menyapa antar berbagai keilmuan tersebut justru diharapkan ke depan ikut memberi landasan kuat pada studi traansportasi pariwisata.
  • 17. BAB III LANDASAN TEORI TRANSPORTASI PARIWISATA Pembahasan pada bab ini adalah analisis nilai yang menjadi landasan untuk mengkonstruk ilmu transportasi pariwisata. Sebuah bangunan ilmu diperlukan landasan teoritik yakni nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis pariwisata. Di dalam menyusun landasan tersebut diperlukan analisis di samping tiga landasan tersebut ada yang diperlukan yaitu nilai dasar transportasi pariwisata, nilai dasar pariwisata dan prinsip dasar pariwisata. Relasi nilai dari masing-masing nilai tersebut akan bisa dirumuskan konsep transportasi pariwisata dan berikutnya akan diperoleh unsur dan teori transportasi pariwisata. A. Nilai Dasar Pariwisata Wisata pada hakikatnya adalah pergerakan manusia yakni perjalanan mengunjungi suatu tempat yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata tempat yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Perjalanan melibatkan identitas diri wisatawan, setiap perjalanan wisatawan akan dibawa pula pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan ke dalam keadaan baru selama perjalanan. Pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan merupakan variabel yang konstan bersifat tetap untuk kemudian akan mengalami relasi-relasi atau pengalaman baru dalam proses perjalanan. Perjalanan dalam pemahaman pariwisata mendasari nilai dasar tersebut memberikan makna bahwa pariwisata merupakan kegiatan kemanusiaan. Artinya pariwisata memiliki nilai untuk menghantarkan manusia bermartabat. Oleh karenanya industri pariwisata memposiskan wisatawan sebagai manusia bermartabat atau insan kamil yang harus diberikan dengan kualitas pelayanan. Nilai dasar tersebut maka pariwisata dipahami tidak sama dengan mobilitas.
  • 18. Hal itu perlu ditekankan dalam studi baru pariwisata, yakni adanya hal-hal yang bersifat ekstra manusia yang bersifat eksistensial di dalam diri wisawatan. Melihat, mengamati pariwisata /wisatawan tidak sama dengan mengamati objek- objek yang cenderung tetap, stabil dalam suatu perjalanan. Perjalanan pariwisata ada perubahan manusia, oleh karena itu eksistansialisme menjadi nilai instrumental sebagai paradigma untuk melandasi dalam menganalisis keberadaan wisatawan dan dalam membuat definisi-definisi kepariwisataan. Wisatawan dan objek wisata merupakan prinsip dasar pariwisata sebagai sentral masyarakat dalam kegiatan mengelola kegiatan pariwisata. Prinsip dasar tersebut munculah industri pariwisata antara lain dalam bentuk bisnis akomodasi, restoran, transportasi, asuransi, perbangkan, kerajinan, hiburan. Studi pariwisata tidak lepas atas studi manusia (Przeclawski, 1996: 239). Sikap wisatawan tidak dapat dipatok ke dalam suatu tipe secara konstan, ada perubahan sifat bersamaan dengan perubahan orientasi. Variabel konstan merupakan orientasi diri wisawatan yang tidak berubah adalah variabel sebab, seperti tempat, jenis, situasi wisata yang dialami (sundlust, modern pilgrimage, pleasure). Sikap fenomenologis untuk menyikapi wisatawan atau suatu perjalanan menjadi sangat penting, karena variabel konstan bersifat inheren dalam diri manusia yang menampak di luar adalah eksistensi fisiknya. Eksistensi dan sikap fenomenologis merupakan ciri baru untuk mengamati fenomena wisatawan yang kompleks. Eksistensialisme disebut juga fenomenologi eksistensial. Eksistensialisme adalah pandangan atas manusia sebagai eksistensi yang menjadi pengalaman asasi yang menunjukkan kedudukan khas menusia di tengah-tengah makhluk lain (Snijders, 2004: 23). Di sisi lain, untuk tujuan perencanaan fisik pariwisata, termasuk dalam pengembangan fasilitas kepariwisataan, menentukan model yang lebih sesuai adalah model berdasarkan atas dasar kebutuhan riil kelompok segmen pasar (Sharpley, 1994 : 90). Semestinya model dibuat bukan atas dasar variabel tunggal yang bersifat linier, melainkan bersifat multi dimensional yang mengkombinasikan berbagai karakteristik wisatawan. Berbagai faktor yang perlu diperhitungkan antara lain faktor demografis dan sosial ekonomi. Nilai dasar pariwisata yang terdiri dari wisatawan dan objek wisata mendasari nilai transportasi pariwisata. Analisis selanjutnya adalah nilai instrumental yakni perangkat yang dipakai teori untuk menganalsis kepariwisataan dalam upaya menyusun konsep dan teori transportasi pariwisata. B. Nilai Instrumental Pariwisata 1. Teori Pariwisata Beberapa konsep utama yang berkaitan dengan pariwisata adalah rekreasi, hiburan, keramahtamahan dan penyegaran. Mendefinisikan pariwisata menghadapi kesulitan karena belum adanya kesepakatan peneliti tentang hal itu. Seperti Fuster (1971), Leiper (1979), Sessa (1985), Molina (1991), Palomo (1991), Ascanio (1992), Jafari (1995), Beni (1988) dan Boullo'n (2002), dengan kata lain: ada pendekatan
  • 19. yang berbeda untuk masalah pengertian pariwisata. Bagian ini membahas apa definisi pariwisata, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi, pembahasan model teori dan prinsip dasar dengan mendasarkan pada Panosso Netto, (2001: 43). Pentingnya untuk menetapkan definisi pariwisata. Burkart dan Medlik (1974: 39) menyatakan bahwa: Definisi yang lebih tepat dari pariwisata diperlukan untuk berbagai tujuan. Pertama, untuk tujuan penelitian: untuk meneliti fenomena pariwisata, Kedua, untuk keperluan statistik: ketika fenomena diukur, itu harus didefinisikan, dalam praktek teknik pengukuran sering menentukan apa yang diukur. Ketiga, untuk kepentingan kebijakan dan tujuan administratif: undang-undang mungkin berlaku untuk beberapa kegiatan. Keempat, untuk keperluan industri: kegiatan industry pariwisata dapat menimbulkan studi pasar dan menyediakan bahan untuk pembentukan organisasi industry pariwisata. Wahab (1977: 3) menjelaskan bahwa definisi pariwisata dalam pandangan akademis pertama ada pada 1911 oleh Herman von Schullern dalam bukunya Fremdenverkehr und Volkswirkschaft as berkaitan pembahasan ekonomi, pintu masuk antar negara, penduduk tetap dan perpindahan orang asing dari negara atau wilayah lain. Definisi tersebut diadopsi oleh beberapa negara dan organisasi kepariwisataan. Definisi pariwisata adalah Suatu kegiatan disengaja yang berfungsi sebagai alat komunikasi dan sebagai penghubung interaksi antara masyarakat, di dalam suatu negara atau bahkan melampaui batas wilayah geografis. Perpindahan orang dari satu daerah ke daerah lain, negara atau bahkan benua, dengan tujuan untuk kepuasan, atau hiburan dan bukan kepentingan pekerjaan yang dibayar (Wahab, 1977: 26). Definisi lengkap di Encyclopedia of Tourism menurut Jafari (1995: 5) Pariwisata adalah studi tentang orang (the tourist) jauh dari habitat yang biasa, sarana dan jaringan wisata, dan biasa (non-tourism) dan tidak biasa [pariwisata] kehidupan dan hubungan serta dialektika mereka. Definisi tersebut unsur-unsurnya adalah (1) pergerakan, (2) industri bisnis pariwisata dan (3) pengaruh pariwisata (Jafari, 1995: 5). Tribe (1997: 640) definisi pariwisata pada dasarnya adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk melakukan perjalanan yang (tidak termasuk untuk bekerja), dan keterlibatan masyarakat yang dikunjungi dalam kegiatan wisata. Konsepsi pariwisata merupakan sistem berbagai macam kegiatan individu dan industri bisnis yang memberikan pelayanan perjalanan. Pariwisata adalah bersifat multidimensi, multifaset yakni aktivitas yang menyentuh kehidupan banyak dan banyak yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi (Cooper, 1993: 4, Leiper, 1979: 407). Pariwisata atau tourism adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi (Tribe, 2009: 43). Definisi yang lebih lengkap, tourisme adalah industri jasa. Pelaku bisnis industri pariwisata menangani jasa mulai dari transportasi; jasa keramahan-tempat tinggal, makanan, minuman; dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll, juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya (Jafari, 2007: 585).
  • 20. Rekreasi tidak hanya berarti bersenang-senang, melainkan harus diartikan sebagai re-kreasi, yaitu secara harfiah berarti diciptakan kembali. Re-kreasi memiliki tujuan untuk menciptakan kembali atau memulihkan kekuatan dirinya, baik fisik maupun spiritual untuk melakukan tugasnya lagi (Soemarwoto, 2001: 310). Tujuan rekreasi bermacam-macam, anatara lain; bermain, olahraga, belajar, istirahat, atau kombinasi macam-macam tujuan (Fandelli, 2001: 37). Pengertian pariwisata yang dianggap baku bagi kepariwisataan Indonesia sebagaimana didefinisi oleh Undang- Undang Pariwisata No.9 Tahun 1990, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut, sedangkan kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Dirjen Pariwisata, 1992: 2). Beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pariwisata adalah “Perjalanan seorang atau banyak, gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya. Juga proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas wisatawan yang datang dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatunya yang ada sangkut pautnya dengan proses tersebut”. Perjalanan melibatkan identitas diri wisatawan, dibawa pula pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan ke dalam keadaan baru selama perjalanan. Pemahaman, paradigma, pemikiran si-wisatawan merupakan variabel konstan bersifat tetap, kemudian mengalami relasi-relasi dalam proses perjalanan dan pariwisata tidak sama dengan mobilitas. Studi baru pariwisata, yakni adanya hal-hal yang bersifat ekstra manusia yang bersifat eksistensial di dalam diri wisawatan. Melihat, mengamati pariwisata/wisatawan tidak sama dengan mengamati objek-objek yang cenderung tetap, stabil dalam suatu perjalanan. Perjalanan pariwisata ada perubahan manusia, oleh karena itu eksistansialisme menjadi hal panting untuk dipertimbangkan dalam membuat definisi-definisi kepariwisataan. 2. Prinsip Dasar Pariwisata 'Prinsip' merupakan istilah sebagai dasar dan dasar proposisi yang berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan pengetahuan, teori atau konsep. Berbicara prinsip dalam sub bab ini adalah untuk memahami apa esensi pariwisata? Apa yang bukan esensi pariwisata (invariabel)? Kurangnya jawaban membawa ketidaksempurnaan konsep dan ini kadang-kadang dilihat dengan beberapa keraguan dan ketidakpercayaan di sektor akademis. Hal ini juga mengisyaratkan kekurangan dasar epistemologis pariwisata. Oleh karena itu, pentingnya prinsip-prinsip membangun fundamental dan ini memungkinkan batas-batas yang dapat ditarik untuk menunjukkan apa itu pariwisata dan apa yang bukan pariwisata. Memahami Prinsip dasar pariwisata kepentingan yang lain di dalam studi ini adalah untuk mendasari konstruksi pengertian transportasi pariwisata, yakni di mana
  • 21. posisi transportasi pariwisata di dalam studi transportasi pariwisata. Prinsip dasar pariwisata yang dimaksud adalah sesuatu yang semestinya ada, jika tidak ada sesuatu atau salah satu maka tidak akan ada pariwisata. Apa sesuatu yang mesti ada, yakni wisatawan dan objek wisata. Artinya tidak akan terjadi pariwisata jika tidak ada wisatawan dan objek wisata, begitu juga tidak akan ada pariwisata jika hanya ada salah satu dari wisatawan atau objek wisata. Prinsip tersebut muncul suatu pertanyaan posisi barang bawaan, perlengkapan wisata, oleh-oleh, dan lain-lainnya, jika tidak masuk pada prinsip bagaimana kaitannya dalam pelaksanaan wisata. Analaisis prinsip ini memberikan landasan yang sangat jelas dalam menyusun pengertian transportasi pariwisata itu sendiri. Artinya transportasi pariwisata adalah sebagai sarana untuk menunjang kegiatan perjalanan atau wisata agar kegiatan wisata tersebut dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Persoalan barang atau kebutuhan keseharian ada pada sector lain, karena transportasi pariwisata bukan untuk kepentingan perpindahan, mobilisasi atau distribusi. 3. Nilai Dasar Transportasi Pariwisata Nilai adalah sesuatu yang mendorong sesuatu untuk melakukan suatu pergerakan. Transportasi adalah benda yang tidak memiliki kemampuan sendiri untuk melakukan pergerakan, sehingga pergerakan transportasi ada yang menggerakkan. Pergerakan transportasi adalah hasil rekayasa, sehingga posisi transportasi adalah sebagai sarana atau alat untuk mendukung terselenggaranya suatu pergerakan. Pernyataan ini memberikan arti bahwa transportasi adalah sesuatu yang bukan pokok dalam pergerakan pariwisata, bias dirumuskan dalam suatu istilah bahwa pariwisata bias berjalan tanpa adanya transportasi. Pariwisata adalah pergerakan fitrah manusia, di mana pergerakan yang dikelola dengan pengelolaan atau manajemen pariwisata sehingga menjadi suatu bentuk perjalanan yang tidak sederhana. Pengelolaan perjalanan dalam arti pariwisata dalam arti perjalanan yang sederhana mengalami kemajuan sehingga menjadi perjalanan wisata yang memiliki nilai social dan ekonomi. Pariwisata adalah bentuknya perjalanan dari tempat asal untuk menuju objek wisata ada yang dekat, da nada yang jauh, ada yang antar kota, juga ada yang antar pulau, antar Negara dan antar benua. Jarak antara tempat tinggal dan tempat objek wisata, wisatawan dengan kemampuan naluri sehingga wisatawan menggunakan sarana untuk alat melakukan perjalanan. Sarana yang dipakai dalam pergerakan manusia mengalami perkembangan dan kemajuan dari sarana transportasi sederhana sampai modern sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi. Kemajuan teknologi transportasi yang sangat modern ini mampu membungkus paradigm kehidupan manusia, bahwa transportasi adalah jantung kehidupan. Pariwisata tidak akan dapat berjalan sesuai rencana dan keinginan wisatawan jika tanpa didukung transportasi yang memadai. Transportasi adalah sarana penting di dalam pembangunan pariwisata.
  • 22. Tujuan pariwisata adalah untuk rekreasi yaitu pemulihan eksistensi, untuk hiburan penyegaran jiwa dan raga, untuk mengetahui atas sesuatu yang baru dengan tujuan untuk menambah wawasan dan membentuk integritas, maka fungsi transportasi pariwisata bukan untuk memindahkan wisatawan juga bukan untuk mobilisasi, maka transportasi pariwisata memiliki nilai dasar daya tarik dan sarana. Nilai dasar inilah yang membedakan studi transportasi umum dengan studi transportasi khusus atau transportasi pariwisata. C. Nilai Praktis Pariwisata Nilai praktis pariwisata adalah nilai yang mendorong kegiatan pariwisata untuk memberikan asas manfaat pragmatis, yakni nilai manfaat praktis kegiatan parwisata. Sama dengan pembahasan nilai dasar dan prinsip dasar pariwisata kepentingannya adalah untuk mendasari pengertian dalam upaya membangun studi transportasi pariwisata. Di dalam studi filsafat pariwisata nilai praktis yang dimaksud adalah nilai estetika dan nilai etika. Estetika adalah nilai yang mendasari pada desain transportasi parwisata, desain tersebut memberikan landasan filosofis nilai dasar transportasi pariwisata dan mendasari spesifikasi nilai yakni transportasi pariwisata sebagai sarana dan daya tarik. Sarana dan daya tarik sebagai nilai dasar transportasi pariwisata merupakan landasan yang memberikan dasar ilmiah yang membedakan studi transportasi umum dan studi transportasi khusus (pariwisata). Nilai etika mendasari pada kajian teori praktis yakni etika berkaitan dengan perilaku subjek dalam mengoperasikan transportasi pariwisata atau diistilahkan etika praksis. Kajian etika reflektif dalam pembahasan studi transportasi tidak dibahas secara mendalam, dan masalah ini akan dikaji dalam studi etika transportasi pariwisata. Analisis nilai praktis yang mendasakan pada pendekatan estetika dan etika praktis memberikan landasan teori transportasi humanitas, di mana pengelolaan dan pengoperasian transportasi pariwisata dalam memberikan pelayanan yang mengutamakan pada nilai kenyamanan dibandingkan dengan nilai kelancaran, karena transportasi pariwisata bergerak pada pelayanan perjalanan wisata, bukan untuk kepentingan distribusi. Nilai dasar pariwisata, prinsip dasar pariwisata, nilai dasar transportasi pariwisata dan nilai praktis pariwisata merupakan landasan untuk mengkonstruk pengertian transportasi pariwisata. Analisis ini akan dijelaskan dalam bab berikutnya.
  • 23. BAB IV Pemahaman Dasar Transportasi Pariwisata A. Pengertian Transportasi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, kota budaya, pendidikan dan kota pariwisata, di samping memiliki variasi objek wisata juga memiliki kantong-kantong parkir bus pariwisata. Central parkir yang ada di Kuta Bali, halaman parkir objek wisata Jatimpark 2, tempat parkir toko sepatu Formil dan Oval Cibaduyut Bandung adalah fasilitas parkir Bus Pariwisata. Libur panjang akhir tahun 2015 kota-kota potensi kunjungan wisata (Tanjung Benoa, Kuta, Joger, Malioboro, Gua Pindul dan Pantai Indrayanti) macet dan fasilitas parkir tidak bisa menampung semua jumlah armada mobil maupun bus pariwisata. Ilustrasi empiris ini memberikan gambaran sensual tentang transportasi pariwisata darat terutama bus pariwisata. Moda yang lain seperti wisata kapal pesiar Royal Caribbean menghadirkan kapal Voyager of the Seas yang berlayar di Asia Tenggara selama tiga hingga lima malam dengan pelayaran dari Singapura ke Penang, Phuket dan Kuala Lumpur. Garuda, Air Asia, Lion, City Link, Batik air, Nam Air menjadi kunci yang mendukung keberhasilan pariwisata Indonesia. Sebagai negara kepulauan, keberadaan angkutan udara memiliki peran penting untuk pengembangan pariwisata nusantara. PT. Kereta Api Indonesia juga sudah mengoperasikan kereta / gerbong wisata dengan dengan desain exclusiv. Beberapa ilustrasi tersebut apa yang dimaksud pengertian transportasi pariwisata. Pengertian transportasi pariwisata jika berangkat dari analisis landasan teori diperoleh bahan baku untuk menyusun pengertian transportasi pariwisata itu sendiri. Transportasi dalam bahasa Inggris (transportation) artinya angkutan, yang menggunakan suatu alat untuk melakukan pekerjaan tersebut, atau dapat pula berarti suatu proses pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
  • 24. menggunakan suatu alat bantu kendaraan darat, laut, maupun udara, baik umum, khusus maupun pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak menggunakan mesin (Simbolon, 2003: 2). Mendasari pada arti dari tinjauan harfiah, nilai dasar dan makna praktisi di dunia pariwisata, maka pengertian transportasi pariwisata adalah sarana / moda untuk menghantarkan wisatawan dari tempat asal ke daerah tujuan wisata atas dasar jadwal perjalanan yang sudah direncanakan untuk memberikan pelayaanan dengan jaminan nyaman, aman, menyenangkan, tepat, selamat sampai kembali ke tempat semula. Manajemen transportasi pariwisata adalah mengelola operasional dan membangun kerjasama antara perusahaan dengan mitra bisnis pariwisata untuk memberikan pelayanan jasa transportasi wisata. B. Unsur-Unsur Transportasi Pariwisata Unsur adalah sesuatu yang dapat dipisahkan yang mempunyai fungsi tertentu. Bisa diartikan pula, bagian yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Suatu bagian yang tidak dapat diurai lagi menjadi bagian yang lebih sederhana. Pengertian transportasi pariwisata yang sudah dijelaskan di atas dapat diambil unsur-unsurnya yaitu; wisatawan, sarana (Moda), akses (prasarana), tujuan (objek wisata), jadwal perjalanan dan Lembaga. Unsur-unsur tersebut dalam studi transportasi pariwisata menjadi bagian analisis untuk menentukan atau menghasilkan suatu kebijakan moda dan prasarana serta aktifitas wisata tertentu di dalam pembangunan dan pengembangan potensi pariwisata. Kepentingan analisis masing- masing unsur dapat memberikan perangkat teoritis untuk menyusun rancangan dan mengelola pelayanan wisatawan. C. Hubungan Transportasi dengan Pariwisata Transportasi pariwisata dapat dikatakan sebagai urat nadi pertumbuhan dan perkembangan serta untuk kemajuan potensi pariwisata. Hubungan demikian transportasi pariwisata menjalankan fungsi sebagai unsur penting yang melayani kegiatan-kegiatan pariwisata yang sudah maupun sedang berjalan, dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan pariwisata. dikemukakan di sini bahwa transportasi pariwisata itu merupakan unsur penting di dalam kegiatan dan membangun pariwisata. Transportasi pariwisata dalam arti transportasi khusus tidak akan bisa bekerja maksimal tanpa didukung moda transportasi udara, laut, kereta api, atau transportasi umum. Sebaliknya, transportasi umum tidak akan maksimal tanpa didukung kepentingan pariwisata. Unsur pokok transportasi pariwisata adalah adanya wisatawan, sarana, prasarana, objek wisata, lembaga, dan
  • 25. jadwal perjalanan. Unsur-unsur ini yang mendasari spesifikasi dan membedakan dengan transportasi umum. D. Nilai Transportasi Pariwisata Pembahasan nilai dalam kajian studi transportasi pariwisata memiliki tujuan pemahaman kepada mahasiswa terhadap pengembangan bisnis transportasi pariwisata. Nilai dalam studi ini memiliki arti pada hal-hal yang berguna bagi pengembangan transportasi pariwisata, juga dalam arti sesuatu yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk merancang dan mengembangkan transportasi pariwisata. Ilmuwan dorongan kuat dalam bertindak adalah pengembangan teori dan penerapan teori dengan harapan untuk mendapatkan teori baru. Ada dua nilai yang dijadikan materi pembahasan analisis transportasi pariwisata, yaitu nilai manfaat dan nilai guna transportasi pariwisata. 1. Nilaai Manfaat Transportasi udara, darat, dan laut memberikan konstribusi pertumbuhan dan perkembangan pariwisata yang sangat dominan. Penerbangan Asiana Airlines, Garuda Indonesia (GA 9963); (Cengkareng (CGK) ke Seoul (ICN), Jakarta (CGK) ke Jeddah (JED) Saudi Arabia; Garuda Indonesia, Air Asia Extra 971, Saudia 816, dan Lion 111. Hongkong (HKG)- Jakarta (CGK) ; Garuda Indonesia, Cathay Pacifik 777, China Airlines 679. Penerbangan Jakarta (CGK) ke Roma (RMA); Qatar Airways (16j), Thai (16j), Singapore Airlines (16j), Emirates (17j), Etihad (18j). Kapal Pesiar ; MS Allure of the Seas, Oasis of The Seas, Freedom of The Seas, Liberty of The Seas, Independence of The Seas. (Cruise ship/cruise liner); adalah kapal penumpang yang dipakai untuk pelayaran pesiar, kapal mewah yang digunakan untuk wisata, untuk menikmati waktu yang dihabiskan di atas kapal, memiliki rute yang selalu kembali ke pelabuhan asal keberangkatan, mulai dari beberapa hari sampai sekitar tiga bulan yang dilengkapi fasilitas hotel berbintang. MS Allure of The Seas yang dibangun oleh Royal Caribbean International Company tahun 2006. Panjang 360 meter, tinggi 360 meter. Kapasitas penumpang 1385 wisatawan, 2000 crew, 25 restoran. Moda transportasi darat (Kereta Api; Argo Willis, Argo Bromo, Taksaka, Mutiara, Malioboro, Bima, dan lain-lainnya. Variasi pelayanan; KA Eksekutif, Bisnis, Campuran, Ekonomi AC, Ekonomi, Lokal, KRL. Bus Pariwisata Yogyakarta; Bimo Transporta (50), Tamijaya (45), Ardia transport (20), Tunggal Daya (20), GG (21), 99 Trans (12), Karya Jasa
  • 26. (38),OBL (40), Putra Remaja (23), Rahma Sinta (5), Ratna (9), Ramayana (40), Remaja (19), Rejeki (15), Prayogo (18), Sumber Waras (39). Moda darat, laut dan udara yang diuraikan di atas adalah sebagian yang memberikan kontribusi nilai manfaat nyata terhadap dinamika industri pariwisata dan pariwisata semakin memiliki nilai sosial ekonomi yang sangat tinggi. Pariwisata dengan beberapa moda transportasi tersebut memposisikan bisnis pariwisata menjadi industri pariwisata besar (raksasa) setelah elektro, garmen, dan mineral bagi bangsa Indonesia. Beberapa nilai manfaat transportasi pariwisata selain manfaat ekonomi, ada juga manfaat sosial dan manfaat politik. a. Manfaat ekonomis; Kegiatan-kegiatan industri pariwisata diarahkan atau ditujukan kepada produksi, distribusi, dan pemerataan kemakmuran. Dalam kegiatan kepariwisataan dengan kebijakan swadaya, pemberdayaan masyarakat diharapkan masyarakat bisa mengakses sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar wisatawan seperti pangan, tempat istirahat, tempat hiburan dan kebutuhan lainnya dalam kegiatan pariwisata belum tentu tercukupi di mana lokasi tinggal kegiatan pariwisata, artinya pengadaannya diperlukan distribusi dari daerah lain. keberadaan dan distribusi kebutuhan pariwisata dapat memicu pertumbuhan ekonomi. b. Manfaat Sosial Perilaku manusia seringkali berkaitan dengan tindakan-tindakan pribadi atau kelompok, yang subjektif dan objektif. Termasuk ke dalamnya adalah kegiatan-kegiatan terukur-tanggapan terhadap rangsangan, dan gerakan dari pribadi atau kelompok (Al Buraey, 124). Berikut dijelaskan bahwa pertama, Manusia memiliki keinginan terhadap sesuatu, sesuai dengan kecerdasannya, ia memerlukan makan, minum, pakaian, perhiasan, nikah, dan berkeinginan bersahabat. Kerja, bermain atau wisata, dan kerjasama merupakan keperluan manusia. Kedua manusia memiliki ingin tahu, dan ambisi untuk menyingkap rahasia, untuk mengetahui misteri, serta menemukan penyebab dan penalarannya. Manusia mampu bergerak dari tidak tahu menjadi tahu, menantang bahaya, dan memeiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif. Ketiga manusia diciptakan untuk menikmati kehidupan yang baik, sekaligus dipersiapkan untuk menikmati kehidupan yang sempurna. Keempat, manusia tidak dapat hidup sendirian, karena ia memang makhluk sosial. Secara naluriah,
  • 27. manusia hidup dalam masyarakat, dan apabila ada dalam kelompok ia akan mampu berbuat lebih. Ia jelas tidak dapat dipisahkan dari induknya, familinya, kelompoknya atau masyarakatnya. Manusia tidak akan pernah dapat melawan sifatnya sendiri. Aspek –aspek sosial meliputi aspek kebudayaan, kesehatan, pendidikan, dan rekreasi (wisata). Kegiatan ekonomi diarahkan untuk memperbaiki standar hidup, tetapi manusia tidak merasa cukup dengan terpenuhi kebutuhan ekonomi saja, akan tetapi memerlukan kebutuhan sosial. Dalammelaksanakan kegiatan sosial ditunjang oleh kegiatan transportasi (Adisasmita, 2014; 15). Transportasi tertentu, dan kualitas transportasi memposiskan status sosial dalam kehidupan kemasyarakatan. c. Manfaat Politik Negara kesatuan republik Indonesia dibagi dalam wilayah-wilayah politik yang terdiri dari berbagai pemerintah daerah, berbagai letak geografis dan geopolitis. Setiap daerah mempunyai pemerintahan yang mengatur aspek kehidupan politik meliputi hubungan rakyat dengan pemerintah, pemerintah dengan rakyat. Hubungan politik tersebut diperlukan komuniksi efektif terutama daerah-derah terisolasi oleh jarak dan keadaan geografisnya dapat dijangkau. Peranan sektor transportasi dalam pembangunan bidang politik adalah sebagai berikut; 1). Kesatuan nasional menjadi kuat 2). Pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat diperluas 3). Pertahanan dan keamanan nasional terhadap agresi dari luar, kekacauan dari dalam ditentukan pula oleh sistem transportasi yang efektif menunjang mobilitas dan distribusi, mampu memindahkan kekuatan militer untuk stabilitas dan keamanan (Sasmita, 2014; 17). 2. Nilai Kegunaan Transportasi memberikan produk pelayanan dalam bentuk jasa transportasi. Jasa angkutan merupakan hasil (output) perusahaan angkutan seperti jasa pelayaran kapal pesiar, kereta api, penerbangan, bus pariwisata, dan lain-lain. Pariwisata dan transportasi berkaitan dengan nilai sosial seseorang. Wisata ke Singapura, Hongkong, Belanda atau Eropa dengan Garuda Indonesia di dalam kehidupan sosial seseorang strata sosial naik lebih tinggi dibandingkan dengan naik Air Asia, Lion Air dan sebagainya. Kemajuan parwisata memberikan kekuatan perusahaan transportasi, karena keperluan wisata rohani, wisata belanja, wisata pleasure, dan
  • 28. tujuan wisata lainnya, semakin meningkat permintaan otomatis memperkuat bisnis transportasi, dan sebaliknya jika berkurang permintaan jasa angkutan, apabila kegiatan pariwisata mengalami kelesuan. 3. Peranan dan Pentingnya Transportasi Pariwisata Nilai dasar transportasi pariwisata adalah sarana dan daya tarik wisata. Jasa angkutan adalah produk dalam menghantarkan wisatawan dari tempat asal ke destinasi negara lain sebagaimana dengan program atau itenarary yang disepakati berdampak memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi negara tujuan. Pentingnya sarana transportasi dalam perkembangan dunia bersifat multidimensi. Salah satu fungsi dasar transportasi adalah menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang dengan para konsumen dan pelanggannya. Dunia transportasi dapat diibaratkan seperti seperti sebuah rumah besar dengan beberapa tingkat, banyak kamar, dan sejumlah jalur penghubung yang masing-masing memiliki karakteristik (Khisty dan Lall, 2005; 1). Hubungan antara kemajuan berbagai aspek jasa transportasi berkaitan erat sekali dan saling bergantung satu sama lainnya, begitu pula kemajuan jasa transportasi pariwisata. Sehubungan dengan itu pembangunan pariwisata dan pembangunan bidang lainnya perlu didukung dengan pembangunan dan perbaikan dalam sektor transportasi pariwisata. Kemajuan dan perbaikan dalam sektor transportasi pariwisata berarti tercermin dari kebijakan ongkos transportasi pada pemakai jasanya, peningkatan kecepatan, ketepatan waktu, dan jaminan keselamatan wisatawan, sebagaimana nilai filosofis dalam transportasi humanism. Peran dan pentingnya transportasi beserta kemajuan-kemajuannya juga mencakup aspek politik sebagaimana terciptanya kesatuan nasional, kebersamaan antar bangsa, tercipta dan kuatnya keamanan dan ketahanan nasional serta berkembangnya saling pengertian serta hubungan politik dan pemerintahan di antara berbagai negara di dunia. Transportasi pariwisata juga dapat berfungsi membina dan mengembangkan pengetahuan dan budaya nasional (Kamaluddin, 2003; 23). Transportasi pariwisata diharapkan dapat memberikan kemudahan aksesbilitas potensi wisata daerah terpencil dan aksesbilitas yang sulit
  • 29. dan menantang. Potensi wisata yang tersebar di berbagai nusantara agar bisa diberdayakan dan dimaksimalkan pemberdayaannya diperlukan rancangan transportasi khusus. Penekanan dalam pembahasan sub bab ini adalah Transportasi pariwisata dan sinergitasnya dengan pembangunan kepariwisataan. Prinsip utama pariwisata adalah pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan potensi pariwisata yang meliputi potensi alam, binatang langka, keanekaragaman budaya, teknologi, ekonomi kreatif, perbedaan bahasa daerah, kesenian, dan potensi lainnya dapat berfungsi dan berperan untuk stabilitas politik, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi daerah, menghidupkan dan menggerakkan ekonomi pedesaan dan daerah terpencil. Berperan juga transportasi pariwisata sebaga media komunikasi antar budaya untuk kepentingan atraksi budaya, kesenian daerah sebagai daya tarik kunjungan wisatawan. BAB V SISTEM TRANSPORTASI PARIWISATA A. Permasalahan Studi Transportasi Pariwisata Konstruksi Studi transportasi pariwisata memiliki tiga landasan, pertama adalah basis realitas keilmuan atau nilai dasar kajian yaitu objek material studi transportasi yakni sebuah analisis empiris yang berkaitan dengan sarana untuk memenuhi pergerakan kebutuhan hidup masyarakat. Basis analisisnya ada pada sarana pergerakan manusia, maka analisis keilmuannya ada pada materi (sarana) yang digunakan manusia untuk menuju kehidupan yang lebih sempurna. Analisis ini bisa diambil pemahaman bahwa studi transportasi pariwisata adalah ilmu yang bersumber pada analisis empirisme yakni metodologi yang digunakan untuk membangun keilmuannya atas dasar analisis pengalaman. Contoh sebuah pertanyaan, bagaimana Edi bisa sampai kota semarang dengan waktu sekian jam,,,? Pertanyaan ini peneliti melihat langsung dengan mata terhadap perjalanan edi menuju kota semarang. Diperoleh pengetahuan pertama bahwa Edi perjalanannya memakai kuda sehingga waktu tempuh hanya berkisar satu jam dalam perjalanannya. Pengetahuan kedua Jalan (akses) yang dilewati dan ketiga tempat yang dijadikan objek tujuan perjalanan Edi. Dapat disimpulkan berikutnya adalah peneliti melihat; Edi, Kuda, jalan yang dilewati dan tujuan. Keempat komponen tersebut adalah unsur-unsur yang dijadikan landasan analisis studi transportasi pariwisata sebagai objek formal.
  • 30. Struktur analisisnya yakni Edi sebagai subjek (manusia), Kuda sebagai sarana yang dijadikan tumpakan untuk perjalanan (sarana), jalan yang dilewati (analisis aksesbilitas), waktu tempuh dan tempat tujuan (analisis tatakelola perjalanan). Jika disederhanakan pengertian ilmu transportasi pariwisata adalah kajian yang objek materialnya; manusia (wisatawan), sarana, prasarana, jadwal perjalanan, dan tujuan perjalanan. Objek formal ilmu transportasi pariwisata adalah teori yang digunakan untuk mendasari analsis objek material. Basis ontologis ilmu transportasi pariwisata adalah empirisme, dan status ilmunya masih belum memiliki basis metodologi yang kuat, dikarenakan masih dalam tahapan perencanaan menuju ilmu mandiri. Untuk memahami hal ini akan dibahas beberapa pendekatan antara lain multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin ilmu. Studi transportasi pariwisata masih mendasari pada studi transportasi umum dalam tinjauan ilmu yang sudah mapan. Profesi dalam bidang transportasi pariwisata menyandang suatu tanggungjawab sosial yang sangat spesifik. Permasalahan demikian, diperlukan adanya kebijkan akademik untuk memfasilitasi pelatihan dan penelitian komprehensif dalam bidang studi transportasi pariwisata. Kelemahan studi transportasi pariwisata apabila menggunakan pendekatan bidang studi multidisiplin ilmu, akan berakibat terjadinya krisis ilmu transportasi pariwisata. Pendekatan sistem adalah suatu cara yang sistemik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang melibatkan suatu sistem. Ini adalah suatu filosofi pemecahan masalah yang khusus digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks (khisty dan Mohammadi, 2001). Sistem adalah suatu perangkat yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, disebut komponen, yang menjalankan sejumlah fungsi dalam rangka mencapai suatu tujuan. Diartikan pula yaitu sebagai suatu kesatuan, unit, atau integritas yang bersifat komprehensif yang terdiri dari komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerjasama mengintegrasikan sistem tersebut. Sistem dalam pengertian tersebut kalau salah satu terjadi rusak, maka rusak pula sistem tersebut (Miro, 2012; 1). Analisis sistem adalah penerapan metode ilmiah guna memecahkan masalah-masalah yang rumit. Tujuan (goal) adalah hasil akhir yang dikehendaki. Pernyataan-pernyataan operasional dari tujuan disebut objektif, objektif harus terukur dan dapat diraih. Umpan balik dan pengendalian sangat diperlukan agar performa suatu sistem bisa efektif. Penyusunan objektif sangat mungkin membutuhkan proses yang
  • 31. berulang-ulang. Setiap objektif memiliki ukuran-ukuran efektifitasnya (measure of effectiveness / MOE) sendiri-sendiri. Suatu MOE merupakan suatu ukuran yang menunjukkan hingga sejauh mana setiap tindakan yang diambil dapat memenuhi objektifnya. Ukuran-ukuran yang berhubungan dengan hilangnya keuntungan atau lepasnya peluang untuk setiap alternatif disebut ukuran biaya (measure of costs/MOC). MOC merupakan konsekuensi dari keputusan. Suatu kreteria menghubungkan MOE dengan MOC dengan cara menetapkan suatu aturan keputusan yang kemudian digunakan untuk memilih dari beberapa tindakan alternatif yang biaya dan efektivitasnya telah diketahui. Salah satu tipe dari kreteria khusus, suatu standar, adalah objektif yang pasti; tingkat terendah (atau tertinggi) performa yang dapat diterima. Dengan kata lain, standar merepresentasikan batas dari suatu performa di mana jika ini tidak dipenuhi performa tidak akan diterima (Cornell, 1980 dan Khisty dan Lall, 2005; 7). Sistem transportasi tidak hanya berintegrasi secara internal (antar sesama komponen di dalam sistem transportasi), tapi juga berintegrasi secara eksternal dan memiliki korelasi yang sangat kuat dan utuh dengan sistem-sistem lain di luar sistem transportasi itu sendiri, terutama dengan objek yang dilayani (Miro, 2012; 1) yaitu kegiatan kepariwisataan. Dalam komunitas, sering kali dijumpai konsep-konsep rumit yang membentuk keinginan dasar dan menggerakkan perilaku. Keinginan ini dapat diistilahkan dengan nilai (value). Nilai adalah dasar yang membentuk persepsi dan perilaku manusia. Karena nilai digunakan bersama oleh sekelompok orang dalam satu ikatan yang sama, maka wajar apabila berbicara mengenai nilai sosial (social value) atau nilai budaya (cultural value). Nilai-nilai mendasar yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat mencakup keinginan untuk bertahan hidup, kebutuhan untuk memiliki, kebutuhan akan ketentraman, dan kebutuhan akan rasa aman (Khisty dan Lall, 2005: 7, bandingkan Vinton, 1990, Wheeller, 1994, dan bisa dibaca di dalam Filsafat pariwisata, 2014; 186). Beberapa nilai dasar yang dapat dijadikan landasan ilmu transportasi pariwisata antara lain ilmu bidang; ekonomi dan bisnis, geografi, perencanaan wilayah, sosiologi, psikologi, hukum, statistik dan probabilitas dipadu dengan perangkat analisis yang dipakai dalam studi pariwisata. Relasi ontologis ilmu dengan pendekatan epistemologis interdispliner ilmu; integrasi – interkoneksi saya yakin bisa menjadi sebuah studi transportasi pariwisata yang mapan. Permasalahan pada aspek praksis, seperti pelayanan, memenuhi permintaan pada peak season (high season) dan low season (off season).
  • 32. Jaminan keselamatan penumpang, kualitas pelayanan, kualitas transportasi, teknologi dan informatika, manajemen operasi transportasi lokal objek wisata masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diperbaiki. Permasalahan transportasi pariwisata tersebut diperlukan solusi dengan pendekatan sistemik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang melibatkan satu sistem. Pemecahan masalah yang khusus (tourism transportation) digunakan untuk memecahkan permaslahan yang kompleks. Permasalahan lain adalah transportasi pariwisata sebagaimana dijelaskan di atas yakni sebagai daya tarik kunjungan wisatawan. Keberadaan transportasi demikian maka bersifat khusus, artinya desain peruntukannya bersifat lokal. Karena demikan sistem yang dibangun sedikit ketergantungannya dengan moda transportasi jalan raya. Tahap-tahap dalam Analisis Sistem; 1. Mengindentifikasi masalah-masalah dan nilai-nilai komunitas 2. Menentukan tujuan 3. Mendefinisikan objektif 4. Menentukan kriteria 5. Merancang alternatif aksi untuk mencapai tahap 2 dan 3 6. Mengevaluasi alternatif aksi, ditinjau dari sisi efektivitas dan biaya 7. Menguji objektif dan seluruh asumsi 8. Mengkaji alternativ baru atau melakukan modifikasi atas tahap 5 9. Menentukan objektif baru atau melakukan modifikasi atas tahap 3 10. Mengulang seluruh tahap hingga solusi yang memuaskan tercapai, dengan tetap mempertahankan kriteria, standar dan nilai (Khisty dan Lall, 2002: 8). B. Sistem Transportasi Pariwisata Pembahasan sistemtransportasi pariwisata agar memperoleh analisis yang komprehensif diawali pembahasan masalah sistem transportasi nasional (sistranas), karena transportasi pariwisata tidak bisa lepas dari kebijakan sistem transportasi nasional. Kebijakan pembangunan transportasi nasional pertama-tama tercermin dalam kebijakan pengembangan sektor transportasi dalam kesisteman yang dikenal dengan istilah SISTRANAS (Sistem Transportasi Nasional) yang telah lama dipersiapkan, dilaksanakan, dan dikembangkan oleh pemerintahan nasional. Pentingnya sarana transportasi dalam perkembangan dunia bersifat multidimensi. Sebagai contoh, salah satu fungsi dasar transportasi adalah
  • 33. menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau pembuat barang dengan para pelanggannya. Sudut pandang yang lebih luas, fasilitas transportasi memberikan aneka pilihan untuk menuju ke tempat kerja, pasar, dan sarana wisata, serta menyediakan akses ke sarana- sarana kesehatan, pendidikan, dan sarana lainnya (Khisty dan Lall, 2005; 1). Transportasi pariwisata memiliki ciri khusus yakni menghantarkan wisatawan dari tempat asal ke tempat tujuan wisata dalam rangka perjalanan untuk menjelajahi objek-objek wisata, berlibur, bernostalgia, olahraga, belanja, dan tujuan lainnya. Fitrah manusia adalah bergerak, berjalan, dinamik dan energik. Perjalanan dalam arti wisata pada hakikatnya adalah pergerakan, artinya wisata dalam arti manusia total yang berjalan itu termasuk hatinya, psikologisnya, kecerdasannnya, budayanya, keyakinannya. Perjalanan wisata dalam arti bukan sekedar fisik manusia untuk menikmati kesenangan dan hiburan semata. Nilai dasar ini yang membedakan wisata dengan urban dan mobilisasi serta bisnis. Pariwisata dalam arti pergerakan fitrah manusia mendasari terhadap kebijakan pembangunan dan pengembangan transportasi pariwisata. Kebijakana meliputi rancangan dan pengelolaan serta dalam pelayanan transportasi terhadap pengguna jasa transportasi tersebut. akan ada selama masih ada manusia, pariwisata akan tetap ada di mana ada manusia, dan wisata dalam arti kesenangan dan istirahat sejati tempatnya adalah di surga. Motivasi perjalanan bersifat dinamik, orang melakukan perjalanan didorong oleh kebutuhan praktis dalam politik dan perdagangan, perasaan ingin tahu, kepentingan keagamaan, mencari ilmu, untuk tujuan kenikmatan dan kesenangan (pleasure). Abad XVII dan XVIII bentuk perjalanan dalam arti hiburan untuk mengunjungi keindahan kota, bangunan bersejarah, pantai, gunung mulai menarik perhatian wisatawan dari berbagai negara. Penemuan kereta api sekitar pertengahan abad ke XIX menyebabkan terjadinya revolusi di dunia perjalanan. Jaringan-jaringan kereta api nasional memberi kemungkinan semakin mudah dan luas daerah-daerah yang dapat dijangkau. Penemuan lokomotif tersebut mempunyai tiga pengaruh penting yaitu; kecepatan, kapasitas, serta biaya yang lebih rendah. Penemuan ini memungkinkan pariwisata berkembang lebih cepat dibanding dari waktu-waktu sebelumnya. Karakter wisata atau perjalanan sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan dasar yang membedakan sistem transportasi pariwisata (khusus) dengan sistem transportasi umum. Transportasi pariwisata nilai dasarnya adalah untuk menghantarkan wisatawan dalam perjalanan
  • 34. menuju lokasi-lokasi wisata, menghantarkan wisatawan untuk kunjungan ke destinasi. Tourist destination transportation adalah sarana dan prasarana angkutan wisata menuju dan dari daerah tujuan wisata dan dalam lokasi interen daerah yang bersangkutan (udara, laut, darat, alat angkutan lokal; antara lain, andong, becak, sepeda, kuda, perahu, dan lain-lainnya) (Pendit, 2005; 156). Pemahaman tourist destination transportation mengandung pengertian bahwa transportasi pariwisata baik moda maupun prasarana sistem transportasinya terbatas pada kepentingan pengembangan pariwisata dan pelayanan kebutuhan transportasi wisatawan, terutama kepentingan perjalanan wisatawan dari lokasi pemberangkatan, bandara, terminal, stasiun, dan pelabuhan ke tempat tujuan wisata. Beberapa sistem transportasi pariwisata yang terjadi antara lain dalam bentuk carter dan reguler. Kemajuan pariwisata, bersinergi dengan kebutuhan akan transportasi pariwisata. Kebutuhan akan jasa transportasi pariwisata ditentukan oleh jumlah wisatawan yang dihantarkan dari suatu tempat ke tempat tujuan wisata. Jumlah kapasitas angkutan yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan perjalanan wisatawan bersifat variatif. Permintaan terhadap jasa transportasi pariwisata adakalanya terjadi peak season, dan ada kalanya low season. C. Lalu lintas sebagai Fungsi kegiatan transportasi pariwisata; Pariwisata akhir-akhir ini menjadi trend pembangunan daerah, setiap masuk kota terpampang tulisan ucapan selamat datang di kota wisata; kota batik, kota bumi wali, kota wali, kota bahari, dan sebagainya. Pariwisata dijadikan mesin cetak uang untuk PAD. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah membangun fasilitas potensi dalam rangka untuk menarik minat kunjungan. Fasilitas umum untuk kepentingan pariwisata minimal yang harus dimiliki antara lain, terminal, stasiun, pelabuhan, bandara, rest area, informasi pariwisata, akses jalan yang memadahi, rambu-rambu lau lintas penunjuk lokasi wisata, dan sebagainya. Objek wisata (pantai, heritage, alam, wisata belanja, kuliner) adalah lokasi yang menjadi daya tarik kunjungan wisata. Transportasi dalam hal ini sebagai kegiatan untuk memfasilitasi wisatawan dalam mengakses dari terminal, stasiun, bandara, pelabuhan dan dari rest area ke lokasi objek wisata. Wisatawan yang menggunakan transportasi carter , car rent, tentunya yang diperlukan adalah akses prasarana (jalan, tempat
  • 35. parkir, rest area, rambu-rambu lalu lintas, informasi wisata) yang memadahi. D. Carter Transportation (sewa transportasi) Karakteristik transportasi pariwisata adalah carter transportastion, sistem carter untuk paket wisata pada awalnya sistem ini diperkenalkan baik bagi wisatawan maupun untuk maksud-maksud lain dalam arti biasa, misalnya pesawat, bus, mobil, kereta/gerbong, becak, kereta kuda, sepeda motor, sepeda onthel, dan sarana transportasi lainnya. Sistem carter atau sewa untuk kepentingan paket wisata pemberangkatannya tidak dijadwalkan secara reguler dan demi kelancaran, kenyamanan dan jaminan keselamatan. Awal tahun 1950-an, di mana pariwisata mengalami perkembangan pesat dan meluas di Eropa kemudian beberapa agen perjalanan mulai berfikir untuk mengusahakan pelayanan carter pesawat udara ke destinasi-destinasi tertentu, sehingga mulailah serangkaian operasi pesawat carteran yang dikenal sebagai back to back charter. Hal ini merupakan pola baru, karena para agen perjalanan ini dan perusahaan transportasi mendapat keuntungan lebih, sehingga mampu membeli pesawat-pesawat mereka sendiri dari perusahaan angkutan dengan harga terjangkau dan persyaratan pembayaran yang mudah. Pebisnis transportasi kemudian mampu menekan harga angkutan udara reguler dan menjual suatu paket wisata yang lengkap, termasuk di dalamnya harga transpor lokal, penhginapan, kuliner dan excursion, dengan tingkat harga yang sama atau bahkan lebih murah dari pada tarif angkutan udara yang biasa ke suatu daerah tujuan tertentu (Wahab, 2003; 230). Permasalahan muncul dalam pengertian transportasi pariwisata, yakni kereta api, pesawat terbang ruguler, bus way baik trans Jakarta, trans Jogja dan sejenis apakah masuk dalam pengertian transportasi pariwisata. Analisis untuk memberikan jawaban persoalan tersebut, jika berdasarkan pada pengertian transportasi pariwisata adalah moda untuk menghantarakan wisatawan untuk kunjungan wisata dengan jadwal atau itenerary yang sudah disepekati antara biro perjalanan wisata dengan wisatawan, maka transportasi umum atau reguler yang kemanfaatannya bukan untuk wisatawan dan kunjungan objek wisata, maka beberapa moda tersebut bukan masuk pada pengertian transportasi pariwisata. Perkembangan trand pariwisata kedepan akan lahir pesat moda transportasi pariwisata bersifat carter untuk kepentingan perjalanan wisata. Termasuk di dalamnya akan diperlukan bandara dan pelabuhan
  • 36. serta terminal khusus atau rest area sebagai terminal pemadu transportasi pariwisata khusus untuk pelayanan pariwisata. E. Penyusunan Jaringan transportasi pariwisata Permasalahan yang banyak terjadi adalah jaringan lalu lintas yang ada dan koneksitas dengan lokasi objek wisata tidak terencana secara integritas. Pola lalu lintas sering mengalami perubahan-perubahan rute, dikarenakan oleh pertumbuhan sarana transportasi yang tidak seimbang dengan perbaikan prasarana transportasi. Pola-pola jaringan lalu lintas antara lain; pola satu arah (one way traffic), atau dua arah (two ways traffic), hal ini tergantung dengan kondisi prasarana transportasi dan kemampuan daerah. Idealnya dirancang dengan pola ring roads, dan di luar ring roads tersebut dapat dibuat outer ring road (lingkaran jalan di luar ring road yang telah ada). F. Efektivitas Sistem Transportasi Pariwisata Kebutuhan akan transportasi pariwisata mengalami peningkatan sebanding dengan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Wisata dalam arti perjalanan untuk rekreasi menunjukkan kemajuan. Aksessibilitas dan kapasitas dalam arti kemudahan masyarakat memperoleh pelayanan transportasi pariwisata diperlukan adanya analisis permintaan dan penawaran. Kualitas pelayanan jasa transportasi yang berorientasi carter dan rental terutama usia kendaraan, fasilitas kendaraan, jaminan keselamatan dan sumberdaya manusia mengalami peningkatan. Keterjangkauam pelayanan (afordabilitas) oleh daya beli masyarakat terhadap transportasi pariwisata selalu mengalami peningkatan. Pemanfaatan prasarana dan sarana transportasi pariwisata juga mengalami peningkatan.
  • 37. BAB V REKAYASA TRANSPORTASI PARIWISATA Transportasi pariwisata adalah moda atau sarana untuk menghantarkan wisatawan dari tempat asal ke tempat tujuan wisata berdasarkan jadwal perjalanan yang telah disepakati sebelumnya. Rekayasa transportasi adalah penerapan suatu ilmu yang berkaitan dengan teknologi di mana sifat-sifat dari zat dan sumber-sumber energy yang ada di alam digunakan untuk kepentingan manusia dalam bentuk; struktur bangunan, mesin, alat produksi, system, dan proses lainnya (Sani, 2010; 19). Rekayasa transportasi selalu dikaitkan dengan Ilmu Teknologi seperti; penerapan dari sains di mana sifat-sifat zat dan sumber-sumber energy alam dipakai untuk mengangkut penumpang dan atau barang selalu dihitung dengan suatu cara yang berguna bagi manusia secara efisien. Rekayasa transportasi pariwisata adalah suatu perencanaan, analisis, dan desain sarana (moda) dan prasarana serta manajemen dengan mendasarkan pada teori rekayasa untuk menjadikan sarana dan prasarana sebagai daya tarik kunjungan wisata. Prinsip rekayasa (engineering) yang terdiri dari perencanaan, analisis dan desain yang berkaitan dengan disiplin ilmu teknik yang berkaitan dengan system transportasi ini seperti; teknik sarana, teknik prasarana, pemikiran tentang alat yang berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan, juga melihat pengaruhnya terhadap lingkungan atau tenaga yang akan digunakan untuk menggerakkan sarana yang disebut piranti “keras” dalam system transportasi. Rekayasa transportasi terutama yang terkait dengan perencanaan dan operasinya system transportasi ini harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan dampaknya dari system transportasi ini akan selalu berkaitan dengan Ilmu Sosial, seperti perilaku manusia (human behavior), bidang ekonomi (welfare), perencanaan perkotaan (urban planning) atau ilmu politik termasuk ilmu hukum. Hal ini menerangkan secara tersirat bidang apa saja yang akan masuk dan profesi apa yang akan berkecimpung di dalam rekayasa transportasi. Betapa banyak dan
  • 38. beragamnya bidang pekerjaan (ilmu) dalam transportasi dan untuk melibatkan adanya proses alamiah dalam proses transportasi ini, mencakup bidang ilmu yang berkaitan dengan hal-hal mengenai perencanaan, implementasi dan evaluasi system transportasi yang sudah ada (Sani, 2010; 20). Sebagai contoh perencanaan suatu jalan piranti keras dalam system transportasi maka diperlukan dalam perencanaannya beberapa bidang ilmu antara laian; 1. Teknik Sipil 2. Teknik Geodasi 3. Ilmu Fisika 4. Matematika dan Statistika 5. Ilmu Ekonomi 6. Ilmu-Ilmu Sosial 7. Dan Ilmu-Ilmu Lainnya (Sani, 2010;20). Ruang lingkup rekayasa transportasi Keinginan manusia untuk senantiasa bergerak dan kebutuhan mereka akan barang telah menciptakan kebutuhan akan transportasi. Preferensi manusia dalam hal waktu, uang, kenyamanan, dan kemudahan mempengaruhi moda (cara) transportasi apa yang akan dipakai, tentu saja sejauh moda transportasi tersebut tersedia bagi si pengguna (Khisty, Lall, 2005; 5). Tehnik transportasi sebagai penerapan prinsip-prinsip sains dan teknologi dalam perencanaan, desain fungsional, pengoperasian, dan pengelolaan berbagai fasilitas untuk segala bentuk moda transportasi dengan tujuan untuk menjamin pergerakan manusia dan barang yang aman, cepat, nyaman, mudah, ekonomis, dan ramah terhadap lingkungan. Tehnik lalu lintas, salah satu cabang dari teknik transportasi, dapat dideskripsikan sebagai “bagian dari teknik transportasi yang berhubungan dengan perencanaan, desain geometris, dan pengoperasian lalu lintas jalan (road), jalan umum (street), jalan raya (highway), jaringan-jaringannya, terminal, lahan yang ditempatinya, dan hubungannya dengan moda transportasi lainnya” (Khisty, Lall, 2005; 5). Perencanaan, Pemodelan, dan rekayasa transportasi Permasalahan transportasi dan tehnik perencanaannya mengalami revolusi yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada saat ini masih dirasakan
  • 39. banyak permasalahan transportasi yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1960-an dan 1970-an, misalnya kemacetan, polusi suara dan udara, kecelakaan dan tundaan (Tamin, 2008; 33). Akhir tahun 1980-an, Negara maju memasuki tahapan yang juah lebih maju dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu di sector perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi. Hal ini disebabkan antara lain oleh pesatnya perkembangan pengetahuan elektronika dan computer yang memungkinkan berkembangnya beberapa konsep baru mengenai system prasarana transportasi, system pergerakan, dan peramalan kebutuhan akan transportasi yang tidak pernah terpikirkan pada masa lalu (Tamin, 33). Proses perencanaan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan atau kebijakan. Dengan kata lain, para pengambil keputusan atau kebijakan akan menggunakan hasil dari perencanaan dan pemodelan sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan (Tamin, 2008; 34). Semakin tingginya pendapatan dan kemajuaan taraf hidup, menyebabkan meningkatnya pergerakan manusia untuk mengadakan perjalanan wisata. Tingginya tekanan yang dirasakan oleh setiap orang yang tinggal di daerah perkotaan menyebabkan rekreasi menjadi suatu kebutuhan utama. Sudah barang tentu hal inipun menyebabkan semakin banyaknya pergerakan (Tamin, 2008; 36). Orang yang melakukan pergerakan perjalanan wisata disebabkan antara lain; pertama, meningkatnya kemajuan tingkat kecerdasan masyarakat, kedua, meningkatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia. Ketiga, kesibukan manusia yang menyebabkan kepenatan dan ketidaksegaran spiritual. Untuk memberikan solusi perkembangan paradigm masyarakat demikian, beberapa perkembangan penting dalam perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi untuk memiliki konsep transportasi pariwisata humanis, yakni menjadi daya tarik dan memberikan pelayanan maksimal. Model dan peranannya Model adalah suatu penyederhanaan realita (dunia yang sebenarnya). Model merupakan cerminan dan penyederhanaan realita untuk tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan (Tamin, 1988, 1997a, 200a, 2005; 37). Beberapaa model dapat mencerminkan realita secara tepat. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata yang merupakan model miniature Indonesia. Wisatawan untuk mengenal Indonesia yang memiliki 34 wilayah propinsi dan kekayaan budaya tidak perlu mengeluarkan biaya dan waktu lama untuk berkunjung ke seluruh propinsi (realita), tetapi dapat
  • 40. membayangkannya dengan hanya melihat model TMII. Model fisik (model arsitek, model tehnik sipil, wayang golek, dan lain-lain.  Peta dan diagram (grafis)  Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan beberapa aspek fisik, social-ekonomi, dan model transportasi (Tamin, 2005; 37). Transportasi dan Wisata Alam dan Wisata Minat Khusus sebagai Daya Tarik Pembahasan pada sub bab transportasi wisata alam merupakan pembahasan analisis berdasarkan pada kajian interdisiplin ilmu ecotourism dan tourism transportastion. Ragam wisata alam yang terbentang memiliki daya tarik kunjungan dan kebanyakan ada di kawasan sulit dijangkau wisatawan. Kepentingan wisatawan alam (ecotourist) memerlukan sarana dan prasarana khusus, tidak sama dengan yang diinginkan sebagaimana wisatawan pada umumnya. Kajian pada sub bab ini dibatasi pada analisis kepentingan transportasi pariwisata dan estetika alam dalam upaya pelestarian alam yang dapat dijadikan sumber ekonomi yang berkelanjutan, dikelola secara manajemen yang memadukan teori transportasi pariwisata dan estetika alam. Atraksi wisata alam terdiri dari dua kelompok yaitu wisata perairan atau wisata bahari dan wisata daratan. Wisata perairan (bahari/marine), selat, teluk, sungai, dan danau berupa kegiatan wisatawan untuk berlayar, susur sungai, dan lain-lain. Wisata daratan berupa kegiatan offroad, labasan , sepeda gunung, penelusuran gua, terbang layang, airo spot, paralayang, penelitian, dan lain-lain. Wacana filosofis masalah keindahan alam sampai sekarang masih terbatas pada analitika estetika Anglo-Amerika. Fenomena pariwisata terletak di luar bidang kajian tersebut. Estetika lingkungan merupakan kajian baru dan berkembang pada sub bagian dalam estetika terapan, namun apresiasi estetika alam dan pariwisata sangat terkait erat secara historis dan filosofis (Carlson, 2000: 4-11). Kajian hal ini bagaimanapun suatu tugas yang tidak mudah, disamping problem kelangkaan literatur. Studi hal tersebut literatur yang ada baru sebatas studi ekowisata (wisata lingkungan) dalam arti misi industri dan pelestarian. Ada yang berpendapat bahwa studi pariwisata memiliki ruang lingkup kajian estetika alam. Mencakup atraksi wisata alam antara lain; padang gurun, taman kota, perkebunan (agrowisata), seni lingkungan, termasuk juga objek mulai dari pantai pasir putih, Taman Safari; satwa cagar alam (gajah, Badak, rusa, atau spesies fauna dan flora, ekosistem, menggabungkan transportasi, objek wisata, dan fenomena alam. (Carlson, 2000: xx- xxi; Budd, 2003: 3). Pembahasan masalah transportasi pariwisata dan objek wisata alam tersebut adalah merupakan analisis fokus pada pembahasan pengelolaan transportasi pariwisata dalam upaya meningkatkan kunjungan wisata alam yang memerlukan moda dan prasarana khusus. Kepentingan estetika alam dan desain transportasi
  • 41. pariwisata bersifat khusus diperlukan rekayasa sarana (moda khusus), rekayasa prasarana yakni jalur khusus dan rekayasa manajemen transportasi wisata alam. Indonesia memiliki potensi atraksi wisata alam yang sangat banyak dan menarik untuk dikembangkan. Potensi tersebut sebagian terletak di kawasan yang sulit diakses oleh transportasi. Objek wisata alam yang beraneka ragam ini perlu dirancang khusus dalam pemanfaatan dan pengusahaannya secara khusus juga, rekayasa khusus diharapkan kehadiran transportasi periwisata tidak berdampak pada kerusakan fisik maupun non fisik, sehingga konsep konservasi sumberdaya alam untuk wisata ini dapat diwujudkan. Kepariwisataan alam merupakan segala sesuatu pengusahaan wisata alam yang menyangkut penyelenggaraan ke objek wisata alam. Peningkatan dan pengembangan kepariwisataan alam harus dilakukan terhadap kedua aspek yaitu penyelenggaraan dan objeknya (Fandelli, 2001: 69). Transportasi sebagai sarana untuk menghantarkan wisatawan dalam menikmati objek wisata alam, transportasi pariwisata demikian juga medasarkan pada nilai dasar transportasi yaitu sebagai sarana daya tarik bagi wisatawan untuk perjalanan wisata. Wisata alam dan transportasi merupakan dua nilai dasar yakni keindahan, sarana untuk menjangkau tujuan dan juga nilai daya tarik dimana moda menjadi pilihan untuk kegiatan wisata alam. Hubungan organis antara transportasi dan alam agar tidak menjadikan penyebab rusaknya wisata alam tentu diperlukan rekayasa transportasi pariwisata yang memberikan konstribusi kelestarian alam. 1. Transportasi, Wisata Budaya dan Daya Tarik Pengembangan pariwisata Indonesia pada dasarnya menggunakan konsep pariwisata budaya (cultural tourism) seperti telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 (Dirjen Pariwisata, 1992). Fungsi yang melekat pada warisan budaya itu membuatnya harus terbuka untuk dikunjungi dan dilihat oleh orang banyak. Tetapi di lain pihak, sebagai akibat dari fungsinya tersebut, harus pula dilestarikan dengan cara seksama, dengan demikian generasi berikutnya dapat mengetahui dan mengagumi kebesaran nenek moyang bangsanya. Kekhawatiran terhadap dampak kunjungan wisatawan asing yang setiap tahun mengalami peningkatan itu dapat dihindarkan apabila perencanaan pariwisata itu dilakukan secara terpadu. Seperti mempertahankan kualitas, sebenarnya tidak perlu menghambat pembangunan pariwisata. Mempertahankan mutu, kerja sama antara jajaran pariwisata dan kebudayaan harus akurat. Pariwisata itu membangun atau menghancurkan? Pertanyaan itu timbul karena cukup banyak dijumpai dampak pariwisata yang terjadi di lapangan, seperti merosotnya kualitas barang-barang seni budaya, terjadinya komersialisasi seni budaya itu sendiri, sampai-sampai terjadinya pencemaran tempat-tempat beribadah yang dianggap sakral oleh masyarakat penganutnya (Yoeti, 2006: 136). Diakui adanya komoditisasi dari berbagai aspek kebudayaan dan keagamaan, yang memunculkan konflik karena pengaruh pariwisata (Pitana dan Gayatri, 2005: 137). Kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam menghadapi pariwisata,
  • 42. proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas otomatis hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antar budaya. Bagaimana studi transportasi pariwisata dalam kontribusinya baik dalam aspek teori dan praktis pada objek wisata budaya. Analisis permasalahan ini rekayasa moda dan infrastruktur transportasi harus mempertimbangkan nilai-nilai budaya di mana budaya dijadikan objek wisata. Wisata budaya adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh wisatawan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk tujuan penyegaran dan menambah pengetahuan wisatawan dengan harapan kunjungan wisata budaya wisatawan dapat menambah pengetahuan, kepuasan batiniah, dan meningkatkan integritas yaitu nilai kejujuran dan berkarakter kuat atau semakin mantab jatidirinya wisatawan. Tempat-tempat khusus yang dimkasud sebagaimana objek wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain; Pura Tanah Lot Bali, Candi Boro Budur Jawa Tengah, Candi Prambanan di Sleman Jogjakarta, Pura Luhur Uluwatu Bali, Istana Tirta Gangga Bali, Kapal Karam USS Liberty, Bali, Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Pura Tirta Empul, Bali, Pura Besakih, Bali. Istana Maimun, Medan. Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Keraton Yogyakarta, Yogyakarta. Festival Lembah Baliem, Papua. Festival Krakatau, Lampung. Toraja, Tana Toraja. Gunung Bromo, Pulau Komodo, Lawang Sewu, Kota Tua Jakarta, Objek wisata Ziarah Para Wali. Beberapa objek wisata tersebut dalam studi transportasi pariwisata bias memberikan kajian akademik dalam upaya untuk membuat dan menambah daya tarik. Karaton Yogyakarta, salah satu contoh sarana transportasi wisata bisa dikembalikan dengan transportasi tradisional, seperti sepeda tua dan kereta kuda dengan rekayasa model dan manajemen berangkat dari stasiun Tugu melewati Malioboro berhenti di luar beteng. Objek wisata candi Prambanan-Ratu Boko, Candi Barong dan Candi Ijo direlasikan dengan objek wisata Breksi diperlukan desain transportasi pariwisata. Kajian transportasi pariwisata untuk kepentingan peningkatan daya tarik kunjungan wisata budaya diperlukan kajian interdisiplin ilmu antara lain studi pariwisata, transportasi, kebuayaan, dan estetika. 2. Transportasi dan Daya Tarik Wisata Rohani Wisata spiritual sebagai bentuk wisata alternatif, Maurice Shadbolt (1976) dikutip oleh Singh dalam makalah; Aesthetic Pleasures; Contemplating Spiritual Tourism, ed; (Tribe, 2009: 135) secara sederhana diartikan sebuah sintesis antara spiritualitas dan pariwisata moderen sebuah utopia philosopherâ’s? Analisis terjadinya bipolaritas yakni hidup berdampingan dan berlawanan antara yang terang dengan gelap, baik dengan buruk dan indah dengan jelek. Wisata rohani menawarkan bentuk wisata kesalehan dan kesenangan. Menyatukan antara wisata rohani dan wisata kesenangan merupakan solusi atas kekhawatiran tersebut. Wisata rohani memberikan manfaat kepada wisatawan yakni memberikan dorongan transformasi kejiwaan dalam bentuk perilaku mulia atau kebajikan. Kombinasi kontemplasi, keterlibatan, aktualisasi dan kesejahteraan (seperti