SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
EUTROFIKASI
OLEH:
NI MADE VANIA SUKMASARI M. (1605511044)
SAGUNG ARI DIPRATARI (1605511058)
NI LUH WESTRI ARTAMEI (1605511066)
SANG AYU MADE ARY SASKARANI (1605511067)
NI PUTU PANDE DHEA PUTRI MAHALIA (1605511071)
NI MADE WERDI INTRA SARI (1605511074)
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat..................................................................................................... 2
BAB II ISI ............................................................................................................... 3
2.1 Definisi Eutrofikasi .................................................................................. 3
2.2 Siklus Eutrofikasi ..................................................................................... 5
2.3 Gejala Eutrofikasi dan Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi.................... 6
2.4 Dampak Eutrofikasi................................................................................ 10
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Eutrofikasi........................................ 12
BAB III PENUTUP............................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 15
3.2 Saran....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Contoh pencemaran air....................................................................... 3
Gambar 2. 2 Siklus eutrofikasi................................................................................ 5
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme yang
ada di dunia dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan perkembangan
zaman yang semakin modern dan meningkatnya jumlah penduduk di dunia
ditambah lagi pengaruh perubahan iklim (climate change), telah banyak
menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan.
Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organik
maupun anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang tidak seimbang karena
setiap kebutuhan organisme berbeda beda, ada yang diuntungkan karena
menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat sementara organisme lain
terdesak. Perkembangan organisme perairan secara berlebihan merupakan
gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran, yang merugikan
organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak langsung. Pencemaran
yang berupa penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi yang banyak di
jumpai khususnya di perairan darat.
Pada awal abab ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi
pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke perairan.
Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air di
perairan, maka kita harus memahami prosesnya, penyebab, dan dampak dari
eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan
mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya merupakan proses
alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu eutrofikasi yang
disebabkan oleh aktifitas manusia. Karena itu perlu dipahami bersama bahwa
banyak kegiatan manusia yang menyebabkan eutofikasi yang akan
membahayakan kehidupan makhluk hidup.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa definisi dari eutrofikasi?
1.2.2 Bagaimana siklus dari eutrofikasi?
1.2.3 Bagaimana gejala dan faktor terjadinya eutrofikasi?
1.2.4 Bagaimana dampak yang disebabkan oleh terjadinya eutrofikasi?
1.2.5 Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari eutrofikasi.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana siklus dari eutrofikasi.
1.3.3 Untuk mengetahui gejala dan faktor terjadinya eutrofikasi.
1.3.4 Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh terjadinya eutrofikasi.
1.3.5 Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi.
1.4 Manfaat
Hal yang diharapkan penulis untuk para pembaca adalah sebagai berikut.
1.4.1 Mahasiswa.
1. Memperdalam ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai eutrofikasi.
2. Dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi.
3. Kedepannya dapat mengedukasi orang lain mengenai bahaya eutrofikasi.
4. Dapat menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan.
1.4.2 Masyarakat.
1. Lebih menyadari betapa bahayanya efek eutrofikasi pada lingkungan.
2. Meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga alam.
3. Memiliki kemampuan untuk mencegah eutrofikasi menjadi lebih buruk.
4. Merubah cara pandang masyarakat terhadap cara membuang limbah.
3
BAB II
ISI
2.1 Definisi Eutrofikasi
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan
nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient
yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi
dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication.
Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila
peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia dan
diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di
perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003).
Gambar 2. 1 Contoh pencemaran air
Sumber: Fansuri (2009)
Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin) merupakan
faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen tersebut
tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air
dalam jumlah yang cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan
nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993
in Effendi 2003).
4
Eutrofikasi merupakan suatu problem yang mulai muncul pada dekade
awal abad ke-20, ketika banyak alga yang tumbuh di danau dan ekosistem lainnya.
Meningkatnya pertumbuhan algae dipengaruhi langsung oleh tingkat kesuburan
perairan oleh adanya aktivitas manusia biasanya berasal dari limbah organik yang
masuk ke perairan.
Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan.
Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat
menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di
perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan,
seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan
lainnya.
Eutrofikasi merupakan proses alamiah dan dapat terjadi pada berbagai
perairan, tetapi bila terjadi kontaminasi bahan-bahan nitrat dan fosfat akibat
aktivitas manusia dan berlangsung terus menerus, maka proses eutrofikasi akan
lebih meningkat. Kejadian eutrofikasi seperti ini merupakan masalah yang
terbanyak ditemukan dalam danau dan waduk, terutama bila danau atau waduk
tersebut berdekatan dengan daerah urban atau daerah pertanian.
Dilihat dari bahan pencemarannya eutrofikasi tergolong pencemaran
kimiawi. Eutrofikasi terjadi karena adanya kandungan bahan kimia yaitu fosfat
(PO3-). Suatu perairan disebut eutrofikasi jika konsentrasi total fosfat ke dalam air
berada pada kisaran 35-100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat
(danau, sungai, waduk, dll). Sebenarnya proses terjadinya Eutrofikasi
membutuhkan waktu yang sangat lama (ribuan tahun), namun akibat
perkembangan ilmu teknologi yang menyokong modernisasi dan tidak diiringi
dengan kearifan lingkungan maka hanya dalam hitungan puluhan atau beberapa
tahun saja sudah dapat terjadi Eutrofikasi. Maka tidaklah mengherankan jika
eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka bumi, sebagaimana
dikenal lewat fenomena algal bloom.
5
2.2 Siklus Eutrofikasi
Atmosfir mengandung berbagai jenis gas, salah satunya yang memiliki
persentase terbesar adalah nitrogen. Dengan bantuan petir terjadi proses fiksasi
yang menghasilkan senyawa nitrogen, senyawa ini terbawa oleh air hujan dan
jatuh ke tanah dan menjadi salah satu senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman.
Lalu dari makhluk hidup akan menghasilkan suatu material organik yang akan di
mineralisasi salah satunya menghasilkan senyawa amonium, amonium ini
mengalami proses nitrifikasi menghasilkan ion nitrit dan nitrat namun ada pula
beberapa bagian yang larut dan terbawa hingga sungai atau danau. Senyawa nitrat
yang dihasilkan oleh amonium tadi sebagian menjadi makanan tanaman namun
ada pula yang mengalami denitrifikasi dan menghasilkan gas nitrogen dan gas
dinitrogen yang dilepas ke udara.
Gambar 2. 2 Siklus eutrofikasi
Sumber:
Selain dari proses nitrifikasi, penumpukan senyawa organik seperti
nitrogen berasal dari pemupukan secara berlebihan yang dilakukan manusia.
Pupuk yang tidak terserap oleh tumbuhan akan terbawa oleh aliran air masuk ke
sungai atau danau. Keadaan ini dapat menyebabkan sungai menjadi kaya akan
nutrien terutama nitrat dan fosfat. Akibatnya ganggang dan tumbuhan air seperti
eceng gondok berkembang pesat yang kadang kala menutupi permukaan air dalam
area yang cukup luas (blooming). Ganggang merupakan dasar dari rantai makanan,
6
namun jika jumlahnya berlebih maka banyak yang tidak termakan oleh pemangsa,
ini menyebabkan banyak ganggang yang mati dan tenggelam ke dasar air. Apabila
ganggang mati dan membusuk di dasar perairan maka bakteri perairan akan
bekerja. Proses penguraian oleh bakteri aerob memerlukan oksigen, jika
penguraian ini dalam jumlah besar maka oksigen yang dibutuhkan juga meningkat.
Bahkan kebutuhan oksigen ini dapat melebihi jumlah oksigen yang ada, karena
begitu banyaknya oksigen yang digunakan maka perairan menjadi kekurangan
oksigen. Hal ini menyebabkan organisme lain yang berada di perairan tersebut
kekurangan oksigen dan mati.
Selain merugikan organisme perairan proses eutrofikasi ini juga dapat
menyebabkan pendangkalan pada perairan, proses ini merupakan sebagai akibat
dari pengendapan ganggang yang mati di dasar perairan. Jika perairan tersebut
berfungsi sebagai penampungan air maka fungsi nya menjadi tidak maksimal
karena terjadi pendangkalan.
2.3 Gejala Eutrofikasi dan Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi
2.3.1 Gejala Eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga
banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir
akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui
secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya
eutrofikasi ini.
Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu
adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan
eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti
proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau
akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya
berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai
penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan
beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).
7
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap danau
besar dan kecil, di antara nutrient yang berperan penting bagi tanaman (karbon,
nitrogen, dan fosfor) ternyata fosfor merupakan elemen kunci dalam proses
eutrofikasi. Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor berada
dalam rentang 35-100 µg/L. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah
dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika
Serikat membuktikan bahwa danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen
tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan.
Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk
senyawa fosfat) di samping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami algal
bloom.
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya
eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta
lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok
yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair
yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga
kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program
miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin
di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai
implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan
penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian
dari program tersebut (Anonim, 2009).
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi
Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah karena
ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan
oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan
pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak
rusak. Akan tetapi botol – botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan
baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan
pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena
mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di
8
sekitarnya.(Finli, 2007). Emisi nutrien dari pertanian merupakan penyebab utama
eutrofikasi di berbagai belahan dunia. Rembesan phospor selain dari areal
pertanian juga datang dari peternakan, dan pemukiman atau rumah tangga.
Akumulasi phospor dalam tanah terjadi saat sejumlah besar kompos dan pakan
ternak digunakan secara besar-besaran untuk mengatur produksi ternak hewan
(Sharply et al, 1994).
Beberapa detergen mengandung phospat, oleh karana itu deterjen juga
merupakan sumber penyebab eutrofikasi yang perlu mendapatkan perhatian
khusus. Walaupun banyak undang-undang dan peratauran yang membatasi atau
melarang penggunaan detergen yang mengandung phospat, namun sampai saat ini
belum berdampak pada eliminasi masalah eutrofikasi. Selain P (fosfor) senyawa
lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk
nitrogen terus meningkat dar tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah
larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu
menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang
verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan
nitrogen yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas,
tidak terbatas pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di
air tanah. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di
beberapa mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya
kesehatan manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum. Dalam
tanah, pupuk N akan dengan cepat melepas amonium dan nitrat. Nitrat sangat
mudah larut (kelarutannya tinggi) sehingga mudah hilang melalui pelepasan.
Hampir 30% N hilang melalui leaching (pencucian). Nitrat masuk kedalam air
permuakaan melalui aliran air dibawah permukaan atau drainase dan masuk
kedalam air tanah melalui penapisan lapisan tanah sebelah bwah. Pada umumnya
konsentrasi N di perairan. Pada umumnya konsentrasi N di perairan meningkat
(tinggi) pada saat pemupukan, terutama setelah hujan. Nitrogen dapat pula hilang
sebagai amonia dari penggunaan sumber-sumber nutrien organik seperti pupuk,
pupuk cair (slury). Adanya amonia di perairan dapat menjadi indikasi terjadinya
kontaminasi oleh pemupukan yang berasal dari material organik. N tinggi juga
berasal dari peternakan terbuka. Dari laporan penelitian di UK ditunjukkan bahwa
9
area peternakan menghasilkan limbah N lebih dari 600 kg/ha/hari dan yang
hilang/lepas ketanah dapat mencapai 200 kg/ha.
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 %
berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 %
dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah
manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di
atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas
masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor
ke lingkungan air. Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung
unsur hara fosfor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau
alga dan meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan
berlebihan akan memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan
kehidupan organisme yang ada dalam badan air, termasuk ikan yang
dibudidayakan di perairan danau. Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi
ancaman kehidupan ikan di badan danau pada saat musim pancaroba. Adanya
peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang
akan menyebabkan terjadinya golakan air danau. Hal ini menyebabkan arus naik
dari dasar danau yang mengangkat masa air yang mengendap. Masa air yang
membawa senyawa beracun dari dasar danau hingga mengakibatkan kandungan
oksigen di badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air itulah yang
menyebabkan kematian ikan secara mendadak. (Anonim, 2010). Pestisida, obat-
obatan dan pakan ternak merupakan sumber elemen P yang dapat menyebabkan
eutrofikasi. Pestisida dapat hilang selama penggunaan melalui penyemprotan yang
tidak terarah, dan penguapan. Pestisida lepas dari tanah melalui leaching ataupun
pengaliran air. Pola reaksi pelepasan pestisida sangat tergantung pada afinitas
bahan kimia yang digunakan tergadap tanah dan air, jumlah dan kecepatan
hilangnya pestisida dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan curah hujan,
penggunaan, jenis tanah dan sifat dari pestisidanya. Pestisida dapat mencapai
badan air jika tumpahan yang terjadi selama proses pengisian pencampuran
pencucian dan penggunaan, melalui aliran air, melalui pelepasan (leaching)
kedalam air permukaan yang berbahaya karena dapt mencemari perairan jika tidak
diperlakukan dengan hati-hati (Anonim, 2004)
10
2.4 Dampak Eutrofikasi
Kematian massal ikan akibat arus balik, eutrofikasi dan blooming algae
setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Di
Danau Maninjau pada Januari 2009 saja kerugian telah mencapai Rp 150 miliar
dan menyebabkan kredit macet Rp 3,6 miliar. Kerugian ini akibat kematian ikan
sekitar 13.413 ton dari 6.286 petak keramba jaring apung (KJA) dan
menyebabkan 3.143 tenaga (anonim, 2010)
Konsekuansi lebih jauh dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat
dalam limbahnya adalah: penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah
navigasi perairan dan penurunan keanekaragaman organisme air. Senyawa produk
yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S, amin dan komponen fosfor adalah
senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain
itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat
konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain,
termasuk manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari
kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic
Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Ketiga
racun tersebut mampu melumpuhkan sistem kerja otot, saraf, dan jantung biota
perairan.
Efek dari eutrofikasi moderat pada perairan yang miskin nutrien tidak
bersifat negatif. Peningkatan pertumbuhan alga dan berbagai vegetasi dapat
menguntungkan bagi kehidupan fauna akuatik. Salah satu contoh adalah produksi
ikan meningkat. Jika eutrofikasi terus berlanjut, pertumbuhan plankton menjadi
sangat lebat, sehingga menutupi perairan. Proses ini akan mengakibatkan gelap di
bawah permukaan air, dan kondisi ini berbahaya bagi vegetasi bentik. Problem
yang serius akibat eutrofikasi ditimbulkan oleh petumbuhan alga sel tunggal
secara hebat, proses dekomposisi dari sel yang mati akan mengurangi oksigen
terlarut. Tanaman akuatik (termasuk alga) akan mempengaruhi konsentrasi O2 dan
pH perairan disekitarnya. Pertumbuhan alga yang pesat, akan menyebabkan
fluktuasi pH dan oksigen terlarut menjadi besar pula. Hal ini akan menyebabkan
11
terganggunya proses metabolik dalam organisme, yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Di perairan yang sangat kaya akan nutrien, produksi
plankton dapat menjadi sangat berlebihan. Spesies plankton tertentu muncul
secara berkala dalam kuantitas yang sangat besar, yang sering dikenal sebagai
“algal bloom”. Beberapa alga tertentu dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak
sedap di perairan, dan mengakibatkan konsekuensi yang sama jika perairan
menerima material organik dari sumber-sumber pencemar, yaitu sejumlah besar
oksigen dalam air terkonsumsi ketika sejumlah besar plankton yang mati
berpindah ke dasar perairan dan terdegradasi. Defisiensi oksigen dapat
mengurangi kehiupan bentik dan ikan. Jika perairan bentik menjadi de-oksigenasi,
hidrogen sulfid (H2S) akan meracuni semua bentuk kehidupan di perairan.
Akhirnya eutrofikasi berat dapat menimbulkan pengurangan sejumlah spesies
tanama dan hewan di perairan. Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan
dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan
invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya
biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
2. Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan
kerang tidak toleran untuk hidup.
3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam
margasatwa.
4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang
ajan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk
dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa
kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden
keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat
5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi
maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada
pariwisata dan industri pariwisata.
6. Terjadi kekeruhan perairan.
7. Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan
di perairan.
12
8. Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur
9. Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena
berkurangnya kejernihan air
10. Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Eutrofikasi
Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang
kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena sejalan
dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula
kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang
disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk
detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan
minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu,
dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat
tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa
mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat
dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung aditif fosfat.
Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi
yang disebabkan oleh kelebihan fosfat adalah dengan memakai pendekatan yang
terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga
konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak
menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat juga untuk
mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu
kontrol tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari
sudut ekologi juga akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P
yang lepas/hilang berhubungan erat dengan erosi dan hilangnya sedimen secara
besar-besaran, maka dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan
kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik.
Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi
adalah dengan melakukan perombakan fosfat pada buangan kotoran, pengontrolan
fosfat yang tersifusi dari pertanian, perombakan fosfat dari deterjen, pengalihan
tempat pembuangan kotoran. Cara yang sukses untuk mengontrol P akan
13
membawa keuntungan bagi lingkungan. Salah satu cara yang paling efisien untuk
mengurangi dan mengontrol konsentrasi P di perairan adalah dengan membatasi
atau mengurangi beban nutrien dari sumber utama dan meningkatkan teknologi
perombakan nutrien dari buangan kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang
signifikan, maka pengurangan buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya
dan biayanya tidak efisien dari tanah pertanian dan sangat rulit untuk menentukan
faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang berpengaruh bervariasi dari sistem
pertaniannya, tipe tanah dan kondisi wilayahnya. Namun kehilangan P pada
hakekatnya dapat dikembalikan ke sistem pertanian, sedangkan yang lainnya
dapat dikontrol oleh petani sendiri misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada
musim hujan.
Untuk mencegah dan mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah
artificial wetland dapat dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian
untuk menangkap kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut.
Selain itu upaya lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sistem
pengolahan limbah domestik. Pada saat ini, pengolahan limbah domestik di pesisir
pantai dan kota besar harus melibatkan proses pengurangan nitrogen secara
biologi, karena perlakuan secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil
kandungan nitrogen dalam limbah cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi
nutrien pada sumbernya meruapak upaya yang sangat penting karena mengurangi
input nutrien ke dalam lautan seperti yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai.
Sebagian besar P terlarut dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen
tidak segera tersedia tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi
biota aquatik (Ekholm 1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian
kedalam air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi
penggunaan P dengan cara menyeimbangkan masukan P (P input) dalam pakan
dan pupuk deagn luaran P (P output) dalam produksi tanaman dan hewan dan
mengatur level P dalam tanah. Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian
dapat dilakukan dengan cara mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P
dari tanah pertanian yang terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin
lebih mudah untuk direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun
demikian perhatian masih sangat kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah.
14
Seperti kita ketahui bahwa sumber P tanah terutama berasal dari pemupukan
(pupuk kimia, organik, kompos, pupuk kandang) maka pengaturan sistem
pertanian yang ramah lingkuanga harus segera dikembangkan. Untuk mengatur
pengurangan dampak P terhadap lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang
harus dipertimbangkan, yaitu sumber Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P
terhadap lingkungan tentunya karena ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P
tinggi, penggunaan kompos, pupuk kandang dan pupuk kimia) dan ada
transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang rawan (rawan terhadap leaching,
pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika ada interaksi dari kedua faktor
tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya kemungkinan untuk perpindahan,
mungkin tidak akan berpengaruh bagi lingkungan. Demikian juga sebaliknya jika
kemungkinan terjadinya perpindahan tinggi namun sumbernya kecil maka juga
tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu pengaturan
harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi tersebut bertemu. Area tersebut
dikenal sebagai “critical source area”. Penentuan titik titik rawan tersebut
menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga
eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain yang juga sangat penting untuk mencegah
terjadinya kurasakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi
adalah kerusakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi
adalah dengan mengurangi konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan
limbah domestik sampai ke tingkatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
sebelum limbah tersebut memasuki perairan umum. Untuk itu maka teknologi
pengolahan limbah yang efisien, dan secara ekonomi dan ekologi menguntungkan
sangat dibutuhkan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur
hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan
terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Eutrofikasi juga sering
disebut dengan blooming. Fosfor dan nitrogen merupakan elemen kunci di dalam
proses eutrofikasi, di antara nutrient utama yang terkandung dalam suatu perairan.
Eutrofikasi dapat menyebabkan terjadinya alga bloom dan terproduksinya
senyawa toksik yang akan meracuni spesies ikan dan invertebrata, sehingga tidak
aman untuk di konsumsi manusia dan merusak industri perikanan. Dampak dari
eutrofikasi sangatlah merugikan. Dengan adanya eutrofikasi maka lingkungan
sekitar khususnya perairan air tawar akan menjadi rusak dan tidak
seimbangkarena banyak organisme yang akan mati akibat pertumbuhan tumbuhan
air (algae dan eceng gondok) yang sangat cepat.
3.2 Saran
Untuk menghindari eutrofikasi, sebaiknya kita tdak melakukan hal-hal
yang akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi tersebut, sepeti tidak membuang
sisa buangan rumah tangga, industri, permukiman, peternakan, dan perikanan ke
wilayah perairan, serta memeratakan penyebaran penduduk sehingga tidak terjadi
kepadatan penduduk di suatu wilayah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Fansuri, Aldo. 2009. Eutrofikasi di Perairan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Eutrofikasi. (Diakses tanggal 18 Februari
2018)
Budiono, Aries. 2012. Eutrofikasi.
http://makalahariesbudiono.blogspot.co.id/2012/04/eutrofikasi.html.
(Diakses tanggal 18 Februari 2018)
Story, Aoris. 2009. Eutrofikasi Perairan.
https://aoristory.blogspot.co.id/2009/12/eutrofikasi-di-
perairan.html?view=timeslide. (Diakses tanggal 18 Februari 2018)

More Related Content

Similar to Eutrofikasi jaguar

sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfsistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfWiwin Kusuma Atmaja Putra
 
Siklus biogeokimia
Siklus biogeokimiaSiklus biogeokimia
Siklus biogeokimiaFahmi Hamid
 
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjeEutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjebahriah imam
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganadraufaa
 
Pencemaranlingkungan
PencemaranlingkunganPencemaranlingkungan
PencemaranlingkunganNina Safitri
 
ecology and environment science for senior high school
ecology and environment science for senior high schoolecology and environment science for senior high school
ecology and environment science for senior high schoolBagas Pramana
 
makalah Lingkungan
makalah Lingkunganmakalah Lingkungan
makalah LingkunganEndang Manik
 
Tugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksiTugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksiUtami Hasibuan
 
Kajian masalah deterjen
Kajian masalah deterjenKajian masalah deterjen
Kajian masalah deterjenFuji Ama
 
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungai
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungaiMakalah upaya mengatasi pencemaran air sungai
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungaiabdulhanan131
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"Biology Education
 
Makalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem LautMakalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem LautGoogle
 
Perubahan iklim dan penipisan ozon
Perubahan iklim dan penipisan ozonPerubahan iklim dan penipisan ozon
Perubahan iklim dan penipisan ozonLinda Rosita
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran airYadhi Muqsith
 

Similar to Eutrofikasi jaguar (20)

sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdfsistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
sistem Lingkungan akuakultur "Eutrofikasi".pdf
 
Siklus biogeokimia
Siklus biogeokimiaSiklus biogeokimia
Siklus biogeokimia
 
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterjeEutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
Eutrofikasi perairan oleh_limbah_deterje
 
Pklh pelabuhan
Pklh pelabuhanPklh pelabuhan
Pklh pelabuhan
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan
 
shantika maylana
shantika maylanashantika maylana
shantika maylana
 
Pencemaranlingkungan
PencemaranlingkunganPencemaranlingkungan
Pencemaranlingkungan
 
ecology and environment science for senior high school
ecology and environment science for senior high schoolecology and environment science for senior high school
ecology and environment science for senior high school
 
Assiment moral 2014
Assiment moral 2014Assiment moral 2014
Assiment moral 2014
 
makalah Lingkungan
makalah Lingkunganmakalah Lingkungan
makalah Lingkungan
 
Tugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksiTugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksi
 
Kajian masalah deterjen
Kajian masalah deterjenKajian masalah deterjen
Kajian masalah deterjen
 
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungai
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungaiMakalah upaya mengatasi pencemaran air sungai
Makalah upaya mengatasi pencemaran air sungai
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"
Laporan Ekologi Tumbuhan "Ekosistem Darat Perairan dan Buatan"
 
Makalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem LautMakalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem Laut
 
Perubahan iklim dan penipisan ozon
Perubahan iklim dan penipisan ozonPerubahan iklim dan penipisan ozon
Perubahan iklim dan penipisan ozon
 
Bab 1 ipa
Bab 1 ipaBab 1 ipa
Bab 1 ipa
 
Sains sem 2
Sains sem 2Sains sem 2
Sains sem 2
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran air
 
Kepentingan alam sekitar
Kepentingan alam sekitarKepentingan alam sekitar
Kepentingan alam sekitar
 

Eutrofikasi jaguar

  • 1. EUTROFIKASI OLEH: NI MADE VANIA SUKMASARI M. (1605511044) SAGUNG ARI DIPRATARI (1605511058) NI LUH WESTRI ARTAMEI (1605511066) SANG AYU MADE ARY SASKARANI (1605511067) NI PUTU PANDE DHEA PUTRI MAHALIA (1605511071) NI MADE WERDI INTRA SARI (1605511074) PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2018
  • 2. i DAFTAR ISI DAFTAR ISI.............................................................................................................i DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3 Tujuan....................................................................................................... 2 1.4 Manfaat..................................................................................................... 2 BAB II ISI ............................................................................................................... 3 2.1 Definisi Eutrofikasi .................................................................................. 3 2.2 Siklus Eutrofikasi ..................................................................................... 5 2.3 Gejala Eutrofikasi dan Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi.................... 6 2.4 Dampak Eutrofikasi................................................................................ 10 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Eutrofikasi........................................ 12 BAB III PENUTUP............................................................................................... 15 3.1 Kesimpulan............................................................................................. 15 3.2 Saran....................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
  • 3. ii DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Contoh pencemaran air....................................................................... 3 Gambar 2. 2 Siklus eutrofikasi................................................................................ 5
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme yang ada di dunia dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan meningkatnya jumlah penduduk di dunia ditambah lagi pengaruh perubahan iklim (climate change), telah banyak menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan. Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organik maupun anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang tidak seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda beda, ada yang diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat sementara organisme lain terdesak. Perkembangan organisme perairan secara berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran, yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak langsung. Pencemaran yang berupa penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi yang banyak di jumpai khususnya di perairan darat. Pada awal abab ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke perairan. Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air di perairan, maka kita harus memahami prosesnya, penyebab, dan dampak dari eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya merupakan proses alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu eutrofikasi yang disebabkan oleh aktifitas manusia. Karena itu perlu dipahami bersama bahwa banyak kegiatan manusia yang menyebabkan eutofikasi yang akan membahayakan kehidupan makhluk hidup.
  • 5. 2 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.2.1 Apa definisi dari eutrofikasi? 1.2.2 Bagaimana siklus dari eutrofikasi? 1.2.3 Bagaimana gejala dan faktor terjadinya eutrofikasi? 1.2.4 Bagaimana dampak yang disebabkan oleh terjadinya eutrofikasi? 1.2.5 Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari eutrofikasi. 1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana siklus dari eutrofikasi. 1.3.3 Untuk mengetahui gejala dan faktor terjadinya eutrofikasi. 1.3.4 Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh terjadinya eutrofikasi. 1.3.5 Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi. 1.4 Manfaat Hal yang diharapkan penulis untuk para pembaca adalah sebagai berikut. 1.4.1 Mahasiswa. 1. Memperdalam ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai eutrofikasi. 2. Dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan eutrofikasi. 3. Kedepannya dapat mengedukasi orang lain mengenai bahaya eutrofikasi. 4. Dapat menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan. 1.4.2 Masyarakat. 1. Lebih menyadari betapa bahayanya efek eutrofikasi pada lingkungan. 2. Meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga alam. 3. Memiliki kemampuan untuk mencegah eutrofikasi menjadi lebih buruk. 4. Merubah cara pandang masyarakat terhadap cara membuang limbah.
  • 6. 3 BAB II ISI 2.1 Definisi Eutrofikasi Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003). Gambar 2. 1 Contoh pencemaran air Sumber: Fansuri (2009) Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993 in Effendi 2003).
  • 7. 4 Eutrofikasi merupakan suatu problem yang mulai muncul pada dekade awal abad ke-20, ketika banyak alga yang tumbuh di danau dan ekosistem lainnya. Meningkatnya pertumbuhan algae dipengaruhi langsung oleh tingkat kesuburan perairan oleh adanya aktivitas manusia biasanya berasal dari limbah organik yang masuk ke perairan. Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan lainnya. Eutrofikasi merupakan proses alamiah dan dapat terjadi pada berbagai perairan, tetapi bila terjadi kontaminasi bahan-bahan nitrat dan fosfat akibat aktivitas manusia dan berlangsung terus menerus, maka proses eutrofikasi akan lebih meningkat. Kejadian eutrofikasi seperti ini merupakan masalah yang terbanyak ditemukan dalam danau dan waduk, terutama bila danau atau waduk tersebut berdekatan dengan daerah urban atau daerah pertanian. Dilihat dari bahan pencemarannya eutrofikasi tergolong pencemaran kimiawi. Eutrofikasi terjadi karena adanya kandungan bahan kimia yaitu fosfat (PO3-). Suatu perairan disebut eutrofikasi jika konsentrasi total fosfat ke dalam air berada pada kisaran 35-100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat (danau, sungai, waduk, dll). Sebenarnya proses terjadinya Eutrofikasi membutuhkan waktu yang sangat lama (ribuan tahun), namun akibat perkembangan ilmu teknologi yang menyokong modernisasi dan tidak diiringi dengan kearifan lingkungan maka hanya dalam hitungan puluhan atau beberapa tahun saja sudah dapat terjadi Eutrofikasi. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.
  • 8. 5 2.2 Siklus Eutrofikasi Atmosfir mengandung berbagai jenis gas, salah satunya yang memiliki persentase terbesar adalah nitrogen. Dengan bantuan petir terjadi proses fiksasi yang menghasilkan senyawa nitrogen, senyawa ini terbawa oleh air hujan dan jatuh ke tanah dan menjadi salah satu senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman. Lalu dari makhluk hidup akan menghasilkan suatu material organik yang akan di mineralisasi salah satunya menghasilkan senyawa amonium, amonium ini mengalami proses nitrifikasi menghasilkan ion nitrit dan nitrat namun ada pula beberapa bagian yang larut dan terbawa hingga sungai atau danau. Senyawa nitrat yang dihasilkan oleh amonium tadi sebagian menjadi makanan tanaman namun ada pula yang mengalami denitrifikasi dan menghasilkan gas nitrogen dan gas dinitrogen yang dilepas ke udara. Gambar 2. 2 Siklus eutrofikasi Sumber: Selain dari proses nitrifikasi, penumpukan senyawa organik seperti nitrogen berasal dari pemupukan secara berlebihan yang dilakukan manusia. Pupuk yang tidak terserap oleh tumbuhan akan terbawa oleh aliran air masuk ke sungai atau danau. Keadaan ini dapat menyebabkan sungai menjadi kaya akan nutrien terutama nitrat dan fosfat. Akibatnya ganggang dan tumbuhan air seperti eceng gondok berkembang pesat yang kadang kala menutupi permukaan air dalam area yang cukup luas (blooming). Ganggang merupakan dasar dari rantai makanan,
  • 9. 6 namun jika jumlahnya berlebih maka banyak yang tidak termakan oleh pemangsa, ini menyebabkan banyak ganggang yang mati dan tenggelam ke dasar air. Apabila ganggang mati dan membusuk di dasar perairan maka bakteri perairan akan bekerja. Proses penguraian oleh bakteri aerob memerlukan oksigen, jika penguraian ini dalam jumlah besar maka oksigen yang dibutuhkan juga meningkat. Bahkan kebutuhan oksigen ini dapat melebihi jumlah oksigen yang ada, karena begitu banyaknya oksigen yang digunakan maka perairan menjadi kekurangan oksigen. Hal ini menyebabkan organisme lain yang berada di perairan tersebut kekurangan oksigen dan mati. Selain merugikan organisme perairan proses eutrofikasi ini juga dapat menyebabkan pendangkalan pada perairan, proses ini merupakan sebagai akibat dari pengendapan ganggang yang mati di dasar perairan. Jika perairan tersebut berfungsi sebagai penampungan air maka fungsi nya menjadi tidak maksimal karena terjadi pendangkalan. 2.3 Gejala Eutrofikasi dan Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi 2.3.1 Gejala Eutrofikasi Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini. Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).
  • 10. 7 Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap danau besar dan kecil, di antara nutrient yang berperan penting bagi tanaman (karbon, nitrogen, dan fosfor) ternyata fosfor merupakan elemen kunci dalam proses eutrofikasi. Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) di samping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami algal bloom. Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut (Anonim, 2009). 2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Eutrofikasi Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak rusak. Akan tetapi botol – botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di
  • 11. 8 sekitarnya.(Finli, 2007). Emisi nutrien dari pertanian merupakan penyebab utama eutrofikasi di berbagai belahan dunia. Rembesan phospor selain dari areal pertanian juga datang dari peternakan, dan pemukiman atau rumah tangga. Akumulasi phospor dalam tanah terjadi saat sejumlah besar kompos dan pakan ternak digunakan secara besar-besaran untuk mengatur produksi ternak hewan (Sharply et al, 1994). Beberapa detergen mengandung phospat, oleh karana itu deterjen juga merupakan sumber penyebab eutrofikasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Walaupun banyak undang-undang dan peratauran yang membatasi atau melarang penggunaan detergen yang mengandung phospat, namun sampai saat ini belum berdampak pada eliminasi masalah eutrofikasi. Selain P (fosfor) senyawa lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk nitrogen terus meningkat dar tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan nitrogen yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, tidak terbatas pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di air tanah. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di beberapa mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum. Dalam tanah, pupuk N akan dengan cepat melepas amonium dan nitrat. Nitrat sangat mudah larut (kelarutannya tinggi) sehingga mudah hilang melalui pelepasan. Hampir 30% N hilang melalui leaching (pencucian). Nitrat masuk kedalam air permuakaan melalui aliran air dibawah permukaan atau drainase dan masuk kedalam air tanah melalui penapisan lapisan tanah sebelah bwah. Pada umumnya konsentrasi N di perairan. Pada umumnya konsentrasi N di perairan meningkat (tinggi) pada saat pemupukan, terutama setelah hujan. Nitrogen dapat pula hilang sebagai amonia dari penggunaan sumber-sumber nutrien organik seperti pupuk, pupuk cair (slury). Adanya amonia di perairan dapat menjadi indikasi terjadinya kontaminasi oleh pemupukan yang berasal dari material organik. N tinggi juga berasal dari peternakan terbuka. Dari laporan penelitian di UK ditunjukkan bahwa
  • 12. 9 area peternakan menghasilkan limbah N lebih dari 600 kg/ha/hari dan yang hilang/lepas ketanah dapat mencapai 200 kg/ha. Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung unsur hara fosfor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang ada dalam badan air, termasuk ikan yang dibudidayakan di perairan danau. Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi ancaman kehidupan ikan di badan danau pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya golakan air danau. Hal ini menyebabkan arus naik dari dasar danau yang mengangkat masa air yang mengendap. Masa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau hingga mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak. (Anonim, 2010). Pestisida, obat- obatan dan pakan ternak merupakan sumber elemen P yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pestisida dapat hilang selama penggunaan melalui penyemprotan yang tidak terarah, dan penguapan. Pestisida lepas dari tanah melalui leaching ataupun pengaliran air. Pola reaksi pelepasan pestisida sangat tergantung pada afinitas bahan kimia yang digunakan tergadap tanah dan air, jumlah dan kecepatan hilangnya pestisida dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan curah hujan, penggunaan, jenis tanah dan sifat dari pestisidanya. Pestisida dapat mencapai badan air jika tumpahan yang terjadi selama proses pengisian pencampuran pencucian dan penggunaan, melalui aliran air, melalui pelepasan (leaching) kedalam air permukaan yang berbahaya karena dapt mencemari perairan jika tidak diperlakukan dengan hati-hati (Anonim, 2004)
  • 13. 10 2.4 Dampak Eutrofikasi Kematian massal ikan akibat arus balik, eutrofikasi dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Di Danau Maninjau pada Januari 2009 saja kerugian telah mencapai Rp 150 miliar dan menyebabkan kredit macet Rp 3,6 miliar. Kerugian ini akibat kematian ikan sekitar 13.413 ton dari 6.286 petak keramba jaring apung (KJA) dan menyebabkan 3.143 tenaga (anonim, 2010) Konsekuansi lebih jauh dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat dalam limbahnya adalah: penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah navigasi perairan dan penurunan keanekaragaman organisme air. Senyawa produk yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S, amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Ketiga racun tersebut mampu melumpuhkan sistem kerja otot, saraf, dan jantung biota perairan. Efek dari eutrofikasi moderat pada perairan yang miskin nutrien tidak bersifat negatif. Peningkatan pertumbuhan alga dan berbagai vegetasi dapat menguntungkan bagi kehidupan fauna akuatik. Salah satu contoh adalah produksi ikan meningkat. Jika eutrofikasi terus berlanjut, pertumbuhan plankton menjadi sangat lebat, sehingga menutupi perairan. Proses ini akan mengakibatkan gelap di bawah permukaan air, dan kondisi ini berbahaya bagi vegetasi bentik. Problem yang serius akibat eutrofikasi ditimbulkan oleh petumbuhan alga sel tunggal secara hebat, proses dekomposisi dari sel yang mati akan mengurangi oksigen terlarut. Tanaman akuatik (termasuk alga) akan mempengaruhi konsentrasi O2 dan pH perairan disekitarnya. Pertumbuhan alga yang pesat, akan menyebabkan fluktuasi pH dan oksigen terlarut menjadi besar pula. Hal ini akan menyebabkan
  • 14. 11 terganggunya proses metabolik dalam organisme, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Di perairan yang sangat kaya akan nutrien, produksi plankton dapat menjadi sangat berlebihan. Spesies plankton tertentu muncul secara berkala dalam kuantitas yang sangat besar, yang sering dikenal sebagai “algal bloom”. Beberapa alga tertentu dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap di perairan, dan mengakibatkan konsekuensi yang sama jika perairan menerima material organik dari sumber-sumber pencemar, yaitu sejumlah besar oksigen dalam air terkonsumsi ketika sejumlah besar plankton yang mati berpindah ke dasar perairan dan terdegradasi. Defisiensi oksigen dapat mengurangi kehiupan bentik dan ikan. Jika perairan bentik menjadi de-oksigenasi, hidrogen sulfid (H2S) akan meracuni semua bentuk kehidupan di perairan. Akhirnya eutrofikasi berat dapat menimbulkan pengurangan sejumlah spesies tanama dan hewan di perairan. Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai berikut. 1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan. 2. Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup. 3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam margasatwa. 4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang ajan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat 5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata. 6. Terjadi kekeruhan perairan. 7. Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan di perairan.
  • 15. 12 8. Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur 9. Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air 10. Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Eutrofikasi Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat. Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi yang disebabkan oleh kelebihan fosfat adalah dengan memakai pendekatan yang terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu kontrol tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari sudut ekologi juga akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P yang lepas/hilang berhubungan erat dengan erosi dan hilangnya sedimen secara besar-besaran, maka dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik. Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan perombakan fosfat pada buangan kotoran, pengontrolan fosfat yang tersifusi dari pertanian, perombakan fosfat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran. Cara yang sukses untuk mengontrol P akan
  • 16. 13 membawa keuntungan bagi lingkungan. Salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi dan mengontrol konsentrasi P di perairan adalah dengan membatasi atau mengurangi beban nutrien dari sumber utama dan meningkatkan teknologi perombakan nutrien dari buangan kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang signifikan, maka pengurangan buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya dan biayanya tidak efisien dari tanah pertanian dan sangat rulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang berpengaruh bervariasi dari sistem pertaniannya, tipe tanah dan kondisi wilayahnya. Namun kehilangan P pada hakekatnya dapat dikembalikan ke sistem pertanian, sedangkan yang lainnya dapat dikontrol oleh petani sendiri misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada musim hujan. Untuk mencegah dan mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah artificial wetland dapat dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian untuk menangkap kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut. Selain itu upaya lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sistem pengolahan limbah domestik. Pada saat ini, pengolahan limbah domestik di pesisir pantai dan kota besar harus melibatkan proses pengurangan nitrogen secara biologi, karena perlakuan secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil kandungan nitrogen dalam limbah cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi nutrien pada sumbernya meruapak upaya yang sangat penting karena mengurangi input nutrien ke dalam lautan seperti yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai. Sebagian besar P terlarut dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen tidak segera tersedia tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi biota aquatik (Ekholm 1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian kedalam air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi penggunaan P dengan cara menyeimbangkan masukan P (P input) dalam pakan dan pupuk deagn luaran P (P output) dalam produksi tanaman dan hewan dan mengatur level P dalam tanah. Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian dapat dilakukan dengan cara mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P dari tanah pertanian yang terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin lebih mudah untuk direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun demikian perhatian masih sangat kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah.
  • 17. 14 Seperti kita ketahui bahwa sumber P tanah terutama berasal dari pemupukan (pupuk kimia, organik, kompos, pupuk kandang) maka pengaturan sistem pertanian yang ramah lingkuanga harus segera dikembangkan. Untuk mengatur pengurangan dampak P terhadap lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu sumber Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P terhadap lingkungan tentunya karena ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P tinggi, penggunaan kompos, pupuk kandang dan pupuk kimia) dan ada transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang rawan (rawan terhadap leaching, pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika ada interaksi dari kedua faktor tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya kemungkinan untuk perpindahan, mungkin tidak akan berpengaruh bagi lingkungan. Demikian juga sebaliknya jika kemungkinan terjadinya perpindahan tinggi namun sumbernya kecil maka juga tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu pengaturan harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi tersebut bertemu. Area tersebut dikenal sebagai “critical source area”. Penentuan titik titik rawan tersebut menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain yang juga sangat penting untuk mencegah terjadinya kurasakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah kerusakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah dengan mengurangi konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan limbah domestik sampai ke tingkatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum limbah tersebut memasuki perairan umum. Untuk itu maka teknologi pengolahan limbah yang efisien, dan secara ekonomi dan ekologi menguntungkan sangat dibutuhkan.
  • 18. 15 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Eutrofikasi juga sering disebut dengan blooming. Fosfor dan nitrogen merupakan elemen kunci di dalam proses eutrofikasi, di antara nutrient utama yang terkandung dalam suatu perairan. Eutrofikasi dapat menyebabkan terjadinya alga bloom dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni spesies ikan dan invertebrata, sehingga tidak aman untuk di konsumsi manusia dan merusak industri perikanan. Dampak dari eutrofikasi sangatlah merugikan. Dengan adanya eutrofikasi maka lingkungan sekitar khususnya perairan air tawar akan menjadi rusak dan tidak seimbangkarena banyak organisme yang akan mati akibat pertumbuhan tumbuhan air (algae dan eceng gondok) yang sangat cepat. 3.2 Saran Untuk menghindari eutrofikasi, sebaiknya kita tdak melakukan hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi tersebut, sepeti tidak membuang sisa buangan rumah tangga, industri, permukiman, peternakan, dan perikanan ke wilayah perairan, serta memeratakan penyebaran penduduk sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di suatu wilayah.
  • 19. 16 DAFTAR PUSTAKA Fansuri, Aldo. 2009. Eutrofikasi di Perairan. https://id.wikipedia.org/wiki/Eutrofikasi. (Diakses tanggal 18 Februari 2018) Budiono, Aries. 2012. Eutrofikasi. http://makalahariesbudiono.blogspot.co.id/2012/04/eutrofikasi.html. (Diakses tanggal 18 Februari 2018) Story, Aoris. 2009. Eutrofikasi Perairan. https://aoristory.blogspot.co.id/2009/12/eutrofikasi-di- perairan.html?view=timeslide. (Diakses tanggal 18 Februari 2018)