MARIYUDI - Pembekalan Panwascam Aceh Utara 2022.ppt
1. DISAMPAIKAN PADA:
Pembekalan Pengawas Pemilihan Umum
Kecamatan (Panwascam)
Se-Kabupaten Aceh Utara
DR. MARIYUDI, SE. MM
DOSEN TETAP
FEB - UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2.
3. PROFIL PENDIDIKAN
CONTACT
HOBI
PENGALAMAN
mariyudi@unimal.ac.id
085260566667
Jl. T. Umar II No. 288 Lhokseumawe
www.mariyudi.id
Terlahir di Takengon pada 28 Februari 1973
dari pasangan Bapak Sofyan Nyak Kaoy (Alm)
dan Ibu Barensyah Tjut Aceh. Berkebangsaan
Indonesia dan beragama Islam, memiliki
seorang istri yaitu Cut Feri Awalina, S.E. dan
empat putri cantik jelita.
CURICULUM VITAE
Dr. MARIYUDI, SE, MM
Olah Raga Membaca
Seni Menulis
Perguruan Tinggi (S3)
Universiti Utara Malaysia (UUM)
2009-2016
Kedah Darul Aman - Malaysia
Berperan aktif dalam
Tridarma Perguruan
Tinggi. Pendidikan,
Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat,
memperoleh hibah dalam
berbagai skema, serta
berperan aktif dalam
perumusan kebijakan
publik
facebook.com/mariyudi.sofyan
4.
5. Latar
Belakang
Pengawasan pemilu diyakini dapat berkontribusi dalam proses pelaksanaan konsolidasi demokrasi
melalui penanaman kepercayaan aktor-aktor politik baik di dalam negeri maupun di dunia
internasional.
Gagasan dan praktek pemantauan pemilu oleh lembaga pemantau internasional telah dimulai
sejak lama. Praktek ini pertama kali terjadi pada tahun 1857 dimana pemantau dari Prancis,
lnggris, Russia, Russia, Austria dan Turki mengawasi pelaksanaan pemilu di Moldavia dan
Wallachia.
Pemantauan pemilu ini menjadi semakin menggejala pasca berakhirnya perang dingin dan
munculnya konsensus global tentang nilai-nilai demokrasi.
Meskipun demikian, pemantauan pemilu oleh komunitas internasional dianggap memiliki
kelemahan karena kurangnya pengetahuan pemantau terhadap sistem hukum dan politik yang
diterapkan di negara yang sedang diawasi, serta berpotensi menghasilkan bias. Oleh karena itu
pada umumnya pemantau internasional hanya melakukan pemantauan semata, tanpa terlibat
dalam melakukan penilaian maupun validasi terhadap hasil pemilu.
Sejarah Pengawasan Pemilu
6. Latar
Belakang
Salah satu keunikan dalam manajemen Pemilu di Indonesia adalah system
pengawasan pemilu:
Di Negara-Negara lain pada umumnya pengawasan pemilu dilakukan oleh
masyarakat dan peserta pemilu. Di Indonesia, pengawasan pemilu dilakukan
oleh lembaga yang secara khusus bertugas melakukan pengawasan pemilu.
Faktor distrust terhadap peserta pemilu dan Komisi Pemilihan disinyalir
menjadi penyebab dibuatnya pengaturan tentang kelembagaan yang secara
khusus melakukan pengawasan pemilu.
Lembaga Pengawas Pemilu di Indonesia berbeda dengan Pemantau, karena di
samping memiliki fungsi pengawasan, juga memiliki fungsi penegakan
hukum pemilu (meskipun dalam konteks kewenangan terbatas).
Pengawasan Pemilu di Indonesia
8. Complex
Pemilu legislatif DPR RI: 80 dapil. (575 kursi).
DPRD Provinsi: 272 dapil. (2.207 kursi).
DPRD Kabupaten/Kota: 2.206 dapil. (17.610 kursi).
Jumlah Pemilih DPT: 192.828.520 pemilih (DN+LN)
Jumlah TPS: 801.838 TPS, di 550 kabupaten dan kota,
7.131 kecamatan dan 82.707 kelurahan/ desa + LN.
Petugas KPPS: > 5 juta.
The Most Complex Election in The World
(2019)
9. Biaya Ongkos pemilu dari pajak,
so What?
Pemilu adalah pesta rakyat. Ini pesta untuk memilih perwakilan dan pemimpin.
Ongkosnya, APBN yang bersumber dari pajak, yang diperoleh dari kutipan masyarakat
atau pemilih.
Jika sudah demikian, apakah tidak sayang atau rugi, pesta yang kita biayai itu justru
tidak sukses?
10. Kondisi
Empirik
1
• Partai politik gagal melaksanakan fungsinya sebagai pilar
demokrasi.
2 • Kesadaran politik rakyat pemilih belum memadai
3 • Isu netralitas penyelenggara Pemilu
4 • Politisasi Birokrasi
5 • Politik uang/transaksional dan politik kekerabatan
11. Pemilu
Pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga
kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi
kekuasaan negara yg kemudian berubah bentuk
menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan
pemerintahan dan memimpin rakyat.
12. Pemilu Urgensi Pemilu
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk
memperoleh legitimasi.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi
dalam proses politik.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian
pemimpin secara konstitusional.
13. Pemilu Urgensi Pemilu
Pemilu diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat di
parlemen maupun pemimpin eksekutif di tingkat nasional dan
lokal. seperti presiden dan gubernur.
UUD 1945 Pasal 22E (2) “Pemilu diselenggarakan untuk memilih
anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD”.
UUD 1945 Pasal 18 (4)
“Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis”.
14. Pemilu Sukses Pemilu Dinilai Dari:
SUKSES PROSES
yaitu berjalan secara aman, tertib, damai
dan tepat waktu setiap tahapan dan jadwal
SUKSES HASIL atau SUBSTANSI
yaitu menghasilkan pemimpin yang aspiratif
15. Pemilu Kesusksesan Sebuah Pemilu
setidaknya ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu:
Proses penyelenggaraan
Menyangkut tentang penyelenggaranya, pesertanya, pemilih, tahapan, logistik,
keuangan dan distribusi serta pemantau
Aturan-aturan hukum
Terkait dengan sistem pemilu, metode pembagian dapil, metode pencalonan, metode
pemberian suara, metode penetapan pemenang dst
Penegakan hukum
Terkait dengan pengawasan dan penegakan hukum itu sendiri
16. Pemilu Pemilu yang Demokratis
Penyelenggaraan Pemilu harus memperhatikan HAK ASASI
MANUSIA yaitu pemenuhan hak politik seseorang, baik hak
untuk dipilih maupun hak untuk memilih.
Pemilu harus diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Selain itu, Pemilu juga harus diselenggarakan dengan taat pada
asas kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu,
kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
17. Bawaslu
1. Bawaslu merupakan satu-satunya lembaga negara di dunia yang bertugas melakukan pengawasan
Pemilu. Pada umumnya kerja pengawasan Pemilu dilakukan oleh peserta pemilu, masyarakat, atau
Komisi Pemilu.
2. Bawaslu memiliki sifat quasi masyarakat sipil. Bawaslu merupakan lembaga negara yg menjalankan
fungsi pengawasan layaknya pengawasan yg dilakukan oleh masyarakat sipil. Lembaga negara
lainnya yg mimiliki sifat serupa adalah Ombudsman RI.
3. Bawaslu memiliki kewenangan yg unik karena menggabungkan 3 fungsi yg pada umumnya
dijalankan secara terpisah oleh lembaga negara. Bawaslu memiliki: 1) kewenangan regutasri(
mengatur internal & sebagian eksternal terkait penyelesaian sengketa), 2) kewenangan
pengawasan, 3) kewenangan penindakan.
4. Bawaslu memiliki sifat Status kelembagaan yg unik. Pada tingkar pusat dan provinsi bersifat
permanen, sedangkan pada tingkar Kabupaten/kota ke bawah bersifat ad hoc.
5. Bawaslu merupakan lembaga negara yang bersifat extra-ordinary, yang selalu menghadapi
ketidakpastian masa depan eksrstensral. karena sangat bergantung kepada polit1cal mood
pembentuk Undang-undang yg notabenenya sebagian besar adalah kempetitor dalam pemilu yang
menjadi obyek awasannya. Lembaga negara lain yang memiliki kemiripan sifat ini adalah KPK
5 Keunikan Bawaslu
18. Bawaslu Pengertian Pengawasan Pemilu
Mengamati, seluruh proses penyelenggaraan tahapan pemilu
baik oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun
pihak lain seperti Pemerintah, media massa. dan lain·lain
Mengkaji, yakni kegiatan menganalisa kejadian-kejadian
tertentu dalam proses penyelenggaraan pemilu yang patut
diduga merupakan bentuk pelanggaran pemilu.
Memeriksa, yakni kegiatan melihat dan mencermati bukti-
bukti awal yang didapatkan terkait dengan dugaan
pelanggaran yang terjadi, sebagai pendukung dalam proses
pengkajian.
Menilai, yakni kegiatan untuk menilai dan menyimpulkan
hasil kegiatan pengawasan
TEMUAN
DUGAAN
PELANGGARAN
PENINDA
KAN
19. Manajemen Manajemen Pemilu di Indonesia
KELEBIHAN
Kelembagaan Penyelenggara Pemilu (KPU dan
Bawaslu) telah mengalami penguatan
eksistensi dan peran, baik dari sisi
independensi, kewenangan, maupun sistem
pengendalian etika.
Sistem kepartaian telah mulai menemukan
bentuknya menjadi sistem kepartaian sederhana
moderat, Sistem penyederharhanaan partai melalui
pengetatan syarat pembentukan partai dan
penerapan parliamentary treshold telah dapat
diterapkan.
Sistem penyelesaian keberatan atas
hasil pemilu melalui MK telah berjalan
dan diakui sehingga dapat menjadi
katalisator konflik
KEKURANGAN
Beberapa aspek teknis manajerial pemilu (sistem
pendaftaran pemilih, sistem distribusi logistik
pemilu, sistem perekaman hasil penghitungan suara)
masih belum memadai dan perlu disempurnakan.
Saya dukug teknologi informasi sangat dibutuhkan
dalam rangka penyempurnaan sistem ini.
Sistem organisasi penyelenggara Pemilu yang
bersifat ad hoc,dan tanpa disertai sistem manajemen
SDM yang baik menyebabkan lemahnya kinerja
organisasi. Komisioner yang selalu berganti tanpa
disertai sistem pengembangan kapasitas tang kuat
menyebabkan isu penguasaan kapasitas teknis
kepemiluan selalu menjadi kendala
Masih terdapat kebiasaan yang tidak sehat di
kalangan parlemen dan pemerintah untuk selalu
melakukan perubahan UU Pemilu setiap 5 tahun
tanpa disertai Grand Desain pengembangan sistem
pemilu yang jelas. Akibatnya perubahan rutin lebih
cenderung bersifat tambal sulam dan reaksioner.
20. Manajemen Lesson Learn
• Selalu memberi pengaruh warna terhadap sistem kepartaian maupun
sistem pemilu yang hendak diterapkan.
• Tak jarang dapat menjadi ancaman terhadap independensi dan
profesionalitas lembaga penyelenggara Pemilu, terutama jika UU
Pemilu selalu direvisi secara rutin setiap menjelang Pemilu
LINGKUNGAN
POLITIK
• Grand Design sistem Pemilu perlu dimiliki oleh setiap Negara untuk
memberi arah jalan perbaikan sistem Pemilu.
• Ketiadaan Grand Design sistem Pemilu akan menyebabkan proses
revisi kerangka sistem dan kerangka hukum Pemilu menjadi bersifat
reaksioner dan parsial.
GRAND DESIGN
• Kelembagaan penyelenggara Pemilu yang independen dan profesional sangat
diperlukan untuk mengawal proses pelaksanaan Pemilu secara demokratis dan
Kredibel.
• Kelembagaan penyelenggara Pemilu di Negara yang berada dalam situasi transisi
demokrasi dapat mempertimbangkan model di Indonesia. Dimana terdapat KPU-
Bawaslu-DKPP, ditambah lembaga penegak hukum terkait. Konfigurasi ini dapat
menghasilkan proses saling kontrol yang pada akhirnya menumbuhkan
kepercayaan publik dan peserta pemilu terhadap integritas penyelenggara pemilu.
KELEMBAGAAN
21.
22. Pemilu
Serentak
Putusan MK 55/PUU-XVII/2019
6 Model Pemilu serentak yang Konstitusional
1. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD;
2. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan
Bupati/Walikota;
3. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD,
Gubernur, dan Bupati/Walikota;
4. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden;
dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih
anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan
Bupati/Walikota;
5. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan
beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD
Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum
serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota;
6. Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota
DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden;”
23. Pemilu
Serentak
Christopher R. Berry & Jacob E. Gersen, The Timing of Elections, The University
of Chicago Law Review , Winter 2010, Vol. 77, No. 1 (Winter 2010), di Amerika,
pemilu yang tidak serentak menghasilkan “selective participation”, yakni pemilih
yang hadir di TPS untuk memberikan suara lebih sedikit dan hanya mereka yang
memiliki kepentingan tinggi terhadap hasil pemilu. Dampak lanjutannya,
produk kebijakan yang dihasilkan oleh pejabat pemerintahan paska pemilu
cenderung lebih menguntungkan kelompok warga tertentu (yang hadir di TPS).
Oleh karenanya Berry & Gersen merekomendasikan perlunya penataan waktu
pemilu dengan mengupayakan keserentakan pemilu.
Chi HuangChang-chih LinLIN, Electoral Cycles, Concurrent Elections and Voter
Turnout, menemukan bahwa pemilu yang diselenggarakan secara serentak dapat
meningkatkan jumlah partisipasi pemilih
Temuan Riset Tentang Pemilu Serentak
24. Pemilu
Serentak
Zeynep B Irfanoglu Shakun D Mago Roman M. Sheremeta Roman M. Sheremeta, Sequential
versus Simultaneous Election Contests: An Experimental Study, membandingkan antara
tingkat pertarungan antar peserta pemilu (terutama parpol) dalam sequential and
simultaneous election. Dalam pemilu tidak serentak, muncul fenomena "New Hampshire
effect”, misalnya pemenang di sebuah pemilu lebih berpeluang untuk kembali menang di
pemilu berikutnya di wilayah berbeda. Pemilu tidak serentak juga mendorong peningkatan
jumlah pengeluaran belanja kampanye.
Septi Nur Wijayanti, S.H., M.H, Titin Purwaningsih, S.IP., M.Sc., Tanto Lailam, SH., LLM.
Design Of Simultaneous National Election In Legal And Political Perspective, menemukan
bahwa pemilu serentak 2019 memunculkan 5 masalah 1) lack of effective governance, 2)
inefficient election administration, 3) implementation of the pseudo presidential system, 4)
multiparty system in presidential system, 5) there is no synchronization on elections
legislation, 5) the high number of abstentions society.
Temuan Riset Tentang Pemilu Serentak
25. Pemilu
Serentak
Tantangan Pemilu Serentak 2024
Lorem
Regulatory Issues
Belum sinkronnya antar
peraturan (misalnya
ketentuan pelanggaran
dan mekanisme
penegakan hukumnya)
Masih adanya problem
normatif dalam regulasi:
kekosongan norma,
ambiguitas, inkonsistensi,
kontradiksi, dan kurang
proyektif. Misalnya norma
tentang penyusunan data
kependudukan, DP4 &
pendaftaran pemilih.
Institutional Challenges
Managerial Capacity penyelenggara pemilu,
Recruitment cycle penyelenggara pemilu (banyak
masa jabatan penyelenggara pemilu yang
berakhir menjelang pemilu 2024)
Resource mobilization/support (anggaran, SDM)
Kesiapan sistem penunjang (sistem IT)
Lorem
Policy Environment
Kesiapan stakeholder
pemilu (pemahaman, dan
adaptability) peserta pemilu
dan masyarakat
Tingkat kesiapan pemerintah
selaku stakeholder
pendukung
Model potensi kontestasi
dan konflik
Upredicteble environmental
situation (pandemic, natural
disaster)
26. Pemilu
Serentak
Hal yang Perlu Dilakukan
Revisi luas?
Revisi terbatas?
Tidak ada revisi?
Perbaikan Regulasi
Perbaikan siklus rekrutmen
penyelenggara pemilu
Review & Perbaikan strategi
dan sistem Capacity
building penyelenggara
pemilu
Penyusunan scenario
planning & electoral risk
management
Penguatan dukungan
resource mobilization
Institutional Capacity
Strengthening
Sosialisasi secara massif
Mendorong penguatan pendidikan
pemilih secara intens
Memastikan kesiapan peserta pemilu
Mendorong kesiapan dan komitmen
pemerintah
Environmental Conditioning
Perlu Scenario Planning
27. Teknologi Konteks Penggunaan Teknologi dalam Pemilu
Teknologi sebagai “alat” untuk mencapai tujuan tertentu dalam pemilu salah
satunya menciptakan pemilu yang berkualitas dan berintegritas.
Salah satu prinsip electoral integrity ialah transparency dan accountability yang
dapat memanfaatkan teknologi untuk mencapai dan meningkatkan integritas
pemilu.
Teknologi diposisikan sebagai alat untuk membantu electoral governance
Mempermudah kerja penyelenggara;
Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilu;
Tidak ada teknologi yang ideal dan terbaik, yang ada penggunaan teknologi pemilu
yang sesuai dengan kebutuhan.
28. Teknologi Konteks Penggunaan Teknologi dalam Pemilu
BRAZIL KENYA JERMAN BELANDA PERANCIS
Peroses
pemungutan,
penghitungan, dan
rekapitulasi suara
yang melibatkan
banyak pekerja dan
potensi manipulasi
suara, menjadi latar
belakang dibalik
penggunaan
electronic voting
machine (EVM)
Terjadinya
pengelembungan
suara yang berujung
pada konflik di
Pemilu 2007,
menjadi
pembelajaran bagi
Kenya untuk
mengadopsi result
transmission system
(RTS) atau e-recap
Keluarnya putusan
Mahakmah
Konstitusi Jerman
yang menilai
penggunaan e-
voting bertentangan
dengan prinsip
kerahasian pemilih
menjadi latar
belakang
kembalinya
pemungutan suara
manual
Munculnya
glombang protes
dan kampanye “we
don’t trust the
machine” untuk
mempertanyakan
penggunaan e-
voting di Belanda
Penggunaan e-
voting untuk
pemilih diluar
negeri dibatalkan
oleh pemerintahan
Perancis menjelang
beberapa bulan
sebelum pemilu
untuk
meminimalisir
resiko cyber attack
29. Teknologi Identifikasi Masalah
Berbagai wacana untuk pemanfaatan teknologi pemilu haruslah
berlandaskan pada jawaban terhadap persoalan dan konteks
kebutuhan.
Identifikasi masalah penting: Pertanyaanya “apakah ada
permasalahan dalam pemungutan suara, penghitungan suara,
dan rekapitulasi suara di Indonesia?”
Identifikasi masalah dari feasibility study KPU di 2016
30. Teknologi Identifikasi Masalah
Tahapan
Pemungutan Suara
proses pemungutan suara menjadi rujukan dunia internasional;
Interaksi sosial yang tinggi;
Perayaan politik 5 yang unik dan meriah;
Masalah-masalah (Tertukarnya surat suara, Pemilih tidak terdaftar di
DPT, Ketersediaan Surat Suara, manipulasi KPPS)
Tahapan
Penghitungan Suara
relatif lancar dan sukses. Pesta demokrasi terlihat dalam proses
penghitungan suara;
Masalah yang muncul; kesalahan pengisian form rekapitulasi,
penghitungan yang lama khususnya untuk pemilu legislatif;
Wahana interaksi sosial dan pendidikan politik;
Toleransi terhadap perbedaan.
Tahapan
Rekapitulasi
Proeses yang relatif lama;
Ketegangan/konfilk antar pendukung;
Perilaku koruptip/manipulasi data hasil pemilu.
31. Teknologi Pengaturan Teknologi di RUU Pemilu
Kata elektronik disebutkan 44 kali di dalam RUU Pemilu. Kata elektronik mengacu
pada pengiriman hasil pemungutan suara dari TPS Luar Negeri, KTP elektronik, dan
pemberian suara pada Pemilihan Kepala Daerah.
RUU Pemilu hanya memberikan ruang bagi penggunaan teknologi e-voting di
Pilkada. Sedangkan penggunaan teknologi informasi lainnya tidak diatur dalam RUU
Pemilu.
RUU Pemilu tidak perlu menyebutkan secara spesifik jenis teknologi informasi yang
digunakan, namun RUU Pemilu perlu menegaskan prinsip dan mekanisme
penggunaan teknologi informasi yang mengedepankan azas pemilu.
Wewenang baru untuk lembaga yang memiliki kapasitas untuk melakukan tugas-
tugas berkaitan dengan teknologi pemilu, seperti lembaga yang berhak memberikan
sertifikasi dan audit.
Jenis-jenis pelanggaran khusus terhadap teknologi pungut hitung beserta sanksinya
32. Konflik Titik Krusial dan Potensi Konflik
NO TAHAPAN POTENSI MASALAH POTENSI KONFLIK
1. Penyusunan Daftar
Pemilih
1. Pemilih yang Belum memiliki KTP
Elektronik berpotensi tidak terdaftar di
DPT
2. Pemilih terdaftar lebih dari satu kali
(ganda)
3. Pemilih tinggal di daerah sengketa
4. Pemilih tidak memiliki identitas
kependudukan
Permasalahan DPT akan dijadikan
alasan bagi calon yang kalah untuk
melakukan penolakan terhadap hasil
pemilu dengan melakukan
demonstrasi dan tindak kekerasan
2 Pencalonan 1. Manipulasi data pendukung oleh bakal
calon perseorangan
2. Dukungan ganda oleh pendukung atau
partai politik
3. Pemalsuan dokumen pencalonan dan/atau
syarat calon
1. Sengketa pencalonan di PTUN
tidak berkepastian dari sisi waktu
2. Bakal calon yang tidak lolos selain
melakukan sengketa melakukan
tekanan-tekanan kepada KPU
3. Tindakan kekerasan pendukung
terhadap KPU daerah
33. Konflik Titik Krusial dan Potensi Konflik
NO TAHAPAN POTENSI MASALAH POTENSI KONFLIK
3 Kampanye 1. Kampanye hitam
2. Berita Hoax di media sosial
3. Politik uang
4. Intimidasi
5. Kampanye SARA
Potensi konflik antar pendukung pasangan
calon pada tahapan ini sangat tinggi pada
tahapan ini jika kampanye hitam, hoax,
politik uang, intimidasi, dsb terjadi di
tengah masyarakat
4 Pemungutan dan
Penghitungan Suara
1. Politik uang
2. Intimidasi kepada pemilih dan
penyelenggara
3. Manipulasi penghitungan suara
4. Pemalsuan dan/atau penyalahgunaan
Model C6
5. PSU
Eskalasi konflik antar pendukung semakin
tinggi pada saat hari pemungutan suara,
terlebih jika hoax, informasi kecurangan
beredar di tengah masyarakat
5 Rekapitulasi dan
Penetapan Calon
Terpilih
1. Perbedaan data antara saksi dengan
KPU
2. Potensi manipulasi data hasil pemilu
3. Potensi politik uang
1. Demonstrasi calon yang kalah akan
semakin meningkat pada tahapan
2. Potensi konflik pendukung pasangan
calon akan meningkat pada tahapan
ini.
34. Solusi KERANGKA PIKIR MEWUJUDKAN
PEMILU BERKUALITAS
Peserta/calon
Fasilitator (Negara)
Perwakilan
&
Pemimpin
Terpilih
Rakyat,
Mahasiswa,
Pemilih
Penyelenggara Pengawas
Proses Elektoral
Kandidat
35. Solusi STRATEGI SOSIALISASI
Pusat Sosialisasi Pemilu: Public
information Center,callcenter,
website serta media center
Pokja Pelaksanaan Sosialisasi
Pemilu: Pendidikan/kurikulum
Politik,Pemantapan, dan
Penentuan
Kerjasama dan Koordinasi
dengan berbagai
Stakeholder
Manentukan kelompok sasaran
serta menentukan metode atau
media infomasi yang digunakan
Relawan Demokrasi
Penyuluh Pemilu
Posko
Layanan Pemiih
Basis Pemilih:
Keluarga, Pemula,
Muda, Perempuan,
Disabilitas, Marginal,
Komunitas,
Keagamaan,
Warganet
37. Penutup
Beragam potensi dan permasalahan Manajemen
Organisasi Penyelenggara Pemilu
seperti yang diuraikan di atas, seyogyanya menjadi
pengalaman dan guru yang berharga bagi kita semua,
khususnya bagi kelancaran pelaksanaan Pemilu dan
Pemilihan Serentak Nasional Pada Tahun 2024, untuk
dapat mengantisipasi dan memberikan solusi atas
persoalan yang mungkin terjadi.