1) Mataram adalah kerajaan berikutnya setelah Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah pada abad ke-8.
2) Ibu kotanya berada di pedalaman Jawa Tengah di sekitar sungai-sungai seperti Progo, Bogowonto, dan Bengawan Solo.
3) Raja pendirinya bernama Sanjaya yang menggantikan Sanna dan memerintah dengan bijak.
2. 2
Mataram adalah kerajaan lanjutan dari Kerajaan
Kalingga di Jawa Tengah sekitar abad VIII
Kerajaan ini berlokasi di pedalaman Jawa
Tengah, di sekitar daerah yang banyak di
aliri sungai seperti sungai Progo,
Bogowonto ,dan Bengawan solo
3. 6
Sumber Tertulis Kerajaanini ialah PrasastiCanggal
dan Mantyasih. Dimana keduanya menyatakan Raja
Sanjaya sebagai pendiri WangsaSanjaya
menggantikanSanna dan memerintah denganbijak
dalamwaktuyang lama
4. Berdasarkan prasasti yang telah ditemukan
dapat diketahui raja-raja yang pernah
memerintah Dinasti Syailendra, di antaranya:
1) Bhanu ( 752- 775 M )
Raja banu merupakan raja pertama sekaligus
pendiri Wangsa Syailendra.
2) Wisnu ( 775- 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi Brobudur
mulai di banugun tempatnya 778.
3) Indra ( 782 -812 M )
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra
membuat Prasasti Klurak yang berangka tahun
782 M, di daerah Prambanan. Dinasti
Syailendra menjalankan politik ekspansi pada
masa pemerintahan Raja Indra. Perluasan
wilayah ini ditujukan untuk menguasai daerah-
daerah di sekitar Selat Malaka. Selanjutnya,
yang memperkokoh pengaruh kekuasaan
Syailendra terhadap Sriwijaya adalah karena
Raja Indra menjalankan perkawinan politik.
Raja Indra mengawinkan putranya yang
bernama Samarottungga dengan putri Raja
Sriwijaya.
5. 4) Samaratungga ( 812 – 833 M )
Pengganti Raja Indra bernama Samarottungga. Raja Samaratungga
berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai
raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menghayati nilai agama dan
budaya. Pada zaman kekuasaannya dibangun Candi Borobudur. Namun
sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai, Raja Samarottungga
meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa yang
merupakan anak dari selir.
5) Pramodhawardhani ( 883 – 856 M )
Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan
cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar keratin
yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjdi
permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6) Balaputera Dewa ( 883 – 850 M )
Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibunya yang
bernama Dewi Tara, Puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi
perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami
Pramodhawardhani. Belaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta
tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan
tidak setuju terhadap tahta yang diberikan Rakai Pikatan yang keturunan
Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami
kekalahan dan melatrikan diri ke Palembang.
7. Prasasti Mantyasih/Prasasti Balitung/Prasasti Kedu
Prasasti yang terbuat dari tembaga ini dibuat oleh
Raja Diah Balitung. Prasasti dibuat pada 829 Saka
atau 907 Masehi. Prasasti berisi nama-nama raja
yang memerintah pada saat Dinasti Sanjaya
berkuasa hingga Diah Balitung. Mereka adalah:
Sang Ratu Sanjaya Sri Maharaja Rakai
Pamunggalan Sri Maharaja Rakai Panangkaran Sri
Maharaja Rakai Garung Sri Maharaja Rakai Pikatan
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Sri Maharaja Rakai
Watuhmalang Sri Maharaja Rakai Watukura Diah
Balitung Dharmodaya Maha Sabu Dalam prasasti
diceritakan pula Diah Balitung menghadiahi lima
patihnya yang dianggap berjasa pada kerajaan.
8. Prasasti Kalasan
Prasasti ini menandai kekuasaan Dinasti Syailendra.
Prasasti dibuat pada 700 Saka atau 778 Masehi.
Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, namun
menggunakan huruf pranagari. Isinya menceritakan
Maharaja Tejapurnapana berhasil dibujuk untuk
mendirikan bangunan suci. Bangunan suci pertama,
dibuat khusus untuk Dewi Tara, seorang dewi Hindu.
Sementara bangunan suci kedua adalah biara untuk
para biksu.
9. Prasasti Kota Kapur merupakan tugu peringatan telah dikuasainya Pulau Bangka oleh
Sriwijaya. Isinya diawali dengan seruan kepada dewata yang melindungi Kadatuan
Sriwijaya, dewata yang mengawali setiap mantra kutukan. Kemudian ancaman kepada
para
pemberontak, baik itu daerah yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya, atau orang
yang
bersekongkol dengan pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang
mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak hormat,
yang
tidak patuh dan setia kepada Datu Sriwijaya, dan pada mereka yang telah diangkat
oleh Datu Sriwijaya sebagai Datu. Agar mereka yang telah disebutkan itu mati kena
kutuk, dan akan segera dikirimkan ekspedisi di bawah pimpinan Datu Sriwijaya untuk
dihukum bersama marga dan keluarganya.
Juga disebutkan ancaman akan terkena kutukan bagi mereka yang suka berbuat jahat
seperti mengganggu ketentraman jiwa orang, membuat sakit, membuat gila,
menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, sarāmvat,
pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya. Semoga
perbuatan-perbuatan jahat itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang telah
melakukan perbuatan jahat itu. Kutukan dan hukuman langsung ditujukan pula kepada
mereka yang menghasut supaya merusak dan mereka yang merusak batu (prasasti)
yang dipancangkan di tempat ini.