SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Download to read offline
KEJADIAN ASMA BRONKIALE PADA ANAK
Insidence Of Bronchial Asthma In Children
Universitas Airlangga, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Linta Meyla Putri, 2014
ABSTRAK
Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit kesehatan masyarakat yang utama di negara maju dan
negara-negara berkembang.. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas
faktor genetik dan lingkungan. Namun asma juga bisa diturunkan dari ibu kepada janin melalui mekanisme
terbentuknya immunoglobulin E akibat ibu menderita asma pada saat mengandung. Asma bronkial merupakan
penyakit peradangan kronis dari saluran pernapasan ditandai dengan hiperreaktif dan hipersensitif bronkus.
Penyakit yang ditandai adanya respon berlebihan dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan yang tersebar luas di seluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara spontan setelah pengobatan (American Thoracis Society, 1992). Asma dipicu
oleh allergen, virus, dan sebagainya. Asma dapat terjadi dalam dua cara, immunologi dan saraf autonom.
Penelitian-penelitian tentang asma telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sensitivitas dari alergi
dengan perkembangan dari penyakit alergi, yang dinekal sebagai allergic march. Pencegahan primer
(prenatal) dari asma bronkial telah terjadi kepada ibu hamil yang mempunyai riwayat alergi pada dirinya,
keluarganya, anaknya sebelum, atau suaminya. Risiko dan manifestasi dari alergi di dalam janin tidak
terdeteksi dengan jelas, itu adalah masalahnya. Dalam kondisi risiko asma yang tinggi, bijaknya seorang ibu
harus menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Pencegahan sekunder adalah diagnosa dini sebelum
terjadinya asma. Pencegahan tertier adalah pencegahan agar jangan sampai cacat dan rehabilitasi. Rehabilitasi
dapat dilakukan ditempat yang damai sehingga anak-anak yang menderita asma bronkial merasa santai dan
termotivasi menjadi sehat. Asma bronkial yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kekambuhan
yang bisa mengganggu aktifitas dan kualitas hidup.
Kata Kunci : Asma, Anak-anak, Resiko, Pencegahan, Penyakit
ABSTRACT
Bronkiale asthma is one of the major public health diseases in both developed and developing
countries.In General, the risk factors that can trigger the onset of asthma is divided into genetic and
environmental factors. But asthma can also be handed down from mother to fetus through the mechanism of
the formation of immunoglobulin E due to mothers suffer from asthma at the time contain. Bronchial asthma
is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract characterized by hiperreaktif and hypersensitive
bronchial. A disease characterized by the presence of excessive response of the trachea and bronchi to the
various stimuli that lead to constriction of the airway, which is widespread throughout the lungs and
strengthen them can change spontaneously after treatment (American Thoracis Society, 1992). Asthma
triggered by an allergen, viruses, and so on. Asthma can occur in two ways, and Autonomic nerve
immunologi. Many research about asthma have shown that there is a relationship between the sensitivity of
allergy with the development of allergic diseases, which as knwon as allergic march. Primary prevention
(prenatal) of bronchial asthma has occurred to pregnant women who have a history of allergies to him, his
family, his son before, or her husband. Risk and manifestations of allergy in the fetus is not clearly detected,
that is the problem. In conditions of high risk of asthma, cleverly a mother should avoid allergens as early as
possible. Secondary prevention is early diagnosis before the onset of asthma. Prevention tertier is the
prevention countermeasure to disability and rehabilitation. Rehabilitation can be conducted in a peaceful, so
that children who suffer from bronchial asthma feel relaxed and motivated to be healthy. Bronchial asthma
are not handled properly can cause recurrence that can interfere with the activities and quality of life.
Keyword : Asthma, Children, Risk, Preventif, Disease
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk,
dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus
meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia.
Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa.
Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi, khususnya sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel-sel epitel. Pada individu yang
peka, inflamasi ini menyebabkan episode berulang mengi (wheezing), susah bernapas, dada sesak dan batuk,
terutama pada malam atau pagi hari. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan respons saluran napas
terhadap berbagai rangsangan. Asma dikatakan sebagai penyakit multifactor karena disebabkan oleh banyak
faktor, seperti faktor keturunan atau lingkungan, penyakit atopik, infeksi saluran napas, perokok sigaret aktif
maupun pasif, paparan akibat pekerjaan, bahan kimia dalam makanan dan obatobatan.
Asma juga merupakan sebuah penyakit kronik yang sering terjadi pada anak dan masih tetap
merupakan masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data
epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi
asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta
mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan
dasar tentang masalah sensitisasi alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap
pengobatan asma anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengobatan asma anak.
Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh alergen dan
polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan asma diharapkan
dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma.
Asma yang tidak diobati dapat menyebabkan penderita harus dirawat di rumah sakit, tidak masuk
sekolah atau kerja, terbatas aktivitas fisiknya, tak bisa tidur, bahkan pada beberapa kasus mengakibatkan
kematian. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar setiap penderita asma mendapatkan diagnosis dan
pengobatan yang tepat serta mampu mengelola asmanya. Menurut panduan asma internasional (Global
Initiative for Asthma/GINA) yang disebut sebagai asma terkontrol adalah asma yang menunjukkan gejala-
gejala kronis termasuk munculnya gejala pada malam hari, jarang terjadi kekambuhan, tidak ada kunjungan ke
ruang gawat darurat, tidak ada keterbatasan aktivitas dan tidak ada efek samping penggunaan obat. Kemajuan
di bidang farmakologi dan terapi dalam pengobatan maupun pencegahan asma, dirasa telah mampu
mengurangi angka insidensi.
METODE
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini diambil dari berbagai jurnal dan artiel ilmiah terkait
dengan asma bronkiale pada anak. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terkena penyakit
asma bronkiale, sedangkan sampel merupakan anak-anak yang menderita asma bronkiale. Pengumpulan data
dalam penelitian ini mencakup enam aspek yaitu: konsep epidemiologi penyakit, riwayat alamiah penyakit
(Natural History of Disease), pengenalan faktor risiko, dan aspek pencegahan yang meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier seperti (rehabilitasi).
KONSEP EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA ANAK
Konsep dasar epidemiologi penyakit dengan menggunakan segitiga epidemiologi yang di dalamnya
terdapat 3 faktor yaitu: host, agent, environment. Pada kasus asma bronkial juga terdapat ketiga faktor host,
agent, dan environment. Host merupakan semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul dan menyebarnya suatu penyakit. Agent adalah suatu substansi atau elemen-elemen
tertentu yang keberadaannya bisa menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Sedangkan
environment adalah faktor luar yang mendukung perkembangan suatu penyakit di sini adalah asma bronkial
yang berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan social.
Host untuk asma bronkial dapat berupa umur, jenis kelamin, ras, genetic, nutrisi, imunitas, dan
tingkah laku. Asma bronkiale dapat timbul pada segala usia namun gejala awal dari 80-90% anak yang
menderita asma muncul pertama kali pada saat anak berusia balita. Pada anak sebelum usia 14 tahun
prevalensi anak laki-laki terkena asma adalah 1,2-2 kali disbanding anak perempuan. Sehingga asma bronkial
lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan. Selain itu warna kulit juga berpengaruh
dalam penentuan sakit tidaknya seseorang. Orang dengan ras kulit hitam lebih banyak menderita asma
bronkial pada orang dengan ras kulit putih. Pada asma bronkiale penyakit alergi juga memegang peran
penting, orang dengan riwayat alergi biasanya mudah terserang penyakit jika terpapar walaupun sedikit faktor
pencetus. Namun hal tersebut belum tentu bisa dipastikan orang terserang sakit namun juga bergantung pada
derajat nutrisi si orang. Derajat nutrisi seseorang juga dapat menunjukan status imunitas dari seseorang yang
juga menjadi faktor penentu seseorang terserang asma bronkiale atau tidak. Penentu lain dari faktor Host yang
tidak kalah penting adalah tingkahlaku. Tingkahlaku memegang peran penting dalam penentuan terserang
asma bronkiale, salah satu contoh dari tingkahlaku adalah perilaku merokok atau kebiasaan terpapar asap
rokok yang sudah dipastikan akan menurunkan kinerja paru-paru[1,3]
Agent untuk penyakit asma brokial dapat berupa agent kimia dan agent fisika. Pada kasus asma
bronkiale agent kimia yang dapet meningkatkan asma bronkial bisa berupa debu, asap rokok, allergen.
Allergen disini bisa berupa zat alergenik yang bisa memicu alergi seseorang. Sehingga memicu penyakit asma
dari seseorang tersebut. Agent kedua adalah agent fisika yang dapat berupa cuaca dan iklim suatu daerah.
Daerah dataran rendah yang panas memiliki prosentase pemicu asma bronkial yang berbeda dengan dataran
tinggi yang dingin dan membuat prosentase terserang asma bronkiale lebih besar dari pada dataran rendah.
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik,
Biologis, dan sosial. Ketiga tipe lingkungan tersebut merupan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
walaupun dalam penentuan faktor resiko dapat dipilah. Lingkungan fisik merupakan keadaan lingkungan
sekitar yang berupa abiotic mulai dari udara, air, tanah, bangunan, dll. Dalam penentuan asma bronkiale dari
faktor fisik, debu merupakan pemegang peran penting dan paling sering menyebabkan penyakit asma.
Lingkungan biologis yang mendukung terjadinya asma bronkial berupa usur biotik yang berupa
mikroorganisme yagn biasanya berperan sebagai agent terjadinya penyakit asma bronkial. Faktor lingkungan
terakir adalah lingkungan social. Lingkungan social ini biasanya berhubungan dengan hubungan antar
individu. Seperti kegiatan interaksi anak disekolah yang menjadi faktor risiko utama terjadinya asma bronkial
pada anak dikarenakan kebersihan dari lingkungan sekolah yang sulit dikendalikan.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-
90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak
yang terkena kadang – kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani.
Sebagian kecil mengalami asma berat berlarut – larut, biasanya lebih banyak yang terus – menerus daripada
yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan menganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dar hari ke hari
Sebenarnya asma bronkial bukan termasuk penyakit yang mematikan , namun morbiditas dan
mortalitas asma bronkial relatif meningkat tiap tahunnya, menurut perkiraan WHO, sekitar 300 juta orang
menderita asma bronkial dan 255 ribu orang meninggal karena asma bronkial di dunia pada tahun 2005 dan
angka ini masih terus meningkat. Kematian mencapai 3,8 per 1 juta anak pada tahun 1996, menurun menjadi
3,1 per 1 juta anak pada tahun 1997, dan meningkat kembali 3,5 per 1 juta anak pada tahun 1998.
RIWAYAT ALAMIAH ASMA BRONKIAL PADA ANAK
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel inflamasi kronis yang
mengakibatkan dilepaskannya macam-macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran nafas.
Penyebab asma bronkial dibagi menjadi 3 yaitu asma ekstrinsik (alergik), asma intrinsik (non alergik), dan
asma gabungan. Pencetus terjadinya asma disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain genetik, allergen,
perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja dan aktivitas jasmani yang berat. Anak – anak terlebih pada usia 0 –
5 tahun memiliki aktivitas yang tak terbatas karena pada tahap ini berkembang masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tentu orang tua tidak dapat mengontrol dengan mudah apa yang dilakukan si anak.
Patofisiologi asma bronkial secara umum digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Patofisiologis Asma Bronkiale
Sedangkan pada anak-anak tidak jauh beda dengan pada ornag dewasa untuk mekanismenya. Asma
pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan
iritasi dan stimulus lain yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan. Dengan adanya bahan
iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau
IgE ) dengan adanya alergi. IgE di munculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen
menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala
asma. Respon asma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi
( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam
lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau
bulan. Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan yang terlalu berat, kecemasan, dan udara
dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini
menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat
menimbulkan distres pernafasan.
Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada
jalan nafas. Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas. Jalan nafas
menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 (
hipoxia). Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi,
dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan
kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi
dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).[1,8]
Mekanisme Terjadinya Kelainan Pernapasan
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya
sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari
debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul
mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke
arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.
Gambar 2. Penyempitan Bronkiale
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya
partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus)
memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
a. Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut
b. Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
c. Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi
sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas,
batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk,
terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Serangan asma
bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari
yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang
sendiri tanpa diobati.
Gambar 2. Paru-Paru Manusia
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-
sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena
tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan
bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.
Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu
suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah:
muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan
kesadaran menurun. Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan
bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma. Hiperreaktivitas bronkus adalah peningkatan
respons bronkus dan penurunan ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap pelbagai rangsangan, misalnya
latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat kimia, dan menimbulkan reaksi inflamasi. Besarnya
hipereaktivitas dapat diukur secara objektif. Berbagai cara yang dilakukan untuk mengukur hipereaktivitas
bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun
inhalasi zat nonspesifik. Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan pada
faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor pencetus untuk menimbulkan
serangan asma sangat tergantung pada hiperreaktivitas bronkus. Makin berat derajat hiperreaktivitasnya,
makin kecil intensitas faktor pencetus yang diperlukan untuk timbulnya serangan asma.[2,4]
Berbagai penelitian asma pada anak memperlihatkan adanya suatu pola hubungan antara proses
sensitisasi alergi dengan perkembangan dan perjalanan penyakit alergi yang dikenal sebagai allergic march
(perjalanan alamiah penyakit alergi). Secara klinis allergic march terlihat berawal sebagai alergi saluran cerna
(diare alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi kulit (dermatitis atopi) dan kemudian alergi
saluran napas (asma bronkial, rinitis alergi). Suatu penelitian memperlihatkan bahwa kelompok anak dengan
gejala mengi pada usia kurang dari 3 tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyai predisposisi ibu
asma, dermatitis atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengan kelompok anak dengan
mengi yang tidak menetap. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa anak mengi yang akan berkembang
menjadi asma terbukti mempunyai kemampuan untuk membentuk respons lgE serta respons eosinofil pada uji
provokasi berbagai stimuli. Proses sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejak awal masa kehidupan, secara
bertahap mulai dari rangsang alergen makanan dan infeksi virus, sampai kemudian rangsang aeroalergen.
Proses tersebut akan mempengaruhi modul respons imun.[7]
MANIFESTASI KLINIS ASMA BRONKIAL PADA ANAK
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis. Tetapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas dengan cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,
serta tanpa otot – otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah
sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala –
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala – gejala yang
timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi, dan
pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. [5]
KLASIFIKASI ASMA BRONKIAL PADA ANAK
Klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya antara lain:
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita
terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa – apa terhadap orang yang sehat.
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma
ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu,
polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Asma Gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk asma alergik dan non alergik.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4
(empat), yaitu:
a. Asma intermitten (asma jarang)
 Gejala kurang dari seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEV atau FEV 1 variabilitas 20%-30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV >80%
 PEV atau FEV 1 variabilitas < 20%-30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari >1 dalam seminggu
 FEV 1 atau PEV 60%-80%
 PEV atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEV=60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
PENGENALAN FAKTOR RESIKO ASMA BRONKIAL PADA ANAK
Menurut Depkes RI, 2009 dalam bukunya yag berjudul Pedoman Pengendalian Penyakit Asma secara
umum faktor risiko asma dibedakan menjadi du kelompok, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan.[6]
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika
terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. Saluran nafas terutama
pada bronkus sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. Bagi anak-anak yang
memiliki riwayat alergi terutama yang berkaitan dengan saluran pernafasan akan memiliki resiko
lebih besar terjadi hiperaktivitas bronkus.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak
laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. T etapi menjelang dewasa perbandingan
tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Riwayat penyakit keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih
tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga
untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai
risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk.
Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada
kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma
dibanding dengan bapak33). Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma
dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau
debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang
bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48).
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah
Beberapa contoh dari alergen di dalam rumah adalah tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain.
b. Alergen luar rumah
Alergen jenis ini bisa berupa serbuk sari, dan spora jamur.
c. Alergen makanan
Contohnya susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan
penyedap pengawet dan pewarna makanan.
d. Alergen obat-obatan tertentu
Misalnya saja penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik,
antipiretik, dan lain lain.
e. Bahan yang mengiritasi
Beberapa diantaranya yaitu parfum, household spray, rokok dan lain-lain. penderita anak-anak
lebih sering mendapat serangan asma bila di rumahnya ada yang merokok, maka segera hentikan
kebiasaan tersebut. Mungkin saat ini belum terlihat akibatnya, tetapi dalam janga panjang hampir
pasti akan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang sangat sulit diobati. (Sutomo, 2008)
f. Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi
sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu
binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil
(sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama
dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan,
tindakan yang dapat dilakukan adalah:
 Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan binatang tersebut
masuk dalam rumah
 Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,
 Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya
 Perubahan Cuaca
g. Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan
asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan
badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu
pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma
sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi,
hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran
pernafasan.
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
1. Pencegahan primer (prenatal) asma bronkial dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi
(alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan
untuk menghambat sensitisasi imunologi terutama mencegah terbentuknya Immunoglobulin E (IgE)
pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan menyusui.. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara ibu hamil menghindari atau meminimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan.
Permasalahannya, risiko dan manifestasi alergi pada janin masih belum dapat dideteksi dengan jelas,
namun beberapa ahli melaporkan indikasi alergi pada janin adalah gerakan atau tendangan janin
yang keras, disertai dengan rasa sakit pada ujung hati yang disertai gerakan denyutan keras
(hiccups/cegukan) pada ibu terutama pada saat malam hari. Dalam keadaan risiko tinggi asma,
maka sebaiknya ibu harus mulai menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Pada keadaan seperti
ini, Committes on Nutrition American Acadcemy of Pediatric (AAP) menganjurkan eliminasi diet
jenis kacang – kacangan dan menghindari kontak dengan polutan dan asap xrokok baik secara aktif
maupun pasif selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak.[4]
2. Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen sejak masa
fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit atopi yang belum menderita
asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma.
3. Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen dan polutan,
baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para peneliti umumnya
menyatakan bahwa alergen utama yang harus dihindari adalah tungau debu rumah, kecoak, bulu
hewan peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutan harus dihindari
adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok dalam rumah. Polutan yang telah
diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma adalah asap kendaraan, kayu bakar, ozon, dan
SO2. Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempat anak biasa berada, terutama kamar tidur
dan tempat bermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada data yang menyokong,
agaknya kita harus menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.[6]
4. Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahan sensitisasi terhadap fetus dan bayi, antara lain
dengan memberikan diet hipo dan non alergenik serta penghindaran asap rokok. Walaupun secara
teoritis pemberian diet hipoalergenik pada masa trimester ketiga kehamilan sangat menarik, ternyata
bukti klinis penelitian tersebut tidaklah menggembirakan. Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit
alergi pada umur 5 tahun antara kelompok perlakuan dan kelola. Hasil lebih baik justru akan terlihat
pada bayi yang mendapat ASI dari ibu dengan diet hipoalergenik pada masa laktasi. Sebaliknya
terbukti bahwa ibu perokok akan membahayakan perkembangan paru bayi baik dilakukan pada masa
sebelum maupun setelah
5. Berdasarkan pengetahuan dasar tentang proses sensitisasi dan allergic march maka upaya
pencegahan asma dilakukan juga dengan mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit
alergi. Upaya tersebut antara lain adalah dengan mencegah timbulnya suatu penyakit alergi (asma)
pada anak yang telah tersensitisasi.
Suatu uji klinis multisenter ETAC (early treatment of the atopic child) telah menunjukkan
manfaat setirizin untuk menghambat timbulnya asma pada anak kecil penderita dermatitis atopi yang
sudah tersensitisasi terhadap alergen tertentu tetapi belum menderita asma.
Pencegahan Sekunder
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Penatalaksanaan
asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi
stabil minimal dalam waktu satu bulan.[4]
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan
medikamentosa :
a. Pengobatan non-medikamentosa
 Penyuluhan
 Menghindari faktor pencetus
 Pengendali emosi
 Pemakaian oksigen
b. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol
sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 1. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid
200-500 ug
200-400 ug
500-1000 ug
100-250 ug
400-1000 ug
500-1000 ug
400-800 ug
1000-2000 ug
250-500 ug
1000-2000 ug
>1000 ug
>800 ug
>2000 ug
>500 ug
>2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid
100-400 ug
100-200 ug
500-750 ug
100-200 ug
400-800 ug
400-800 ug
200-400 ug
1000-1250 ug
200-500 ug
800-1200 ug
>800 ug
>400 ug
>1250 ug
>500 ug
>1200 ug
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek
samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat
atau tidak.
d. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat
2. Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke paru-
paru. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu
menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada
indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk: Bricasma,
Pulmicort,Symbicort.[1]
3. Rotahaler
Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap
obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler
hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh produk:
Ventolin Rotacap dan Nebulizer.
4. Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah
diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usia lanjut
dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor
dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien
cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis
obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan dengan
nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia kurang dari 2
tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer.
Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati
bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis.
Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran
aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat
menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke
paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral.
Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantumengeluarkan sekresi
bronkus.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah dampak lanjutan setelah timbulnya alergi. Dilakukan
pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit yang masih dini
tetapi belum menunjukkan gejala penyakit alergi yang lebih berat. Saat tindakan yang optimal
adalah usia 6 bulan hingga 4 tahun. [1]
1. Rehabilitasi
Rehabilitasi asma dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah dari
sebelumnya, biasanya dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan
dan membantu perbaikan mengurangi. Upaya terapi yang kini dilakukan untuk penderita asma
bronkial adalah Senam Nafas sehat (SNS). Sampai saat ini SNS efektif untuk mengurangi frekuensi
serangan dan dapat membantu menenangkan serangan. Adapun rehabilitasi dengan cara Non-
Pharmacological Treatment yaitu penghilangan alergen (terutama hewan peliharaan yang berbulu),
perbaikan manajemen diri, latihan fisik (terbukti untuk pengurangan gejala asma, toleransi latihan
ditingkatkan), terapi pernafasan dan fisioterapi (misalnya teknik pernapasan, pernapasan
mengerutkan-bibir), berhenti merokok (dengan bantuan medis dan nonmedis, jika perlu),
pengobatan Psikososial (terapi keluarga), dan penurunan berat badan bagi pasien obesitas. Selain itu
terdapat Inadequate Treatment Benefit yaitu dengan cara akupunktur, kontrol kelembaban udara,
pelatihan teknik pernafasan, langkah-langkah diet : minyak ikan; asam lemak; mineral
suplemen;vitamin C, penggunaan ionizers (pemurni udara kamar), mengkonsumsi ekstrak tanaman
(agen phytotherapeutic), terapi relaksasi (relaksasi progresif, hipnoterapi, pelatihan autogenic,
pelatihan biofeedback, meditasi transedental), dan mengkonsumsi obat tradisional Cina.
2. Tidak ada diskriminasi dalam menghadapi dan berkomunikasi dengan anak penderita asma bronkial
dibandingkan anak pada umumnya
Sehingga anak penderita asma bronkial tidak merasa dirinya sakit dan terbatas aktivitasnya,
meskipun ada beberapa kegiatan yang harus dihindari. Seharusnya hal-hal seperti itu dapat
dikomunikasikan dengan baik pada anak penderita asma bronkial, sehingga anak tersebut tidak
berpikiran selalu sakit dan selalu butuh pertolongan.[6]
3. Motivasi untuk penderita asma
Hal terpenting dalam mengatasi suatu penyakit adalah membentuk pola pikir positif bahwa
dirinya sehat. Begitu pula dengan anak penderita asma bronkial, dapat dimotivasi dengan pikiran
positif bahwa dirinya sehat dan tetap mampu memposisikan diri mereka sebagai bagian dari
masyarakat dan lingkungan sosial yang saling membutuhkan.
KESIMPULAN
Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di
dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan
dapat mematikan. Menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma diperkirakan masih
sangat tinggi.Bedasarakan data dari Departemen Kesehatan, persentase penderita asma di indonesia sebesar
5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak penderita asma yang belum mendapatkan
perawatan dokter. Hal itu membuat angka kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di
Indonesia.Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan
yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan
saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe
alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Pada jalur saraf otonom, inhalasialer genakan mengaktifkan sel
mast intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran napas.Klasifikasi asma
berdasarkan penyebabnya antara lain asma ekstrinsik, asma intrinsik, dan asma gabungan. Selain itu, asma
juga bisa diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat berat asma, dan kontrol asma. Penyakit asma bronkial
secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan sesak napas/sukar bernapas yang
diikuti dengan suara “mengi” (bunyi yang meniup sewaktu mengeluarkan udara/napas), rasa berat dan kejang
pada dada sehingga napas jadi terengah-engah, biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket,
serta perasaan menjadi gelisah dan cemas.Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan
dimana, otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut,
produksi kelenjar lendir yang berlebihan, bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan
terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan
rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit.Secara umum faktor risiko asma
dibedakan menjadi du kelompok, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari alergi,
hiperaktivtas bronkus, jenis kelamin, dan etnik/ras. Sedangkan faktor lingkungan berupa alergen dalam
rumah, alergen luar rumah, alergen makanan, alergen obat-obatan tertentu, dan bahan yang
mengiritasi.Pencegahan primer dari asma bronkial adalah dengan cara ibu hamil menghindari atau
meminimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen, kontrol
lingkungan, memberikan diet hipo dan non alergenik serta penghindaran asap rokok sebagai upaya
pencegahan sensitisasi terhadap fetus dan bayi, mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit
alergi.Untuk pencegahan sekunder terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan
medikamentosa. Sedaangkan pencegahan tersier dilakukan dengan cara rehabilitation. Rehabilitasi asma
dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah dari sebelumnya, biasanya dilakukan
dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan dan membantu perbaikan mengurangi.
Upaya terapi yang kini dilakukan untuk penderita asma bronkial adalah Senam Nafas sehat (SNS).
.
SARAN
1. Pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen.
Pencegahan dini dilakukan agar kita mengetahui bahan-bahan apa saja yang menimbulkan reaksi aleri
pada tubuh kita.
2. Hindari pajanan alergen dan polutan
Hal ini bertujuan untuk mencegah kambuhnya asma, sebab dengan kita menghindari alergen itu berarti
kita melakukan pengendalian salah satu faktor resiko dari asma.
3. Melakukan ETAC (early treatment of the atopic child)
Melalukan treatment sedini mungkin untuk menghindari semakin parahnya asma.
4. Penggunaan steroid inhalasi untuk perbaikan faal paru
Dengan penggunaan steroid inhalasi maka akan meringankan beban kerja dari paru- paru itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, A.A., 2002. Asma Pada Anak. Sari Pediatri, 04, pp.78-82.
Anon., 2011. Artikel Asma Bronkiale. [Online] Available at: http://www.scribd.com/doc/211575792/Artikel-
Review-Asma-Bronkial-Done [Accessed 29 March 2014].
Ekarini, N.L.P., 2012. Analisis Faktor-Faktor Pemicu Dominan Terjadinya Serangan Asma pada Pasien
Asma. Jurnal Keperawatan, 03, pp.127-40.
Meiyanti, J.I.M., 2012. Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkiale. Jurnal Kedokteran
Trisakti, 19, pp.125-32.
Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkiale. Jurnal Kedokteran Indonesia, 58, pp.444-
51.
RI, D.K., 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.
Sundaru, S., 2006. Asma Bronkiale. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sutomo, 2008. Faktor-Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkiale di RS Kabupaten
Kudus. Jurnal Pasca Sarjana , 17, pp.220-32.

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mentalPemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental
 
Mengenal HIV dan AIDS PPT (Materi PMR)
Mengenal HIV dan AIDS PPT (Materi PMR)Mengenal HIV dan AIDS PPT (Materi PMR)
Mengenal HIV dan AIDS PPT (Materi PMR)
 
Syok anafilaksis
Syok anafilaksisSyok anafilaksis
Syok anafilaksis
 
230042 laporan modul 3 penyakit akibat kerja
230042 laporan modul 3 penyakit akibat kerja230042 laporan modul 3 penyakit akibat kerja
230042 laporan modul 3 penyakit akibat kerja
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Osteoarthritis.pptx
Osteoarthritis.pptxOsteoarthritis.pptx
Osteoarthritis.pptx
 
Tuberculosis
Tuberculosis Tuberculosis
Tuberculosis
 
Fisiologi Kelenjar Tiroid
Fisiologi Kelenjar TiroidFisiologi Kelenjar Tiroid
Fisiologi Kelenjar Tiroid
 
BRONKODILATOR
BRONKODILATORBRONKODILATOR
BRONKODILATOR
 
Konsensus nasional penatalaksanaan hepatitis b (1)
Konsensus nasional penatalaksanaan hepatitis b (1)Konsensus nasional penatalaksanaan hepatitis b (1)
Konsensus nasional penatalaksanaan hepatitis b (1)
 
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAKPETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
 
Penyakit alzheimer
Penyakit alzheimerPenyakit alzheimer
Penyakit alzheimer
 
Rbd fraktur edit
Rbd fraktur editRbd fraktur edit
Rbd fraktur edit
 
Case Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseCase Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart Disease
 
Tonsilitis akut
Tonsilitis akutTonsilitis akut
Tonsilitis akut
 
Asma bronkial
Asma bronkialAsma bronkial
Asma bronkial
 
Spondilitis Tuberkulosis
Spondilitis TuberkulosisSpondilitis Tuberkulosis
Spondilitis Tuberkulosis
 
Askep dbd
Askep dbdAskep dbd
Askep dbd
 
Dengue hemoragic fever (dhf)
Dengue hemoragic fever (dhf)Dengue hemoragic fever (dhf)
Dengue hemoragic fever (dhf)
 
Campak
CampakCampak
Campak
 

Similar to Asma Bronkiale Pada Anak

Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiHubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma
 
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiKaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma L
 
Infeksi saluran pernafasan akut
Infeksi saluran pernafasan akutInfeksi saluran pernafasan akut
Infeksi saluran pernafasan akutGadisMentari
 
223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumoniahomeworkping10
 
Ppt Penyakit Asma
Ppt Penyakit AsmaPpt Penyakit Asma
Ppt Penyakit Asmatrisnaif
 
Penyakit asma revisi
Penyakit asma revisiPenyakit asma revisi
Penyakit asma revisidhiqde
 
Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2Uma To'os
 
Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2Uma To'os
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchialSumadin1112
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchialSumadin1112
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchialSumadin1112
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchialSumadin1112
 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakDiagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakLena Setianingsih
 

Similar to Asma Bronkiale Pada Anak (20)

Ispa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNAIspa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiHubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
 
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiKaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga Epidemiologi
 
Askep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPAAskep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPA
 
Infeksi saluran pernafasan akut
Infeksi saluran pernafasan akutInfeksi saluran pernafasan akut
Infeksi saluran pernafasan akut
 
Mini project
Mini projectMini project
Mini project
 
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNAIndry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia
 
Ppt Penyakit Asma
Ppt Penyakit AsmaPpt Penyakit Asma
Ppt Penyakit Asma
 
Penyakit asma revisi
Penyakit asma revisiPenyakit asma revisi
Penyakit asma revisi
 
askep gawat darurat Kasus asma
askep gawat darurat Kasus asma askep gawat darurat Kasus asma
askep gawat darurat Kasus asma
 
Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2
 
Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2
 
Edi
EdiEdi
Edi
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchial
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchial
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchial
 
Askep asthma bronchial
Askep asthma bronchialAskep asthma bronchial
Askep asthma bronchial
 
Asma 01
Asma 01Asma 01
Asma 01
 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakDiagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
 

Asma Bronkiale Pada Anak

  • 1. KEJADIAN ASMA BRONKIALE PADA ANAK Insidence Of Bronchial Asthma In Children Universitas Airlangga, Fakultas Kesehatan Masyarakat Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Linta Meyla Putri, 2014 ABSTRAK Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit kesehatan masyarakat yang utama di negara maju dan negara-negara berkembang.. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan. Namun asma juga bisa diturunkan dari ibu kepada janin melalui mekanisme terbentuknya immunoglobulin E akibat ibu menderita asma pada saat mengandung. Asma bronkial merupakan penyakit peradangan kronis dari saluran pernapasan ditandai dengan hiperreaktif dan hipersensitif bronkus. Penyakit yang ditandai adanya respon berlebihan dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan yang tersebar luas di seluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara spontan setelah pengobatan (American Thoracis Society, 1992). Asma dipicu oleh allergen, virus, dan sebagainya. Asma dapat terjadi dalam dua cara, immunologi dan saraf autonom. Penelitian-penelitian tentang asma telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sensitivitas dari alergi dengan perkembangan dari penyakit alergi, yang dinekal sebagai allergic march. Pencegahan primer (prenatal) dari asma bronkial telah terjadi kepada ibu hamil yang mempunyai riwayat alergi pada dirinya, keluarganya, anaknya sebelum, atau suaminya. Risiko dan manifestasi dari alergi di dalam janin tidak terdeteksi dengan jelas, itu adalah masalahnya. Dalam kondisi risiko asma yang tinggi, bijaknya seorang ibu harus menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Pencegahan sekunder adalah diagnosa dini sebelum terjadinya asma. Pencegahan tertier adalah pencegahan agar jangan sampai cacat dan rehabilitasi. Rehabilitasi dapat dilakukan ditempat yang damai sehingga anak-anak yang menderita asma bronkial merasa santai dan termotivasi menjadi sehat. Asma bronkial yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kekambuhan yang bisa mengganggu aktifitas dan kualitas hidup. Kata Kunci : Asma, Anak-anak, Resiko, Pencegahan, Penyakit ABSTRACT Bronkiale asthma is one of the major public health diseases in both developed and developing countries.In General, the risk factors that can trigger the onset of asthma is divided into genetic and environmental factors. But asthma can also be handed down from mother to fetus through the mechanism of the formation of immunoglobulin E due to mothers suffer from asthma at the time contain. Bronchial asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract characterized by hiperreaktif and hypersensitive bronchial. A disease characterized by the presence of excessive response of the trachea and bronchi to the various stimuli that lead to constriction of the airway, which is widespread throughout the lungs and strengthen them can change spontaneously after treatment (American Thoracis Society, 1992). Asthma triggered by an allergen, viruses, and so on. Asthma can occur in two ways, and Autonomic nerve immunologi. Many research about asthma have shown that there is a relationship between the sensitivity of allergy with the development of allergic diseases, which as knwon as allergic march. Primary prevention (prenatal) of bronchial asthma has occurred to pregnant women who have a history of allergies to him, his family, his son before, or her husband. Risk and manifestations of allergy in the fetus is not clearly detected, that is the problem. In conditions of high risk of asthma, cleverly a mother should avoid allergens as early as possible. Secondary prevention is early diagnosis before the onset of asthma. Prevention tertier is the prevention countermeasure to disability and rehabilitation. Rehabilitation can be conducted in a peaceful, so that children who suffer from bronchial asthma feel relaxed and motivated to be healthy. Bronchial asthma are not handled properly can cause recurrence that can interfere with the activities and quality of life. Keyword : Asthma, Children, Risk, Preventif, Disease
  • 2. PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, khususnya sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel-sel epitel. Pada individu yang peka, inflamasi ini menyebabkan episode berulang mengi (wheezing), susah bernapas, dada sesak dan batuk, terutama pada malam atau pagi hari. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan. Asma dikatakan sebagai penyakit multifactor karena disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor keturunan atau lingkungan, penyakit atopik, infeksi saluran napas, perokok sigaret aktif maupun pasif, paparan akibat pekerjaan, bahan kimia dalam makanan dan obatobatan. Asma juga merupakan sebuah penyakit kronik yang sering terjadi pada anak dan masih tetap merupakan masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengobatan asma anak. Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan asma diharapkan dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma. Asma yang tidak diobati dapat menyebabkan penderita harus dirawat di rumah sakit, tidak masuk sekolah atau kerja, terbatas aktivitas fisiknya, tak bisa tidur, bahkan pada beberapa kasus mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar setiap penderita asma mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat serta mampu mengelola asmanya. Menurut panduan asma internasional (Global Initiative for Asthma/GINA) yang disebut sebagai asma terkontrol adalah asma yang menunjukkan gejala- gejala kronis termasuk munculnya gejala pada malam hari, jarang terjadi kekambuhan, tidak ada kunjungan ke ruang gawat darurat, tidak ada keterbatasan aktivitas dan tidak ada efek samping penggunaan obat. Kemajuan di bidang farmakologi dan terapi dalam pengobatan maupun pencegahan asma, dirasa telah mampu mengurangi angka insidensi. METODE Untuk memperoleh data dalam penelitian ini diambil dari berbagai jurnal dan artiel ilmiah terkait dengan asma bronkiale pada anak. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terkena penyakit asma bronkiale, sedangkan sampel merupakan anak-anak yang menderita asma bronkiale. Pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup enam aspek yaitu: konsep epidemiologi penyakit, riwayat alamiah penyakit (Natural History of Disease), pengenalan faktor risiko, dan aspek pencegahan yang meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier seperti (rehabilitasi). KONSEP EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA ANAK Konsep dasar epidemiologi penyakit dengan menggunakan segitiga epidemiologi yang di dalamnya terdapat 3 faktor yaitu: host, agent, environment. Pada kasus asma bronkial juga terdapat ketiga faktor host, agent, dan environment. Host merupakan semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul dan menyebarnya suatu penyakit. Agent adalah suatu substansi atau elemen-elemen tertentu yang keberadaannya bisa menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Sedangkan environment adalah faktor luar yang mendukung perkembangan suatu penyakit di sini adalah asma bronkial yang berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan social.
  • 3. Host untuk asma bronkial dapat berupa umur, jenis kelamin, ras, genetic, nutrisi, imunitas, dan tingkah laku. Asma bronkiale dapat timbul pada segala usia namun gejala awal dari 80-90% anak yang menderita asma muncul pertama kali pada saat anak berusia balita. Pada anak sebelum usia 14 tahun prevalensi anak laki-laki terkena asma adalah 1,2-2 kali disbanding anak perempuan. Sehingga asma bronkial lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan. Selain itu warna kulit juga berpengaruh dalam penentuan sakit tidaknya seseorang. Orang dengan ras kulit hitam lebih banyak menderita asma bronkial pada orang dengan ras kulit putih. Pada asma bronkiale penyakit alergi juga memegang peran penting, orang dengan riwayat alergi biasanya mudah terserang penyakit jika terpapar walaupun sedikit faktor pencetus. Namun hal tersebut belum tentu bisa dipastikan orang terserang sakit namun juga bergantung pada derajat nutrisi si orang. Derajat nutrisi seseorang juga dapat menunjukan status imunitas dari seseorang yang juga menjadi faktor penentu seseorang terserang asma bronkiale atau tidak. Penentu lain dari faktor Host yang tidak kalah penting adalah tingkahlaku. Tingkahlaku memegang peran penting dalam penentuan terserang asma bronkiale, salah satu contoh dari tingkahlaku adalah perilaku merokok atau kebiasaan terpapar asap rokok yang sudah dipastikan akan menurunkan kinerja paru-paru[1,3] Agent untuk penyakit asma brokial dapat berupa agent kimia dan agent fisika. Pada kasus asma bronkiale agent kimia yang dapet meningkatkan asma bronkial bisa berupa debu, asap rokok, allergen. Allergen disini bisa berupa zat alergenik yang bisa memicu alergi seseorang. Sehingga memicu penyakit asma dari seseorang tersebut. Agent kedua adalah agent fisika yang dapat berupa cuaca dan iklim suatu daerah. Daerah dataran rendah yang panas memiliki prosentase pemicu asma bronkial yang berbeda dengan dataran tinggi yang dingin dan membuat prosentase terserang asma bronkiale lebih besar dari pada dataran rendah. Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, Biologis, dan sosial. Ketiga tipe lingkungan tersebut merupan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan walaupun dalam penentuan faktor resiko dapat dipilah. Lingkungan fisik merupakan keadaan lingkungan sekitar yang berupa abiotic mulai dari udara, air, tanah, bangunan, dll. Dalam penentuan asma bronkiale dari faktor fisik, debu merupakan pemegang peran penting dan paling sering menyebabkan penyakit asma. Lingkungan biologis yang mendukung terjadinya asma bronkial berupa usur biotik yang berupa mikroorganisme yagn biasanya berperan sebagai agent terjadinya penyakit asma bronkial. Faktor lingkungan terakir adalah lingkungan social. Lingkungan social ini biasanya berhubungan dengan hubungan antar individu. Seperti kegiatan interaksi anak disekolah yang menjadi faktor risiko utama terjadinya asma bronkial pada anak dikarenakan kebersihan dari lingkungan sekolah yang sulit dikendalikan. Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80- 90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang – kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat berlarut – larut, biasanya lebih banyak yang terus – menerus daripada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan menganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dar hari ke hari Sebenarnya asma bronkial bukan termasuk penyakit yang mematikan , namun morbiditas dan mortalitas asma bronkial relatif meningkat tiap tahunnya, menurut perkiraan WHO, sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial dan 255 ribu orang meninggal karena asma bronkial di dunia pada tahun 2005 dan angka ini masih terus meningkat. Kematian mencapai 3,8 per 1 juta anak pada tahun 1996, menurun menjadi 3,1 per 1 juta anak pada tahun 1997, dan meningkat kembali 3,5 per 1 juta anak pada tahun 1998. RIWAYAT ALAMIAH ASMA BRONKIAL PADA ANAK Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel inflamasi kronis yang mengakibatkan dilepaskannya macam-macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran nafas. Penyebab asma bronkial dibagi menjadi 3 yaitu asma ekstrinsik (alergik), asma intrinsik (non alergik), dan asma gabungan. Pencetus terjadinya asma disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain genetik, allergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja dan aktivitas jasmani yang berat. Anak – anak terlebih pada usia 0 – 5 tahun memiliki aktivitas yang tak terbatas karena pada tahap ini berkembang masa pertumbuhan dan perkembangan. Tentu orang tua tidak dapat mengontrol dengan mudah apa yang dilakukan si anak. Patofisiologi asma bronkial secara umum digambarkan sebagai berikut :
  • 4. Gambar 1. Patofisiologis Asma Bronkiale Sedangkan pada anak-anak tidak jauh beda dengan pada ornag dewasa untuk mekanismenya. Asma pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di munculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asma. Respon asma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan. Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan yang terlalu berat, kecemasan, dan udara dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas. Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas. Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia). Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).[1,8] Mekanisme Terjadinya Kelainan Pernapasan Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll. Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.
  • 5. Gambar 2. Penyempitan Bronkiale Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana: a. Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut b. Produksi kelenjar lendir yang berlebihan c. Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati. Gambar 2. Paru-Paru Manusia
  • 6. Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela- sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius. Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun. Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat. Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma. Hiperreaktivitas bronkus adalah peningkatan respons bronkus dan penurunan ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap pelbagai rangsangan, misalnya latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat kimia, dan menimbulkan reaksi inflamasi. Besarnya hipereaktivitas dapat diukur secara objektif. Berbagai cara yang dilakukan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik. Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan pada faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor pencetus untuk menimbulkan serangan asma sangat tergantung pada hiperreaktivitas bronkus. Makin berat derajat hiperreaktivitasnya, makin kecil intensitas faktor pencetus yang diperlukan untuk timbulnya serangan asma.[2,4] Berbagai penelitian asma pada anak memperlihatkan adanya suatu pola hubungan antara proses sensitisasi alergi dengan perkembangan dan perjalanan penyakit alergi yang dikenal sebagai allergic march (perjalanan alamiah penyakit alergi). Secara klinis allergic march terlihat berawal sebagai alergi saluran cerna (diare alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi kulit (dermatitis atopi) dan kemudian alergi saluran napas (asma bronkial, rinitis alergi). Suatu penelitian memperlihatkan bahwa kelompok anak dengan gejala mengi pada usia kurang dari 3 tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyai predisposisi ibu asma, dermatitis atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengan kelompok anak dengan mengi yang tidak menetap. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa anak mengi yang akan berkembang menjadi asma terbukti mempunyai kemampuan untuk membentuk respons lgE serta respons eosinofil pada uji provokasi berbagai stimuli. Proses sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejak awal masa kehidupan, secara bertahap mulai dari rangsang alergen makanan dan infeksi virus, sampai kemudian rangsang aeroalergen. Proses tersebut akan mempengaruhi modul respons imun.[7] MANIFESTASI KLINIS ASMA BRONKIAL PADA ANAK Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis. Tetapi pada saat serangan penderita tampak bernafas dengan cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot – otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala – gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala – gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi, dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. [5] KLASIFIKASI ASMA BRONKIAL PADA ANAK Klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya antara lain: 1. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa – apa terhadap orang yang sehat. 2. Asma Intrinsik Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan. 3. Asma Gabungan Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk asma alergik dan non alergik.
  • 7. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat), yaitu: a. Asma intermitten (asma jarang)  Gejala kurang dari seminggu  Serangan singkat  Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan  FEV 1 atau PEV > 80%  PEV atau FEV 1 variabilitas 20%-30% b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)  Gejala lebih dari seminggu  Serangan mengganggu aktivitas dan tidur  Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan  FEV 1 atau PEV >80%  PEV atau FEV 1 variabilitas < 20%-30% c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)  Gejala setiap hari  Serangan mengganggu aktivitas dan tidur  Gejala pada malam hari >1 dalam seminggu  FEV 1 atau PEV 60%-80%  PEV atau FEV 1 variabilitas > 30% d. Asma severe persistent (asma persisten berat)  Gejala setiap hari  Serangan terus menerus  Gejala pada malam hari setiap hari  Terjadi pembatasan aktivitas fisik  FEV 1 atau PEV=60% PEF atau FEV variabilitas > 30% PENGENALAN FAKTOR RESIKO ASMA BRONKIAL PADA ANAK Menurut Depkes RI, 2009 dalam bukunya yag berjudul Pedoman Pengendalian Penyakit Asma secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi du kelompok, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan.[6] 1. Faktor Genetik a. Atopi/alergi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hipereaktivitas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. Saluran nafas terutama pada bronkus sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. Bagi anak-anak yang memiliki riwayat alergi terutama yang berkaitan dengan saluran pernafasan akan memiliki resiko lebih besar terjadi hiperaktivitas bronkus. c. Jenis kelamin Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. T etapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. d. Ras/etnik e. Riwayat penyakit keluarga Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai
  • 8. risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak33). Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48). 2. Faktor lingkungan a. Alergen dalam rumah Beberapa contoh dari alergen di dalam rumah adalah tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain. b. Alergen luar rumah Alergen jenis ini bisa berupa serbuk sari, dan spora jamur. c. Alergen makanan Contohnya susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet dan pewarna makanan. d. Alergen obat-obatan tertentu Misalnya saja penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain. e. Bahan yang mengiritasi Beberapa diantaranya yaitu parfum, household spray, rokok dan lain-lain. penderita anak-anak lebih sering mendapat serangan asma bila di rumahnya ada yang merokok, maka segera hentikan kebiasaan tersebut. Mungkin saat ini belum terlihat akibatnya, tetapi dalam janga panjang hampir pasti akan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang sangat sulit diobati. (Sutomo, 2008) f. Binatang Peliharaan Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:  Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan binatang tersebut masuk dalam rumah  Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,  Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya  Perubahan Cuaca g. Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan. PENCEGAHAN Pencegahan Primer 1. Pencegahan primer (prenatal) asma bronkial dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan untuk menghambat sensitisasi imunologi terutama mencegah terbentuknya Immunoglobulin E (IgE) pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan menyusui.. Hal ini dapat dilakukan dengan cara ibu hamil menghindari atau meminimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan.
  • 9. Permasalahannya, risiko dan manifestasi alergi pada janin masih belum dapat dideteksi dengan jelas, namun beberapa ahli melaporkan indikasi alergi pada janin adalah gerakan atau tendangan janin yang keras, disertai dengan rasa sakit pada ujung hati yang disertai gerakan denyutan keras (hiccups/cegukan) pada ibu terutama pada saat malam hari. Dalam keadaan risiko tinggi asma, maka sebaiknya ibu harus mulai menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Pada keadaan seperti ini, Committes on Nutrition American Acadcemy of Pediatric (AAP) menganjurkan eliminasi diet jenis kacang – kacangan dan menghindari kontak dengan polutan dan asap xrokok baik secara aktif maupun pasif selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak.[4] 2. Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen sejak masa fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit atopi yang belum menderita asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma. 3. Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen dan polutan, baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para peneliti umumnya menyatakan bahwa alergen utama yang harus dihindari adalah tungau debu rumah, kecoak, bulu hewan peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutan harus dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok dalam rumah. Polutan yang telah diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma adalah asap kendaraan, kayu bakar, ozon, dan SO2. Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempat anak biasa berada, terutama kamar tidur dan tempat bermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada data yang menyokong, agaknya kita harus menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.[6] 4. Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahan sensitisasi terhadap fetus dan bayi, antara lain dengan memberikan diet hipo dan non alergenik serta penghindaran asap rokok. Walaupun secara teoritis pemberian diet hipoalergenik pada masa trimester ketiga kehamilan sangat menarik, ternyata bukti klinis penelitian tersebut tidaklah menggembirakan. Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur 5 tahun antara kelompok perlakuan dan kelola. Hasil lebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat ASI dari ibu dengan diet hipoalergenik pada masa laktasi. Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok akan membahayakan perkembangan paru bayi baik dilakukan pada masa sebelum maupun setelah 5. Berdasarkan pengetahuan dasar tentang proses sensitisasi dan allergic march maka upaya pencegahan asma dilakukan juga dengan mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit alergi. Upaya tersebut antara lain adalah dengan mencegah timbulnya suatu penyakit alergi (asma) pada anak yang telah tersensitisasi. Suatu uji klinis multisenter ETAC (early treatment of the atopic child) telah menunjukkan manfaat setirizin untuk menghambat timbulnya asma pada anak kecil penderita dermatitis atopi yang sudah tersensitisasi terhadap alergen tertentu tetapi belum menderita asma. Pencegahan Sekunder Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.[4] Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa : a. Pengobatan non-medikamentosa  Penyuluhan  Menghindari faktor pencetus  Pengendali emosi  Pemakaian oksigen b. Pengobatan Medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega. 1. Pengontrol (Controllers)
  • 10. Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : a. Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 1. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid 200-500 ug 200-400 ug 500-1000 ug 100-250 ug 400-1000 ug 500-1000 ug 400-800 ug 1000-2000 ug 250-500 ug 1000-2000 ug >1000 ug >800 ug >2000 ug >500 ug >2000 ug Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid 100-400 ug 100-200 ug 500-750 ug 100-200 ug 400-800 ug 400-800 ug 200-400 ug 1000-1250 ug 200-500 ug 800-1200 ug >800 ug >400 ug >1250 ug >500 ug >1200 ug b. Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. d. Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat 2. Turbuhaler Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke paru- paru. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk: Bricasma, Pulmicort,Symbicort.[1] 3. Rotahaler Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap dan Nebulizer. 4. Nebulizer Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usia lanjut dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor
  • 11. dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan dengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer. Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis. Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantumengeluarkan sekresi bronkus. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah dampak lanjutan setelah timbulnya alergi. Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit yang masih dini tetapi belum menunjukkan gejala penyakit alergi yang lebih berat. Saat tindakan yang optimal adalah usia 6 bulan hingga 4 tahun. [1] 1. Rehabilitasi Rehabilitasi asma dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah dari sebelumnya, biasanya dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan dan membantu perbaikan mengurangi. Upaya terapi yang kini dilakukan untuk penderita asma bronkial adalah Senam Nafas sehat (SNS). Sampai saat ini SNS efektif untuk mengurangi frekuensi serangan dan dapat membantu menenangkan serangan. Adapun rehabilitasi dengan cara Non- Pharmacological Treatment yaitu penghilangan alergen (terutama hewan peliharaan yang berbulu), perbaikan manajemen diri, latihan fisik (terbukti untuk pengurangan gejala asma, toleransi latihan ditingkatkan), terapi pernafasan dan fisioterapi (misalnya teknik pernapasan, pernapasan mengerutkan-bibir), berhenti merokok (dengan bantuan medis dan nonmedis, jika perlu), pengobatan Psikososial (terapi keluarga), dan penurunan berat badan bagi pasien obesitas. Selain itu terdapat Inadequate Treatment Benefit yaitu dengan cara akupunktur, kontrol kelembaban udara, pelatihan teknik pernafasan, langkah-langkah diet : minyak ikan; asam lemak; mineral suplemen;vitamin C, penggunaan ionizers (pemurni udara kamar), mengkonsumsi ekstrak tanaman (agen phytotherapeutic), terapi relaksasi (relaksasi progresif, hipnoterapi, pelatihan autogenic, pelatihan biofeedback, meditasi transedental), dan mengkonsumsi obat tradisional Cina. 2. Tidak ada diskriminasi dalam menghadapi dan berkomunikasi dengan anak penderita asma bronkial dibandingkan anak pada umumnya Sehingga anak penderita asma bronkial tidak merasa dirinya sakit dan terbatas aktivitasnya, meskipun ada beberapa kegiatan yang harus dihindari. Seharusnya hal-hal seperti itu dapat dikomunikasikan dengan baik pada anak penderita asma bronkial, sehingga anak tersebut tidak berpikiran selalu sakit dan selalu butuh pertolongan.[6] 3. Motivasi untuk penderita asma Hal terpenting dalam mengatasi suatu penyakit adalah membentuk pola pikir positif bahwa dirinya sehat. Begitu pula dengan anak penderita asma bronkial, dapat dimotivasi dengan pikiran positif bahwa dirinya sehat dan tetap mampu memposisikan diri mereka sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan sosial yang saling membutuhkan. KESIMPULAN Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma diperkirakan masih
  • 12. sangat tinggi.Bedasarakan data dari Departemen Kesehatan, persentase penderita asma di indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak penderita asma yang belum mendapatkan perawatan dokter. Hal itu membuat angka kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Pada jalur saraf otonom, inhalasialer genakan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran napas.Klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya antara lain asma ekstrinsik, asma intrinsik, dan asma gabungan. Selain itu, asma juga bisa diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat berat asma, dan kontrol asma. Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara “mengi” (bunyi yang meniup sewaktu mengeluarkan udara/napas), rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah, biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket, serta perasaan menjadi gelisah dan cemas.Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana, otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut, produksi kelenjar lendir yang berlebihan, bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit.Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi du kelompok, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari alergi, hiperaktivtas bronkus, jenis kelamin, dan etnik/ras. Sedangkan faktor lingkungan berupa alergen dalam rumah, alergen luar rumah, alergen makanan, alergen obat-obatan tertentu, dan bahan yang mengiritasi.Pencegahan primer dari asma bronkial adalah dengan cara ibu hamil menghindari atau meminimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen, kontrol lingkungan, memberikan diet hipo dan non alergenik serta penghindaran asap rokok sebagai upaya pencegahan sensitisasi terhadap fetus dan bayi, mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit alergi.Untuk pencegahan sekunder terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa. Sedaangkan pencegahan tersier dilakukan dengan cara rehabilitation. Rehabilitasi asma dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah dari sebelumnya, biasanya dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan dan membantu perbaikan mengurangi. Upaya terapi yang kini dilakukan untuk penderita asma bronkial adalah Senam Nafas sehat (SNS). . SARAN 1. Pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen. Pencegahan dini dilakukan agar kita mengetahui bahan-bahan apa saja yang menimbulkan reaksi aleri pada tubuh kita. 2. Hindari pajanan alergen dan polutan Hal ini bertujuan untuk mencegah kambuhnya asma, sebab dengan kita menghindari alergen itu berarti kita melakukan pengendalian salah satu faktor resiko dari asma. 3. Melakukan ETAC (early treatment of the atopic child) Melalukan treatment sedini mungkin untuk menghindari semakin parahnya asma. 4. Penggunaan steroid inhalasi untuk perbaikan faal paru Dengan penggunaan steroid inhalasi maka akan meringankan beban kerja dari paru- paru itu sendiri.
  • 13. DAFTAR PUSTAKA Akib, A.A., 2002. Asma Pada Anak. Sari Pediatri, 04, pp.78-82. Anon., 2011. Artikel Asma Bronkiale. [Online] Available at: http://www.scribd.com/doc/211575792/Artikel- Review-Asma-Bronkial-Done [Accessed 29 March 2014]. Ekarini, N.L.P., 2012. Analisis Faktor-Faktor Pemicu Dominan Terjadinya Serangan Asma pada Pasien Asma. Jurnal Keperawatan, 03, pp.127-40. Meiyanti, J.I.M., 2012. Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkiale. Jurnal Kedokteran Trisakti, 19, pp.125-32. Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkiale. Jurnal Kedokteran Indonesia, 58, pp.444- 51. RI, D.K., 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Sundaru, S., 2006. Asma Bronkiale. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sutomo, 2008. Faktor-Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkiale di RS Kabupaten Kudus. Jurnal Pasca Sarjana , 17, pp.220-32.