SlideShare a Scribd company logo
1 of 3
Download to read offline
1
Meneladani Kecerdasan Tauhid Umar bin al-Khatthab
Oleh: Muhsin Hariyanto
ADA sebuah kisah tentang Umar bin al-Khaththab yang diceritakan
oleh Abdullah bin Umar r.a. (putera beliau). Dikisahkan, bahwa pada suatu hari
Umar bin al-Khaththab keluar meninjau kebun kurmanya. Selang beberapa lama,
kemudian beliau kembali ke rumah. Ketika tiba di dalam kota Madinah, beliau
melihat orang-orang sudah selesai melaksanakan shalat Ashar. Melihat para
sahabatnya telah selesai melaksanakan shalat berjamaah Ashar, beliau sangat
menyesal dan berkat: “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn, Aku terlambat untuk
melaksanakan shalat ashar dengan berjamaah lantaran kebun kurma itu! Ya
Allah, saksikanlah! Kebun kurma itu kusedekahkan ‘sekarang juga’ kepada para
fakir miskin sebagai kifarat atas kealpaan yang telah kulakukan. Beliau
menyesal, karena asyiknya berada di kebun kurma, shalat jamaah ashar yang
biasa beliau kerjakan ‘tertinggal’ karenanya.
Kisah ini memang sangat sederhana, tetapi sarat makna. Betapa tidak!
Seorang yang hatinya telah ‘terkait’ dengan Allah akan memiliki kerinduan yang
dalam kepadaNya. Sehingga shalat yang sudah terbiasa dia kerjakan akan selau
didambakan untuk dikerjakan sesempurna mungkin. Untuk berjamaah ashr
dengan tepat waktu pun menjadi sesuatu yang jauh lebih dianggap penting
daripada urusan dunia apa pun. Termasuk urusan ‘kebun kurma’ yang oleh
sebagian orang pada saat itu dianggap sebagai hal yang sangat penting.
Umar bin al-Khaththab tidak sendiri. Para sahabat Rasulullah SAW
yang lain pun memunyai ‘spirit’ yang sama. Tetapi, khusus untuk Umar bin al-
Khaththab, berkaitan dengan kebun kurmanya ada nilai tersendiri. Karena, pada
saat itu, kebun kurma beliau sedang menjadi sumber dana yang cukup penting
bagi keluarganya. Tetapi, ketika harus memilih antara harta dan ‘kesempurnaan’
pelaksanaan shalat, Umar bin al-Khaththab memilih ‘yang kedua’. Karena bagi
diri Umar, ‘Allah’ adalah kekasihnya yang jauh lebih layak dicintai dari apa pun,
termasuk ‘kebun kurma’ yang sangat memesona.
Karena shalat tepat waktu adalah salah satu amal saleh yang paling
dicintai oleh Allah, sebagai hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud (Shahih al-Bukhari, I/40 dan Shahih Muslim, I/63) dan
Rasulullah SAW pun senantiasa melaksanakannya secara disiplin, Umar bin al-
Khaththab selalu berusaha untuk meneladani perilaku Rasulullah SAW itu.
Seperti apa cinta Umar kepada Rasulullah SAW dan upayanya untuk
meneladaninya?
Dikisahkan oleh oleh Zuhrah bin Ma’bad (dari kakeknya), bahwa Umar
pernah bersumpah: “Demi Allah sungguh engkau ya Rasulullah lebih kucintai
dibanding siapa pun kecuali diriku. Lalu Nabi SAW) pun menegurnya seraya
bersabda: Tidaklah seseorang beriman, sehingga diriku lebih dicintai daripada
dirinya. Lalu Umar pun meralat pernyataannya, seraya berkata: Untukmu
sekarang ini, demi Allah lebih kucintai daripada diriku sendiri…” (HR Ahmad
2
bin Hanbal dari Zuhrah bin Ma’bad (dari kakeknya), Musnad Ahmad ibn Hanbal,
juz IV, hal 233, hadits no. 18076)
Dan saya (penulis) ‘haqqul yaqîn’, seandainya orang-orang sekualitas
Umar bin al-Khaththab, ketika membaca rangkaian ayat al-Quran yang terdapat
dalam QS at-Takâtsur/102: 1-8, akan semakin menyadari bahwa ‘kenikmatan
duniawi’ – dalam bentuk apa pun – dalam situasi dan kondisi tertentu, bisa
menjadikan manusia lupa kepada Allah, kecuali bagi orang-orang yang telah
memiliki ‘Kecerdasan Tauhid’, seperti Umar bin al-Khaththab, yang telah
berkemampuan untuk menempatkan Allah sebagai satu-satunya ilâh (pusat
ketundukan, ketataan, kepasrahan dan kecintaan).
Lalu, pertanyaan pentingnya: “Apa pelajaran yang bisa kita petik dari
kisah Umar bin al-Khaththab ini?”
Saat ini, kita harus semakin sadar, bahwa ‘diri kita’ terlalu sering
digoda oleh setan dengan pelbagai kesenangan duniawi. Ada godaan yang
dilakukan oleh setan dengan melalui instrumen harta, jabatan atau pangkat, dan
ada pula godaan ‘syahwat seksual’ yang – dalam situasi dan kondisi tertentu --
tak kalah kuatnya dibandingkan dengan godaan-godaan yang dilakukan oleh
setan dengan menggunakan instrumen yang lain.
Kalau Umar – dahulu -- ‘pernah’ digoda oleh setan dengan instrumen
kebun kurmanya, sehingga dia – pada saat itu -- lalai untuk melaksanakan shalat
berjamaah ashar dengan tepat waktu, ‘kita’ pun – di dalam kehidupan modern ini
– lebih mungkin akan tergoda oleh setan dengan berbagai instrumen – yang
berbeda -- yang bisa digunakan oleh para setan dengan kepiawaian mereka untuk
memanfaatkannya. Di samping kekuatan iman kita yang – mungkin saja – belum
sebanding dengan (kekuatan iman) Umar bin al-Khaththab, keragaman instrumen
yang dipakai oleh setan di zaman modern ini tentu saja lebih menggiurkan.
Bukan saja shalat berjamaah ashar dengan tepat waktu yang bisa kita lalaikan,
tetapi lebih daripada itu semua, banyak hal yang bisa kita lupakan dan
menjadikan diri kita lalai untuk mengingat Allah.
Cobalah kita cermati! Masih adakah -- saat ini -- orang-orang Islam
yang lalai untuk beramal saleh dalam berbagai ragamnya, karena bujuk rayu
setan yang --, dengan keterampilannya dalam menggunakan instrumen ‘harta,
tahta dan wanita’ -- menjadi tergoda dan terjebak dalam bujuk rayu setan itu?
Lalu kita pertanyakan – lebih lanjut -- kepada diri kita: “Apakah kita
memang sudah benar-benar ‘siap ‘untuk menghadapi segala macam godaan
setan, dan bersikap seperti Umar bin al-Khaththab untuk merelakan semua
instrumen yang ‘bisa’ memberi peluang kepada setan untuk menggoda diri kita?
Sudah siapkah diri kita melepas -- dengan ‘ikhlas’ – semua instrumen yang
selama ini kita nikmati yang ternyata telkah menjadi instrumen setan -- yang
cukup efektif -- untuk menggoda diri kita, dengan niat untuk mencari ridha
Allah?
3
Lebih tegas lagi, “apakah kita telah bersedia menjual tanah, sawah-
ladang, rumah dan harta benda kita yang selama telah banyak menjadikan diri
kita lalai untuk beribadah kepada Allah?”
Atau, bahkan memang ‘kita’ telah benar-benar siap untuk menjadikan
‘semuanya’ (harta-benda kita) sebagai instrumen yang kita harapkan akan dapat
membantu diri kita untuk menjadi ‘lebih dekat’ kepada Allah, karena kita yakin
bahwa semua itu adalah milik Allah, dan – sudah seharusnya – kita kembalikan
kepada Allah dengan cara ‘bersyukur’, dan kita tunjukkan sikap syukur kita
dengan ‘membangun aktivitas beribadah yang berkualitas prima’ dengan seluruh
nikmat Allah yang telah diberikan olehNya kepada diri kita, yang antara lain
berupa “harta-benda” yang dalam situasi dan kondisi tertentu bisa menjadikan
diri kita lupa kepada Allah.
Marilah kita belajar dari Umar bin al-Khaththab melalui kisah
menariknya, ketika ‘Dia’ rela untuk menjual kebun kurmanya demi keinginannya
untuk lebih bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan jangan sampai kita
terlena oleh kenikmatan duniawi yang sering digunakan oleh setan untuk
menggoda diri kita, sehingga kita ‘bisa jadi’ lupa kepada Allah.
Ibda’ bi nafsik!
Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

More Related Content

What's hot

Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
muslimdocuments
 
Persiapan ramadhan3
Persiapan ramadhan3Persiapan ramadhan3
Persiapan ramadhan3
amininspired
 
Pengertian berbuat-baik-dan-durhaka
Pengertian berbuat-baik-dan-durhakaPengertian berbuat-baik-dan-durhaka
Pengertian berbuat-baik-dan-durhaka
Ra Hardianto
 
Mudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkahMudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkah
Muhsin Hariyanto
 
Mudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkahMudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkah
Muhsin Hariyanto
 
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
muslimdocuments
 
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurgaSiapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
company mak pak saia
 
Tanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
Tanda Dan Hikmah Lailatul QadarTanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
Tanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
frubo
 

What's hot (20)

Tipu daya syetan lemah
Tipu daya syetan lemahTipu daya syetan lemah
Tipu daya syetan lemah
 
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 07 nomor 02 menyelami kandungan ayat ...
 
Jalan terindah
Jalan terindahJalan terindah
Jalan terindah
 
066. teman yang baik & buruk
066. teman yang baik & buruk066. teman yang baik & buruk
066. teman yang baik & buruk
 
Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4
 
Persiapan ramadhan3
Persiapan ramadhan3Persiapan ramadhan3
Persiapan ramadhan3
 
Sihir di bumi kinanah
Sihir di bumi kinanahSihir di bumi kinanah
Sihir di bumi kinanah
 
Pengertian berbuat-baik-dan-durhaka
Pengertian berbuat-baik-dan-durhakaPengertian berbuat-baik-dan-durhaka
Pengertian berbuat-baik-dan-durhaka
 
Mudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkahMudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkah
 
Mudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkahMudik lahir batin, mungkinkah
Mudik lahir batin, mungkinkah
 
Buku ramadhan bersama nabi
Buku ramadhan bersama nabiBuku ramadhan bersama nabi
Buku ramadhan bersama nabi
 
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
Buletin Jumat Al Furqon Tahun 04 Volume 06 Nomor 03 Kejujuran yang Terlupakan...
 
Beristi'adzah
Beristi'adzahBeristi'adzah
Beristi'adzah
 
Keutamaan rajab sya'ban 07.06
Keutamaan rajab sya'ban 07.06Keutamaan rajab sya'ban 07.06
Keutamaan rajab sya'ban 07.06
 
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurgaSiapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
Siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh nabi saw tidak akan masuk syurga
 
Id Work Of Ramadan
Id Work Of RamadanId Work Of Ramadan
Id Work Of Ramadan
 
Amalan bln syaban
Amalan bln syabanAmalan bln syaban
Amalan bln syaban
 
Welcome Ramadhan
Welcome RamadhanWelcome Ramadhan
Welcome Ramadhan
 
! La tahzan dr. aidh al-qarni
! La tahzan   dr. aidh al-qarni! La tahzan   dr. aidh al-qarni
! La tahzan dr. aidh al-qarni
 
Tanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
Tanda Dan Hikmah Lailatul QadarTanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
Tanda Dan Hikmah Lailatul Qadar
 

Similar to Meneladani kecerdasan tauhid umar bin al khatthab

Similar to Meneladani kecerdasan tauhid umar bin al khatthab (7)

Kitab Minhajul Muslim (bab 2 pasal 5)
Kitab Minhajul Muslim  (bab 2 pasal 5)Kitab Minhajul Muslim  (bab 2 pasal 5)
Kitab Minhajul Muslim (bab 2 pasal 5)
 
Tiga Sifat Orang Bertakwa
Tiga Sifat Orang BertakwaTiga Sifat Orang Bertakwa
Tiga Sifat Orang Bertakwa
 
Biografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattabBiografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattab
 
17 kisah penuh_hikmah
17 kisah penuh_hikmah17 kisah penuh_hikmah
17 kisah penuh_hikmah
 
Khadimul ummah
Khadimul ummahKhadimul ummah
Khadimul ummah
 
Fadilah sedekah
Fadilah sedekahFadilah sedekah
Fadilah sedekah
 
Contoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudayaContoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudaya
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Muhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Muhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Muhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
Muhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
Muhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Muhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Meneladani kecerdasan tauhid umar bin al khatthab

  • 1. 1 Meneladani Kecerdasan Tauhid Umar bin al-Khatthab Oleh: Muhsin Hariyanto ADA sebuah kisah tentang Umar bin al-Khaththab yang diceritakan oleh Abdullah bin Umar r.a. (putera beliau). Dikisahkan, bahwa pada suatu hari Umar bin al-Khaththab keluar meninjau kebun kurmanya. Selang beberapa lama, kemudian beliau kembali ke rumah. Ketika tiba di dalam kota Madinah, beliau melihat orang-orang sudah selesai melaksanakan shalat Ashar. Melihat para sahabatnya telah selesai melaksanakan shalat berjamaah Ashar, beliau sangat menyesal dan berkat: “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn, Aku terlambat untuk melaksanakan shalat ashar dengan berjamaah lantaran kebun kurma itu! Ya Allah, saksikanlah! Kebun kurma itu kusedekahkan ‘sekarang juga’ kepada para fakir miskin sebagai kifarat atas kealpaan yang telah kulakukan. Beliau menyesal, karena asyiknya berada di kebun kurma, shalat jamaah ashar yang biasa beliau kerjakan ‘tertinggal’ karenanya. Kisah ini memang sangat sederhana, tetapi sarat makna. Betapa tidak! Seorang yang hatinya telah ‘terkait’ dengan Allah akan memiliki kerinduan yang dalam kepadaNya. Sehingga shalat yang sudah terbiasa dia kerjakan akan selau didambakan untuk dikerjakan sesempurna mungkin. Untuk berjamaah ashr dengan tepat waktu pun menjadi sesuatu yang jauh lebih dianggap penting daripada urusan dunia apa pun. Termasuk urusan ‘kebun kurma’ yang oleh sebagian orang pada saat itu dianggap sebagai hal yang sangat penting. Umar bin al-Khaththab tidak sendiri. Para sahabat Rasulullah SAW yang lain pun memunyai ‘spirit’ yang sama. Tetapi, khusus untuk Umar bin al- Khaththab, berkaitan dengan kebun kurmanya ada nilai tersendiri. Karena, pada saat itu, kebun kurma beliau sedang menjadi sumber dana yang cukup penting bagi keluarganya. Tetapi, ketika harus memilih antara harta dan ‘kesempurnaan’ pelaksanaan shalat, Umar bin al-Khaththab memilih ‘yang kedua’. Karena bagi diri Umar, ‘Allah’ adalah kekasihnya yang jauh lebih layak dicintai dari apa pun, termasuk ‘kebun kurma’ yang sangat memesona. Karena shalat tepat waktu adalah salah satu amal saleh yang paling dicintai oleh Allah, sebagai hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Mas’ud (Shahih al-Bukhari, I/40 dan Shahih Muslim, I/63) dan Rasulullah SAW pun senantiasa melaksanakannya secara disiplin, Umar bin al- Khaththab selalu berusaha untuk meneladani perilaku Rasulullah SAW itu. Seperti apa cinta Umar kepada Rasulullah SAW dan upayanya untuk meneladaninya? Dikisahkan oleh oleh Zuhrah bin Ma’bad (dari kakeknya), bahwa Umar pernah bersumpah: “Demi Allah sungguh engkau ya Rasulullah lebih kucintai dibanding siapa pun kecuali diriku. Lalu Nabi SAW) pun menegurnya seraya bersabda: Tidaklah seseorang beriman, sehingga diriku lebih dicintai daripada dirinya. Lalu Umar pun meralat pernyataannya, seraya berkata: Untukmu sekarang ini, demi Allah lebih kucintai daripada diriku sendiri…” (HR Ahmad
  • 2. 2 bin Hanbal dari Zuhrah bin Ma’bad (dari kakeknya), Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, hal 233, hadits no. 18076) Dan saya (penulis) ‘haqqul yaqîn’, seandainya orang-orang sekualitas Umar bin al-Khaththab, ketika membaca rangkaian ayat al-Quran yang terdapat dalam QS at-Takâtsur/102: 1-8, akan semakin menyadari bahwa ‘kenikmatan duniawi’ – dalam bentuk apa pun – dalam situasi dan kondisi tertentu, bisa menjadikan manusia lupa kepada Allah, kecuali bagi orang-orang yang telah memiliki ‘Kecerdasan Tauhid’, seperti Umar bin al-Khaththab, yang telah berkemampuan untuk menempatkan Allah sebagai satu-satunya ilâh (pusat ketundukan, ketataan, kepasrahan dan kecintaan). Lalu, pertanyaan pentingnya: “Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Umar bin al-Khaththab ini?” Saat ini, kita harus semakin sadar, bahwa ‘diri kita’ terlalu sering digoda oleh setan dengan pelbagai kesenangan duniawi. Ada godaan yang dilakukan oleh setan dengan melalui instrumen harta, jabatan atau pangkat, dan ada pula godaan ‘syahwat seksual’ yang – dalam situasi dan kondisi tertentu -- tak kalah kuatnya dibandingkan dengan godaan-godaan yang dilakukan oleh setan dengan menggunakan instrumen yang lain. Kalau Umar – dahulu -- ‘pernah’ digoda oleh setan dengan instrumen kebun kurmanya, sehingga dia – pada saat itu -- lalai untuk melaksanakan shalat berjamaah ashar dengan tepat waktu, ‘kita’ pun – di dalam kehidupan modern ini – lebih mungkin akan tergoda oleh setan dengan berbagai instrumen – yang berbeda -- yang bisa digunakan oleh para setan dengan kepiawaian mereka untuk memanfaatkannya. Di samping kekuatan iman kita yang – mungkin saja – belum sebanding dengan (kekuatan iman) Umar bin al-Khaththab, keragaman instrumen yang dipakai oleh setan di zaman modern ini tentu saja lebih menggiurkan. Bukan saja shalat berjamaah ashar dengan tepat waktu yang bisa kita lalaikan, tetapi lebih daripada itu semua, banyak hal yang bisa kita lupakan dan menjadikan diri kita lalai untuk mengingat Allah. Cobalah kita cermati! Masih adakah -- saat ini -- orang-orang Islam yang lalai untuk beramal saleh dalam berbagai ragamnya, karena bujuk rayu setan yang --, dengan keterampilannya dalam menggunakan instrumen ‘harta, tahta dan wanita’ -- menjadi tergoda dan terjebak dalam bujuk rayu setan itu? Lalu kita pertanyakan – lebih lanjut -- kepada diri kita: “Apakah kita memang sudah benar-benar ‘siap ‘untuk menghadapi segala macam godaan setan, dan bersikap seperti Umar bin al-Khaththab untuk merelakan semua instrumen yang ‘bisa’ memberi peluang kepada setan untuk menggoda diri kita? Sudah siapkah diri kita melepas -- dengan ‘ikhlas’ – semua instrumen yang selama ini kita nikmati yang ternyata telkah menjadi instrumen setan -- yang cukup efektif -- untuk menggoda diri kita, dengan niat untuk mencari ridha Allah?
  • 3. 3 Lebih tegas lagi, “apakah kita telah bersedia menjual tanah, sawah- ladang, rumah dan harta benda kita yang selama telah banyak menjadikan diri kita lalai untuk beribadah kepada Allah?” Atau, bahkan memang ‘kita’ telah benar-benar siap untuk menjadikan ‘semuanya’ (harta-benda kita) sebagai instrumen yang kita harapkan akan dapat membantu diri kita untuk menjadi ‘lebih dekat’ kepada Allah, karena kita yakin bahwa semua itu adalah milik Allah, dan – sudah seharusnya – kita kembalikan kepada Allah dengan cara ‘bersyukur’, dan kita tunjukkan sikap syukur kita dengan ‘membangun aktivitas beribadah yang berkualitas prima’ dengan seluruh nikmat Allah yang telah diberikan olehNya kepada diri kita, yang antara lain berupa “harta-benda” yang dalam situasi dan kondisi tertentu bisa menjadikan diri kita lupa kepada Allah. Marilah kita belajar dari Umar bin al-Khaththab melalui kisah menariknya, ketika ‘Dia’ rela untuk menjual kebun kurmanya demi keinginannya untuk lebih bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan jangan sampai kita terlena oleh kenikmatan duniawi yang sering digunakan oleh setan untuk menggoda diri kita, sehingga kita ‘bisa jadi’ lupa kepada Allah. Ibda’ bi nafsik! Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta