Dokumen tersebut membahas tentang mitos kecantikan Barat dan pengaruhnya terhadap perempuan, khususnya Muslimah. Mitos kecantikan Barat mendorong perempuan untuk memenuhi standar tertentu seperti kulit putih dan tubuh langsing, yang menimbulkan tekanan psikologis. Islam memandang kecantikan lebih dari sekadar penampilan fisik.
2. 1
MITOS KECANTIKAN BARAT
KECANTIKAN; ANTARA MITOS DAN
REALITA
Syabât Hizbut Tahrir Inggris
Judul Asli : The Western Beauty Myth
Penulis : Syabât Hizbut Tahrir Inggris
Penerbit : Khilafah Publications Suite
298, 56 Gloucester Road, London SW7
4UB
Tanggal Terbit: 21 Zhulhijjah 1423 H / 22
Februari 2003 M
Penerjemah : Abu Faiz
Editor : Saifullah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
MEMPERCANTIK DIRI: ANTARA PILIHAN
ATAU KEWAJIBAN?
HARAPAN-HARAPAN YANG TIDAK WAJAR
BAHAYA DI BALIK MITOS KECANTIKAN
MEMPERCANTIK DIRI: MENINGKATKAN
MARTABAT PEREMPUAN DI MASYARAKAT?
MUNCULNYA MITOS KECANTIKAN
PENGARUH MITOS KECANTIKAN
TERHADAP MUSLIMAH
ISLAM DAN KONSEP KECANTIKAN
BAGAIMANA MUSLIMAH MENILAI
DIRINYA?
BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG
MUSLIM MENILAI SEORANG MUSLIMAH?
KAUM MUSLIMAH ADALAH PEREMPUAN
YANG BERPIKIR
KATA PENGANTAR
Pada bulan Desember 2002 lalu, kota
London menjadi tuan rumah acara
tahunan kontes kecantikan Miss World
yang ke-52. Menurut jadwal, acara
tersebut semestinya diselenggarakan di
Nigeria, namun akhirnya terpaksa
dipindahkan karena munculnya reaksi
negatif dari kaum Muslim Nigeria yang
berunjuk rasa memenuhi jalan-jalan,
menentang acara yang mempertontonkan
sekelompok wanita berbusana minim
hingga sebagian besar auratnya terbuka di
depan publik. Namun, ironisnya, kontes
tahun ini dimenangkan oleh satu-satunya
peserta Muslimah dalam kontes ini, yaitu
‘Miss Turki’. Setelah dinyatakan sebagai
pemenang kontes, Azra Akin –Miss Turki
itu– membuat pernyataan sebagai berikut,
“Saya berharap akan dapat menjadi
gambaran tentang perempuan yang baik.
Saya merasa sangat terhormat menjadi
Miss World. Saya pikir, mendapatkan
kedudukan sebagai Miss World merupakan
sesuatu yang amat baik, dan saya
berharap akan dapat membuat suatu
perbedaan”.
Meskipun Azra berpandangan demikian,
namun banyak perempuan di seluruh
dunia –baik Muslim maupun non-Muslim–
yang tidak menganggap kontes-kontes
semacam itu akan mendatangkan
kehormatan bagi kaum perempuan.
Bahkan sebaliknya, kontes seperti itu
justru akan menurunkan status
perempuan dan hanya membuat
perempuan menjadi objek pemuas
syahwat kaum laki-laki.
Namun demikian, apabila kita telaah lebih
jauh konsep mengenai citra perempuan
yang sempurna atau kepribadian yang
ingin diraih oleh setiap perempuan,
termasuk di dalamnya gambaran
mengenai ukuran kecantikan menurut
Azra dan para kontestan lainnya, maka
kita akan mendapati betapa masih banyak
perempuan di dunia ini –baik Muslim
maupun non-Muslim– yang berpandangan
seperti Azra.
Kenyataan menunjukkan bahwa
pandangan yang dominan di tengah-
tengah masyarakat dunia saat ini tentang
apa yang dimaksud dengan “Wanita
Cantik” adalah pandangan yang
bersumber dari masyarakat kapitalis
Barat. Yang dimaksud dengan “Wanita
Cantik” –menurut mereka- adalah
perempuan yang tinggi, ramping, dan
berkulit putih. Selain itu, pandangan
umum masyarakat dunia tentang
kepribadian perempuan yang sempurna
lebih banyak diukur dari sisi penampilan
dan cara berbusana ala perempuan Barat.
Penting untuk dipahami bahwa citra yang
ingin diraih seorang perempuan
sebenarnya memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang perempuan
3. 2
tersebut, tidak sekedar menunjukkan
bagaimana perempuan ingin menampilkan
dirinya kepada dunia secara fisik. Citra
yang ingin diraih seorang perempuan itu
akan dapat memberikan gambaran
mengenai pandangannya tentang
kehidupan, serta bagaimana ia ingin
menjalani kehidupan ini. Naomi Wolf
dalam bukunya “The Beauty Myth”
menulis, “Sifat-sifat yang dianggap
sebagai ukuran kecantikan pada suatu
zaman tertentu sesungguhnya hanya
merupakan simbol-simbol perilaku
perempuan yang diinginkan pada masa
itu. Mitos kecantikan (yang dijadikan
patokan oleh masyarakat) sebenarnya
menentukan perilaku (yang diinginkan
masyarakat dari seorang perempuan),
bukan sekedar penampilannya.”
Lantas, seperti apa sebenarnya jati diri
yang menjadi landasan citra perempuan
sekuler Barat? Jati diri perempuan sekuler
Barat itu dibangun atas dasar pemikiran
bahwa kaum perempuan harus bebas
menentukan segala aspek kehidupan
dirinya menurut jalan pikirannya dan
keinginannya sendiri. Mulai dari
penampilannya, etika berbusananya,
bentuk pergaulannya dengan laki-laki,
serta peran yang dilakukannya di dalam
keluarga dan masyarakat. Singkat kata,
jati diri itu dibangun di atas pemikiran
bahwa tidak boleh ada satu pihak pun
yang menentukan citra atau gaya
hidupnya, atau memberikan batasan-
batasan kepadanya. Tidak juga Allah Swt.,
Zat yang menciptakannya.
Inilah jati diri yang ditunjukkan
masyarakat sekuler Barat kepada dunia,
manakala mereka menyebarluaskan citra
perempuan Barat ke seluruh muka bumi.
Inilah jati diri yang mereka harapkan bakal
dianut oleh setiap perempuan di dunia,
termasuk kaum perempuan di Dunia
Islam. Media Barat memainkan peranan
yang sangat penting dalam upaya meraih
tujuan ini. Mulai dari industri musik dan
film yang mengekspor produk mereka ke
negeri-negeri kaum Muslim untuk
mengagung-agungkan citra perempuan
Barat, hingga iklan-iklan pakaian,
kosmetik, dan asesoris kecantikan di
berbagai majalah dan papan-papan iklan
yang bertebaran di jalanan Turki, dunia
Arab, dan negeri-negeri Islam lainnya.
Penayangan kontes kecantikan Miss World
merupakan contoh nyata upaya mereka
dalam meraih tujuan ini. Pada bulan
Desember 2002 itu, lebih dari dua milyar
penduduk bumi menonton acara kontes
kecantikan tersebut.
Sementara itu, citra perempuan yang
dibangun di atas landasan jati diri lainnya,
seperti Islam atau kaum Muslimah, yang
menentukan bentuk penampilan dan gaya
hidup mereka berdasarkan ketentuan
Sang Khaliq –bukan jalan pikirannya
sendiri– dianggap sebagai sesuatu yang
buruk, terbelakang, dan menindas.
Pandangan ini terungkap melalui
pernyataan beberapa tokoh Barat. Pada
tahun 2001, Cherie Blair pernah
menyampaikan pandangan ini secara
terbuka di sebuah konferensi pers tentang
etika pakaian Muslimah. Saat itu ia
berkata, “Saya kira tidak ada hal lain yang
dapat menggambarkan penindasan
terhadap kaum perempuan dengan lebih
baik daripada burka (pakaian Muslimah di
Afghanistan-pen).” Sementara itu, politisi
Prancis Jean-Marie Le-Pen ketika
mengutarakan pendapatnya tentang hijab,
ia berpendapat sinis, “Bahwa hal itu
(hijab) menghindarkan kita dari melihat
wanita yang berparas buruk.”
Perempuan-perempuan Barat terpukau
dengan konsep-konsep mengenai
kecantikan, citra, dan penampilan. Tidak
jarang mereka keliru mengaitkan
kecantikan dengan kesuksesan,
kepercayaan diri, serta penghargaan dan
penghormatan dari masyarakat.
Atas dasar pemikiran-pemikiran di atas,
kita akan mencoba menguji, apakah citra
dan jati diri perempuan-perempuan Barat
itu memang benar-benar citra dan jati diri
yang semestinya dijadikan patokan oleh
kaum perempuan, Muslim maupun non-
Muslim? Kita juga harus memahami,
apakah seorang perempuan memang
benar-benar bebas untuk berpenampilan
dan berbusana sesuai dengan pilihannya;
atau apakah ia perlu menyesuaikannya
dengan harapan-harapan tertentu dari
4. 3
masyarakat? Apakah upaya mempercantik
diri itu akan membuat seorang perempuan
memiliki kepercayaan diri serta
mendapatkan penghargaan dan
penghormatan dari masyarakat? Apakah
hal ini merupakan mitos ataukah bukan?
BAB I
MEMPERCANTIK DIRI; ANTARA
PILIHAN ATAU KEWAJIBAN?
Perempuan-perempuan Barat selalu
membanggakan konsep yang mereka
yakini, yaitu bahwa upaya mempercantik
diri merupakan suatu pilihan. Artinya,
seorang wanita bebas menentukan citra
dan penampilan mereka sesuai
keinginannya sendiri. Namun demikian,
ternyata kenyataan yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat jauh dari pandangan
yang naïf ini.
Konsep tentang Kecantikan
Masyarakat kapitalis Barat yang menjadi
lingkungan tempat hidup perempuan itu
telah menentukan standar ukuran “wanita
cantik”. Menurut mereka, wanita cantik itu
adalah perempuan yang tinggi, ramping,
berkulit putih, berambut pirang, dan
sensual. Inilah citra yang mau tak mau
harus dihadapi kaum perempuan Barat
setiap hari sepanjang hidupnya. Ini adalah
konsep tentang kecantikan yang diagung-
agungkan oleh ribuan majalah kecantikan,
fesyen, dan gaya hidup, yang dijual di
sepanjang jalan-jalan di kota London,
Paris, Roma, New York, dan Los Angeles,
seperti majalah Vogue, Cosmopolitan, dan
Marie Clare. Ini adalah juga konsep
kecantikan yang dibesar-besarkan oleh
perusahaan-perusahaan alat kecantikan
dan kosmetik berkapitalisasi miliaran
dollar. Ini juga yang menjadi ukuran
kecantikan, yang disajikan ke tengah-
tengah masyarakat melalui model-model
yang dimanfaatkan oleh berbagai industri
periklanan serta menjadi figur-figur yang
dipuja-puja dalam industri hiburan.
Konsep tentang bentuk tubuh dan
penampilan yang “sempurna” ini
membombardir rumah-rumah ribuan kali
sehari dalam wujud para model, seperti
Claudia Schiffer, Cindy Crawford, Naomi
Campbell, atau selebritis lain seperti
Britney Spears, Jennifer Aniston, Holly
Valance, atau Victoria Beckham. Mereka
menjadi standar yang diinginkan oleh
kaum perempuan. Penayangan konsep
kecantikan seperti ini bahkan telah dimulai
sejak usia muda, melalui majalah-majalah
“remaja” seperti Just 17, Cosmo Girl, atau
Sugar, yang membicarakan segala sesuatu
mulai dari tips-tips kecantikan sampai
bentuk gaya hidup “kaya dan terkenal”.
Karakter fiktif seperti Buffy the Vampire
Slayer, atau Miss Dynamite pun dijadikan
idola.
Dengan arus yang sedemikian kuatnya
pengaruh konsep kecantikan seperti itu di
tengah-tengah masyarakat, maka
perempuan-perempuan yang hidup di
Barat merasakan tekanan yang terus
menerus, yang memaksa mereka untuk
memenuhi harapan-harapan itu. Kalaupun
bukan untuk kepentingan perempuan itu
sendiri, maka penampilan atraktif itu
ditujukan untuk memenuhi harapan-
harapan kaum lelaki yang juga tidak bisa
lepas dari citra seperti itu. Kaum lelaki
juga terpengaruh dengan konsep tentang
kecantikan yang “dipaksakan” kepada
mereka.
Kondisi semacam ini semakin tampak jelas
dengan adanya fakta bahwa perempuan-
perempuan Barat semakin terobsesi dan
termakan isu mengenai penampilan fisik
mereka. Perhatian mereka pada masalah
kecantikan sedemikian besar, bahkan
tidak jarang melebihi perhatian mereka
terhadap masalah-masalah kehidupan
lainnya. Industri kosmetik di Inggris saja
mampu meraup penghasilan hingga 8,9
miliar poundsterling pertahun. Sedangkan
industri kosmetik Amerika Serikat
mengalami pertumbuhan rata-rata 10%
setiap tahun. Sebuah artikel di majalah
Time pada tahun 1988 menunjukkan
bahwa industri makanan diet di AS
berhasil mencetak angka penjualan
sampai sebesar 74 miliar dollar per tahun.
Jumlah ini setara dengan sepertiga dari
seluruh anggaran kebutuhan makanan
penduduk AS selama satu tahun. Masih di
AS, sebuah survei menunjukkan bahwa
5. 4
kalangan profesional perempuan telah
menyediakan anggaran khusus untuk
‘memelihara kecantikan’ hingga sebesar
sepertiga dari seluruh pendapatan mereka,
dan menganggap pengeluaran ini sebagai
suatu bentuk ‘investasi’. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Cincinnati, 33.000
perempuan AS menyatakan kepada para
peneliti bahwa mereka lebih menyukai
berat badannya berkurang 10 sampai 15
pon, daripada berhasil meraih tujuan-
tujuan lainnya. Pada tahun 1998, dalam
sebuah kampanye bertajuk “The Bread for
Life”, telah disurvei lebih dari 900
perempuan muda berusia 18 sampai 24
tahun yang tinggal di Barat. Dari survei
tersebut, para peneliti mengeluarkan
sebuah laporan yang berjudul “Tekanan
untuk Menjadi Sempurna.” Ketika para
responden ditanya tentang aspek apa
yang paling menarik dari seorang
perempuan, ternyata 55% responden
perempuan itu menjawab aspek
penampilan, sementara hanya 1% yang
menganggap kecerdasan sebagai aspek
tambahan.
Adanya tekanan-tekanan untuk memenuhi
harapan-harapan tertentu ini telah
mengakibatkan munculnya kegelisahan
dan ketakutan dalam diri perempuan Barat
berkaitan dengan penampilan fisik
mereka. Apakah ia terlalu gemuk, terlalu
kurus, terlalu tinggi, terlalu pendek, terlalu
pucat, terlalu gelap, atau terlalu tua?
Sebuah laporan penelitian yang pernah
dikutip oleh New York Times pada tahun
1985 menyatakan, “Orang-orang yang
mengalami cacat fisik pada umumnya
menyatakan puas dengan kondisi
tubuhnya, sedangkan perempuan-
perempuan yang kondisi tubuhnya normal
pada umumnya tidak puas.” Ada
kekhawatiran yang amat besar di kalangan
perempuan (Barat) jika mereka menjadi
gemuk atau berat badannya bertambah,
dan proses penuaan seperti itu hampir-
hampir mereka anggap sebagai suatu
penyakit. Dr. Arthur K. Balin, ketua
American Aging Association, pada tahun
1988 mengatakan kepada The New York
Times bahwa, “akan lebih baik jika para
dokter menganggap wajah yang buruk itu
sebagai suatu penyakit, bukan suatu
masalah kecantikan.” Penelitian “The
Bread for Life” yang disebutkan di atas
juga menemukan fakta bahwa hanya 25%
responden perempuan yang merasa
bahagia dengan berat badannya, dan ada
22% responden yang memilih tinggal di
rumah karena merasa tidak nyaman
dengan penampilannya.
Luasnya jangkauan masalah kecantikan
ini, terutama yang berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap perempuan, telah
membuat para ilmuwan dan dokter
merumuskan suatu istilah “Body
Dysmorphic Disorder.” Istilah ini
menggambarkan suatu kondisi di mana
seseorang memberikan perhatian yang
berlebihan atau tidak wajar terhadap
suatu kekurangan dalam penampilan fisik
seseorang. Jangankan dapat membangun
kepercayaan diri, upaya mempercantik diri
tersebut justru membuat perempuan
merasa lumpuh karena kurangnya
kepercayaan diri dan munculnya tekanan-
tekanan dari dalam benak mereka sendiri.
Bahkan para perempuan yang mestinya
melambangkan arti kecantikan –yaitu para
model di catwalk– merasa tidak aman
dengan penampilan mereka. The
Independent Newspaper baru-baru ini
melaporkan penderitaan yang dialami
sejumlah super-model terkemuka seperti
Karen Mulder yang menderita akibat
anorexia (penyakit akibat diet yang
kebablasan–pen) dan depresi mental.
Untuk mengakhiri penderitaan ini, ia
meminum obat tidur dalam dosis yang
berlebihan, hingga mengakibatkan ia
mengalami koma. Peristiwa ini
menunjukkan dengan jelas kekeliruan
pendapat bahwa kecantikan akan
menghasilkan kebahagiaan. Pendapat ini
jelas merupakan mitos belaka. Kenyataan
seperti ini dapat diringkas melalui kata-
kata seorang penulis Barat, Mary
Wollstonecraft, yang menulis dalam
bukunya – A Vindication of the Rights of
Women sebagai berikut, “Ajarkan sejak
bayi bahwa kecantikan adalah lambang
kekuasaan seorang wanita, maka akal
akan menyesuaikan diri dengan kemauan
tubuh; akal hanya akan dapat berputar-
putar dalam sangkar emasnya itu, dan
6. 5
tidak akan dapat berbuat lain kecuali
hanya untuk berusaha memperindah
penjaranya.”
Konsep Berbusana
Apabila kita menguji lebih jauh pendapat
perempuan-perempuan Barat, bahwa
mereka bebas menentukan etika
berbusana bagi diri mereka, bebas
menentukan mana yang dianggap menarik
dan mana yang tidak, maka kita akan
melihat bahwa kenyataan yang ada sama
sekali bertolak belakang dengan pendapat
itu. Industri busana dunia ditaksir
mempunyai aset 1.500 miliar dollar AS
(lebih besar dari industri persenjataan
dunia), serta telah menetapkan standar
berpakaian yang pantas untuk dipakai bagi
wanita dan yang tidak pantas dipakai.
Harapan-harapan yang dibangun oleh
industri busana itu telah menentukan
bagaimana bentuk penampilan yang
menarik dan bagaimana pula penampilan
yang ketinggalan zaman dan buruk bagi
wanita. Pada akhirnya hal ini membuat
kaum perempuan merasa tertekan untuk
menyesuaikan diri dengan harapan-
harapan tersebut, agar mereka dapat
diterima di masyarakat dan tidak dianggap
aneh oleh teman-temannya, kolega-
koleganya, serta oleh masyarakatnya.
Lebih dari itu, kita perlu mencermati siapa
sesungguhnya yang menentukan standar-
standar mengenai bagaimana seharusnya
seorang perempuan menampilkan diri
kepada masyarakat. Kita akan melihat,
bahwa mayoritas perancang busana
terkemuka di dunia –baik pada masa lalu
maupun masa kini– adalah kaum lelaki.
Melalui rancangan busananya, orang-
orang tersebut telah menyebarkan
pandangan mereka tentang kecantikan
dan bagaimana seharusnya perempuan
berpakaian. Gianni Versace, Alexander
McQueen yang merancang busana untuk
rumah mode Gucci, Dolce & Gabbana,
John Galliano yang merancang untuk
Christian Dior, dan Karl Lagerfeld yang
bekerjasama dengan rumah mode Chanel
adalah segelintir di antara perancang
busana laki-laki terkemuka di dunia.
Mereka –yang merupakan pengemban
konsep kebebasan yang berakar dari
akidah sekulerisme– menganggap dirinya
bebas memandang seorang perempuan
sesuai keinginannya, dan kemudian
menentukan busana yang indah, yang
dapat menyingkap keindahan bentuk
tubuh perempuan. Semakin banyak
keindahan tubuh perempuan yang
tersingkap, semakin indah busana itu.
Demikianlah, telah kelihatan jelas bahwa
dalam perkara berbusana, ternyata ada
harapan-harapan di tengah masyarakat
yang mesti dipenuhi oleh perempuan-
perempuan Barat. Lebih jauh lagi,
ternyata harapan-harapan itu sebagian
besar dibangun oleh kaum laki-laki, yang
menganggap bahwa merekalah pihak yang
paling berhak melihat keindahan tubuh
dan kecantikan perempuan di tengah-
tengah masyarakat.
Dengan demikian, upaya mempercantik
tubuh dan wajah bagi perempuan Barat
sebenarnya bukan merupakan suatu
pilihan; dan konsep bahwa perempuan
bebas memilih citra dirinya sesungguhnya
hanya merupakan mitos belaka. Upaya
mempercantik diri tidak akan dapat
membangun kepercayaan dan
penghargaan terhadap diri sendiri, tetapi
justru mengakibatkan munculnya
perasaan tidak aman dan terobsesi dengan
penampilannya.
BAB II
HARAPAN-HARAPAN YANG TIDAK
WAJAR
Tampak jelas bahwa ternyata ada
harapan-harapan tertentu bagi kaum
perempuan Barat yang terkait dengan
kecantikan dan penampilan mereka, yang
telah ditentukan oleh masyarakat dan
orang-orang tertentu. Tetapi,
sebagaimana biasa yang terjadi, manakala
manusia menentukan aturan tentang
bagaimana mereka menjalani kehidupan
berdasarkan akan pikiran dan hawa
nafsunya, maka akan selalu muncul
berbagai kerusakan dan permasalahan.
Kerusakan dan permasalahan yang
berkaitan dengan aturan manusia tentang
bagaimana seharusnya seorang
perempuan menampilkan dirinya di tengah
7. 6
masyarakat dunia timbul karena adanya
harapan-harapan yang tidak wajar dan
tujuan-tujuan yang dipaksakan.
Bagaimana mungkin Anda dapat berharap
semua perempuan di dunia, atau di
sebuah masyarakat atau komunitas, agar
mempunyai tinggi badan tertentu, atau
berat badan tertentu, warna kulit dan
warna rambut tertentu, bentuk wajah
tertentu, dan usia tertentu. Ini konsep
yang jelas-jelas tidak masuk akal.
Sebagai contoh, para model rata-rata
mempunyai berat badan 23% persen lebih
ringan daripada berat badan rata-rata
perempuan Amerika. Lantas, apakah
kemudian semua perempuan diharapkan
untuk mendapatkan berat badan “ideal”
itu? Tapi, ternyata banyak dari kalangan
perempuan yang merasa harus
mendapatkan berat badan tersebut.
Sebuah survei yang diadakan pada tahun
1984 oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Cincinnati terhadap 33.000 orang
perempuan menunjukkan bahwa 75% dari
kelompok usia 18 – 35 tahun menganggap
diri mereka terlalu gemuk, padahal hanya
25% di antara mereka yang secara medis
dipandang kelebihan berat badan.
Sementara itu, 45% perempuan yang
berat badannya kurang beranggapan
bahwa mereka terlalu gemuk.
Bukti bahwa pemikiran ini tidak sesuai
dengan realitas kehidupan juga
ditunjukkan dengan kenyataan bahwa
orang-orang yang bergerak dalam bidang
industri periklanan seringkali harus
melakukan upaya-upaya manipulasi
tertentu agar dapat menyajikan gambar
seorang model atau figur dengan
penampilan yang dapat mendongkrak nilai
penjualan majalah atau produk-produk
kosmetika, kecantikan, dan busana yang
ditawarkan. Bob Ciano, seorang mantan
art director pada majalah Life, pernah
mengatakan, “Tidak pernah ada foto
seorang perempuan yang tidak
dimanipulasi … termasuk foto-foto
selebritis perempuan (tua) yang
sebenarnya tidak ingin fotonya
dimanipulasi … kami selalu berusaha
membuat penampilannya seperti ketika ia
berusia lima puluhan.” Dalma Heyn, yang
pernah menjadi editor dua majalah
perempuan, mengatakan bahwa proses
airbrushing dari wajah perempuan
merupakan suatu hal yang rutin dilakukan.
Ia juga mengatakan bahwa majalah-
majalah perempuan selalu “mengabaikan
perempuan-perempuan yang telah
berumur, atau beranggapan bahwa
mereka tidak ada; majalah-majalah selalu
berusaha menghindari foto-foto
perempuan yang berusia lanjut, dan ketika
mereka harus menampilkan selebritis-
selebritis yang berusia lebih dari 60 tahun,
maka para “seniman manipulator” akan
berusaha membuat perempuan-
perempuan cantik itu tampak lebih cantik
lagi, yaitu agar mereka tampak lebih muda
dari usia yang sebenarnya.” Lebih jauh
lagi Dalma Heyn mengatakan, “Sampai
sekarang, para pembaca sama sekali tidak
tahu bagaimana sesungguhnya foto wajah
seorang perempuan berusia 60 tahun,
karena foto itu telah dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga ia tampak
berusia 45 tahun. Lebih buruk lagi, ketika
para pembaca yang berusia 60 tahun
melihat bayangannya di cermin, mereka
akan merasa terlalu tua, karena mereka
membandingkan wajahnya dengan foto-
foto para selebritis seusianya yang telah
dimanipulasi di majalah-majalah.”
Rekayasa komputer yang biasa digunakan
untuk mengubah realitas sebuah foto
acapkali digunakan majalah-majalah
kecantikan perempuan untuk
memanipulasi foto-foto para modelnya
untuk mempercantik penampilan dan
paras mereka.
Bahkan para selebritis perempuan yang
sering disebut-sebut sebagai dewi
kecantikan juga kehilangan berat badan
atau terpaksa mengakui bahwa mereka
telah melakukan berbagai operasi
kosmetik agar mendapatkan penampilan
yang terbaik dan memiliki wajah yang
sempurna, seperti Britney Spears, Jennifer
Lopez, dan Jane Fonda. Cher, penyanyi
dan ratu operasi kecantikan, pernah suatu
kali berkata, “Saya tidak tahu berapa kali
lagi saya dapat memperbaiki wajah ini
hingga puas.”
8. 7
Demikianlah, harapan-harapan tak wajar
yang ditetapkan industri kecantikan dan
hiburan, hingga membuat kebanyakan
perempuan di Barat tergoda untuk
berusaha keras mendapatkan tubuh yang
sempurna, serta bersedia menjalani
beragam operasi dan cara-cara yang
berbahaya untuk mencapai tujuan
tersebut. Di Amerika Serikat, pada tahun
2001 tercatat 8,5 juta kali operasi
kecantikan dan prosedur non operasi
untuk memperbaiki penampilan, yang
88% dari keseluruhannya dilakukan oleh
perempuan. Dari tahun 1997 sampai
dengan tahun 2001 di Amerika Serikat
terjadi peningkatan jumlah operasi
kecantikan hingga sebesar 304%. Lima
macam operasi kecantikan yang paling
sering dilakukan adalah lipoplasty, operasi
kelopak mata, pembesaran payudara,
perubahan bentuk hidung, dan
pengencangan kulit wajah. (berdasarkan
data statistik The American Society for
Aesthetic Plastic Surgery). Dalam salah
satu penelitian, ditemukan bahwa 1 dari
40 perempuan di AS telah melakukan
operasi pembesaran payudara. Model
terbaru adalah penyuntikan “botox”, yaitu
prosedur untuk menghapus kerutan-
kerutan di wajah dengan jalan
membekukan otot-otot wajah melalui
penyuntikan botulin toxin. Tidak perlu
seorang pakar untuk memperkirakan
dampak-dampak yang timbul akibat
prosedur seperti itu.
Semua tindakan di atas dilakukan semata-
mata demi mendapatkan citra atau
penampilan tertentu, yang dalam
kenyataannya tidak mungkin atau hanya
dapat dipenuhi oleh satu dua orang
perempuan dari keseluruhan populasi.
Selain itu, karena harapan-harapan yang
tidak masuk akal itu ditetapkan oleh
manusia, maka konsep tentang sifat-sifat
atau ukuran-ukuran kesempurnaan tubuh
dan wajah akan selalu berubah seiring
dengan berjalannya waktu. Apakah ini
tujuan hakiki yang ingin dicapai seorang
perempuan yang cerdas, yang kemudian
diperjuangkan dengan segenap waktu,
uang, dan segala upaya dalam
kehidupannya? Ataukah hal ini hanya
mitos belaka?
BAB III
BAHAYA DI BALIK MITOS
KECANTIKAN
Konsep yang “memaksa” seluruh wanita
dalam sebuah masyarakat untuk
memenuhi ukuran-ukuran penampilan
tertentu tidak hanya irasional, tetapi juga
berbahaya. Itu adalah konsep yang tidak
bertanggung jawab, karena dapat
membuat orang melakukan cara-cara yang
ekstrem, semata-mata untuk dapat
memenuhi harapan-harapan yang tidak
wajar itu agar dapat disebut sebagai
“wanita cantik”. Ujung-ujungnya, hal ini
dapat mengakibatkan sejumlah masalah
dan kekacauan.
Sebagai contoh, keinginan yang sangat
kuat untuk mendapatkan berat badan
yang “ideal” atau upaya mengurangi
lemak tubuh sampai tingkat tertentu telah
mengakibatkan timbulnya berbagai
masalah kesehatan dan gangguan pola
makan. Dilaporkan bahwa para model dan
aktris rata-rata mempunyai lemak tubuh
10% dari berat badan keseluruhan;
sedangkan rata-rata perempuan yang
sehat memiliki lemak tubuh antara 22% –
26%. Obsesi untuk mendapatkan bentuk
dan berat badan “ideal” itu seringkali
mengakibatkan gangguan pola makan.
Gangguan pola makan itu bisa
mengakibatkan Anorexia Nervosa, suatu
penyakit yang sangat serius, yang dapat
menimbulkan gejala-gejala hipotermia,
tekanan darah rendah, detak jantung yang
tidak teratur, kemandulan, hingga dapat
menghantarkan pada kematian. Anorexia
digambarkan sebagai “rasa takut yang
sangat berlebihan terhadap kenaikan berat
badan atau kegemukan, sekalipun
sesungguhnya berat badannya masih
kurang.” Penyakit ini membuat
penderitanya melakukan olahraga secara
berlebihan, mengkonsumsiobat pencahar
(cuci perut) agar tidak terjadi penyerapan
zat makanan oleh tubuh, serta menahan
diri untuk tidak makan. Lembaga Nasional
Kesehatan Jiwa di AS menyatakan bahwa
setiap hari, orang Amerika menghabiskan
rata-rata dana sebesar 109 juta dollar
untuk membeli makanan diet atau produk-
9. 8
produk diet. Lembaga tersebut juga
mengungkapkan bahwa 1 dari 20 orang
perempuan di AS mengalami anorexia,
bulimia atau gangguan pola makan; 1 dari
3 pelaku diet membiasakan diri dengan
sikap dan perilaku diet yang sangat ketat,
dan 1 dari 4 pelaku diet ketat ini
mengalami gangguan pola makan.
Berdasarkan data Asosiasi Anorexia dan
Bulimia Amerika, terdapat 1000 orang
perempuan meninggal akibat anorexia
setiap tahunnya di AS.
Pada tahun 2000, Asosiasi Kedokteran
Inggris mengeluarkan suatu laporan yang
membahas penyebab naiknya tingkat
penderita anorexia di Inggris maupun di
tempat-tempat lain di dunia. Dalam
laporan itu mereka menyatakan, “Obsesi
industri media terhadap model-model
fesyen yang berbadan ramping turut
memberikan andil pada meningkatnya
jumlah kasus gangguan pola makan pada
anak-anak gadis … Tingkat kekurusan
yang dipertontonkan oleh para model yang
dipilih untuk mempromosikan produk-
produk itu tidak mampu diraih oleh para
gadis dan secara biologis tidak wajar.”
Oleh karena itu tidak mengherankan jika
AS, yang para model dan aktrisnya
seringkali menjadi idola banyak
perempuan di seluruh dunia dan selalu
ditiru penampilannya, dinyatakan sebagai
negara yang memiliki tingkat kasus
anorexia tertinggi di dunia.
Bahaya yang timbul akibat mitos
kecantikan ini tidak dapat dianggap kecil,
karena citra perempuan yang ditampilkan
oleh media dan industri periklanan itu
memang semakin membelenggu generasi
muda, sehingga timbul mentalitas
kekanak-kanakan di kalangan itu tentang
bagaimana seharusnya penampilan
seorang perempuan yang “sukses” itu.
Survei yang diadakan pada tahun 1997
oleh Unit Pendidikan Sekolah Kesehatan
Inggris menemukan bahwa 1 dari 5 murid
perempuan yang berusia antara 14 dan 15
tahun telah membiasakan diri untuk tidak
sarapan; 1 dari 7 murid membiasakan diri
tidak makan siang; dan 6 dari 10 murid
merasa perlu mengurangi berat badannya.
Dalam website Anne Collins Diet
dinyatakan, dari berbagai penelitian
ditemukan fakta bahwa 80% anak-anak
yang berusia 10 tahun merasa khawatir
andaikata mereka menjadi gemuk; 70%
anak-anak gadis yang duduk di kelas 6 SD
mengatakan bahwa mereka merasa
gelisah dengan kondisi berat badannya,
bentuk tubuhnya, dan mulai melakukan
diet pada saat berusia 9 – 11 tahun.
Sementara itu 50% anak-anak berusia 8 –
10 tahun merasa tidak bahagia dengan
ukuran tubuhnya. Sikap seperti itu dapat
dengan mudah membuat mereka
membiasakan diri dengan pola makan
yang kacau. Menurut data Asosiasai
Anorexia/Bulimia AS, 1 dari 100
perempuan berusia 12 – 18 tahun di AS
menderita Anorexia Nervosa. Dr. Dee
Dawson dari Rhodes Farm Clinic yang
merawat penderita gangguan pola makan
pernah menyatakan, bahwa anak-anak
berusia 6 atau 7 tahun yang berobat di
kliniknya merasa khawatir menjadi gemuk.
Naomi Wolf, dalam bukunya The Beauty
Myth, memberikan sebuah analogi yang
tepat untuk menggambarkan kenyataan
mitos kecantikan ini. Katanya, mitos
kecantikan itu seperti Iron Maiden, yaitu
alat penyiksaan yang terdapat di Jerman
pada abad pertengahan. Alat tersebut
berupa peti seukuran tubuh manusia yang
bergambar anggota tubuh dan wajah
seorang perempuan cantik yang tengah
tersenyum. Korban penyiksaan pelan-
pelan di masukkan ke dalam peti itu,
kemudian peti tersebut ditutup agar ia
tidak dapat bergerak. Demikian
seterusnya sampai dia tewas karena
kelaparan, atau terkena paku logam yang
ditanam di dalam peti tersebut.
Berat dan bentuk tubuh “ideal” itu telah
menjadi obsesi banyak orang, sampai-
sampai muncul beberapa website yang
mendorong para perempuan untuk
mengurangi sebanyak mungkin berat
badan mereka, meskipun harus
menggunakan obat pencahar. Salah satu
website itu bernama “Rexia World” yang
mempunyai slogan “Thinner, Bonier, and
Closer to Perfection” (Semakin kurus,
semakin kelihatan tulangnya, dan semakin
10. 9
dekat dengan kesempurnaan). Website
tersebut mendeklarasikan “Thin
Commandment’ yang menyatakan “Kalau
kalian tidak kurus, maka kalian tidak
menarik. Menjadi kurus lebih penting
daripada menjadi sehat. Kalian harus
membeli busana, memotong rambut,
meminum obat pencahar, menahan lapar
… dan melakukan segala hal yang dapat
membuat kalian tampak lebih kurus.
Kalian tidak boleh makan tanpa merasa
bersalah. Kalian tidak boleh makan
makanan berlemak tanpa menyalahkan
salah satu pihak setelah itu. Kalian harus
menghitung kalori serta membatasi
asupan makanan ke dalam tubuh. Angka
yang ditunjukkan oleh timbangan
merupakan perkara yang paling penting.
Penurunan berat badan adalah hal yang
baik, sedangkan kenaikan berat badan
merupakan bencana. Kalian tidak akan
pernah menjadi terlalu kurus. Menjadi
kurus dan tidak makan adalah tanda-tanda
datangnya kekuatan dan kesuksesan yang
hakiki.”
Bukankah pernyataan ini mengungkapkan
sendiri betapa bahayanya menjadikan citra
perempuan Barat sebagai citra perempuan
ideal bagi kaum perempuan?
BAB IV
MEMPERCANTIK DIRI;
MENINGKATKAN MARTABAT
PEREMPUAN DI MASYARAKAT?
Pemahaman yang sering dijadikan
pegangan oleh para perempuan yang
tinggal di luar masyarakat Barat dan
bercita-cita memiliki citra seperti
perempuan Barat, adalah bahwa
perempuan Barat memiliki martabat yang
tinggi dan dihormati oleh masyarakat di
mana mereka tinggal. Bayangan semacam
itu memang diciptakan oleh mass-media
Barat dan industri hiburan yang diekspor
ke negeri-negeri lain. Mereka yang tinggal
di Barat, yang hidup di bawah sistem
kapitalis sekuler, akan memahamibahwa
pernyataan itu hanya sebuah fantasi
belaka.
Kalau kita cermati lebih jauh masalah
yang timbul akibat perhatian perempuan
Barat yang berlebihan pada aspek
kecantikan dan penampilan pada saat
mereka menilai dirinya sendiri, maka kita
akan melihat bahwa meskipun banyak
yang menilai diri mereka dari segi
kapasitas kecerdasan dan kemampuannya,
namun sesungguhnya banyak di antara
mereka yang merasa tidak lengkap bila
tidak mengukurnya dari sisi kecantikan
dan penampilan menurut standar yang
ada di masyarakat Barat. Germaine Greer,
seorang feminis dan penulis Barat,
mengatakan dalam bukunya, “The Whole
Woman”, “Setiap perempuan tahu bahwa
sekalipun mereka memperoleh berbagai
prestasi, tetapi bila tidak cantik berarti
mereka telah melakukan suatu
kekeliruan.”
Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
dalam sebuah penelitian yang diadakan
oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Cincinnati, 33.000 perempuan AS
mengatakan kepada para peneliti bahwa
mereka lebih memilih turun berat
badannya 10 – 15 pon daripada
memperoleh prestasi lain. Penelitian
“Bread for Life” menemukan fakta bahwa
dari 900 perempuan berusia 18 – 24 tahun
yang disurvei, 55% di antaranya menilai
penampilan sebagai hal yang paling
menarik dari seorang perempuan, dan
hanya 1% yang menilai perempuan dari
tingkat kecerdasannya. Dengan demikian,
jelas banyak perempuan yang menjadikan
konsep-konsep Barat sebagai jati dirinya
beranggapan bahwa penampilannya lebih
berharga daripada pemikiran, kecerdasan,
kemampuan, serta kepribadiannya,
meskipun boleh jadi mereka berusaha
menutup-nutupi hal ini dari diri mereka.
Lantas, bagaimana masyarakat Barat
menilai seorang perempuan? Seorang
penulis Barat, Camille Paglia, menulis
dalam sebuah artikel ilmiah berjudul
‘Sexual Harassment: Confrontation and
Decisions’, “Budaya Barat memiliki mata
yang liar. Mata laki-laki suka ‘berburu’ dan
‘mengamati’; anak laki-laki suka ‘ngeceng’
dan ‘bersuit-suit’ dari mobil-mobil mereka,
beraksi seperti berandalan terhadap gadis-
gadis yang sedang berjalan-jalan mencuci
mata; laki-laki juga sering ‘melolong
seperti serigala’ dan ‘berkotek seperti
11. 10
ayam’. Di mana pun berada, perempuan
yang cantik selalu dipelototi dan
dilecehkan. Dia menjadi simbol utama
syahwat manusia.”
Bagi orang-orang yang mampu melihat
masyarakat Barat lebih dalam, mereka
akan mengetahui bahwa perempuan Barat
lebih banyak dinilai dari tingkat
kecantikannya daripada dari sisi
kecerdasannya. Ini terjadi di semua
tingkatan masyarakat. Kebanyakan laki-
laki yang memiliki mentalitas sekuler Barat
dan terpengaruh dengan mitos kecantikan
juga lebih sering menjalin hubungan
dengan perempuan berdasarkan
pertimbangan penampilan mereka, bukan
atas dasar pertimbangan kecerdasan
mereka. Mereka selalu mencari
perempuan yang berkulit terang, tinggi,
dan ramping, sebagai ‘piala’ yang akan
menemani mereka berjalan-jalan, sekedar
untuk memperlihatkan ‘hasil tangkapan’
atau ‘hadiah’ yang berhasil mereka
dapatkan kepada teman-teman dan
keluarga mereka. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan bila perempuan Barat
selalu merasa gelisah dengan
penampilannya. Mereka merasa bahwa
penampilannya adalah kunci untuk menuju
pernikahan atau satu-satunya perkara
yang dapat mencegah suami atau teman-
teman dekatnya berselingkuh dengan
perempuan lain yang lebih cantik, lebih
ramping, lebih tinggi, dan lebih putih
kulitnya.
Kenyataan ini dapat dijelaskan secara
sederhana. Konsep kebebasan yang dianut
oleh perempuan-perempuan dengan jati
diri sekuler Barat –yang merasa bahwa
mereka berhak berbusana dan
berpenampilan sebagaimana yang mereka
inginkan– juga mengendap di dalam benak
kaum laki-laki yang mengadopsi jati diri
sekuler Barat. Kaum laki-laki sekuler itu
menganggap bahwa mereka bebas untuk
melihat dan memperlakukan seorang
perempuan sekehendak hatinya, karena
mereka menjadikan akal dan nafsu
mereka sebagai standar perilaku dalam
kehidupan. Inilah esensi konsep
kebebasan yang menjadi landasan jati diri
masyarakat Barat.
Ketika sampai pada permasalahan
bagaimana kaum perempuan dipekerjakan
dan dipromosikan, kita bisa melihat bahwa
penampilan dan kecantikan merupakan
perkara yang semakin penting dalam
semua bidang pekerjaan, bukan saja
dalam bidang industri periklanan,
kecantikan, dan hiburan. Cuplikan kasus
yang terjadi di dunia Barat berikut ini
sebenarnya bisa menjadi bukti yang cukup
kuat bahwa konsep ini –yaitu penampilan
dan kecantikan merupakan faktor yang
penting dalam dunia pekerjaan–
merupakan konsep yang dianut baik oleh
majikan laki-laki maupun perempuan di
semua sektor, dari dunia bisnis sampai
dunia politik, dari profesi medis hingga
dunia hukum.
Di AS, pada tahun 1975, Catherine
McDermott pernah menuntut Xerox
Corporation karena tidak memberikan
kesempatan kerja kepadanya atas dasar
alasan berat badannya. Pada dasawarsa
yang sama, National Airlines memecat
pramugarinya, Ingrid Fee, karena ia
‘terlalu gemuk’, yaitu memiliki berat badan
4 pon lebih berat daripada batas yang
ditentukan. Pada tahun 1983, di AS juga,
seorang karyawan TV, Christine Craft,
menuntut bekas perusahaannya,
Metromedia Inc. karena telah memecatnya
atas dasar alasan –menurut atasannya–
‘terlalu tua, sangat tidak menarik, dan
tidak menghargai laki-laki’. Keputusan
pengadilan terhadap kasus-kasus tersebut
ternyata memberikan kemenangan kepada
pihak perusahaan. Atas kejadian itu,
seorang jurnalis pernah mengatakan, “Ada
ribuan Christine Craft lain yang mengalami
nasib serupa … Namun kita diam saja.
Siapa yang dapat mempertahankan daftar
hitam ini?” Maskapai penerbangan Dan Air
pada tahun 1987 pernah ditentang karena
dianggap hanya mempekerjakan
perempuan muda yang cantik sebagai kru
penerbangan. Namun maskapai tersebut
mempertahankan pendiriannya dengan
alasan bahwa hal itu merupakan pilihan
pelanggan. Dengan kata lain, pelanggan
memang menghendaki kru perempuan
yang masih muda dan berpenampilan
cantik. Seorang perempuan berusia 54
12. 11
tahun pernah mengatakan di lembaga The
Sexuality of Organization, bahwa
atasannya memberhentikan dia tanpa
peringatan, “Atasannya mengatakan
bahwa ia ‘ingin melihat seorang
perempuan yang lebih muda’ agar
‘semangatnya bangkit’.
Bagaimana masyarakat Barat menilai
berbagai karakteristik seorang perempuan
juga dapat dilihat manakala kita
mengetahui bahwa satu-satunya bidang
‘pekerjaan’ di mana seorang perempuan
selalu memperoleh penghargaan yang
lebih tinggi dari seorang laki-laki adalah
dunia modeling dan prostitusi. Seorang
supermodel dapat memperoleh bayaran
sampai 10.000 poundsterling dalam
sehari. Jumlah yang sama baru dapat
diperoleh seorang dokter pemula atau
seorang guru setelah bekerja 6 bulan.
Perempuan-perempuan yang berhasil
mendapatkan sebuah pekerjaan atau
memperoleh promosikarir seringkali
dihadapkan dengan berbagai macam
bentuk pelecehan seksual, karena kaum
laki-laki tidak menganggap ia dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik,
tetapi tetap memandangnya semata-mata
sebagai suatu objek yang dapat
dipermainkan sesuai dengan keinginan
laki-laki. Sebuah penelitian yang diadakan
pada tahun 1993 oleh sebuah masyarakat
industri mendapatkan bahwa 54%
perempuan di Inggris telah mengalami
pelecehan seksual di tempat kerja. Dalam
sebuah survei, The Claremont College
Working Papers (2001)menemukan
bahwa 70% perempuan yang bertugas di
kesatuan angkatan darat Inggris mengaku
telah mengalami sejumlah pelecehan
seksual ketika mereka tengah menjalani
masa pendidikan selama 12 bulan. Para
responden yang disurvei oleh Equal
Opportunity Commission mengatakan
bahwa kebiasaan itu tidak hanya terjadi
pada sektor-sektor tertentu saja, tetapi
setiap lapisan masyarakat, baik di
lingkungan para manajer, kesatuan polisi,
profesi medis dan hukum, maupun dunia
politik. Dalam sebuah studi yang dilakukan
oleh The American Association of
University Women pada tahun 1993,
ditemukan bahwa 85% mahasiswa
perempuan telah mengalami pelecehan
seksual; 25% di antaranya dilakukan oleh
karyawan universitas.
Dengan demikian, telah jelas bahwa kaum
perempuan di Barat –pada banyak kasus
dan pada sebagian besar lapisan
masyarakat– lebih dinilai berdasarkan
penampilannya, bukan pada tingkat
kemampuan dan kecerdasannya.
Perempuan di tengah-tengah masyarakat
dianggap oleh banyak kalangan laki-laki
hanya sebagai sebuah komoditas untuk
memenuhi nafsu syahwatnya, bukan
sebagai pihak yang turut memberikan
kontribusi bagi masyarakat. Bukti yang
paling nyata atas pernyataan ini adalah
tingginya wabah pemerkosaan di negara-
negara Barat. 1 dari 20 perempuan di
Inggris dan Wales pernah diperkosa. 167
perempuan diperkosa setiap harinya di
Inggris dan Wales (data dari British Home
Office). Sedangkan di Amerika Serikat
terjadi lebih dari satu kali tindak
pemerkosaan terhadap perempuan dalam
setiap menitnya. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Ms Magazine pada
tahun 1988 terhadap 114 mahasiswa di
AS, diperoleh fakta yang mengejutkan,
bahwa 85% laki-laki memberikan jawaban
“ya” atas pernyataan bahwa “Sejumlah
perempuan memang berpenampilan dan
bertingkah laku seolah-olah mereka
berharap untuk diperkosa.”
Kecenderungan yang berbahaya seperti ini
dimiliki oleh kaum laki-laki yang hidup di
tengah-tengah masyarakat yang
menganut konsep kebebasan, yaitu bahwa
mereka bebas untuk melihat seorang
perempuan sekehendak hatinya. Pikiran ini
pula yang berkembang dalam benak para
remaja. Pada sebuah penelitian yang
dilakukan UCLA terhadap remaja usia 14 –
18 tahun, diperoleh hasil bahwa lebih dari
50% remaja laki-laki beranggapan “oke-
oke saja” jika seorang laki-laki
memperkosa seorang perempuan yang
telanjur membangkitkan nafsu
syahwatnya. Dalam sebuah survei Ms
Magazine terhadap para mahasiswa di AS
pada tahun 1988, diperoleh laporan bahwa
1 dari 12 responden pernah memperkosa
atau berusaha memperkosa seorang
13. 12
perempuan sejak berumur 14 tahun. Di
Inggris, remaja-remaja yang sedikitnya
berumur 13 tahun telah dimasukkan
dalam daftar pelaku tindak kekerasan
seksual setelah melakukan perbuatan-
perbuatan yang tidak senonoh terhadap
anak-anak perempuan. Tidak ada istilah
lain untuk menggambarkan masa depan
masyarakat seperti itu kecuali kata
“mengerikan”.
Demikianlah kenyataannya, bahwa pada
masyarakat Barat, kecantikan tidak
menjadikan seorang perempuan dihormati
atau meningkat martabatnya, sehingga
membuat kecantikan menjadi sesuatu
yang berharga dalam kehidupan ini.
Konsep itu hanya mitos belaka. Kaum
perempuan Barat hanya menjadi objek
yang dinilai sebatas kulitnya saja, bukan
pada pemikiran dan kecerdasannya. Allah
Swt secara sempurna menggambarkan
kenyataan ini dalam ayat-Nya:
ََينِذَّلاَوََواوُرَفَكََْووهرُلَمْعَأَََ اَُرَسَكََرَيعِقِبََووُرَسََْيَ
َونآْمَّظالََُلءَمَََّّتَحَاَذِإََوهَُلءَجَََْلََوهْدََِيَُلئْيَشَ
Dan bagi orang-orang kafir, amal-amal
mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. (TQS. an-
Nur [24]: 39)
BAB V
MUNCULNYA MITOS KECANTIKAN
Dari penjelasan sebelumnya telah
tergambar dengan jelas keadaan kaum
perempuan yang mengadopsi jati diri
sekuler Barat. Mereka sesungguhnya tidak
benar-benar bebas menentukan citra diri
sesuai keinginannya, tetapi sebaliknya
mereka mendapatkan tekanan untuk hidup
sesuai dengan harapan-harapan tertentu;
harapan-harapan yang pada hakikatnya
hanya merupakan fantasi belaka. Oleh
sebab itu, upaya mempercantik diri tidak
akan dapat mendatangkan kehormatan
bagi perempuan atau membuatnya
berharga di tengah-tengah masyarakat.
Andaikata memang benar demikian
adanya, maka kita perlu bertanya pada
diri kita. Mengapa mitos kecantikan ini
terus berkembang dan tersebar luas di
kalangan perempuan, baik yang tinggal di
sekitar dunia Barat maupun yang tinggal
jauh dari dunia Barat? Mengapa semakin
banyak perempuan yang tidak menyadari
bahwa mereka terus diperdayakan setiap
hari? Mengapa citra perempuan Barat
yang berdasarkan jati diri dan pandangan
hidup yang sekuler itu dijadikan model
yang harus ditiru seluruh kaum
perempuan di dunia?
Sebagaimana terhadap masalah-masalah
lainnya, pandangan hidup kapitalisme
buatan manusia menilai persoalan
kecantikan ini dari sisi uang dan manfaat.
Industri alat-alat kecantikan, kosmetika,
fesyen, dan bisnis operasi plastik di dunia
Barat didukung oleh perusahaan-
perusahaan besar yang memiliki aset
jutaan dollar. Demikian pula industri
majalah, yang mengiklankan produk-
produk tersebut dan mendongkrak citra
penampilan perempuan.
Oleh karena itu, segala macam upaya
mempercantik diri yang dilakukan kaum
perempuan harus tetap dipertahankan
agar perusahaan-perusahaan tersebut
terus mendapatkan keuntungannya.
Berbagai citra dan cita-cita kaum
perempuan yang tidak wajar harus terus
dipelihara, semata-mata dengan tujuan
agar pendapatan perusahaan-perusahaan
itu terus bertambah, seiring dengan
semakin besarnya dana yang dikeluarkan
kaum perempuan untuk mendapatkan
bentuk penampilan fisik yang diinginkan,
yang terus berubah dari waktu ke waktu.
Naomi Wolf menyatakan dalam bukunya
“The Beauty Myth”, “Perekonomian yang
bergantung pada perbudakan harus
mampu menampilkan citra budak yang
dapat “melegitimasi” lembaga perbudakan
itu sendiri.” Mitos kecantikan semacam itu
harus disembunyikan sejauh mungkin dari
pandangan publik agar dollar dan
poundsterling yang diharapkan terus
14. 13
mengalir masuk. Dengan demikian, citra
perempuan Barat terus dijadikan idola
perempuan seluruh dunia untuk
memuaskan nafsu sejumlah pimpinan dan
pemilik perusahaan yang serakah.
Seorang pakar ekonomi, John Kenneth
Galbraith memberikan komentar tentang
upaya mempercantik diri sebagai berikut,
“Kita dipaksa oleh ilmu sosiologi populer,
berbagai majalah, dan kisah-kisah fiksi
untuk menyembunyikan fakta bahwa
kaum perempun dalam kedudukannya
sebagai konsumen memegang peranan
yang sangat penting dalam perkembangan
masyarakat industri kita … Perilaku yang
penting bagi perkembangan ekonomi itu
telah berubah menjadi sebuah nilai yang
utama di tengah-tengah masyarakat.”
Sebagaimana dijelaskan di muka, industri
kecantikan di Inggris berhasil meraup
pendapatan hingga 8,9 miliar
poundsterling setiap tahunnya. Industri
fesyen dunia mampu menghasilkan
pemasukan total sebesar 1.500 miliar
dollar AS setahunnya; sedangkan industri
produk-produk diet di AS dapat meraup 74
miliar dollar setiap tahunnya (Time
Magazine, 1988). Sebuah bisnis bedah
kosmetik di AS dapat dengan sangat
mudah meraup pendapatan 1 juta dollar
AS setahun. Ketika kontestan dari India
berhasil memenangkan kontes kecantikan
Miss World selama dua tahun berturut-
turut, seorang anggota organisasi
perempuan di India berkomentar bahwa
hal itu bukan disebabkan karena
kecantikan Miss India yang luar biasa,
tetapi lebih disebabkan karena
perusahaan-perusahaan kosmetika
internasional ingin menembus pasar India.
Selain dari itu, media televisi dan majalah
juga berhasil meraup pendapatan jutaan
dollar dari iklan produk-produk
perusahaan kecantikan tersebut, dengan
jalan menampilkan citra “Wanita Cantik”
yang semestinya menggunakan atau
memakai produk-produk mereka. Berbagai
industri kosmetika dan alat-alat perawatan
tubuh mengeluarkan dana untuk
kepentingan iklan yang jumlahnya lebih
besar daripada jenis-jenis industri lainnya.
Pernah terjadi, satu edisi majalah
kecantikan Harper’s and Queen berhasil
meraih pendapatan senilai 100.000
poundsterling dari iklan perusahaan-
perusahaan kosmetika. Tidak
mengherankan bila kemudian ada seorang
penulis majalah “Cover Up” yang
mengatakan, “Para editor (bagian)
kosmetik sangat jarang dapat menulis
fakta tentang kosmetika secara bebas,”
karena para pemasang iklan
membutuhkan suatu promosidari pihak
editor sebagai suatu prasyarat
pemasangan iklan.
Setelah memahamipermasalahan ini,
akankah kaum perempuan yang berpikiran
maju mau menelan mentah-mentah
berbagai kebohongan dan tipu muslihat
yang melingkupi citra perempuan Barat,
atau sebaliknya mereka harus berpikir
secara hati-hati mengenai jati diri dan
citra yang tepat untuk dijadikan pegangan
bagi mereka dalam mengarungi
kehidupan?
BAB VI
PENGARUH MITOS KECANTIKAN
TERHADAP MUSLIMAH
Amat disayangkan bahwa ada sejumlah
kalangan Muslimah –baik yang tinggal di
Barat maupun di dunia Islam– yang
terpengaruh dengan mitos kecantikan ini.
Bagi kaum Muslimah yang tinggal di
negara-negara Barat, barangkali mudah
dipahami mengapa mereka terpengaruh
mitos tersebut, yakni karena setiap hari
mereka “dicekoki” dengan konsep citra
perempuan dan harapan-harapan yang
tidak wajar itu sebagaimana perempuan-
perempuan non Muslim yang ada di
masyarakat. Tidak mengherankan pula,
jika mitos kecantikan tersebut juga
mempengaruhi sebagian kalangan
Muslimah yang tinggal di dunia Islam,
karena budaya Barat itu juga diekspor ke
negeri-negeri Muslim oleh berbagai media,
industri hiburan, dan industri periklanan.
Majalah-majalah yang berisi trend gaya
hidup Barat seperti Vogue, Cosmopolitan,
dan Marie Clare juga mengisi rak-rak
penjual koran dan toko-toko buku yang
bertebaran di Pakistan, Bangladesh, Turki,
jazirah Arab, dan Asia Tenggara. Salon-
15. 14
salon kecantikan yang menjajakan citra
perempuan Barat semakin hari semakin
banyak bermunculan di jalan-jalan kota
Karachi, Lahore, Dhaka, Abu Dhabi, Kuala
Lumpur, dan sebagainya. Pada bulan
Oktober 2002 lalu, BBC menyiarkan suatu
kisah mengenai Afghanistan dengan tajuk
“Afghan Lipstick Liberation”. Acara
tersebut membahas suatu proyek yang
pada saat itu tengah berjalan, yang
didanai oleh Amerika Serikat untuk
“kepentingan” kaum perempuan
Afghanistan. Proyek tersebut berupa
sebuah sekolah kecantikan ala Barat yang
dibangun di Kabul di bawah pengawasan
Kementerian Urusan Perempuan
Afghanistan, dan harus dapat diselesaikan
pada bulan Januari 2003. Proyek tersebut
bertujuan untuk melatih perempuan
Afghanistan agar dapat memotong rambut
dan menjalankan “bisnis kecantikan”
dengan perlengkapan kosmetika bantuan
perusahaan-perusahaan kosmetika
terkemuka seperti Revlon dan MAC. Jelas
bahwa proyek tersebut bertujuan untuk
menanamkan pengaruh di benak para
Muslimah Afghanistan agar mempunyai
keinginan meniru penampilan perempuan-
perempuan Barat.
Sekali lagi, amat disayangkan bahwa dari
realitas yang terjadi di masyarakat ini,
ternyata ada di antara kaum Muslimah
yang mengadopsi atau mencita-citakan
citra perempuan Barat yang berlandaskan
jati diri peradaban Barat dan pandangan
hidup sekulerisme tersebut. Konsep Barat
mengenai ukuran-ukuran kecantikan telah
menjadi kriteria bagi para Muslimah itu
untuk menilai penampilan mereka, antara
lain tinggi semampai, bertubuh ramping,
berkulit putih, dan berpenampilan muda.
Ketika hendak menikah, seorang laki-laki
atau kedua orangtuanya tidak jarang
mencari seorang gadis yang memenuhi
kriteria-kriteria di atas, tanpa memikirkan
lagi sejauh mana keteguhannya dalam
beragama. Para Muslimah banyak yang
memiliki anggapan bahwa di masyarakat
telah berkembang luas pandangan
“semakin putih kulitnya, maka semakin
cantik seorang perempuan”. Pandangan
tersebut telah mendorong para Muslimah
untuk mendapatkan penampilan seperti
itu, sehingga banyak di antara mereka
yang menggunakan berbagai cara untuk
memutihkan kulit mereka, termasuk
dengan menggunakan obat-obatan
pemutih, tanpa menghiraukan lagi
konsekuensi yang mungkin timbul. Salah
satu jenis obat pemutih itu disebut Jolen
telah diidentifikasi sebagai penyebab
kanker. Selain itu, operasi plastik dan
kasus anorexia semakin banyak terjadi di
kalangan para Muslimah, baik yang tinggal
di Barat maupun di negeri-negeri Muslim.
Padahal di masa-masa sebelumnya,
operasi kosmetik dan kasus anorexia itu
merupakan perkara yang asing bagi umat
Islam dan kaum Muslimah.
Bahkan dunia perfilman India, Bollywood,
yang baru-baru ini dipopulerkan di Barat
dan disebut-sebut banyak kalangan
mempunyai konsep penampilan
perempuan serta model busana yang
berbeda, dalam kenyataannya ternyata
mengadopsi konsep-konsep sebagaimana
yang diyakini oleh masyarakat Barat.
Majalah-majalah kecantikan dan gaya
hidup yang diproduksi oleh masyarakat
Asia, seperti Asian Bride, Asian Woman,
dan Libas, juga membahas konsep-konsep
yang serupa, seperti bahwa perempuan
bebas menentukan bentuk penampilan
serta perilaku yang mereka kehendaki,
dan juga memuat gagasan yang sama
tentang kriteria kecantikan perempuan.
Harapan-harapan yang dikembangkan
dalam majalah-majalah tersebut sama
persis dengan penampilan perempuan
Barat. Aktris India, Ashwariya Rai, yang
sangat terkenal di Bollywood saat ini,
banyak dipuja gadis-gadis Asia karena
kulitnya yang putih dan matanya yang
biru. Memang semakin banyak aktris India
terkemuka yang melakukan operasi
kosmetik dengan harapan agar
mempunyai penampilan seperti Karishma
dan Rekha. Demikianlah, di dunia
perfilman Bollywood, kaum perempuan
menentukan segala sesuatu berdasarkan
konsep kebebasan. Sebagaimana jati diri
perempuan Barat, akal pikiran dan hawa
nafsunya menjadi standar bagi mereka
untuk menentukan bentuk penampilannya,
busana yang mereka pakai di tengah
masyarakat, serta model pergaulan yang
16. 15
mereka jalin. Bagi orang-orang yang
membanggakan diri karena berpandangan
bahwa citra perempuan di Bollywood jauh
lebih “sopan” daripada kaum perempuan
di Hollywood, barangkali perlu kembali
meneliti fakta bahwa shahwar kamiz
(saling berpelukan), pakaian tradisional
(sari) yang mempertontonkan aurat, serta
rok-rok pendek yang dipakai aktris-aktris
India itu tidak akan dilewatkan oleh
kebanyakan majalah fesyen Barat.
Baru-baru ini, BBC menyiarkan sebuah
tayangan dokumenter berjudul “Faith in
Fashion”, yang secara khusus
memperbincangkan sebuah konsep
tentang bagaimana seorang perempuan
yang beragama Islam tetapi tetap bisa
menjadi bagian komunitas fesyen yang
dibentuk masyarakat Barat, serta
berupaya mengadopsi model pakaian
Barat yang “Islami” – entah bagaimana
bentuknya.
Namun demikian, yang perlu dicermati
lebih jauh adalah tujuan yang
melatarbelakangi tindakan orang-orang
Barat dalam mempengaruhi kaum
Muslimah yang tinggal di Barat agar mau
mengadopsi konsep kecantikan, serta
tujuan mereka mengekspor citra tersebut
ke negeri-negeri kaum Muslim. Tujuan
mereka mempengaruhi kaum Muslimah
yang tinggal di Barat adalah untuk
menyatukan kaum Muslim –khususnya
para Muslimah– dengan masyarakat Barat,
sedemikian rupa sehingga kaum Muslimah
kehilangan jati diri ke-Islamannya, serta
lupa dengan tanggung jawab dan
kewajiban-kewajibannya selaku Muslimah.
Bagi kalangan Muslimah yang tinggal di
negeri-negeri Muslim, konsep kecantikan
itu disebarluaskan untuk mengikis
pemikiran dan perilaku Islam dalam diri
para Muslimah, serta menanamkan jati diri
sekuler Barat kepada mereka.
Penyebarluasan konsep kecantikan ini
merupakan salah satu bentuk kolonialisme
budaya (ghazw ats-tsaqafi) yang
dilancarkan kaum kafir Barat. Satu contoh
yang sangat jelas adalah pembangunan
sekolah kecantikan di Kabul seperti yang
pernah disampaikan di depan. Di tengah
sekian banyak masalah yang dihadapi
kaum perempuan di Afghanistan, seperti
bahaya kelaparan, serta langkanya air
bersih dan obat-obatan, orang-orang Barat
justru menetapkan bahwa masalah yang
harus diketahui kaum Muslimah adalah
bagaimana cara mempercantik diri
mereka!! Pada dasarnya, semua upaya
tersebut dilakukan negara-negara Barat
untuk mencegah kembalinya Islam
sebagai pandangan hidup kaum Muslim,
serta mempertahankan pandangan hidup
sekuler Barat beserta budaya dan aturan-
aturannya agar terus berkuasa di seluruh
permukaan bumi. Upaya tersebut juga
dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan material
masyarakat Barat dan mempertahankan
hegemoni mereka.
Demikianlah akibatnya jika kaum
Muslimah bercita-cita untuk mendapatkan
citra kecantikan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Barat serta mengadopsi
jati diri orang-orang Barat. Inilah agenda
Barat yang belum banyak diketahui kaum
Muslim.
BAB VII
ISLAM DAN KONSEP KECANTIKAN
Sama sekali berkebalikan dengan jati diri
orang-orang Barat yang menjadikan akal
dan hawa nafsu manusia sebagai standar
untuk menentukan bagaimana manusia
menjalani kehidupan, jati diri Islam
berlandaskan pada keyakinan bahwa Sang
Pencipta manusia dan alam semesta
adalah satu-satunya Zat yang mempunyai
kedaulatan dan otoritas untuk
menentukan bagaimana umat manusia
menjalani kehidupannya. Lebih dari itu,
Dia-lah satu-satunya Zat yang
menciptakan manusia, berikut naluri dan
kebutuhan fisik yang dimilikinya, dan
bahwa Dia-lah yang paling tahu
bagaimana cara terbaik untuk mengatur
mereka.
Pandangan hidup sekuler Barat
mengemban konsep kebebasan pribadi
yang menetapkan bahwa kaum laki-laki
dan perempuan memiliki kebebasan untuk
menentukan bagaimana mereka
berbusana, bagaimana mereka
17. 16
berpenampilan, bagaimana semestinya
mereka memandang lawan jenisnya,
bagaimana model pergaulan di antara
mereka, apa peran mereka dalam
kehidupan rumah tangga dan di tengah-
tengah masyarakat, serta bagaimana
seharusnya mereka bertingkah laku.
Sebaliknya, kaum Muslim, baik laki-laki
maupun perempuan, menjalani kehidupan
mereka atas dasar keyakinan bahwa
mereka harus mempertanggungjawabkan
setiap perbuatan mereka di dunia kepada
Sang Khaliq. Oleh karena itu, kaum
Muslim paham bahwa mereka harus
mengembalikan setiap permasalahan pada
hukum dan aturan, serta pada standar
halal dan haram yang telah ditetapkan
oleh Sang Khaliq. Oleh karena itu, kaum
Muslimah tidak menjadikan akal pikiran
dan hawa nafsunya sebagai penentu
bagaimana mereka mendefinisikan
kecantikan, penampilannya, atau
bagaimana mereka menilai dirinya; tetapi
mereka mengembalikan semua
permasalahan tersebut kepada al-Qur’an
dan as-Sunnah. Bagi kaum Muslim, hawa
nafsu tidak boleh menjadi standar dalam
menentukan bagaimana mereka melihat
dan memperlakukan kaum perempuan;
tetapi mereka menjadikan al-Qur’an dan
as-Sunnah sebagai standar. Allah Swt
berfirman dalam Surat al-Ahzab:
اَمَوَناَكنِمْؤُمِلَلَوةَنِمْؤُماَذِإىَضَقُللاُهُلوُسَرَو
ا ررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررررْمَأ
ْنَأَنروررُكَيُ رررََُلَُرررَريِْاْلْرنررِمْ
ِِرررْمَأْرنررَمَوِ رررْعَريَللا
ُهَلوُسَرَوْدَقَرفلَضلَالَضاينِبُم
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan
ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata. (TQS. al-Ahzab [33]: 36)
Islam tidak menentukan konsep yang pasti
mengenai kriteria “Wanita Cantik”, dan
juga tidak menentukan bagaimana
penampilan seorang perempuan agar
nampak kecantikannya. Oleh karena itu,
dalam Islam tidak terdapat harapan-
harapan yang tidak wajar yang mesti
diraih oleh perempuan, maupun
diharapkan oleh kaum laki-laki. Namun
demikian, Islam memang membahas
konsep tentang bagaimana seorang
Muslimah harus berpenampilan pada
berbagai kesempatan, dan kepada siapa
saja ia dapat sepenuhnya menunjukkan
kecantikannya.
Di depan laki-laki yang bukan mahramnya,
atau kalangan yang boleh menikah
dengannya, seorang Muslimah diwajibkan
berpenampilan sesuai dengan syariat,
yaitu menutup seluruh bagian tubuhnya
kecuali wajah dan kedua telapak
tangannya. Selain itu, busana yang
dikenakannya tidak boleh terlalu tipis
sehingga kulitnya bisa kelihatan, dan juga
tidak boleh terlalu ketat sehingga tampak
bentuk tubuhnya. Dengan demikian,
seluruh bagian tubuh perempuan,
termasuk lehernya, kakinya, dan
rambutnya (meski hanya sehelai saja) –
selain wajah dan kedua telapak
tangannya– merupakan aurat, yang haram
ditampakkan di depan laki-laki yang bukan
mahramnya. Segala bentuk pengecualian
atas ketentuan ini harus ditetapkan
melalui nash-nash al-Qur’an dan as-
Sunnah, bukan akal manusia.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan
‘Aisyah ra., beliau berkata bahwa Asma’
binti Abu Bakar telah memasuki rumah
Rasulullah Saw. dengan memakai busana
yang tipis, maka Rasulullah Saw. pun
berpaling seraya berkata:
«اَيَاءَْْسَأنِإََأَْمْلااَذِإْتَغلَربَضْيِح
َ
املَْلْحُلْصَي
ْنَأَرررُريرارررَهْرنِملِإاَرررَاَررررََوَرارررَشَأَوَلِإِرهرررِهْجَو
ِهِيفَكَو»
Wahai Asma’, sesungguhnya perempuan
itu jika telah baligh tidak pantas untuk
18. 17
ditampakkan dari tubuhnya kecuali ini dan
ini – sambil menunjuk telapak tangan dan
wajahnya.
Dalam surat an-Nur, Allah Swt berfirman:
ْلُقَوِاتَنِمْؤُمْلِلَنْضُضْغَريْنِمْبَأنِِراَصَفََْيَوَنْظ
نُهَوجُُرفَلَوَينِدْبُرينُهَرتَنيِزلِإاَمََهَظاَهْرنِم
ْبِْضَيْلَوَننُِِمُِِبىَلَعوُيُجنِِِبَلَوَينِدْبُريِزنُهَرتَني
لِإنِهِتَلوُعُربِلْوَأنِهِائَابَءْوَأِاءَابَءنِهِتَلوُعُربَأْو
نِهِائَنْربَأْوَأِاءَنْربَأنِهِتَلوُعُربَأْونِِاِنَوْخِإْوَأِنَب
نِِاِنَوْخِإْوَأِنَبِِاتَوَخَأنْوَأِننِهِائََسْوَأاَم
ْتَكَلَمنُهُرناَْْيَأِوَأَيِعِباالتِوَأَيِعِباالتِْيَغِولُأ
ِةَبْرِإلْاَنِمِالَجِالِوَأِلْفِالطِالَينَْلاوَُهْظَي
ىَلَعِاتَرْوَعِاءََسِالنَلَوَنْبِْضَينِهِلُجْرَأِبْعُريِلََل
اَمِفُُْيَيْنِمنِهِتَنيِز
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap
perempuan) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. (TQS. an-Nur [24]: 31)
Ibnu Abbas menafsirkan kalimat “yang
(biasa) nampak daripadanya” sebagai
wajah dan kedua telapak tangan.
Selain itu, di depan laki-laki yang bukan
mahramnya, seorang perempuan juga
tidak boleh memakai pakaian, perhiasan,
dan menggunakan dandanan yang akan
menarik perhatian laki-laki atas
kecantikannya (tabarruj). Sebagaimana
firman Allah Swt. dalam surat al-Ahzab:
َلَوَنْج َربَرتَجَُّربَرتِةيِلِاَْْلاَُولألْاَ
Dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu. (TQS. al-Ahzab
[33]: 33)
Kemudian, apabila seorang perempuan
keluar rumah dan memasuki kehidupan
umum (ruang publik), penampilan atau
pakaian yang diwajibkan baginya adalah
khimar, yakni penutup kepala yang
menutup seluruh bagian kepala, leher, dan
bagian bahu menutupi dada; serta jilbab,
yaitu kain panjang yang menutup pakaian
kesehariannya dan diulurkan sampai ke
bagian bawah. Apabila seorang perempuan
keluar rumah tanpa kedua macam pakaian
ini maka ia memperoleh dosa, karena
telah mengabaikan perintah Sang Khaliq
Swt. Dalilnya sangat jelas, sebagaimana
tersebut dalam ayat berikut ini yang
memerintahkan pemakaian khimar:
َنْبِْضَيْلَونُِِمُِِبىَلَعنِِوِبُيُجَ
Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya. (TQS. an-Nur
[24]: 31)
Sementara itu, dalam surat al-Ahzab,
Allah Swt. mewajibkan jilbab:
رارررررررَهُّريَأاَيُِّررررررررالنْرلرررررررُقَِ رررررررر ِاجَوَْزألَنَربَوَ ررررررررِاتِراءرررررررََسِنَو
َيِنِمْؤُمْلاَيِنْدُينِهْيَلَعْنِمنِهِبيِبَالَجَ
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-
isterimu, anak-anak perempuanmu dan
19. 18
isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". (TQS. al-Ahzab [33]:
59)
Selain itu, dalam salah satu hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu ‘Athiyah, bahwa
ia berkata:
«اَنََمَأُلْوُسَرِللاَْنَأنُهَجُُِْنِفِْطِلفْا
ىَحَْضألْاِوُقِاتَوَعْلاُضْيَحلْاَوِاتَوَذَوِرْوُدُْاْل
امَأَفُضْيَْحلاْلِزَتْعَريَرفَنََالالصَنْدَهْشَيَوَْريَْاْل
ََوْعَدَوَْيِمِلَْسُمْلا.ُتْلُرق:اَيَلْوُسَرِللااَناَدْحِإَل
ُنْوُكَياَََلابَبْل ِج.َلَاق:اَهََسِبْلُرتِلاَهُرتْخُأْنِم
اَ
ِاِبَبْل ِج»َ
Rasulullah Saw. memerintahkan kami,
baik ia budak perempuan, perempuan
haid, ataupun anak-anak perawan agar
keluar (menuju lapangan) pada hari raya
Idul Fitri dan Idul Adha. Bagi perempuan
yang sedang haid diperintahkan untuk
menjauh dari tempat shalat, tetapi tetap
menyaksikan kebaikan dan seruan atas
kaum Muslimin. Aku lantas berkata, ‘Ya
Rasulullah, salah seorang di antara kami
tidak memiliki jilbab’. Maka Rasulullah pun
menjawab, ‘Hendaklah saudaranya
meminjamkan jilbab kepadanya.’
Bagi Muslimah, yang dimaksud dengan
kecantikan (kebaikan) adalah manakala ia
mengikuti hukum-hukum dan aturan Allah
Swt., sedangkan keburukan adalah tatkala
ia mengesampingkan aturan tersebut dan
menuruti hawa nafsunya. Ia tidak boleh
mengikuti ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh manusia. Upaya untuk
mendapatkan penampilan dan perilaku
yang ditentukan Allah Swt. tersebut jelas
masih berada dalam batas-batas
kemampuan setiap perempuan, dan pasti
tidak akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan, seperti gangguan pola
makan yang diakibatkan karena harapan-
harapan yang tidak wajar untuk
memperoleh penampilan, ukuran tubuh,
dan bentuk tubuh tertentu yang harus
dipenuhi oleh kaum perempuan Barat.
Sekalipun Islam tidak memiliki konsep
yang pasti tentang kriteria “wajah atau
bentuk tubuh yang cantik”, namun kaum
Muslimah didorong untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang membuat
penampilannya menarik hati suaminya,
seperti berdandan untuk suaminya serta
berpenampilan yang rapi dan bersih.
Kaum Muslimah tahu bahwa tindakan
seperti itu akan mendatangkan ridha Allah
Swt. Namun ketika melakukan upaya
mempercantik diri tersebut –seperti
memperindah bentuk tubuh atau
memutihkan wajahnya– kaum Muslimah
harus menyadari bahwa itu semua sama
sekali bukan dimaksudkan untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat, namun semata-mata untuk
menuruti batas-batas yang ditentukan
Allah Swt. baginya. Demikian pula para
suami Muslim, ketika menentukan apa
yang disukai dan apa yang dibenci,
mereka harus dapat memastikan bahwa
sikap mereka itu bukan semata-mata
karena menuruti harapan-harapan yang
tidak wajar dari masyarakat Barat.
BAB VIII
BAGAIMANA MUSLIMAH MENILAI
DIRINYA?
Kaum Muslimah tidak semestinya menilai
kepribadian mereka atas dasar sesuatu
yang sangat dangkal, seperti kecantikan.
Demikian pula, tidak selayaknya kaum
Muslimah memandang rendah diri mereka
karena dianggap gagal memenuhi
harapan-harapan masyarakat untuk
memperoleh predikat “Wanita Cantik”.
Kaum Muslimah harus menyadari
sepenuhnya, bahwa citra kecantikan
seperti itu hanyalah sebuah mitos yang
dimanfaatkan untuk mengalihkan
pemikiran dari pertanyaan-pertanyaan
yang sangat penting dalam hidup ini,
seperti: apakah tujuan hidup yang hakiki,
atau bagaimana mengatur kehidupan
umat manusia dengan cara yang benar.
20. 19
Kaum Muslimah seharusnya memahami
bahwa landasan yang menjadi tolok ukur
untuk menilai kepribadian dirinya bukanlah
kecantikan wajahnya, tetapi pemikiran dan
perilakunya. Ia semestinya menilai dirinya
dengan ukuran sejauh mana ketaatannya
sebagai seorang hamba kepada Sang
Khaliq, serta kuantitas dan kualitas amal
perbuatannya dalam melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
semata-mata untuk meraih keridhaan-
Nya. Inilah yang menjadi ukuran
keberhasilan dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat. Inilah kunci untuk
mendapatkan kebahagiaan yang abadi di
surga. Allah Swt. mengungkapkannya
dalam surat al-Ahzab:
نِإَيِمِرلرررررررررررررررررررررررَْسُمْلاِاتَمِرلرررررررررررررررررررررررَْسُمْلاَوَيِنِمْرؤرررررررررررررررررررررررُمْلاَو
ِراتررررررررررَنِمْؤُمْلاَوَيِتِرانررررررررررَقْلاَوِراتررررررررررَتِانَقْلاَوَيِقِرادرررررررررررالصَو
ِاتَقِرادرررررالصَوَينِِبرارررررالصَوِاتَ
ِبرارررررالصَوَيِرعررررررِاشَْاْلَو
ِاتَرعرررررررررررررررررررررِاشَْاْلَوَيِقِردررررررررررررررررررررررَصَتُمْلاَوِاتَقِردررررررررررررررررررررررَصَتُمْلاَو
َيِمِرائرررررررررالصَوِاتَمِرائررررررررررالصَوَيِظِرافرررررررررَْحلاَوْ ُهَوجُرررررررررررُرف
ِراتررَظِافَْحلاَوَينِِاك ررررلاَوَللااريرررِثَكِاتَ
ِاك ررررلاَوردرررَعَأ
ُللاََُْلَ
ِفْغَما ْجَأَوايمِظَعَ
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan
yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mu'min, laki-laki dan perempuan
yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyu', laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar. (TQS.
al-Ahzab [33]: 35)
Oleh karena itu, seorang Muslimah
semestinya mengukur kepribadiannya atas
dasar ketakwaannya kepada Allah Swt.
Sebab, dengan ketakwaan inilah Sang
Khaliq menilai umat manusia, dan dengan
ukuran ini pula Dia meninggikan derajat
seorang manusia dari manusia lainnya.
Allah Swt. berfirman dalam surat al-
Hujurat:
نِإَمَْكَأْ ُكَدْنِعِللاْ ُكاَقْرتَأَ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu. (TQS. al-
Hujurat [49]: 13)
Rasulullah Saw. juga menjelaskan dalam
khutbah beliau yang terakhir, bahwa tidak
ada kelebihan seorang manusia atas
manusia lainnya, kecuali atas dasar
ketaqwaan dan amal shalihnya.
Oleh karena itu, perjuangan yang
seharusnya dilakukan oleh kaum Muslimah
dalam hidup ini adalah untuk membangun
kepribadian Islam seutuhnya dan berusaha
menerapkan hukum-hukum Allah Swt.
dalam kehidupan pribadinya, di tengah
keluarganya, serta dalam kehidupan
masyarakat. Perjuangan kaum Muslimah
bukan diarahkan untuk sekedar
mendapatkan kecantikan atau meniru pola
pikir masyarakat Barat yang dangkal.
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«اَيْرنُّلدَااعَتَمُْريَخَواَهِاعَتَمَُأَْمْلاُةَ
ِاحلالص»
“Dunia dan segala isinya adalah perhiasan,
tetapi sebaik-baik perhiasan di dunia
adalah perempuan yang shalihah.”
BAB IX
BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG
MUSLIM MENILAI SEORANG
MUSLIMAH?
Sebagaimana pernah dibahas sebelumnya,
kaum Muslim laki-laki tidak bebas
memandang kaum perempuan menurut
keinginannya, tetapi harus memahami
bahwa dirinya bertanggung jawab kepada
Sang Khaliq Swt. Mereka harus membatasi
pandangannya sesuai dengan ketentuan
Islam.
21. 20
Sebagai contoh, jika seorang laki-laki
berusaha mencari jodoh, Rasulullah Saw.
memberikan petunjuk dengan hadits yang
sangat terkenal, diriwayatakan oleh Abu
Hurairah sebagai berikut:
«ُحَكْنرررررُرتَُأْرررررَمْلاِرررررَبَْرألراررررَ
ِاَلَمِلاَهِبرررررََسَنِلَوراررررَ
ِاَلَمَ
ِْلَو
اَهِنْيِدِلَوَْفْظاَفِاتَِبِنْيالدْتَبَِتَاكَدَي»
Seorang perempuan dinikahi karena
empat perkara: Kekayaannya, nasabnya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka
kawinilah yang baik agamanya, niscaya
engkau akan beruntung.
Oleh karena itu, bila seorang laki-laki
Muslim ingin mendapatkan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, maka ia akan
berusaha mendapatkan istri yang dikenal
baik dan teguh dalam beragama, melebihi
perhatiannya terhadap sifat-sifat utama
lainnya yang barangkali dimiliki
perempuan tersebut. Dia tidak akan
pernah terperosok dengan mitos
kecantikan yang selalu menyebarluaskan
pandangan bahwa seorang perempuan
dianggap cantik bila mempunyai ciri khas
tertentu, misalnya tinggi, ramping, dan
berkulit putih. Dia juga tidak pernah
tergoda dengan pendapat bahwa
penampilan adalah faktor terpenting
dalam pergaulan.
Sebaliknya, ia akan berusaha mencari
seorang istri yang memiliki pemahaman
yang baik tentang tugas-tugas seorang
Muslimah; yang akan melaksanakan
tugas-tugas seorang istri sebagaimana
yang diperintahkan Islam; yang dengan
penuh kasih sayang akan merawat dan
memelihara pemikiran anak-anaknya
dengan tsaqafah Islam; dan yang akan
menjaga suaminya agar tetap taat
beribadah sebagaimana sang suami
menjaga agamanya. Rasulullah Saw.
bersabda:
«اَيْرنُّلدَااعَتَمْنِمَوِْيَخاَهِاعَتَمَأَْامُْيِعُتاَهَجْوَز
ىَلَعِ
َ
ِاآلخ»
Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-
baik perhiasan adalah seorang wanita
(istri) yang senantiasa mengingatkan
suaminya tentang hari akhir.
Realitas yang kini terjadi di negeri-negeri
kaum Muslim memperlihatkan bahwa
sikap yang benar dalam hal menilai
seorang perempuan ternyata –secara
umum– tidak hadir di tengah-tengah
masyarakat. Namun, hal ini tidaklah
mengejutkan, mengingat tidak ada satu
pun bagian dari dunia Islam yang
memperoleh kemuliaan dengan
menerapkan Islam secara keseluruhan.
Sebaliknya, andaikata syari’at dapat
diterapkan secara utuh dalam bingkai
Daulah Islamiyah atau negara Khilafah, di
mana kemudian masyarakat Islam yang
sejati dapat diwujudkan, maka niscaya
mentalitas seperti itu akan muncul di
tengah-tengah masyarakat secara alamiah
sebagaimana pernah terbukti dalam
sejarah Islam.
Dalam masalah ketenagakerjaan,
misalnya, seorang majikan Muslim yang
berada di tengah-tengah masyarakat
Islam akan menyadari tanggungjawabnya
kepada Sang Khaliq ketika dia
mempekerjakan seseorang untuk tugas
tertentu. Maka dia akan menyadari bahwa
haram baginya mengangkat seseorang
dalam jabatan tertentu semata-mataatas
dasar pilihan ras dan jenis kelamin, atau
kecantikan, sementara ada orang lain
yang lebih tepat untuk jabatan tersebut.
Lebih jauh lagi, dia tidak akan dapat
mempekerjakan seorang perempuan pada
tugas-tugas tertentu yang akan membuat
auratnya terbuka, karena dia menyadari
bahwa dirinya –seperti halnya kaum laki-
laki lainnya di masyarakat– tidak
mempunyai hak untuk melihat aurat atau
kecantikan perempuan-perempuan yang
bukan mahramnya, termasuk perempuan-
perempuan yang bekerja dengannya.
Apabila seorang laki-laki, meskipun tanpa
sengaja, melihat bagian tubuh –selain
wajah dan telapak tangan– perempuan
bukan mahramnya, maka ia wajib
menundukkan pandangannya. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jarir
22. 21
bin Abdullah, ia bertanya kepada
Rasulullah:
«ُتْلَأرَسَلْرورُسَرِللاْرنَعِررْظَنِ
َراءَجُفْلاْ
ِ
ََمَأررَف
ْنَأَفِْصَأْيَِصَب»
Aku bertanya kepada Rasulullah Saw.
mengenai pandangan yang tiba-tiba.
Beliau kemudian menyuruhku untuk
memalingkan pandanganku.
Dalam hadits yang lain dari Ali bin Abi
Thalib ra., diriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda kepadanya:
«َلْ ِبتَرتََْظالنََْظالنَّنِإَفاَ َلَلُْوألْاْيَلَوَس
َ َلََ
ِآلخْا»
Janganlah engkau mengikuti pandangan
pertama dengan pandangan berikutnya.
Pandangan pertama adalah untukmu,
sedangkan pandangan berikutnya bukan
untukmu.
Kaum perempuan juga tidak dapat
dipekerjakan untuk menggarap tugas-
tugas yang mengeksploitasi sifat-sifat
kewanitaannya, atau bilamana
kecantikannya merupakan sifat yang
dimanfaatkan dalam bidang kerjanya,
seperti memperagakan busana atau
mengiklankan produk yang membuat
orang tertarik dengan kecantikannya.
Gambar-gambar yang mendorong
timbulnya hasrat seksual laki-laki dan
membuat perempuan hanya menjadi objek
pemuas syahwat tidak akan diizinkan
dalam masyarakat Islam yang sejati.
Bahkan sebenarnya, laki-laki dilarang
memandang wajah perempuan yang
menarik perhatiannya lebih dari satu kali,
sebagaimana terungkap dalam hadits
berikut ini. Abu Dawud meriwayatkan
bahwa al-Fadhl bin Abbas suatu ketika
berkuda bersama Rasulullah Saw.,
kemudian datanglah seorang perempuan
dari Bani Khats’am untuk meminta
penjelasan dari Rasulullah Saw. Fadhl
lantas memandang perempuan tersebut,
dan perempuan itu pun memandangnya.
Karena itu, Rasulullah Saw. kemudian
memalingkan wajah Fadhl dari perempuan
tersebut. Dalam riwayat Ali bin Abi Thalib
ada kalimat tambahan, yaitu ketika al-
Abbas bertanya kepada Rasulullah Saw.,
“Ya Rasulullah, mengapa engkau
memalingkan wajah keponakanmu?” Maka
Rasulullah Saw. menjawab: Aku melihat
seorang pemuda dan seorang gadis yang
aku khawatir kalau-kalau setan menggoda
keduanya.
Terakhir, pergaulan antara seorang
perempuan dengan laki-laki bukan
mahram di tempat kerja, di rumah,
maupun di tengah masyarakat luas bisa
dibenarkan bila dilakukan dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan atau aktivitas
muamalah lainnya. Haram hukumnya
melakukan berbagai macam bentuk
pergaulan di luar perkara-perkara yang
diizinkan oleh syara’. Ini menunjukkan
bahwa, sekalipun dalam lingkungan
pekerjaan, kaum laki-laki dan kaum
perempuan juga dipisahkan. Ini dilakukan
untuk mengikuti salah satu aturan dalam
sistem pergaulan Islam. Pemisahan ini
memberikan kepastian bahwa kaum
perempuan akan dinilai dan dinaikkan
jabatannya berdasarkan kualitas
pekerjaannya, bukan semata-mata karena
kecantikannya atau sekedar
‘memanfaatkan daya tarik kewanitaannya’.
Maka perempuan akan mampu
melaksanakan pekerjaannya secara
profesional, baik sebagai dokter, guru,
insinyur, ilmuwan, atau pengusaha, tanpa
rasa khawatir mengalami pelecehan fisik
maupun seksual dari teman kerja laki-laki.
Semua pembahasan di atas menunjukkan
bahwa dalam Daulah Islamiyah dan
masyarakat Islam, kaum perempuan
dinilai berdasarkan sifat-sifatnya,
pemikirannya, kecerdasannya, dan
ketrampilannya. Itu semua membuat
mereka memiliki peran yang berharga bagi
masyarakat. Kaum perempuan tidak akan
dipandang sebagai komoditas yang layak
dieksploitasi, atau dijadikan objek hanya
untuk memuaskan nafsu dan keinginan
kaum laki-laki, tetapi justru mendapat
perlindungan dan penghargaan dari
masyarakat.
23. 22
Germaine Greer, tokoh feminis Barat yang
terkemuka, menulis dalam bukunya ‘The
Whole Woman’, “Empat tahun setelah
buku ‘The Female Eunuch’ ditulis, saya
berkeliling dunia untuk melihat apakah
saya dapat melihat satu saja perempuan
yang utuh. Dia adalah seorang perempuan
yang tidak sekedar menjadi fantasi seksual
laki-laki, atau tergantung pada sosok laki-
laki yang memberinya jati diri dan status
sosial; seorang perempuan yang tidak
mesti cantik, namun boleh jadi cerdas,
dan tumbuh menjadi perempuan yang
berwibawa ketika usianya semakin lanjut.”
Saran kami kepadanya untuk mengakhiri
perjalanannya dan menghemat uangnya
adalah dengan meneliti status sejati
perempuan dalam Islam dan posisi
perempuan dalam sistem negara Khilafah.
BAB X
KAUM MUSLIMAH ADALAH
PEREMPUAN YANG BERPIKIR
Muslimah yang memahami secara pasti
bahwa tujuan hidupnya adalah mencari
keridhaan Sang Pencipta, dan menyadari
apa yang dihadapinya kelak di akhirat –
yakni jannah (surga) atau neraka
jahannam– adalah perempuan yang
berpikir. Ia bukan orang-orang yang
terbuai dengan mitos kecantikan dan
terperosok dalam belenggu jati diri yang
dangkal, yang disebarluaskan oleh negara-
negara kapitalis Barat. Ia tidak disibukkan
dengan berbagai pembahasan mengenai
perkara-perkara yang dangkal, seperti
tentang penampilan yang tepat, tata
rambut yang benar, busana yang cocok,
atau membuang-buang waktu dan
energinya untuk berupaya memenuhi
harapan-harapan yang tidak wajar
sebagaimana yang dipandang oleh
masyarakat Barat sebagai “Wanita
Cantik”. Fokus perhatian terbesar dalam
hidupnya adalah bagaimana dapat menjadi
hamba yang taat kepada Penciptanya dan
mengumpulkan bekal pahala yang cukup
untuk menghadap Allah Swt. di akhirat
kelak.
Figur-figur yang menjadi teladan dalam
kehidupannya bukanlah para bintang film,
pemusik, dan model-modelterkemuka
baik di Barat maupun di Timur, tetapi para
sahabiyat dan para Muslimah terdahulu
yang menjadi hamba-hamba yang taat
kepada Allah Swt., serta mampu
memenuhi semua kewajiban mereka
kepada Allah Swt. dengan segala daya dan
upaya yang mereka bisa. Kalangan
Muslimah yang taat itu bukan dikenal dan
dipuji oleh Rasulullah Saw., para ulama,
maupun buku-buku sejarah masa lalu
hanya karena kecantikannya, tetapi
dikenal dan dipuji karena sifat-sifat mulia,
kualitas kecerdasannya, kemurahan
hatinya, kerendahan hatinya,
kesetiaannya, keberaniannya,
keuletannya, pengorbanannya, serta
ketaatannya sebagai istri dan kasih
sayangnya sebagai ibu. Mereka dikenal
dalam peradaban Islam bukan karena
wajahnya, tetapi karena mereka menjadi
pemikir besar, ulama yang besar, pejuang
terkemuka, penyair terkenal, politisi ulung,
maupun pengemban dakwah.
Itulah perempuan-perempuan seperti
Khadijah ra., istri pertama Rasulullah
Saw., yang memberikan dukungan kepada
suaminya dalam mengemban dakwah
untuk menegakkan Daulah Islamiyah yang
pertama; yang memikul beban akibat
segala macam kesulitan dan kesengsaraan
dengan penuh keberanian dan kesabaran,
bahkan menyaksikan sendiri penderitaan
anak-anaknya akibat aktivitas dakwah itu.
Rasulullah Saw. pernah berkisah tentang
beliau ra.:
Aku belum pernah mendapatkan seorang
istri yang lebih baik daripada dia
(Khadijah). Ia beriman kepadaku ketika
semua orang, bahkan keluarga dan
kabilahku, mendustakanku. Dan ia
menerimaku sebagai Nabi dan Rasul Allah.
Ia masuk Islam, mengeluarkan seluruh
harta bendanya untuk menolongku
mendakwahkan agama ini; dan ini terjadi
ketika hampir seluruh dunia memalingkan
dirinya dariku dan menganiayaku. Dan
melalui dia Allah memberkahi diriku
dengan anak-anak.
Demikianlah sifat seorang Muslimah yang
Allah Swt. sendiri berkenan memberikan
salam kepadanya, sebagaimana tercantum
24. 23
dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah. Dalam hadits tersebut
dikatakan bahwa malaikat Jibril
mendatangi Rasulullah Saw., kemudian
berkata:
Wahai Rasulullah! Ini Khadijah yang
membawa kepadamu satu piring bekas
yang terdapat di dalamnya lauk, makanan
atau minuman. Apabila beliau sampai
kepadamu, sampaikan salamku kepadanya
dan salam dari Tuhannya. Sampaikan
berita gembira kepadanya mengenai
sebuah rumah di dalam surga yang dibuat
dari mutiara, di dalamnya tidak ada
kebisingan dan kesusahan. (HR. Bukhari)
Itulah perempuan-perempuan seperti
Fatimah ra., putri Rasulullah Saw., yang
kemurahan hatinya menyala terang seperti
mercusuar. Sebagai contoh, pada suatu
ketika, Salman –salah seorang sahabat
Nabi– berusaha mencari makanan untuk
seorang muslim yang merasa kelaparan
karena tidak makan selama beberapa
waktu. Beliau mengajak orang tersebut
mendatangi beberapa rumah, namun tidak
satu pun yang dapat menyediakan
makanan bagi orang itu. Sampai akhirnya
mereka melintasi rumah Fatimah ra.
Beliau mengetuk pintu dan mengatakan
kepada Fatimah maksud kedatangannya.
Dengan air mata berlinang, Fatimah ra.
mengatakan bahwa selama tiga hari itu
beliau tidak memiliki makanan di rumah.
Meski demikian, karena tidak ingin
menolak kedatangan seorang tamu, beliau
berkata, “Aku tidak dapat membiarkan
seorang tamu yang sedang lapar pulang
sebelum membuatnya kenyang.” Lantas,
Fatimah menyerahkan selembar kain milik
beliau kepada Salman, sembari meminta
Salman agar membawa kain tersebut
kepada Syamun –seorang Yahudi– untuk
ditukarkan dengan jagung. Karena merasa
terkesan dengan kemurahan hati putri
Rasulullah Saw., Yahudi tersebut
kemudian memeluk Islam. Ketika Salman
kembali dengan membawa jagung, segera
Fatimah menggilingnya dan memasaknya
menjadi beberapa potong roti. Ketika
Salman menyarankan agar Fatimah
menyimpan sebagian dari roti tersebut,
beliau menjawab bahwa beliau tidak
berhak atas roti tersebut, karena beliau
telah memberikan kain tersebut semata-
mata untuk Allah.
Itulah perempuan-perempuan seperti
Aisyah ra., istri Rasulullah Saw., yang
mempunyai akal yang cerdas dan ingatan
yang kuat, sehingga mampu menghafal
lebih dari 2000 hadits. Beliau juga
memiliki pengetahuan yang mendalam
pada ilmu tafsir, hadits, fiqih, dan syariat.
Suatu kali Rasulullah Saw. pernah
bermimpi bahwa Malaikat Jibril datang
membawa gambar Aisyah ra. yang
dibungkus dengan sutera hijau, kemudian
berkata, “Inilah istrimu di dunia ini dan di
akhirat.”
Itulah perempuan-perempuan seperti
Khansa’, yang merupakan seorang penyair
terkemuka dan menggunakan
kemampuannya itu untuk mendorong
anak-anaknya pergi berjihad meninggikan
kalimat Allah Swt. Ia berkata, “Kalian
mengetahui pahala yang dijanjikan Allah
kepada hamba-Nya yang memerangi
orang-orang kafir di jalan-Nya. Kalian
harus ingat bahwa kehidupan abadi di
akhirat jauh lebih baik daripada hidup
sementara di dunia ini. Kalau kalian
bangun tidur esok pagi, bersiaplah untuk
memberikan kemampuan terbaik kalian
dalam peperangan. Majulah ke dalam
barisan musuh dan mintalah pertolongan
kepada Allah. Kalau kalian melihat api
pertempuran semakin menyala, maka
tempatkan diri kalian di tengah-tengah
musuh dan hadapilah para pemimpin
musuh. Maka insya Allah kalian akan
mendapatkan tempat kalian di surga
dengan kehormatan dan keberhasilan.”
Pada hari berikutnya, keempat anak laki-
lakinya terjun dalam perang Qadisiyyah.
Sembari membacakan syair ibunya,
keempat anak laki-laki Khansa’ maju
berperang hingga mereka semuanya
gugur. Ketika mendengar berita kematian
keempat anaknya, Khansa’ berkata,
“Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang
telah memberikan kemulian kepadaku
dengan syahidnya mereka. Aku berharap
Allah akan mengumpulkan aku dengan
mereka di bawah naungan kasih
sayangNya.”
25. 24
Itulah perempuan-perempuan seperti
Ummu Amarah, yang merupakan pejuang
yang terampil dan turut berperang dalam
berbagai pertempuran, seperti Perang
Uhud, Hunain, dan Yamamah. Dalam
Perang Uhud, beliau turut melindungi
Rasulullah Saw. dengan tubuhnya, hingga
mengalami luka yang cukup parah. Ketika
itu, ke mana pun Rasulullah Saw.
memandang –ke kanan maupun ke kiri–
beliau Saw. menyaksikan perjuangan
Ummu Amarah untuk melindungi
keselamatan Rasulullah Saw. Oleh sebab
itulah Rasulullah Saw. pernah berdoa bagi
Ummu Amarah dan keluarganya, yang
telah berperang dengan penuh keberanian
dan kekuatan pada hari itu, sebagai
berikut:
Ya Allah, jadikanlah ia dan keluarganya
sebagai sahabatku di surga.
Itulah perempuan-perempuan seperti
Ummu Syariq, yang mencurahkan segenap
kemampuannya untuk mengemban
dakwah Islam di tengah-tengah kaum
perempuan suku Quraisy, sampai akhirnya
ia diusir dari kalangan orang-orang
Quraisy oleh para pemukanya. Itulah
perempuan-perempuan seperti Sumayyah,
yang merupakan muslim pertama yang
mati syahid. Beliau terus menerus
menyeru kepada orang-orang untuk
menyembah kepada Allah pada saat
disiksa sampai mati oleh Abu Jahal.
Seorang Muslimah adalah individu yang
menggunakan akal pikiran dengan sebaik-
baiknya, sehingga ia tidak membabi buta
meniru dan mengikuti segala sesuatu yang
ada di sekitarnya, sekalipun itu berarti
bahwa ia harus menentang norma-norma
yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat. Ia bukan seorang yang
terbelenggu dengan perasaan rendah diri
akibat penampilannya; tetapi sebaliknya,
seorang Muslimah adalah seorang yang
penuh percaya diri berada dalam
kehidupan yang dipilihnya sendiri, karena
ia telah menegakkan kebenaran Islam
melalui akal pikiran dan keyakinannya.
Terakhir, ia bukan seorang perempuan
yang asyik dengan citra dirinya,
penampilan fisiknya, atau kehidupan
pribadinya. Seorang Muslimah adalah
individu yang memahami masalah-
masalah dunia, mempunyai kepedulian
terhadap masalah-masalah umat manusia,
dan berpikir cermat mengenai peran
dirinya dalam mewujudkan sistem yang
sahih untuk mengatur umat manusia,
yakni negara Khilafah Islamiyah.