3. 1. Nama & Bahasa
2. Lokasi
3. Demografi
4. Mata Pencaharian
5. Organisasi Sosial
5.1 Kelompok Kekerabatan,
5.2 Kelompok teritorial,
5.3 Kelompok Kepemimpinan
6. Religi
6.1 Keyakinan
6.2 Upacara
7. Kesenian dan Kerajinan
8. Sistem pengetahuan
9. Perubahan Kebudayaan
4. Orang Baduy : Untuk Menyebut penduduk desa Kanekes di
lereng gunung Kendeng, Banten Selatan. Nama tersebu juga
arena batas desanya adalah sungan cibaduy, & nama gunung
baduy.
Penduduk Desa Kanekes adalah orang Baduy yang tidak
bercampur oleh penduduk luar.
Bahasa yg digunakan bahasa Sunda berdialek Baduy, dg ciri ciri
: tidak memiliki tinggi rendah, kosakata tersendiri, aksen tinggi
dalam lagu kalimat
Orang baduy tidak mengenal tulisan, penyaluran budaya melalui
tradisi Lisan
Nenek moyang orang Baduy itu termasuk kelompok Melayu
Polinesia Purba (Garna 1988)
5.
6. o Lokasi Baduy terletak di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kab Lebak Banten.
o Wilayah orang baduy, yakni desa Kanekes luasnya 5.101,85 ha, yg
sebelumnya lebih luas yg meliputi beberapa kecamatan, namun
dipersempit oleh kesultanan banten yg beragama Islam dari masa
ke masa
7. • 1888, orang baduy berjumlah 291
di 10 kampung, tahun 1889 naik
signifikan 1407.
• 1908 berjumlah 1547 orang
(Djajadiningrat 1928), 1969
berjumlah 4063 orang, 1983
berjumlah 4574 orang.
• Jumlah orang baduy tersebut tidak
termasuk “mantan baduy” di
sekitar wilayah Kenekes
8. • Orang baduy tak terpisahkan
dari padi, dan ditanam menurut
ketentuan karuhun, yakni
ditanam dilahan kering (huma)
dan 1 x dalam 1 tahun.
• Padi tidak boleh dijual, sebagai
pemenuhan biaya, orang baduy
berdagang buah buahan &
tanaman jenis lain, pakaian, dll.
9. • Ada 4 jenis hutan di daerah baduy, yakni 1. leuweung
kolot (hutan tua), 2. leuweung ngora (hutan muda), 3.
leuweung reuma (semak belukar lebat bekas huma), 4.
jami (semak belukar).
• Pemilikan tanah berdasarkan orang yg telah
mengerjakannya selama beberapa generasi
• Ada 6 jenis huma, yakni 1. huma serang, 2. huma puun,
3. huma tangtu, 4. huma tuladan (untuk desa) , 5. huma
penamping, 6. huma urang baduy (di luar Kanekes)
10. 5.1 Kelompok kekerabatan
Orang baduy mengelompok menurut asal keturunan tangtu
yaitu keluarga luas yang tinggal dalam satu kampung, 3
kelompok tangtu : Tangtu cikeusik, tangtu cikartawana, &
tangtu Cibeo.
Kanekes terbagi 2 wilayah penting : tangtu (sakral) &
Penamping (Profan)
Yg tinggal dikampung tangtu disebut kaum daleum (murni),
yg sistem perkawinannya endogami,
Kampung penamping adalah kawasan penampung dari
masyarakat yg melalui perkawinan eksogami dari satu
kampung tangtu ke kampung tangtu yg lain dan daerah lain.
11. Pada awal pertumbuhnnya, kampung baduy disebut
babakan. Bentuk rumahnya tidak memiliki kamar, yg terdiri
3 rangka dan benda penting (pakaian, tas) digantung di
dinding.
Jenis bangunan sosial di kampung baduy ada 2 yakni
lebih khusus untuk pria adalah balai kampung, untuk
wanita lesung besar dan pancuran untuk tempat
bertemunya para wanita
12. Bayi baduy lahir, ada berbagai upacara dilakukan sampai 40 hari,
yakni :
a. penguburan ari ari dan tali pusar oleh dukun
b. Mata bayi diberi air tetes daun sirih, rambut si bayi dan ibu di
cuci
c. Peberian nama diberikan oleh dukun atas petunjuk dukun
kampung
d. Sebelum 40 hari, bayi dilarang keluar
Anak baduy setelah balita, membantu orang tuanya
Anak baduy dilarang pergi ke sekolah, apabila ada yg sekolah
tidak dianggap warga baduy
Khitanan dilakukan atas izin dari puun, dimana puun ini
meminta izin ke karuhun (nenek moyang)
13. Poligami dilarang bagi orang baduy
Prosesi kematian seperti biasa, dikuburkan di tanah, di
permukaan tanah diberi pohon hanjuang, dan dilakukan
upacara peringatan selama 7 hari
14. Setiap pemimpin harus tunduk pada pemimpin tertinggi (puun),
puun ada 3 yakni puun Cikeusik, Cibeo, & Cikartawana sebaga
satu kesatuan, puun pemimpin tertinggi di segala aspek kehidupan
baduy di desa Kanekes.
Pada tingkat kampung baduy , disebut Jaro dangka, Ia meneruskan
dan mengawasi ketentuan karuhun yg disampaikan puun.
Pada kampung Penamping, ada dua tokoh yg dituakan yakni
kokolot lembur dan ketua rukun kampung.
Pada tingkat desa, disebut Jaro Pamarentah, yg pengangkatannya
disetujui oleh puun dan pemda (sbgai pengimbang yg mampu
melaksankan semua & masa kerjanya sesuai kemampuan
melaksanakan kebijakan pengimbangan termaskud)
15. • Dasar religi baduy, penghormatan
ruh nenek moyang, dan
kepercayaan kepada satu
kuasa,bhatara tunggal (sunda
Wiwitan).
• Orientasi, kegiatan keagamaan
ditujukan dg pikukuh (penjelmaan,
manifestasi, pelaksanaan dari adat
dan agama sunda wiwitan)
• Pikukuh antara lain : memelihara
sasaka pusaka buana, sasaka
domas, bertapa bagi kesejahteraan
dunia, berbakti pada dewi padi,
memuja nenek moyang, dll.
16. • Konsep karuhun bagi masyarakat baduy, yg dapat
menjelma untuk menengok keturunannya yg dikenal
sbgai guriang, sang hyang.
• Kepercayaan baduy, titik bumi awal terletak di sasaka
pusaka buana
• konsep buana sebagai permulaan dan akhir kehidupan,
yakni buana luhur yg dijaga ambu luhur, buana tengah yg
dijaga ambu tengah, buana handap yg dijaga ambu
rarang.
17. Bentuk upacara yg dilakukan:
1. Mengawinkan sahyang asri, dewi tanam padi. 2. muja di
sasaka pusaka buana. 3. waroge (pra tanam padi) 4.
upacara kematian dri memulai pemandian sampai peguburan
Tujuan Upacara:
1. Meghormati para karuhun
2. Mensucikan pusat bumi dan dunia pada umumnya
3. Meghormati dan menumbuhkan dewi padi
4. Melaksanakan pikukuh
mantera yg di ucapkan untuk menunjukan bahwa maksud
upacara adalah permohonan izin dan keselamatan dari
karuhun, menghindar dri marabahaya, dan kesejahteraan.
18. • Pada baduy tangtu, dilarang
memakai pakaian dri luar, namun di
penamping diperkenanan.
• Wanita baduy adalah penenun,
mereka menggunakan serat
teureup dan benang kapas.
Hasilnya selain dipakai sendiri juga
dijual
• Musik dianggap penting dlm
beberapa upacara, yakni angklung,
suling bambu, karinding,rendo, dll.
• Dalam penghormatan pada Nyi Sri
adalah dg pantun, diringi angklung
dan suling & toleot.
19. • Pengetahuan orang baduy tentang alam dan tumbuh
tumbuhan dan binatang cukup luas.
• Padi lokal suku baduy, tidak ditemukan di daerah lain
seperti pare racik, pare sampay, pare bereum, pare
bodas, & baduy mengenal sedikitnya 21 jenis pisang, ±
73 jenis tanaman golongan buah, sayur, dll (Tim Social
Forestry Indonesia:1985)
• Padi bagi orang baduy diberlakukan seperti layaknya
manusia, yakni dipelihara dan diobati.
• Orang baduy tidak menggunakan racun
• Orang baduy tidak memburu hewan kecuali untuk
upacara keagamaan.
20. Berbagai gejala perubahan berlangsung pada masyarakat
baduy dalam kurun waktu panjang, dari zaman hindu budha,
islamisasi, kolonial belanda, masa kemerdekaan, dan
pengaruh masa kini.
Pengaruh luar terhadapa orang baduymelalui perjalanan
sejarah merupakan sejumlah proses adaptasi yg justru
mengekalkan keberadaan mereka di daerah itu (Garna 1989)
Kontak mula dunia luar, dimana tradisi megalitik dan konsep
animisme mendukung agama sunda wiwitan, sedang
pengaruh hindu menambah sebutan Bhatara Tunggal.
Untuk menyebut batara tuggal,kadang kadang disebut
pangeran, gusti, yg memperlihatkan penyesuaian dg sebutan
tuhan oleh orang sunda islam.
Gejala perubahan lebih tinggi frekuensinya pada baduy
penamping ketimbang baduy tangtu yg relatif konservatif atau
ortodok
21. • Abad 16, penempatan orang islam di Cicakalgiraang, maka
muncullah tradisi seba
• Abad 19, kontak baduy dengan belanda dimana adanya
pembukaan Leuwidamar dijadikan perkebunan karet, yg
berdampak menyempitnya wilayah huma suku baduy.
• 1985-1988, pemasangan beton di desa kanekes oleh
pemdda sebagai batas wilayah baduy, agar tidak ada
penyerobotan oleh warga masyarakat luar.
22. • Pertimbangan ekonomi &waktu
yg penuh dg kegiatan pada
asyarakat baduy penamping,
menyebabkan mereka
kekurangan waktu menjalankan
pikukuh.
• Tahun 1956-1966 dan 1972-
1980, benda yg tidak sesuai
pikukuh dimusnahkan, seperti
sandal, jam tangan, lampu,
batere, minyak tanah, keperluan
rumah tangga pada umumnya,
perhiasan emas dan radio,
namun seiring perkembangan
waktu barang itu berkembang di
Baduy penamping, namun
kurang berkembang di baduy