SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
http://sriyadi.dosen.isi-ska.ac.id/2010/03/31/karya-ilmiah/
NilAI-NILAI KEWANITAAN DALAM BUDAYA JAWA
31 Maret 2010
C. Nilai-Nilai Kewanitaan Jawa
Idealisme wanita dalam budaya Jawa tercermin melalui ungkapan nilai yang diharapkan melekat pada
jatidiri wanita, baik sebagai istri, ibu rumah tangga, maupun sebagai wanita karier yang mendampingi suami.
Konsep dan pemikiran nilai-nilai tersebut berakar pada peran wanita di tengah kehidupan sosial yang
menuntut peran wanita “setara” dengan peran laki-laki. Hal ini menyangkut pendisiplinan tubuh dan mental
melalui nilai-nilai kewanitan baik secara fisik maupun mental. Secara psikologis wanita dihadapkan pada
tuntutan kerja superior.
Wanita sebagai istri diharapkan memiliki nilai: setya, bekti, mituhu, dan mitayani.
1. Setya
Salah satu kriteria ideal wanita Jawa adalah sifat setia yang harus ada, terutama kesetiaan kepada suami.
Wanita Jawa yang ideal adalah wanita yang menganggap suami bukan semata-mata menjadi suaminya
ketika hidup di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Tercermin ungkapan Jawa yang jelas menyebutkan
kesetiaan sosok wanita terhadap suaminya adalah swarga nunut neraka katut (mengikuti ke surga maupun ke
neraka).
Wanita Jawa selalu setia kepada pasangannya dalam kondisi kehidupan yang bagaimanapun, baik dalam
kondisi hidup penuh ke¬susahan dan terlebih dalam kondisi yang serba menyenangkan. Di¬gambarkan
secara jelas sikap setia wanita Jawa melalui ungkapan: urip rekasa gelem, mukti uga bisa; sabaya mukti
sabaya pati (hidup dalam kesusahan bersedia, hidup makmur pun bisa; sehidup semati dalam suka maupun
duka).
Kesetiaan wanita Jawa ideal terhadap pasangannya semakin jelas terlihat ketika suaminya meninggal dunia
terlebih dahulu. Dalam kondisi demikian, wanita Jawa yang ideal akan turut ‘mati’ bersama suaminya;
dalam arti mati keinginannya atau tidak punya keinginan untuk berumah tangga lagi dengan lelaki lain, ia
harus tetap menjanda hingga akhir hayatnya untuk kemudian bersama-sama dengan suaminya menuju alam
akhirat.
2. Bekti
Wanita Jawa dalam prosesi pernikahan melakukan upacara mijiki, yakni membasuh serta mengelap kedua
kaki suaminya. Ini merupakan simbol atau perlambang yang nyata, bahwa wanita akan senantiasa bekti
mring kakung (berbaki kepada suaminya) dalam berumah tangga.
Sikap bekti ini mempunyai makna dan penjabaran yang sangat luas. Satu di antaranya adalah sikap sang
wanita untuk senantiasa menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Ia tidak akan membiarkan atau bahkan
bersedia melakukan perbuatan tercela yang pasti akan meruntuhkan harga diri dan kehormatannya.
Perzinahan atau juga perselingkuhan akan senantiasa dijauhi oleh wanita Jawa yang berusaha menjadi
wanita ideal, karena tindakan itu nyata-nyata merusak bekti-nya kepada suami.
3. Mituhu
Mituhu bermakna setia, atau menurut (Prawiroatmojo, 1985:367). Mituhu dapat diartikan mau
memperhatikan dan juga meyakini akan kebenaran ‘didikan’ suaminya. Wanita harus memiliki sikap
mituhu, agar cinta dan kasih sayang suaminnya senantiasa tercurah kepadannya. Wanita yang mituhu akan
mengedepankan kesetiaan kepada suami dan juga menjalankan segala perintah suaminya, selama perintah itu
mengandung nilai kebenaran. Jika perintah tersebut tidak bernilai kebenaran, wanita dapat menolaknya
dengan mengemuka¬kan alasan yang baik sehingga kondisi harmonis keluarga tetap dapat dipertahankan.
4. Mitayani
Mitayani bermakna dapat dipercaya. Untuk dapat bersikap mitayani, terlebih dahulu seorang wanita harus
bersih dan jujur serta terbebas dari kesalahan yang fatal. Seorang wanita yang tidak bersih dan tidak jujur
dapat melunturkan kepercayaan suami kepadanya, terlebih jika sang wanita pernah melakukan kesalahan
yang fatal. Sebuah keluarga dibangun oleh beberapa fondasi, salah satunya yang sangat penting adalah rasa
percaya–mempercayai di antara suami–istri. Juga agar suaminya dapat lebih tenang dalam bekerja, sang istri
harus bersikap mitayani, karena dengan demikian kepercayaan yang diberikan oleh suami kepadanya dapat
dijalankan dengan baik.
Wanita sebagai istri, juga dianggap sebagai sigaraning nyawa (belahan jiwa) suami. Dalam Serat
Darmagandhul dijelaskan bahwa istri sebagai sosok pendamping suami, dituntut untuk senantiasa setia serta
menjalani tiga hal yakni: pawon, paturon, dan pangreksa. Ketiga hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pawon
Pawon berarti dapur. Makna luasnya, sebagai pendamping suami, seorang wanita dituntut pintar memasak
atau mengolah hidangan untuk makanan keluargannya. Meskipun secara naluri wanita menggemari kegiatan
‘dapur’ ini, namun wanita tetap dituntut untuk senantiasa menambah wawasan dan pengetahuannya agar
dapat tampil piawai selaku ‘koki’ keluargannya. Penambahan wawasan tersebut diperoleh dari berbagai
majalah atau buletin yang membahas masalah masak-memasak atau juga dapat diperoleh dari berbagai
tayangan di televisi yang menyajikan program acara masalah ‘dapur’. Kepandaian wanita dalam memasak
akan membuat suami serta anak-anaknya kerasan berada di rumah, dan ini merupakan keuntungan tersendiri
bagi pengelolaan keuangan rumah tanggan karena tidak ada kebiasaan makan di luar rumah bagi suami
maupun anggota keluarganya yang lain. Di samping itu seorang istri yang mampu memuaskan ‘perut’
suaminya akan mendapat pujian serta kebanggaan dari suami.
2. Paturon
Paturon berarti tempat tidur. Makna luasnya adalah dituntutnya seorang istri piawai beradu asmara dengan
suaminya di atas ranjang. Masalah hubungan badan ini merupakan masalah yang paling sensitif dari sebuah
rumah tangga. Seringkali dalam rumah tangga terjadi perselisihan yang berakibat perceraian karena masalah
‘tempat tidur’. Perselingkuhan serta perzinahan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga lebih banyak
disebabkan oleh faktor ‘ranjang’; suami atau istri tidak mampu memberikan pelayanan yang memuaskan
kepada pasangannya, sehingga pasangan berusaha mencari kepuasan di luar rumah. Dampak negatif dari
tindakan perselingkuhan atau perzinahan ini misalnya ter¬jangkitnya penyakit kelamin yang mengerikan,
lahirnya anak ‘gelap’ akibat hubungan di luar nikah, dan hal-hal mengerikan lainnya yang jelas-jelas
mengancam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.
3. Pangreksa
Pangreksa berarti penjaga. Makna luasnya, wanita dituntut untuk dapat mengelola rumah tangganya dengan
sistem pengelolaan yang baik dan benar serta melayani kebutuhan suaminnya dengan sebaik-baiknya.
Seorang suami yang menghadapi ketidakbenaran sistem pengelolaan rumah tangga serta tidak mendapat
pelayanan yang memuaskan dari sang istri, seringkali berusaha mendapatkannya di luar rumah.
Permasalahan menjadi semakin meruncing ketika suami akhirnya justru mendapatkan apa yang dicarinnya
pada sosok wanita lain.
Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai
gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari-
hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti
cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali.
Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut
bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut
bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat
memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya
tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi
rumah tangga.
Istilah tersebut dalam konteks norma yang lebih dogmatis menjadi slogan yang secara politis membangun
mitos wanita Jawa yang menjaga kautamaning wanita. Dalam tafsir yang lebih praktis, nilai gemi, nastiti,
ngati-ati berkaitan erat dengan peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang harus mengelola pendapatan
keluarga, dalam hal ini wanita memegang peran sebagai ekonom dalam keluarga. Wanita cerdik mengatur
keuangan keluarganya, tidak boros tetapi juga tidak terlalu ketat. Ia mampu memilah dan memilih kebutuhan
pokok keluarganya yang harus diadakannya dan menghindari hal-hal yang tidak terlalu diperlukan
keluarganya. Wanita yang gemi, nastiti, ngati-ati oleh Thoyibi ditafsirkan sebagai wanita yang memiliki
sikap hemat cermat dalam mengatur lalu-lintas ekonomi keluarga (1989:15).
Konsep gemi, ngati-ati, nastiti diterjemahkan oleh Marwanto sebagai berikut. “Gemi: becik pangrumat
marang darbèké; Ngati-ati: pinter nata butuhing pedinan; Nastiti: kudu nggatèkaké samubarang.” Artinya,
gemi adalah sikap hemat dan cermat dalam mengatur lalu-lintas ekonomi keluarga. Nastiti berarti bersikap
hati-hati, cermat, dan penuh perhatian dalam mengambil setiap tindakan. Ngati-ati bermakna berhati-hati;
sikap ngati-ati ini berhubungan erat dengan pikiran atau perasaan untuk meng¬hindari sesuatu yang berisiko
buruk. Dalam hal kegiatan atau tindakan apa pun juga diperlukan berhati-hati. Kecerobohan, keteledoran,
dan ketidakpedulian yang biasannya akan mendatangkan bahaya, berlawanan dengan sikap ngati-ati
sehingga sudah pada tempatnya untuk dihindari (Murwanto 1977:117).
Sisi lain sebagai seorang istri, wanita juga diidealkan memiliki sifat-sifat yang mencerminkan nilai narima.
Narima berarti menerima dengan bersyukur, ikhlas, dan telah merasa puas. Sifat ini pula yang menjadi salah
satu kriteria wanita Jawa yang ideal. Karena telah merasa bahwa suaminya adalah pasangan abadinya, baik
di dunia maupun di akhirat kelak, ditambah dengan kesetiaannya yang terpuji hingga ‘berikrar’ sepenuh hati
untuk sehidup semati dalam suka maupun duka (sabaya mukti sabaya pati). Oleh karena itu wanita Jawa
menerima dengan ikhlas apa pun pemberian suaminya. Dengan sikap narima dan setia, wanita Jawa yang
ideal mampu hidup dalam kondisi apa pun. Ia dapat ber¬adaptasi dalam suasana dan kondisi yang serba
menggembirakan atau¬pun dalam kondisi yang serba susah.
Sesungguhnya wanita Jawa bukan berperan laksana sahabat di belakang (kanca wingking) di dalam rumah
tangganya sendiri. Dapat diibaratkan bahwa wanita adalah ratu yang bertahta dengan segala kemuliaannya di
dalam rumah tangganya. Dengan menjabat sebagai ‘ratu’ ia ber¬tanggung jawab penuh atas masalah yang
terjadi di dalam ‘kerajaannya’, serta mengurus dan melayani ‘raja’ berikut seluruh warga ‘kerajaan¬nya’
dengan sebaik-baiknya. Selaku ratu, sudah selayaknya jika ia menjadi ratu idaman, dan untuk menjadi ratu
idaman ini Serat Yadnyasusila menjelaskan tiga sikap yang harus terdapat padanya yaitu: gemati, merak ati,
dan luluh.
1. Gemati
Gemati artinya mampu dan pintar memelihara atau menyelenggara¬kan segala sesuatu dengan baik. Sebagai
wanita idaman, sikap wanita ini begitu menawan karena ia pintar menjalankan perannya selaku ‘ratu’ rumah
tangganya. Selaku istri, ia melimpahkan cinta dan kasih sayang¬nya kepada suami hingga amat terkesan ia
pintar merawat dan menjaga pasangan hidupnya tersebut. Dengan naluri serta perasaan keibuannya, ia pintar
mengasuh, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Begitu pula dengan hal-hal lain yang berhubungan dengan
masalah rumah tangganya dapat dipelihara dengan baik dan ia akan senantiasa siap untuk mem¬benahi
segala sesuatu di dalam rumah tangganya yang dirasakan kurang atau belum selesai.
2. Merak ati
Wanita yang bersikap merak ati adalah wanita yang ngadi warna, yakni pintar bersolek atau berdandan
hingga terkesan ia pintar merawat dan menjaga kecantikannya; tidak hanya kecantikan lahir tetapi juga
kecantikan batinnya. Wajahnya senantiasa terlihat cerah ceria dengan senyum manis tersungging di bibirnya.
Ia juga pintar berdandan dengan mengenakan pakaian yang pantas dan serasi dengannya (ngadi busana),
luwes gerak-geriknya (lumampah anut wirama), manis dan sopan tutur katanya. Wanita seperti itu adalah
wanita idaman yang jika ‘bertahta’ dalam rumah tangganya selaku ‘ratu’, semua warga keluargannya akan
merasa senang, mantap, dan dekat dengannya. Tidak hanya terbatas di lingkungan keluargannya, masyarakat
di sekitarnya pun akan merasa senang menatap pesona keindahan yang dipancarkannya.
3. Luluh
Luluh bermakna sabar atau mudah bersabar hati. Wanita idaman yang bersikap luluh ditunjukkan oleh
perilakunya yang penyabar, tidak keras kepala, serta menerima segala sesuatu dengan hati yang lapang
(jembar, sabar, lan narima). Dengan sikap luluh-nya, wanita akan mampu mengelola rumah tangganya
dengan baik, sehingga membuat suami serta anak-anaknya merasa tenteram dan tenang di dalam rumah
tangganya. Wanita yang luluh sikapnya, harus mampu momong, momor, dan momot.
a. Momong. Kata ini bermakna mengasuh, merawat, dan menjaga segala sesuatu hingga dapat tumbuh
berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk dapat melaksanakan tugas momong dengan baik, wanita
harus senantiasa mengasah dan menambah pengetahuan yang dimilikinya. Dengan bekal tambahan
pengetahuan dan keterampilan yang terus-menerus diupayakan untuk ditambah, wanita akan mampu
menjalankan perannya sekaligus menunjukkan kualitas kewanitaannya selaku wanita idaman.
b. Momor. Kata ini berarti bergaul atau berkumpul. Wanita idaman akan mampu bergaul dengan lingkungan
sekitarnya dengan baik. Ia dapat menempatkan dirinya dengan baik di tengah-tengah lingkungan¬nya yang
berbeda-beda. Ia juga dapat menjaga jarak untuk tidak terjebak dalam pergaulan yang kurang baik, dan
lingkungan sekitarnya akan merasa senang dapat bergaul dengannya.
c. Momot. Kata ini bermakna dapat mengerti, memahami, dapat menyimpan rahasia, tidak mudah marah,
dan tabah. Laksana lautan, hati wanita ini begitu luas lagi lapang, sehingga ia mampu menerima segala
sesuatu yang datang kepadanya, dicoba untuk diketahuinya, kemudian disimpannya rapat-rapat sehingga
segala persoalan, termasuk rahasia dan aib, aman bersamanya. Ia tidak suka membuka rahasia atau aib pihak
lain yang diketahuinya dan tidak suka mengorek-ngorek rahasia maupun aib orang. Sikap sabar dan
tabahnya demikian mengemuka dan begitu pula dengan kepintarannya menyimpan rahasia sehingga
keluarga dan lingkungannya menaruh kepercayaan yang tinggi kepadanya.
Wanita karier sebagai pendamping suami yang bekerja dalam kehidupan sosial masyarakat, wanita
diidealkan memiliki sifat yang berorentasi pada nilai mikul dhuwur mendhem jero, tatas, titi-titis, dan tetes.
Secara rinci jabaran nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Mikul Dhuwur Mendhem Jero
Konsep mikul dhuwur mendhem jero biasannya diartikan untuk men¬jujung derajat orang tua, meski
sebenarnya dapat diperluas yaitu men¬junjung derajat suami dan keluarganya. Terhadap suami dan
keluarga¬nya, wanita hendaknya bersikap mikul dhuwur (memikul tinggi-tinggi) nama baik dan kehormatan
suami serta keluargannya dan mampu mendhem jero (mengubur dalam-dalam) keburukan maupun
kekurangan yang terdapat dalam diri suami dan keluarganya. Perpaduan sikap ini sangat serasi jika terjadi
pada diri seorang wanita, yang karenanya ia akan mampu menyimpan rapat-rapat rahasia, aib, kekurangan,
dan keburukan yang terjadi pada suami atau keluarganya, serta mampu mengangkat nama baik atau
kehormatan suami dan keluargannya. Sikap mikul dhuwur mendhem jero bukan sikap yang menunjukkan
keangkuhan atau ke¬sombongan, melainkan sikap terpuji yang mampu memunculkan segala kebaikan suami
dan keluargannya, serta di lain pihak mampu mengubur dalam-dalam segala keburukan atau kekurangan
suami dan keluarganya. Membuka aib, rahasia, dan keburukan suaminya sendiri, sesungguhnya membuka
segala aib, rahasia, dan keburukan yang terdapat pada dirinya sendiri. Sikap ini jelas-jelas menunjukkan
‘kualitas’ yang tidak baik dari seorang istri.
2. Tatas
Istilah tatas sangat dekat dengan pengertian putus, selesai, tuntas. Dalam pengertian yang lebih luas, tatas
diartikan sebagai tindakan yang mrantasi gawé, yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan sempurna.
Dalam konteks ini seorang wanita memilki sikap tegas, cukat, trengginas, dan trampil, yaitu bertindak cepat,
bersemangat, dan memiliki keteram¬pilan yang memadai. Hal yang sama diutarakan oleh Sardono Wibakso
bahwa tatas adalah mampu menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak mindho-gawèni atau tidak ada
pengulangan (wawancara, 5 Desember 2005).
3. Titi-Titis
Titi bermakna teliti, jeli, dan cermat. Ketelitian sesungguhnya sangat diperlukan dalam segala aktivitas atau
kegiatan. Seseorang yang bersikap teliti, jeli, dan cermat dalam mengelola rumah tangganya akan
ber¬pengaruh terhadap kedamaian dan ketenteraman dalam rumah tangga. Suami akan merasa bahagia jika
rumah tangganya berjalan sukses sebagai akibat dari sikap seorang wanita yang teliti, jeli, dan cermat.
Titis bermakna tepat mengenai sasarannya. Artinya, wanita yang titis berarti dapat mengelola rumah
tangganya dengan efektif dan efisien sesuai yang diharapkan. Untuk dapat bersikap titis ini diperlukan
pe¬ngetahuan, ketabahan, keuletan, kesabaran, dan ketelitian. Seorang pemanah disebut titis jika busur anak
panahnya senantiasa tepat mengenai sasaran. Hal ini diperlukan latihan serta pengetahuan yang mendalam
tentang seluk-beluk ‘perpanahan’ serta harus ditekuninya dengan tabah, ulet, sabar, dan teliti. Hasil akhir
yang diraihnya adalah gelar pemanah yang titis, di mana anak-anak panah yang dilepaskannya senantiasa
tepat mengenai sasaran sesuai dengan yang diinginkan. Demikian halnya seorang istri yang bersikap titis
akan sangat membantu suaminya yang secara bersama-sama menuju sasaran yang tepat dalam berumah
tangga yang telah dicanangkan dan disepakati berdua.
4. Tetes
Istilah tetes sangat dekat dengan istilah netes, artinya menghasilkan. Makna mendalam dari pengertian tetes
berkaitan erat dengan dua peran wanita, yakni sebagai penerus keturunan dan sebagai ekonom dalam rumah
tangga. Seorang wanita yang subur akan memberikan keturunan yang sehat dan sempurna lahir–batin;
sebagai ekonom yang mengendali¬kan kebutuhan rumah tangga harus dapat menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi keluarganya. Misalnya mulai dari menyediakan makanan sampai dengan urusan yang paling
signifikan yaitu membangun cita-cita keluarga yang sakinah, mawadah, warrohmah (bahagia dalam
limpaham cinta dan kasih sayang serta dalam limpahan rahmat Tuhan Yang Maha Esa).
Urusan keluarga mengelola pendapatan suami diubah menjadi barang yang diinginkan oleh anak, suami, dan
anggota keluarga yang lain. Tentu saja hal ini sangat berat, membutuhkan keuletan, yang dalam konsep
budaya Jawa disebut rigen, tegen, dan mugen. Istilah ini meng¬gambarkan bahwa wanita sebagai ibu rumah
tangga dan wanita karier pendamping suami harus memiliki daya kreatif, dapat menguasai ke¬adaan melalui
penguasaan dirinya sendiri, pengendalian situasi dan kondisi keluarga, serta ulet dalam mewujudkan cita-cita
dan tujuan keluarga.
Hilmiyah Darmawan dalam ceramah peringatan HUT IWARI, HKSN dan Hari Ibu, tanggal 23 Desember
1997 di Uni¬versitas Slamet Riyadi Surakarta, memberikan penjelasan tentang nila-nilai wanita Jawa
meliputi:
1. Eling lan waspada. Artinya, selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan waspada terhadap lingkungan
yang kurang baik maupun gejolak yang berasal dari dalam diri pribadi.
2. Rigen: cakap pandai mengatur. Tegen: taat dan tekun bekerja serta tidak berhenti bekerja sebelum tuntas,
selesai; tidak menyeleweng dalam menggunakan waktu dan kesempatan. Mugen: setia kepada suami dan
membenci penyelewengan.
3. Gemi: pandai menyimpan uang dan tidak boros dalam meng¬gunakannya. Nastiti: merencanakan
pekerjaan dengan teliti, jangan sampai merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ngati-ati: di dalam hati
selalu teliti dan tidak terburu-buru baik dalam ucapan ataupun tindakan.
4. Gumati: tulus ikhlas disertai rasa senang dalam mengelola dan memelihara yang menjadi tanggung
jawabnya. Mangerti: tanggap, pandai menyesuaikan diri dengan suasana dan situasi. Susila: sopan santun,
tidak sombong dan semena-mena. Prigel: terampil dan siap mengerjakan apa saja yang ditugaskan dengan
sebaik-baiknya.
E. Kesimpulan
Wanita Jawa bukan berperan laksana sahabat di belakang (kanca wingking) di dalam rumah tangganya
sendiri. Dapat diibaratkan bahwa wanita adalah ratu yang bertahta dengan segala kemuliaannya di dalam
rumah tangganya. Dengan menjabat sebagai ‘ratu’ ia ber¬tanggung jawab penuh atas masalah yang terjadi di
dalam ‘kerajaannya’, serta mengurus dan melayani ‘raja’ berikut seluruh warga ‘kerajaan¬nya’ dengan
sebaik-baiknya. Selaku ratu, sudah selayaknya jika ia menjadi ratu idaman, dan untuk menjadi ratu idaman
ini Serat Yadnyasusila menjelaskan tiga sikap yang harus terdapat padanya yaitu: gemati, merak ati, dan
luluh.
Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai
gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari-
hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti
cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali.
Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut
bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut
bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat
memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya
tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi
rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2002. Tanda, Simbol, Budaya dan Ilmu Budaya. Dialog Ilmiah Unit Pengkajian
dan Pengembangan Budaya.Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Amangkunegara III, K.G.P.A.A. 1986. Serat Centhini. Jilid III. Dilatinkan oleh Kamajaya. Yogyakarta:
Yayasan Centhini.
Basuki, Agus Rinto. 2005. Perempuan (di mata Budaya Jawa). Bende Media Informasi Seni dan Budaya.
Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur.
Brata Siswara, Harmanta. 2000. Bauwarna Adat Tata Cara Jawa. Jakarta: Yayasan Suryasumirat.
Darmawan, Hilmiyah. 1997. “Perkembangan Wanita dari Zaman ke Zaman.” Makalah Peringatan HUT
IWASRI, HKSN dan Hari Ibu di Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
Endraswara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Jakarta: Hanindita.
Hamengku Buwana X, Sri Sultan. 2005. “Tuntunan dan Tatanan dalam Tontonan Wayang,” makalah
Pembukaan Kongres Pewayangan 2005 di Pagelaran Keraton Yogyakarta.
Handayani, Christina S. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: LKIS.
Hanifah, Nur. 1998. “Kontekstualisasi Gerakan Perempuan,” dalam Solopos, tanggal 21 April 1998.
Harianto Soembogo, Wibatsu. 1993. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Yogyakarta: Soemodidjojo
Mahadewa.
Hilmijah, R.Ay. dan M. Thoyibi. 1989. Peranan Wanita Jawa Abad ke-18 dalam Visi Mangkunegoro I.
Surakarta.
Magnis-Suseno, Franz. 1984. Etika Jawa, Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijakan Hidup Jawa. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mahmudah. 2001. “Citra Perempuan dalam Media Massa,” dalam Ed. Sumijati AS, Manusia dan Dinamika
Budaya, Dari Kekerasan sampai Baratayuda. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM bekerja sama dengan
BIGRAF Publishing.
Mangunwijaya, Y.B. 1988. Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia.
Mardiwarsita, R. 1978. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Marwanto. 1992. Wejangan, Wewarah, Bantah, Cangkriman, Piwulangan Kaprajan. Jilid I. Sukoharjo:
Cendrawasih.
Mulyono, Sri. 1983. Wayang dan Karakter Manusia. Jakarta: Gunung Agung.
Murdiyati, J. 2004. “Srikandhi Simbol Pahlawan Wanita,” dalam Ekspresi, Jurnal ISI Yogyakarta.
Yogyakarta: BP. ISI.
Mamik Widyastuti, “Studi Pencitraan Tokoh Srikandhi Dalam Pertunjukan Wayang Orang Gaya Surakarta”
Tesis untuk memenui sebagai persaratan mencapai derajat Sarjana S-2. Sekolah Tinggi Seni Indonesia 2006
Padmosoekotjo, S. t.th. Ngèngrèngan Kasusastran Djawa. Djogjakarta: Hien Hoo Sing.
Paku Buwana IX. t.th. Serat Candrarini tuwin Rarakenya. Piwulang Dalem Ingkang Sinuhun Paku Buwana
IX, Anyandra garwanipun Raden Arjuna. Dilatinkan oleh Suyatno Trunasurata (1995). Reksa Pustaka
Mangkunegaran. Surakata No. A.360.
Prawiroatmojo, S. 1985. Bausastra Jawa–Indonesia. Jilid I dan II. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, Simbol, dan Daya. Bandung: ITB Press.
Soetarno, dkk. 1978/1979. Wanda-wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta. Surakarta: Sub Bagian Proyek
ASKI.
Suharti dan Pujiati Sayoga. 1986. Pribadi Wanita Jawa menurut Konsep Pendidikan yang Terkandung dalam
Naskah Jawa. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nasional (Bagian Jawa).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
http://carinamabayi.com/arti-nama/tama.html
Nama Kelamin
Asal
Bahasa
Kelamin dan Asal Arti nama
1 Tama Perempuan Jepang
Perempuan
Jepang
Perhiasan
2 Tama Perempuan Indian PerempuanIndian Kilat
3 Tama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Istana
4 Tama Perempuan Indian PerempuanIndian Lembut
5 Tama Laki-laki Jepang Laki-laki Jepang Permata
6 Adiatama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia
gabungannama Adiadan Tama yangartinyaHadiah
Istana
7 Harditama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Pemuda(gabungandari namaHardi) dan istana(Tama)
8 Evantama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Sama (gabungandari nama Evan) dan istana(Tama)

More Related Content

Similar to Wanita jawa (10)

Hakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagiaHakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagia
 
Hakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagiaHakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagia
 
Hakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagiaHakikat keluarga bahagia
Hakikat keluarga bahagia
 
Konsep kebidanan
Konsep kebidananKonsep kebidanan
Konsep kebidanan
 
Hrk 221 pengurusan institusi keluarga 2
Hrk 221   pengurusan institusi keluarga 2Hrk 221   pengurusan institusi keluarga 2
Hrk 221 pengurusan institusi keluarga 2
 
Psikologi kehamilan
Psikologi kehamilanPsikologi kehamilan
Psikologi kehamilan
 
Komunikasi dalam keluraga materi
Komunikasi dalam keluraga materiKomunikasi dalam keluraga materi
Komunikasi dalam keluraga materi
 
Khurafat
KhurafatKhurafat
Khurafat
 
Khurafat 130420025512-phpapp02
Khurafat 130420025512-phpapp02Khurafat 130420025512-phpapp02
Khurafat 130420025512-phpapp02
 
pdf 3
pdf 3pdf 3
pdf 3
 

More from Mily Sudjatmiko

Rpp luring kelas 9 sistem reproduksi
Rpp luring kelas 9 sistem reproduksiRpp luring kelas 9 sistem reproduksi
Rpp luring kelas 9 sistem reproduksiMily Sudjatmiko
 
Form & cont. analisis skl
Form & cont. analisis sklForm & cont. analisis skl
Form & cont. analisis sklMily Sudjatmiko
 
B uku catatan penggnaan lab.ipa
B uku catatan penggnaan lab.ipaB uku catatan penggnaan lab.ipa
B uku catatan penggnaan lab.ipaMily Sudjatmiko
 
Penyakit sistem pernafasan
Penyakit sistem pernafasanPenyakit sistem pernafasan
Penyakit sistem pernafasanMily Sudjatmiko
 

More from Mily Sudjatmiko (6)

Rpp luring kelas 9 sistem reproduksi
Rpp luring kelas 9 sistem reproduksiRpp luring kelas 9 sistem reproduksi
Rpp luring kelas 9 sistem reproduksi
 
Soal biotenologi new
Soal biotenologi newSoal biotenologi new
Soal biotenologi new
 
Form & cont. analisis skl
Form & cont. analisis sklForm & cont. analisis skl
Form & cont. analisis skl
 
B uku catatan penggnaan lab.ipa
B uku catatan penggnaan lab.ipaB uku catatan penggnaan lab.ipa
B uku catatan penggnaan lab.ipa
 
Photoshop cs5 read me
Photoshop cs5 read mePhotoshop cs5 read me
Photoshop cs5 read me
 
Penyakit sistem pernafasan
Penyakit sistem pernafasanPenyakit sistem pernafasan
Penyakit sistem pernafasan
 

Recently uploaded

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

Wanita jawa

  • 1. http://sriyadi.dosen.isi-ska.ac.id/2010/03/31/karya-ilmiah/ NilAI-NILAI KEWANITAAN DALAM BUDAYA JAWA 31 Maret 2010 C. Nilai-Nilai Kewanitaan Jawa Idealisme wanita dalam budaya Jawa tercermin melalui ungkapan nilai yang diharapkan melekat pada jatidiri wanita, baik sebagai istri, ibu rumah tangga, maupun sebagai wanita karier yang mendampingi suami. Konsep dan pemikiran nilai-nilai tersebut berakar pada peran wanita di tengah kehidupan sosial yang menuntut peran wanita “setara” dengan peran laki-laki. Hal ini menyangkut pendisiplinan tubuh dan mental melalui nilai-nilai kewanitan baik secara fisik maupun mental. Secara psikologis wanita dihadapkan pada tuntutan kerja superior. Wanita sebagai istri diharapkan memiliki nilai: setya, bekti, mituhu, dan mitayani. 1. Setya Salah satu kriteria ideal wanita Jawa adalah sifat setia yang harus ada, terutama kesetiaan kepada suami. Wanita Jawa yang ideal adalah wanita yang menganggap suami bukan semata-mata menjadi suaminya ketika hidup di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Tercermin ungkapan Jawa yang jelas menyebutkan kesetiaan sosok wanita terhadap suaminya adalah swarga nunut neraka katut (mengikuti ke surga maupun ke neraka). Wanita Jawa selalu setia kepada pasangannya dalam kondisi kehidupan yang bagaimanapun, baik dalam kondisi hidup penuh ke¬susahan dan terlebih dalam kondisi yang serba menyenangkan. Di¬gambarkan secara jelas sikap setia wanita Jawa melalui ungkapan: urip rekasa gelem, mukti uga bisa; sabaya mukti sabaya pati (hidup dalam kesusahan bersedia, hidup makmur pun bisa; sehidup semati dalam suka maupun duka). Kesetiaan wanita Jawa ideal terhadap pasangannya semakin jelas terlihat ketika suaminya meninggal dunia terlebih dahulu. Dalam kondisi demikian, wanita Jawa yang ideal akan turut ‘mati’ bersama suaminya; dalam arti mati keinginannya atau tidak punya keinginan untuk berumah tangga lagi dengan lelaki lain, ia harus tetap menjanda hingga akhir hayatnya untuk kemudian bersama-sama dengan suaminya menuju alam akhirat. 2. Bekti Wanita Jawa dalam prosesi pernikahan melakukan upacara mijiki, yakni membasuh serta mengelap kedua kaki suaminya. Ini merupakan simbol atau perlambang yang nyata, bahwa wanita akan senantiasa bekti mring kakung (berbaki kepada suaminya) dalam berumah tangga. Sikap bekti ini mempunyai makna dan penjabaran yang sangat luas. Satu di antaranya adalah sikap sang wanita untuk senantiasa menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Ia tidak akan membiarkan atau bahkan bersedia melakukan perbuatan tercela yang pasti akan meruntuhkan harga diri dan kehormatannya. Perzinahan atau juga perselingkuhan akan senantiasa dijauhi oleh wanita Jawa yang berusaha menjadi wanita ideal, karena tindakan itu nyata-nyata merusak bekti-nya kepada suami. 3. Mituhu Mituhu bermakna setia, atau menurut (Prawiroatmojo, 1985:367). Mituhu dapat diartikan mau memperhatikan dan juga meyakini akan kebenaran ‘didikan’ suaminya. Wanita harus memiliki sikap mituhu, agar cinta dan kasih sayang suaminnya senantiasa tercurah kepadannya. Wanita yang mituhu akan mengedepankan kesetiaan kepada suami dan juga menjalankan segala perintah suaminya, selama perintah itu mengandung nilai kebenaran. Jika perintah tersebut tidak bernilai kebenaran, wanita dapat menolaknya dengan mengemuka¬kan alasan yang baik sehingga kondisi harmonis keluarga tetap dapat dipertahankan. 4. Mitayani Mitayani bermakna dapat dipercaya. Untuk dapat bersikap mitayani, terlebih dahulu seorang wanita harus bersih dan jujur serta terbebas dari kesalahan yang fatal. Seorang wanita yang tidak bersih dan tidak jujur dapat melunturkan kepercayaan suami kepadanya, terlebih jika sang wanita pernah melakukan kesalahan yang fatal. Sebuah keluarga dibangun oleh beberapa fondasi, salah satunya yang sangat penting adalah rasa percaya–mempercayai di antara suami–istri. Juga agar suaminya dapat lebih tenang dalam bekerja, sang istri harus bersikap mitayani, karena dengan demikian kepercayaan yang diberikan oleh suami kepadanya dapat dijalankan dengan baik. Wanita sebagai istri, juga dianggap sebagai sigaraning nyawa (belahan jiwa) suami. Dalam Serat Darmagandhul dijelaskan bahwa istri sebagai sosok pendamping suami, dituntut untuk senantiasa setia serta
  • 2. menjalani tiga hal yakni: pawon, paturon, dan pangreksa. Ketiga hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Pawon Pawon berarti dapur. Makna luasnya, sebagai pendamping suami, seorang wanita dituntut pintar memasak atau mengolah hidangan untuk makanan keluargannya. Meskipun secara naluri wanita menggemari kegiatan ‘dapur’ ini, namun wanita tetap dituntut untuk senantiasa menambah wawasan dan pengetahuannya agar dapat tampil piawai selaku ‘koki’ keluargannya. Penambahan wawasan tersebut diperoleh dari berbagai majalah atau buletin yang membahas masalah masak-memasak atau juga dapat diperoleh dari berbagai tayangan di televisi yang menyajikan program acara masalah ‘dapur’. Kepandaian wanita dalam memasak akan membuat suami serta anak-anaknya kerasan berada di rumah, dan ini merupakan keuntungan tersendiri bagi pengelolaan keuangan rumah tanggan karena tidak ada kebiasaan makan di luar rumah bagi suami maupun anggota keluarganya yang lain. Di samping itu seorang istri yang mampu memuaskan ‘perut’ suaminya akan mendapat pujian serta kebanggaan dari suami. 2. Paturon Paturon berarti tempat tidur. Makna luasnya adalah dituntutnya seorang istri piawai beradu asmara dengan suaminya di atas ranjang. Masalah hubungan badan ini merupakan masalah yang paling sensitif dari sebuah rumah tangga. Seringkali dalam rumah tangga terjadi perselisihan yang berakibat perceraian karena masalah ‘tempat tidur’. Perselingkuhan serta perzinahan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga lebih banyak disebabkan oleh faktor ‘ranjang’; suami atau istri tidak mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pasangannya, sehingga pasangan berusaha mencari kepuasan di luar rumah. Dampak negatif dari tindakan perselingkuhan atau perzinahan ini misalnya ter¬jangkitnya penyakit kelamin yang mengerikan, lahirnya anak ‘gelap’ akibat hubungan di luar nikah, dan hal-hal mengerikan lainnya yang jelas-jelas mengancam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. 3. Pangreksa Pangreksa berarti penjaga. Makna luasnya, wanita dituntut untuk dapat mengelola rumah tangganya dengan sistem pengelolaan yang baik dan benar serta melayani kebutuhan suaminnya dengan sebaik-baiknya. Seorang suami yang menghadapi ketidakbenaran sistem pengelolaan rumah tangga serta tidak mendapat pelayanan yang memuaskan dari sang istri, seringkali berusaha mendapatkannya di luar rumah. Permasalahan menjadi semakin meruncing ketika suami akhirnya justru mendapatkan apa yang dicarinnya pada sosok wanita lain. Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari- hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali. Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi rumah tangga. Istilah tersebut dalam konteks norma yang lebih dogmatis menjadi slogan yang secara politis membangun mitos wanita Jawa yang menjaga kautamaning wanita. Dalam tafsir yang lebih praktis, nilai gemi, nastiti, ngati-ati berkaitan erat dengan peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang harus mengelola pendapatan keluarga, dalam hal ini wanita memegang peran sebagai ekonom dalam keluarga. Wanita cerdik mengatur keuangan keluarganya, tidak boros tetapi juga tidak terlalu ketat. Ia mampu memilah dan memilih kebutuhan pokok keluarganya yang harus diadakannya dan menghindari hal-hal yang tidak terlalu diperlukan keluarganya. Wanita yang gemi, nastiti, ngati-ati oleh Thoyibi ditafsirkan sebagai wanita yang memiliki sikap hemat cermat dalam mengatur lalu-lintas ekonomi keluarga (1989:15). Konsep gemi, ngati-ati, nastiti diterjemahkan oleh Marwanto sebagai berikut. “Gemi: becik pangrumat marang darbèké; Ngati-ati: pinter nata butuhing pedinan; Nastiti: kudu nggatèkaké samubarang.” Artinya, gemi adalah sikap hemat dan cermat dalam mengatur lalu-lintas ekonomi keluarga. Nastiti berarti bersikap hati-hati, cermat, dan penuh perhatian dalam mengambil setiap tindakan. Ngati-ati bermakna berhati-hati; sikap ngati-ati ini berhubungan erat dengan pikiran atau perasaan untuk meng¬hindari sesuatu yang berisiko buruk. Dalam hal kegiatan atau tindakan apa pun juga diperlukan berhati-hati. Kecerobohan, keteledoran, dan ketidakpedulian yang biasannya akan mendatangkan bahaya, berlawanan dengan sikap ngati-ati sehingga sudah pada tempatnya untuk dihindari (Murwanto 1977:117). Sisi lain sebagai seorang istri, wanita juga diidealkan memiliki sifat-sifat yang mencerminkan nilai narima. Narima berarti menerima dengan bersyukur, ikhlas, dan telah merasa puas. Sifat ini pula yang menjadi salah satu kriteria wanita Jawa yang ideal. Karena telah merasa bahwa suaminya adalah pasangan abadinya, baik di dunia maupun di akhirat kelak, ditambah dengan kesetiaannya yang terpuji hingga ‘berikrar’ sepenuh hati untuk sehidup semati dalam suka maupun duka (sabaya mukti sabaya pati). Oleh karena itu wanita Jawa menerima dengan ikhlas apa pun pemberian suaminya. Dengan sikap narima dan setia, wanita Jawa yang
  • 3. ideal mampu hidup dalam kondisi apa pun. Ia dapat ber¬adaptasi dalam suasana dan kondisi yang serba menggembirakan atau¬pun dalam kondisi yang serba susah. Sesungguhnya wanita Jawa bukan berperan laksana sahabat di belakang (kanca wingking) di dalam rumah tangganya sendiri. Dapat diibaratkan bahwa wanita adalah ratu yang bertahta dengan segala kemuliaannya di dalam rumah tangganya. Dengan menjabat sebagai ‘ratu’ ia ber¬tanggung jawab penuh atas masalah yang terjadi di dalam ‘kerajaannya’, serta mengurus dan melayani ‘raja’ berikut seluruh warga ‘kerajaan¬nya’ dengan sebaik-baiknya. Selaku ratu, sudah selayaknya jika ia menjadi ratu idaman, dan untuk menjadi ratu idaman ini Serat Yadnyasusila menjelaskan tiga sikap yang harus terdapat padanya yaitu: gemati, merak ati, dan luluh. 1. Gemati Gemati artinya mampu dan pintar memelihara atau menyelenggara¬kan segala sesuatu dengan baik. Sebagai wanita idaman, sikap wanita ini begitu menawan karena ia pintar menjalankan perannya selaku ‘ratu’ rumah tangganya. Selaku istri, ia melimpahkan cinta dan kasih sayang¬nya kepada suami hingga amat terkesan ia pintar merawat dan menjaga pasangan hidupnya tersebut. Dengan naluri serta perasaan keibuannya, ia pintar mengasuh, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Begitu pula dengan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah rumah tangganya dapat dipelihara dengan baik dan ia akan senantiasa siap untuk mem¬benahi segala sesuatu di dalam rumah tangganya yang dirasakan kurang atau belum selesai. 2. Merak ati Wanita yang bersikap merak ati adalah wanita yang ngadi warna, yakni pintar bersolek atau berdandan hingga terkesan ia pintar merawat dan menjaga kecantikannya; tidak hanya kecantikan lahir tetapi juga kecantikan batinnya. Wajahnya senantiasa terlihat cerah ceria dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Ia juga pintar berdandan dengan mengenakan pakaian yang pantas dan serasi dengannya (ngadi busana), luwes gerak-geriknya (lumampah anut wirama), manis dan sopan tutur katanya. Wanita seperti itu adalah wanita idaman yang jika ‘bertahta’ dalam rumah tangganya selaku ‘ratu’, semua warga keluargannya akan merasa senang, mantap, dan dekat dengannya. Tidak hanya terbatas di lingkungan keluargannya, masyarakat di sekitarnya pun akan merasa senang menatap pesona keindahan yang dipancarkannya. 3. Luluh Luluh bermakna sabar atau mudah bersabar hati. Wanita idaman yang bersikap luluh ditunjukkan oleh perilakunya yang penyabar, tidak keras kepala, serta menerima segala sesuatu dengan hati yang lapang (jembar, sabar, lan narima). Dengan sikap luluh-nya, wanita akan mampu mengelola rumah tangganya dengan baik, sehingga membuat suami serta anak-anaknya merasa tenteram dan tenang di dalam rumah tangganya. Wanita yang luluh sikapnya, harus mampu momong, momor, dan momot. a. Momong. Kata ini bermakna mengasuh, merawat, dan menjaga segala sesuatu hingga dapat tumbuh berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk dapat melaksanakan tugas momong dengan baik, wanita harus senantiasa mengasah dan menambah pengetahuan yang dimilikinya. Dengan bekal tambahan pengetahuan dan keterampilan yang terus-menerus diupayakan untuk ditambah, wanita akan mampu menjalankan perannya sekaligus menunjukkan kualitas kewanitaannya selaku wanita idaman. b. Momor. Kata ini berarti bergaul atau berkumpul. Wanita idaman akan mampu bergaul dengan lingkungan sekitarnya dengan baik. Ia dapat menempatkan dirinya dengan baik di tengah-tengah lingkungan¬nya yang berbeda-beda. Ia juga dapat menjaga jarak untuk tidak terjebak dalam pergaulan yang kurang baik, dan lingkungan sekitarnya akan merasa senang dapat bergaul dengannya. c. Momot. Kata ini bermakna dapat mengerti, memahami, dapat menyimpan rahasia, tidak mudah marah, dan tabah. Laksana lautan, hati wanita ini begitu luas lagi lapang, sehingga ia mampu menerima segala sesuatu yang datang kepadanya, dicoba untuk diketahuinya, kemudian disimpannya rapat-rapat sehingga segala persoalan, termasuk rahasia dan aib, aman bersamanya. Ia tidak suka membuka rahasia atau aib pihak lain yang diketahuinya dan tidak suka mengorek-ngorek rahasia maupun aib orang. Sikap sabar dan tabahnya demikian mengemuka dan begitu pula dengan kepintarannya menyimpan rahasia sehingga keluarga dan lingkungannya menaruh kepercayaan yang tinggi kepadanya. Wanita karier sebagai pendamping suami yang bekerja dalam kehidupan sosial masyarakat, wanita diidealkan memiliki sifat yang berorentasi pada nilai mikul dhuwur mendhem jero, tatas, titi-titis, dan tetes. Secara rinci jabaran nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Mikul Dhuwur Mendhem Jero Konsep mikul dhuwur mendhem jero biasannya diartikan untuk men¬jujung derajat orang tua, meski sebenarnya dapat diperluas yaitu men¬junjung derajat suami dan keluarganya. Terhadap suami dan keluarga¬nya, wanita hendaknya bersikap mikul dhuwur (memikul tinggi-tinggi) nama baik dan kehormatan suami serta keluargannya dan mampu mendhem jero (mengubur dalam-dalam) keburukan maupun
  • 4. kekurangan yang terdapat dalam diri suami dan keluarganya. Perpaduan sikap ini sangat serasi jika terjadi pada diri seorang wanita, yang karenanya ia akan mampu menyimpan rapat-rapat rahasia, aib, kekurangan, dan keburukan yang terjadi pada suami atau keluarganya, serta mampu mengangkat nama baik atau kehormatan suami dan keluargannya. Sikap mikul dhuwur mendhem jero bukan sikap yang menunjukkan keangkuhan atau ke¬sombongan, melainkan sikap terpuji yang mampu memunculkan segala kebaikan suami dan keluargannya, serta di lain pihak mampu mengubur dalam-dalam segala keburukan atau kekurangan suami dan keluarganya. Membuka aib, rahasia, dan keburukan suaminya sendiri, sesungguhnya membuka segala aib, rahasia, dan keburukan yang terdapat pada dirinya sendiri. Sikap ini jelas-jelas menunjukkan ‘kualitas’ yang tidak baik dari seorang istri. 2. Tatas Istilah tatas sangat dekat dengan pengertian putus, selesai, tuntas. Dalam pengertian yang lebih luas, tatas diartikan sebagai tindakan yang mrantasi gawé, yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan sempurna. Dalam konteks ini seorang wanita memilki sikap tegas, cukat, trengginas, dan trampil, yaitu bertindak cepat, bersemangat, dan memiliki keteram¬pilan yang memadai. Hal yang sama diutarakan oleh Sardono Wibakso bahwa tatas adalah mampu menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak mindho-gawèni atau tidak ada pengulangan (wawancara, 5 Desember 2005). 3. Titi-Titis Titi bermakna teliti, jeli, dan cermat. Ketelitian sesungguhnya sangat diperlukan dalam segala aktivitas atau kegiatan. Seseorang yang bersikap teliti, jeli, dan cermat dalam mengelola rumah tangganya akan ber¬pengaruh terhadap kedamaian dan ketenteraman dalam rumah tangga. Suami akan merasa bahagia jika rumah tangganya berjalan sukses sebagai akibat dari sikap seorang wanita yang teliti, jeli, dan cermat. Titis bermakna tepat mengenai sasarannya. Artinya, wanita yang titis berarti dapat mengelola rumah tangganya dengan efektif dan efisien sesuai yang diharapkan. Untuk dapat bersikap titis ini diperlukan pe¬ngetahuan, ketabahan, keuletan, kesabaran, dan ketelitian. Seorang pemanah disebut titis jika busur anak panahnya senantiasa tepat mengenai sasaran. Hal ini diperlukan latihan serta pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk ‘perpanahan’ serta harus ditekuninya dengan tabah, ulet, sabar, dan teliti. Hasil akhir yang diraihnya adalah gelar pemanah yang titis, di mana anak-anak panah yang dilepaskannya senantiasa tepat mengenai sasaran sesuai dengan yang diinginkan. Demikian halnya seorang istri yang bersikap titis akan sangat membantu suaminya yang secara bersama-sama menuju sasaran yang tepat dalam berumah tangga yang telah dicanangkan dan disepakati berdua. 4. Tetes Istilah tetes sangat dekat dengan istilah netes, artinya menghasilkan. Makna mendalam dari pengertian tetes berkaitan erat dengan dua peran wanita, yakni sebagai penerus keturunan dan sebagai ekonom dalam rumah tangga. Seorang wanita yang subur akan memberikan keturunan yang sehat dan sempurna lahir–batin; sebagai ekonom yang mengendali¬kan kebutuhan rumah tangga harus dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarganya. Misalnya mulai dari menyediakan makanan sampai dengan urusan yang paling signifikan yaitu membangun cita-cita keluarga yang sakinah, mawadah, warrohmah (bahagia dalam limpaham cinta dan kasih sayang serta dalam limpahan rahmat Tuhan Yang Maha Esa). Urusan keluarga mengelola pendapatan suami diubah menjadi barang yang diinginkan oleh anak, suami, dan anggota keluarga yang lain. Tentu saja hal ini sangat berat, membutuhkan keuletan, yang dalam konsep budaya Jawa disebut rigen, tegen, dan mugen. Istilah ini meng¬gambarkan bahwa wanita sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier pendamping suami harus memiliki daya kreatif, dapat menguasai ke¬adaan melalui penguasaan dirinya sendiri, pengendalian situasi dan kondisi keluarga, serta ulet dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan keluarga. Hilmiyah Darmawan dalam ceramah peringatan HUT IWARI, HKSN dan Hari Ibu, tanggal 23 Desember 1997 di Uni¬versitas Slamet Riyadi Surakarta, memberikan penjelasan tentang nila-nilai wanita Jawa meliputi: 1. Eling lan waspada. Artinya, selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan waspada terhadap lingkungan yang kurang baik maupun gejolak yang berasal dari dalam diri pribadi. 2. Rigen: cakap pandai mengatur. Tegen: taat dan tekun bekerja serta tidak berhenti bekerja sebelum tuntas, selesai; tidak menyeleweng dalam menggunakan waktu dan kesempatan. Mugen: setia kepada suami dan membenci penyelewengan. 3. Gemi: pandai menyimpan uang dan tidak boros dalam meng¬gunakannya. Nastiti: merencanakan pekerjaan dengan teliti, jangan sampai merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ngati-ati: di dalam hati selalu teliti dan tidak terburu-buru baik dalam ucapan ataupun tindakan. 4. Gumati: tulus ikhlas disertai rasa senang dalam mengelola dan memelihara yang menjadi tanggung jawabnya. Mangerti: tanggap, pandai menyesuaikan diri dengan suasana dan situasi. Susila: sopan santun, tidak sombong dan semena-mena. Prigel: terampil dan siap mengerjakan apa saja yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya.
  • 5. E. Kesimpulan Wanita Jawa bukan berperan laksana sahabat di belakang (kanca wingking) di dalam rumah tangganya sendiri. Dapat diibaratkan bahwa wanita adalah ratu yang bertahta dengan segala kemuliaannya di dalam rumah tangganya. Dengan menjabat sebagai ‘ratu’ ia ber¬tanggung jawab penuh atas masalah yang terjadi di dalam ‘kerajaannya’, serta mengurus dan melayani ‘raja’ berikut seluruh warga ‘kerajaan¬nya’ dengan sebaik-baiknya. Selaku ratu, sudah selayaknya jika ia menjadi ratu idaman, dan untuk menjadi ratu idaman ini Serat Yadnyasusila menjelaskan tiga sikap yang harus terdapat padanya yaitu: gemati, merak ati, dan luluh. Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari- hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali. Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2002. Tanda, Simbol, Budaya dan Ilmu Budaya. Dialog Ilmiah Unit Pengkajian dan Pengembangan Budaya.Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Amangkunegara III, K.G.P.A.A. 1986. Serat Centhini. Jilid III. Dilatinkan oleh Kamajaya. Yogyakarta: Yayasan Centhini. Basuki, Agus Rinto. 2005. Perempuan (di mata Budaya Jawa). Bende Media Informasi Seni dan Budaya. Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur. Brata Siswara, Harmanta. 2000. Bauwarna Adat Tata Cara Jawa. Jakarta: Yayasan Suryasumirat. Darmawan, Hilmiyah. 1997. “Perkembangan Wanita dari Zaman ke Zaman.” Makalah Peringatan HUT IWASRI, HKSN dan Hari Ibu di Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Endraswara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Jakarta: Hanindita. Hamengku Buwana X, Sri Sultan. 2005. “Tuntunan dan Tatanan dalam Tontonan Wayang,” makalah Pembukaan Kongres Pewayangan 2005 di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Handayani, Christina S. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: LKIS. Hanifah, Nur. 1998. “Kontekstualisasi Gerakan Perempuan,” dalam Solopos, tanggal 21 April 1998. Harianto Soembogo, Wibatsu. 1993. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa. Hilmijah, R.Ay. dan M. Thoyibi. 1989. Peranan Wanita Jawa Abad ke-18 dalam Visi Mangkunegoro I. Surakarta. Magnis-Suseno, Franz. 1984. Etika Jawa, Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijakan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mahmudah. 2001. “Citra Perempuan dalam Media Massa,” dalam Ed. Sumijati AS, Manusia dan Dinamika Budaya, Dari Kekerasan sampai Baratayuda. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM bekerja sama dengan BIGRAF Publishing. Mangunwijaya, Y.B. 1988. Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia. Mardiwarsita, R. 1978. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta: Nusa Indah. Marwanto. 1992. Wejangan, Wewarah, Bantah, Cangkriman, Piwulangan Kaprajan. Jilid I. Sukoharjo: Cendrawasih.
  • 6. Mulyono, Sri. 1983. Wayang dan Karakter Manusia. Jakarta: Gunung Agung. Murdiyati, J. 2004. “Srikandhi Simbol Pahlawan Wanita,” dalam Ekspresi, Jurnal ISI Yogyakarta. Yogyakarta: BP. ISI. Mamik Widyastuti, “Studi Pencitraan Tokoh Srikandhi Dalam Pertunjukan Wayang Orang Gaya Surakarta” Tesis untuk memenui sebagai persaratan mencapai derajat Sarjana S-2. Sekolah Tinggi Seni Indonesia 2006 Padmosoekotjo, S. t.th. Ngèngrèngan Kasusastran Djawa. Djogjakarta: Hien Hoo Sing. Paku Buwana IX. t.th. Serat Candrarini tuwin Rarakenya. Piwulang Dalem Ingkang Sinuhun Paku Buwana IX, Anyandra garwanipun Raden Arjuna. Dilatinkan oleh Suyatno Trunasurata (1995). Reksa Pustaka Mangkunegaran. Surakata No. A.360. Prawiroatmojo, S. 1985. Bausastra Jawa–Indonesia. Jilid I dan II. Jakarta: PT. Gunung Agung. Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, Simbol, dan Daya. Bandung: ITB Press. Soetarno, dkk. 1978/1979. Wanda-wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta. Surakarta: Sub Bagian Proyek ASKI. Suharti dan Pujiati Sayoga. 1986. Pribadi Wanita Jawa menurut Konsep Pendidikan yang Terkandung dalam Naskah Jawa. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nasional (Bagian Jawa). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://carinamabayi.com/arti-nama/tama.html Nama Kelamin Asal Bahasa Kelamin dan Asal Arti nama 1 Tama Perempuan Jepang Perempuan Jepang Perhiasan 2 Tama Perempuan Indian PerempuanIndian Kilat 3 Tama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Istana 4 Tama Perempuan Indian PerempuanIndian Lembut 5 Tama Laki-laki Jepang Laki-laki Jepang Permata 6 Adiatama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia gabungannama Adiadan Tama yangartinyaHadiah Istana 7 Harditama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Pemuda(gabungandari namaHardi) dan istana(Tama) 8 Evantama Laki-laki Indonesia Laki-laki Indonesia Sama (gabungandari nama Evan) dan istana(Tama)