Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menganut sistem pembuktian terbalik dimana terdakwa dapat dibebani untuk membuktikan dirinya tidak bersalah atau asal usul hartanya. Pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 12B, 37, 37A, 38B yang memberikan kewajiban pada terdakwa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah atau asal usul hartanya bukan dari tindak pidana korupsi.
3. LATAR BELAKANG
Salah Satu fenomena sosial di Indonesia adalah semakin
banyaknya terjadi kasus tindak pidana korupsi. Fenomena
korupsi telah menimbulkan ketidakpercayaan publik
terhadap hukum dan sistem peradilan pidana. Adapun
bentuk tindak pidana korupsi yaitu berupa perbuatan yang
dapat merugikan keuangan negara, suap menyuap,
penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.
Dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi
pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan
paling penting dalam proses pengungkapan tindak pidana
korupsi di persidangan. Pemeriksaan di persidangan akan
terungkap fakta-fakta yang menentukan bahwa seseorang
4. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud pembuktian ?
2. Bagaimana pembuktian terbalik dalam
tindak pidana korupsi berdasarkan
undang – undang korupsi ?
5. TEORI
Bambang Poernomo menyatakan, hukum pembuktian adalah
keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang - undang
mengenai kegiatan untuk rekontruksi suatu kenyataan yang
benar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan
persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan
perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut
ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan
dalam perkara pidana
Romli Atmasasmita, menjelaskan asas pembalikan beban
pembuktian bertujuan untuk merampas harta kekayaan yang
diduga berasal dari korupsi melalui civil recovery tidak
merupakan pelanggaran HAM tersangka, karena yang harus
dibuktikan adalah asal – usul harta kekayaannya dimana
6. PEMBUKTIAN TERBALIK
Pembuktian merupakan bagian yang terpenting dari keseluruhan
proses pemeriksaaan perkara dalam persidangan di pengadilan, baik
perkara pidana maupun perdata karena dari sinilah akan ditarik
suatu kesimpulan yang dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam
menilai perkara yang diajukan. Hakim memberikan putusanya
berdasarkan atas penilaianya terhadap pembuktian. Adapun tujuan
dari pembuktian adalah untuk mencari dan menempatkan kebenaran
materiil dan bukanlah untuk mencari kesalahan orang lain.
Secara universal beberapa asas penting dalam hukum pidana yang
berkait erat dengan ketentuan pembuktian adalah asas legalitas
(nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali) merupakan
asas berasal dari Von Feurbach sarjana hukum pidana Jerman (1775-
1833). Pada dasarnya asas legalitas diatur dalam ketentuan Pasal 1
ayat (1) KUHP yang berbunyi :
“ Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain dari kekuatan
7. Pembuktian terhadap tindak pidana korupsi dilakukan menurut
hukum acara pidana umum (KUHAP) dan hukum acara pidana khusus
Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang - Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
Pembuktian terbalik merupakan upaya untuk meyakinkan hakim atas
kebenaran dalil – dalil yang diajukan di persidangan yang tidak
hanya dilakukan oleh Penuntut Umum, melainkan juga oleh
Terdakwa maupun kuasa hukumnya.
Pembuktian Terbalik merupakan suatu jenis pembuktian yang
berbeda dengan hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jenis pembuktian ini
mewajibkan Terdakwa untuk membuktikan bahwa dirinya tidak
bersalah atau membuktikan secara negatif (sebaliknya) terhadap
dakwaan Penuntut Umum. Walaupun Terdakwa dibebani beban
pembuktian tetapi tidak menghapuskan kewajiban Penuntut Umum
PEMBUKTIAN TERBALIK
8. Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi diatur dalam Undang - Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sistem pembuktian terbalik merupakan pengecualian Hukum Acara Pidana
sebagaimana diatur pasal 66 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana yang menganut praduga tak bersalah, yakni tersangka atau
terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Selanjutnya, Undang - undang Pembetantansan Tindak Pidana Korupsi
Nomor 31 Tahun 1999 yang menggantikannya menganut pembuktian
terbalik ‘pura-pura’. Pasal 37 ayat (1) menyatakan, “terdakwa mempunyai
hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.”
Penjelasannya, ketentuan ini merupakan suatu penyimpangan dari
ketentuan KUHAP yang menentukan bahwa Jaksa yang wajib membuktikan
dilakukannya tindak pidana, bukan terdakwa. Menurut ketentuan ini
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
9. Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
ketentuan mengenai pembuktian perkara korupsi terdapat dalam Pasal
12B ayat (1) huruf a dan b, Pasal 37, Pasal 37 A dan Pasal 38B.
PASAL 12 B
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan
oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
10. ‘’Pasal 37
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa
ia tidak melakukan tindak
pidana korupsi.
(2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia
tidak melakukan tindak pidana
korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh
pengadilan sebagai dasar
untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.”
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
11. Pasal 38 A
Pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat
(1) dilakukan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan
Pasal 38 B
1. Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 2, pasal 3,
Pasal 4, pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan pasal 16
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5
sampai dengan pasal 12 Undang-Undang ini, wajib
membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya
yang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
12. 2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta
benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan
karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap
diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim
berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda
tersebut dirampas untuk negara.
3. Tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diajukan oleh penuntut umum pada saat
membacakan tuntutannya pada perkara pokok
4. Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) bukan bersal dari tindak pidana korupsi
diajukan oleh terdakwa pada saat membacakan pembelaanya
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
13. 5. Hakim wajib membuka persidangan yang khusus untuk
memeriksa pembuktian yang diajukan terdakwa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).
6. Apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari
segala tuntutan hukum dari perkara pokok, maka tuntutan
perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) harus ditolak oleh hakim.
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG KORUPSI
14. Pembuktian terbalik merupakan upaya untuk meyakinkan
hakim atas kebenaran dalil – dalil yang diajukan di
persidangan yang tidak hanya dilakukan oleh Penuntut
Umum, melainkan juga oleh Terdakwa maupun kuasa
hukumnya. Pembuktian ini dapat dikatakan extra ordinary
enforcement karena pembuktian ini menyimpang dari Pasal
66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berisi
bahwa Terdakwa tidak dibebani beban pembuktian sebagai
perwujudan asas presumption of innocence. Pembuktian
terbalik di Indonesia bersifat terbatas dan berimbang.
Upembuktian Terbalik dalam Undang - Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi ketentuan
mengenai pembuktian perkara korupsi terdapat dalam Pasal
KESIMPULAN