SlideShare a Scribd company logo
1 of 111
Download to read offline
dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP
CARDIAC ARREST
Elshazly M&Nissen 2014,Chugh S et al 2008,DepKes 2006
CARDIAC ARREST
IHCA
In Hospital Cardiac Arrest
17%-31%
OHCA
Out Hospital Cardiac Arrest
69%-83%
Angka kejadian henti jantung masih cukup
tinggi meskipun perkembangan dunia
kesehatan kita saat ini sudah cukup maju,
angka kejadian henti jantung masih
mencapai sekitar 300-350 ribu per
tahunnya di Amerika Serikat.
Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 30
orang mengalami henti jantung setiap
harinya. Henti jantung ini dapat kita bagi
menjadi dua, yaitu yang terjadi di dalam
Rumah Sakit dan yang terjadi di luar Rumah
Sakit.
CARDIAC ARREST
Elshazly M&Nissen 2014,Chugh S et al 2008,DepKes 2006
3. Others
OHCA
Out Hospital Cardiac Arrest
69%-83%
1. Coronary Heart Disease
2. Cardiomyopathies
Henti jantung yang terjadi di luar Rumah
Sakit lebih banyak yaitu sekitar 69-83%,
dimana henti jantung yang terjadi di luar
Rumah Sakit sebagian besar disebakan
kasus-kasus kardiovaskuler.
Penyebab utama henti jantung adalah
coronary heart disease. Yang kedua
Cardiomyopathy, dan yang ketiga baru
penyebab-penyebab lainnya.
Hal ini menjadi dasar mengapa klinisi
penting untuk belajar bagaimana
penanganan dari kasus-kasus emergency
cardiac.
Untuk mempermudah proses belajar, kita
akan bahas beberapa kasus untuk dianalisis
bersama.
Seorang pasien datang ke IRD diantar oleh
keluarga. Pasien tidak sadar dan tidak
bernafas. Anda mencoba meraba nadi
karotis dan tidak ada.
CASE 1
Kita masuk pada ilustrasi kasus yang
pertama, ada seorang pasien datang ke IRD
pasiennya lelah bekerja pasiennya tidak
sadar dan tidak bernafas.
Kemudian anda meraba nadi karotis
ternyata nadi karotis tidak teraba. Oke, jadi
kita setuju bahwa pasien ini jatuh pada
kondisi henti jantung, dan henti jantungnya
terjadi di luar rumah sakit.
Jadi bagaimana penanganannya?
Saya disini akan mengambil guideline AHA
2015, yang merupakan guideline terupdate
ketika ebook ini ditulis.
Ada beberapa perubahan dari guideline
sebelumnya, tapi yang utama dari guideline
2015 ini adalah banyak sekali didukung
trial, bukti-bukti ilmiah berbeda dengan
guideline sebelumnya yang lebih minim
bukti ilmiah.
AHA,2015
Algoritma di atas adalah panduan
tatalaksana henti jantung (AHA 2015).
Jadi apabila ada henti jantung yang datang
ke anda apalagi henti jantung yang terjadi
di luar Rumah Sakit, yang pertama harus
kita lakukan adalah early CPR, segera kita
lakukan RJP.
Kemudian segera berikan oksigen dan
memasang monitor, baca irama EKG pasien
tersebut.
Perhatikan, apakah iramanya shockable
(VT/VF) atau non-shockable (Asistole/PEA)?
Jika iramanya shockable segera lakukan DC
shock (perhatikan algoritma). Kemudian
tetap dilanjutkan CPR atau RJPO sambil
memonitor dari kualitas CPR kita.
Kemudian mengecek lagi iramanya setiap
dua menit untuk memastikan iramanya
masih shockable atau tidak.
Selama melakukan RJPO, jangan lupa
memasang IV line untuk memberikan
epinephrine setiap 3-5 menit.
Dan juga kita mencoba mencari tahu kira-
kira penyebab yang mendasari henti
jantung sehingga kita bisa menerapi pasien
tersebut dengan lebih tepat.
Satu aspek baru dari guideline AHA 2015
adalah pemasangan alat Capnography.
Memang alat ini masih belum umum di
Indonesia, bahkan di tempat saya bekerja
saat ini di Rumah Sakit tipe A alat ini masih
belum familiar untuk kita gunakan.
Dan jika pasien sudah Return of
Spontaneous Circulation (ROSC), segera
lakukan penanganan Post Cardiac Arrest.
SHOUT FOR HELP/ACTIVATE EMERGENCY RESPONSE
AHA,2015
Gambar di atas merupakan flowchart
secara detail penanganan henti jantung.
Pertama kita harus melakukan early CPR
dengan memberikan oksigen dan monitor
cek EKG-nya, apabila shockable segera kita
lakukan DC shock.
Kemudian lanjutkan CPR, apabila iramanya
masih shockable tetap kita berikan DC
shock.
Cek irama setiap dua menit dan pada DC
shock yang ketiga coba pertimbangkan
untuk pemberian Amiodaron apabila kita
dapatkan VT/VF yang membandel.
Kemudian apabila pasien kita cek iramanya
pada kondisi yang non-shockable, yaitu
irama yang asistole atau PEA, kita cukup
lakukan RJPO dengan memberikan obat-
obatan berupa adrenalin tiap 3-5 menit
Kemudian tetap melakukan RJPO dan
apabila pasien kita pada kondisi ROSC atau
Return of Spontaneous Circulation, kita
lakukan perawatan pasca cardiac arrest.
AHA,2015
Ini beberapa perbedaan dari guideline
sebelumnya dimana kualitas CPR yang
disarankan pada guideline 2015 ini adalah
“push hard”, yaitu melakukan tekanan
adalah sebesar mungkin
Yaitu apabila kita ukur kedalamannya
sekitar 5-6 cm, dengan jumlah pijatan
sekitar 100-120 kali/menit. Ini yang
mungkin sedikit berbeda dari guideline
sebelumnya.
Guideline AHA sebelumnya menyarankan
untuk “push hard” dan “push fast”, tetapi
pada guideline AHA 2015 frekuensi cukup
sekitar 100 - 120 kali pijatan tanpa
meninggalkan kualitas recoil.
Kualitas pijatan harus kuat tetapi, tidak
boleh meninggalkan kualitas recoil dari
pijatan kita.
Hiperventilasi harus dihindari dan jika ada
alat capnography sebaiknya alat tersebut
bila memungkinkan
Dari aspek farmakoterapi, obat-obatan yang
digunakan masih sama dengan obat-obatan
pada guideline AHA sebelumnya.
Yaitu diberikan epinephrine 1 mg yang kita
berikan 3-5 menit. Amiodaron 300 mg
bolus dilanjutkan 150 mg bolus juga untuk
kasus VT/VF yang membandel.
Jika di Rumah Sakit ada fasilitas untuk
memasangkan alat bantu nafas yang lebih
advance seperti ETT, kita dapat
pertimbangkan untuk pemasangan ETT.
Selanjutnya kita bahas Return of
Spontaneous Circulation (ROSC), yaitu
kondisi ketika pasien henti jantung mulai
dapat diraba nadi kembali. Kondisi itu
umum disebut sebagai ROSC.
Berdasar guideline AHA 2015, capnography
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
apakah pasien tersebut sudah ROSC.
Indikator yang dipakai adalah PETCO2, tapi
memang masih belum cukup familiar di
negara kita.
Berapa besar energi dari DC shock yang kita
butuhkan? Kalau kita apakai alat biphasic
kita bisa menggunakan sekitar 120-200
Joule, kalau pakai alat monophasic bisa
digunakan 360 Joule.
Tapi, Bagaimana kalau kita tidak
mengetahui alat yang dipakai bifasik atau
monofasik?
Gunakan energi paling tinggi, itu kuncinya.
Gunakan energi paling tinggi dari alat yang
kita punya, segera lakukan DC shock,
karena utamanya CPR pada guideline AHA
2015 adalah early CPR, early defibrilasi.
Dan, apa yang dimaksud sebagai reversible
causes?
Coba kita lihat pada guideline tadi,
reversible causes itu bisa karena 5H-5T.
5 H: hipovolemia, hipoksia, asidosis atau
hydrogen ion, hipo atau hiperkalemia,
hipotermia
5 T: tension pneumothorax, tamponade
jantung, toksin atau thrombosis dari
pulmonary maupun coronary.
ASYSTOLE VF
VT
PEA
SHOCKABLE
UNSHOCKABLE
AHA,2015
Ini merupakan contoh dari gambaran irama
EKG yang shockable dan irama yang non-
shockable.
Jika kita mendapati irama EKG yang non-
shockable (asistole/PEA), kita tidak boleh
melakukan DC shock karena akan
memperburuk kondisi pasien.
Sedangkan jika irama yang didapatkan
shockable (VT/VF), lakukan DC shock
segera.
Pengobata irama VT/VF adalah DC shock
segera, dan kita harus segera melakukan DC
shock
Sederhana jika teman-teman menemukan
gambaran seperti rumput yang ada
tumpulnya dan runcingnya segera lakukan
DC shock agar temen-temen tidak bingung
di daerah nantinya.
Setelah dilakukan CPR dan defibrilasi,
dilakukan perekaman ECG 12 lead dan
menunjukkan adanya ST Elevasi pada lead
V1-V6
CASE 1
Kita masih pada kasus yang pertama.
Ilustrasinya kasus yang pertama ternyata
setelah temen-temen melakukan CPR,
melakukan early defibrilasi, temen-temen
berhasil mengembalikan pasien pada
kondisi ROSC.
Temen-temen segera melakukan ECG 12
lead dan ternyata dari ECG 12 lead temen-
temen mendapatkan gambaran elevasi
pada V1 hingga V6, apa yang harus kita
lakukan?
AHA,2015
Kita kembali pada flowchart henti jantung.
Pada guideline AHA disebutkan pada
pasien-pasien yang sudah kembali pada
kondisi Return of Spontaneous Circulation
atau ROSC maka yang perlu kita lakukan
adalah menjaga ventilasi dan oksigenasi
dari pasien tersebut yang bisa kita lakukan
adalah mempertahankan saturasi di atas 94
% dan juga perlu diingat jangan dilakukan
hiperventilasi pada pasien tersebut.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah
mengatasi kondisi hipotensi, karena pada
pasien-pasien henti jantung hampir selalu
akan terjadi suatu kondisi hipotensia.
Dimana bisa kita lakukan dengan
pemberian cairan kemudian pemberian
inotropic, serta diatasi penyakit-penyakit
yang menyebabkan kondisi hipotensi
tersebut.
Yang tidak kalah penting adalah melakukan
perekaman ECG 12 lead, karena kita tahu
kalau penyebab paling sering dari henti
jantung adalah coronary artery disease,
Dan apabila di tempat teman-teman ada
fasilitas dari kateterisasi jantung (PCI),
segera kirim pasien tersebut untuk
dilakukan kateresasi jantung dan dilakukan
perawatan intensive care.
AHA,2015
Di atas merupakan slide berupa dosis-dosis
obat-obatan yang bisa teman-teman
gunakan di daerah berupa obat-obatan
seperti epinephrine, dopamine,
norepinephrine dan juga bagaimana cara
pemberian dari cairan-cairan yang mungkin
nanti teman-teman bisa baca dari slide
berikut.
Jadi disini kita masuk pada flowchart STEMI
atau ST Elevasi Myocardial Infarction, jadi
apabila teman-teman mendapatkan pasien
dengan kecurigaan myocardial infarction
yang harus dilakukan adalah temen-temen
segera memberikan aspirin dengan dosis
160 hingga 320 mg, kemudian memberikan
oksigen yang teman-teman punya untuk
mempertahankan saturasi di atas 94%.
Kemudian dilakukan perekaman ECG 12
lead dan apabila di tempat teman-teman
ada fasilitas untuk kateterisasi jantung (PCI)
segera aktivasi tim PCI. Dan yang tidak
kalah penting adalah pain control untuk
pasien.
AHA,2015
Dalam waktu kurang dari 10 menit kita
harus segera melakukan
1. cek vital sign dari pasien tersebut
2. segera pasang IV access
3. lakukan pemeriksaan fisik
Apabila ada fasilitas kateterisasi jantung
1. segera aktivasi fasilitas kateterisasi
jantung
2. periksa ECG 12 lead
3. periksa cardiac marker
4. lakukan pemeriksaan foto thorax.
Selanjutnya berikan obat-obatan seperti
tadi
1. Oksigen
2. aspirin, atau kalau ada dual antiplatelet
(aspirin+klopidogrel)
3. Morphine => Paling aman untuk pain
control, namun tidak rutin diberikan
4. Nitrogliserin (sublingual atau spray)
Pemberian morphine bukan tanpa kontra-
indikasi. Pada pasien-pasien dengan
tekanan darah yang rendah ataupun
dengan distress nafas, hati-hati sekali dalam
pemberian morphine ini mengingat efek
samping morphine dalam depresi napas.
AHA,2015
Setelah kita melakukan perekaman ECG 12
lead, kita lakukan interpretasi, untuk
teman-teman cukup bedakan apakah
pasien tersebut kita dapatkan gambaran ST
Elevasi atau tidak ST Elevasi,
Itu cukup teman-teman, apabila teman-
teman dapatkan gambaran ST Elevasi
berarti pasien tersebut jatuh pada kondisi
STEMI. Penjelasan lebih lanjut kamu bisa
simak di DVD Mahir Baca EKG Non Aritmia.
Tetapi apabila gambarannya tidak ada ST
Elevasi sama sekali kita bisa melanjutkan
pada flowchart kedua dan ketiga, yaitu
mungkin pasien tersebut jatuh pada kondisi
Unstable Angina atau NSTEMI atau
mungkin memang pasien tersebut bukan
sindroma koroner akut
Pada STEMI poin pentingnya kita harus tahu
onset-nya kapan, dimana apabila onsetnya,
angkanya 12 jam, apabila kurang dari 12
jam berarti teman-teman harus segera
melakukan primary PCI atau trombolitik.
Apabila di daerah teman-teman ada dokter
ahli, yaitu dokter SpJP atau SpPD mungkin
bisa dikonsulkan pada dokter ahlinya.
Kemudian apabila teman-teman
menemukan bahwa onsetnya lebih dari 12
jam, maka yang bisa dilakukan oleh teman-
teman adalah melakukan perawatan secara
konservatif dengan pemberian obat-
obatan.
Jangan lupa dievaluasi apakah ada nyeri
dada yang berkelanjutan atau kondisi
hemodinamik pasien tidak stabil, serta
adanya ventrikular takikardi dan beberapa
poin-poin yang ada pada slide.
Apabila teman-teman dapatkan kondisi-
kondisi tersebut sebenarnya pasien-pasien
tersebut masih memerlukan tindakan untuk
PCI atau kateterisasi jantung. Tapi apabila
tidak ada kondisi-kondisi tersebut di atas,
kita bisa berikan obat-obatan untuk
penanganan sindroma koroner akut berupa
nitrogliserin, heparin baik UFH maupun
LMWH kemudian pemberian clopidogrel
yaitu dual antiplatelet (aspirin+ clopidogrel)
Kemudian apabila pasien tersebut Unstable
Angina atau NSTEMI, teman-teman dapat
tatalaksana seperti pada flowchart STEMI
yang teman-teman dapatkan onset lebih
dari 12 jam.
Tetapi apabila pasien yang teman-teman
dapatkan adalah pasien yang kemungkinan
kecil adalah sindroma koroner akut, tetap
kita evaluasi penyebabnya apa dari tersebut
hingga jatuh pada kondisi cardiac arrest.
Kemudian kita evaluasi ECG yang rutin,
ECG yang ulangan, apabila kita
dapatkan perubahan dari ECG maka
segera kita pikirkan bahwa pasien itu
memang mungkin jatuh pada sindroma
koroner akut.
PERKI,2015
Ini satu slide untuk teman-teman mungkin
membedakan kapan sih kita harus
melakukan fibrinolisis kapan melakukan
PCI.
Intinya adalah apabila onsetnya kurang dari
12 jam, kita lakukan tindakan PCI atau
fibrinolisis, tetapi ternyata fibrinolytic
sebenarnya jauh lebih efektif apabila
kejadiannya tidak lebih dari 3 jam.
Setelah 3 jam, fibrinolitik kemanfaatannya
masih diragukan, karena manfaat dengan
kerugiannya (eg perdarahan) masih
debatable. Tetapi untuk primary PCI onset
kurang dari 12 jam masih bisa kita lakukan.
Dalam perjalanannya pasien mengalami
shock. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan
darah 80/50 dengan perfusi perifer yang
dingin. Apa yang harus dilakukan?
Cairan? Inotropik? Dopamin? NE?
Dobutamin?
CASE 1
Apakah yang harus kita lakukan? apakah
kita berikan cairan? ataukah kita berikan
inotropic? dan pilihannya inotropic apa?
apakah dominan? norepinephrine? atau
dobutamine?
Jadi, untuk kasus ini kita dapat
menggunakan flowchart yang saya ambil
dari PERKI 2015 pada buku ACLS. Dimana
apabila kita dapatkan pasien dengan
kondisi shock atau hipoperfusi atau gagal
jantung kongestif, edema paru akut, coba
kita cari tahu penyebabnya.
Ada 4 penyebab yang paling sering
menyebabkan pasien jatuh pada kondisi
shock yaitu
1. Edema paru akut
2. Ada masalah pompa
3. Masalah volume
4. Masalah irama.
Teman-teman bisa merujuk pada diagram
selanjutnya untuk membedakan keempat
kondisi di atas
PERKI,2015
Pasien edema paru akut selalu datang ke
teman-teman pasti dengan kondisi distress
nafas. Distress nafas adalah kondisi dimana
pasien sesak dan pasti gelisah, karena
edema paru bersifat akut.
Pasti pasiennya gelisah dan jatuh pada
kondisi distress nafas dengan oksigen yang
sangat kurang dan pasti saturasi pada
pasien ini turun signifikan.
Jadi apabila pasien datang ke teman-teman
pada kondisi dengan shock tanpa adanya
gelisah maupun sesak mungkin kita bisa
memikirkan penyebab lain.
Penyebab kedua yang mungkin adalah
masalah volume, pompa atau irama. Pada
masalah irama ini dapat teman-teman
exclude dengan tes ECG 12 lead atau
pemasangan monitor.
Dan apabila teman-teman dapatkan kondisi
bradikardia atau masalah takikardia
mungkin memang shock dari pasien ini
disebabkan bradikardia atau takikardianya
yang nanti akan kita bahas pada slide-slide
selanjutnya.
Kemudian, bagaimana meng-exclude
shocknya karena masalah volume atau
pompa? Meskipun sebenarnya penanganan
kedua masalah tersebut tidak jauh
berbeda.
Perbedaan penanganan kedua masalah di
atas terletak pada pemberian cairan. Jika
teman-teman dapatkan shock karena
masalah pompa, pemberian cairannya
harus lebih hati-hati pada pasien.
Jika masalah ada pada masalah volume,
penanganannya hampir sama dengan syok
secara umum yaitu pemberian inotropic.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian
inotropic pada pasien-pasien dengan shock
adalah, pertama perhatikan tekanan darah
sistolik dari pasien tersebut.
Jika tekanan darah sistolik pasien antara 70-
100 mmHg, yang dievaluasi selanjutnya
adalah akral dari pasien tersebut, hangat
atau dingin.
Apabila akralnya dingin maka pilihan
inotropic yang paling sesuai dengan pasien
tersebut adalah dopamine dengan dosis 2-
20 mikrogram/kgBB/menit.
Tetapi apabila didapatkan pasien dengan
tekanan darah 70-100 mmHg dengan akral
yang hangat, pilihan yang paling tepat
adalah pemberian dobutamine dengan
dosis yang sama dengan dopamine yaitu 2
hingga 20 mikrogram/kgBB/menit,
Tetapi apabila teman-teman mendapatkan
pasien dengan tekanan darah sistolik yang
kurang dari 70-100 mmHg, pilihan yang
paling tepat untuk pasien tersebut adalah
norepinephrine dengan dosis 0,5-30
mikrogram/kgBB/menit.
Teman-teman bisa perhatikan flowchart
dari PERKI 2015 di atas untuk lebih jelasnya.
Seorang pasien datang ke UGD tempat anda
bekerja. Pasien mengeluhkan pusing hampir
pingsan dengan keringat dingin. Dari
pemeriksaan anda dapatkan pasien dengan
TD : 140/90, nadi : 40, RR : 20. Apa yang
harus dilakukan?
CASE 2
Kita masuk pada ilustrasi kasus yang kedua,
kita sudah pada ilustrasi kasus yang
pertama selesai. Lanjut!
Ada seorang pasien sekarang datang ke
teman-teman di UGD tempat anda bekerja,
pasien tersebut mengeluh pusing dan
hampir pingsan.
Kemudian dari pemeriksaan teman-teman,
teman-teman mendapatkan hasil tekanan
darah yang masih cukup bagus, mungkin
sedikit agak tinggi yaitu 140/90 mmHg
dengan nadi 40 kali per menit, dan
respiratory rate yang masih cukup bagus 20
kali/menit.
Jadi apa yang harus kita lakukan ?
mungkin dari kasus tadi sudah bisa kita
lihat permasalahan dari pasien ini yaitu:
nadi yang kurang dari 40 kali/ menit.
AHA,2015
Kita masuk pada flowchart bradikardia. Poin
penting dari flowchart bradikardia ini
adalah, pertama tentu saja kita harus
evaluasi nadi dari pasien tersebut.
Kalau ada kesesuaian klinis antara nadi
yang kurang dari 50 kali per menit dengan
kondisi klinis yang turun, kita evaluasi,
pasien tersebut pada kondisi stabil atau
tidak. Apa yang dimaksud stabil?
Ada kriteria yang dikeluarkan oleh AHA,
Kondisi bradikardia dikatakan stabil bila:
1. Hipotensi (-)
2. Perubahan status mental (-)
3. Tanda-tanda syokk (-)
4. Keluhan chest discomfort (-)
5. Tanda gagal jantung akut (-)
Jika teman-teman mendapatkan kasus
bradikardia yang stabil, teman-teman
cukup melakukan monitoring dan
observasi, dan selanjutnya bisa dikonsulkan
ke ahlinya.
Tetapi apabila teman-teman mendapatkan
salah satu dari lima kondisi tersebut
(bradikardia tidak stabil), maka teman-
teman harus melakukan sesuatu untuk
pasien tersebut.
Saya punya tips untuk mempermudah
mengingat lima kondisi bradikardia yang
tidak stabil tersebut.
Yang perlu diingat, sebenarnya lima kondisi
tersebut adalah bradikardia yang
menyebabkan hemodinamik tidak stabil,
sehingga karena bradikardia cukup berat
akhirnya pasien sampai pada kondisi
hipotensi.
Atau karena bradikardia berat, akibatnya
pasokan darah ke otak menurun hingga
terjadi perubahan status mental, atau
tanda-tanda shock (+).
Kemudian apabila aliran darah ke koroner
berkurang, akan terjadi suatu tanda-tanda
iskemia, atau apabila perfusi darah ke
perifer juga menurun, akan terjadi suatu
tanda-tanda gagal jantung akut.
AV BLOCK
FIRST DEGREE
SECOND DEGREE type 1
SECOND DEGREE type 2
TOTAL AV BLOCK
AHA,2015
Apabila didapatkan tanda-tanda bradikardia
teman-teman harus segera memberikan
sulfas atropin.
Sulfat atropin dosis yang diberikan adalah
0,5 mg bolus. 1 ampul itu sekitar 0,25 jadi
dapat langsung menggunakan 2 ampul.
Sulfas atropin 0,5 mg bisa kita ulangi 3-5
menit tergantung kondisi pasien, respon
terhadap terapi atau tidak.
Jika sulfas atropin tidak response, teman-
teman bisa pertimbangkan untuk diberikan
travscutaneous pacing. Jika transcutaneous
pacing tidak ada, dapat diberikan dopamine
atau epinephrine untuk pasien tersebut.
Meskipun, sebenarnya yang paling efektif
memang transcutaneous pacing, sayangnya
memang kurag umum digunakan di daerah.
Kalau teman-teman punya alat DC schock,
sebenarnya pada alat DC shock tersebut
ada paketan untuk transcutaneous pacing,
tapi sering sekali tidak dibuka oleh teman-
teman di daerah biasanya.
Jadi mungkin nanti teman-teman ketika
balik ke tempat kerja, coba dicek di tempat
kerjanya, apabila ada alat DC shock
mungkin di dalam alat DC shock tersebut,
ada paketan berupa transcutaneous pacing.
Sehingga jika teman-teman mendapatkan
pasien kondisi bradikardia dengan second
degree AV block, tipe 2 dan total dari AV
block segera dapat dipasang permanent
maupun temporary pacemaker
Namun, jika tidak bisa dipasang
transcutaneous pacing, jika teman-teman
mendapatkan AV block derajat 2 tipe 2
ataupun total AV block, maka harus segera
untuk dirujuk ke ahlinya (SpJP atau SpPD).
Seorang pasien datang dengan keluhan
mendadak terjatuh saat bersepeda dengan
teman-temannya. Pasien mengeluh berdebar
hebat hingga sulit bernafas. Setelah
diberikan oksigen, dilakukan pemeriksaan
dengan hasil, TD : 110/70, nadi: 150, RR : 24.
Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan?
CASE 3
Kita masuk ke ilustrasi yang ketiga. Saat
ini ada pasien yang datang ke teman-
teman, ternyata dari riwayatnya kita
dapat informasi pasien terjatuh ketika
bersepeda dengan teman-temannya,
pasien mengeluhkan berdebar yang
sangat, sehingga seperti sulit bernafas.
Setelah diberikan oksigen, selanjutnya
teman-teman melakukan pemeriksaan
fisik. Didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg per menit dengan nadi yang
cukup cepat yaitu 180 kali/menit
dengan respiratory rate 22 kali/menit.
Jadi masalahnya adalah takikardia (nadi
180 kali/menit)
Apa yang harus kita lakukan ?
AHA,2015
Mari kita lihat flowchart dari guideline AHA
2015 kembali, perhatikan bahwa pasien
dengan nadi lebih dari 150 kali per menit
kita anggap sebagai takikardia.
Tips untuk teman-teman, sebenarnya
flowchart takikardia dan bradikardia tidak
jauh berbeda. Hanya yang perlu
diperhatikan adalah kondisi pasien stabil
atau tidak stabil. Dua kondisi ini yang akan
menentukan pilihan obat yang dapat
diberikan.
Penentuan pasien masuk kriteria stabil atau
tidak stabil, kriterianya sama yaitu
1. Hipotensi
2. Perubahan mental status,
3. Tanda-tanda shock
4. Keluhan chest discomfort
5. Tanda gagal jantung akut
Jika ada minimal satu tanda di atas, berarti
takikardia tidak stabil. Apa yang harus
dilakukan?
Takikardia dengan gangguan hemodinamik,
harus segera dilakukan kardioversi. Alatnya
sama dengan alat DC shock, tetapi kita
rubah modenya menjadi mode yang
synchronized.
Berapa dosisnya? Tergantung jenis
takikardianya, kalau QRS-nya sempit
dengan rate yang regular, QRS ke QRS-nya
sama, maka dosisnya tidak perlu terlalu
besar. Cukup 50-100 Joule. Jika tidak
berubah, dapat kita lakukan kardioversi lagi
Kemudian apabila kita dapatkan QRS yang
sempit, tetapi QRS ke QRS-nya tidak regular
atau irregular, atau irama seperti atrial
fibrilasi dosis yang kita butuhkan sedikit
lebih tinggi yaitu sekitar 120-200 Joule,
yang kita dapat ulang sampai pasien
convert kembali ke irama sinus maupun
convert tidak takikardia lagi.
Jika pasien jatuh ke ventrikel takikardia
dengan QRS yang lebar-lebar dan rata-rata
adalah regular, dosisnya cukup 100 Joule.
Saya punya tips untuk teman-teman, jadi
ingat saja dosis untuk kardioversi ini sekitar
100 Joule. Entah itu nanti dia QRS-nya
sempit atau lebar.
Kita masih bisa naikkan dosisnya
(escalating), jika memang kardioversi yang
kita lakukan tidak direspon pada pasien
tersebut.
Apabila kita dapatkan pasien tersebut pada
kondisi tidak stabil, segera kita lakukan
kardioversi, tetapi apabila tidak ada tanda-
tanda tadi yang saya sebutkan ada 5 tadi,
maka tatalaksana sama seperti bradikardia.
Yaitu kita evaluasi, QRS-nya sempit atau
lebar? apabila QRS-nya sempit maka kita
beikan obat-obatan. Biasanya yang paling
respon adalah adenosine, namun ada
pilihan lain jika adenosine tidak tersedia
yaitu beta blocker atau calcium channel
blocker.
Jika QRS-nya lebar, pilihannya adalah tetap
adenosine atau amiodaron. Jadi sebenarnya
ketersediaan obat-obat tersebut di tempat
praktek teman-teman sangat penting.
Saya punya tips untuk mempermudah
teman-teman. Tanpa melihat QRS-nya
sempit atau lebar, pilihan obat pertama
adalah adenosine. Jika tidak tersedia,
amiodarone bisa menjadi pilihan alternatif,
meskipun QRS-nya sempit maupun lebar.
AHA,2015
Daftar di atas adalah dosis-dosis yang biasa
kita gunakan untuk penanganan pasien-
pasien dengan tachycardia. Adenosine
biasanya diberikan dengan dosis 6 mg dan
diberikan secara cepat.
Caranya: adenosine diinjeksikan ke botol
infus pasien melalui IV, tangan pasien
diangkat agar adenosine segera masuk ke
jantung pasien, dan segera diflush dengan
bolus aquades.
Amiodarone diberikan dengan urutan
sebagai berikut. Pertama loading dose.
Karena memang amiodarone ini obat
dengan volume distribusi yang cukup luas,
jadinya harus kita lakukan loading, biasanya
dengan loading 1 ampul masih belum
cukup, sehingga sering kali butuh kita
ulang.
Dosis Amiodarone sekitar 150 mg diberikan
sekitar 10-15 menit, bisa diulang beberapa
kali sampai convert ke irama sinus
Di luar negri sering juga digunakan sotalol
IV, tapi, masih belum cukup umum di
Indonesia, karena bentukan beta blocker IV
ini masih belum tersedia di Indonesia.
Teman-teman perlu membedakan apakah
takikardia yang dialami pasien adalah sinus
takikardia atau takiaritmia. Karena jika yang
ditemukan adalah sinus takikardia, teman-
teman tidak perlu mengobati takikardianya,
cukup diobati penyakit dasarnya.
Jangan sampai teman-teman memberikan
obat-obatan anti aritmia pada pasien
dengan sinus takikardia, karena justru
dapat mencetuskan aritmia pada pasien
tersebut.
Inti dari sinus takikardia ini adalah QRS-nya
pasti sempit dan pasti iramanya reguler. Ciri
yang kedua, biasanya pasien-pasien dengan
takikardia yang masih sinus takikardia rate-
nya tidak lebih dari 150 kali/menit.
SINUS TACHYCARDIA
ATRIAL FLUTTER
ATRIAL FIBRILATION
SVT
VT
Insiden di tiap orang sebenarnya bervariasi.
Pada pasien-pasien yang lebih muda
biasanya bisa mencapai 150 kali/menit.
Tetapi pada pasien-pasien tua jarang sekali
rate sinus takikardia ini mencapai angka
150 kali/menit.
Rumusnya adalah (220-umur). Misalnya
umurnya 20, sinus maksimal bisa
melakukan percepatan dari nadinya
maksimal adalah 200 kali/menit. Tetapi
pada pasien-pasien dengan usia 70,
maksimal dia hanya 150 kali/menit
Coba perhatikan gambar EKG di atas. Di
sebelah kiri ini adalah contoh dari atrial
flutter dan atrial fibrilasi, kalau dari atrial
fibrilasi kuncinya adalah iramanya ireguler
yaitu QRS ke QRS-nya bervariasi.
Atrial flutter ini agak sulit, sering mirip
dengan sinus takikardia karena atrial flutter
QRS ke QRS-nya sama. Tetapi kuncinya
adalah gelombang P. Pada atrial flutter
gelombang P-nya tampak seperti gergaji.
Jadi sangat berbeda dengan sinus takikardia
Perhatikan gambar EKG di atas. Gambar di
sebelah kanan ini adalah contoh SVT. SVT
mirip dengan atrial flutter tadi dengan QRS
ke QRS-nya yang regular, dan bentuk QRS-
nya sempit. Namun rate SVT ini biasanaya
cepat sekali dan gelombang P seringkali
tidak tampak.
Gelombang VT tampak lebih khas karena
teman-teman bisa lihat bahwa
gelombangnya QRS sangat lebar dengan
jarakk QRS ke QRS yang reguler.
Take Home Message….
1 CARDIAC
ARREST
EARLY
CPR
EARLY
DEFIBRILATOR
3 STEMI
PPCI
TROMBOLYTIC
DRUG
2 POST
ARREST
OXYGENATION
HYPOTENSION
CATHETERIZA
TION???
12
<
>
Kita sudah selesai dari ilustrasi-ilustrasi
kasus yang telah kita bahas tadi, mungkin
untuk teman-teman Take home message-
nya adalah,
1. Kalau teman-teman mendapatkan
caridiac arrest atau henti jantung yang
harus teman-teman lakukan adalah early
CPR, early defibrilasi, tetap dengan
melakukan penanganan-penanganan yang
lain seperti pemberian IV line, oksigen, dsb
Tetapi yang paling utama tatalaksana henti
jantung adalah early CPR dan early
defibrilasi. Untuk tatalaksana post arrest
rescucitation yang paling penting adalah
oksigenasi dan penanganan hipotensi.
2. Jika di tempat teman-teman ada fasilitas
keteterisasi jantung segera lakukan
kateterisasi jantung.
3. Jika teman-teman mendapatkan pasien
dengan ST elevasi, kuncinya adalah angka
12. Yaitu kalau onsetnya kurang dari 12
segera lakukan primary PCI atau trombolitik
(lebih baik sebelum 3 jam), tetapi apabila
onsetnya lebih dari 12 mungkin kita cukup
dengan memberikan obat-obatan.
Take Home Message….
5 BRADI
CARDIA
SULFAS
ATROPIN 2AMP
DOPAMIN
TPM
CARDIVERSION
ADENOSIN
AMIODARONE
6 TACHY
CARDIA
STABLE
?
STABLE
?
N
Y
WARM
NE
4 SHOCK
70-100
<70
COLD
DOBUTAMIN
DOPAMIN
4. Jika teman-teman mendapatkan kondisi
shock, kita evaluasi penyebab dari kondisi
shock tersebut. Pemilihan inotropiknya kita
bagi jadi dua yaitu apabila tekanan darahnya
70-100 kita lihat perfusinya hangat atau
dingin, apabila hangat pilihan inotropiknya
yang paling bagus adalah dobutamine,
apabila perfusinya dingin pilhan yang paling
bagus adalah dopamine, tetapi kalau tekanan
darahnya kurang dari 70 mmHg paling
rasional adalah kita memberikan
norepinephrine.
5. Tatalaksana bradikardia hampir sama
dengan takikardia. Yang kita evaluasi adalah
pasiennya stabil atau tidak. Kalau
bradikardia stabil anda bisa tenang-tenang
saja. Cukup mengkonsulkan ke ahlinya,
tetapi apabila kondisinya tidak stabil
kuncinya adalah sulfas atropin 2 ampul
Dan apabila tidak respon, baru teman-
teman pikirkan untuk pemberian dopamine
atau pacing (Jika tersedia di tempat teman-
teman) dan segera dirujuk
6. Kuncinya tatalaksana takikardia adalah
dievaluasi pasiennya stabil atau tidak. Kalau
tidak stabil pilihannya kardioversi. Kalau
pasien tersebut stabil teman-teman bisa
memberikan obat-obatan. Pilihannya
adalah adenosine, jika tidak ada pikirkan
pemberian amiodarone.
PESAN DARI DOKTER POST
Sudah paham kan Tatalaksana
Henti Jantung, Bradiaritmia dan
Takiaritmia?
Kalau mau lebih paham, kamu
harus mahir baca EKG deh^^
Tanggal 01 Juni 2017 Paket DVD Mahir Baca EKG Sudah Lengkap.
Ada 75 Bonus Menarik Untuk 75 Sejawat Pertama yang Melengkapi Koleksi DVD MBE
TERIMA KASIH

More Related Content

Similar to ebook-Tatalaksana-Henti-Jantung-Bradiaritmia-Takiaritmia.pdf.pdf

Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.AminullahPenggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
dki amin
 
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdfdr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
AryaPratama71
 
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
JungkookJeon85
 
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdfREFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
TanSri4
 
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Muhammad Syafri
 
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptxBANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
ssuserf5305e
 
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.pptBANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
guruh10
 

Similar to ebook-Tatalaksana-Henti-Jantung-Bradiaritmia-Takiaritmia.pdf.pdf (20)

Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.AminullahPenggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
 
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdfdr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
dr Muhammad Diah - Penyakit Arteri Perifer.pdf
 
Materi kuliah bls bhd
Materi kuliah bls bhdMateri kuliah bls bhd
Materi kuliah bls bhd
 
CHF WK 3 2023.pptx
 CHF WK 3 2023.pptx CHF WK 3 2023.pptx
CHF WK 3 2023.pptx
 
Bls2015 pahangdalam bm
Bls2015 pahangdalam bmBls2015 pahangdalam bm
Bls2015 pahangdalam bm
 
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
[INGENIO] CARDIO-PULMO SOAL PREDIKSI BATCH 3 2020.pdf
 
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdfREFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
REFERAT _ EMERGENCY_MARISA.pdf
 
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
 
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
Sistem pakar diagnosis jantung [autosaved]
 
Bantuan Hidup Dasar
Bantuan Hidup DasarBantuan Hidup Dasar
Bantuan Hidup Dasar
 
Deteksi Pre-Hospital Stroke .pptx
Deteksi Pre-Hospital Stroke .pptxDeteksi Pre-Hospital Stroke .pptx
Deteksi Pre-Hospital Stroke .pptx
 
ppt 1
ppt 1ppt 1
ppt 1
 
BHD BHL.ppt
BHD BHL.pptBHD BHL.ppt
BHD BHL.ppt
 
BANTUAN HIDUP DASAR pada terapis gigi dan mulut
BANTUAN HIDUP DASAR pada terapis gigi dan mulutBANTUAN HIDUP DASAR pada terapis gigi dan mulut
BANTUAN HIDUP DASAR pada terapis gigi dan mulut
 
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptxBANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
BANTUAN_HIDUP_LANJUT_ALS_pptx.pptx
 
BLS Pahang BM
BLS Pahang BMBLS Pahang BM
BLS Pahang BM
 
tugas ACLS Cardio Pulmonary Resus 2023.pptx
tugas ACLS Cardio Pulmonary Resus  2023.pptxtugas ACLS Cardio Pulmonary Resus  2023.pptx
tugas ACLS Cardio Pulmonary Resus 2023.pptx
 
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.pptBANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
BANTUAN HIDUP DASAR 2010 (dr.Arief M)ppt 2017.ppt
 
Bantuan Hidup Dasar untuk Awam (penanganan gawat darurat pada henti jantung)
 Bantuan Hidup Dasar untuk Awam (penanganan gawat darurat pada henti jantung) Bantuan Hidup Dasar untuk Awam (penanganan gawat darurat pada henti jantung)
Bantuan Hidup Dasar untuk Awam (penanganan gawat darurat pada henti jantung)
 
237100501 case-bedah
237100501 case-bedah237100501 case-bedah
237100501 case-bedah
 

More from KhairilAnwar764824 (8)

Laparoscopic in Trauma.pdf
Laparoscopic in Trauma.pdfLaparoscopic in Trauma.pdf
Laparoscopic in Trauma.pdf
 
Radiological Imaging of Musculoskeletal Trauma.pdf
Radiological Imaging of Musculoskeletal Trauma.pdfRadiological Imaging of Musculoskeletal Trauma.pdf
Radiological Imaging of Musculoskeletal Trauma.pdf
 
EMERGENCY SURGICAL CASES (JASS 2015).pdf
EMERGENCY SURGICAL CASES (JASS 2015).pdfEMERGENCY SURGICAL CASES (JASS 2015).pdf
EMERGENCY SURGICAL CASES (JASS 2015).pdf
 
Wound Closure(JASS 2015).pdf
Wound Closure(JASS 2015).pdfWound Closure(JASS 2015).pdf
Wound Closure(JASS 2015).pdf
 
Penetrating Chest Injury.pdf
Penetrating Chest Injury.pdfPenetrating Chest Injury.pdf
Penetrating Chest Injury.pdf
 
Pelvis Fracture.pdf
Pelvis Fracture.pdfPelvis Fracture.pdf
Pelvis Fracture.pdf
 
buku cairan otsuka.pdf
buku cairan otsuka.pdfbuku cairan otsuka.pdf
buku cairan otsuka.pdf
 
Protap Terapi Dasar.docx
Protap Terapi Dasar.docxProtap Terapi Dasar.docx
Protap Terapi Dasar.docx
 

Recently uploaded

1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
NezaPurna
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
UserTank2
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
Zuheri
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
nadyahermawan
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
Acephasan2
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
AGHNIA17
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
NezaPurna
 

Recently uploaded (20)

1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase NeurologiReferat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptxFarmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 

ebook-Tatalaksana-Henti-Jantung-Bradiaritmia-Takiaritmia.pdf.pdf

  • 1. dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP
  • 2. CARDIAC ARREST Elshazly M&Nissen 2014,Chugh S et al 2008,DepKes 2006 CARDIAC ARREST IHCA In Hospital Cardiac Arrest 17%-31% OHCA Out Hospital Cardiac Arrest 69%-83%
  • 3. Angka kejadian henti jantung masih cukup tinggi meskipun perkembangan dunia kesehatan kita saat ini sudah cukup maju, angka kejadian henti jantung masih mencapai sekitar 300-350 ribu per tahunnya di Amerika Serikat. Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 30 orang mengalami henti jantung setiap harinya. Henti jantung ini dapat kita bagi menjadi dua, yaitu yang terjadi di dalam Rumah Sakit dan yang terjadi di luar Rumah Sakit.
  • 4. CARDIAC ARREST Elshazly M&Nissen 2014,Chugh S et al 2008,DepKes 2006 3. Others OHCA Out Hospital Cardiac Arrest 69%-83% 1. Coronary Heart Disease 2. Cardiomyopathies
  • 5. Henti jantung yang terjadi di luar Rumah Sakit lebih banyak yaitu sekitar 69-83%, dimana henti jantung yang terjadi di luar Rumah Sakit sebagian besar disebakan kasus-kasus kardiovaskuler.
  • 6. Penyebab utama henti jantung adalah coronary heart disease. Yang kedua Cardiomyopathy, dan yang ketiga baru penyebab-penyebab lainnya. Hal ini menjadi dasar mengapa klinisi penting untuk belajar bagaimana penanganan dari kasus-kasus emergency cardiac. Untuk mempermudah proses belajar, kita akan bahas beberapa kasus untuk dianalisis bersama.
  • 7. Seorang pasien datang ke IRD diantar oleh keluarga. Pasien tidak sadar dan tidak bernafas. Anda mencoba meraba nadi karotis dan tidak ada. CASE 1
  • 8. Kita masuk pada ilustrasi kasus yang pertama, ada seorang pasien datang ke IRD pasiennya lelah bekerja pasiennya tidak sadar dan tidak bernafas. Kemudian anda meraba nadi karotis ternyata nadi karotis tidak teraba. Oke, jadi kita setuju bahwa pasien ini jatuh pada kondisi henti jantung, dan henti jantungnya terjadi di luar rumah sakit.
  • 9. Jadi bagaimana penanganannya? Saya disini akan mengambil guideline AHA 2015, yang merupakan guideline terupdate ketika ebook ini ditulis. Ada beberapa perubahan dari guideline sebelumnya, tapi yang utama dari guideline 2015 ini adalah banyak sekali didukung trial, bukti-bukti ilmiah berbeda dengan guideline sebelumnya yang lebih minim bukti ilmiah.
  • 11. Algoritma di atas adalah panduan tatalaksana henti jantung (AHA 2015). Jadi apabila ada henti jantung yang datang ke anda apalagi henti jantung yang terjadi di luar Rumah Sakit, yang pertama harus kita lakukan adalah early CPR, segera kita lakukan RJP. Kemudian segera berikan oksigen dan memasang monitor, baca irama EKG pasien tersebut.
  • 12. Perhatikan, apakah iramanya shockable (VT/VF) atau non-shockable (Asistole/PEA)? Jika iramanya shockable segera lakukan DC shock (perhatikan algoritma). Kemudian tetap dilanjutkan CPR atau RJPO sambil memonitor dari kualitas CPR kita. Kemudian mengecek lagi iramanya setiap dua menit untuk memastikan iramanya masih shockable atau tidak.
  • 13. Selama melakukan RJPO, jangan lupa memasang IV line untuk memberikan epinephrine setiap 3-5 menit. Dan juga kita mencoba mencari tahu kira- kira penyebab yang mendasari henti jantung sehingga kita bisa menerapi pasien tersebut dengan lebih tepat.
  • 14. Satu aspek baru dari guideline AHA 2015 adalah pemasangan alat Capnography. Memang alat ini masih belum umum di Indonesia, bahkan di tempat saya bekerja saat ini di Rumah Sakit tipe A alat ini masih belum familiar untuk kita gunakan. Dan jika pasien sudah Return of Spontaneous Circulation (ROSC), segera lakukan penanganan Post Cardiac Arrest.
  • 15. SHOUT FOR HELP/ACTIVATE EMERGENCY RESPONSE AHA,2015
  • 16. Gambar di atas merupakan flowchart secara detail penanganan henti jantung. Pertama kita harus melakukan early CPR dengan memberikan oksigen dan monitor cek EKG-nya, apabila shockable segera kita lakukan DC shock. Kemudian lanjutkan CPR, apabila iramanya masih shockable tetap kita berikan DC shock.
  • 17. Cek irama setiap dua menit dan pada DC shock yang ketiga coba pertimbangkan untuk pemberian Amiodaron apabila kita dapatkan VT/VF yang membandel. Kemudian apabila pasien kita cek iramanya pada kondisi yang non-shockable, yaitu irama yang asistole atau PEA, kita cukup lakukan RJPO dengan memberikan obat- obatan berupa adrenalin tiap 3-5 menit
  • 18. Kemudian tetap melakukan RJPO dan apabila pasien kita pada kondisi ROSC atau Return of Spontaneous Circulation, kita lakukan perawatan pasca cardiac arrest.
  • 20. Ini beberapa perbedaan dari guideline sebelumnya dimana kualitas CPR yang disarankan pada guideline 2015 ini adalah “push hard”, yaitu melakukan tekanan adalah sebesar mungkin Yaitu apabila kita ukur kedalamannya sekitar 5-6 cm, dengan jumlah pijatan sekitar 100-120 kali/menit. Ini yang mungkin sedikit berbeda dari guideline sebelumnya.
  • 21. Guideline AHA sebelumnya menyarankan untuk “push hard” dan “push fast”, tetapi pada guideline AHA 2015 frekuensi cukup sekitar 100 - 120 kali pijatan tanpa meninggalkan kualitas recoil. Kualitas pijatan harus kuat tetapi, tidak boleh meninggalkan kualitas recoil dari pijatan kita.
  • 22. Hiperventilasi harus dihindari dan jika ada alat capnography sebaiknya alat tersebut bila memungkinkan Dari aspek farmakoterapi, obat-obatan yang digunakan masih sama dengan obat-obatan pada guideline AHA sebelumnya. Yaitu diberikan epinephrine 1 mg yang kita berikan 3-5 menit. Amiodaron 300 mg bolus dilanjutkan 150 mg bolus juga untuk kasus VT/VF yang membandel.
  • 23. Jika di Rumah Sakit ada fasilitas untuk memasangkan alat bantu nafas yang lebih advance seperti ETT, kita dapat pertimbangkan untuk pemasangan ETT. Selanjutnya kita bahas Return of Spontaneous Circulation (ROSC), yaitu kondisi ketika pasien henti jantung mulai dapat diraba nadi kembali. Kondisi itu umum disebut sebagai ROSC.
  • 24. Berdasar guideline AHA 2015, capnography juga dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah pasien tersebut sudah ROSC. Indikator yang dipakai adalah PETCO2, tapi memang masih belum cukup familiar di negara kita. Berapa besar energi dari DC shock yang kita butuhkan? Kalau kita apakai alat biphasic kita bisa menggunakan sekitar 120-200 Joule, kalau pakai alat monophasic bisa digunakan 360 Joule.
  • 25. Tapi, Bagaimana kalau kita tidak mengetahui alat yang dipakai bifasik atau monofasik? Gunakan energi paling tinggi, itu kuncinya. Gunakan energi paling tinggi dari alat yang kita punya, segera lakukan DC shock, karena utamanya CPR pada guideline AHA 2015 adalah early CPR, early defibrilasi.
  • 26. Dan, apa yang dimaksud sebagai reversible causes? Coba kita lihat pada guideline tadi, reversible causes itu bisa karena 5H-5T. 5 H: hipovolemia, hipoksia, asidosis atau hydrogen ion, hipo atau hiperkalemia, hipotermia 5 T: tension pneumothorax, tamponade jantung, toksin atau thrombosis dari pulmonary maupun coronary.
  • 28. Ini merupakan contoh dari gambaran irama EKG yang shockable dan irama yang non- shockable. Jika kita mendapati irama EKG yang non- shockable (asistole/PEA), kita tidak boleh melakukan DC shock karena akan memperburuk kondisi pasien. Sedangkan jika irama yang didapatkan shockable (VT/VF), lakukan DC shock segera.
  • 29. Pengobata irama VT/VF adalah DC shock segera, dan kita harus segera melakukan DC shock Sederhana jika teman-teman menemukan gambaran seperti rumput yang ada tumpulnya dan runcingnya segera lakukan DC shock agar temen-temen tidak bingung di daerah nantinya.
  • 30. Setelah dilakukan CPR dan defibrilasi, dilakukan perekaman ECG 12 lead dan menunjukkan adanya ST Elevasi pada lead V1-V6 CASE 1
  • 31. Kita masih pada kasus yang pertama. Ilustrasinya kasus yang pertama ternyata setelah temen-temen melakukan CPR, melakukan early defibrilasi, temen-temen berhasil mengembalikan pasien pada kondisi ROSC. Temen-temen segera melakukan ECG 12 lead dan ternyata dari ECG 12 lead temen- temen mendapatkan gambaran elevasi pada V1 hingga V6, apa yang harus kita lakukan?
  • 33. Kita kembali pada flowchart henti jantung. Pada guideline AHA disebutkan pada pasien-pasien yang sudah kembali pada kondisi Return of Spontaneous Circulation atau ROSC maka yang perlu kita lakukan adalah menjaga ventilasi dan oksigenasi dari pasien tersebut yang bisa kita lakukan adalah mempertahankan saturasi di atas 94 % dan juga perlu diingat jangan dilakukan hiperventilasi pada pasien tersebut.
  • 34. Kemudian yang tidak kalah penting adalah mengatasi kondisi hipotensi, karena pada pasien-pasien henti jantung hampir selalu akan terjadi suatu kondisi hipotensia. Dimana bisa kita lakukan dengan pemberian cairan kemudian pemberian inotropic, serta diatasi penyakit-penyakit yang menyebabkan kondisi hipotensi tersebut.
  • 35. Yang tidak kalah penting adalah melakukan perekaman ECG 12 lead, karena kita tahu kalau penyebab paling sering dari henti jantung adalah coronary artery disease, Dan apabila di tempat teman-teman ada fasilitas dari kateterisasi jantung (PCI), segera kirim pasien tersebut untuk dilakukan kateresasi jantung dan dilakukan perawatan intensive care.
  • 37. Di atas merupakan slide berupa dosis-dosis obat-obatan yang bisa teman-teman gunakan di daerah berupa obat-obatan seperti epinephrine, dopamine, norepinephrine dan juga bagaimana cara pemberian dari cairan-cairan yang mungkin nanti teman-teman bisa baca dari slide berikut.
  • 38. Jadi disini kita masuk pada flowchart STEMI atau ST Elevasi Myocardial Infarction, jadi apabila teman-teman mendapatkan pasien dengan kecurigaan myocardial infarction yang harus dilakukan adalah temen-temen segera memberikan aspirin dengan dosis 160 hingga 320 mg, kemudian memberikan oksigen yang teman-teman punya untuk mempertahankan saturasi di atas 94%.
  • 39. Kemudian dilakukan perekaman ECG 12 lead dan apabila di tempat teman-teman ada fasilitas untuk kateterisasi jantung (PCI) segera aktivasi tim PCI. Dan yang tidak kalah penting adalah pain control untuk pasien.
  • 41. Dalam waktu kurang dari 10 menit kita harus segera melakukan 1. cek vital sign dari pasien tersebut 2. segera pasang IV access 3. lakukan pemeriksaan fisik Apabila ada fasilitas kateterisasi jantung 1. segera aktivasi fasilitas kateterisasi jantung 2. periksa ECG 12 lead 3. periksa cardiac marker 4. lakukan pemeriksaan foto thorax.
  • 42. Selanjutnya berikan obat-obatan seperti tadi 1. Oksigen 2. aspirin, atau kalau ada dual antiplatelet (aspirin+klopidogrel) 3. Morphine => Paling aman untuk pain control, namun tidak rutin diberikan 4. Nitrogliserin (sublingual atau spray)
  • 43. Pemberian morphine bukan tanpa kontra- indikasi. Pada pasien-pasien dengan tekanan darah yang rendah ataupun dengan distress nafas, hati-hati sekali dalam pemberian morphine ini mengingat efek samping morphine dalam depresi napas.
  • 45. Setelah kita melakukan perekaman ECG 12 lead, kita lakukan interpretasi, untuk teman-teman cukup bedakan apakah pasien tersebut kita dapatkan gambaran ST Elevasi atau tidak ST Elevasi, Itu cukup teman-teman, apabila teman- teman dapatkan gambaran ST Elevasi berarti pasien tersebut jatuh pada kondisi STEMI. Penjelasan lebih lanjut kamu bisa simak di DVD Mahir Baca EKG Non Aritmia.
  • 46. Tetapi apabila gambarannya tidak ada ST Elevasi sama sekali kita bisa melanjutkan pada flowchart kedua dan ketiga, yaitu mungkin pasien tersebut jatuh pada kondisi Unstable Angina atau NSTEMI atau mungkin memang pasien tersebut bukan sindroma koroner akut
  • 47. Pada STEMI poin pentingnya kita harus tahu onset-nya kapan, dimana apabila onsetnya, angkanya 12 jam, apabila kurang dari 12 jam berarti teman-teman harus segera melakukan primary PCI atau trombolitik. Apabila di daerah teman-teman ada dokter ahli, yaitu dokter SpJP atau SpPD mungkin bisa dikonsulkan pada dokter ahlinya.
  • 48. Kemudian apabila teman-teman menemukan bahwa onsetnya lebih dari 12 jam, maka yang bisa dilakukan oleh teman- teman adalah melakukan perawatan secara konservatif dengan pemberian obat- obatan. Jangan lupa dievaluasi apakah ada nyeri dada yang berkelanjutan atau kondisi hemodinamik pasien tidak stabil, serta adanya ventrikular takikardi dan beberapa poin-poin yang ada pada slide.
  • 49. Apabila teman-teman dapatkan kondisi- kondisi tersebut sebenarnya pasien-pasien tersebut masih memerlukan tindakan untuk PCI atau kateterisasi jantung. Tapi apabila tidak ada kondisi-kondisi tersebut di atas, kita bisa berikan obat-obatan untuk penanganan sindroma koroner akut berupa nitrogliserin, heparin baik UFH maupun LMWH kemudian pemberian clopidogrel yaitu dual antiplatelet (aspirin+ clopidogrel)
  • 50. Kemudian apabila pasien tersebut Unstable Angina atau NSTEMI, teman-teman dapat tatalaksana seperti pada flowchart STEMI yang teman-teman dapatkan onset lebih dari 12 jam. Tetapi apabila pasien yang teman-teman dapatkan adalah pasien yang kemungkinan kecil adalah sindroma koroner akut, tetap kita evaluasi penyebabnya apa dari tersebut hingga jatuh pada kondisi cardiac arrest.
  • 51. Kemudian kita evaluasi ECG yang rutin, ECG yang ulangan, apabila kita dapatkan perubahan dari ECG maka segera kita pikirkan bahwa pasien itu memang mungkin jatuh pada sindroma koroner akut.
  • 53. Ini satu slide untuk teman-teman mungkin membedakan kapan sih kita harus melakukan fibrinolisis kapan melakukan PCI. Intinya adalah apabila onsetnya kurang dari 12 jam, kita lakukan tindakan PCI atau fibrinolisis, tetapi ternyata fibrinolytic sebenarnya jauh lebih efektif apabila kejadiannya tidak lebih dari 3 jam.
  • 54. Setelah 3 jam, fibrinolitik kemanfaatannya masih diragukan, karena manfaat dengan kerugiannya (eg perdarahan) masih debatable. Tetapi untuk primary PCI onset kurang dari 12 jam masih bisa kita lakukan.
  • 55. Dalam perjalanannya pasien mengalami shock. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 80/50 dengan perfusi perifer yang dingin. Apa yang harus dilakukan? Cairan? Inotropik? Dopamin? NE? Dobutamin? CASE 1
  • 56. Apakah yang harus kita lakukan? apakah kita berikan cairan? ataukah kita berikan inotropic? dan pilihannya inotropic apa? apakah dominan? norepinephrine? atau dobutamine?
  • 57. Jadi, untuk kasus ini kita dapat menggunakan flowchart yang saya ambil dari PERKI 2015 pada buku ACLS. Dimana apabila kita dapatkan pasien dengan kondisi shock atau hipoperfusi atau gagal jantung kongestif, edema paru akut, coba kita cari tahu penyebabnya.
  • 58. Ada 4 penyebab yang paling sering menyebabkan pasien jatuh pada kondisi shock yaitu 1. Edema paru akut 2. Ada masalah pompa 3. Masalah volume 4. Masalah irama. Teman-teman bisa merujuk pada diagram selanjutnya untuk membedakan keempat kondisi di atas
  • 60. Pasien edema paru akut selalu datang ke teman-teman pasti dengan kondisi distress nafas. Distress nafas adalah kondisi dimana pasien sesak dan pasti gelisah, karena edema paru bersifat akut. Pasti pasiennya gelisah dan jatuh pada kondisi distress nafas dengan oksigen yang sangat kurang dan pasti saturasi pada pasien ini turun signifikan.
  • 61. Jadi apabila pasien datang ke teman-teman pada kondisi dengan shock tanpa adanya gelisah maupun sesak mungkin kita bisa memikirkan penyebab lain. Penyebab kedua yang mungkin adalah masalah volume, pompa atau irama. Pada masalah irama ini dapat teman-teman exclude dengan tes ECG 12 lead atau pemasangan monitor.
  • 62. Dan apabila teman-teman dapatkan kondisi bradikardia atau masalah takikardia mungkin memang shock dari pasien ini disebabkan bradikardia atau takikardianya yang nanti akan kita bahas pada slide-slide selanjutnya. Kemudian, bagaimana meng-exclude shocknya karena masalah volume atau pompa? Meskipun sebenarnya penanganan kedua masalah tersebut tidak jauh berbeda.
  • 63. Perbedaan penanganan kedua masalah di atas terletak pada pemberian cairan. Jika teman-teman dapatkan shock karena masalah pompa, pemberian cairannya harus lebih hati-hati pada pasien. Jika masalah ada pada masalah volume, penanganannya hampir sama dengan syok secara umum yaitu pemberian inotropic.
  • 64. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian inotropic pada pasien-pasien dengan shock adalah, pertama perhatikan tekanan darah sistolik dari pasien tersebut. Jika tekanan darah sistolik pasien antara 70- 100 mmHg, yang dievaluasi selanjutnya adalah akral dari pasien tersebut, hangat atau dingin.
  • 65. Apabila akralnya dingin maka pilihan inotropic yang paling sesuai dengan pasien tersebut adalah dopamine dengan dosis 2- 20 mikrogram/kgBB/menit. Tetapi apabila didapatkan pasien dengan tekanan darah 70-100 mmHg dengan akral yang hangat, pilihan yang paling tepat adalah pemberian dobutamine dengan dosis yang sama dengan dopamine yaitu 2 hingga 20 mikrogram/kgBB/menit,
  • 66. Tetapi apabila teman-teman mendapatkan pasien dengan tekanan darah sistolik yang kurang dari 70-100 mmHg, pilihan yang paling tepat untuk pasien tersebut adalah norepinephrine dengan dosis 0,5-30 mikrogram/kgBB/menit. Teman-teman bisa perhatikan flowchart dari PERKI 2015 di atas untuk lebih jelasnya.
  • 67. Seorang pasien datang ke UGD tempat anda bekerja. Pasien mengeluhkan pusing hampir pingsan dengan keringat dingin. Dari pemeriksaan anda dapatkan pasien dengan TD : 140/90, nadi : 40, RR : 20. Apa yang harus dilakukan? CASE 2
  • 68. Kita masuk pada ilustrasi kasus yang kedua, kita sudah pada ilustrasi kasus yang pertama selesai. Lanjut! Ada seorang pasien sekarang datang ke teman-teman di UGD tempat anda bekerja, pasien tersebut mengeluh pusing dan hampir pingsan.
  • 69. Kemudian dari pemeriksaan teman-teman, teman-teman mendapatkan hasil tekanan darah yang masih cukup bagus, mungkin sedikit agak tinggi yaitu 140/90 mmHg dengan nadi 40 kali per menit, dan respiratory rate yang masih cukup bagus 20 kali/menit. Jadi apa yang harus kita lakukan ? mungkin dari kasus tadi sudah bisa kita lihat permasalahan dari pasien ini yaitu: nadi yang kurang dari 40 kali/ menit.
  • 71. Kita masuk pada flowchart bradikardia. Poin penting dari flowchart bradikardia ini adalah, pertama tentu saja kita harus evaluasi nadi dari pasien tersebut. Kalau ada kesesuaian klinis antara nadi yang kurang dari 50 kali per menit dengan kondisi klinis yang turun, kita evaluasi, pasien tersebut pada kondisi stabil atau tidak. Apa yang dimaksud stabil?
  • 72. Ada kriteria yang dikeluarkan oleh AHA, Kondisi bradikardia dikatakan stabil bila: 1. Hipotensi (-) 2. Perubahan status mental (-) 3. Tanda-tanda syokk (-) 4. Keluhan chest discomfort (-) 5. Tanda gagal jantung akut (-)
  • 73. Jika teman-teman mendapatkan kasus bradikardia yang stabil, teman-teman cukup melakukan monitoring dan observasi, dan selanjutnya bisa dikonsulkan ke ahlinya. Tetapi apabila teman-teman mendapatkan salah satu dari lima kondisi tersebut (bradikardia tidak stabil), maka teman- teman harus melakukan sesuatu untuk pasien tersebut.
  • 74. Saya punya tips untuk mempermudah mengingat lima kondisi bradikardia yang tidak stabil tersebut. Yang perlu diingat, sebenarnya lima kondisi tersebut adalah bradikardia yang menyebabkan hemodinamik tidak stabil, sehingga karena bradikardia cukup berat akhirnya pasien sampai pada kondisi hipotensi.
  • 75. Atau karena bradikardia berat, akibatnya pasokan darah ke otak menurun hingga terjadi perubahan status mental, atau tanda-tanda shock (+). Kemudian apabila aliran darah ke koroner berkurang, akan terjadi suatu tanda-tanda iskemia, atau apabila perfusi darah ke perifer juga menurun, akan terjadi suatu tanda-tanda gagal jantung akut.
  • 76. AV BLOCK FIRST DEGREE SECOND DEGREE type 1 SECOND DEGREE type 2 TOTAL AV BLOCK AHA,2015
  • 77. Apabila didapatkan tanda-tanda bradikardia teman-teman harus segera memberikan sulfas atropin. Sulfat atropin dosis yang diberikan adalah 0,5 mg bolus. 1 ampul itu sekitar 0,25 jadi dapat langsung menggunakan 2 ampul. Sulfas atropin 0,5 mg bisa kita ulangi 3-5 menit tergantung kondisi pasien, respon terhadap terapi atau tidak.
  • 78. Jika sulfas atropin tidak response, teman- teman bisa pertimbangkan untuk diberikan travscutaneous pacing. Jika transcutaneous pacing tidak ada, dapat diberikan dopamine atau epinephrine untuk pasien tersebut. Meskipun, sebenarnya yang paling efektif memang transcutaneous pacing, sayangnya memang kurag umum digunakan di daerah.
  • 79. Kalau teman-teman punya alat DC schock, sebenarnya pada alat DC shock tersebut ada paketan untuk transcutaneous pacing, tapi sering sekali tidak dibuka oleh teman- teman di daerah biasanya. Jadi mungkin nanti teman-teman ketika balik ke tempat kerja, coba dicek di tempat kerjanya, apabila ada alat DC shock mungkin di dalam alat DC shock tersebut, ada paketan berupa transcutaneous pacing.
  • 80. Sehingga jika teman-teman mendapatkan pasien kondisi bradikardia dengan second degree AV block, tipe 2 dan total dari AV block segera dapat dipasang permanent maupun temporary pacemaker Namun, jika tidak bisa dipasang transcutaneous pacing, jika teman-teman mendapatkan AV block derajat 2 tipe 2 ataupun total AV block, maka harus segera untuk dirujuk ke ahlinya (SpJP atau SpPD).
  • 81. Seorang pasien datang dengan keluhan mendadak terjatuh saat bersepeda dengan teman-temannya. Pasien mengeluh berdebar hebat hingga sulit bernafas. Setelah diberikan oksigen, dilakukan pemeriksaan dengan hasil, TD : 110/70, nadi: 150, RR : 24. Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan? CASE 3
  • 82. Kita masuk ke ilustrasi yang ketiga. Saat ini ada pasien yang datang ke teman- teman, ternyata dari riwayatnya kita dapat informasi pasien terjatuh ketika bersepeda dengan teman-temannya, pasien mengeluhkan berdebar yang sangat, sehingga seperti sulit bernafas.
  • 83. Setelah diberikan oksigen, selanjutnya teman-teman melakukan pemeriksaan fisik. Didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg per menit dengan nadi yang cukup cepat yaitu 180 kali/menit dengan respiratory rate 22 kali/menit. Jadi masalahnya adalah takikardia (nadi 180 kali/menit) Apa yang harus kita lakukan ?
  • 85. Mari kita lihat flowchart dari guideline AHA 2015 kembali, perhatikan bahwa pasien dengan nadi lebih dari 150 kali per menit kita anggap sebagai takikardia. Tips untuk teman-teman, sebenarnya flowchart takikardia dan bradikardia tidak jauh berbeda. Hanya yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien stabil atau tidak stabil. Dua kondisi ini yang akan menentukan pilihan obat yang dapat diberikan.
  • 86. Penentuan pasien masuk kriteria stabil atau tidak stabil, kriterianya sama yaitu 1. Hipotensi 2. Perubahan mental status, 3. Tanda-tanda shock 4. Keluhan chest discomfort 5. Tanda gagal jantung akut Jika ada minimal satu tanda di atas, berarti takikardia tidak stabil. Apa yang harus dilakukan?
  • 87. Takikardia dengan gangguan hemodinamik, harus segera dilakukan kardioversi. Alatnya sama dengan alat DC shock, tetapi kita rubah modenya menjadi mode yang synchronized. Berapa dosisnya? Tergantung jenis takikardianya, kalau QRS-nya sempit dengan rate yang regular, QRS ke QRS-nya sama, maka dosisnya tidak perlu terlalu besar. Cukup 50-100 Joule. Jika tidak berubah, dapat kita lakukan kardioversi lagi
  • 88. Kemudian apabila kita dapatkan QRS yang sempit, tetapi QRS ke QRS-nya tidak regular atau irregular, atau irama seperti atrial fibrilasi dosis yang kita butuhkan sedikit lebih tinggi yaitu sekitar 120-200 Joule, yang kita dapat ulang sampai pasien convert kembali ke irama sinus maupun convert tidak takikardia lagi. Jika pasien jatuh ke ventrikel takikardia dengan QRS yang lebar-lebar dan rata-rata adalah regular, dosisnya cukup 100 Joule.
  • 89. Saya punya tips untuk teman-teman, jadi ingat saja dosis untuk kardioversi ini sekitar 100 Joule. Entah itu nanti dia QRS-nya sempit atau lebar. Kita masih bisa naikkan dosisnya (escalating), jika memang kardioversi yang kita lakukan tidak direspon pada pasien tersebut.
  • 90. Apabila kita dapatkan pasien tersebut pada kondisi tidak stabil, segera kita lakukan kardioversi, tetapi apabila tidak ada tanda- tanda tadi yang saya sebutkan ada 5 tadi, maka tatalaksana sama seperti bradikardia. Yaitu kita evaluasi, QRS-nya sempit atau lebar? apabila QRS-nya sempit maka kita beikan obat-obatan. Biasanya yang paling respon adalah adenosine, namun ada pilihan lain jika adenosine tidak tersedia yaitu beta blocker atau calcium channel blocker.
  • 91. Jika QRS-nya lebar, pilihannya adalah tetap adenosine atau amiodaron. Jadi sebenarnya ketersediaan obat-obat tersebut di tempat praktek teman-teman sangat penting. Saya punya tips untuk mempermudah teman-teman. Tanpa melihat QRS-nya sempit atau lebar, pilihan obat pertama adalah adenosine. Jika tidak tersedia, amiodarone bisa menjadi pilihan alternatif, meskipun QRS-nya sempit maupun lebar.
  • 93. Daftar di atas adalah dosis-dosis yang biasa kita gunakan untuk penanganan pasien- pasien dengan tachycardia. Adenosine biasanya diberikan dengan dosis 6 mg dan diberikan secara cepat. Caranya: adenosine diinjeksikan ke botol infus pasien melalui IV, tangan pasien diangkat agar adenosine segera masuk ke jantung pasien, dan segera diflush dengan bolus aquades.
  • 94. Amiodarone diberikan dengan urutan sebagai berikut. Pertama loading dose. Karena memang amiodarone ini obat dengan volume distribusi yang cukup luas, jadinya harus kita lakukan loading, biasanya dengan loading 1 ampul masih belum cukup, sehingga sering kali butuh kita ulang. Dosis Amiodarone sekitar 150 mg diberikan sekitar 10-15 menit, bisa diulang beberapa kali sampai convert ke irama sinus
  • 95. Di luar negri sering juga digunakan sotalol IV, tapi, masih belum cukup umum di Indonesia, karena bentukan beta blocker IV ini masih belum tersedia di Indonesia. Teman-teman perlu membedakan apakah takikardia yang dialami pasien adalah sinus takikardia atau takiaritmia. Karena jika yang ditemukan adalah sinus takikardia, teman- teman tidak perlu mengobati takikardianya, cukup diobati penyakit dasarnya.
  • 96. Jangan sampai teman-teman memberikan obat-obatan anti aritmia pada pasien dengan sinus takikardia, karena justru dapat mencetuskan aritmia pada pasien tersebut. Inti dari sinus takikardia ini adalah QRS-nya pasti sempit dan pasti iramanya reguler. Ciri yang kedua, biasanya pasien-pasien dengan takikardia yang masih sinus takikardia rate- nya tidak lebih dari 150 kali/menit.
  • 98. Insiden di tiap orang sebenarnya bervariasi. Pada pasien-pasien yang lebih muda biasanya bisa mencapai 150 kali/menit. Tetapi pada pasien-pasien tua jarang sekali rate sinus takikardia ini mencapai angka 150 kali/menit. Rumusnya adalah (220-umur). Misalnya umurnya 20, sinus maksimal bisa melakukan percepatan dari nadinya maksimal adalah 200 kali/menit. Tetapi pada pasien-pasien dengan usia 70, maksimal dia hanya 150 kali/menit
  • 99. Coba perhatikan gambar EKG di atas. Di sebelah kiri ini adalah contoh dari atrial flutter dan atrial fibrilasi, kalau dari atrial fibrilasi kuncinya adalah iramanya ireguler yaitu QRS ke QRS-nya bervariasi. Atrial flutter ini agak sulit, sering mirip dengan sinus takikardia karena atrial flutter QRS ke QRS-nya sama. Tetapi kuncinya adalah gelombang P. Pada atrial flutter gelombang P-nya tampak seperti gergaji. Jadi sangat berbeda dengan sinus takikardia
  • 100. Perhatikan gambar EKG di atas. Gambar di sebelah kanan ini adalah contoh SVT. SVT mirip dengan atrial flutter tadi dengan QRS ke QRS-nya yang regular, dan bentuk QRS- nya sempit. Namun rate SVT ini biasanaya cepat sekali dan gelombang P seringkali tidak tampak. Gelombang VT tampak lebih khas karena teman-teman bisa lihat bahwa gelombangnya QRS sangat lebar dengan jarakk QRS ke QRS yang reguler.
  • 101. Take Home Message…. 1 CARDIAC ARREST EARLY CPR EARLY DEFIBRILATOR 3 STEMI PPCI TROMBOLYTIC DRUG 2 POST ARREST OXYGENATION HYPOTENSION CATHETERIZA TION??? 12 < >
  • 102. Kita sudah selesai dari ilustrasi-ilustrasi kasus yang telah kita bahas tadi, mungkin untuk teman-teman Take home message- nya adalah, 1. Kalau teman-teman mendapatkan caridiac arrest atau henti jantung yang harus teman-teman lakukan adalah early CPR, early defibrilasi, tetap dengan melakukan penanganan-penanganan yang lain seperti pemberian IV line, oksigen, dsb
  • 103. Tetapi yang paling utama tatalaksana henti jantung adalah early CPR dan early defibrilasi. Untuk tatalaksana post arrest rescucitation yang paling penting adalah oksigenasi dan penanganan hipotensi. 2. Jika di tempat teman-teman ada fasilitas keteterisasi jantung segera lakukan kateterisasi jantung.
  • 104. 3. Jika teman-teman mendapatkan pasien dengan ST elevasi, kuncinya adalah angka 12. Yaitu kalau onsetnya kurang dari 12 segera lakukan primary PCI atau trombolitik (lebih baik sebelum 3 jam), tetapi apabila onsetnya lebih dari 12 mungkin kita cukup dengan memberikan obat-obatan.
  • 105. Take Home Message…. 5 BRADI CARDIA SULFAS ATROPIN 2AMP DOPAMIN TPM CARDIVERSION ADENOSIN AMIODARONE 6 TACHY CARDIA STABLE ? STABLE ? N Y WARM NE 4 SHOCK 70-100 <70 COLD DOBUTAMIN DOPAMIN
  • 106. 4. Jika teman-teman mendapatkan kondisi shock, kita evaluasi penyebab dari kondisi shock tersebut. Pemilihan inotropiknya kita bagi jadi dua yaitu apabila tekanan darahnya 70-100 kita lihat perfusinya hangat atau dingin, apabila hangat pilihan inotropiknya yang paling bagus adalah dobutamine, apabila perfusinya dingin pilhan yang paling bagus adalah dopamine, tetapi kalau tekanan darahnya kurang dari 70 mmHg paling rasional adalah kita memberikan norepinephrine.
  • 107. 5. Tatalaksana bradikardia hampir sama dengan takikardia. Yang kita evaluasi adalah pasiennya stabil atau tidak. Kalau bradikardia stabil anda bisa tenang-tenang saja. Cukup mengkonsulkan ke ahlinya, tetapi apabila kondisinya tidak stabil kuncinya adalah sulfas atropin 2 ampul
  • 108. Dan apabila tidak respon, baru teman- teman pikirkan untuk pemberian dopamine atau pacing (Jika tersedia di tempat teman- teman) dan segera dirujuk 6. Kuncinya tatalaksana takikardia adalah dievaluasi pasiennya stabil atau tidak. Kalau tidak stabil pilihannya kardioversi. Kalau pasien tersebut stabil teman-teman bisa memberikan obat-obatan. Pilihannya adalah adenosine, jika tidak ada pikirkan pemberian amiodarone.
  • 109. PESAN DARI DOKTER POST Sudah paham kan Tatalaksana Henti Jantung, Bradiaritmia dan Takiaritmia? Kalau mau lebih paham, kamu harus mahir baca EKG deh^^
  • 110. Tanggal 01 Juni 2017 Paket DVD Mahir Baca EKG Sudah Lengkap. Ada 75 Bonus Menarik Untuk 75 Sejawat Pertama yang Melengkapi Koleksi DVD MBE