2. FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH PUTIH
kuliah umum
PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH TANGGA UNTUK
MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KOPI ARABIKA ORGANIK
Disampaikan pada Kuliah Umum:
SUSTAINABILITY OF COFFEE GAYO
Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Putih, Takengon
Takengon, 21 Juni 2022
Oleh:
Prof. Dr. Ir. Abubakar Karim, MS.
Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh, LPPM dan
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala
3. PROFIL KOPI INDONESIA
Kopi Indoensia
1.247.000 ha;
685.000 ton/th
Luas
Areal
Produksi
Kopi Robusta
(927.000 ha (77,25%)
Kopi Arabika
(320.000 ha (22,75%)
Kopi Robusta
(518.000 ton (75,62%)
Kopi Arabika
(167.000 ton (24,38%)
1
• Perkebun Rakyat 96%.
• Perkebunan Besar
Swasta 2%.
• Perkebunan Besar
Negara 2%.
4. Kopi Aceh
(125.668 ha;
68.493 ton/th)
(BPS Aceh, 2020)
Luas Areal
Produksi
Kopi Robusta
(24.063 ha -- 19,15%)
Kopi Arabika
(101.605 ha -- 80,85%)
Kopi Robusta
(11.486 ton -- 16,77%)
Kopi Arabika
(57.007 ton -- 83,23%
%)
Kebun Rakyat
(100%)
2
PROFIL KOPI ACEH
5. Kopi DTG
(101.605 ha;
86.360 ton/th)
(PRKKA, 2021)
Luas Areal
Produksi
Kopi Robusta
(8.544 ha -- 8,41%)
Kopi Arabika
(93.061 ha -- 91,59%)
Kopi Robusta
(5.860 ton -- 6,79%)
Kopi Arabika
(80.500 ton -- 93,21%)
Kebun Rakyat
(100%)
78.158
KK
3
PROFIL KOPI DTG
7. 5
PERMASALAHAN
Peremajaan/Revitaslisasi
Rehabilitasi/Perbaikan Kebun
Intensifikasi/Opt. Perawatan
Penyesuaian Varietas
Riset Varietas (breeding)
Pengolahan Terpadu (Pabrikasi)
PRODUKTIVITAS
RENDAH
CITARASA
TIDAK KONSISTEN
Kopi tua/rusak berat/Terbengkalai
Perawatan tidak Optimal
Habitat/Ketinggian Tempat Berbeda
Pengolahan Petani/Pengumpul
Varietas Variatif/Bukan Unggul
Petani Menjadi Anggota Keperasi
Primer/Sekunder Terpadu
Riset Varietas (breeding),
Pengolahan/fermentasi
Tata Kelola Kebun Kopi Organik
Rantai Pemasaran Panjang
Citarasa Variatif/Bukan Unggul
Harga
Tidak Stabil
Umum Penyebab Program
Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Iklim (climate change)
Kopi rusak sedang/ringan
Permasalahan Umum, Penyebab dan Tawaran Program
Adanya Glyposat Melampaui Ambang
8. Produsen kopi di Aceh
Tengah dan Bener Meriah:
72.000 RT petani (KK):
• Tidak semua organik
• 21 SPO (25.000 RT petani –
34,72%)
• SPO > 5 tahun ikut sistem
fairtrade.
Permintaan pasar (persyaratan
pembangunan dan pengelolaan kebun kopi
organik; dikelola organik, ekonomi hijau) :
• Persyaratan lingkungan.
• Kesejahteraan dan berkeadilan,
• Penggunaan bahan berbahaya.
• Perubahan iklim.
• Pengeloaan limbah.
• Tahun 2020, komisi Eropa mengharuskan
residu herbisida glifosat ≤ 0,01 mg kg-1
(0,01 ppm).
• Berlaku untuk semua produsen,
termasuk produsen konvensional
Fakta Lapangan ?
6
Kopi DTG vs Permintaan
Pasar
9. Fakta Lapangan:
• 5 tahun terakhir, ada pelanggaran persyaratan pembangunan
lingkungan kebun kopi organik sesuai kriteria organik.
• SPO dan anggotanya belum semua mematuhi kriteria tsb.
• Di luar kemampuan individu mematuhinya --- tidak semua petani
sebagai anggota SPO bersertifikat organik dan tidak semuanya
menanam kopi.
• Agrokimia berbahaya digunakan petani untuk mengendalikan
gulma, hama dan penyakit, terutama di tanaman sayuran ---
pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik.
• Pengelolaan limbah RT, terutama limbah plastik belum dilakukan
dan belum diedukasi secara baik.
7
10. EUROFIAN COMMISSION
Pertanian organik
memperbolehkan
pemakaian pupuk dan
pestisida maupun zat
aditif/tambahan dan input
lain, tetapi dengan dosis
sangat dibatasi.
USDA
Pertanian organik merupa-
kan penerapan seperangkat
budidaya pertanian yang
mendukung pemulihan
sumberdaya alam dan
memperhatikan kelestarian
lingkungan yang meberikan
keseimbangan ekosistem.
INDONESIA
SNI 6729 (2013), sistem pertain-
an organik melarang pengguna-
an pupuk dan bahan kimia
(pestisida dan herbisida) dalam
budidaya tanaman pangan dan
perkebunan, serta penggunaan
pakan dan hormon sintetik pada
budidaya ternak (BSN, 2013)
8
PERTANIAN ORGANIK
GREEN ECONOMY ?
Definisi:
11. 9
Green Economy:
Ekonomi hijau (green economy): suatu gagasan ekonomi yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, dan
sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan.
Ekonomi hijau = perekonomian rendah atau tidak menghasilkan emisi
karbondioksida terhadap lingkungan, hemat sumberdaya alam, berkeadilan
social, dan mensejahterakan petani.
Fase 1: Inisiatif PRK Indonesia telah diadopsi ke dalam RPJMN 2020-2024.
Fase 2: Fase implementasi.
12. Kopi Organik:
Persepsi masyarakat adalah pertanaman
kopi yang dikelola tanpa memberikan
pupuk anorganik, herbisida, insektisida,
dan fungisida, sehingga tanaman kopi
tumbuh kerdil, produktivitas dan mutu
rendah --- kopi konvensional.
Kopi organik adalah kopi yang diproduksi
dengan cara-cara yang ekologis, ekonomis,
berkelanjutan, berkualitas, dan aman dari
bahaya bahan-bahan kimia yang beracun.
10
13. Kopi Organik di DTG:
Dataran Tinggi Gayo (Aceh Tengah) sudah
dideklarasikan sebagai suatu wilayah penghasil
(produsen) kopi organik pada tahun 1995.
Deklarasi ini berawal dari hasil penelitian
(survei) profil kopi Arabika Gayo pada tahun
1992 – 1994, yang dilaksanakan oleh Proyek
Penelitian dan Pengembangan Kopi Aceh (PPPKI
Jember).
Prosiding Gelar Teknologi Kopi Arabika Organik
(Proyek Penelitian dan Pengembagan Teknik
Produksi dan Pasca Panen Kopi Arabika Aceh, Badan
Litbang Pertanian)
11
14. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim:
1. Ditanam klon yang sesuai habitat (ketinggian
tempat) --- G1, G2, G3, P88, Robusta, dll.
2. Kopi harus ada naungan (terbaik Lamtoro
ditanam sebelum penanaman kopi).
3. Kondisi saat ini jarak tanam lebih rapat (2,5 m x
2,5 m; 2,5 m x 2,0 m; 2,0 m x 2,0 m, dan lainnya).
4. Diberikan pupuk organik dengan jumlah cukup
(10 - 12 ton per hektar atau 6 - 8 kg per batang
per tahun).
5. Pupuk organik dapat diperkaya dengan mikro-
organisme, terutama mikoriza dan pelarut P.
6. Gunakan pestisida nabati bila ada hama dan
penyakit.
7. Gulma disiangi dan dibabat (tidak disemprot).
12
15. Penggunaan Pupuk Organik:
Penggunaan pupuk organik sebagai masukan
utama dalam pengelolaan kebun kopi organik.
Pupuk organik diutamakan sumber bahan baku
lokal, seperti kulit kopi, siangan gulma,
pangkasan kopi dan lamtoro penaung, bahan-
bahan lainnya, termasuk limbah rumah tangga
petani dan integrasi ternak besar.
13
16. Sumber Lokal Pupuk Organik di DTG:
1. Kulit kopi (pulp dan husk) (5 : 1) = 5 - 6 ton/ha/tahun
2. Pangkasan lamtoro (1 kali per tahun) = 6 – 8 ton/ha/tahun
3. Hasil siangan gulma (3 – 4 kali per tahun) = 4 – 6 ton/ha/tahun
4. Pupuk (dipelihara 2 ekor/ha) = 8 – 10 t/ha/tahun (isendentil)
5. Sampah rumah tangga (disortir) = 2 – 3 ton/tahun)
Total bahan baku : 18 – 23 ton/tahun (7 – 9 ton/ha/tahun (tidak
cukup, maka dapat diperkaya) (belum termasuk pupuk kandang)
Nomor 1 - 3, dan bahan lainnya (penguat teras) tersedia di lapangan.
Nomor 4 dan 5, perlu dihitung dan proses lanjut sebelum digunakan.
14
17. Metode Pemberian Bahan Organik:
1. Dimasukan ke dalam lubang tanaman sebelum tanaman kopi di
tanam.
2. Ditebar/ditabur di sekeliling batang kopi (setiap batang),
sesuaikan distribusi horizontal akar kopi.
3. Dimasukan ke dalam rorak (untuk tanaman kopi yang sudah
ditanam (setiap batang), disesuaikan distribusi vertical akar kopi.
4. Dimasukan ke dalam biopori (156 – 220 lubang biopori/ha).
Bahan organik juga berfungsi untuk menyimpan air.
15
18. 16
Rantai Nilai Kopi
Produsen yang
mengelola
kebun hingga
menghasilkan
biji kopi
Petani
Pelaku usaha yang
membeli dan meng-
ekspor biji kopi dan
produk intermidiet-
nya ke luar negeri
Pedagang/
Eksportir Industri pengolah
yang memproses
biji kopi menjadi
produk intermediet
Prosesor
Pelaku usaha
yang mengolah
biji kopi menjadi
produk akhir
Perusahaan/
Kedai
PROSPEK PEMASARAN KOPI ORGANIK
19. 17
Pasar Kopi
● Perlu mengikuti kecenderungan permintaan pasar
- Pasar kopi --- pasar komersial atau pasar khusus.
● Perlu mengikuti kecenderungan (trend) gaya konsumen.
Mutu kurang diperhatikan
Volume/kuantitas skala besar
Harga berfluktuasi
Mutu sangat diperhatikan
Volume/kuantitas skala kecil
Harga lebih tinggi
20. 18
Prospek Pasar Kopi Organik
Perubahan Gaya Hidup
Pergeseran Pola Konsumen
Harga berfluktuasi
PELUANG BISNIS?
Trend Gaya Hidup
Back to Nature
Program go Organic
21. 19
Tuntutan Konsumen Kopi
Keamanan Pangan
1. Bahaya mikrobiologis:
Serangga, jamur, bakteri,
parasite, dll.
2. Bahaya kimia: toksit tipe A,
pencemaran pestisida,
herbisida, logam berat, dll.
3. Bahaya fisik: benda asing,
kotoran, kerusakan fisik, dll.
Persyaratan Standar Mutu
1. SNI dan standar mutu
lainnya
2. Persyaratan lain sesuai
perjanjian antara penjual
dan pembeli.
Kelestarian Lingkungan
1. Sertifikasi
2. Indikasi geografis
22. 20
Pemasok Kopi Organik
Wilayah Negara Produsen (Geovannucci, 2009)
1. Amerika Tengah dan Utara Costa Rica, Elsavador, Guatemala, Honduras,
Mexiko, Nicaragua, Panama, dan US (Hawaii)
2. Amerika Selatan dan Karibia Brazil, Cuba, Tobago, Ecuador, Columbia, Venezuela,
Haiti, Republik Dominica, Bolivia, dan Trinidad.
3. Afrika Burundi, Cameron, Ethopia, Ghana, Madagaskar,
Malawi, Rwanda, Togo, Tanzania, Uganda, Tanzania.
4. Asia China, Timor Leste, India, Indonesia, Laos,
Srilangka, Nepal, Phillipina, Thailand, Vietnam.
24. 22
Penelitian
(survei) di
17 kecamatan
Aceh Tengah
11 kecamatan
- Linge
- Atu Lintang
- Pegasing
- Lut Tawar
- Bintang
- Kebayakan
- Bebesen
- Bies
- Kute Panang
- Silih Nara
- Rusip Antara
Bener Meriah
6 kecamatan
- Pintu Rime
- Gajah Putih
- Bukit
- Bandar
- Mesidah
- Bener Kelifah
25. Tahapan
1. Ditetapkan 17 kecamatan sentra kebun kopi petani target --- didasarkan
ketinggian tempat (rendah, sedang, dan tinggi seriap kabupaten).
2. Ditetapkan 1 - 4 desa setiap kecamatan --- didasarkan ketinggian
tempat (rendah, sedang, tinggi setiap kecamatan).
3. Ditetapkan 1 - 4 RT petani kopi Arabika --- didasarkan ketinggian tempat
(rendah, sedang, dan tinggi, setiap desan).
4. Petani anggota SPO organik (fairtrade) --- didasarkan SPO.
5. Para pihak yang diperkirakan dapat memberikan informasi terkait
pengelolaan sampah RT (Dinas, PPL, dll).
6. RT petani yang terpilih sebanyak 199 RT petani, terdiri dari 165 RT
petani non anggota koperasi organik dan 34 RT petani anggota koperasi
organik.
23
27. 25
Wawancara selain Petani:
● Untuk mendapat informasi lebih detil, faktor pendorong maupun
penghambat pengelolaan sampah, di samping menggunakan
kuesioner, juga dilakukan wawancara dengan birokrasi dan
berbagai elemen pemerintah dan masyarakat.
● Untuk memahami dan menelusuri terkait regulasi di daerah
terkait penggunaan pengelolaan sampah, maka dilakukan
wawancara dengan elemen pemerintah dan masyarakat;
Pemerintah Daerah, PPL dan ICS, Koperasi dan eskportir,
Asosiasi kopi, dan pemerhati kopi.
29. 4.04
52.26
39.65
4.05
< 2 2 - 3 4 - 5 > 6
Jumlah Tanggungan Responden
(%)
67.86
21.88
4.02 1.79 4.45
Baik Rusak
Ringan
Rusak
Sedang
Rusak Berat Tua/tidak
Produktif
Kondisi Kebun (%)
• Kepemilikan lahan kebun kopi; 98,56% lahan milik sendiri, dan 1,44%
petani penggarap/bagi hasil.
• Rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 1,30 - 1,60 ha per RT petani.
27
Profil
Petani
Responden
30. a. Tersedia di kebun kopi (kulit kopi --- pulp, husk, hasil siangan
gulma, hasil pangkasan kopi, hasil pangkasan naungan, dan
beberapa petani kopi ada memelihara ternak.
b. Mudah dibuat, sortir, ditumpuk dan dibiarkan terdekomposisi
sebagai pupuk.
c. Mengurangi pencemaran lingkungan.
d. Aplikasi di kebun dengan dosis tidak perlu khusus.
Faktor pendorong para petani menggunakan bahan
organik, terutama bahan baku sumber lokal adalah:
28
31. Menurut petani responden pengelolaan kebun kopi secara organik dapat
dilakukan secara baik dengan cara:
a. Menanam klon kopi tahan serangan hama dan penyakit, habitat yang
sesuai, mengatur jarak tanam, dan naungan dikelola dengan benar.
b. Sampah kebun dikembalikan ke dalam kebun kopi. Kulit kopi, pangkasan
lamtoro dan kopi, pangkasan Vetiver, siangan gulma (1 : 1 : 3 : 1), total 8
ton/ha/tahun (Karim, et al. 1999).
c. Pemberian pupuk organik sumber lokal sebanyak 12 ton/ha/tahun dapat
meningkatkan produksi kopi sebesar 30-45% (Karim, et al., 2021), pupuk
organik ini dapat diperkaya dengan mikroorganisme pelarut P (Hifnalisa,
et al., 2018).
d. Sampah RT disortir, diolah, dikomposkan dan gunakan sebagai pupuk
kebun kopi.
Pendekatan Alternatif Biologis oleh Petani
dan Potensinya Replikasi
29
32. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
a. Secara umum sampah rumah tangga di pedesaan belum dikelola
oleh Pemerintah Daerah, kecuali di kota kabupaten dan kota
kecamatan.
b. Pemerintah terbatas sarana prasarana dan tenaga.
c. Belum mengeluarkan kebijakan dengan peraturan pengelolaan
sampah anorganik.
d. Sampah rumah tangga telah mulai dikelola oleh masyarakat
secara mandiri. Masyarakat berharap Pemerintah Daerah hadir
membantu masyarakat mengelola sampah rumah tangga:
(i) sekitar 78% RT petani mengharapkan sosialisasi teknis
pengelolaan sampah di desa-desa.
(ii) sekitar 25-30% RT petani mengharapkan bantuan Pemerintah
Daerah mengelola sampah RT tersebut.
30
39. a. Masyarakat/petani telah mengelola
sampah secara sederhana.
b. Perlu regulasi lokal untuk memantapkan
pengelolaan sampah rumah tangga.
c. Petani perlu diarahkan, diedukasi, dan
dibina secara berkelanjutan.
d. Di tingkat Pemerintah Daerah perlu
menerbitkan regulasi pengelolaan
sampah rumah tangga.
e. Pemerintah Daerah perlu menyediakan
fasilitas sortasi dan pengolahan sampah.
63.33
23.62
11.06
Belum Ada Ada Tidak Tau
Regulasi Pengelolaan
Sampah RT (%)
37
Tantangan dan Peluang Pengelolaan Sampah
di Tingkat Rumah Tangga Petani dan
Pemerintah Daerah di Daerah
40. Tinjauan Peraturan Daerah
Hasil penelusuran, peneliti menemukan regulasi umum dalam bentuk
draft, yaitu:
1. Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Perlindungan dan
Tata Kelola Kopi Arabika Gayo sebagai Kopi Spesialti (diinisiasi
oleh MPKG, sejak tahun 2020).
2. Rancangan Qanun Kabupaten Bener Meriah tentang Perlindungan
Kopi Gayo (diinisiasi oleh DPRK Bener Meriah, tahun 2021).
3. Rancangan Qanun Kabupaten Bener Meriah tentang
Penyelenggaraan Pertanian Organik (diinisiasi oleh kelompok
masyarakat Bener Meriah, sejak tahun 2020)
38