Teks tersebut membahas perlindungan hak kekayaan intelektual khususnya merek di Indonesia. Ringkasannya adalah: (1) merek penting untuk bisnis tetapi perlindungannya masih lemah di Indonesia, (2) kasus Ricola Limited vs produsen permen lain menunjukkan putusan pengadilan yang tidak konsisten, (3) analisis menunjukkan putusan terakhir salah karena merek yang sama seharusnya dilindungi pemegang pertama.
1. Hak Kekayaan Intelektual
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) merupakan
langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar
bebas. Salah salah satu implementasi era pasar bebas ialah negara dan
masyarakat Indonesia akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun
karya orang/perusahaan luar negeri (asing), demikian pula masyarakat
Indonesia dapat menjual produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas.
Oleh karena itu, sudah selayaknyalah produk-produk ataupun karya-karya
lainnya yang merupakan HKI dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan
perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak
sesuai dengan persetujuan TRIPs serta konvensi-konvensi yang telah disepakati.
Salah satu contoh HKI yang harus dilindungi ialah merek. Merek merupakan hal
yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek produk (baik barang maupun
jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan
cenderung membuat produsen atau pengusaha lainya memacu produknya
bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini akhirnya muncul
persaingan tidak sehat. Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu produk
barang atau jasa (Insan Budi Maulana, 1997:60).
Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan
jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya
sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan
sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping
untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar.
Selanjutnya, dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-
pilihan barang yang akan dibeli (Wiratmo Dianggorro, 1997:34).
2. Contoh kasus merek pada produk permen di indonesia
Tahun 1990 : Ricola Limited (Swis) yang memproduksi permen dengan merek Herb Candy
dan Ricola menggugat Ng Miauw Fen (Indonesia) yang memproduksi permen dengan
merek sama. Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memenangkan Ricola Limited
sebagai pemegang merek yang pertama. Tetapi tahun 1992, Ricola Limited yang
menggugat PT Sanitas Murni Utama dengan alasan yang sama dinyatakan kalah oleh PN
Jakarta Utara.
Analisis:
Dalam hal ini perlindungan merek di Indonesia masih sangat lemah dilihat dari kasus dia
atas ricola limited menggugat ng miauw fen yang memproduksi permen dengan merek
sama dan di menangkan oleh ricola limited. Pada tahun 1992 , Ricola Limited yang
menggugat PT Sanitas Murni Utama dengan alasan yang sama dinyatakan kalah oleh PN
Jakarta Utara. Disini sudah terlihat keputusan yang tidak adil diambil oleh PN
pengadilan Jakarta utara dengan
kasus yang sama harusnya Dalam hukum merek terdapat ajaran atau doktrin persamaan
yang timbul berkaitan dengan fungsi merek, yaitu untuk membedakan antara barang atau
jasa yang satu dengan yang lainnya. Ada dua ajaran persamaan dalam merek yaitu:
a. Doktrin persamaan keseluruhan, dan
b. Doktrin persamaan identik.
Menurut doktin persamaan menyeluruh, persamaan merek ditegakkan di atas prinsip
entireties similar yang berarti antara merek yang satu dengan yang lain mempunyai
persamaan yang menyeluruh meliputi semua faktor yang relevan secara optimal yang
menimbulkan persamaan (M. Yahya Harahap, 1996 : 288).
3. Doktrin persamaan identik mempunyai pengertian lebih luas dan fleksibel, bahwa
untuk menentukan ada persamaan merek tidak perlu semua unsur secara komulatif
sama, tetapi cukup beberapa unsur atau faktor yang relevan saja yang sama sehingga
terlihat antara dua merek yang diperbandingkan identik atau sangat mirip. Jadi
menurut doktrin ini antara merek yang satu dengan yang lain tetap ada perbedaan
tetapi perbedaan tersebut tidak menonjol dan tidak mempunyai kekuatan pembeda
yang kuat sehingga satu dengan yang lain mirip (similar) maka sudah dapat
dikatakan identik.
Doktrin persamaan yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat
dilihat dalam Pasal 6 Ayat (1) yang menyatakan Permohonan harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut :
1) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang/jasa sejenis;
2) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
3) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi
geografis yang sudah dikenal
Jadi Penetapan PN pengadilan Jakarta utara itu salah, harusnya ricola limited
dinyatakan menang dalam menggugat PT Sanitas Murni Utama dalam hal merek
yang sama sesuai dengan Undang undang yang berlaku.