Dokumen tersebut membahas metode dakwah Rasulullah Saw. dalam memperkenalkan Islam. Metode ini meliputi 3 tahap: 1) Pengkaderan, dengan membentuk kelompok rahasia dan mengajarkan ajaran Islam. 2) Interaksi, dengan terang-terangan menyampaikan ajaran setelah mendapat wahyu. 3) Penerimaan kekuasaan, untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Metode ini terbukti berhasil memperluas pengar
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
1.
2. الرحيم الرحمن هللا بسم
DakwahRasulSaw. Metode SupremasiIdeologiIslam
Garis Besar [halaman 1]
Pembangkitan [18]
Tuntunan [25]
Memulai [27]
Berkembang [30]
Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’al-Fikri) [42]
Perjuangan Politik (al-Kifah as-Siyasi) [43]
Menggalang Kekuatan Riil [56]
Memenuhi Kewajiban Penerapan Sistem Islam [66]
Daftar Bacaan [72]
Garis Besar
Rasulullah Saw. adalah kepala negara Daulah Islamiyyah pertama kali.
Beliau Saw., selain sebagai pembawa dan penyampai risalah, juga sebagai
penguasa (hakim) yang menerapkan hukum-hukum Islam yang Beliau bawa
sebagai bagian dari risalah Islam. Hukum-hukum Islam sebagian besar
diturunkan di Madinah setelah Rasulullah Saw. menempuh perjuangan selama
sekitar 13 tahun di kota Mekkah mendakwahkan Islam kepada masyarakat
Quraisy dan seluruh kabilah Arab yang setiap tahun berkunjung ke kota
Mekkah. Di Madinah itulah Rasulullah Saw. mendapatkan kekuasaan dari para
kepala suku di kota Madinah, khususnya Aus dan Khazraj yang paling
dominan dan berkuasa di Madinah. Dan syariat Islam telah diturunkan
seluruhnya hingga akhir masa kehidupan Beliau Saw. di mana wilayah
kekuasaan Beliau Saw. telah meliputi seluruh jazirah Arab (kurang lebih 2,95
juta km persegi, lebih besar dari 3 kali luas gabungan wilayah Jerman dan
Perancis).
1
3. Allah Swt. berfirman:
ِِتَمْعِن ْمُكْيَلَع ُتْمَْْتَأَو ْمُكَنيِد ْمُكَل ُتْلَمْكَأ َمْوَْيلا ﴿َم ََلْسِْاْل ُمُكَل ُيتِضَرَو
﴾ اًنيِد
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Rasulullah Saw. wafat dalam keadaan umat dan negara Islam yang
masih baru itu sangat kuat dan siap untuk memikul beban risalah menyebarkan
Islam ke seluruh dunia sebagai wujud risalah yang rahmatan lil ‘alamin. Para
sahabat yang jumlahnya paling tidak sekitar 60 ribu orang adalah kader-kader
unggulan yang siap untuk menaklukkan dunia, membebaskan bangsa-bangsa
dari belenggu penguasa yang zalim dan cara hidup jahiliyah. Sejarah pun
membuktikan bahwa berbagai penaklukan oleh daulah Islam yang
menjadikannya negara terluas adalah terjadi di masa sahabat Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, di masa kerinduan akan kejayaan Islam telah kembali
menggema dalam pikiran dan perasaan umat, maka tidak ada metode (thariqah)
perjuangan yang harus ditempuh untuk mewujudkan hal itu, kecuali mengikuti
metode (thariqah) perjuangan Rasulullah Saw. Sebab, secara syar’i, Allah Swt.
telah memerintahkan kaum muslimin untuk meneladani Beliau Saw.
﴾ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِهاَّلل ِولُسَر ِِف ْمُكَل َناَكْدَقَل﴿
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu..” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Secara faktual, satu-satunya gerakan Islam yang berhasil menegakkan
pemerintahan yang dalam tempo singkat mencapai capaian yang luar biasa
adalah gerakan yang ditempuh oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya.
Ingat, Rasulullah Saw. tidak berawal sebagai kepala negara. Dakwah Beliau
berawal dari seorang diri, bagian kecil dari masyarakat Mekkah, lalu menjadi
sebuah kelompok (kutlah), dan kemudian menjadi penguasa dengan bai’at yang
diberikan oleh para pemimpin suku Aus dan Khazraj dari Madinah.
Apa benar Rasulullah Saw. membentuk kelompok politik (kutlah
siyasi)? Bukankah belum ada parlemen dan pemilu pada waktu itu? Kalau
kelompok atau partai politik dimaknai sebagai peserta pemilu yang kemudian
2
4. masuk parlemen dan membuat undang-undang dan mengangkat kepala
pemerintahan, maka Rasulullah Saw. tidak melakukan itu. Tapi kalau
kelompok atau partai politik dipahami sebagai kumpulan ide (afkar) dan orang-
orang yang mengimani ide-ide itu serta berjuang untuk mewujudkan ide-ide itu
di tengah-tengah masyarakat, Rasulullah Saw. dan para sahabat melakukan hal
itu.
Ketika turun firman Allah Swt.:
﴾ُرَمْؤُت اَِِب ْعَدْاصَف﴿
“Sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
kepadamu….” (QS. Al-Hijr [15]: 94)
Rasulullah Saw. bersama para sahabat bersama-sama menuju Ka’bah dengan
formasi yang belum pernah dikenal oleh orang Arab sebelumnya. Mereka
berbaris dalam dua barisan yang dikepalai oleh Umar bin Khaththab dan
Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka ber-thawaf mengelilingi Ka’bah (lihat:
An Nabhani, Ad Daulah al Islamiyyah hlm. 15).
Bagaimana sebenarnya tahap dakwah dalam perjuangan yang ditempuh
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya? Pertama, tahap pembinaan dan
pengkaderan (marhalah tatsqif); kedua, tahap interaksi dan perjuangan
(marhalah tafaul wal kifah); ketiga, tahap penerimaan kekuasaan (marhalah
istilamul hukm) untuk menerapkan Islam secara praktis dan menyeluruh,
sekaligus menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Pertama, Tahap Pembinaan Dan Pengkaderan (Tatsqif)
Tahap ini dimulai sejak Beliau Saw. diutus menjadi rasul. Pada tahap
ini Rasulullah Saw. melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka
tubuh gerakan. Ketika turun firman Allah Swt. dalam surat Al Muddatsir (surat
yang turun setelah surat Iqra’/ al-Qalam, lihat: Manna’ Khalil Qatthan,
Mabahits fi Ulumil Qur’an, terj. hal.92):“Hai orang yang berselimut,
bangunlah, lalu berilah peringatan!” (TQS. al-Muddatstsir: 1-2), Beliau Saw.
mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Dimulai dari istrinya
Khadijah ra., sepupunya Ali bin Abi Thalib ra., mantan budaknya Zaid bin
Haritsah, dan sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., lalu Beliau menyeru
seluruh masyarakat. Beliau berkeliling mendatangi rumah-rumah mereka.
Beliau Saw. menyampaikan: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian
untuk menyembah-Nya dan janganlah kalian menserikatkan-Nya dengan
sesuatu apapun.” Beliau menyeru manusia, mengikuti ayat di atas.
3
5. Setelah Rasulullah Saw. mengajak penduduk Mekkah untuk masuk
Islam, sebagian orang menerima dan beriman kepadanya lalu masuk Islam dan
sebagian yang lain menolaknya. Rasul mengumpulkan orang-orang yang
beriman di sekeliling Beliau dalam suatu kelompok atas dasar agama baru itu
secara rahasia. Para sahabat Beliau apabila hendak berjamaah shalat mereka
pergi ke padang-padang rumput dan menyembunyikan sholat mereka dari
kaum mereka. Kepada orang-orang yang baru masuk Islam, Rasulullah Saw.
mengutus orang yang sudah lebih dulu masuk Islam dan faqih dalam dinul
Islam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Beliau Saw. pernah mengirim Khabbab
bin al-Arat untuk mengajarkan al-Qur’an kepada Fathimah binti al-Khaththab
dan suaminya, Sa’id bin Zaid di rumahnya. Ketika Umar bin Khaththab (kakak
Fathimah) memergoki mereka sedang belajar di rumah Said, di mana Khabbab
membacakan Al-Qur’an kepada mereka, Umar pun masuk Islam.
Beliau Saw. menjadikan rumah Al Arqam bin Abil Arqam (Daar al-
Arqam) sebagai markas kutlah (kelompok dakwah) dan madrasah bagi dakwah
baru ini. Di rumah Arqam itulah Rasulullah Saw. mengumpulkan para
shahabat, mengajar Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur’an kepada
mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghafal dan
memahami al-Qur’an. Dan setiap kali ada yang masuk Islam, langsung
digabungkan ke Darul Arqam. Beliau Saw. di markas pengkaderan itu selama 3
tahun membina (yutsaqqif) kaum muslimin generasi pertama itu, sholat
bersama mereka, tahajud di malam hari yang lalu diikuti oleh para sahabat,
Beliau Saw. membangkitkan keruhanian mereka dengan sholat, membaca al-
Qur’an, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayat-ayat Allah
dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal pikiran mereka dengan
makna-makna dan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta pemahaman dan pemikiran
Islam, dan melatih mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan
hambatan dakwah, dan mewasiatkan kepada mereka untuk senantiasa taat dan
patuh sehingga mereka benar-benar ikhas lillahi ta’ala (lihat: Taqiyuddin An
Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.11-12). Rasul tetap merahasiakan
aktivitas bersama para pengikutnya, dan terus melakukan upaya-upaya
pengkaderan dan pembinaan (tatsqiif) hingga turun firman Allah Swt.:
﴾َنيِكِرْشُْملا ِنَع ْضِرْعَأَو ُرَمْؤُت اَِِب ْعَدْاصَف﴿
4
6. “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
(QS. al-Hijr: 94)
Tahap Kedua, Tahap Interaksi Dan Perjuangan (Marhalah Tafaul
wal Kifah)
Meskipun aktivitas pada tahap pertama dilakukan dengan sembunyi-
sembunyi, akan tetapi masyarakat Mekah mengetahui bahwa Muhammad
Rasulullah Saw. telah membawa agama baru. Mereka juga mengetahui banyak
orang masuk Islam. Kafir Mekah pun tahu bahwa Rasulullah dan kutlah-nya
merahasiakan kutlah dan pemelukan agamanya. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat Makkah telah tahu adanya agama dan dakwah baru serta kutlah
baru, sekalipun mereka tidak tahu, di mana mereka berkumpul, dan siapa saja
di antara orang-orang mukmin yang berkumpul.
Setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin
Khaththab (3 hari setelah masuk Islamnya Hamzah), turun firman Allah Swt.:
َنيِكِرْشُْملا ِنَع ْضِرْعَأَو ُرَمْؤُت اَِِب ْعَدْاصَف﴿!َنيِئِزْهَتْسُْملا َاكَنْيَفَك هَّنِإ!
﴾َنوُمَلْعَي َفْوَسَف َرَخاَء اًََلِإ ِهاَّلل َعَم َنوُلَعََْي َينِذهلا
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan (kamu), yaitu orang-orang yang menganggap adanya
tuhan yang lain di samping Allah, maka mereka kelak akan mengetahui
(akibat-akibatnya)” (QS. al-Hijr: 94-96)
Beliau Saw. pun menerangkan perintah Allah Swt. secara terang-
terangan. Beliau Saw. pun menampilkan kutlahnya secara terang-terang kepada
seluruh masyarakat, sekalipun masih ada sebagian kaum muslimin yang
menyembunyikan ke-Islamannya bahkan sampai penaklukan kota Makkah.
Setelah aksi menampilkan kutlah secara terang-terangan di Ka’bah, terjadilah
pergesekan dakwah dan kelompok dakwah dengan masyarakat Makkah dan
para pemimpinnya yang sangat cinta kepada kepemimpinan sistem jahiliyyah.
Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabat pun berubah dari fase
rahasia (daur al istikhfa) ke fase terang-terangan (daur al-I’lan). Berpindah
dari fase mengkontak orang-orang yang memiliki kesediaan menerima Islam
ke fase berbicara kepada masyarakat secara menyeluruh.
5
7. Mulailah terjadi benturan (ishthidam/ clash) antara iman dengan
kekufuran di masyarakat, dan mulailah terjadi pergesekan (ihtikak) antara ide-
ide yang benar dengan ide-ide yang rusak, dan mulailah tahap kedua, yaitu
tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Pada tahap ini
mulailah orang-orang Kafir Quraisy melawan dakwah dan menyakiti
Rasulullah Saw. dan kaum muslimin dengan berbagai macam cara.
Periode inilah yang paling berat yang dihadapi Rasul dan para sahabat
sepanjang perjuangan mereka. Gembong kekufuran Abu Jahal pernah
melempar Beliau Saw. dengan isi perut hewan sembelihan mereka.
Semua itu justru hanya menambah kesabaran dan kesungguhan Beliau
Saw. dalam dakwah. Kaum muslimin pun menghadapi berbagai ancaman dan
gangguan. Setiap kabilah menyiksa dan memfitnah anggota sukunya yang
masuk Islam. Sampai-sampai salah seorang budak Habsyi, Bilal bin Rabbah
ra., mereka lempar di atas padang pasir, di bawah terik matahari, mereka tindih
dadanya dengan batu, dan mereka biarkan di situ agar mati, tidak lain karena
dia tetap mempertahankan kalimat tauhid: ahad-ahad! Summayyah istri Yasir
ra., mereka siksa hingga mati karena tidak mau kembali (murtad) dari agama
Islam kepada agama nenek moyang mereka. Kaum muslimin secara umum
dihinakan dan disiksa. Namun mereka bersabar menerima cobaan itu dalam
rangka menggapai ridho Allah Swt.
Rasulullah Saw. dan para sahabat menghadapi berbagai perlawanan
dakwah yang dilancarkan oleh orang-orang Kafir Quraisy, baik itu penyiksaan
fisik (at ta’dziib) , propaganda busuk (ad da’aawah/ad di’ayah) untuk
menyudutkan Islam dan kaum muslimin di dalam negeri dan luar negeri,
maupun blokade total (al muqatha’ah), dengan sikap sabar dan terus
berdakwah menegakkan agama Allah Swt. tanpa kekerasan. Tatkala Rasul
melihat Yasir dan istrinya dibantai disiksa oleh orang-orang Quraisy, Beliau
Saw. tidak menggerakkan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan fisik
terhadap mereka. Beliau Saw. bersabda:
«اًئْيَش ِهللا َنِم ْمُكَل ُكِلْمَأ َال ْ ِِّنِإ ِهةنَْْلا ُمُكَدِعْوَم هنِإَف ٍر ِسََي َآل اًرْبَص»
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian
adalah Surga. Sesungguhnya aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah.”
Ketika mendengar janji surga itu, Sumayyah, istri Yasir yang sedang disiksa
oleh kafir Quraisy, mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
melihatnya secara nyata!” (lihat: An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.18)
6
8. Pertanyaan kita, mengapa Rasulullah Saw. yang terkenal sempurna
akhlaqnya, bahkan sudah mendapatkan gelar al Amin (yang terpercaya), kok
dimusuhi begitu rupa oleh orang-orang Quraisy? Benturan yang dilakukan oleh
kafir Quraisy terhadap dakwah Islam adalah hal yang wajar. Sebab, Rasulullah
Saw. mengemban dakwah dan menampilkan kelompok yang mengemban
dakwah bersama Beliau Saw. dalam bentuk yang menantang. Lebih dari itu,
substansi dakwah itu sendiri adalah perjuangan dan perlawanan terhadap status
quo Quraisy dan masyarakat Makkah.
Sebab substansi dakwah adalah menyeru kepada mentauhidkan Allah
dan seruan ibadah hanya kepada-Nya serta seruan untuk meninggalkan
penyembahan kepada berhala dan seruan untuk melepaskan diri dari sistem
kehidupan jahiliyah mereka yang rusak. Maka terjadilah benturan dengan
Quraisy secara total. Bagaimana mungkin tidak terjadi benturan, padahal
Rasulullah Saw. membodohkan impian mereka, merendahkan tuhan-tuhan
mereka, dan mencela kehidupan murahan mereka, dan mengkritik tatanan
kehidupan mereka yang zalim. Dan Al-Qur’an pun turun menyerang mereka
dengan jelas. Allah Swt. berfirman:
ُد ْنِم َنوُدُبْعَت اَمَو ْمُكهنِإ﴿﴾َهمنَهَج ُبَصَح ِهاَّلل ِون
“Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah selain Allah
adalah umpan Jahannam.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 98)
﴾ِهاَّلل َدْنِع وُبْرَي ََلَف ِهاسنال ِالَوْمَأ ِِف َوُبْرَيِل ًًبِر ْنِم ْمُتْيَاتَء اَمَ﴿و
“Dan apa yang kalian berikan berupa riba untuk menambah harta kekayaan
manusia, maka tidak menambah pada sisi Allah.” (QS. ar-Rûm [30]: 39)
َنيِفِِفَطُمْلِل ٌلْيَ﴿و!َنوُفْوَتْسَي ِهاسنال ىَلَع ُوالاَتْكا اَذِإ َينِذهلا!ْمُُوهلاَكاَذِإَو
﴾ َنوُر ِسُُْي ْمُوهُنَزَو ْوَأ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS.
al-Muthafifîn [83]: 1-3)
Oleh karena itu, orang-orang Quraisy pun menghadang dakwah.
Mereka menyakiti Rasulullah Saw. dan para sahabat. Mereka menyiksa,
7
9. mengembargo, dan membuat propaganda untuk melawan Beliau Saw. dan
agama yang dibawanya. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah dakwah
Rasulullah Saw. Beliau Saw. tetap menyerang mereka, terus melawan
pandangan-pandangan yang salah, dan menghancurkan aqidah-aqidah yang
rusak, dan bersungguh-sungguh menempuh jalan penyebaran dakwah. Beliau
Saw. mendakwahkan Islam dengan jelas, tanpa tedeng aling-aling, tanpa
merendahkan diri, tanpa cenderung kepada kekufuran, dan tanpa menjilat
gembong-gembong kekufuran.
Hal itu Beliau lakukan sekalipun menghadapi berbagai gangguan dari
Quraisy, meskipun menghadapi berbagai kesulitan. Dan dakwah yang Beliau
lakukan di tengah berbagai kesulitan itu justru membuat Islam dari hari ke hari
menyebar ke seluruh masyarakat Arab, sehingga banyak para penyembah
berhala dan orang-orang Nasrani masuk Islam, bahkan para pembesar Quraisy
pun mendengarkan Al-Qur’an dan hati mereka berdebar-debar. Sejarah
mencatat bahwa tiga orang gembong kafir Quraisy, yaitu Abu Sufyan bin Harb,
Abu Jahal Amru bin Hisyam, dan Al Akhnas bin Syariq secara terpisah selama
tiga malam berturut-turut mendengar Rasulullah Saw. membaca Al-Qur’an di
rumahnya. Rasulullah Saw. biasanya menghabiskan sebagian besar malamnya
dengan qiyamul lail dan membaca Al-Qur’an secara tartil.
Perjuangan dakwah Rasulullah Saw. dan para sahabat pada tahap kedua
ini dilakukan dengan cara tanpa kekerasan. Beliau Saw. melakukan pergulatan
pemikiran (shiraul fikri) dan perlawanan politik (kifah siyasi) tanpa
menggunakan kekuatan fisik, tanpa mengangkat senjata, meskipun setiap lelaki
Arab pada waktu itu sudah terbiasa menunggang kuda dan memainkan senjata.
Pergulatan pemikiran yang Beliau lakukan melawan kekufuran itu
tergambar pada ayat-ayat yang turun di tahap kedua ini yang banyak
mengetengahkan celaan-celaan terhadap ‘aqidah, sistem, adat-istiadat kafir
Mekah yang rusak, seperti firman Allah Swt.:
ٍمْلِع ِْْيَغِب ٍاتَنَبَو َنيِنَب َُهل واُقَرَخَو ْمُهَقَلَخَو هنِْْلا َاءَكَرُش ِهَِّلل واُلَعَجَ﴿و
﴾َنوُفِصَي اهمَع َاَلَعَتَو ُهَناَحْبُس
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi
Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu. Dan mereka berbohong
(dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
8
10. perempuan,” tanpa (berdasar) ilmu. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-
sifat yang mereka nisbatkan.” (QS. al-An‘âm [6]: 100)
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Katakanlah: “Allah.”
Katakanlah: “Maka patutkah kalian menjadikan pelindung-pelindung kalian
dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak
(pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?” Katakanlah: “Adakah sama
orang yang buta dan yang dapat melihat, atau samakah antara gelap-gulita dan
terang-benderang? Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah
yang dapat menciptakan sesuatu seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu
serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta
segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (QS. ar-
Ra‘d [13]: 16)
Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:
ُدَحَأ َر ِِشُب اَذِإَ﴿وٌيمِظَك َوُهَو ًّادَوْسُم ُهُهْجَو هلَظ ىَثْنُْْلًِب ْمُه!َنِم ىَارَوَتَي
َاءَس َالَأ ِابَرُّالت ِِف ُهُّسُدَي ْمَأ ٍونُه ىَلَع ُهُك ِسُُْيَأ ِهِب َر ِِشُب اَم ِوءُس ْنِم ِمْوَقْلا
﴾َنوُمُكََْي اَم
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, hitamlah (merah-padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Dia
menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburnya dalam tanah. Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. an-Nahl [16]: 58-59)
9
11. ِاةَيَْْلا َضَرَعواُغَتْبَتِل اًنُّصَََت َنْدَرَأ ْنِإ ِاءَغِبْلا ىَلَع ْمُكِاتَيَتَف واُهِرْكُت َالَ﴿و
﴾اَيُّْنالد
“Dan janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan
pelacuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kalian
hendak meraih keuntungan duniawi.” (QS. an-Nûr [24]: 33)
“dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).” (QS. al-An‘âm [6]: 151)
Al-Qur’an juga telah menyerang habis adat-istiadat yang rusak,
membuat-buat hukum sekehendaknya. Dalam hal ini, Allah Swt. antara lain
berfirman:
10
12. “Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang;
tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki," menurut
anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya
dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu
menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak
Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini
adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika
yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh
memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An‘âm
[6]: 138-139)
Dalam perlawanan politik (kifah siyasi) yang dilakukan oleh Rasulullah
Saw. dan para sahabat, para pemimpin Quraisy yang tersinggung dengan
dakwah Islam dan yang sangat khawatir kedudukan mereka tergeser dengan
berkembangnya dakwah Islam dan terus bertambah banyaknya orang-orang
Quraisy yang masuk Islam telah melakukan berbagai makar untuk
menyudutkan Rasulullah Saw., menghentikan langkah Beliau Saw., dan
menjegal dakwah Islam.
Abû Jahal, Abû Sufyân, ‘Umayyah ibn Khalaf, Wâlid ibn Mughîrah,
dan yang lainnya berkumpul di Dâr an-Nadwah untuk merundingkan perilaku
Muhammad Saw. dan dakwahnya yang baru itu, sebelum orang-orang Arab
datang ke Makkah untuk berhaji.
Pada saat itu, dakwah Muhammad Saw. telah menyusahkan mereka,
membuat mereka susah tidur, serta mengguncang kepemimpinan mereka atas
Makkah. Oleh karena itu, mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa
mendustakan dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.
Setelah melakukan dialog dan diskusi, merekapun sepakat untuk
mempengaruhi orang-orang Arab yang datang dan memperingatkan mereka
agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab, Muhammad
Saw. dianggap memiliki kata-kata yang menyihir; sering mengatakan kata-kata
11
13. yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan
dari kaumnya.
Allah Swt. menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah Saw.
dalam firman-Nya:
َهردَقَو َرهكَف ُههنِإ﴿!َهردَق َفْيَكَلِتُقَف!َهردَق َفْيَكَلِتُق هُُث!َرَظَن هُُث!هُُث
َرَسَبَو َسَبَع!َرَبْكَتْاسَو َرَبْدَأ هُُث!ُرَثْؤُي ٌرْحِس هالِإ اَذَه ْنِإ َالَقَف!اَذَه ْنِإ
ِرَشَْبلا ُلْوَق هالِإ!﴾َرَقَس ِيهِلُْصأَس
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Maka celakalah dia,
bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia, bagaimanakah dia
menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan
merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.
Selanjutnya dia berkata: “(al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang
dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan
manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. al-
Mudatstsir [74]: 18-26)
Para pemimpin Quraisy itupun satu persatu dilucuti jati diri mereka
oleh Al-Qur’an (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang
Abu Lahab, Allah Swt. berfirman:
﴾هبَتَو ٍبَََل ِِبَأ اَدَي ْتهبَ﴿ت
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab…” (QS. Al Lahab [111]: 1)
Tentang pembesar dari Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah
Swt. berfirman:
اًدي ِحَو ُتْقَلَخ ْنَمَو ِّنْرَذ﴿!﴾اًدوُدََْم ًاالَم َُهل ُتْلَعَجَو
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya
sendirian. Dan Aku telah jadikan baginya harta benda yang banyak.” (QS. Al
Muddattsir [74]: 11-12)
Terhadap Abu Jahal, Allah Swt. berfirman:
12
14. “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami
tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (QS.
Al Alaq [96]: 15-16)
Menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul
keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka
memohon kepada Rasulullah Saw. agar mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah
Saw. mencegah keinginan mereka seraya bersabda (lihat: Ahmad Mahmud,
Dakwah Islam, terj. 121):
﴾َمْوَقْلا واُلِاتَقُت ََلَف ،ِوْفَْعلًِب ُتْرِمُأ ْ ِِّنِإ﴿
“Aku diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan
memerangi kaum itu.” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim)
Bahkan ketika Rasulullah Saw. telah mendapatkan baiat dari orang-
orang Anshar di Aqobah dan mereka meminta izin kepada Rasul untuk
memerangi orang-orang Quraisy, Beliau Saw. menjawab: “Kami belum
diperintahkan untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian ke hewan-hewan
tunggangan kalian.” Dikatakan, ‘Maka, kamipun kembali ke peraduan kami,
lalu tidur hingga tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-
Maghribi, jilid I/305)
Bahkan dalam pergulatan politik antara kelompok kafirin dengan
kelompok mukminin, mereka menggunakan peristiwa politik internasional
untuk melemahkan lawan. Ini terjadi ketika terjadi perang antara Persia dan
Romawi di Syam di mana tentara Romawi dikalahkan oleh tentara Persia.
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Syihab, berkata, “Kami
mendapatkan kaum musyrikin tengah berdebat dengan kamu muslimin. Saat itu
mereka masih berada di Mekah dan sebelum Rasulullah melakukan hijrah.
Orang-orang musyrik berkata, “Romawi telah menyatakan dirinya sebagai
ahlul kitab, dan sungguh mereka telah dikalahkan oleh Majusi (Persia).
Sedangkan kalian yakin bahwa kalian akan mengalahkan keduanya dengan
kitab yang diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana kalian dapat
mengalahkan Romawi dan Majusi? Kami pasti mengalahkan kalian.” Maka
turunlah firman Allah Swt.:
13
15. ﴿امل!ُومُّالر ِتَبِلُغ!َنوُبِلْغَيَس ْمِهِبَلَغ ِدْعَب ْنِم ْمُهَو ِضْرَْاْل ََنْدَأ ِِف!ِِف
َنوُنِمْؤُْملا ُحَرْفَي ٍذِئَمْوَيَو ُدْعَب ْنِمَو ُلْبَق ْنِم ُرْمَْاْل ِهَِّلل َنيِن ِس ِعْضِب!ِرْصَنِب
﴾ُيم ِحهالر ُيزِزَْعلا َوُهَو ُاءَشَي ْنَم ُرُصْنَي ِهاَّلل
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat,
dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi.
Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari
(kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ruum [30]: 1-5)
Namun demikian orang-orang Quraisy yang berhati beku itu tak bisa
menerima kebenaran Islam yang dibawakan oleh Rasulullah Saw. dan para
sahabat. Lebih-lebih setelah wafatnya paman Beliau Saw., Abu Thalib, salah
seorang pemuka Quraisy yang selama ini mendukung dakwah Nabi,
melindungi Beliau Saw., dan menjadi mediator antara para pemimpin Quraisy
dengan keponakannya. Mereka melakukan tindakan yang lebih keras, tanpa
sungkan-sungkan lagi.
Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar
Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan
melindungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan
orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.
Beliau berkata kepada mereka, “Ya Bani fulan! Saya adalah utusan Allah bagi
kalian, dan menyeru kepada kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah,
beriman kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku,
sampai aku menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.” Akan
tetapi paman Beliau Saw., Abu Lahab, berdiri di belakang Beliau, membantah
dan mendustakan perkataan Beliau Saw. Tak satupun kabilah menerima
Beliau.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri menceritakan, bahwa
Rasulullah Saw. mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan tetapi mereka
menolak Beliau. Beliau juga mendatangi Bani Kalban akan tetapi mereka
menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka
14
16. nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang Arab yang lebih keji
penolakannya terhadap Beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi
Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, mendo’akan mereka kepada Allah, dan meminta
kepada mereka secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari
mereka yang bernama Biharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku
mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.”
Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai’atmu atas urusan
kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu,
apakah kami akan diberi kekuasaan setelah engkau? Rasulullah Saw. berkata
kepadanya, “Urusan itu hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa
yang dikehendaki.” Bahirah berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan
leher-leher kami kepada orang Arab, sedangkan jika Allah memenangkan
kamu, urusan bukan untuk kami.” Kami tidak butuh urusanmu.”
Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah Saw. dan
menolak adalah, (1) Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, (2) Bani Muharib bin
Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah,
(7) Bani Sulaim, (8) Bani ‘Abas, (9) Bani Nadhar, (10) Bani Baka’, (11) Bani
Kindah, (12) Kalb, (13) Bani Harits bin Ka’ab, (14) Bani ‘Adzrah, (15) Bani
Hadhaaramah.
Beliau Saw. selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, Beliau
juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke
Mekah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka’bah, di jalan-
jalan, pasar ‘Ukadz, dan Mina. Di antara orang-orang yang diseru Rasul
tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Setelah mereka kembali ke Madinah mereka menyebarkan Islam di
Madinah. Momentum penting lain sebagai pertanda dimulainya babak baru
dakwah Rasul adalah Bai’at ‘Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama
Bai’at ‘Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni
tahap interaksi dan perjuangan (marhalah Tafa’ul wal Kifah) menuju Tahap
ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam
tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan
mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan
mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid
Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul
a’mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna
15
17. kebahagiaan (ma’na sa’aadah) mereka adalah mendapatkan ridho Allah.
Masyarakat yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh
dunia.
Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh
partainya Rasulullah Saw. dalam perjuangan Beliau Saw., di samping tuntunan
dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan Beliau Saw., maka tidak ada
jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini selain jalan
yang telah ditempuh Rasulullah Saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran
kita tentang perjalanan dakwah Rasulullah Saw. tersebut perlu kita perhatikan
bagan di bawah ini:
Bagan Perjalananan Dakwah Rasulullah Saw.
Tahapan
metode
Aksi Target Tantangan
1. Pembinaan
dan
Pengkaderan
- melakukan
rekrutmen secara
individual dan
mengumpulkan
mereka dalam
kelompok terorganisir
- melakukan
pembinaan intensif
terhadap sahabat-
sahabat sebagai keder
awal
1. Membentuk
kelompok yang
terorganisir (hizb
as-siyasi) yang siap
mengemban
dakwah yang politis
dan ideologis
2. Membentuk
kader yang
memiliki pola pikir
dan pola tindak
Islam
1. Proses kaderisasi
yang masih awal
dan bergerak agak
lambat
2. Interaksi
dan
Perjuangan
Politik
1. Menyampaikan
dakwah secara
terbuka dalam rangka
pembinaan umat
2. menyerang ide-ide
(keyakinan, tradisi,
hukum-hukum) yang
rusak di tengah
masyarakat Makkah
1. Membentuk
kesadaran umum
dan opini umum di
tengah masyarakat
tentang Islam dan
kerusakan sistem
jahiliyah
2. Penerimaan
masyarakat
1. Perlawanan dan
penindasan dari
penguasa-penguasa
Makkah:
penganiyaan,
propaganda di
dalam dan di luar
Mekkah,
pemboikotan total
16
18. 3. Membongkar
kepalsuan para
penguasa Makkah
4. Mendatangi elit-elit
politik yang
berpangaruh di
masyarakat
terhadap ide-ide
Islam dan
penolakan mereka
terhadap ide-ide
jahiliyah.
3. Gerakan massal
berupa dukungan
dan tuntutan
penerapan Islam.
4. Mengambil alih
kekuasaan dari
penguasa status quo
(jahiliyah)
2. Masyarakat
Mekkah yang masih
belum bisa
menerima ide-ide
perubahan
Rasulullah dan
masih mendukung
rezim penguasa
jahiliyah
3.
Penerimaan
Kekuasaan
dan
Penerapan
hukum oleh
Negara
1. Rasulullah
mendirikan negara
Islam dan
membangun
masyarakat Islam
2. Menerapkan
hukum-hukum Islam
secara kaffah
3. Menyebarkan
dakwah Islam ke
seluruh penjuru alam
4. Konsolidasi dan
pengembangan daulah
Islam hingga menjadi
adidaya
Berdirinya Daulah
Islam yang
didasarkan pada
aqidah Islam dan
menerapkan
hukum-hukum
Islam yang kuat
1. Daulah Islam
yang masih awal
sehingga mendapat
ganggunan
stabilitas baik dari
dalam ataupun dari
luar
2. Koalisi musuh-
musuh daulah Islam
baik dalam opini
maupun perang
fisik
Siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan Islam
secara kaffah sebagaimana yang diwajibkan, maka keberadaan negara Khilafah
Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Khilafah-lah, institusi wajib
untuk menerapkan syariah secara total (kaffah). Kita mesti yakin berjuang
karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan politik
yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., bukan dengan cara-cara demokrasi
yahudi maupun revolusi sosialis atheis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam.
17
19. WalLâhu a’lam bish-shawâb. Wallahu muwaffiq ila aqwamit thariiq.
Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! Walhamdulillahirabbil
‘alamin!
Pembangkitan
Untuk membangkitkan umat, umat perlu meyakini bahwa paradigma
mendasar untuk meraih kebangkitan adalah ideologi (mabda’) yang merupakan
satu kesatuan dari ide (fikrah) dan metode (thariqah). Islam merupakan
ideologi karena terdiri dari ide dasar (aqidah) dan berbagai sistem kehidupan
(syariah) yang bersumber dari ide dasar tersebut. Selain itu ideologi tersebut
berisi konsep dan metode untuk mewujudkannya.
Pemikiran Islam akan mewujudkan ketinggian berpikir (ar-raqi al-fikr)
yang memiliki karakter mendalam (‘umuq) dan menyeluruh (syumul).
Pemikiran Islam adalah setiap pemikiran yang digali dari Islam. Pemikiran
Islam mencakup pemikiran tentang akidah dan pemikiran tentang syariat.
Perubahan pemikiran dengan Islam berarti mengubah akidah masyarakat
menjadi akidah Islam, dan aturannya pun menjadi aturan Islam.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Kaum sekular Barat mampu bangkit dengan ideologi Kapitalisme. Uni
Soviet mampu bangkit dengan memeluk ideologi Sosialisme. Namun,
kebangkitan dengan kedua ideologi tersebut adalah kebangkitan semu belaka.
Fakta empirik menunjukkan ideologi-ideologi batil ini justru menimbulkan
efek kesengsaraan dan penderitaan bagi umat manusia. Akibatnya, Sosialisme
kemudian hancur setelah berkuasa selama 74 tahun. Ideologi Kapitalisme juga
di ambang keruntuhan. Akidah yang mendasari kedua ideologi itu tidak sesuai
dengan fitrah manusia dan tidak memuaskan akal.
Akidah dari Sosialisme-komunis adalah materialisme yang menafikan
adanya sang Pencipta. Adapun akidah dari ideologi Kapitalisme adalah
18
20. sekularisme. Meski mengakui adanya Tuhan, ideologi ini mengharuskan umat
manusia membuat aturannya sendiri, menolak campur-tangan Tuhan dalam
peraturan kehidupan masyarakat dan negara. Ini juga tidak sesuai fitrah
manusia yang serba lemah dan terbatas, yang sangat membutuhkan aturan dari
Tuhan Yang Maha Bijaksana.
Kebangkitan hakiki adalah yang pernah dialami bangsa Arab saat
mereka mengambil Islam sebagai ideologi individu, masyarakat dan negara.
Kebangkitan ini dipimpin oleh Rasulullah Saw. Bangsa yang dulunya Jahiliyah
berubah menjadi bangsa berperadaban tinggi dan mulia, bahkan kemudian
berhasil menaungi dan menerangi separuh dunia. Kebangkitan ini laksana
perubahan dari kegelapan menuju cahaya.
Islam adalah sistem hidup yang sempurna. Firman Allah Swt.:
َابَتِكْلا َكْيَلَع اَنْلَّزَنَوءْيَش ِلُكِل ااًنَيْبِت
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Perkara apapun ada hukum Islamnya, dan problematika apa saja, atau apapun
tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan dijawab
oleh Dinul Islam.
Akidah Islam memiliki karakteristik sebagai akidah ruhiyah sekaligus
akidah ri’ayah yang haq. Akidah ini memancarkan sebuah sistem (aturan)
kehidupan yang menyeluruh, mengatur urusan pribadi, keluarga maupun
negara; termasuk sistem sosial, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, politik
dalam dan luar negeri, sanksi hukum dan sebagainya. Sebagai contoh: Islam
memerintahkan untuk melakukan shalat dan puasa. Lalu untuk melangsungkan
generasi penerus, Islam memerintahkan supaya menikah dengan lawan jenis.
Dalam rangka untuk menjamin sebuah pernikahan itu, Islam juga
memerintahkan sejumlah sanksi berupa hukum cambuk dan rajam bagi pelaku
zina. Islam juga memerintahkan untuk memperoleh harta secara halal. Lalu
untuk menjamin kepemilikan harta tersebut, Islam memerintahkan hukuman
potong tangan bagi pencuri.
Ideologi Islam telah menorehkan tinta emas sejarah peradaban umat
manusia ketika diterapkan selama berabad-abad lamanya. Banyak bukti historis
menunjukkan kemajuan peradaban Islam mulai dari bidang politik, ekonomi
hingga sains dan teknologi. Meski kaum orientalis berusaha
menyembunyikannya, kegemilangan peradaban Islam tak mampu ditutupi.
19
21. Islam telah mampu mensejahterakan, memberi rasa nyaman dan memberi
kebahagiaan bagi umat manusia. Sejarahwan Barat seperti Will Durrant
sekalipun tak sanggup menahan tutur-katanya untuk memberikan pujian
kekaguman pada peradaban Islam, seperti dia ungkapkan dalam The Story of
Civilization.
Telah disadari sepenuhnya bahwa Rasulullah Saw. dahulu berdakwah
kepada orang-orang kafir, dan kita sekarang mengemban dakwah kepada kaum
muslimin agar mereka selalu mengikatkan diri kepada hukum-hukum Islam,
dan berjuang bersama-sama untuk menerapkan kembali sistem Islam termasuk
sistem pemerintahan sesuai dengan hukum-hukum yang telah diturunkan
Allah. Negeri-negeri kaum muslimin sekarang –sangat disayangkan– ternyata
tidak memenuhi syarat sebagai Darul Islam. Masyarakat yang ada di dalamnya
tidak hidup dalam pengaturan sistem Islam.
Saat ini yang menjadi common enemy bagi umat adalah ideologi
kapitalisme. Berakidahkan sekularisme, kapitalisme beserta berbagai sistemnya
menguasai dan menjajah dunia, menjadi akar masalah dunia saat ini,
menyebabkan berbagai macam masalah terus bermunculan. Mereka
menjalankan metode hagemoni baik militer, politik, pemikiran maupun
ekonomi.
Hubungan antara para penguasa dengan bangsa mereka saat ini berjalan
di atas paradigma merendahkan dan mengeksploitasi bangsa-bangsa,
meremehkan berbagai kemaslahatan mereka dan menjauhkan umat dari
ideologinya. Sementara hubungan antara para penguasa di negeri Islam dengan
tuan-tuan negara adidaya mereka tegak di atas landasan bahwa mereka
menerapkan apa yang didiktekan kepada mereka dan menjaga berbagai
kepentingan tuan-tuan mereka. Mereka menjadi alat negara-negara imperialis
untuk merusak Islam, mengokohkan hagemoni pemikiran barat dan
membangun peradaban barat dengan segenap pemahamannya baik dalam
bidang pemerintahan, ekonomi maupun sosial.
Berbagai pandangan rusak mulai banyak muncul setelah berakhirnya
penerapan sistem Islam oleh Daulah Khilafah Islamiyah yang telah
berlangsung selama lebih dari 1300 tahun. Setelah diruntuhkannya Khilafah
pada 1924 oleh Inggris, sekutu-sekutu, dan antek-anteknya; masyarakat
Muslim tidak bisa lagi menyaksikan kesempurnaan penerapan sistem hukum
Islam.
20
22. Ditambah lagi ada upaya negara-negara kafir untuk mengikis habis
seluruh sistem hukum Islam hingga ke simbol-simbolnya. Semua ini
mengakibatkan sebagian masyarakat benar-benar “buta” terhadap hukum-
hukum Islam yang seharusnya menjadi keyakinan dan tolok-ukur mereka.
Aktivitas yang mengabaikan hukum-hukum syariah Islam adalah
tindakan pragmatis yang justru jauh dari Islam. Misalnya, seorang penguasa
yang menyatakan tidak akan menerapkan syariah Islam dalam kekuasaannya,
atau sikapnya yang tetap mempertahankan segala perjanjian internasional yang
ada, termasuk Perjanjian Camp David yang melegitimasi negara zionis Israel
pencaplok negeri Muslim, gubernur yang turut menerapkan hukum-hukum
tidak-Islam. Ini semua tentunya tidak termasuk aktivitas politik yang syar’i,
melainkan hanya aktivitas politik pragmatis yang bertentangan dan bahkan
mengkhianati Islam.
Pada saat keadaan masyarakat bertentangan dengan Islam, maka
sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan
keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam, menyimpang
dari Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga
sesuai dengan Islam dan diatur menurut syari’at Islam.
Mengubah masyarakat bukanlah menghancurkan masyarakat,
melainkan mengganti sistem kehidupan yang ada di tengah masyarakat.
Mengubah masyarakat berarti mengubah isinya, yakni mengubah kepribadian
para anggota masyarakat, pemikiran masyarakat (baik akidah maupun syariat),
perasaan masyarakat, dan sistem (nizham) yang mengatur berbagai interaksi
sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Jika Anda meletakkan api di bawah periuk sehingga bisa memanaskan
air sampai mendidih, maka air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang
akan mendorong tutup periuk, menghasilkan gerakan yang mendorong.
Demikian pula halnya dengan masyarakat, jika di tengah mereka diletakkan
mabda’ (ideologi) Islam maka “panas” dari mabda’ (ideologi) tersebut akan
menghasilkan dorongan bagi umat untuk bergerak berdakwah, amar ma’ruf
nahi mungkar. Sebab itu, dakwah harus disebarluaskan ke seluruh Dunia Islam
dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam.
Kebangkitan dan perubahan hakiki sejatinya mengubah ketundukan
manusia kepada sesama makhluk menjadi ketundukan manusia hanya kepada
Allah Swt. Pencipta manusia. Hal ini ditunjukkan oleh tegaknya syariah Islam
sebagai wujud ketundukan manusia pada hukum-hukum-Nya. Keadaan ini
21
23. akan melahirkan keamanan lahir dan batin dalam berbagai bidang. Allah Swt.
berfirman:
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di
antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatupun. Siapa saja
yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS. an-
Nur [24]: 55)
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjanjikan empat hal yang saling
terkait. Pertama: kekuasaan/kekhilafahan (istikhlaf). Kedua: peneguhan ajaran
Islam (tamkinu ad-din). Ketiga: keamanan (al-amnu). Keempat: ibadah dan
tidak syirik. Ujung dari semua ini adalah “Mereka tidak takut kecuali kepada-
Ku” (Tafsir ath-Thabari, XIX/210).
Inilah kebangkitan hakiki. Ayat itu menegaskan adanya keterkaitan
yang kuat antara kekuasaan Khilafah, penerapan syariah Islam, keamanan,
serta kesejahteraan baik dalam hal materi, ruhiyah, akhlak maupun
kemanusiaan (insaniyah). Dengan perkataan lain, perubahan yang hakiki hanya
ada dalam penerapan syariah lewat kekuasaan Khilafah. Rasulullah Saw. pun
bersabda:
َل اايْثَح َالَمْلا ْوُثََْي ٌةَفْيِلَخ ْ
ِِتَّمُأ ِرِآخ ْ
ِِف ُنْوُكَياااََُع ُ ُهُُدَي
“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara
berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)
22
24. Jalan kebangkitan umat Islam adalah jalan yang satu, yakni dengan
melanjutkan kehidupan Islam. Dan tidak ada jalan menuju kelanjutan
kehidupan Islam melainkan dengan adanya Daulah Islamiyah. Dan tidak ada
jalan lain menuju ke arah itu kecuali jika kita bertakwa mengambil Islam
secara paripurna (kâmilan) sesuai Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, yakni kita
mengambilnya sebagai Aqidah, dan menjadikannya sudut pandang kehidupan,
dan juga menerapkan keseluruhan sistemnya.
Itu berarti bertaqwa menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam
semua urusan. Untuk itu mutlak memerlukan kekuasaan. Rasul Saw. telah
mencontohkan bagaimana Beliau memohon kekuasaan kepada Allah Swt.
untuk mewujudkan hal itu.
“…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
(TQS. al-Isra’ [17]: 80)
Imam Qatadah menjelaskan: “Nabi Saw. menyadari bahwa tidak ada
daya bagi Beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan).
Karena itu Beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah,
untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya
agama Allah. (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî)
Dalam mewujudkan kebangkitan, umat perlu memahami realitas buruk
yang hendak diubah, perlu memahami realitas baik yang dituju, perlu
menempuh jalan perubahan itu sesuai dengan jalan yang dicontohkan
Rasulullah Saw., perlu adanya kekuasaan untuk keberhasilan kebangkitan itu.
Kekuasaan itu tidak ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr[an]
(kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah
kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah
Swt., Kitabullah dan untuk menegakkan syariah-Nya. Kekuasan seperti ini
hanyalah kekuasaan yang Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya,
hukumnya, perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya.
Kekuasaan yang menolong seperti itu sepeninggal Nabi disebut Khilafah
Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Karena itu sebagaimana Nabi Saw.
berjuang untuk mewujudkan Negara Islam yang awalnya hanya seluas
Madinah, kitapun harus berjuang untuk menerapkan syariah secara total
dengan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah.
Agenda ini harus menjadi agenda vital umat untuk segera diwujudkan,
23
25. menghindarkan umat dari terjerumus pada sistem-sistem non-Islam, mencegah
semakin kuatnya pengaruh kebathilan kaum kafir imperialis dan sistemnya di
negeri-negeri kaum Muslim.
Sejak diutus, Rasulullah Saw. melakukan perubahan pemikiran dalam
diri bangsa Arab saat itu. Pemikiran Lâ ilâha illallâh yang Beliau Saw.
tanamkan mengubah mereka yang sebelumnya menyembah patung dan jin
beralih pada penyembahan kepada Allah Swt. semata.
Rasulullah telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan, dari
cara pandang yang dangkal menuju cara pandang yang mendalam lagi jernih
yang merupakan cerminan dari akidah Islam. Pandangan mereka tidak sebatas
dunia, melainkan justru menembus negeri akhirat. Rasulullah Saw. mengubah
pemikiran masyarakat bahwa Allah Swt. tidaklah menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
Ikatan-ikatan kepentingan atau asas manfaat, kesukuan, dan patriotisme
kebangsaan harus berubah menjadi ikatan Islam ideologis yang memandang
semua kaum mukmin bersaudara laksana satu tubuh. Juga, melalui penanaman
pemikiran akidah dan syariat Rasulullah berhasil mengubah tolok ukur
aktivitas kehidupan masyarakat dari manfaat-egoisme ke tolok ukur halal-
haram, dari hawa nafsu ke wahyu Allah.
Masyarakat Arab pra Islam yang sebelumnya membangun hubungan
kenegaraan di atas kepentingan materi, kebanggaan dan ketamakan menjadi
tegak di atas asas penyebaran akidah dan syariat Islam dan mengembannya ke
seluruh umat manusia.
Begitu pula, pemikiran Islam yang ditanamkan Rasul tentang
kehidupan setelah dunia telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan pada
diri umat, dari sekedar pemenuhan syahwat dengan segala kenikmatan dunia
beralih kepada mencari ridha Allah Swt.
Nampaklah generasi kaum muslim binaan Nabi tidak takut akan
kematian, dan berharap syahid di jalan Allah Swt. Sebab, mereka memahami
bahwa dunia ini hanyalah jalan menuju Akhirat. Demikianlah, lewat pemikiran
Islam baik berupa akidah maupun syariah, Rasulullah Saw. berhasil
membentuk pemahaman, tolok ukur dan keyakinan masyarakat ketika itu
menjadi Islam.
24
26. Tuntunan
Rasulullah Saw. adalah teladan abadi bagi umat Islam dalam semua
aspek kehidupan. Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam untuk
mengambil apapun tuntunan dari Rasulullah Saw.
Firman Allah Swt:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. [59] Al Hasyr: 7)
“Katakanlah, ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata,”
(TQS. Yusuf [12]: 108)
Hukum asal semua perbuatan adalah terikat dengan syariah. Sehingga,
seorang Muslim harus mempelajari tentang shalat dari dalil-dalilnya,
mempelajari tentang zakat ataupun berhaji dari dalil-dalilnya, dan mempelajari
tentang penegakan Khilafah dari dalil-dalilnya yaitu dari perbuatan Rasulullah
Saw. Tahapan-tahapan dakwah ideologis politis yang ditempuh Rasulullah
Saw. dalam mengubah masyarakat menuju tegaknya Daulah Islam harus
dijalankan pula oleh umat.
Dengan kata lain, metode menegakkan Khilafah Islamiyyah harus
sejalan dengan thariqah yang telah diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Saw.
Tidak ada satupun urusan umat manusia, termasuk metode menegakkan
Khilafah Islamiyyah, yang tidak dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah, baik
penjelasannya itu bersifat global maupun rinci.
Imam Asy Syafi’iy rahimahullah di dalam Kitab al-Umm menyatakan:
25
27. ْفِلَتََْي فلم } ىاُُس َكَرْتُي ْنَأ ُناَسْنِْاْل ُبَسََْيَأ { وجل عزَُّاَّلل قالُلْهَأ
أو ََتْفَأ ْنَمَو ينهى َلَو ُرَمْؤُي َل الذي ىَُُهالس َّنَأ تْمِلَع اَيمِف ِآنْرُقْلِِب الدلم
ىَُُهالس ِاِنَدَم ِف َنوُكَي ْنَأ ِه ِسْفَنِل َازَجَأ َُْقَف ِهِب ْرَمْؤُي مل اَِِب َمَكَح
“Allah Swt. berfirman [ayahsab al-insaan an yutrak suday/ apakah manusia
menyangka dibiarkan tanpa dimintai pertanggungjawaban] (TQS. al-Qiyamah
[75]: 36). Para ahli ilmu tidak pernah berselisih pendapat wajibnya
mengamalkan Al-Quran, pada semua apa yang aku ketahui, bahwasanya
makna kata “suday” adalah perkara yang tidak diperintah dan dilarang.
Barangsiapa berfatwa atau menghukumi sesuatu tidak berdasarkan apa yang
diperintahkan (wahyu Allah Swt.), maka ia telah membolehkan pada dirinya
“makna-makna suday”. (Imam Asy Syafi’iy, al-Umm, Juz 7/298)
Allah Swt. tidak membiarkan manusia hidup tanpa larangan dan
perintah-Nya. Seorang Muslim diperintahkan untuk memastikan bahwa seluruh
perbuatannya bersumber dari wahyu Allah Swt., dan tidak bersumber pada
hawa nafsu, atau ajaran-ajaran selain Islam.
“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah)
yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh
memilih apa yang kamu sukai untukmu?” (QS. Al-Qalam: 37-38)
“Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah
dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-
benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?” (QS. Al-Qalam: 39)
Umat Islam dilarang mengambil metode atau manhaj kebangkitan umat
dari orang-orang kafir, seperti menggunakan jalan demokrasi, maupun metode
ala orang sosialis.
Rasulullah Saw. pernah membuat garis di depan para sahabatnya
dengan satu garis lurus di atas pasir, sementara di kanan kiri itu Beliau
menggariskan garis-garis yang banyak. Lalu Beliau bersabda, “Ini adalah
jalanku yang lurus, sementara ini adalah jalan-jalan yang di setiap pintunya
26
28. ada setan yang mengajak ke jalan itu.” Kemudian Nabi Saw. membaca QS. al-
An’am [6]: 153.
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Selain itu, Allah Swt. telah mengancam siapa saja yang menyalahi
perintah Rasulullah Saw. dengan ancaman musibah dan adzab yang pedih.
“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)
Tidak ada satupun tahapan metode menegakkan negara dari Rasulullah
Saw. kecuali dijelaskan dalam sīrah (perjalanan dakwah) Beliau. Kaum
Muslimin tentu harus mempelajari dan mendalami metode ini serta
menerapkannya tanpa penyimpangan sedikitpun.
Sirah Nabawiyyah selama berasal dari riwayat yang shahih maka
terhitung sebagai dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai hujjah (argumen). Ia
tak ubahnya seperti hadits Nabi Saw. yang lain, karena di dalamnya juga
mengandung perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah Saw. (An-
Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 1 hlm 352).
Memulai
Perjuangan Rasulullah Muhammad Saw. dalam mengubah dunia
dimulai di Makkah, dan berbuah setelah hijrah ke Madinah. Keberhasilan ini
tidak mungkin terjadi bila Rasul tidak menempuh fase pengkaderan dan
pembinaan di Makkah yang memang memakan waktu cukup lama, yaitu 13
27
29. tahun. Waktu sepanjang itu diperlukan untuk menanamkan fikrah Islam di
tengah masyarakat.
Dalam mengawali langkah dakwahnya, Rasulullah Saw. mendatangi
orang-orang terdekat Beliau dan melakukan kontak dengan orang-orang
Makkah untuk mengajari mereka al-Qur’an. Rumah al-Arqam bin Abi al-
Arqam (Dar al-Arqam) di sebelah barat bukit Shafa oleh Beliau dijadikan
sebagai pusat pembinaan (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri,
ar-Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha
Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 80).
Pembinaan awal yang masih tersembunyi ini berlangsung selama 3 tahun.
Sejak diangkat menjadi Nabi dan Rasul di tahun 622 M, Nabi
Muhammad adalah sel pertama partai. Dari sel pertama ini, Baginda Saw.
membentuk sel-sel berikutnya. Istri Beliau Khadijah, sahabat Beliau Abu
Bakar, maulanya Zaid bin Haritsah, dan sepupu Beliau ‘Ali bin Abi Thalib
direkrut dan dibina, hingga menjadi sel-sel berikutnya. Setelahnya Abu Bakar
merekrut ‘Utsman bin Madz’un, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah bin
‘Ubaidillah, ‘Ustman bin ‘Affan, dan generasi awal Islam yang lainnya.
Pembinaan akidah dan syariah dilakukan hingga terbentuk para kader
berkepribadian Islam. Rasulullah Saw. membina mereka untuk meningkatkan
taraf berpikir dan merefleksikan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan Allah
Swt. Beliau menanamkan keyakinan yang kokoh kepada mereka sehingga
bekas-bekas paham kekufuran dan konsep-konsep kejahiliyahan lenyap dalam
diri mereka dan digantikan dengan Islam. Ketika ayat-ayat tentang aqidah
turun, sedangkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum belum banyak turun,
maka kaum Muslim –saat itu– bertanggung jawab terhadap Islam seluruhnya,
yaitu sampai pada batas-batas yang telah dijelaskan nash-nash syara’ yang
telah turun.
Seorang Muslim memiliki kesadaran bahwa menegakkan Islam dalam
seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban bagi dirinya dan berdiam diri
terhadap ‘aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Seorang Muslim
menjadikan ‘aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam
sebagai tolok ukur perbuatannya, menggunakan pandangan Islam ketika
melihat suatu pemikiran, kejadian, ataupun perbuatan.
Setiap pelajaran Islam merupakan pelajaran yang bersifat amaliyah
(praktis) dan berpengaruh, dengan tujuan untuk diterapkan dalam kehidupan
dan dikembangkan di tengah-tengah umat.
28
30. Merekapun memiliki pola jiwa yang Islami (nafsiyah Islamiyah),
sehingga akan menjadikan kecenderungannya senantiasa mengikuti Islam, serta
menentukan langkah-langkahnya atas dasar Islam. Mereka ridha kepada
sesuatu yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, marah dan benci kepada hal-hal
yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Mereka mendapatkan “celupan”
Islam, menyatu dengan Islam.
Dengan begitu mereka mampu menjadi orang-orang yang pantas dan
layak mengemban dakwah Islam dan mampu memikul beban dakwah. Melalui
aktivitas ini para kader ditempa dengan pemahaman Islam hingga berubah
secara fundamental menjadi kader yang mujahid (pejuang), muta’abbid (ahli
ibadah), mufakkir (pemikir), dan siyasi (politisi). Misalnya, Beliau telah
menjadikan Umar bin al-Khaththab dari seseorang yang pernah mengubur anak
perempuannya hidup-hidup hingga menjadi seseorang yang rela mengorbankan
jiwa dan hartanya demi tegaknya Islam. Umar ra. menjadi seseorang
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw., “Tidak ada satu setanpun yang
berjumpa denganmu pada suatu lorong jalan melainkan dia akan mencari
lorong lain yang tidak kamu lalui.” (Shahih Bukhari no.3051)
“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pernah
berdo’a:
َِِب َكْيَلِإ ِْْيَلُجَّالر ِنْيَذَه ِبَحَِِب َم ََلْسِْاْل َّزِعَأ َّمُهَّاللِنْب َرَمُدِب ْوَأ لْهَج ِج يِب
ِابَّطَْْلا
"Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara kedua orang yang
paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar bin Khaththab." Ibnu Umar
berkata: "Dan ternyata yang lebih Allah cintai di antara keduanya adalah Umar
bin Khaththab." (Sunan Tirmidzi no.3614)
Para Sahabat menjadi kelompok dakwah atau partai politik (hizb)
ideologis yang secara solid dan berjamaah bergerak, supaya pemikirannya
mewujud dalam realitas kehidupan masyarakat. Dakwah politik ini adalah
amar ma’ruf nahi munkar kepada kekuasaan. Sebuah Hizb ar-Rasul, yang
dibangun dengan serius, cermat dan rapi. Mereka diikat oleh ikatan akidah,
dengan fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang sama. Semuanya
tunduk dan taat pada kepemimpinan Nabi Saw. Mereka dipersiapkan sebagai
pilar-pilar yang akan menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam
terbentuk. Dengan demikian bukan hanya Rasulullah Saw. seorang diri yang
29
31. melakukan dakwah pembinaan tersebut, para Sahabat lain pun mencari dan
membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, Beliau pernah
mengutus Khabbab bin al-Arat untuk mengajarkan al-Qur’an kepada Fathimah
binti al-Khaththab dan suaminya, Said bin Zaid, di rumahnya.
Rasul Saw. pernah bersabda:
“Hendaklah kamu melakukan amar makruf nahi munkar. Jika tidak
maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara
kalian, kemudian orang-orang yang baik di antara kalian berdo’a dan tidak
dikabulkan.”
Kurang lebih tiga tahun jumlah pengikut Beliau sebelum memasuki
tahap interaksi dengan masyarakat secara terbuka ada sekitar 40 orang. Jika
dirata-rata dalam sebulan hanya ada satu hingga dua orang yang masuk Islam.
Orang yang terakhir masuk Islam di fase ini adalah Umar bin Khattab.
Kemudian merekapun keluar mengumumkan dakwah terang-terangan kepada
orang-orang musyrik. (lihat: Imam al-Hakim, al-Mustadrak ‘alâ ash-
Shahîhayn)
Berkembang
Tanpa kesadaran wajibnya berhukum dan menerapkan hukum Allah
Swt. di segala bidang, Islam yang komprehensif tidak akan pernah bisa
diwujudkan di tengah-tengah masyarakat. Kesadaran inipun tidak akan
mewujudkan peradaban Islam jika hanya dimiliki oleh individu atau
sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai “kesadaran
umum” melalui dakwah yang bersifat terus-menerus. Dari sini maka
perjuangan menegakkan syariah dan Daulah Islam harus berwujud amal
jama’i, mewujudkan Islam sebagai sistem hidup yang akan digunakan untuk
mengatur berbagai urusan dan kemaslahatan umat. Dengan kata lain, harus ada
gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat
30
32. dalam perjuangan agung ini. Oleh karenanya, dalam aktivitas penyadaran ini,
mutlak dibutuhkan kehadiran sebuah partai politik ideologi Islam.
Firman Allah Swt.:
ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْنَيَو ِوفُرْدَمْلِِب َنوُرُمََْيَو ِْْيَْْلا ََلِإ َنوُعَُْيٌةَّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْلَو
َنوُحِلْفُمْلا ُمُه َكِئَلوُأَو
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan
dan melakukan amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang yang
beruntung” (QS. Ali Imran [3]: 104)
Maksud ayat ini adalah, hendaknya ada kelompok dari umat Islam yang
siap sedia menjalankan tugas tersebut: mendakwahkan Islam dan melakukan
amar makruf nahi munkar. (lihat: Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, QS.
Ali Imran [3]: 104. Lihat juga: Imam Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, QS. Ali
Imran [3]: 104; Imam Suyuthi, Tafsir Jalâlayn, dan kitab-kitab tafsir lainnya)
Setidaknya harus ada sekelompok dari umat Islam yang terus memenuhi seruan
ayat ini.
Imam Ali ash-Shabuni juga menyatakan, “Maksudnya, hendaknya
dirikanlah kelompok dari kalian (umat Islam) untuk berdakwah menuju Allah;
untuk mengajak pada setiap kebajikan dan mencegah setiap kemungkaran.”
(Imam Ali ash-Shabuni, Shafwat at-Tafâsir, 1/221)
Kewajiban berdakwah secara jamâ’i juga didasarkan pada fakta sejarah
perjuangan Rasulullah Saw. dan para Sahabat ra. Nabi Saw. dan para Sahabat
merupakan gambaran faktual perjuangan kolektif. Rasulullah Saw.
berkedudukan sebagai pemimpin bagi kutlah (kelompok) Sahabat di periode
Makkah. Beliau memimpin para Sahabat untuk mengganti kekuasaan sistem
kufur saat itu. (lihat: Ibn Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyyah. Bandingkan pula
dengan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islâmiyyah, hlm. 13-14)
Berdasarkan kaidah ushul fiqh, mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi fahuwa
wâjib (Kewajiban yang tidak bisa sempurna tanpa sesuatu maka sesuatu itu
hukumnya wajib), mendirikan dan bergabung dengan gerakan Islam hukumnya
wajib, yaitu bahwa tanpa gerakan dakwah yang sistematis maka sistem Islam
takkan bisa ditegakkan.
31
33. Hadits dari Hudzaifah bin al-Yaman:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian melakukan
amar ma'ruf dan nahi munkar, atau Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-
Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka
(doa itu) tidak dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
“Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan
cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak
dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar
ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para rabi yahudi dan rahib
nasrani ketika mereka meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar dilaknat
oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan
malapetaka. ” (HR. Ath-Thabrani)
Gerakan Islam yang harus dijalankan oleh kaum Muslim adalah
gerakan Islam yang berlandaskan akidah Islam; bukan partai sekularisme,
sosialisme, freemasonry, maupun berpaham kebangsaan/ ashobiyah.
Gerakan/partai Islam itu juga harus bertujuan mengajak manusia menuju Islam
serta syariah Islam, melakukan amar makruf nahi mungkar.
32
34. Di dalam Tafsir ath-Thabari disebutkan: “Abu Ja’far menyatakan,
“…yakni adanya jamaah (kelompok) yang menyeru manusia menuju kebaikan
(al-khair), yakni Islam dan syariah Islam yang telah disyariatkan Allah atas
hamba-Nya serta melakukan amar makruf nahi munkar, yakni memerintahkan
manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw. dan agamanya yang berasal
dari sisi Allah Swt. dan mencegah kemungkaran; yakni mereka mencegah dari
ingkar kepada Allah serta (mencegah) mendustakan Nabi Muhammad Saw.
dan ajaran yang dibawanya dari sisi Allah…” (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-
Thabari, QS. Ali Imran [3]: 104)
Partai ideologi Islam harus memiliki “masterplan” atau fikrah, yakni
rincian berbagai ide, konsep dan gagasan –berdasarkan dalil-dalil Islam yang
rinci– yang akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan
kehidupan. Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut
berhasil menegakkan kekuasaan Islam, maka konsep tersebut langsung bisa
dilaksanakan (applicable).
Setelah Rasulullah Saw. membina para Sahabat selama 3 tahun, Allah
Swt. memerintahkan Beliau untuk keluar secara terang-terangan (Al-Hafidh
Ibn Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Dar al-Fikr, Beirut, t.t. Juz
III, hal. 402) sekaligus partai yang solid dan kuat itu menentang pemikiran-
pemikiran non-Islam serta para elit politiknya yang memberlakukan sistem
aturan kufur kepada masyarakat Makkah.
Hamzah bin ‘Abdul Muthallib masuk Islam, dan tiga hari kemudian
‘Umar bin al-Khatthab juga memeluk Islam. Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah,
tahun ke-5 bi’tsah. (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-
Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha
Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 89-90).
Jika proses ini berjalan baik maka opini di tengah-tengah masyarakat akan
didominasi oleh opini Islam. Aktivitas membina kader dakwah juga terus
dilakukan untuk terus memantapkan pengemban dakwah yang ada, juga untuk
memperbanyak kuantitas mereka. Dengan itu, proses memahamkan masyarakat
dengan Islam bisa semakin intensif.
Nabi Saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan
masyarakat di Bukit Shafa di mana Beliau langsung terang-terangan
menampakkan risalahnya, menyampaikan kepada mereka bahwa sesungguhnya
Beliau adalah seorang Nabi yang diutus, dan Beliau meminta agar mereka
33
35. mengimaninya; juga pernah dengan mengundang makan bersama. Ini
merupakan bentuk pembinaan umum (tatsqif jama’i).
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan riwayat dari Ibn Abbas ra. ia
berkata:
السَلمو الصَلة عليه ُهَِِّبالن َُِدَص ،﴾َْيِبَرَْقألا َكَتَْيِشَع ْرِذْنَأَ﴿و : ْتَلَزَن اَّمَل
:يِااَنُي َلَدَجَف،اَفَّالص ىَلَع«يَُِع ِِنَب ََي ،رْهِف ِِنَب ََي»–شْيَرُق ِونُطُبِل–
،َوُه اَم َرُظْنَيِل اولُسَر َلَسْرَأ َجُرََْي ْنَأ ْعِطَتْسَي َْمل اَذِإ ُلُجَّالر َلَدَجَف اوُدَمَتْاج ََّتَح
: َالَقَف ،ٌشْيَرُقَو بَََل وُبَأ َاءَجَف«ُُيِرُت يِااَلوِِب اَلْيَخ َّنَأ ْمُكُتْرَبْخَأ ْوَل ْمُكَتْيَأَرَأ
َْيِغُت ْنَأ؟َّيِقَُِصُم ْمُتْنُكَأ ،ْمُكْيَلَع»،ااقُِْص َّلِإ َكْيَلَع اَنْبَّرَج اَم ،ْمَدَن :اوُلاَق
: َالَق«ُيَُِش ابَذَع ْيََُي َْْيَب ْمُكَل ٌيرِذَن ِِنِإَف»َرِائَس َكَل اًّبَت :بَََل وُبَأ َالَقَف
ْتَّبَ﴿ت : ْتَلَزَنَف ا؟َنَتْدَََج اَذَ
َِلَأ ،ِمْوَالياَمَوُهُلاَم ُهْنَع ََنْغَأ اَم َّبَتَو بَََل ِج يِبَأ اََُي
.﴾بَسَك
“Ketika turun ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat
terdekatmu” (TQS. Asy-Syu’araa’: 214), Nabi Saw. naik ke bukit Shafa, dan
Beliau mulai menyeru: “Wahai Bani Fihrin, wahai Bani Adi –untuk satu marga
Quraisy- sehingga mereka berkumpul, dan jika seorang laki-laki tidak bisa
keluar dia mengirim utusan untuk melihat apa itu. Lalu datanglah Abu Lahab
dan Quraisy, maka Beliau bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya aku
beritahukan bahwa pasukan ada di lembah ingin menyerang kalian, apakah
kalian membenarkanku?” Mereka berkata: “Benar, kami tidak punya
pengalaman denganmu kecuali engkau jujur.” Beliau bersabda: “Aku memberi
peringatan kepada kalian di depan azab yang pedih.” Maka Abu Lahab
berkata: “Celakalah kamu sepanjang hari, apakah untuk ini engkau
mengumpulkan kami?” Maka turunlah ayat (artinya): “Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya
harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2)
Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:
34
36. ُمُهْنِم َكَطْهَرَو ،﴾َْيِبَرَْقْاأل َكَتَْيِشَع ْرِذْنَأَ﴿و :ُةَي ْاْل ِِذَه ْتَلَزَن اَّمَل
السَلمو الصَلة عليه ِهللا ُولُسَر َجَرَخ ،َْيِصَلْخُمْلا: َفَتَهَف ،اَفَّالص َُِدَص ََّتَح
«ْاَاحَبَص ََي»،ِهْيَلِإ اوُدَمَتْاجَف ،ٌَُّمَُُم :اوُلاَق ؟ُفِتْهَي يِذَّلا اَذَه ْنَم :اوُلاَقَف،
: َالَقَف«ِِنَب ََي ،افَنَم ُِْبَع ِِنَب ََي ،ن ََلُف ِِنَب ََي ،ن ََلُف ِِنَب ََي ،ن ََلُف ِِنَب ََي
ِلَّطُمْلا ُِْبَعِب»: َالَقَف،ِهْيَلِإ اوُدَمَتْاجَف ،«ُجُرََْت اَلْيَخ َّنَأ ْمُكُتْرَبْخَأ ْوَل ْمُكَتْيَأَرَأ
؟َّيِقَُِصُم ْمُتْنُكَأ ، ِلَبَْْلا اَذَه ِحْفَسِب»: َالَق ،اِبِذَك َكْيَلَع اَنْبَّرَج اَم :اوُلاَق«ِِنِإَف
ُيَُِش ابَذَع ْيََُي َْْيَب ْمُكَل ٌيرِذَن»َق ،اَنَتْدَََج اَمَأ َكَل اًّبَت :بَََل وُبَأ َالَقَف : َال
َأَرَق اَذَك، َّبَت َُْقَو بَََل ِج يِبَأ اََُي ْتَّبَت ُةَورُهالس ِِذَه ْتَلَزَنَف َامَق َُُّث ،اَذَ
َِل َّلِإ
.ِةَورُهالس ِرِآخ ََلِإ ُشَمَْعْاأل
“Ketika turun ayat (artinya): “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang
terdekat” dan tokoh-tokohmu di antara mereka yang ikhlas. Rasulullah Saw.
keluar hingga Beliau naik ke bukit Shafa dan berteriak: “Wahai pagi”. Mereka
berkata: “Siapa yang berteriak itu?” Mereka mengatakan: “Muhammad.” Lalu
mereka berkumpul kepada Beliau. Maka Beliau bersabda: “Ya bani fulan, ya
bani Fulan, ya bani Fulan, ya bani Abdu Manaf, ya bani Abdul Muthallib.”
Mereka pun berkumpul kepada Beliau. Lalu Beliau bersabda: “Bagaimana
pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa sepasukan berkuda keluar
di balik gunung ini apakah kalian membenarkan aku?” Mereka menjawab:
“Kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau benar.” Beliau
bersabda: “Maka aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang
sangat pedih.” Ibn Abbas berkata: “Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah
kamu, apakah engkau mengumpulkan kami untuk ini?” Kemudian turun surat
ini “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.”
(TQS. al-Masad [111]: 2) Demikianlah al-A’masy membaca surat ini hingga
akhir surat.
35
37. Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud al-Baladzuri (w. 279 H)
meriwayatkan dalam kitabnya “Jamal bin Ansâb al-Asyrâf” ia berkata:
“Muhammad bin Sa’ad dan al-Walid bin Shalih telah menceritakan kepadaku
dari Muhammad bin Umar al-Waqidi dari Ibn Abiy Sabrah dari Umar bin
Abdullah dari Ja’far bin Abdullah bin Abi al-Hakam, ia berkata:
ََُّتْشا ،﴾َْيِبَرَْقْاأل َكَتَْيِشَع ْرِذْنَأَ﴿و السَلمو الصَلة عليه َِِِّبالن ىَلَع ْتَلَزَن اَّمَل
ااعْرَذ ِهِب َاقَضَو ِهْيَلَع َكِلَذ…، السَلمو الصَلة عليه َِّاَّلل ُولُسَر َحَبْصَأ اَّمَلَف
ُهَدَمَو اوُرَضَحَف . ِبِلَّطُمْلا ُِْبَع ِِنَب ََلِإ َثَدَب،افَنَم ُِْبَع ِِنَب ْنِم ٌةَُِّع ْم
َلُجَر َنوُدَبْرَأَوٌةَسََْخ ْمُهُيدََِجَو…السَلمو الصَلة عليه َِّاَّلل ُولُسَر ْمُهَدَمَجَف
: َالَقَف ،اةَيِنََث«ْنَأ َُُهْشَأَو ،ِهْيَلَع ُلَّكَوَتَأَو ِهِب ُنِومُأَوُهُنيِدَتْسَأَو ،َُُُْْحَأ ََِِّّلل ُُْمَْْلا
لُهَل َيكِرَش ل ُ َُْحَو َُّاَّلل لِإ َهَلِإ.»: َالَق َُُّث«َِّاَّللَو .ُهَلْهَأ ُبِذْكَي ل َُِائَّالر َّنِإ
يِذَّلا َِّاَّللَو تكمرغر اَم،ََّاسالن ُتْرَرَغ ْوَلَو .ْمُكُتْبَذَكاَم،اايدََِج ََّاسالن ُتْبَذَك ْوَل
ا ُولُسَرَل ِِنِإ ،َوُه لِإ َهَلِإ لَّنُتوُمَتَل ،َِّاَّللَو.اةَّفاَك َِّاسالن ََلِإَو اةَّاصَخ ْمُكْيَلِإ ََِّّلل
َّنُوَزْجُتَلَو ،َنوُلَمْدَت اَِِب َُُّبَاسَحُتَلَو ،َنوُظِقْيَتْسَت اَمَك َّنُثَدْبُتَلَو ،َنوُامَنَت اَمَك
َأ ُةَّنَجْلَل اََّهنِإَو .سوءا ِوءُهلسِِبَو ااًنَسْحِإ ِانَسْحِْلِِبُلََّوأل ْمُتْنَأَو .ااَُبَأ َُّارالنَو ،ااَُب
ُرِذْنُأ ْنَم.»:بِالَط وُبَأ َالَقَف“اَنَلَبْقَأَو ، َكَتََُفاَرُمَو َكَتَنَاوَدُم اَنْيَلِإ َّبَحَأ اَم
اَََّّنِإَو .َنوُدِمَتُُْم َيكِبَأ وُنَب ِلءُؤَهَو . َكِيثَُِ
ِْل اَنَقيُِْصَت ََُّشَأَو ، َكِتَيحِصَنِلًَنَأ
ل ،هللا فو .به أمرت ملا فامض .حتب اَم ََلِإ ْمُهُعَرْسَأ َِّاَّللَو ِِنَأ َرْيَغ ،ْمُهَُُحَأ
ُِْبَع ِنيِا َاقَرِف ِِل ُعِوَطُت ي ِسْفَن ُُ ِجَأ ل ِِنَأ َرْيَغ ، َكُدَنْمَأَو َكُطوُحَأ ُالَزَأ
36
38. .ِهْيَلَع َاتَم اَم ىَلَع َوتُمَأ ََّتَح ِبِلَّطُمْلا”َوِج يِبَأ َرْيَغ،اانِيَل ااَلمَكُمْوَقْلا َمَّلَكَت
: َالَقَُّهنِإَف بَََل“ِهْيََُي ىَلَع اوُذُخ ،ُةَءْوَّالس َِّاَّللَو ِِذَه ، ِبِلَّطُمْلا ُِْبَع ِِنَب ََي
ُوُمُتْدَنَم ْنِإَو .ْمُتْلِلُذ ،ذِئَنيِح اسلمتو فإن .كمغْي ُي على َيخذ ْنَأ َلْبَق
ْمُتْلِتُق”:طالب وُبَأ َالَقَف«اَنيِقَب اَم لنمنده ،وهللا.»
“Ketika turun kepada Nabi Saw. ayat (artinya) “Dan berilah peringatan
kepada kerabat terdekatmu,”hal itu menjadi hal yang berat dan membuat dada
Beliau terasa sempit… ketika pagi hari Rasulullah Saw. mengutus kepada Bani
Abdul Muthallib. Lalu mereka hadir dan bersama mereka sejumlah orang dari
Bani Abdu Manaf, semuanya empat puluh lima orang … lalu Rasulullah
mengumpulkan mereka kedua kalinya. Dan Beliau bersabda: “Segala puji
hanya bagi Allah aku memuji-Nya. Aku meminta pertolongan-Nya dan aku
beriman kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya”. Kemudian Beliau
bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpn tidak membohongi warganya.
Dan demi Allah seandainya aku berdusta kepada seluruh manusia, aku tidak
akan berdusta kepada kalian. Seandainya aku menipu manusia niscaya aku
tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia,
sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara khusus dan kepada
manusia seluruhnya. Demi Allah tidaklah kalian mati seperti kalian tidur, dan
sungguh kalian akan dibangkitkan seperti kalian dibangunkan, dan sungguh
kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian perbuat, dan
sungguh kalian diberi balasan atas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan
dibalas keburukan. Dan sungguh adalah Surga itu kekal dan Neraka itu kekal.
Dan kalian sungguh adalah orang pertama-tama yang aku peringatkan.” Lalu
Abu Thalib berkata: “Alangkah senang bagi kami membantu dan menyertaimu
dan kami menyambut nasihatmu dan sangat membenarkan pembicaraanmu.
Dan mereka anak bapak moyangmu berkumpul. Melainkan aku adalah salah
seorang dari mereka. Hanya saja aku, demi Allah, yang paling cepat kepada
apa yang engkau sukai. Jalankan apa yang diperintahkan kepadamu. Demi
Allah aku akan terus menjaga dan melindungimu. Hanya saja aku tidak
menemukan diriku suka untuk meninggalkan agama Abdul Muthallib hingga
37
39. aku mati di atas apa sebagaimana dia.” Kaum itu berbicara lembut. Kecuali
Abu Lahab, ia berkata: “Wahai bani Abdul Muthallib, ini demi Allah adalah
keburukan. Tindaklah dia sebelum dia ditindak oleh selain kalian. Jika kalian
menyerahkan dia saat itu, kalian dihinakan. Dan jika kalian melindunginya
maka kalian diperangi.” Abu Thalib berkata: “Demi Allah sungguh kami akan
melindunginya selama kami ada.”
“Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan." (QS. Al-Hijr: 89)
Berbekal wahyu, Beliau dan para Sahabat menyinggahi pasar-pasar,
Baitullah dan tempat-tempat yang sering dituju oleh masyarakat, untuk
mendakwahkan Islam secara terang-terangan; mereka turun ke jalan dalam dua
barisan yang dikepalai oleh Umar ra. dan Hamzah ra., berjalan mengelilingi
Ka’bah menyuarakan Islam.
Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin
Mihran al-Ashbahani (w. 430 H) meriwayatkan di dalam kitabnya “Hilyatu al-
Awliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’ dari Ibn Abbas, ia berkata:
:ُهْنَع َاَلَدَتُهللا َيِضَر َرَمُع ُتْلَأَس“َمَلْسَأ : َالَق ؟َوقُارَفْلا َيتُِس ءْيَش َِيِأل
ِم ََلْسِْْلِل يِرَُْص ُهللا َحَرَش َُُّث ،مََّيَأ ِةَث ََلَثِب يِلْبَق ُةَزَْْح…ِهللا ُولُسَر َنْيَأ :قلت
ِِف َوُه : ِِتْخُأ ْتَلاَق ،؟ السَلمو الصَلة عليهَُْنِع ِمَقَْرْاأل ِنْب ِمَقَْرْاأل ِراَا
ََّارُال ُتْيَتَأَف ،اَفَّالص…،ُهَل َيكِرَش َل ُ َُْحَوُهللا َّلِإ َهَلِإ َل ْنَأ َُُهْشَأ :ُتْلُقَف
ْهَأ اَهَدَِس اةَْيِبْكَت ِرَّاُال ُلْهَأ َرَّبَكَف : َالَق ،ُهُلوُسَرَو ُُُْبَع ااَُّمَُُم َّنَأ َُُهْشَأَوُل
ا؟َنيِيَح ْنِإَو اَنْتُم ْنِإ ِقَْْلا ىَلَع اَنْسَلَأ ِهللا َولُسَر ََي :ُتْلُقَف : َالَق ،ُِِجْسَمْلا
: َالَق«ْمُيتِيَح ْنِإَو ْمُهتُم ْنِإ ِقَْْلا ىَلَع ْمُكَّنِإ ،َُِِيِب ي ِسْفَن يِذَّلاَو ىَلَب»: َالَق ،
يِذَّلاَو ؟ُاءَفِتْخ ِال َيمِفَف :ُتْلُقَف،َِّْْيفَص ِِف ُاَنْجَرْخَأَف ،َّنَجُرْخَتَل ِقَْْلِِب َكَثَدَب
38
40. اَنْلَخَا ََّتَح ،ِْيِحَّطال ُِيَُِكَكٌُيَُِكُهَل ،ِرَخ ْاْل ِِف ًَنَأَو ،اَ
ِِهَُِحَأ ِِف ُةَزَْْح
ٌةَآبَكْمُهْتَابَصَأَف ،َةَزَْْح ََلِإَو ٌشْيَرُق ََِّلِإ ْتَرَظَنَف : َالَق ،َُِجْسَمْلاْمُهْبِصُي َْمل
َْْيَب ُهللا َقَّرَفَو ،َوقُارَفْلا ذِئَمْوَي السَلمو الصَلة عليه ِهللا ُولُسَر ِاِنَّمَسَف ،اَهَلْثِم
ِلِاطَبْلاَو ِقَْْلا”
“Aku bertanya kepada Umar ra.: “Karena apa engkau dipanggil al-Faruq?”
Umar menjawab: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku. Kemudian Allah
melapangkan dadaku untuk Islam … Aku katakan: “Di mana Rasulullah Saw?”
Saudariku berkata: “Beliau di Dar al-Arqam di bukit Shafa” lalu aku
mendatangi rumah itu… Lalu aku katakan: “Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Umar berkata: “Maka penghuni
rumah itu bertakbir dengan takbir yang bisa didengar oleh orang yang ada di
masjid.” Umar berkata: “Lalu aku katakan: “Ya Rasulullah bukankah kita di
atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup?” Beliau menjawab: “Benar
dan demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian di
atas kebenaran, jika kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “Maka
aku katakan: “Lalu mengapa kita bersembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu
dengan membawa kebenaran, sungguh engkau keluar.” Maka kami keluar
dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi. …
Sampai kami masuk ke masjid.” Umar berkata: “Maka Quraisy melihat
kepadaku dan kepada Hamzah, dan mereka ditimpa kesedihan yang belum
pernah menimpa mereka. Maka Rasul menyebutkan pada hari itu al-Faruq dan
memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.”
Di dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:
… ا ِهِِدَج ْنَع ،ِمَقْرَْاْل ِنْب ِهاَّلل ِدْبَع ِنْب َناَمْثُع ْنَعَكَو ،ًَّيِرْدَب َناَكَو ،ِمَقْرَْْلَنا
ا َدْنِع ِهِراَد ِِف ىَآو وسلم عليه هللا صلى ِهاَّلل ُولُسَرواُلَامَكَت هَّتَح اَفهصل
39