SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Adab Berpakaian Ketika Sholat Sep 9, '07 9:51 AM
for everyone
Category: Other
Assalamu’alaykum warohmatullah
Dahulu, apabila saya sholat, saya lebih senang sholat dengan
menggunakan pakaian apa adanya. Saat ada di kantor, ya sholatnya
menggunakan pakaian ketika ngantor, yaitu kemeja plus celana pantaloon
tanpa penutup kepala dan sarung/gamis yg panjang yg menutupi bagian
(maaf) pantat.
Alhamdulillah…. Saat itu ada saudara saya yg semoga Allah
memberkahinya, yang dia mengirimkan artikel berikut ini kepada saya.
Dan saat ini, kalau saya sholat, sudah saya biasakan dan berusaha utk
menggunakan penutup kepala (peci/kopiah) dan kain sarung atau baju
gamis yg panjang.
Semoga Allah memberikan kebaikan yg banyak kepada Saudaraku
tersebut.
Hanya saja sayangnya, sebagian orang yg mengaku berada di atas jalan
ahlus sunnah wal jama'ah masih banyak yg "meremehkan" permasalahan
adab berpakaian ketika sholat ini. Terlebih lagi, ada sebagian da'i/ustadz
yg mana dia ini adalah merupakan contoh bagi anak didiknya, ternyata
da'i/ustadz tersebut pun juga "meremehkan" hal ini. Sehingga, banyak kita
lihat apabila da'i/ustadz nya mencontohkan yg demikian, maka mayoritas
anak didiknya pun juga menjadikan tindakan da'i/ustadz tersebut sebagai
contoh mereka. Allahul Musta'an.
Semoga Allah memperbaiki kita semua, dan semoga artikel ini pun
bermanfaat bagi saudara-2ku yg lain utk mau senantiasa memperhatikan
adab-adab pakaian kita ketika menghadap sholat kepada Allah Ta’ala
Kalau kita mau berangkat kerja saja senantiasa berhias, maka…. Apatah
lagi kalau kita hendak menghadap Allah Dzat Yang Maha Agung???
Barokallahu fiykum
sumber:
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=963
Koreksi sholat kita : Pakaian ketika sholat
Rabu, 27 Juli 2005 - 03:16:24 :: kategori Fiqh
Penulis: Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Salman
.: :.
Muqadimah
Pakaian sebagai kebutuhan primer kita sehari-hari sangat layak
diperhatikan terlebih ketika kita menghadap Allah di dalam sholat. Kita
diharuskan berpakaian bersih suci dari segala jenis najis dan menutup
aurat. Permasalahan bersih dari najis, tentu kita sudah banyak yang
memahaminya. Tetapi tentang menutup aurat? Seperti bagaimanakah
pakaian yang seharusnya dikenakan di waktu sholat? Pertanyaan-
pertanyaan inilah yang akan kita kupas pada rubrik ahkam kali ini lewat
tulisan Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam sebuah karya beliau yang
berjudul Al Qaulul Mubin fi Akhtha`il Mushallin (Keterangan yang jelas
tentang kesalahan orang-orang yang sholat) yang diterbitkan oleh penerbit
Dar Ibni Qayim, Arab Saudi hal 17-32. Beliau termasuk murid senior
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, pakar hadits abad ini yang
karya-karyanya sudah beredar di seluruh dunia dan menjadi rujukan para
thalibul 'ilmi.
Tasyabuh dalam Berpakaian
Sebuah riwayat dalam Shahih Muslim disampaikan dengan sanadnya
sampai kepada Abu Utsman An Nahdi, ia berkata, "Umar pernah mengirim
surat kepada kami di Azerbaijan yang isinya: 'Wahai Utbah bin Farqad!
Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula jerih payah ayah
dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka
dengan apa yang mengenyangkan di rumahmu[1], hindarilah bermewah-
mewah, memakai pakaian ahli syirik dan memakai sutera."
Dalam Musnad Ali bin Ja'ad ada tambahan, "...pakailah sarung, rida'
(jubah), dan sandal serta buanglah selop dan celana panjang... pakailah
pakaian bapak kalian Ismail, hindarilah bernikmat-nikmat dan hindarilah
pakaian orang-orang asing." (Riwayat Ali bin Ja'ad dan Abu Uwanah
dengan sanad shahih).
Waki' dan Hanad meriwayatkan ucapan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu di
dalam Az Zuhd, beliau berkata, "Pakaian tidak akan serupa hingga hati
menjadi serupa." (Sanadnya dha'if).
Ucapan beliau ini diambil dari sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam,
َ‫ن‬ْ ََ‫ش‬َ َّ‫ه‬ْ َِّ َ‫ن‬ َ‫ه‬َّ ‫ش‬َ َّ‫و‬ََََِّّْ َ‫م‬ََّ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum itu."
(HSR Abu Dawud, Ahmad, dan selainnya).
Dari sinilah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu memerintahkan
rakyatnya agar membuang selop dan celana panjang serta memerintahkan
mereka mengenakan pakaian yang biasa dikenakan orang Arab, yaitu
dengan tujuan memlihara kepribadian mereka agar jangan condong
kepada orang-orang 'ajam.
Perbuatan tasyabuh (dalam hal pakaian) yang dilakukan oleh umat ini
kepada musuh-musuhnya merupakan tanda lemahnya iltizam mereka dan
lemahnya akhlak mereka. Mereka telah ditimpa penyakit bunglon dan
bimbang. Perjalanan mereka pun guncang seperti benda padat yang telah
cair, siap dileburkan dalam berbagai bentuk di setiap waktu. Bagaimana
pun juga tasyabuh ini merupakan penyakit yang jelek. Perumpamaannya
seperti seorang yang menisbatkan dirinya kepada orang lain selain
ayahnya. Mereka tidak disukai oleh umat yang melahirkan mereka, tidak
pula diakui umat yang mereka tiru dan cintai.
Mungkin timbul pertanyaan: Kenapa para ulama tidak berupaya
meluruskan kebiasaan atau adat ini sebelum menjadi perkara besar?
Jawabannya: Sesungguhnya para ulama telah berupaya keras
meluruskannya, akan tetapi dalam berhadapan dengan kenyataan bahwa
yang mayoritas mengalahkan yang minoritas sehingga upaya para ulama
tersebut tidak banyak memberikan hasil. Banyak dari kaum muslimin
merasa pada posisi yang sulit di tengah-tengah adat dan pakaian kaum
musyirikn padahal di antara mereka ada yang dikenal alim. Mereka inilah
yang menjadi contoh jelek bagi kaum muslimin, wal 'iyadzu billah.[2]
Lebih parah lagi di antara mereka ada yang meninggalkan shalat hanya
karena khawatir pantalonnya berkerat-kerut hingga merusak penampilan.
Hal ini banyak kita dengan dari mereka. Karena itu di antara upaya
menghidangkan sunnah di hadapan umat, kami bawakan beberapa kriteria
pakaian sholat yang sepatutnya diperhatikan seorang muslim supaya
terhindar dari hal-hal tersebut di atas.
Pakaian dalam Sholat
Kriteria tersebut adalah:
1. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk aurat.
Mengenakan pakaian ketat jelas tidak disukai syariat dan kedokteran
karena efeknya berbahaya bagi badan. Bahkan ada yang saking ketatnya
hingga membuat pemakainya tidak dapat sujud. Bila karena
mengenakannya seseorang meninggalkan sholat, maka jelas pakaian
semacam ini haram. Dan memang kenyataan menunjjukkan bahwa
mayoritas orang yang mengenakan pakaian semacam ini adalah orang-
orang yang tidak sholat.
Demikian pula banyak di antara kaum muslimin di jaman ini yang
menunaikan sholat dengan pakaian yang membentuk kedua kemaluan
atau membentuk salah satunya. Al Hafizh Ibnu Hajar meceritakan sebuah
riwayat dari Asyhab tentang seseorang yang sholat hanya dengan
menggunakan celana panjang (tanpa ditutupi sarung atau jubah atau
gamis), beliau berkata, "Hendaknya ia mengulangi sholatnya ketika itu
juga kecuali bila celananya tebal." Sedangkan sebagian ulama Hanafiyah
memakruhkan hal itu. Padahal saat itu keadaan celana panjang mereka
sangat longgar, lalu bagaimana dengan celana pantalon yang sangat
sempit?!
Syaikh Al Albani berkata, "Celana pantalon mengandung dua cela.
Pertama, orang yang menggunakannya berarti bertasyabuh dengan kaum
kafir. Pada mulanya kaum muslimin mengenakan celana panjang yang
luas dan longgar yang sekarang masih digunakan oleh sebagian orang di
Suriah dan Libanon. Mereka sama sekali tidak mengenal celana pantalon,
kecuali setelah mereka ditaklukkan dan dijajah. Kemudian setelah kaum
penjajah takluk dan mengundurkan diri mereka meninggalkan jejak yang
buruk, lalu dengan kebodohan dan kejahilan kaum muslimin melestarikan
peninggalan mereka tadi.
Kedua, celana pantalon dapat membentuk aurat, sedangkan aurat laki-laki
adalah dari lutut hingga pusar. Ketika sholat seorang muslim seharusnya
amat jauh dari keadaan bermaksiat kepada RabbNya, namun bagi mereka
yang menggunakan celana pantalon, anda akan melihat kedua belahan
pantatnya terbentuk, bahkan dapat membentuk apa yang ada di antara
kedua pantatnya tersebut. Bagaimana muungkin orang yang dalam
keadaannya semacam ini dikatakan sholat dan berdiri di hadapan Rabbul
'Alamin?!
Anehnya banyak di antara pemuda muslim yang mengingkari wanita-
wanita berpakaian ketat atau sempit karena membentuk bodinya
sementara mereka sendiri lupa akan diri mereka. Mereka sendiri terjatuh
pada hal yang diingkari, sebab tidak ada perbedaan antara wanita yang
berpakaian sempit dan membentuk tubuhnya dengan pria yang memakai
celana pantalon yang juga membentuk pantatnya. Pantat pria dan pantat
wanita keduanya sama-sama aurat. Karena itu wajib bagi para pemuda
untuk segera menyadari musibah yang telah melanda mereka kecuali
orang yang dipelihara Allah, namun mereka sedikit[3].
Adapun bila celana pantalon tersebut luas, maka sah sholat dengannya.
Namun akan lebih utama bila di atasnya ada gamis yang menutup antara
pusar hingga lutut atau lebih rendah hingga pertengahan betis atau mata
kaki. Yang demikian lebih sempurna dalam menutup aurat[4]. (Al Fatawa
1/69 oleh Syaikh bin Baz).
2. Tidak tipis dan tidak transparan
Sebagaimana makruh (dibenci)nya sholat dengan pakaian ketat yang
menggambarkan bentuk aurat, maka demikian pula tidak boleh sholat
dengan pakaian yang tipis yang tampak secara transparan apa yang ada
di baliknya seperti pakaian sebagian orang yang gila mode di jaman ini,
mereka poles apa yang dianggap aib oleh syariat hingga tampak indah.
Mereka adalah tawanan-tawanan syahwat, budak-budak adat dan mereka
mempunyai propagandis yang menyerukan propaganda-propaganda,
menawarkan mode-mode baru, "Inilah yang terbaru, inilah yang trendi,
tidak kolot dan kuno[5]."
Termasuk dalam bab ini adalah sholat dengan mengenakan pakaian tidur
"piyama". Sebuah riwayat yang dibawakan oleh Imam Bukhari di dalam
Shohihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Pernah ada
seseorang yang datang menjumpai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu
bertanya tentang sholat dengan mengenakan satu pakaian. Rosulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Bukankah setiap kalian mampu
mendapatkan dua pakaian!?"
Kemudian seseorang bertanya kepada Umar, lalu Umar menjawab, "Bila
Allah memberikan kelapangan seseorang hendaknya ia sholat dengan
sarung dan jubah, atau sarung dan gamis, atau sarung dan mantel (jubah
luar), atau celana panjang dan gamis atau celana panjang dan jubah, atau
celana panjang dan mantel, atau celana pendek dan mantel, atau celana
pendek dan gamis (yang menutupi sampai bawah lutut, red)." (Muttafaqun
'alaihi).
Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu pernah melihat Nafi' sholat sendiri
dengan mengenakan satu pakaian. Lalu beliau berkata padanya,
"Bukankah saya memberimu dua pakaian?" Nafi' menjawab, "Benar." Ibnu
Umar bertanya pula, "Apakah kamu pergi ke pasar dengan mengenakan
satu pakaian?" Nafi' menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Allah yang
lebih berhak bagimu berhias untukNya."[6]
Demikian pula orang yang sholat dengan pakaian tidur, tentunya ia malu
pergi ke pasar dengannya karena tipis dan transparan.
Ibnu Abdil Barr dalam At Tahmid 6/369 mengatakan, "Sesungguuhnya ahli
ilmu menganggap mustahab bagi seseorang yang mampu dalam pakaian
agar berhias dengan pakaian, minyak wangi dan siwaknya, ketika sholat
sesuai dengan kemampuannya."
Para fuqaha dalam membahas syarat-syarat sahnya sholat yaitu pada
pembahasan "Menutup Aurat", mereka mengatakan, "Syarat bagi pakaian
penutup adalah tebal, tidaklah sah bila tipis dan mengesankan warna
kulit."
Semua ini berlaku bagi pria dan wanita, baik pada sholat sendiri ataupun
sholat berjamaah. Dengan demikian siapa saja yang terbuka auratnya
padahal ia mampu menutupnya, maka sholatnya tidak sah walaupun
sholat sendiri di tempat yang gelap, karena sudah merupakan ijma' akan
wajibnya menutup aurat di dalam sholat.
Allah ta'ala berfirman,
َ‫ا‬ ‫ش‬‫َب‬‫ن‬ََّ ‫ش‬ ْ‫د‬ َّ‫ا‬ََ‫ش‬‫ذ‬ َ‫ن‬ْ‫د‬َََََّّْ ‫ش‬َ ُ َ‫ه‬ْ‫ع‬ْ‫ن‬ َّ‫ن‬َّ‫ا‬ُ ََِّ‫م‬‫ش‬َََّ ‫د‬ََّ
"Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid." (Al A'raf: 31).
Yang dimaksud dengan zinah (perhiasan) pada ayat di atas yaitu pakaian,
sedangkan yang dimaksud dengan masjid yaitu sholat. Artinya, "Pakailah
pakaian yang menutup aurat kalian ketika sholat."
Ucapan Umar radhiyallahu 'anhu yang menyebutkan jenis-jenis pakaian
yang menutup atau yang banyak dipakai tersebut merupakan dalil akan
wajibnya sholat dengan pakaian yang menutup aurat. Beliau
menggabungkan yang satu dengan yang lain bukan berarti pembatasan,
akan tetapi yang satu bisa mengganti kedudukan yang lain. Adapun
mengenakan satu pakaian hanya boleh dilakukan dalam keadaan yang
mendesak atau terpaksa. Di sana juga terdapat faidah bahwa sholat
dengan dua pakaian itu lebih afdhol daripada dengan satu pakaian. Dan Al
Qodhi Iyadh telah menegaskan ijma' dalam hal ini.[7]
Berkata Imam Syafi'i rahimahullah, "Bila seseorang sholat dengan gamis
yang transparan[8], maka sholatnya tidak sah."[9]
Beliau juga berkata, "Yang lebih parah dalam hal ini adalah kaum wanita
bila sholat dengan daster (pakaian wanita di rumah) dan kudung,
sedangkan daster menggambarkan bentuk tubuhnya. Saya lebih suka
wanita tersebut sholat dengan mengenakan jilbab yang lapang di atas
kudung dan dasternya sehingga tubuh tidak terbentuk dengan daster
tadi."[10]
Untuk itu hendaknya kaum wanita tidak sholat dengan pakaian yang
transparan seperti pakaian dari nilon dan sejenisnya, karena bahan jenis
ini walaupun luas dan menetup seluruh tubuh namun selalu terbuka atau
membentuk. Dalilnya adalah sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam,
َ‫دي‬ََّ ‫ش‬ْ‫د‬َّ‫ذ‬ َ‫دي‬ََّ‫ش‬‫ن‬‫َّد‬‫د‬ ََّ‫د‬َّ‫ن‬‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬ََْْ‫ك‬ ‫ش‬ْ ‫ش‬‫ُن‬ ‫م‬‫ش‬ِ ْ‫م‬ َ‫ه‬ْ‫د‬َََّّ‫ن‬...
"Akan ada kelak pada umatku wanita-wanita yang berpakaian tetapi
telanjang..." (HR Malik dan Muslim).
Ibnu Abdil Barr berkata, "Yang dimaksud oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis atau mini yang
membentuk tubuh dan tidak menutup auratnya. Mereka disebut
berpakaian tetapi pada hakekatnya telanjang."[11]
Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah sebuah riwayat sebagai berikut,
"Suatu hari Al Mundzir bin Az Zubair datang dari Iraq, lalu ia mengirim
oleh-oleh kepada Asma` pakaian tipis dan antik dari Quhistan dekat
Khurasan, setelah ia mengalami kebutaan. Ia pun lantas meraba pakaian
tersebut dengan tangannya kemudian berkata, "Ah! Kembalikan pakaian
ini." Pengantarnya merasa tidak enak dan berkata, "Wahai ibu! Sungguh
pakaian ini tidak transparan." Asma` berkata, "Pakaian ini, walaupun tidak
transparan akan tetapi membentuk."[12]
Kata As Safarini dalam Gidza`ul Albab, "Bila pakaian itu tipis hingga
tampak aurat si pemakainya, baik lelaki maupun wanita, maka dilarang
dan haram mengenakannya. Sebab secara syariat dianggap tidak
menutup aurat sebagaimana diperintahkan. Hal ini tidak diperselisihkan
lagi."[13]
Kata Imam As Syaukani dalam Nailul Author 2/115, "Wajib bagi wanita
menutup badannya dengan pakaian yang tidak membentuk tubuuh, inilah
syarat dalam menutup aurat."
Sebagian fuqoha menyebutkan, "Pakaian yang transparan pada sekilas
pandangan, keberadaannya seperti tidak ada. Karena itu tidak ada sholat
bagi yang mengenakannya (untuk sholat)."
Sebagian yang lain menegaskan bahwa pakaian para salaf tidak ada yang
terbuat dari bahan yang membentuk aurat karena tipis, sempit atau yang
lain.
3. Tidak membuka aurat
Ada beberapa golongan yang terkadang sholat dengan aurat terbuka, di
antaranya:
a. Mereka yang mengenakan celana panjang pantalon yang membentuk
aurat atau mengesankannya atau transparan dengan kemeja pendek.
Ketika ruku' dan sujud, kemeja tertarik ke atas sedang celana tertarik ke
bawah. Dengan demikian punggung dan sebagian auratnya tampak. Hal
ini kadangkala terjadi bila tidak bisa dikatakan sering. Perhatikanlah, aurat
mughalladhah (alat vital)nya tampak ketika ia ruku' atau sujud di hadapan
Rabbnya. Na'udzubillah! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan,
sebab bila dalam keadaan demikian sedang aurat terbuka, jelas
mengantarkan pada batalnya sholat. Lantas siapa kambing hitamnya?
Celana pantalon dan memang celana pantalon asalnya dari negeri
kafir.[14]
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa
kesalahan yang dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat, beliau
berkata, "Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yang
luas dan lapang, mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja
pendek yang menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku', kemeja
tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yang merupakan
aurat dan dilihat oleh orang yang ada di belakangnya. Padahal terbukanya
aurat merupakan sebab batalnya sholat.[15]
b. Wanita yang tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup
seluruh badan, sedang ia berada di hadapan Robbnya, baik karena bodoh,
malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa
pakaian yang mencukupi bagi wanita untuk sholat adalah baju panjang
dan kerudung.[16]
Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian
rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut
jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
َْ‫د‬ََّ ‫ش‬‫ن‬‫ش‬َ َُ‫ش‬‫ص‬ َ
َ‫ش‬ ‫د‬َّ‫ا‬ ٍََِّّ‫إ‬ َّْ ْ َََّ َََُّّ
"Allah tidak menerima sholat wanita yang telah haid (baligh) kecuali
dengan kerudung." (HSR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan yang lain).
Ummu Salamah radhiyallahu 'anha pernah ditanya sebagai berikut,
"Pakaian apa yang pantas dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau
menjawab, "Kerudung dan baju panjang yang longgar sampai menutup
kedua telapak kaki."[17] (Riwayat Malik dan Baihaqi dengan sanad jayyid).
Imam Ahmad juga pernah ditanya, "Berapa banyak pakaian yang
dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Paling sedikit baju
rumah dan kudung dengan menutup kedua kakinya dan hendaknya baju
itu lapang dan menuutup kedua kakinya."
Imam Syafi'i berkata, "Wanita wajib menutup seluruh tubuhnya di dalam
sholat kecuali dua telapak tangan dan mukanya."
Beliau juga berkata, "Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali telapak
tangan dan wajah. Telapak kaki pun termasuk aurat. Apabila di tengah
sholat tersingkap apa yang ada antara pusar dan lutut bagi pria sedang
bagi wanita tersingkap sedikit dari rambut atau badan atau yang mana saja
dari anggota tubuhnya selain yang dua tadi dan pergelangan –baik tahu
atau tidak- maka mereka harus mengulang sholatnya. Kecuali bila
tersingkap oleh angin atau karena jatuh lalu segera mengembalikannya
tanpa membiarkan walau sejenak. Namun bila ia membiarkan sejenak
walau seukuran waktu untuk mengembalikan, maka ia tetap harus
mengulanginya."[18] Oleh karena itu wajib bagi wanita muslimah
memperhatikan pakaian mereka di dalam sholat, lebih-lebih di luar sholat.
Banyak juga dari mereka yang sangat memperhatikan bagian atas badan
yaitu kepala. Mereka menutup rambut dan pangkal leher tapi tidak
memperhatikan anggota badan bagian bawah dengan kaos kaki yang
sewarna dengan kulit sehingga tampak semakin indah. Terkadang ada di
antara mereka yang sholat dengan penampilan semacam ini. Hal ini tidak
boleh. Wajib bagi mereka untuk segera menyempurnakan hijab
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Teladanilah wanita-wanita Muhajirin ketika turun perintah Allah agar
mengenakan kerudung, mereka segera merobek korden-korden yang
mereka punyai lalu memakainya sebagai kerudung. Tetapi sekarang, kita
tidak perlu menyuruh mereka merobek sesuatu, cukup kita perintahkan
mereka memanjangkan dan meluaskannya hingga menjadi pakaian yang
benar-benar menutup.[19]
Mengingat telah meluasnya pemakaian jilbab pendek di kalangan
muslimah di beberapa negeri yang berpenduduk muslim, maka saya
memandang penting untuk menjelaskan secara ringkas bahwa kaki dan
betis wanita adalah aurat. Ucapan saya wabillahit taufiq adalah sebagai
berikut:
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
... َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬ََََّْ ‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬َ َّ‫َم‬َ‫ش‬‫ل‬َ‫ن‬َْ ‫د‬ََّ َّ‫ن‬َّ‫ل‬َ‫م‬َْ‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬‫ل‬ْ‫ب‬ ََّْ ‫ش‬َ َّ‫َم‬َ ‫ش‬ََََّْ َُّ َّ‫ه‬ ...
"Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan." (An Nur: 31).
Sisi pendalilan dari ayat ini adalah bahwa wanita juga wajib menutup kaki,
sebab bila dikatakan tidak, maka alangkah mudahnya seseorang
menampakkan perhiasan kakinya, yaitu gelang kaki sehingga tidak perlu ia
memukulkan kaki untuk itu. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan karena
menampakkannya merupakan penyelisihan terhadap syariat dan
penyelisihan yang semacam ini tidak mungkin terjadi di jaman risalah.
Karena itu seseorang dari mereka melakukan tipu daya dengan cara
memukulkan kakinya agar kaum pria mengetahui perhiasan yang
disembunyikan. Maka Allah pun melarang mereka dari hal itu.
Sebagai penguat dari penjelasan saya, Ibnu Hazm berkata, "Ini adalah
nash yang menunjukkan bahwa kaki dan betis termasuk aurat yang mesti
disembunyikan dan tidak halal menampakkannya."[20]
Adapun penguat dari sunnah adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma, ia berkata:
ُ‫لْه‬ ‫ش‬‫ر‬ََّ‫د‬ََّ‫ش‬ ََُ َّ‫ن‬ َ‫ه‬ََّ ‫ش‬‫و‬ََََّ‫ش‬‫ص‬ َّْ ‫ش‬ْْ ََََّ َ‫ن‬ََّ ٍَََََّّّّْ‫ن‬ ْ‫و‬ََّ َ‫ه‬َّْ ََّْ‫ب‬ َ‫م‬ََّ ُ‫نلن‬ ‫ه‬ ‫ذلَو‬ َّ ْ‫إل‬ ‫ش‬َّ ْ َ‫ه‬ْ‫ن‬ َّْ َّ ‫د‬َّ‫ا‬ ‫َُا‬ ‫ه‬ ‫ََُندْر‬
َ‫إ‬ََّ َََََّّ‫د‬َِّ َُّ‫ر‬َََّّ‫ل‬َّ‫ن‬ ‫م‬‫ن‬ْ‫ك‬ َ‫ي‬ََّ‫د‬َّ َِّ ُ َْْ َُّ ‫د‬َّ‫ا‬ .َ‫م‬ْ ََُّْ‫ا‬َ‫ا‬َّ‫ك‬ َْ‫ش‬َِّ‫د‬َََّْ َ‫م‬َّ‫ع‬‫ش‬‫ص‬ َُ‫ي‬ََّ‫د‬َّ‫ا‬ .ُ ََِْ‫ش‬ِ َّ‫َم‬َ ‫ش‬‫ن‬ ََْْ َُّ ‫د‬َّ‫ا‬ َ‫ن‬َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬َ َ‫ه‬َْْ‫ع‬‫ش‬َ َّْ‫د‬َّ‫ن‬‫ش‬ََُ َََّْ
َََُْ ‫ش‬‫ي‬‫د‬َّ ََ ِّْ‫ش‬‫ر‬ ‫نلن‬ ‫ه‬ ‫ذلَو‬ َّ ْ‫إل‬ ‫ش‬َّ ْ َ‫ه‬ْ‫ن‬ َّْ ََِّ‫ن‬ َّْ َُ‫ر‬ََُّ َّ‫ه‬ ‫ش‬ْ ‫م‬‫ش‬ِ َّ‫ه‬ .‫ش‬‫و‬َََّ‫ل‬َّ‫ذ‬ َّ‫م‬َ‫ا‬ ‫ش‬َََّ َُّ ‫د‬ِ‫ذ‬ُ َّْ‫ش‬‫ع‬ ْ‫و‬ََََّ ‫ش‬‫ن‬ َََُِّْْ ََِْ‫ش‬ِ َّ‫َم‬َ‫ش‬َ‫ش‬ََ‫ا‬
‫ه‬ ‫اُها‬ ‫كَه‬ ‫ه‬ ‫ََُْْعر‬ ُ‫لْه‬ .‫د‬ِ‫ذ‬ُ َّْ‫ش‬‫ع‬ َ‫م‬ْ ََّ ْ ََّْ‫ع‬َََِّّ ‫َّد‬َََََّ‫ش‬‫ص‬ َّ‫م‬َ‫ل‬‫ش‬‫ن‬ ََْْ َ‫م‬ْ‫د‬َِّ ُ ََِْ‫ش‬ِ َ‫ْم‬ َّ‫ا‬ُ َََِّّ ْ‫و‬َََّ‫ا‬ ََََّّْ‫ن‬ُ َ‫ن‬ْْ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫َدبو‬ ‫م‬ َُ
َ064 ‫ن‬ ‫ْا‬ ‫َار‬ ‫إا‬ َُ ‫ث‬ َ‫دا‬ ‫ُرا‬ ‫لر‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ْ َُ ,‫َح‬ ‫إا‬
Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang
melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan
memandangnya pada hari kiamat." Ummu Salamah radhiyallahu 'anha
bertanya, "Apa yang harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian
mereka?" Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Turunkan
sejengkal." Ummu Salamah berkata, "Bila demikian kakinya akan
tersingkap." Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Turunkan
sehasta, jangan lebih dari itu." Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin (untuk
menambah) sejengkal, dan mereka minta tambah, maka Rosulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menambahkannya. (HSR. Tirmidzi, Abu
Dawud, Ibnu Majah) (Lihat Ash Shohihah 60).
Faidah dari riwayat ini adalah bahwa yang dibolehkan adalah sekitar satu
hasta, yaitu dua jengkal bagi tangan ukuran sedang.
Imam Al Baihaqi berkata, "Riwayat ini merupakan dalil tentang wajibnya
menutup kedua punggung telapak kaki bagi wanita."[21]
Ucapan "Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan"
dan pertanyaan Ummu Salamah: "Apa yang harus diperbuat wanita
terhadap ujung pakaiannya?" setelah ia mendengar ancaman bagi orang
yang melabuhkan pakaiannya, semua ini mengandung sanggahan
terhadap anggapan bahwa hadits-hadits yang mutlak (bersifat umum)
mengenai ancaman bagi pelaku isbal (melabuhkan pakaian sampai di
bawah mata kaki) itu ditaqyid (dibatasi kemutlakannya) oleh hadits lain
yang tegas yaitu bagi yang melakukannya karena sombong.
Anggapan ini terbantah karena sekiranya benar demikian, maka
pertanyaan Ummu Salamah yang meminta kejelasan hukum bagi wanita
itu tidak ada maknanya. Akan tetapi Ummu Salamah memahami bahwa
ancaman itu bersifat mutlak, berlaku bagi orang yang sombong dan yang
tidak. Karena pemahaman beliau yang demikian, maka beliau
menanyakan kejelasan hukumnya bagi wanita sebab wanita dituntut untuk
berlaku isbal guna menutup aurat yaitu kaki. Dengan demikian jelas bagi
beliau bahwa ancaman itu tidak berlaku bagi wanita, tetapi khusus bagi
lelaki dan hanya dalam pengertian ini.
'Iyadl rohimahullah telah menukil adanya ijma' bahwa larangan itu hanya
berlaku bagi kaum pria, tidak bagi kaum wanita karena adanya taqrir Nabi
shollallahu 'alaihi wa sallam atas pemahaman Ummu Salamah. Larangan
yang dimaksud adalah larangan isbal.
Walhasil, bagi pria ada dua keadaan:
1. Keadaan yang mustahab yaitu memendekkan sarung hingga
pertengahan betis.
2. Keadaan jawaz (boleh) yaitu melebihkannya hingga di atas mata kaki.
Adapun bagi wanita juga ada dua keadaan:
1. Keadaan mustahab yaitu melebihkan sekitar satu jengkal dari keadaan
jawaz bagi pria.
2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya sekitar satu hasta.[22]
Sunnah inilah yang dijalankan oleh wanita-wanita di jaman Nabi shollallahu
'alaihi wa sallam dan jaman-jaman selanjutnya.
Dari sinilah kaum muslimin di masa-masa awal menetapkan syarat bagi
ahli dzimmah harus tersingkap betis dan kakinya supaya tidak serupa
dengan wanita-wanita muslimah. Hal ini sebagaimana diterangkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidho' Ash Shirothil Mustaqim.
Termasuk pula orang-orang yang terjerumus dalam kesalahan ini yaitu
memulai sholat sedang aurat tersingkap adalah orang tua yang
memakaikan anak mereka celana pendek dan menyertakannya sholat di
masjid. Padahal Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
َََََّ‫ن‬ َّْ‫َّد‬ََََّ‫ك‬ َ‫ن‬ْ َّ‫ه‬ ‫ش‬ٍََِّ‫إ‬َ‫د‬‫ش‬َ َ‫ن‬ْ َ‫ه‬ َْْْ
"Perintahkan mereka sholat ketika mereka berumur tujuh tahun." (HSR.
Ibnu Khuzaimah, Hakim, Baihaqi, dan yang lain).
Sedang tidak diragukan lagi bahwa perintah ini mencakup juga perintah
menunaikan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Perhatikanlah, jangan
sampai anda termasuk orang-orang yang lalai.
Demikianlah beberapa perkara yang harus kita perhatikan dalam hal
pakaian dalam sholat berikut beberapa kesalahan yang terjadi. Namun
masih ada beberapa hal yang berkaitan dengan syarat-syarat pakaian
dalam sholat di antaranya tidak musbil, tidak bergambar, dan bukan
pakaian yang dicelup merah.
Wallahu a'lam.
Diterjemahkan oleh Muhammad Rusli dengan sedikit tambahan
[1] Abu Awanah di dalam Shahihnya menerangkan sisi lain dari sebab
ucapan Umar ini, yaitu mengatakan di permulaannya, "Utbah bin Farqad
pernah mengutus seorang budak untuk membawa kiriman kepada Umar
yang berisi berbagai macam makanan yang di atasnya terdapat permadani
dari bulu. Ketika Umar melihatnya beliau berkata, "Apakah kaum muslimin
kenyang dengan makanan ini di negeri mereka?" Budak itu menjawab,
"Tidak." Umar berkata, "Saya tidak suka ini." Lalu beliau menulis surat
kepadanya...
[2] Syaikh Abu Bakar Al Jaza`iri dalam kitabnya At Tadkhin memberi
rincian sebagai berikut, "Di antara adat-adat rusak itu ialah memelihara
anjing di dalam rumah, wanita muslimah membuka wajah mereka, kaum
pria mencukur jenggot, mengenakan celana pantalon ketat tanpa gamis
atau sarung di atasnya, membuka kepala, beramah tamah dengan ahli
fasik dan munafik, tidak beramar ma'ruf nahi munkar dengan slogan
'kebebasan berfikir' dan 'hak asasi manusia'."
[3] Dari kaset rekaman beliau ketika menjawab pertanyaan Abu Ishaq Al
Huwaini Al Mishri, direkam di Urdun pada bulan Muharram tahun 1407 H,
lihat tulisan beliau: Syarat keempat dari syarat hijab wanita muslimah, yaitu
agar luas atau longgar dan tidak sempit, yaitu dalam kitab Hijab Mar`atil
Muslimah. Maka kesalahan yang disebut di atas terkena pada pria dan
wanita Namun pada pria hal itu lebih tampak, karena mayoritas kaum
muslimin di jaman ini sholat menggunakan pantalon. Bahkan kebanyakan
mereka sholat dengan pantalon yang sempit, laa haula walaa quwwata illa
billah. Padahal Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang
sholat dengan mengenakan celana panjang tanpa ditutupi jubah
sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud dan Hakim dengan sanad hasan.
Hal ini diterangkan dalam Shahih Jami'ush Shoghir 6830.
[4] Dengan ini pula Lajnah Ad Daimah menjawab pertanyaan seputar
hukum sholat dengan celana pantalon pada Idaratul Buhuts no 2003
sebagai berikut, "Bila pakaian (celana pantalon) tersebut longgar hingga
tidak menggambarkan aurat dan tebal hingga tidak transparan, maka
boleh sholat dengannya. Adapun bila transparan, tampak semua yang ada
di baliknya, maka batal sholat dengannya. Sedang bila pakaian tersebut
hanya sekedar membentuk aurat maka makruh sholat dengannya kecuali
bila tidak ada yang lain..." Wabillahit taufiq.
[5] Fatawa Rasyid Ridha 5/2056
[6] Riwayat Thohawi dalam Syarah Ma'anil Atsar
[7] Fathul Bari 1/476, Majmu' 3/181, Nailul Author 2/78 & 84
[8] As Sa'aty dalam Fathul Rabbani 18/236 berkata, "Gamis adalah
pakaian berjahit mempunyai dua lengan dan saku, yaitu yang hari ini
dikenal dengan jalabiyah, merupakan pakaian yang lebar menutup seluruh
badan dari leher ke mata kaki atau ke pertengahan betis. Dahulu pakaian
ini digunakan sebagai pakaian dalam."
[9] Al Umm 1/78
[10] Al Umm 1/78
[11] Tanwirul Hawalik 3/103
[12] Riwayat Ibnu Sa'ad dalam At Thobaqotul Kubra 8/184 dengan sanad
shahih.
[13] Ad Dinul Kholish 6/180
[14] Tanbihat Hammah 'ala malabisil muslimin al-yaum, hal. 28
[15] Majalah Al Mujtama' no. 855
[16] Bidayatul Mujtahid 1/115, Al Mughni 1/603, Al Majmu' 3/171 dan
I'anatut Tholibin 1/285. Maksudnya menutup badan dan kepalanya. Jika
pakaiannya lapang sehingga dengan sisanya ia menutup kepala, maka hal
ini boleh. Disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya 1/483 secara mu'allaq
dari Ikrima, ia berkata, "Sekiranya seluruh tubuh sudah tertutup dengan
satu pakaian, niscaya hal itu sudah mencukupi."
[17] Masail Ibrohim bin Hanif lil Imam Ahmad no. 286
[18] Al Umm 1/77
[19] Hijab Al Mar`ah Al Muslimah hal. 61.
[20] Al Muhalla 3/216
[21] Tirmidzi berkata dalam Al Jami' 4/224, "Kandungan hadits ini yaitu
adanya rukhshoh bagi wanita untuk melabuhkan kain sarung karena hal itu
lebih sempurna dalam menutup."
[22] Fathul Bari 10/259
(Dikutip dari http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=3, terjemahan kitab Al
Qaulul Mubin, edisi bahasa Indonesia "Koreksi atas Kekeliruan Praktek
Ibadah Shalat", karya Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan bin
Salman, judul " Pakaian ketika Sholat", hal 75-88. Dicetak oleh Maktabah
Salafy Press, cetakan pertama, Dzulqa'idah 1423 H)
Prev: Thibbun Nabawi (Pengobatan aLa Nabi)
Next: Karakteristik dan Syubuhat Pemahaman Khowarij

More Related Content

Similar to Adab Berpakaian Ketika Sholat.doc

X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslim
X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslimX genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslim
X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslimWahyu Mulyana
 
Dasar hukum islam seputar busana muslim
Dasar hukum islam seputar busana muslimDasar hukum islam seputar busana muslim
Dasar hukum islam seputar busana muslimAndi Uli
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Suryanee Djati
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Suryanee Djati
 
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptx
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptxCara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptx
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptxArdiMuluk1
 
makalah agama
makalah agamamakalah agama
makalah agamajgesik
 
Kontroversi hijab dalam al qur'an
Kontroversi hijab dalam al qur'anKontroversi hijab dalam al qur'an
Kontroversi hijab dalam al qur'anDodyk Fallen
 
Ahlak berpakaian
Ahlak berpakaianAhlak berpakaian
Ahlak berpakaianjuniftha
 
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdfLiaMeida
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTAnas Wibowo
 
Revolusi jilbab di indonesia(ski)
Revolusi jilbab di indonesia(ski)Revolusi jilbab di indonesia(ski)
Revolusi jilbab di indonesia(ski)Diah Mbunya Faisa
 
Cara Berpakaian Seorang Muslim
Cara Berpakaian Seorang MuslimCara Berpakaian Seorang Muslim
Cara Berpakaian Seorang MuslimWandi Budiman
 
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...RiriCesar RiriCesar
 
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalatAurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalatFebri Cahyanti
 

Similar to Adab Berpakaian Ketika Sholat.doc (20)

X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslim
X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslimX genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslim
X genap 3.-hidup-bermartabat-dengan-berbusana-muslim
 
Dasar hukum islam seputar busana muslim
Dasar hukum islam seputar busana muslimDasar hukum islam seputar busana muslim
Dasar hukum islam seputar busana muslim
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )
 
Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )Busana muslimah ( hijab )
Busana muslimah ( hijab )
 
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptx
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptxCara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptx
Cara Berpakaian Seorang Muslimah - Media Dakwah Indonesia.pptx
 
Aurat wanita
Aurat wanitaAurat wanita
Aurat wanita
 
makalah agama
makalah agamamakalah agama
makalah agama
 
Kontroversi hijab dalam al qur'an
Kontroversi hijab dalam al qur'anKontroversi hijab dalam al qur'an
Kontroversi hijab dalam al qur'an
 
Ahlak berpakaian
Ahlak berpakaianAhlak berpakaian
Ahlak berpakaian
 
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf
141-Article Text-919-1-10-20231001.pdf
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
 
Revolusi jilbab di indonesia(ski)
Revolusi jilbab di indonesia(ski)Revolusi jilbab di indonesia(ski)
Revolusi jilbab di indonesia(ski)
 
Tugas agama islam
Tugas agama islamTugas agama islam
Tugas agama islam
 
Cara Berpakaian Seorang Muslim
Cara Berpakaian Seorang MuslimCara Berpakaian Seorang Muslim
Cara Berpakaian Seorang Muslim
 
Adab berpakaian muslim
Adab berpakaian muslimAdab berpakaian muslim
Adab berpakaian muslim
 
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...
Pendidikan Agama Islam kelas X : Keutamaan Tata Cara Berpakaian Sesuai Syaria...
 
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalatAurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat
Aurat wanita dan batasan aurat wanita dalam shalat
 
Kriteria kerudung dan jilbab
Kriteria kerudung dan jilbabKriteria kerudung dan jilbab
Kriteria kerudung dan jilbab
 
Kriteria kerudung dan jilbab
Kriteria kerudung dan jilbabKriteria kerudung dan jilbab
Kriteria kerudung dan jilbab
 
Busana muslim
Busana muslimBusana muslim
Busana muslim
 

Recently uploaded

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxWahyudinHioda
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDAprihatiningrum Hidayati
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxArdianAlaziz
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratpuji239858
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.KennayaWjaya
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Ustadz Habib
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfsrengseng1c
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 

Recently uploaded (13)

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 

Adab Berpakaian Ketika Sholat.doc

  • 1. Adab Berpakaian Ketika Sholat Sep 9, '07 9:51 AM for everyone Category: Other Assalamu’alaykum warohmatullah Dahulu, apabila saya sholat, saya lebih senang sholat dengan menggunakan pakaian apa adanya. Saat ada di kantor, ya sholatnya menggunakan pakaian ketika ngantor, yaitu kemeja plus celana pantaloon tanpa penutup kepala dan sarung/gamis yg panjang yg menutupi bagian (maaf) pantat. Alhamdulillah…. Saat itu ada saudara saya yg semoga Allah memberkahinya, yang dia mengirimkan artikel berikut ini kepada saya. Dan saat ini, kalau saya sholat, sudah saya biasakan dan berusaha utk menggunakan penutup kepala (peci/kopiah) dan kain sarung atau baju gamis yg panjang. Semoga Allah memberikan kebaikan yg banyak kepada Saudaraku tersebut. Hanya saja sayangnya, sebagian orang yg mengaku berada di atas jalan ahlus sunnah wal jama'ah masih banyak yg "meremehkan" permasalahan adab berpakaian ketika sholat ini. Terlebih lagi, ada sebagian da'i/ustadz yg mana dia ini adalah merupakan contoh bagi anak didiknya, ternyata da'i/ustadz tersebut pun juga "meremehkan" hal ini. Sehingga, banyak kita lihat apabila da'i/ustadz nya mencontohkan yg demikian, maka mayoritas anak didiknya pun juga menjadikan tindakan da'i/ustadz tersebut sebagai contoh mereka. Allahul Musta'an. Semoga Allah memperbaiki kita semua, dan semoga artikel ini pun bermanfaat bagi saudara-2ku yg lain utk mau senantiasa memperhatikan adab-adab pakaian kita ketika menghadap sholat kepada Allah Ta’ala Kalau kita mau berangkat kerja saja senantiasa berhias, maka…. Apatah lagi kalau kita hendak menghadap Allah Dzat Yang Maha Agung??? Barokallahu fiykum sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=963 Koreksi sholat kita : Pakaian ketika sholat Rabu, 27 Juli 2005 - 03:16:24 :: kategori Fiqh Penulis: Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Salman .: :. Muqadimah Pakaian sebagai kebutuhan primer kita sehari-hari sangat layak diperhatikan terlebih ketika kita menghadap Allah di dalam sholat. Kita diharuskan berpakaian bersih suci dari segala jenis najis dan menutup aurat. Permasalahan bersih dari najis, tentu kita sudah banyak yang memahaminya. Tetapi tentang menutup aurat? Seperti bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan di waktu sholat? Pertanyaan- pertanyaan inilah yang akan kita kupas pada rubrik ahkam kali ini lewat tulisan Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam sebuah karya beliau yang berjudul Al Qaulul Mubin fi Akhtha`il Mushallin (Keterangan yang jelas
  • 2. tentang kesalahan orang-orang yang sholat) yang diterbitkan oleh penerbit Dar Ibni Qayim, Arab Saudi hal 17-32. Beliau termasuk murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, pakar hadits abad ini yang karya-karyanya sudah beredar di seluruh dunia dan menjadi rujukan para thalibul 'ilmi. Tasyabuh dalam Berpakaian Sebuah riwayat dalam Shahih Muslim disampaikan dengan sanadnya sampai kepada Abu Utsman An Nahdi, ia berkata, "Umar pernah mengirim surat kepada kami di Azerbaijan yang isinya: 'Wahai Utbah bin Farqad! Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula jerih payah ayah dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka dengan apa yang mengenyangkan di rumahmu[1], hindarilah bermewah- mewah, memakai pakaian ahli syirik dan memakai sutera." Dalam Musnad Ali bin Ja'ad ada tambahan, "...pakailah sarung, rida' (jubah), dan sandal serta buanglah selop dan celana panjang... pakailah pakaian bapak kalian Ismail, hindarilah bernikmat-nikmat dan hindarilah pakaian orang-orang asing." (Riwayat Ali bin Ja'ad dan Abu Uwanah dengan sanad shahih). Waki' dan Hanad meriwayatkan ucapan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu di dalam Az Zuhd, beliau berkata, "Pakaian tidak akan serupa hingga hati menjadi serupa." (Sanadnya dha'if). Ucapan beliau ini diambil dari sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, َ‫ن‬ْ ََ‫ش‬َ َّ‫ه‬ْ َِّ َ‫ن‬ َ‫ه‬َّ ‫ش‬َ َّ‫و‬ََََِّّْ َ‫م‬ََّ "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum itu." (HSR Abu Dawud, Ahmad, dan selainnya). Dari sinilah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu memerintahkan rakyatnya agar membuang selop dan celana panjang serta memerintahkan mereka mengenakan pakaian yang biasa dikenakan orang Arab, yaitu dengan tujuan memlihara kepribadian mereka agar jangan condong kepada orang-orang 'ajam. Perbuatan tasyabuh (dalam hal pakaian) yang dilakukan oleh umat ini kepada musuh-musuhnya merupakan tanda lemahnya iltizam mereka dan lemahnya akhlak mereka. Mereka telah ditimpa penyakit bunglon dan bimbang. Perjalanan mereka pun guncang seperti benda padat yang telah cair, siap dileburkan dalam berbagai bentuk di setiap waktu. Bagaimana pun juga tasyabuh ini merupakan penyakit yang jelek. Perumpamaannya seperti seorang yang menisbatkan dirinya kepada orang lain selain ayahnya. Mereka tidak disukai oleh umat yang melahirkan mereka, tidak pula diakui umat yang mereka tiru dan cintai. Mungkin timbul pertanyaan: Kenapa para ulama tidak berupaya meluruskan kebiasaan atau adat ini sebelum menjadi perkara besar? Jawabannya: Sesungguhnya para ulama telah berupaya keras meluruskannya, akan tetapi dalam berhadapan dengan kenyataan bahwa yang mayoritas mengalahkan yang minoritas sehingga upaya para ulama tersebut tidak banyak memberikan hasil. Banyak dari kaum muslimin merasa pada posisi yang sulit di tengah-tengah adat dan pakaian kaum musyirikn padahal di antara mereka ada yang dikenal alim. Mereka inilah
  • 3. yang menjadi contoh jelek bagi kaum muslimin, wal 'iyadzu billah.[2] Lebih parah lagi di antara mereka ada yang meninggalkan shalat hanya karena khawatir pantalonnya berkerat-kerut hingga merusak penampilan. Hal ini banyak kita dengan dari mereka. Karena itu di antara upaya menghidangkan sunnah di hadapan umat, kami bawakan beberapa kriteria pakaian sholat yang sepatutnya diperhatikan seorang muslim supaya terhindar dari hal-hal tersebut di atas. Pakaian dalam Sholat Kriteria tersebut adalah: 1. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk aurat. Mengenakan pakaian ketat jelas tidak disukai syariat dan kedokteran karena efeknya berbahaya bagi badan. Bahkan ada yang saking ketatnya hingga membuat pemakainya tidak dapat sujud. Bila karena mengenakannya seseorang meninggalkan sholat, maka jelas pakaian semacam ini haram. Dan memang kenyataan menunjjukkan bahwa mayoritas orang yang mengenakan pakaian semacam ini adalah orang- orang yang tidak sholat. Demikian pula banyak di antara kaum muslimin di jaman ini yang menunaikan sholat dengan pakaian yang membentuk kedua kemaluan atau membentuk salah satunya. Al Hafizh Ibnu Hajar meceritakan sebuah riwayat dari Asyhab tentang seseorang yang sholat hanya dengan menggunakan celana panjang (tanpa ditutupi sarung atau jubah atau gamis), beliau berkata, "Hendaknya ia mengulangi sholatnya ketika itu juga kecuali bila celananya tebal." Sedangkan sebagian ulama Hanafiyah memakruhkan hal itu. Padahal saat itu keadaan celana panjang mereka sangat longgar, lalu bagaimana dengan celana pantalon yang sangat sempit?! Syaikh Al Albani berkata, "Celana pantalon mengandung dua cela. Pertama, orang yang menggunakannya berarti bertasyabuh dengan kaum kafir. Pada mulanya kaum muslimin mengenakan celana panjang yang luas dan longgar yang sekarang masih digunakan oleh sebagian orang di Suriah dan Libanon. Mereka sama sekali tidak mengenal celana pantalon, kecuali setelah mereka ditaklukkan dan dijajah. Kemudian setelah kaum penjajah takluk dan mengundurkan diri mereka meninggalkan jejak yang buruk, lalu dengan kebodohan dan kejahilan kaum muslimin melestarikan peninggalan mereka tadi. Kedua, celana pantalon dapat membentuk aurat, sedangkan aurat laki-laki adalah dari lutut hingga pusar. Ketika sholat seorang muslim seharusnya amat jauh dari keadaan bermaksiat kepada RabbNya, namun bagi mereka yang menggunakan celana pantalon, anda akan melihat kedua belahan pantatnya terbentuk, bahkan dapat membentuk apa yang ada di antara kedua pantatnya tersebut. Bagaimana muungkin orang yang dalam keadaannya semacam ini dikatakan sholat dan berdiri di hadapan Rabbul 'Alamin?! Anehnya banyak di antara pemuda muslim yang mengingkari wanita- wanita berpakaian ketat atau sempit karena membentuk bodinya sementara mereka sendiri lupa akan diri mereka. Mereka sendiri terjatuh pada hal yang diingkari, sebab tidak ada perbedaan antara wanita yang
  • 4. berpakaian sempit dan membentuk tubuhnya dengan pria yang memakai celana pantalon yang juga membentuk pantatnya. Pantat pria dan pantat wanita keduanya sama-sama aurat. Karena itu wajib bagi para pemuda untuk segera menyadari musibah yang telah melanda mereka kecuali orang yang dipelihara Allah, namun mereka sedikit[3]. Adapun bila celana pantalon tersebut luas, maka sah sholat dengannya. Namun akan lebih utama bila di atasnya ada gamis yang menutup antara pusar hingga lutut atau lebih rendah hingga pertengahan betis atau mata kaki. Yang demikian lebih sempurna dalam menutup aurat[4]. (Al Fatawa 1/69 oleh Syaikh bin Baz). 2. Tidak tipis dan tidak transparan Sebagaimana makruh (dibenci)nya sholat dengan pakaian ketat yang menggambarkan bentuk aurat, maka demikian pula tidak boleh sholat dengan pakaian yang tipis yang tampak secara transparan apa yang ada di baliknya seperti pakaian sebagian orang yang gila mode di jaman ini, mereka poles apa yang dianggap aib oleh syariat hingga tampak indah. Mereka adalah tawanan-tawanan syahwat, budak-budak adat dan mereka mempunyai propagandis yang menyerukan propaganda-propaganda, menawarkan mode-mode baru, "Inilah yang terbaru, inilah yang trendi, tidak kolot dan kuno[5]." Termasuk dalam bab ini adalah sholat dengan mengenakan pakaian tidur "piyama". Sebuah riwayat yang dibawakan oleh Imam Bukhari di dalam Shohihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Pernah ada seseorang yang datang menjumpai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu bertanya tentang sholat dengan mengenakan satu pakaian. Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Bukankah setiap kalian mampu mendapatkan dua pakaian!?" Kemudian seseorang bertanya kepada Umar, lalu Umar menjawab, "Bila Allah memberikan kelapangan seseorang hendaknya ia sholat dengan sarung dan jubah, atau sarung dan gamis, atau sarung dan mantel (jubah luar), atau celana panjang dan gamis atau celana panjang dan jubah, atau celana panjang dan mantel, atau celana pendek dan mantel, atau celana pendek dan gamis (yang menutupi sampai bawah lutut, red)." (Muttafaqun 'alaihi). Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu pernah melihat Nafi' sholat sendiri dengan mengenakan satu pakaian. Lalu beliau berkata padanya, "Bukankah saya memberimu dua pakaian?" Nafi' menjawab, "Benar." Ibnu Umar bertanya pula, "Apakah kamu pergi ke pasar dengan mengenakan satu pakaian?" Nafi' menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Allah yang lebih berhak bagimu berhias untukNya."[6] Demikian pula orang yang sholat dengan pakaian tidur, tentunya ia malu pergi ke pasar dengannya karena tipis dan transparan. Ibnu Abdil Barr dalam At Tahmid 6/369 mengatakan, "Sesungguuhnya ahli ilmu menganggap mustahab bagi seseorang yang mampu dalam pakaian agar berhias dengan pakaian, minyak wangi dan siwaknya, ketika sholat sesuai dengan kemampuannya." Para fuqaha dalam membahas syarat-syarat sahnya sholat yaitu pada pembahasan "Menutup Aurat", mereka mengatakan, "Syarat bagi pakaian penutup adalah tebal, tidaklah sah bila tipis dan mengesankan warna
  • 5. kulit." Semua ini berlaku bagi pria dan wanita, baik pada sholat sendiri ataupun sholat berjamaah. Dengan demikian siapa saja yang terbuka auratnya padahal ia mampu menutupnya, maka sholatnya tidak sah walaupun sholat sendiri di tempat yang gelap, karena sudah merupakan ijma' akan wajibnya menutup aurat di dalam sholat. Allah ta'ala berfirman, َ‫ا‬ ‫ش‬‫َب‬‫ن‬ََّ ‫ش‬ ْ‫د‬ َّ‫ا‬ََ‫ش‬‫ذ‬ َ‫ن‬ْ‫د‬َََََّّْ ‫ش‬َ ُ َ‫ه‬ْ‫ع‬ْ‫ن‬ َّ‫ن‬َّ‫ا‬ُ ََِّ‫م‬‫ش‬َََّ ‫د‬ََّ "Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al A'raf: 31). Yang dimaksud dengan zinah (perhiasan) pada ayat di atas yaitu pakaian, sedangkan yang dimaksud dengan masjid yaitu sholat. Artinya, "Pakailah pakaian yang menutup aurat kalian ketika sholat." Ucapan Umar radhiyallahu 'anhu yang menyebutkan jenis-jenis pakaian yang menutup atau yang banyak dipakai tersebut merupakan dalil akan wajibnya sholat dengan pakaian yang menutup aurat. Beliau menggabungkan yang satu dengan yang lain bukan berarti pembatasan, akan tetapi yang satu bisa mengganti kedudukan yang lain. Adapun mengenakan satu pakaian hanya boleh dilakukan dalam keadaan yang mendesak atau terpaksa. Di sana juga terdapat faidah bahwa sholat dengan dua pakaian itu lebih afdhol daripada dengan satu pakaian. Dan Al Qodhi Iyadh telah menegaskan ijma' dalam hal ini.[7] Berkata Imam Syafi'i rahimahullah, "Bila seseorang sholat dengan gamis yang transparan[8], maka sholatnya tidak sah."[9] Beliau juga berkata, "Yang lebih parah dalam hal ini adalah kaum wanita bila sholat dengan daster (pakaian wanita di rumah) dan kudung, sedangkan daster menggambarkan bentuk tubuhnya. Saya lebih suka wanita tersebut sholat dengan mengenakan jilbab yang lapang di atas kudung dan dasternya sehingga tubuh tidak terbentuk dengan daster tadi."[10] Untuk itu hendaknya kaum wanita tidak sholat dengan pakaian yang transparan seperti pakaian dari nilon dan sejenisnya, karena bahan jenis ini walaupun luas dan menetup seluruh tubuh namun selalu terbuka atau membentuk. Dalilnya adalah sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, َ‫دي‬ََّ ‫ش‬ْ‫د‬َّ‫ذ‬ َ‫دي‬ََّ‫ش‬‫ن‬‫َّد‬‫د‬ ََّ‫د‬َّ‫ن‬‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬ََْْ‫ك‬ ‫ش‬ْ ‫ش‬‫ُن‬ ‫م‬‫ش‬ِ ْ‫م‬ َ‫ه‬ْ‫د‬َََّّ‫ن‬... "Akan ada kelak pada umatku wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang..." (HR Malik dan Muslim). Ibnu Abdil Barr berkata, "Yang dimaksud oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis atau mini yang membentuk tubuh dan tidak menutup auratnya. Mereka disebut berpakaian tetapi pada hakekatnya telanjang."[11] Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah sebuah riwayat sebagai berikut, "Suatu hari Al Mundzir bin Az Zubair datang dari Iraq, lalu ia mengirim oleh-oleh kepada Asma` pakaian tipis dan antik dari Quhistan dekat
  • 6. Khurasan, setelah ia mengalami kebutaan. Ia pun lantas meraba pakaian tersebut dengan tangannya kemudian berkata, "Ah! Kembalikan pakaian ini." Pengantarnya merasa tidak enak dan berkata, "Wahai ibu! Sungguh pakaian ini tidak transparan." Asma` berkata, "Pakaian ini, walaupun tidak transparan akan tetapi membentuk."[12] Kata As Safarini dalam Gidza`ul Albab, "Bila pakaian itu tipis hingga tampak aurat si pemakainya, baik lelaki maupun wanita, maka dilarang dan haram mengenakannya. Sebab secara syariat dianggap tidak menutup aurat sebagaimana diperintahkan. Hal ini tidak diperselisihkan lagi."[13] Kata Imam As Syaukani dalam Nailul Author 2/115, "Wajib bagi wanita menutup badannya dengan pakaian yang tidak membentuk tubuuh, inilah syarat dalam menutup aurat." Sebagian fuqoha menyebutkan, "Pakaian yang transparan pada sekilas pandangan, keberadaannya seperti tidak ada. Karena itu tidak ada sholat bagi yang mengenakannya (untuk sholat)." Sebagian yang lain menegaskan bahwa pakaian para salaf tidak ada yang terbuat dari bahan yang membentuk aurat karena tipis, sempit atau yang lain. 3. Tidak membuka aurat Ada beberapa golongan yang terkadang sholat dengan aurat terbuka, di antaranya: a. Mereka yang mengenakan celana panjang pantalon yang membentuk aurat atau mengesankannya atau transparan dengan kemeja pendek. Ketika ruku' dan sujud, kemeja tertarik ke atas sedang celana tertarik ke bawah. Dengan demikian punggung dan sebagian auratnya tampak. Hal ini kadangkala terjadi bila tidak bisa dikatakan sering. Perhatikanlah, aurat mughalladhah (alat vital)nya tampak ketika ia ruku' atau sujud di hadapan Rabbnya. Na'udzubillah! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan, sebab bila dalam keadaan demikian sedang aurat terbuka, jelas mengantarkan pada batalnya sholat. Lantas siapa kambing hitamnya? Celana pantalon dan memang celana pantalon asalnya dari negeri kafir.[14] Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat, beliau berkata, "Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yang luas dan lapang, mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja pendek yang menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku', kemeja tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yang merupakan aurat dan dilihat oleh orang yang ada di belakangnya. Padahal terbukanya aurat merupakan sebab batalnya sholat.[15] b. Wanita yang tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup seluruh badan, sedang ia berada di hadapan Robbnya, baik karena bodoh, malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa pakaian yang mencukupi bagi wanita untuk sholat adalah baju panjang dan kerudung.[16] Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut
  • 7. jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, َْ‫د‬ََّ ‫ش‬‫ن‬‫ش‬َ َُ‫ش‬‫ص‬ َ َ‫ش‬ ‫د‬َّ‫ا‬ ٍََِّّ‫إ‬ َّْ ْ َََّ َََُّّ "Allah tidak menerima sholat wanita yang telah haid (baligh) kecuali dengan kerudung." (HSR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan yang lain). Ummu Salamah radhiyallahu 'anha pernah ditanya sebagai berikut, "Pakaian apa yang pantas dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Kerudung dan baju panjang yang longgar sampai menutup kedua telapak kaki."[17] (Riwayat Malik dan Baihaqi dengan sanad jayyid). Imam Ahmad juga pernah ditanya, "Berapa banyak pakaian yang dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Paling sedikit baju rumah dan kudung dengan menutup kedua kakinya dan hendaknya baju itu lapang dan menuutup kedua kakinya." Imam Syafi'i berkata, "Wanita wajib menutup seluruh tubuhnya di dalam sholat kecuali dua telapak tangan dan mukanya." Beliau juga berkata, "Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Telapak kaki pun termasuk aurat. Apabila di tengah sholat tersingkap apa yang ada antara pusar dan lutut bagi pria sedang bagi wanita tersingkap sedikit dari rambut atau badan atau yang mana saja dari anggota tubuhnya selain yang dua tadi dan pergelangan –baik tahu atau tidak- maka mereka harus mengulang sholatnya. Kecuali bila tersingkap oleh angin atau karena jatuh lalu segera mengembalikannya tanpa membiarkan walau sejenak. Namun bila ia membiarkan sejenak walau seukuran waktu untuk mengembalikan, maka ia tetap harus mengulanginya."[18] Oleh karena itu wajib bagi wanita muslimah memperhatikan pakaian mereka di dalam sholat, lebih-lebih di luar sholat. Banyak juga dari mereka yang sangat memperhatikan bagian atas badan yaitu kepala. Mereka menutup rambut dan pangkal leher tapi tidak memperhatikan anggota badan bagian bawah dengan kaos kaki yang sewarna dengan kulit sehingga tampak semakin indah. Terkadang ada di antara mereka yang sholat dengan penampilan semacam ini. Hal ini tidak boleh. Wajib bagi mereka untuk segera menyempurnakan hijab sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Teladanilah wanita-wanita Muhajirin ketika turun perintah Allah agar mengenakan kerudung, mereka segera merobek korden-korden yang mereka punyai lalu memakainya sebagai kerudung. Tetapi sekarang, kita tidak perlu menyuruh mereka merobek sesuatu, cukup kita perintahkan mereka memanjangkan dan meluaskannya hingga menjadi pakaian yang benar-benar menutup.[19] Mengingat telah meluasnya pemakaian jilbab pendek di kalangan muslimah di beberapa negeri yang berpenduduk muslim, maka saya memandang penting untuk menjelaskan secara ringkas bahwa kaki dan betis wanita adalah aurat. Ucapan saya wabillahit taufiq adalah sebagai berikut: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, ... َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬ََََّْ ‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬َ َّ‫َم‬َ‫ش‬‫ل‬َ‫ن‬َْ ‫د‬ََّ َّ‫ن‬َّ‫ل‬َ‫م‬َْ‫ش‬َ َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬‫ل‬ْ‫ب‬ ََّْ ‫ش‬َ َّ‫َم‬َ ‫ش‬ََََّْ َُّ َّ‫ه‬ ...
  • 8. "Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." (An Nur: 31). Sisi pendalilan dari ayat ini adalah bahwa wanita juga wajib menutup kaki, sebab bila dikatakan tidak, maka alangkah mudahnya seseorang menampakkan perhiasan kakinya, yaitu gelang kaki sehingga tidak perlu ia memukulkan kaki untuk itu. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan karena menampakkannya merupakan penyelisihan terhadap syariat dan penyelisihan yang semacam ini tidak mungkin terjadi di jaman risalah. Karena itu seseorang dari mereka melakukan tipu daya dengan cara memukulkan kakinya agar kaum pria mengetahui perhiasan yang disembunyikan. Maka Allah pun melarang mereka dari hal itu. Sebagai penguat dari penjelasan saya, Ibnu Hazm berkata, "Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa kaki dan betis termasuk aurat yang mesti disembunyikan dan tidak halal menampakkannya."[20] Adapun penguat dari sunnah adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: ُ‫لْه‬ ‫ش‬‫ر‬ََّ‫د‬ََّ‫ش‬ ََُ َّ‫ن‬ َ‫ه‬ََّ ‫ش‬‫و‬ََََّ‫ش‬‫ص‬ َّْ ‫ش‬ْْ ََََّ َ‫ن‬ََّ ٍَََََّّّّْ‫ن‬ ْ‫و‬ََّ َ‫ه‬َّْ ََّْ‫ب‬ َ‫م‬ََّ ُ‫نلن‬ ‫ه‬ ‫ذلَو‬ َّ ْ‫إل‬ ‫ش‬َّ ْ َ‫ه‬ْ‫ن‬ َّْ َّ ‫د‬َّ‫ا‬ ‫َُا‬ ‫ه‬ ‫ََُندْر‬ َ‫إ‬ََّ َََََّّ‫د‬َِّ َُّ‫ر‬َََّّ‫ل‬َّ‫ن‬ ‫م‬‫ن‬ْ‫ك‬ َ‫ي‬ََّ‫د‬َّ َِّ ُ َْْ َُّ ‫د‬َّ‫ا‬ .َ‫م‬ْ ََُّْ‫ا‬َ‫ا‬َّ‫ك‬ َْ‫ش‬َِّ‫د‬َََّْ َ‫م‬َّ‫ع‬‫ش‬‫ص‬ َُ‫ي‬ََّ‫د‬َّ‫ا‬ .ُ ََِْ‫ش‬ِ َّ‫َم‬َ ‫ش‬‫ن‬ ََْْ َُّ ‫د‬َّ‫ا‬ َ‫ن‬َ‫م‬‫ش‬ ‫ش‬َ َ‫ه‬َْْ‫ع‬‫ش‬َ َّْ‫د‬َّ‫ن‬‫ش‬ََُ َََّْ َََُْ ‫ش‬‫ي‬‫د‬َّ ََ ِّْ‫ش‬‫ر‬ ‫نلن‬ ‫ه‬ ‫ذلَو‬ َّ ْ‫إل‬ ‫ش‬َّ ْ َ‫ه‬ْ‫ن‬ َّْ ََِّ‫ن‬ َّْ َُ‫ر‬ََُّ َّ‫ه‬ ‫ش‬ْ ‫م‬‫ش‬ِ َّ‫ه‬ .‫ش‬‫و‬َََّ‫ل‬َّ‫ذ‬ َّ‫م‬َ‫ا‬ ‫ش‬َََّ َُّ ‫د‬ِ‫ذ‬ُ َّْ‫ش‬‫ع‬ ْ‫و‬ََََّ ‫ش‬‫ن‬ َََُِّْْ ََِْ‫ش‬ِ َّ‫َم‬َ‫ش‬َ‫ش‬ََ‫ا‬ ‫ه‬ ‫اُها‬ ‫كَه‬ ‫ه‬ ‫ََُْْعر‬ ُ‫لْه‬ .‫د‬ِ‫ذ‬ُ َّْ‫ش‬‫ع‬ َ‫م‬ْ ََّ ْ ََّْ‫ع‬َََِّّ ‫َّد‬َََََّ‫ش‬‫ص‬ َّ‫م‬َ‫ل‬‫ش‬‫ن‬ ََْْ َ‫م‬ْ‫د‬َِّ ُ ََِْ‫ش‬ِ َ‫ْم‬ َّ‫ا‬ُ َََِّّ ْ‫و‬َََّ‫ا‬ ََََّّْ‫ن‬ُ َ‫ن‬ْْ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫َدبو‬ ‫م‬ َُ َ064 ‫ن‬ ‫ْا‬ ‫َار‬ ‫إا‬ َُ ‫ث‬ َ‫دا‬ ‫ُرا‬ ‫لر‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ْ َُ ,‫َح‬ ‫إا‬ Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bertanya, "Apa yang harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian mereka?" Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Turunkan sejengkal." Ummu Salamah berkata, "Bila demikian kakinya akan tersingkap." Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Turunkan sehasta, jangan lebih dari itu." Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin (untuk menambah) sejengkal, dan mereka minta tambah, maka Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambahkannya. (HSR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah) (Lihat Ash Shohihah 60). Faidah dari riwayat ini adalah bahwa yang dibolehkan adalah sekitar satu hasta, yaitu dua jengkal bagi tangan ukuran sedang. Imam Al Baihaqi berkata, "Riwayat ini merupakan dalil tentang wajibnya menutup kedua punggung telapak kaki bagi wanita."[21] Ucapan "Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan" dan pertanyaan Ummu Salamah: "Apa yang harus diperbuat wanita terhadap ujung pakaiannya?" setelah ia mendengar ancaman bagi orang yang melabuhkan pakaiannya, semua ini mengandung sanggahan terhadap anggapan bahwa hadits-hadits yang mutlak (bersifat umum) mengenai ancaman bagi pelaku isbal (melabuhkan pakaian sampai di bawah mata kaki) itu ditaqyid (dibatasi kemutlakannya) oleh hadits lain yang tegas yaitu bagi yang melakukannya karena sombong. Anggapan ini terbantah karena sekiranya benar demikian, maka pertanyaan Ummu Salamah yang meminta kejelasan hukum bagi wanita itu tidak ada maknanya. Akan tetapi Ummu Salamah memahami bahwa ancaman itu bersifat mutlak, berlaku bagi orang yang sombong dan yang
  • 9. tidak. Karena pemahaman beliau yang demikian, maka beliau menanyakan kejelasan hukumnya bagi wanita sebab wanita dituntut untuk berlaku isbal guna menutup aurat yaitu kaki. Dengan demikian jelas bagi beliau bahwa ancaman itu tidak berlaku bagi wanita, tetapi khusus bagi lelaki dan hanya dalam pengertian ini. 'Iyadl rohimahullah telah menukil adanya ijma' bahwa larangan itu hanya berlaku bagi kaum pria, tidak bagi kaum wanita karena adanya taqrir Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam atas pemahaman Ummu Salamah. Larangan yang dimaksud adalah larangan isbal. Walhasil, bagi pria ada dua keadaan: 1. Keadaan yang mustahab yaitu memendekkan sarung hingga pertengahan betis. 2. Keadaan jawaz (boleh) yaitu melebihkannya hingga di atas mata kaki. Adapun bagi wanita juga ada dua keadaan: 1. Keadaan mustahab yaitu melebihkan sekitar satu jengkal dari keadaan jawaz bagi pria. 2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya sekitar satu hasta.[22] Sunnah inilah yang dijalankan oleh wanita-wanita di jaman Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dan jaman-jaman selanjutnya. Dari sinilah kaum muslimin di masa-masa awal menetapkan syarat bagi ahli dzimmah harus tersingkap betis dan kakinya supaya tidak serupa dengan wanita-wanita muslimah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidho' Ash Shirothil Mustaqim. Termasuk pula orang-orang yang terjerumus dalam kesalahan ini yaitu memulai sholat sedang aurat tersingkap adalah orang tua yang memakaikan anak mereka celana pendek dan menyertakannya sholat di masjid. Padahal Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda, َََََّ‫ن‬ َّْ‫َّد‬ََََّ‫ك‬ َ‫ن‬ْ َّ‫ه‬ ‫ش‬ٍََِّ‫إ‬َ‫د‬‫ش‬َ َ‫ن‬ْ َ‫ه‬ َْْْ "Perintahkan mereka sholat ketika mereka berumur tujuh tahun." (HSR. Ibnu Khuzaimah, Hakim, Baihaqi, dan yang lain). Sedang tidak diragukan lagi bahwa perintah ini mencakup juga perintah menunaikan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Perhatikanlah, jangan sampai anda termasuk orang-orang yang lalai. Demikianlah beberapa perkara yang harus kita perhatikan dalam hal pakaian dalam sholat berikut beberapa kesalahan yang terjadi. Namun masih ada beberapa hal yang berkaitan dengan syarat-syarat pakaian dalam sholat di antaranya tidak musbil, tidak bergambar, dan bukan pakaian yang dicelup merah. Wallahu a'lam. Diterjemahkan oleh Muhammad Rusli dengan sedikit tambahan
  • 10. [1] Abu Awanah di dalam Shahihnya menerangkan sisi lain dari sebab ucapan Umar ini, yaitu mengatakan di permulaannya, "Utbah bin Farqad pernah mengutus seorang budak untuk membawa kiriman kepada Umar yang berisi berbagai macam makanan yang di atasnya terdapat permadani dari bulu. Ketika Umar melihatnya beliau berkata, "Apakah kaum muslimin kenyang dengan makanan ini di negeri mereka?" Budak itu menjawab, "Tidak." Umar berkata, "Saya tidak suka ini." Lalu beliau menulis surat kepadanya... [2] Syaikh Abu Bakar Al Jaza`iri dalam kitabnya At Tadkhin memberi rincian sebagai berikut, "Di antara adat-adat rusak itu ialah memelihara anjing di dalam rumah, wanita muslimah membuka wajah mereka, kaum pria mencukur jenggot, mengenakan celana pantalon ketat tanpa gamis atau sarung di atasnya, membuka kepala, beramah tamah dengan ahli fasik dan munafik, tidak beramar ma'ruf nahi munkar dengan slogan 'kebebasan berfikir' dan 'hak asasi manusia'." [3] Dari kaset rekaman beliau ketika menjawab pertanyaan Abu Ishaq Al Huwaini Al Mishri, direkam di Urdun pada bulan Muharram tahun 1407 H, lihat tulisan beliau: Syarat keempat dari syarat hijab wanita muslimah, yaitu agar luas atau longgar dan tidak sempit, yaitu dalam kitab Hijab Mar`atil Muslimah. Maka kesalahan yang disebut di atas terkena pada pria dan wanita Namun pada pria hal itu lebih tampak, karena mayoritas kaum muslimin di jaman ini sholat menggunakan pantalon. Bahkan kebanyakan mereka sholat dengan pantalon yang sempit, laa haula walaa quwwata illa billah. Padahal Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang sholat dengan mengenakan celana panjang tanpa ditutupi jubah sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud dan Hakim dengan sanad hasan. Hal ini diterangkan dalam Shahih Jami'ush Shoghir 6830. [4] Dengan ini pula Lajnah Ad Daimah menjawab pertanyaan seputar hukum sholat dengan celana pantalon pada Idaratul Buhuts no 2003 sebagai berikut, "Bila pakaian (celana pantalon) tersebut longgar hingga tidak menggambarkan aurat dan tebal hingga tidak transparan, maka boleh sholat dengannya. Adapun bila transparan, tampak semua yang ada di baliknya, maka batal sholat dengannya. Sedang bila pakaian tersebut hanya sekedar membentuk aurat maka makruh sholat dengannya kecuali bila tidak ada yang lain..." Wabillahit taufiq. [5] Fatawa Rasyid Ridha 5/2056 [6] Riwayat Thohawi dalam Syarah Ma'anil Atsar [7] Fathul Bari 1/476, Majmu' 3/181, Nailul Author 2/78 & 84 [8] As Sa'aty dalam Fathul Rabbani 18/236 berkata, "Gamis adalah pakaian berjahit mempunyai dua lengan dan saku, yaitu yang hari ini dikenal dengan jalabiyah, merupakan pakaian yang lebar menutup seluruh badan dari leher ke mata kaki atau ke pertengahan betis. Dahulu pakaian ini digunakan sebagai pakaian dalam." [9] Al Umm 1/78 [10] Al Umm 1/78 [11] Tanwirul Hawalik 3/103 [12] Riwayat Ibnu Sa'ad dalam At Thobaqotul Kubra 8/184 dengan sanad
  • 11. shahih. [13] Ad Dinul Kholish 6/180 [14] Tanbihat Hammah 'ala malabisil muslimin al-yaum, hal. 28 [15] Majalah Al Mujtama' no. 855 [16] Bidayatul Mujtahid 1/115, Al Mughni 1/603, Al Majmu' 3/171 dan I'anatut Tholibin 1/285. Maksudnya menutup badan dan kepalanya. Jika pakaiannya lapang sehingga dengan sisanya ia menutup kepala, maka hal ini boleh. Disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya 1/483 secara mu'allaq dari Ikrima, ia berkata, "Sekiranya seluruh tubuh sudah tertutup dengan satu pakaian, niscaya hal itu sudah mencukupi." [17] Masail Ibrohim bin Hanif lil Imam Ahmad no. 286 [18] Al Umm 1/77 [19] Hijab Al Mar`ah Al Muslimah hal. 61. [20] Al Muhalla 3/216 [21] Tirmidzi berkata dalam Al Jami' 4/224, "Kandungan hadits ini yaitu adanya rukhshoh bagi wanita untuk melabuhkan kain sarung karena hal itu lebih sempurna dalam menutup." [22] Fathul Bari 10/259 (Dikutip dari http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=3, terjemahan kitab Al Qaulul Mubin, edisi bahasa Indonesia "Koreksi atas Kekeliruan Praktek Ibadah Shalat", karya Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Salman, judul " Pakaian ketika Sholat", hal 75-88. Dicetak oleh Maktabah Salafy Press, cetakan pertama, Dzulqa'idah 1423 H) Prev: Thibbun Nabawi (Pengobatan aLa Nabi) Next: Karakteristik dan Syubuhat Pemahaman Khowarij